Download doc - PPD Penyesuaian Diri

Transcript
Page 1: PPD Penyesuaian Diri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana

hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan

kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan

pengalaman-pengalaman yang didapat di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki

sejumlah pengetahuan, kecakapan, minat-minat, dan sikap-sikap. Dengan pengalaman-

pengalaman itu ia secara berkesinambungan dibentuk menjadi seorang pribadi seperti

apa yang dia miliki sekarang dan menjadi seorang pribadi tertentu di masa mendatang.

Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau

tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental dan emosional dipengaruhi dan

diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses

penyesuaian yang baik atau yang salah.

Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang

aktif. Ia aktif dengan tujuan dan aktifitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk

memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi

peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian diri

adalah suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya

adalah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik

terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Selain itu, Kecerdasaan

Emosinal disini turut mempengaruhi proses penyesuaian diri karena kecerdasan atau

inteligensi adalah suatu kemampuan individu untuk berpikir, bertindak atau berperilaku

dalam menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru, juga dalam rangka

memecahkan suatu masalah secara cepat dan efektif. Kemampuan ini berkaitan dengan

aspek intelektual yang dimiliki oleh individu. Untuk lebih jelasnya marilah kita tinjau

secara lebih rinci pengertian dan proses penyesuaian diri, karakteristik penyesuaian diri

dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri, serta hubungan

kecerdasan emosional dengan kemampuan penyesuaian diri remaja.

iv

Page 2: PPD Penyesuaian Diri

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa defenisi dari penyesuain diri itu?

2. Bagaimana proses penyesuaian diri?

3. Apa saja karakteristik penyesuaian diri?

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri?

5. Apa saja aspek-aspek penyesuaian diri?

6. Bagaimana penyesuaian sosial pada masa remaja?

7. Apa pengertian dari kecerdasan?

8. Apa pengertian dari emosi (kecerdasan emosi)?

9. Bagaimana kecerdasan emosi pada remaja?

10. Dan bagaimana hubungan antara kecerdasan emosi dengan kemampuan

penyesuaian diri pada remaja?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Memahami apa itu pengertian penyesuaian diri,

2. Mengetahui apa saja proses penyesuaian diri,

3. Mengetahui apa saja karakter penyesuaian diri secara positif,

4. Mengetahui apa saja karakter penyesuaian diri yang salah,

5. Membahas apa saja faktor yang mempengarui proses penyesuaian diri,

6. Mengetahui bagaimana penyesuaian sosial pada masa remaja.

7. Mengetahui apa itu pengertian kecerdasan.

8. Mengetahui apa itu pengertian emosi (kecerdasan emosi).

9. Mengetahui bagaimana kecerdasan emosi pada remaja.

10. Dan mengetahui bagaimana hubungan antara kecerdasan emosi dengan

kemampuan penyesuaian diri pada remaja.

iv

Page 3: PPD Penyesuaian Diri

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENYESUAIAN DIRI

2.1.1. Defenisi Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal

adjustment. Menurut Schneiders (dalam Ali & Asrori, 2004) penyesuai diri dapat ditinjau dari 3

sudut pandang, yaitu :

1. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (Adaptation)

Dilihat dari sudut pandang ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha

untuk mempertahankan diri secara fisik, fisiologis, atau biologis.

2. Penyesuaian diri sebagai konformitas (Conformity)

Dalam sudut pandang ini, setiap individu selalu diarahkan untuk menghindari

penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional agar mereka tidak

ditolak oleh lingkungannya dengan cara mengikuti norma-norma yang berlaku.

3. Penyesuaian diri sebagai penguasaan (Mastery)

Dalam sudut pandang ini, penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan untuk

merencanakan dan mengorganisasikan respon dalam cara tertentu sehingga konflik-

konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi. Dengan kata lain, penyesuaian diri diartikan

sebagai kemampuan individu menghadapi realitas hidup dengan cara yang baik, akurat

sehat dan mampu bekerjasama dengan orang lain secara efektif dan efisien, serta

mampu memanipulasi faktor lingkungan sehingga dorongan emosi, dan kebiasaan

menjadi lebih terkendali dan terarah.

Berdasarkan tiga sudut pandang diatas, penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu

proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku yang diperjuangkan individu

agar dapat menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk

menghasilkan keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari

lingkungan tempat individu berada.

Menurut Mu’tadin (2005) penyesuai diri merupakan salah satu persyaratan

bagi terciptanya kesehatan jiwa atau mental individu. Dalam proses penyesuaian diri, individu

mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi ini dapat berupa individu mengubah

dirinya sesuai dengan keadaan lingkungan (penyesuaian pasif) atau mengubah lingkungan

sesuai dengan keadaan dirinya sendiri (penyesuaian aktif) (Gerungan dalam Sobur, 2005).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses

dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar dapat menghadapi kebutuhan

iv

Page 4: PPD Penyesuaian Diri

dari dalam dirinya, ketegangan, frustasi serta konflik sehingga hubungan individu dengan

lingkungannya menjadi lebih harmonis.

2.1.2. Proses Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam

memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang

sempurna tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia/individu

selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya di mana tidak ada lagi

kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan di mana semua fungsi organisme/individu berjalan normal.

Sekali lagi, bahwa penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong

process), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan

tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.

Respon penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu

upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara kondisi-

kondisi keseimbangan yang lebih wajar. Penyesuaian adalah sebagai suatu proses ke arah

hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntunan eksternal. Dalam proses

penyesuain diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustrasi, dan individu didorong

meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan.

Apakah seseorang berhadapan dengan penyesuaian sehari-hari yang sederhana, atau

suatu penyesuaian yang rumit, terdapat suatu pola dasar yang terdiri dari elemen-elemen

tertentu. Contoh : seorang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang dari ibunya yang terlalu

sibuk dengan tugas-tugas lain. Anak akan frustasi dan berusaha sendiri menemukan pemecahan

untuk mereduksi ketegangan/kebutuhan yang belum terpenuhi. Dia mungkin mencari kasih

sayang di mana-mana, atau mengisap jarinya, atau bahkan tidak berupaya sama sekali, atau

makan secara berlebihan, sebagi respon pengganti bila kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi

secara wajar. Dalam beberapa hal, repon pengganti tidak tersedia, sehingga individu mencari

suatu respon lain yang akan memuaskan motivasi dan mereduksi ketegangan.

Situasi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Kebutuhan A

Motivasi

Keinginan Respon B

Pemecahan

Bervariasi

C

iv

FRUSTRASI

Page 5: PPD Penyesuaian Diri

Berdasarkan diagram diatas, tampak bahwa elemen-elemen umum dan esensial dalam

semua situasi frustasi ialah : motivasi,frustasi atau terhalangi keinginan dan motif-motif, respon

yang bervariasi,dan pemecahan untuk mereduksi masalah,frustasi,atau ketegangan dengan

beberapa bentuk respon.

Dengan demikian,dapat dijelaskan bahwa motivasi mengambil variasi bentuk, dan

setiap bentuk dapat diarahkan kepada rintangan atau frustasi yang disebabkan oleh beberapa

asek realitas misalnya pembatasan orangtua, hambatan fisik,aturan sosial,dan semacamnya.

Rintangan-rintangan ini menyebabkan individu meneliti cara-cara responnya yang berbeda-beda

(A, B, atau C) sampai mendapatkan pemuasan.

Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat

memenihi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh

lingkungan tanpa merugikan atau menggangu lingkungannya.

2.1.3. Karakteristik Penyesuaian Diri

Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-

kadang ada rintangan tertentu yang menyebabkan individu tidak berhasil melakukan

penyesuaian diri. Rintangan-rintangan tersebut bisa berasal dari dalam diri individu atau bisa

juga berasal dari luar diri individu. Menurut Hartono dan Sunarto (2006), penyesuaian diri

dapat dilakukan secara baik dan buruk.

a. Penyesuaian Diri yang Baik

Menurut Hartono & Sunarto (2006) individu yang mampu melakukan

penyesuaian diri dengan baik ditandai dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Tindak menunjukkan adanya ketegangan emosional

2. Tidak menunjukkan mekanisme–mekanisme psikologis

3. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi

4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri

5. Memiliki kemampuan untuk belajar

6. Menghargai pengalaman

7. Bersikap realistik dan obyektif

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Schneiders (1964) yang mengatakan bahwa

penyesuaian diri yang baik memiliki 7 karakteristik. Adapun 7 karakteristik penyesuaian diri

yang normal menurut scneiders (1964), antara lain:

iv

Page 6: PPD Penyesuaian Diri

1. Tidak menunjukkan emosi yang berlebihan (absence of ecessive emotionality)

Penyesuaian diri yang normal ditandai dengan tidak adanya emosi yang berlebihan atau

emosi yang merusak. Individu mampu menanggapi berbagai situasi atau masalah

dengan emosi yang tenang dan terkontrol.

2. Tidak menunjukkan mekanisme psikologis (absence of psychological mechanisms)

Dalam menghadapi masalah ataupun konflik, individu yang memiliki penyesuaian diri

yang normal akan menunjukkan reaksi berterus terang daripada reaksi yang disertai

dengan mekanisme-mekanisme psikologis seperti rasionalisasi, proyeksi, sour-grape,

atau kompensasi.

3. Tidak menunjukkan perasaan frustasi pribadi (absence of the sense of personal

frustration)

Penyesuaian diri yang normal sebagian besar ditandai dengan perasaan bebas dari

frustasi pribadi. Perasaan frustasi hanya akan membuat individu mengalami kesulitan

dan kadangkala tidak memungkinkan individu untuk beraksi secara normal terhadap

situasi atau masalah.

4. Adanya pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self

direction)

Individu yang melakukan penyesuaian diri yang normal biasanya mampu

mempertimbangkan masalah, konflik dan frustasi secara rasional serta mampu

mengarahkan dirinya untuk menyelesaikan masalah yang muncul.

5. Kemampuan untuk belajar (ability to learn)

Proses penyesuaian diri yang normal ditandai dengan sejumlah pertumbuhan atau

perkembangan yang berhubungan dengan cara menyelesaikan situasisituasi yang penuh

konflik, frustasi dan ketegangan.

6. Memanfaatkan pengalaman (utilization of past experience)

Penyesuian diri yang normal ditandai dengan kemampuan individu untuk belajar dan

memanfaatkan pengalaman masa lalu dalam menghadapi tuntutan situasi yang ada.

7. Sikap realistik dan objektif (realistic and objective atitude)

Karakteristik ini berhubungan dengan orientasi individu dalam menghadapi kenyataan.

Sikap ini didasarkan pada proses belajar, pengalaman masa lalu dan pemikiran rasional

yang memungkinkan individu untuk menilai dan menghargai situasi, masalah, maupun

keterbatasan-keterbatasan yang ada.

Menurut Hartono & Sunarto (2006) penyesuaian diri yang baik dapat dilakukan dengan

berbagai cara seperti :

1. Menghadapi masalah secara langsung

iv

Page 7: PPD Penyesuaian Diri

Dalam situasi ini individu secara langsung menghadapi masalahnya dengan segala

akibatnya. Individu melakukan segala tindakan sesuai dengan masalah yang

dihadapinya. Misalnya seseorang mahasiswa terlambat menyerahkan tugas karena

sakit maka dia memberitahukan kepada dosennya apa yang menjadi penyebabnya.

2. Melakukan penjelajahan ( eksplorasi)

Dalam situasi ini individu mencari berbagai pengalaman untuk dapat menghadapi

dan memecahkan masalah. Misalnya seorang mahasiwa yang merasa kurang

mampu dalam mengerjakan tugas akan mencari bahan untuk menyelesaikan tugas

tersebut dengan cara membaca buku, konsultasi dan diskusi.

3. Coba-coba (trial and eror )

Dalam cara ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba dalam arti kalau

menguntungkan akan diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan.

4. Mencari pengganti ( substitusi)

Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia dapat memperoleh

penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya gagal nonton film digedung

bioskop, dia pindah nonton tv.

5. Menggali kemampuan diri

Dalam hal ini individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus yang

ada dalam dirinya, kemudian mengembangkannya sehingga dapat membantu

penyesuaian diri. Misalnya seorang mahasiwa yang mengalami kesulitan dalam

keuangan, berusaha mengembangkan kemampuannya dengan cara memberikan les

private. Dari usahanya tersebut ia dapat mengatasi kesulitan keuangannya.

6. Belajar

Dengan belajar individu akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang

dapat membantunya dalam menyesuaikan diri. Misalnya seorang guru akan lebih

dapat menyesuaikan diri dengan banyak belajar tentang berbagai pengetahuan

keguruan.

7. Inhibisi dan pengendalian diri

Dalam situasi ini individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan,

dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut dengan

inhibisi. Disamping itu individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam

melakukan tindakan.

8. Penyesuaian diri dengan perencanaan yang cermat

Dalam situasi ini individu melakukan tindakan-tindakan berdasarkan suatu

perencanaan cermat. Keputusan akan diambil setelah mempertimbangkan terlebih

dahulu untung ruginya.

iv

Page 8: PPD Penyesuaian Diri

Singkatnya individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik/normal adalah individu

yang tidak menunjukkan emosi yang berlebihan, tidak menunjukkan mekanisme psikologis,

tidak menunjukkan frustasi pribadi, memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri,

memiliki kemampuan untuk belajar dapat memanfaatkan pengalaman serta memiliki sikap yang

realistik dan objektif. Penyesuaian diri yang baik dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti

dengan menghadapi masalah secara langsung, eksplorasi, coba-coba, mencari pengganti,

menggali kemampuan diri, belajar, inhibisi dan pengendalian diri serta perencanaan yang

cermat.

b. Penyesuaian Diri yang Buruk

Menurut Hartono & Sunarto (2006) individu yang gagal melakukan penyesuaian diri

yang baik akan melakukan penyesuaian yang buruk. Penyesuaian diri yang buruk

ditandai dengan reaksi-reaksi sebagai berikut :

1. Reaksi bertahan (defence reaction)

Individu berusaha mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak mengalami kegagalan.

Bentuk khusus dari reaksi ini antara lain :

Rasionalisasi, yaitu reaksi bertahan dengan cara mencari-cari alasan untuk

membenarkan tindakannya.

Represi, yaitu berusaha untuk menekankan pengalaman yang tidak

menyenangkan kedalam alam tidak sadar. Individu berusaha melupakan

pengalamannya yang kurang menyenangkan.

Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk

mencari alasan yang dapat diterima.

Teknik anggur asam atau sour grape, yaitu dengan memutar-balikkan

kenyataan.

2. Reaksi menyerang (Aggressive Reaction )

Orang yang memiliki penyesuaian diri yang buruk menunjukkan tingkah laku yang

sifatnya menyerang untuk menutupi kegagalannya. Ia tidak mau menyadari

kegagalannya. Reaksinya selalu tampak dalam tingkah laku :

Senang mengganggu orang lain

Selalu membenarkan diri sendiri

Ingin memiliki segalanya

Menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan

Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka

Menunjukkan sikap menyerang dan merusak

iv

Page 9: PPD Penyesuaian Diri

Keras kepala dalam perbuatannya

Bersikap balas dendam

Merampas hak orang lain

Marah secara berlebihan

3. Reaksi melarikan diri (Escape Reaction)

Dalam reaksi ini individu yang mempunyai penyesuaian diri yang salah atau buruk

akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, reaksinya terlihat

dalam tingkah laku sebagai berikut :

Fantasi, yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-

angan (seolah-olah sudah tercapai)

Regresi, yaitu individu kembali kepada tingkah laku yang menyerupai perilaku

ditingkat perkembangan yang lebih awal.

Banyak tidur

Minuman minuman keras

Menjadi pecandu ganja dan narkotik

Bunuh diri

Singkatnya individu yang memiliki penyesuaian diri yang buruk menunjukkan ciri-ciri

yang berlawanan dengan penyesuaian diri yang baik/normal dan selalu disertai dengan reaksi-

reaksi bertahan, menyerang serta melarikan diri dalam menghadapi situasi, masalah, konflik

maupun ketegangan yang ada.

2.2.4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri

Menurut Hartono & Sunarto (2006) seorang individu tidak dilahirkan dalam keadaan

sudah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Banyak individu yang

menderita dan tidak mampu mencapai kebahagian dalam hidupnya karena ketidakmampuannya

dalam menyesuaikan diri baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam

masyarakat pada umumnya (Mu’tadin, 2005).

Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2004), mengatakan setidaknya ada lima

faktor yang dapat mempengaruhi proses penyesuaian diri, yaitu :

1. Kondisi Fisik

Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi

penyesuaian diri seseorang adalah :

a. Hereditas dan konstitusi fisik

Semakin dekat kapasitas pribadi, sifat atau kecenderungan yang berkaitan dengan

konstitusi fisik maka semakin besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri. Bahkan

dalam hal tertentu kecenderungan kearah malasuai diturunkan secara genetis melalui

iv

Page 10: PPD Penyesuaian Diri

temperamen. Contohnya, sifat pemarah akan mempengaruhi kemampuan individu

dalam menyesuaikan diri. Faktor lain yang berkaitan dengan konstitusi fisik dan

dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah inteligensi dan imaginasi.

b. Sistem utama tubuh

Sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri adalah

sistem saraf, kelenjar, dan otot. Sistem saraf yang sehat dan normal merupakan

syarat mutlak bagi fungsi psikologis agar dapat berfungsi secara maksimal dan

memiliki pengaruh yang baik pula terhadap penyesuaian diri individu dan

sebaliknya.

c. Kesehatan fisik

Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri

yang sangat penting bagi proses penyesuaian diri. Contohnya individu yang sangat

lelah akan kurang percaya diri dan kurang mampu melaksanakan tugas dengan baik

dan penuh tanggung jawab.

2. Kepribadian

Unsur-unsur keperibadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah :

a. Kemauan dan kemampuan untuk berubah

Sebagai suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, penyesuaian diri

membutuhkan kecenderungan untuk berubah dalam bentuk kemauan, perilaku dan

sikap. Oleh sebab itu, semakin kaku dan tidakada kemauan serta kemampuan

seseorang untuk merespon lingkungan, maka semakin besar kemungkinannya untuk

mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri.

b. Pengaturan diri

Kemampuan mengatur diri dapat mencegah individu dari keadaan malas dan

penyimpangan kepribadian. Kemampuan pengaturan diri ini dapat mengarahkan

kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.

c. Realisasi diri

Proses penyesuaian diri sangat erat kaitannya dengan perkembangan kepribadian.

Jika perkembangan kepribadian berjalan normal sepanjang masa kanak-kanak dan

remaja maka didalamnya tersirat potensi latent baik dalam bentuk sikap, tanggung

jawab, penghayatan nilai-nilai, penghargaan diri dan lingkungan serta karakteristik

lainnya menuju pembentukan kepribadian yang dewasa.

d. Inteligensi

Baik-buruknya penyesuaian diri individu ditentukan oleh kapasitas inteligensinya,

sebab inteligensi dapat mempengaruhi perkembangan gagasan, prinsip dan tujuan.

iv

Page 11: PPD Penyesuaian Diri

Contohnya, kualitas pemikiran individu memungkinkan individu tersebut untuk

memilih dan mengambil keputusan penyesuaian diri secara inteligen dan akurat.

3. Pendidikan

Unsur-unsur pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu adalah :

a. Belajar

Kemauan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri individu karena

pada umumnya respon-respon dan sifat kepribadian yang diperlukan bagi

penyesuaian diri diperoleh dan menyerap kedalam diri individu melalui proses

belajar.

b. Pengalaman

Pengalaman yang menyehatkan dan pengalaman traumatik memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap proses penyesuian diri. Pengalaman yang menyehatkan dapat

dijadikan dasar untuk ditransfer oleh individu ketika harus menyesuaikan diri

dengan lingkungan barunya. Sementara pengalaman traumatik hanya akan membuat

individu cenderung raguragu, kurang percaya diri, rendah diri, atau bahkan merasa

takut ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.

c. Latihan-Latihan

Latihan merupakan proses belajar yang diorientasikan kepada perolehan

keterampilan atau kebiasaan. Tidak jarang seseorang yang sebelumnya memiliki

kemampuan penyesuaian diri yang kurang baik dan kaku, tetapi karena melakukan

latihan sungguh-sungguh akhirnya lambat laun menjadi bagus dalam melakukan

penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru.

d. Determinasi diri

Kemampuan individu dalam menentukan dirinya sendiri sangat penting dalam

proses penyesuaian diri. Contohnya, individu yang mengalami penolakan dari orang

tuanya menyebabkan individu tersebut merasa ditolak oleh orang lain ataupun

lingkungannya. Dengan determinasi diri, individu tersebut secara bertahap dapat

mengatasi penolakan maupun pengaruh buruk lainnya yang muncul karena

penolakan orang tua tersebut.

4. Lingkungan

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri meliputi:

a. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama yang sangat penting dalam

proses penyesuaian diri individu. Unsur-unsur dalam keluarga, seperti interaksi

iv

Page 12: PPD Penyesuaian Diri

orang tua dengan anak, interaksi anggota keluarga, peran sosial dalam keluarga,

karakteristik anggota keluarga, dan gangguan dalam keluarga akan berpengaruh

terhadap penyesuaian diri individu.

b. Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah juga dapat menjadi kondisi yang memungkinkan berkembang

atau terhambatnya proses perkembangan penyesuaian diri individu. Pada umumnya

sekolah dipandang sebagai sarana yang berguna untuk mempengaruhi kehidupan

dan perkembangan intelektual, sosial, nilai-nilai, sikap dan moral siswa.

c. Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat juga dapat mempengaruhi perkembangan penyesuaian diri

individu. Konsistensi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma moral, dan perilaku

masyarakat akan di identifikasi oleh individu yang berada dalam masyaarakat

tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan penyesuaian dirinya.

d. Agama dan Budaya

Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-

nilai, keyakinan, yang memberi makna sangat mendalam, tujuan serta kestabilan dan

keseimbangan individu. Budaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh

terhadap kehidupan individu, hal ini dapat dilihat dari karakteristik budaya yang

diwariskan kepada individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga,

sekolah, maupun masyarakat. Dengan demikian baik agama maupun budaya

memiliki pengaruh yang berarti bagi perkembangan penyesuaian diri individu.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti kondisi fisik, kepribadian, pendidikan,

lingkungan, agama dan budaya.

2.1.5. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Menurut Mu’tadin (2005) penyesuaian diri memiliki dua aspek, yaitu :

1. Penyesuaian Pribadi

Penyesuian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri

sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan

sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan

kekurangannya dan mampu bertindak objek sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.

Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari

kenyataan atau tanggung jawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi

dirinya. Kehidupan kejiwaaannya ditandai dengan tidak adanya kecemasan yang

menyertai rasa bersalah, rasa tidak puas, rasa kurang serta keluhan terhadap nasib yang

iv

Page 13: PPD Penyesuaian Diri

dialaminya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian diri pribadi ditandai dengan

keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang

dialaminya.

2. Penyesuaian Sosial

Penyesuaian sosial dapat diartikan sebagai keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan

diri dengan orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya.

Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu berinteraksi

dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan

masyarakat disekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat

disekitar tempat tinggalnya, atau masyarakat luas secara umum. Dalam penyesuaian

sosial, individu harus mematuhi norma-norma dan peraturan sosial yang berlaku di

masyarakat. Biasanya orang yang berhasil melakukan penyesuaian sosial dengan baik

akan mengembangkan sikap sosial yang menyenangkan, seperti bersedia untuk

membantu orang lain, meskipun mereka sendiri mengalami kesulitan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada 2 aspek dalam

penyesuaian diri. Pertama penyesuaian pribadi, yaitu kemampuan individu untuk menerima

dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara individu dengan lingkungan

disekitarnya. Kedua adalah penyesuaian sosial, yaitu keberhasilan seseorang dalam

menyesuaikan diri dengan orang lain secara umum dan dengan kelompoknya secara khusus.

2.1.6. Penyesuaian Sosial pada Masa Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana

status remaja tidaklah jelas dan menimbulkan keraguan akan peran yang dilakukan. Karena

pada masa transisi ini, remaja tidak mau lagi diperlakukan oleh keluarga dan masyarakat

sebagian anak-anak, namun dilihat dari pertumbuhan fisik, perkembangan psikis (kejiwaan),

dan mentalnya belum menunjukkan tanda-tanda dewasa. Dalam masa tersebut banyak

perubahan yang terjadi diantaranya adalah perubahan fisik, perubahan emosi dan perubahan

sosial (Hurlock, 1980).

Havighurst (Yusuf, 2001: 74) mengungkapkan beberapa tugas perkembangan sosial

yang harus dicapai pada masa remaja, yaitu:

a. Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebaya, baik dengan

teman sejenis maupun dengan lawan jenis.

iv

Page 14: PPD Penyesuaian Diri

b. Dapat menjalankan peran sosial menurut jenis kelamin masing-masing. Artinya

mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai dengan ketentuan atau

norma yang berlaku di masyarakat.

c. Memperlihatkan tingkah laku secara sosial dan dapat dipertanggung jawabkan, artinya

ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial sebagai seorang dewasa yang bertanggung

jawab, menghormati serta menaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya.

Penyesuaian sosial terhadap orang lain dan lingkungan sangat diperlukan oleh setiap

orang, terutama dalam usia remaja. Kemampuan dalam melakukan penyesuaian sosial pada

remaja akan tercipta hubungan yang harmonis. Apabila remaja tidak mampu akan

mengakibatkan ketidakpuasan pada diri sendiri karena merasa dikucilkan dan mempunyai

sikap-sikap menolak diri. Akibatnya remaja tidak mengalami saat-saat yang menggembirakan

seperti yang dinikmati oleh teman-teman sebayanya (Hurlock, 1980).

2.2. KECERDASAN EMOSIONAL

2.2.1. Pengertian Kecerdasan (Intelligent)

Mengartikan inteligensi atau kecerdasan, para ahli mempunyai pendapat dan pengertian

yang beragam. Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli antara lain, menurut

Walgito ( 1997) kata inteligensi berasal dari kata Latin "intelligere" yang berarti

menghubungkan atau menyatukan satu sama lain ( to organize, to relate, to bind together ).

Menurut Stern (Walgito, 1997) inteligensi atau kecerdasan adalah daya menyesuaikan diri

dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya. Di sini

terlihat Stern menitik beratkan kepada soal adjustment terhadap masalah yang dihadapi oleh

individu.

Pengertian inteligensi yang dikemukakan oleh Thorndike (Walgito, 1997) menyatakan

bahwa individu dianggap cerdas jika mempunyai respon yang baik terhadap stimulus yang

diterimanya. Jadi individu adalah cerdas kalau respon yang diberikan itu sesuai dengan stimulus

yang diterimanya. Untuk memberikan respon yang tepat, organisme harus memiliki lebih

banyak hubungan stimulus dan respon, dan hal tersebut dapat diperoleh dari hasil pengalaman

dan hasil responrespon yang telah lalu.

Pengertian inteligensi yang lain, dikemukakan oleh Wehsler (Sarwono,2000) yang

memandang kecerdasan sebagai suatu keseluruhan kamampuan individu untuk berpikir dan

bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai.

Binet bersama Simon (Azwar,1996) mendefenisikan inteligensi sebagai berikut:

a. Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan.

iv

Page 15: PPD Penyesuaian Diri

b. Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan.

c. Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau untuk melakukan otokritik.

Woolfolk (Yusuf,2001) mengemukakan bahwa menurut teori-teori lama inteligensi itu

meliputi tiga pengertian, yaitu :

1. Kemampuan untuk belajar.

2. Keseluruhan pengetahuan yang diperoleh.

3. Kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan

pada umumnya.

Selanjutnya, Woolfolk menemukakan inteligensi itu merupakan satu atau beberapa

kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan

masalah dan beradaptasi dengan lingkungan. Dari serangkaian pendapat para ahli di atas, dapat

ditarik suatu kesimpulan bahwa kecerdasan atau inteligensi adalah suatu kemampuan individu

untuk berpikir, bertindak atau berperilaku dalam menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap

situasi baru, juga dalam rangka memecahkan suatu masalah secara cepat dan efektif.

Kemampuan ini berkaitan dengan aspek intelektual yang dimiliki oleh individu.

2.2.2. Pengertian Emosi

Sarwono (2000) berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri

seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun tingkat yang luas. Yang

dimaksud warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi

suatu situasi, contohnya, gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, dan sebagainya.

Chaplin (2000) mengemukakan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang terangsang

dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan

perubahan tingkah laku. Chaplin menjelaskan lebih lanjut bahwa perasaan atau emosi

merupakan pengalaman yang disadari, yang diaktifkan porsi yang tepat dan upaya untuk

mengelola emosi agar terkendali dan dapat dimanfatkan untuk memecahkan masalah

kehidupan, terutama yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Goleman menjelaskan,

bila individu memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka indvidu mampu memahami berbagai

perasaan secara mendalam ketika perasaan-perasaan ini muncul. Hal ini dapat membantu dalam

proses menunjukan bela rasa, empati, penyesuaian diri, dan kendali diri.

Lebih lanjut Goleman (1997) mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan

lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahan dalam menghadapi kegagalan,

mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.

(http://www.yahoo.com).

Sama seperti pendapat yang dikemukakan oleh Yusuf (2001), bahwa kecerdasan emosi

itu merujuk kepada kemampuan mengendalikan diri, memotivasi diri, dan berempati. Dengan

iv

Page 16: PPD Penyesuaian Diri

kecerdasan emosi tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat,

memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.

Salovey dan Mayer (Goleman,2001) mendefenisikan kecerdasan emosi sebagai

kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan

perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Dengan kata lain, kecerdasan

emosi menggambarkan ketrampilan yang berhubungan dengan penilaian tentang emosi diri

sendiri dan orang lain, serta kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan

dan meraih tujuan di dalam kehidupan.

IQ mungkin membantu seseorang untuk dapat menghadapi dunia nyata, tetapi individu

membutuhkan emosi untuk dapat memahami dan menghadapi dirinya sendiri dan pada

gilirannya menghadapi orang lain. Tanpa kesadaran emosi, atau tanpa kemampuan untuk

mengenali dan menghargai perasaan, seseorang tidak akan dapat berhubungan baik dengan

orang lain, tidak perduli seberapa cerdasnya individu tersebut.

2.2.3. Kecerdasan Emosi pada Remaja

Banyak pakar kejiwaan berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang kritis,

dikatakan kritis sebab dalam masa ini remaja akan dihadapkan dengan berbagai persoalan.

Keadaan remaja yang dapat menghadapi masalahnya dengan baik menjadi modal dasar dalam

menghadapi masalah-masalah selanjutnya sampai dewasa. Ketidakmampuan menghadapi

masalahnya akan menjadikan remaja mengalami hambatan-hambatan dalam kehidupannya.

Kemampuan di dalam memecahkan masalah merupakan salah satu ciri dari perkembangan

emosi yang terjadi pada remaja.

Pada masa remaja terjadi berbagai perubahan-perubahan emosional, dikenal dengan

masa strom and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik

yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan

21 tahun) terdapat beberapa fase, fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun),

remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai

dengan 21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat

singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya. Fase

pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun.

Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja,

sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan

menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan

dalam si stem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk

fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi. Pada masa ini, ketidakstabilan

iv

Page 17: PPD Penyesuaian Diri

didalam emosinya sering dialami oleh remaja. Hal ini tampak pada perilaku remaja yang tidak

stabil, cenderung ekstrim, mudah tersinggung, egois, terlalu bersemangat namun juga terkadang

pesimis. Sebagian remaja dalam bertingkah laku sangat dikuasai oleh emosinya. Remaja

seringkali tidak dapat menyelesaikan suatu permasalahan dengan baik, mereka lebih sering

menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Hal tersebut dikarenakan ketidakmampuan remaja

didalam mengendalikan emosinya.

Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh,

seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-

aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan

lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri

secara efektif. Bila aktivitasaktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja

lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan

gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak

positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri

remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya.

Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh

lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat

merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang

disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti

bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu

mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan,

dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu

dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan

efektif.

Kecerdasan emosi bagi remaja merupakan unsur yang penting untuk memasuki masa

dewasa. Kecerdasan emosi akan membantu remaja untuk mengendalikan perilaku dalam

menyesuaikan dirinya memasuki gerbang kedewasaan. Remaja yang cerdas emosinya akan

dapat mengatasi permasalahan-permasalahan baik yang berasal dari dalam diri maupun

lingkungannya. Remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang baik maka secara langsung

memiliki kemampuan untuk mengenali, memahami dan mewujudkan emosinya secara tepat dan

untuk mengelola emosi agar terkendali terutama dalam menjalin hubungan dengan teman

sebaya.

iv

Page 18: PPD Penyesuaian Diri

2.2.4. Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Penyesuaian diri Pada

Remaja

Penyesuaian diri dibutuhkan oleh setiap orang di dalam tahap pertumbuhan mana pun,

terlebih dibutuhkan pada usia remaja, karena pada usia ini remaja banyak mengalami

kegoncangan dan perubahan di dalam dirinya. Apabila seseorang tidak berhasil menyesuaikan

diri pada masa kanak-kanaknya maka dapat mengejarnya pada usia remaja. Akan tetapi apabila

tidak dapat menyesuaikan diri pada usia remaja dengan baik, untuk selanjutnya kemampuan

agar dapat menyesuaikan diri dengan baik akan terhambat.

Kemampuan menyesuaikan diri ini dibutuhkan remaja untuk dapat berperan serta ketika

bersama kelompok teman sebaya. Kelompok teman memiliki peranan yang penting dalam

kehidupan remaja, kelompok ini merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar

untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman sebaya

merupakan suatu kelompok baru, yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda

dengan apa yang ada dalam lingkungan keluarga remaja. Remaja dituntut memiliki kemampuan

dalam menyesuaikan diri agar remaja dapat diterima dalam lingkungan dimana remaja tersebut

merasa nyaman. Penerimaan sosial menjamin rasa aman bagi remaja karena akan

menumbuhkan perasaan bahwa ada dukungan dan perhatian yang ditujukan padanya, dan hal

ini merupakan motivasi yang baik bagi remaja untuk sukses.

Pada proses penyesuaian diri tidak selamanya remaja beradaptasi dengan baik didalam

pergaulannya, karena seringkali remaja terbentur pada hambatan dalam memahami berbagai

ekspresi dan perasaan yang muncul serta selalu berubah-ubah dari lingkungannya. Hal ini

karena ketidakmampuan remaja dalam menghadapi tuntutan-tuntutan dari masyarakat sehingga

remaja tidak dapat mengontrol emosinnya secara tepat. Akibatnya remaja terkadang terisolasi

dari lingkungan teman sebayanya karena banyak konflik dan pertentangan yang terjadi

dikarenakan tidak adanya saling pengertian dan pemahaman perasaan masingmasing remaja.

Hal ini menunjukkan bahwa remaja mengalami kesulitan beradaptasi atau menyesuaikan diri

karena rendahnya kecerdasan emosi yang dimiliki.

Kemampuan atau usaha untuk mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam

porsi yang tepat inilah yang disebut dengan kecerdasan emosi. Goleman (2001) menyatakan

kecerdasan emosi merupakan upaya mengenali, memahami perasaan baik diri sendiri maupun

orang lain dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat serta upaya untuk mengelola emosi

agar terkendali. Kecerdasan emosi sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia. Individu yang

memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka akan mampu memahami berbagai perasaan

mendalam ketika perasaan-perasaan ini muncul.

Goleman mengungkapkan ada lima komponen kecerdasan emosi yang dapat menjadi

pedoman bagi indvidu dalam kehidupan sehari-hari pada saat proses penyesuaian diri terjadi,

iv

Page 19: PPD Penyesuaian Diri

yaitu : (1) kesadaran diri, (2) pengaturan diri, (3) motivasi diri, (4) empati, (5) ketrampilan

bersosialisasi.

Berkaitan dengan proses penyesuaian diri, aspek kesadaran diri sangat berperan karena

adanya kemampuan mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi, ketidakmampuan

mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan

sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan

keputusan masalah.

Pada aspek pengaturan diri kemampuan untuk menangani perasaan agar perasaan dapat

terungkap dengan tepat, hal ini berpengaruh pada terbentuknya penyesuaian diri yang baik pada

remaja karena jika emosi berhasil dikelola maka remaja akan mampu menghibur diri ketika

ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan tidak

mudah menjadi putus asa bila terbentur suatu hambatan.

Aspek motivasi akan mendorong dan menggerakkan remaja untuk mencapai suatu

tujuan serta membantu dalam mengambil inisiatif dan tindakan yang efektif. Hal ini memantu

remaja untuk dapat bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi yang mungkin saja terjadi pada

saat proses penyesuaian diri.

Mengenali emosi orang lain atau empati, akan sangat membantu remaja dalam proses

penyesuaian diri untuk dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain sehingga mampu

memahami berbagai ekspresi dan perasaan yang muncul dan selalu berubah-ubah dari

lingkungan sekitarnya. Hal ini berpengaruh dengan bagaimana individu dapat bereaksi

memenuhi tuntutan dari lingkungannya.

Pengaruh aspek ketrampilan bersosialisasi mempunyai porsi yang besar pada proses

penyesuaian diri remaja. Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain

serta cermat dalam membaca situasi dan jaringan sosial akan memudahkan remaja berinteraksi.

Dengan memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik maka akan memudahkan remaja dalam

menyelesaikan suatu perselisihan atau konflik yang dihadapi serta memudahkan untuk dapat

bekerja sama dalam suatu kelompok yang berpengaruh pada penerimaan sosial remaja tersebut

dalam suatu kelompok sosial teman sebaya.

Berdasarkan uraian teori Goleman (2001) di atas, menunjukkan bahwa kelima

komponen kecerdasan emosi yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati,

ketrampilan bersosialisasi, sangat berpengaruh pada proses penyesuaian diri yang dilakukan

remaja untuk dapat bereaksi secara positif terhadap perubahan dan tuntutan lingkungannya. Jika

remaja memiliki kecerdasan emosi yang baik maka remaja tersebut akan memiliki kemampuan

memahami dan menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta dapat menanggapinya

dengan tepat, maka remaja dapat menerapkannya secara efektif dalam kehidupan seharihari

untuk mengatasi berbagai hambatan dan mencari jalan keluar dari konflik yang dihadapi dan

iv

Page 20: PPD Penyesuaian Diri

berdampak pada penerimaan sosial, karena dengan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi

remaja akan lebih mudah diterima keberadaannya di dalam lingkungan sosialnya, terutama

dalam kelompok teman sebaya.

iv

Page 21: PPD Penyesuaian Diri

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN

Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk

mengubah perilaku individu agar dapat menghadapi kebutuhan dari dalam dirinya,

ketegangan, frustasi serta konflik sehingga hubungan individu dengan lingkungannya

menjadi lebih harmonis.

Manusia tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri, maka

penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan

memerlukan proses yang cukup unik. Penyesuaian diri dapat diartikan adaptasi,

konformitas, penguasaan, dan kematangan emosional. Proses penyesuaian diri yang

tertuju pada pencapaian keharmonisan antara faktor internal dan eksternal anak sering

menimbulkan konflik, tekanan, frustasi, dan berbagai macam perilaku untuk

membebaskan diri dari ketegangan.

Kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-

faktor lingkungan di mana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang

baik atau salah. Selain faktor lingkungan, faktor psikologis, kematangan, kondisi fisik,

dan kebudayaan juga mempengaruhi proses penyesuaian diri.

Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat

berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Selain itu

permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul bagi remaja yang sering pindah

tempat tinggal.

Lingkungan sekolah juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah selain mengembangkan fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan. Di sekolah, guru hendaknya dapat bersikap yang lebih efektif, seperti adil, jujur, menyenangkan dan sebagainya sehingga siswanya akan merasa senang dan aman bersamanya.

iv

Page 22: PPD Penyesuaian Diri

Jadi dalam kehidupan ini selain kita harus berinteraksi dengan mahluk sosial lainnya, kita juga harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar kita ataupun orang-orang yang berada disekitar kita dengan menggunakan kecerdasan emosial karena dengan kecerdasaan emosional seorang manusia atau individu mampu dan mudah untuk melakukan penyesuaian diri atau beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

3.2. Saran

Menurut kelompok kami seharusnya orang tua memahami keadaan remaja

anaknya sehingga orang tua mampu mengarahkan anak remajanya menuju penyesuaian

diri yang tepat. Selain itu orang tua juga harus peduli dengan semua faktor berpengaruh

pada proses penyesuaian diri anak remajanya tersebut. Namun bukan hanya orang tua

namun ini tugas kita semua, dimulai dari diri kita sendiri kita sebagai generasi muda

yang cerdas pun harus mampu melakukan penyesuaian diri yang baik yang ditunjang

dari kematangan berpikir dan kedewasaan.

iv

Page 23: PPD Penyesuaian Diri

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012.Konsep Kecerdasan Emosional dan Penyesuaian Sosial mahasiswa.

(online).http://a-research.upi.edu. Diakses tanggal 25 April 2014

Anonim.2012.Penyesuaian Diri.(online).http://arsip.uii.ac.id.Diakses tanggal 25 April

2014

Darajat Zakiah.,1982. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka., 1984/1985. Pokok-

pokok Kesehatan Mental dan Penyesuaian Diri. Program Akta Mengajar V-B

Komponen Proses Belajar BKS. Buku II Modul. Jakarta: UT.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti PPIPT., 1982/1983. Proses

Penyesuaian Diri. Program Akta Mengajar V-B Komponen Bidang Studi BKS.

Buku II Modul. Jakarta: UT.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti., 1983.Salah Suai dan

Penanganannya. Program Akta Mengajar V-B Komponen Bidang Studi BKS.

Buku II Modul. Jakarta: UT.

Kartono Kartini., 1980. Mental Hygiene (Kesehatan Mental). Bandung: Alumni.

Mampiare Andi. 1982. Psikologi Remeja. Surabaya: Usaha Nasional.

Sarwono, Sarlito Wirawan., 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Surya, Muh., 1977. Kesehatan Mental. Bandung: Jurusan BP FIP-IKIP

iv


Recommended