Transcript
Page 1: Praktikum kadar serat pangan

ANALISIS SERAT PANGAN SECARA IN VITRO

Oleh :

Golongan P2; Kelompok 1

Nurul Agustina Chandradewi F24090042

Mila Kharisma F24090043

Jian Septian F24090046

Ayu Cahyaning Wulan F24090130

Didiet Rayadi F24061503

Dosen : Ir. Arif Hartoyo, MSi

Asisten Praktikum : Dede Saputra, S.Pi, M.Si

Umi Kulsum, S.TP

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: Praktikum kadar serat pangan

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Serat pangan merupakan salah satu komponen penting makanan yang

sebaiknya ada dalam susunan diet sehari-hari. Serat telah diketahui mempunyai

banyak manfaat bagi tubuh terutama dalam mencegah berbagai penyakit, meskipun

komponen ini belum dimasukkan sebagai zat gizi (Piliang & Djojosoebagio 1996).

Definisi terbaru serat makanan yang disampaikan oleh The American Assosiation of

Ceral Chemist adalah merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau

kabohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus

dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus besar (Joseph 2002). Berdasarkan

jenis kelarutannya, serat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu serat pangan tidak

larut dalam air atau insoluble dietary fiber (IDF) seperti selulosa, hemiselulosa, lignin

dan serat pangan larut dalam air atau soluble dietary fiber (SDF) seperti pektin, gum,

musilase. Sifat kelarutan ini sangat menentukan pengaruh fisiologis serat pada proses-

proses di dalam pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi (Sulistijani 2001).

Sulistijani (2001) menjelaskan bahwa serat pangan tidak dapat diserap oleh

dinding usus halus dan tidak dapat masuk ke dalam sirkulasi darah. Di dalam tubuh

manusia, serat akan dilewatkan menuju usus besar (kolon) dengan gerakan peristaltik

usus. Serat pangan yang tersisa di dalam kolon tidak membahayakan organ usus,

tetapi justru kehadirannya berpengaruh positif terhadap proses-proses di dalam

saluran pencernaan dan metabolisme zat gizi, asalkan jumlahnya tidak berlebihan.

Serat pangan dianggap penting karena perannya dimulai dari pengeluaran saliva di

mulut, penelanan, pengosongan dan pengeluaran asam lambung, serta pencernaan di

usus halus sampai usus besar. Kandungan serat yang tinggi pada makanan yang

dikonsumsi membutuhkan pengunyahan yang lebih lama di dalam mulut. Lamanya

pengunyahan berpengaruh terhadap pengeluaran saliva yang dapat menetralkan asam

sehingga menghambat kerusakan gigi. Di dalam lambung, serat memiliki kemampuan

mengikat air dan membentuk gel. Ketika melewati lambung, serat larut air dan

komponen kental serat menunda pengosongan isi lambung. Gel yang terbentuk

2

Page 3: Praktikum kadar serat pangan

memiliki volume besar, namun kandungan energinya rendah sehingga menurunkan

konsumsi energi. Di dalam usus halus, serat mampu melapisi usus halus untuk

menyerap glukosa dan mengikat asam empedu sehingga memperlambat penyerapan

lemak dan kolesterol. Di dalam usus besar, serat tidak larut dapat membentuk volume

dan berat feses yang akan mengurangi konstipasi dan mempercepat waktu transit

makanan, sedangkan serat larut segera didegradasi oleh bakteri usus sehingga tidak

mempengaruhi bobot feses dan tidak menimbulkan efek laksatif.

Kadar serat pangan dalam bahan pangan berbeda-beda sehingga akan berbeda

pula bioavailabilitasnya di dalam tubuh manusia. Untuk mengetahui kadar serat

pangan, maka dilakukan percobaan analisis serat pangan pada beberapa jenis sampel

pati dan tepung.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengukur kadar serat

pangan pada beberapa sample pati dan tepung.

3

Page 4: Praktikum kadar serat pangan

2. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Percobaan analisis serat pangan ini dilakukan di Laboratorium Biokimia

Departemen Ilmu dan Teknologi pangan pada Senin, 8 Oktober 2012.

2.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan analisis serat pangan ini

adalah pati murni, maizena, taipoka, tepung jagung, novelose, pati sagu,

buffer fosfat 0.08 M pH 6.0, termamyl cair, NaOH 0.275 N, protease, HCl

0.325 N, amiloglukosidase, etanol 78%, etanol 95%, dan aseton. Peralatan

yang digunakan dalam percobaan analisis serat pangan ini adalah neraca

analitik, erlenmeyer 250 ml, gelas piala, gelas ukur, sudip, kertas saring,

cawan poselen, pipet mikro, pipet Mohr, hot plate, alumunium foil, oven,

tanur, penangas air bergoyang, dan penyaring vakum.

2.3 Prosedur Kerja

Percobaan analisis serat pangan ini dilakukan dengan metode

enzimatik-gravimetri. Sebelumnya, keberadaan lemak, protein, dan pati dalam

sampel dihilangkan terlebih dahulu melalui perlakuan enzimatis dengan

menggunakan termamyl (α-amilase tahan panas), protease, dan

amiloglukosidase untuk menghilangkan protein dan pati. Berikut diagram alir

prosedur percobaan analisis serat pangan.

4

Page 5: Praktikum kadar serat pangan

5

Dinginkan, kemudian: + 5 ml NaOH 0.275 N + 50 μl protease)

Inkubasi pada suhu 60°C selama 30 menit dalam inkubator bergoyang

Atur pH 4.5 dengan HCl 0.325 N dan tambahkan 150 μl AMG

Inkubasi pada suhu 60°C selama 30 menit

Tambahkan 140 ml etanol 95% yang telah dipanaskan hingga 60°C selama 60 menit

Saring dengan penyaring vakum dan cuci residu dengan:3 x 20 ml etanol 78%; 2 x 10 ml etanol 95%; 2 x 10 ml aseton

Keringkan residu pada kertas saring di dalam oven 105°C selama semalam

Timbang kertas saring dan residu (W2)

Masukkan kertas saring berisi residu ke dalam cawan porselen dan timbang

Masukkan cawan berisi kertas saring dan residu ke dalam tanur semalam

Keluarkan cawan berisi residu dari tanur dan timbang

Gambar 1 Diagram alir pengukuran kadar serat pangan metode enzimatik-gravimetrik .

Kertas saring kosong yang telah dioven, ditimbang (W1)

ditimbang 0.5 g sampel bebas lemak dan masukkan ke dalam erlenmeyer

ditambah 25 ml bufer fosfat 0.08 M pH 6.0 dan 50 μl termamyl

Inkubasi pada suhu 95°C selama 30 menit (aduk setiap 5 menit)

Page 6: Praktikum kadar serat pangan

3. DATA HASIL PERCOBAAN

Berikut adalah data hasil percobaan analisis serat pangan dan perhitungan

serat pangan sampel.

Tabel 1. Data hasil perhitungan serat pangan pada beberapa sampel tepung

SampelW (gr)

W1 W2 W3 W4 W5 Ws TDF (%)

Pati murni

0,3342 0,5995 28,0530 28,0533 0,0001 0,5058 52,41

Maizena 0,3317 0,5778 21,1810 21,1813 0,0001 0,5112 48,10Tapioca 0,4936 0,5622 19,4234 19, 4240 0,0001 0,5090 13,38Tepung jagung

0,5333 0,6398 20,0919 20,0945 0,0001 0,5002 20,79

Novelose 0,3310 0,6829 17,3006 17, 3013 0,0001 0,5020 69,98Pati sagu 0,5396 0,5536 17,3550 17,3556 0,0001 0,5069 2,66

Keterangan :W1 = Bobot kertas saring sampel kosong setelah dikeringkan di dalam oven W2 = Bobot kertas saring+sampel setelah dikeringkan dalam ovenW3 = Bobot cawan kosongW4 = Bobot cawan+kertas saring+abuW5 = Bobot abu kertas saring

Ketetapan bobot kertas saringW5 = 0,02% x bobot kertas saring = 0,02% x 0,5668 = 0,0001

Contoh perhitungan :Serat pangan sampel pati murni :

Total dietary fiber = 52,41%

6

Page 7: Praktikum kadar serat pangan

7

52,41 %

Gambar 2. Diagram Serat Pangan Beberapa Sampel Tepung

48,10%

13,38%20,79%

69,98%

2,66%

Page 8: Praktikum kadar serat pangan

4. PEMBAHASAN

Serat pangan adalah polisakarida tanaman yang tahan hidrolisis enzim

pencernaan, antara lain yaitu materi dinding sel tanaman (selulosa,

hemiselulosa, substansi pektat dan lignin), mucilages, gum, polisakarida alga,

dan polisakarida sintetik), sedangkan serat kasar adalah bagian dari pangan

yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam sulfat encer-panas (H2SO4 1,25%) dan

natrium hidroksida encer-panas (NaOH 1,25%). Oleh karena itu kadar serat

kasar nilainya lebih rendah dibandingkan serat pangan, karena kemampuan

senyawa kimia tersebut menghidrolisis komponen pangan lebih kuat

dibandingkan enzim pencernaan. Serat kasar sekitar 1/5 bagian dari serat

pangan (Prangdimurti dkk 2007).

Efek positif serat pangan bagi kesehatan antara lain mencegah

konstipasi, obesitas, hiperkolesterolemia (aterosklerosis, batu empedu),

diabetes melitus dan kanker kolon. Namun jika dikonsumsi berlebihan serat

pangan dapat mengakibatkan diare dan flatulensi. Berdasarkan kelarutannya,

serat pangan dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu SDF (Soluble Dietray Fiber)

dan IDF (Insoluble Dietary Fiber). SDF dapat difermentasi oleh bakteri usus

menghasilkan gas hidrogen, metana, dan CO2, serta SCFA (Short Chain Fatty

Acid). SCFA yang dihasilkan adalah asam format, asetat, asam butirat, asam

propionate akan diserap usus dan menghasilkan energi (2 kkal/g serat

(kisaran: 0–3 kkal/g serat) (Slavin 2005).

Pengukuran kadar serat pangan total (TDF), termasuk di dalamnya

SDF dan IDF pada praktikum inu dilakukan dengan prinsip enzimatik-

gravimetri. Sampel yang digunakan pada praktikum ini antara lain pati

murni, maizena, tepung jagung, tapioka, novelose, dan pati sagu. Hasil

pengukuran menunjukkan kadar serat pangan total (TDF) sampel dari yang

terbesar hingga yang terkecil berturut-turut yaitu Novelose (69,98%), pati

murni (52,41%), maizena (48,10%), tepung jagung (20,79%), tapioka

(13,38%), dan pati sagu (2,66%). Sampel Novelose mempunyai kadar TDF

8

Page 9: Praktikum kadar serat pangan

tertinggi. Hal ini disebabkan Novelose merupakan pati termodifikasi.

Novelose dimodifikasi dengan teknik HMT (Heat Moisture Treatment) yang

menyebabkan daya cernanya menurun. Teknik HMT menyebabkan pati pada

Novelose menjadi sulit dicerna sehingga kadarnya terhitung sebagai serat

pangan total. Proses modifikasi pati dapat meningkatkan daya cerna pati

ataupun menurunkannya (Liu et al. 2005). Liu dan Kennedy melaporkan

bahwa proses modifikasi pati dengan HMT dapat mengubah sifat dari pati.

Proses HMT menyebabkan peningkatan kadar amilosa dan kelarutan pati,

namun menurunkan daya cerna pati. Penurunan daya cerna pati yang

dimodifikasi menggunakan HMT berkisar antara 17 % sampai 30%.

Novelose sebagai salah satu produk pati resisten (resistant starch atau

RS), didefinisikan sebagai fraksi pati atau produk degradasi pati yang tidak

terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat, karena masih diperoleh

setelah melewati degradasi enzim secara sempurna. Pati resisten dibagi

menjadi empat golongan yaitu RS1, RS2, RS3, dan RS4. RS1 merupakan pati

yang resisten secara fisik karena enkapsulasi dalam matriks alaminya seperti

dalam biji-bijian yang tidak digiling sempurna. RS2 merupakan pati dengan

bentuk granular tertentu dan secara alami lebih resisten terhadap pencernaan

enzim, seperti yang ditemukan pada pisang yang belum matang dan pada pati

kentang mentah. RS3 merupakan fraksi pati yang paling resisten, terutama

berupa amilosa teretrogradasi yang terbentuk selama pendinginan pati

tergelatinisasi. RS3 benar-benar resisten terhadap pencernaan oleh amilase

pankreas. RS4 adalah pati resisten yang memiliki ikatan kimia baru selain α-

(1,4) dan β-(1,6) akibat perlakuan kimia seperti dengan garam trimetafosfat

yang membentuk jembatan ester fosfat di antara dua molekul pati (Herawati

2011).

Serat pangan yang terkandung di dalam sampel pati seperti pati murni,

maizena, dan tapioka seharusnya sangat rendah apabila dibandingkan dengan

sampel tepung jagung karena proses ekstraksi akan memisahkan pati dari

komponen lain seperti serat, protein, maupun lemak (Muchtadi &

9

Page 10: Praktikum kadar serat pangan

Ayustaningwarno 2010). Dari keempat sampel pati yang diuji, hanya sampel

pati sagu yang memiliki nilai TDF lebih rendah dibandingkan dengan tepung

jagung. Menurut Salijata (2006), kandungan TDF pada maizena sebesar 0.9%,

sedangkan hasil praktikum menunjukan bahwa kandungan TDF maizena

sebesar 48,10%. Kandungan serat pangan pada tapioka sebesar 12% (Alfredo

2002), sedangkan hasil praktikum menunjukan bahwa kandungan TDF

tapioka sebesar 13,38%. Adanya perbedaan nilai kemungkinan disebabkan

perbedaan varietas bahan baku dan teknik inkubasi enzim. Selain itu, ada

kemungkinan abu yang keluar dari cawan karena cawan porselen tidak

tertutup dengan baik saat melakukan pengabuan serta hidrolisis pati yang

kurang sempurna, sehingga mengakibatkan kesalahan positif karena nilai hasil

pengujian yang diperoleh lebih besar daripada nlai yang sebenarnya. Hal ini

kemungkinan disebabkan adanya fluktuasi suhu selama proses inkubasi serta

kualitas enzim yang kurang baik selama penyiapan dan penyimpanan.

10

Page 11: Praktikum kadar serat pangan

5. KESIMPULAN

Hasil pengukuran kadar serat pangan menggunakan metode enzimatik-

gravimetri pada enam sampel tepung dan pati, diketahui bahwa kadar serat

dari yang tertinggi hingga terendah secara berturut-turut , yaitu novelose, pati

murni, maizena, tepung jagung, tapioca, dan pati sagu. Kadar serat pada

novelose yang tinggi disebabkan karena modifikasi fisik dengan proses HMT

yang menyebabkan peningkatan kadar amilosa dan kelarutan pati, sehingga

kadar seratnya meningkat.

11

Page 12: Praktikum kadar serat pangan

6. DAFTAR PUSTAKA

Herawati, H. 2010. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna Sebagai Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Petanian 30 (1): 7-9. Jawa Tengah: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Joseph, G. 2002. Manfaat serat makanan bagi kesehatan kita. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3. Bogor 23 Mei 2002. Institut Pertanian Bogor.

Liu, Z., L. Peng, and J.F. Kennedy. 2005. The technology of molecular manipulation and modification. Asisted by Microwaves as Applied to Starch Granules. Carbohydrate Polymers. Journal of Food Science 61: 374−378.

Muchtadi, T.R. dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung: Alfabeta.

Salijata, M.G., R.S. Singhal, and P.R. Kulkarni. 2006. Resistant starch-A review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 5: 1−17.

Slavin, J. L. 2005. Dietary fiber and body weight. Journal of Nutrition 21(3): 411−418.

Sulistijani, D.A dan H. Firdaus. 2001. Sehat Dengan Menu Berserat. Trubus Agriwidya. Jakarta.

Piliang, W.G dan S. Djojosoebagio. 1996. Fisiologi Nutrisi. Edisi Kedua. UIPress. Jakarta.

Prangdimurti, E., N.S. Palupi, dan F.R. Zakaria. 2007. Modul e-Learning Evaluasi Nilai Biologis Pangan. Bogor: Departemen ITP, Fateta-IPB.

12


Recommended