Transcript
Page 1: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

BAB I

PENDAHULUAN

Tulang nasal, orbitozigomatikus, frontal, temporal, maksila dan mandibula

merupakan tulang-tulang pembentuk wajah, sehingga apabila terjadi fraktur pada

daerah tersebut dapat mengakibatkan suatu kelainan pada bentuk wajah yang

menyebabkan wajah tersebut tidak terlihat estetis serta terjadinya gangguan pada

proses pengunyahan makanan dan gangguan fonetik.1

Ada banyak faktor etiologi yang menyebabkan fraktur maksilofasial itu dapat

terjadi, seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja , kecelakaan akibat olah raga,

kecelakaan akibat peperangan dan juga sebagai akibat dari tindakan kekerasan. Tetapi

penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas.1

Skeleton fasial secara kasar dapat dibagi menjadi 3 daerah, yaitu sepertiga

bawah atau mandibula, sepertiga atas yang dibentuk oleh tulang dahi, dan sepertiga

tengah daerah yang membentang dari tulang dahi menuju kepermukaan gigi

geligi atas, bila pasien tidak mempunyai gigi pada alveolus atas.2

Fraktur yang terjadi pada daerah sepertiga tengah disebut juga fraktur rahang

atas atau fraktur maksila, tetapi istilah ini tidak tepat benar oleh karena fraktur

sepertiga tengah juga diikuti dengan fraktur tulang didekatnya. Fraktur yang terjadi

pada sepertiga tengah dan atau mandibula, dikenal pula sebagai "maxillo fascial

injury".2

Bila dibandingkan dengan fraktur mandibula, frekuensi terjadinya fraktur

maksilla lebih sedikit. Row dan Kinley (1955) dan Converse (1974), pada

penelitiannya mendapat-kan perbandingan fraktur mandibula dan fraktur maksila

ber-banding 4 : 1. Pada penelitian terakhir, didapatkan adanya peningkatan

kejadian fraktur maksila. Meskipun fraktur maksila jarang dijumpai, tetapi sering

memberikan komplikasi kosmetik, fungsi penglihatan dan oral yang buruk.2

1

Page 2: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur

maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang

frontal, temporal, orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula.1

Maksilla dibentuk oleh tulang maksilla dan palatum, meru-pakan tulang terbesar

setelah mandibula. Masing-masing maksi-la mempunyai bagian:1,2

1. Corpus : yang berbentuk pyramid dengan 4 permukaan dinding

a. Faeies orbitalis yang ikut membentuk dasar cavum orbi

b. Facies nasalis yang ikut membentuk dinding lateral ca-vum nasi.

c. Facies infra temporalis yang menghadap postero-lateral.

d. Facies anterior.

2. Processus, ada 4 proscessus yaitu :

a. Proc. frontalis yang bersendi dengan os. frontale,nasal , dan lacrimale.

b. Proc. zygomaticus yang bersendi dengan os. zygomaticus.

c. Proc. alveolaris yang ditempati akar gigi.

d. Proc. palatinus yang memisahkan cavum nasi dengan cavum oris.

2

Page 3: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

Corpus maksilla merupakan bangunan berongga,berdinding tipis, terutama pada

facies nasalis. Rongga ini disebut sinus maksi-laris, yang merupakan salah satu dan

yang terbesar dari ke empat sinus paranasalis yang ada. Besar sinus bervariasi ter-

gantung usia dan perluasan ke processus. Di bawah mukosanya , pada dinding

posterior dan anterior, terdapat anyaman saraf yang dibentuk cabang n.

maksilaris yang masuk sinus melalui canalis alveolaris dan canalis infra orbitalis

bersama-sama dengan vasanya, untuk mensarafi gigi rahang atas. Akar gigi yang

tumbuh pada proc. alveolaris maksila kadang-kadang da-pat menembus sinus,

yaitu akar gigi dari Ml, tetapi dapat ju-ga akar gigi M2, M3, Pl, P2.2

3

Gambar 1: Anatomi Wajah

Gambar 1: Tulang Maksila

Page 4: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

Terdapat otot-otot kecil dan tipis yang melekat pada mak sila dan termasuk dalam

golongan otot mimik yang mendapat persarafan motorik dari N.VIII. Secara

mikroskopis, maksilla merupakan tulang kanselous, dimana pada fraktur akan

terjadi penyebuhan primer.2

2.2. Epidemiologi

Fraktur pada midface seringkali terjadi akibat kecelakan kendaraan bermotor,

terjatuh, kekerasan, dan akibat trauma benda tumpul lainnya. Untuk fraktur

maksila sendiri, kejadiannya lebih rendah dibandingkan dengan fraktur midface

lainnya. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Rowe dan Killey pada tahun

1995, rasio antara fraktur mandibula dan maksila melebihi 4:1. Beberapa studi

terakhir yang dilakukan pada unit trauma rumah sakit-rumah sakit di beberapa

negara menunjukkan bahwa insiden fraktur maksila lebih banyak terkait dengan

fraktur mandibula. Data lainnya juga dilaporkan dari trauma centre level 1, bahwa

diantara 663 pasien fraktur tulang wajah, hanya 25.5% berupa fraktur maksila.1

Di University of Kentucky Medical Centre, dari 326 pasien wanita dewasa

dengan facial trauma, sebanyak 42.6% trauma terjadi akibat kecelakan kendaraan

bermotor, 21.5% akibat terjatuh, akibat kekerasan 13.8%, penyebab yang tidak

ingin diungkapkan oleh pasien 10,7%, cedera saat berolahraga 7,7%, akibat

kecelakaan lainnya 2,4%,dan luka tembak sebagai percobaan bunuh diri serta

akibat kecelakan kerja masing-masing 0.6%. Diantara 45 pasien korban

kekerasan, 19 orang diantaranya mengalami trauma wajah akibat intimate partner

violence (IPV) atau kekerasan dalam rumah tangga.6 Disamping mekanisme yang

disebutkan di atas, osteoporosis ternyata juga berpengaruh terhadap insiden

fraktur maksilofasial termasuk maksila. Hal tersebut didapatkan dari review

retrospektif yang dilakukan pada 59 pasien fraktur maksilofasial yang berusia 60

tahun ke atas di sebuah trauma centre antara tahun 1989 dan 2000.2

Didapat bahwa semakin parah kondisi osteoporosis, semakin besar

kemungkinan jumlah fraktur maksilofasial yang dialami. Oleh karena itu,

benturan yang lebih ringan akibat terjatuh bisa menimbulkan fraktur maksilofasial

4

Page 5: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

multiple sebagaimana yang terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor jika

pasien mengalami osteoporosis yang parah.1

2.3. Etiologi

Fraktur maxilla dapat disebabkan oleh trauma atau karena proses patologis.3

1) Traumatic fracture

Traumatic fracture adalah fraktur yang disebabkan oleh pukulan pada:

- Perkelahian

- Kecelakaan

- Tembakan

2) Pathologic fracture

Fraktur yang disebabkan oleh keadaan patologis dimana tulang dalam

keadaan sakit, tulang tipis atau lemah, sehingga bila ada trauma ringan

seperti berbicara, makan dan mengunyah dapat terjadi fraktur. Terjadi

karena:

a) Penyakit tulang setempat

- Kista

- Tumor tulang jinak atau ganas

- Keadaan dimana resorpsi tulang sangat besar sekali sehingga dengan atau

tanpa trauma dapat terjadi fraktur, misalnya pada osteomielitis

b) Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga tulang mudah patah.

- Osteomalacia

- Osteoporosis

- Atrofi tulang secara umum

2.4. Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur dapat berupa:2,3

1. Single fracture

Fraktur dengan satu garis fraktur

2. Multiple fracture

5

Page 6: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

Terdapat dua atau lebih garis fraktur yang tidak berhubungan satu sarna

lain. Misalnya:

Unilateral = jika kedua garis fraktur terletak pada satu sisi

Bilateral = jika 1 garis fraktur pada 1 sisi dan garis fraktur lain

pada sisi lain.

3. Communited fracture

Tulang hancur atau remuk menjadi beberapa fragmen kecil 1 atau

berkeping-keping, misalnya symphis mandibularis dan di daerah anterior

maxila.

4. Complicated fracture

Terjadi suatu dislokasi/ displacement dari tulang sehingga mengakibatkan

kerusakan tulang-tulang yang berdekatan, gigi, dan jaringan lunak yang

berdekatan

5. Complete fracture

Tulang patah semua secara lengkap menjadi 2 bagian atau lebih.

6. Incomplete fracture

Tulang tidak patah sarna sekali, tetapi hanya retak juga penyatuan tulang

tidak terganggu. Dalam keadaan seperti ini lakukan dengan bandage dan

rahang diistirahatkan 1-3 minggu.

7. Depressed fracture

Bagian tulang yang fraktur masuk ke dalam suatu rongga. Sering pada

fraktur maxilla yaitu pada permukaan fasial dimana fraktur tulang

terdorong masuk ke sinus maxillaris.

8. Impacted fracture

Dimana fraktur yang 1 didorong masuk ke fragmen tulang lain. Sering

pada tulang zygomaticus.

Fraktur maksila dapat diklasifikasikan menjadi:3,4

1. Dento Alveolar Fracture

Suatu fraktur di daerah processus maxillaris yang belum mencapai daerah Le

Fort I dan dapat terjadi unilateral maupun bilateral. Fraktur ini meliputi processus

alveolaris dan gigi-gigi.

6

Page 7: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

Gejala klinik:

Extra oral :

a. Luka pada bibir atas yang dalam dan luas. Luka laserasi pada bibir sering

disertai perdarahan, kadang-kadang terdapat patahan gigi dalam bibir yang

luka tersebut.

b. Bibir bengkak dan edematus

c. Echymosis dan hematoma pada muka

Intra oral :

a. Luka laserasi pada gingiva daerah fraktur dan sering disertai perdarahan.

b. Adanya subluxatio pada gigi sehingga gigi tersebut bergerak, kadang-kadang

berpindah tempat.

c. Adanya alvulatio gigi, kadang-kadang disertai tulang alveolusnya

d. Fraktur corona gigi dengan atau tanpa terbukanya kamar pulpa

2. Le Fort I:

Pada fraktur ini, garis fraktur berada di antara dasar dari sinus maxillaris dan

dasar dari orbita. Pada Le Fort I ini seluruh processus alveolaris rahang atas,

palatum durum, septum nasalis terlepas dari dasarnya sehingga seluruh tulang

rahang dapat digerakkan ke segala arah. Karena tulang-tulang ini diikat oleh

jaringan lunak saja, maka terlihat seperti tulang rahang tersebut mengapung

(floating fracture). Fraktur dapat terjadi unilateral atau bilateral. Suatu tambahan

fraktur pada palatal dapat terjadi, dimana terlihat sebagai suatu garis echymosis.

7

Gambar 3: Fraktur Le Fort 1

Page 8: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

Gejala Klinik

Extra oral :

a. Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum

b. Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris

c. Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur, kadang-kadang

terdapat infraorbital echymosis dan subconjunctival echymosis

d. Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang atas dan

rahang bawah telah kontak lebih dulu.

Intra oral :

a. Echymosis pada mucobucal rahang atas

b. Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-kadang disertai

goyangnya gigi dan lepasnya gigi.

c. Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka, gigi

fraktur atau lepas.

d. Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah.

3. Le Fort II :

Garis fraktur meliputi tulang maxillaris, nasalis, lacrimalis, ethmoid, sphenoid

dan sering tulang vomer dan septum nasalis terkena juga.

Gejala klinik

Extra oral :

8

Gambar 4: Fraktur Le Fort 2

Page 9: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

a. Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut terasa

sakit.

b. Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung.

c. Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis.

d. Perdarahan dari hi dung yang disertai cairan cerebrospinal.

Intra oral:

a. Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan

b. Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah.

c. Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah tertekan

sehingga timbul kesukaran bernafas.

d. Terdapatnya kelainan gigi berupa fraktur, avultio,luxatio.

e. Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada bagian

hidung terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa sakit.

4. Le Fort III

Fraktur ini membentuk garis fraktur yang meliputi tulang-tulang nasalis,

maxillaris, orbita, ethmoid, sphenoid dan zygomaticus arch. Sepertiga bagian

tengah muka terdesak ke belakang sehingga terlihat muka rata yang disebut "Dish

Shape Face". Displacement ini selalu disebabkan karena tarikan ke arah belakang

dari M.pterygoideus dimana otot ini melekat pda sayap terbesar tulang sphenoid

dan tuberositas maxillary.

Gejala klinik

9

Gambar 5: Fraktur Le Fort 3

Page 10: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

Extra oral :

a. Pembengkakan hebat pada muka dan hidung

b. Perdarahan pada palatum, pharinx, sinus maxillaris, hidung dan telinga.

c. Terdapat bilateral circum echymosis dan subconjunctival echymosis.

d. Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan saraf

motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan paralisis bola

mata yang temporer.

e. Deformitas hidung sehingga mata terlihat rata.

f. Adanya cerebrospinal rhinorrhoea dan umumnya bercampur darah

g. paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang menyebabkan

Bell’s Palsy.

Intra oral :

a. Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat.

b. Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan

c. Perdarahan pada palatum dan pharynx.

d. Pernafasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah.

5. Zygomaticus Complex Fracture

Tulang zygoma adalah tulang yang kokoh pada wajah dan jarang mengalami

fraktur. Namun tempat penyambungan dari lengkungnya sering fraktur. Yang

paling sering mengalami fraktur adalah temporal sutura dari lengkung rahang.

Fraktur garis sutura rim infra orbital, garis sutura zygomatic frontal dan

zygomatic maxillaris.

10

Gambar 6: Fraktur Zigoma

Page 11: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

Fraktur ini biasanya unilateral, sering bersifat multiple dan communited, tetapi

karena adanya otot zygomatic dan jaringan pelindung yang tebal, jarang bersifat

compound. Displacement terjadi karena trauma, bukan karena tarikan otot.

Trauma/pukulan biasanya mendorong bagian-bagian yang patah ke dalam.

Gejala klinik:

a. Penderita mengeluh sukar membuka rahang, merasa ada sesuatu yang

menahan, waktu membuka mulut ke depan condyle seperti tertahan.

b. Bila cedera sudah beberapa hari dan pembengkakan hilang, terlihat adanya

depresi yang nyata sekeliling lengkung dengan lebar 1 atau 2 jari yang dapat

diraba.

c. Pembengkakan periobital, echymosis.

d. Palpasi lunak

e. Rasa nyeri

f. Epistaksis, perdarahan hidung disebabkan karena cedera, tersobeknya

selaput lendir antral oleh depresi fraktur zygomatic dengan perdarahan lebih

lanjut ke antrum melalui ostium maxilla ke rongga hidung.

g. Rasa baal di bawah mata, rasa terbakar dan paraesthesia

h. Perdarahan di daerah konjungtiva

i. Gangguan penglihatan diplopia, kabur.

2.5. Diagnosis

Mobilitas dan maloklusi merupakan hallmark adanya fraktur maksila. Namun,

kurang dari 10 % fraktor Le Fort dapat terjadi tanpa mobilitas maksila. Gangguan

oklusal biasanya bersifat subtle, ekimosis kelopak mata bilateral biasanya

merupakan satu-satunya temuan fisik. Hal ini dapat terjadi pada Le Fort II dan III

dimana disrupsi periosteum tidak cukup untuk menimbulkan mobilitas maksila.4,5

a. Anamnesis

Jika memungkinkan, riwayat cedera seharusnya didapatkan sebelum pasien

tiba di departemen emergency. Pengetahuan tentang mekanisme cedera

memungkinkan dokter untuk mencurigai cedera yang terkait selain cedera

11

Page 12: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

primer. Waktu diantara cedera atau penemuan korban dan inisiasi treatment

merupakan informasi yang amat berharga yang mempengaruhi resusitasi

pasien.

b. Inspeksi

Epistaksis, ekimosis (periorbital, konjungtival, dan skleral), edema, dan

hematoma subkutan mengarah pada fraktur segmen maksila ke bawah dan

belakang mengakibatkan terjadinya oklusi prematur pada pergigian posterior.

c. Palpasi

Palpasi bilateral dapat menunjukkan step deformity pada sutura

zygomaticomaxillary, mengindikasikan fraktur pada rima orbital inferior.

d. Manipulasi Digital

Mobilitas maksila dapat ditunjukkan dengan cara memegang dengan kuat

bagian anterior maksila diantara ibu jari dengan keempat jari lainnya,

sedangkan tangan yang satunya menjaga agar kepala pasien tidak bergerak.

Jika maksila digerakkan maka akan terdengar suara krepitasi jika terjadi

fraktur.

e. Cerebrospinal Rhinorrhea atau Otorrhea

Cairan serebrospinal dapat mengalami kebocoran dari fossa kranial tengah

atau anterior (pneumochepalus) yang dapat dilihat pada kanal hidung ataupun

telinga. Fraktur pada fossa kranial tengah atau anterior biasanya terjadi pada

cedera yang parah. Hal tersebut dapat dilihat melalui pemeriksaaan fisik dan

radiografi.

f. Maloklusi Gigi

Jika mandibula utuh, adanya maloklusi gigi menunjukkan dugaan kuat ke arah

fraktur maksila. Informasi tentang kondisi gigi terutama pola oklusal gigi

sebelumnya akan membantu diagnosis dengan tanda maloklusi ini. Pada Le

Fort III pola oklusal gigi masih dipertahankan, namun jika maksila berotasi

dan bergeser secara signifikan ke belakang dan bawah akan terjadi maloklusi

komplit dengan kegagalan gigi-gigi untuk kontak satu sama lain.

g. Pemeriksaan Radiologi

12

Page 13: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

Pada kecurigaan fraktur maksila yang didapat secara klinis, pemeriksaan

radiologi dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan radiologi

digunakan untuk menunjang diagnosa. Untuk menegakkan diagnosa yang

tepat sebaiknya digunakan beberapa posisi pengambilan foto, karena tulang

muka kedudukannya sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan kita

untuk melihatnya dari satu posisi saja. Pemeriksaan Ro Foto untuk fraktur

maxilla antara lain :

1. PA position

2. Waters position

3. Lateral position

4. Occipito Mental Projection

5. Zygomaticus

6. Panoramic

7. Occlusal view dari maxilla

8. Intra oral dental

Pemeriksaan radiologi dapat berupa foto polos, namun CT scan merupakan

pilihan untuk pemeriksaan diagnostik. Teknik yang dipakai pada foto polos

diantaranya; waters, caldwell, submentovertex, dan lateral view. Jika terjadi

fraktur maksila, maka ada beberapa kenampakan yang mungkin akan kita dapat

dari foto polos. Kenampakan tersebut diantaranya; opasitas pada sinus maksila,

pemisahan pada rima orbita inferior, sutura zygomaticofrontal, dan daerah

nasofrontal. Dari film lateral dapat terlihat fraktur pada lempeng pterigoid.

Diantara pemeriksaan CT scan, foto yang paling baik untuk menilai fraktur

maksila adalah dari potongan aksial. Namun potongan koronal pun dapat

digunakan untuk mengamati fraktur maksila dengan cukup baik. Adanya cairan

pada sinus maksila bilateral menimbulkan kecurigaan adanya fraktur maksila.

Dibawah ini merupakan foto CT scan koronal yang menunjukkan fraktur Le

Fort I,II, dan III bilateral. Dimana terjadi fraktur pada buttress maksilari medial

dan lateral di superior maupun inferior (perpotongan antara panah hitam dan

putih). Perlu dilakukan foto CT scan aksial untuk mengkonfirmasi diagnosis

13

Page 14: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

dengan mengamati adanya fraktur pada zygomatic arch dan buttress

pterigomaksilari.

Gambar 7. CT Scan Koronal

Banyaknya komponen tulang yang terlibat dalam fraktur maksila, membuat

klasifikasi ini cukup sulit untuk diterapkan. Untuk memudahkan tugas dalam

mengklasifikasikan fraktur maksila, terdapat tiga langkah yang bisa diterapkan.

Pertama, selalu memperhatikan prosesus pterigoid terutama pada foto CT scan

potongan koronal. Fraktur pada prosesus pterigoid hampir selalu mengindikasikan

bahwa fraktur maksila tersebut merupakan salah satu dari tiga fraktur Le Fort.

Untuk terjadinya fraktur Le Fort, prosesus pterigoid haruslah mengalami disrupsi.

Kedua, untuk mengklasifikasikan fraktur tipe Le Fort, perhatikan tiga struktur

tulang yang unik untuk masing-masing tipe yaitu; margin anterolateral nasal fossa

14

Page 15: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

untuk Le Fort I, rima orbita inferior untuk Le Fort II, dan zygomatic arch untuk

Le Fort III. Jika salah satu dari tulang ini masih utuh, maka tipe Le Fort dimana

fraktur pada tulang tersebut merupakan ciri khasnya, dapat dieksklusi. Ketiga, jika

salah satu tipe fraktur sudah dicurigai akibat patahnya komponen unik tipe

tersebut, maka selanjutnya lakukan konfirmasi dengan cara mengidentifikasi

fraktur-fraktur komponen tulang lainnya yang seharusnya juga terjadi pada tipe

itu.

Fraktur fasial sekunder yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermototor

berkecepatan tinggi biasanya berhubungan dengan fraktur servikal atau trauma

jaringa saraf. Karena itu, pemeriksaan servikal harus dilakukan. Pemeriksaan pada

seluruh nervus kranial juga harus dilakukan. Trauma lain yang juga biasa

ditemukan adalah trauma pada mata.

2.6. Tatalaksana

Prinsip penanganan fraktur maksila pada langkah awal penanganan pada hal

yang bersifat kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing),

sirkulasi darah termasuk penanganan syok (circulaation), penanganan luka

jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan

cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu

reduksi/reposisi fragmen fraktur. Fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi,

sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase

penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.5,6

1. Perawatan jalan nafas.

Adanya pergeseran dan pecahan tulang akibat fraktur maksila, serta jaringan

lunak, bekuan darah, gigi/patahan gigi atau benda asing lain akan menyebabkan

sumbatan jalan nafas. Jalan nafas harus dipastikan bersih dari benda asing, dan di-

lakukan perawatan perdarahan pada nasal dan oral. Jika terjadi edema pharing atau

terjadi gangguan jalan nafas akibat per geseran struktur tulang maka harus segera

dilakukan tracheostomi.

2. Perawatan perdarahan.

15

Page 16: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

Pada umumnya fraktur maksilla akan disertai dengan laserasi mukosa oral dan

kulit sehingga timbul perdarahan hebat a. palatina mayor atau a. maksilaris

interna dapat mengalami ruptur akibat gaya geseran dari segmen maksila.

Perdarahan dapat terjadi karena robekan mukosa nasal dan sinus maksila.

Perdarahan dapat diatasi dengan melakukan penekanan, berupa tampon pada

tempat luka ataupun dengan melakukan tampon pada pharing posterior. Jika

perdarahan yang terjadi tidak dapat dihentikan, dapat dilakukan ligasi a.

karotis eksterna.

3. Perawatan Fraktur

Perawatan fraktur ditujukan pada penempatan ujung tulang yang fraktur

pada hubungan yang benar sehingga ujung tulang tersebut bersentuhan dan

dipertahankan pada posisi tersebut sampai penyembuhan terjadi.

Reposisi/reduksi fraktur ada 2 cara

1) Close reduction

Banyak terdapat cara reposisi. Cara yang mudah adalah reposisi tertutup

yaitu manipulasi tulang dengan tarikan yang dilakukan di bawah kulit yang

intact sampai fraktur berada pada posisi yang benar. Fraktur yang dapat

dilakukan reposisi tertutup, bila garis fraktur simpel, posisi cukup baik dan

terjadinya fraktur masih baru.

a) Reduksi yang dilakukan pada fraktur dengan cara manipulasi. Cara ini

dilakukan pada fraktur yang masih baru dan mudah dikembalikan pada

tempat semula. Caranya : raba permukaan tulang yang patah melalui intra

dan ekstra oral, lalu perhatikan oklusinya. Setelah kawat fiksasi dipasang,

baru reduksi dikerjakan yaitu dengan manipulasi bagian-bagian tulang yang

patah itu sampai kedudukannya seperti semula.

b) Reduksi dengan tarikan

Yang paling sering dipakai yaitu intermaxillary traction yaitu penarikan

rahang bawah dan rahang atas. Cara ini dilakukan bila displacement sukar

dimanipulasi pada tempat-tempat yang diinginkan yang mungkin oleh

karena adanya spasmus otot dan fraktur yang sudah lama sehingga terjadi

malunion yang sukar dikembalikan ke keadaan semula.

16

Page 17: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

2) Open reduction (dengan cara operasi)

Cara ini dipakai jika reduksi tertutup tidak dapat dikerjakan, lebih sering

dikerjakan untuk fiksasi dari pada untuk reduksi fraktur.

4. Fiksasi dan Immobilisasi

Pada fraktur yang dilakukan reposisi tertutup ketika tulang rahang dan gigi

sudah terletak pada posisi yang tepat, maka dapat dipertahankan dengan

menggunakan kawat Arch Bar, membebat gigi, pita elastic atau kawat yang

menghubungkan mandibula dan maksila. Fiksasi dapat dilakukan langsung pada

gigi atau otot-otot sekitar rahang, sehingga dapat dibagi menjadi:

1) Indirect dental fixation

Mengikat rahang atas dan rahang bawah bersama-sama dalam keadaan

oklusi dengan mempergunakan pengikat atau elastic band. Pada fiksasi

harus diperhatikan oklusi gigi atas dan bawah harus baik. Ada 2 macam

cara :

a) Kombinasi wiring dengan intermaxillary fixaton menurut cara Gilmer

atau Ivy.

b) Kombinasi arch bar dengan intermaxillary fixation.

c) Macam-macam arch bar : Jelenko, Erich, Winter

2) Direct Dental Fixation

Immobilisasi dari fragmen-fragmen dengan menggunakan splint bar atau wire

di antara dua atau lebih gigi pada daerah fraktur. Wiring merupakan cara yang

paling mudah. Tekniknya : Mengelilingi dua gigi yang berdekatan kemudian

menuju garis fraktur dengan sepotong kawat dengan mengikatnya kuat-kuat.

Cara ini kurang stabil dan tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga

jarang dipakai.

3) Indirect Skletal Fixation

Yang termasuk cara ini :

- Denture atau gurting splint dengan head bandage

- Circumferential wiring

- External fixation

3. Perawatan Definitif Fraktur Maxilla

17

Page 18: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

A) Fraktur Dentoalveolar

Beberapa kemungkinan dapat terjadi :

1) Korona gigi patah tanpa mengenai pulpa

- Buat Ro foto dan tes pulpanya

- Vitalitas pulpa perlu diikuti perkembangannya di kemudian hari

- Kematian pulpa dapat berakibat dental granuloma atau kista radikularis

di kemudian hari.

2) Patah korona gigi dan mengenai pulpa

- Ro foto dan perawatan endodontik

- Bila giginya remuk atau patah akarnya sebaiknya dicabut. Patah akar gigi

yang kurang dari 1/3 apikal dapat dicoba dipertahankan.

3) Gigi yang dislokasi

- Ro foto dalam keadaan reposisi dan fiksasi

- Bila gigi terlepas, diadakan pengisian seluruh akar secara retrograd atau

konvensional dan diadakan replantasi. Biasanya gigi ini dapat bertahan

beberapa tahun meskipun akhirnya terjadi ankilosis dan resorpsi.

4) Fraktur tulang alveolar

- Seringkali diperlukan debridement untuk membersihkan kepingan

tulang yang terlepas, jaringan nekrotik dan benda asing.

- Bila sebagian tulang alveolar terlepas sarna sekali dari muko-

periosteum, sebaiknya diangkat. Bila masih melekat dapat direposisi dan

fiksasi.

- Umumnya fiksasi dengan Arch Bar memberikan hasil yang memuaskan,

intermaxillary fixation tidak diperlukan keculai pada fraktur tulang

alveolar regia molar dan premolar. Fiksasi dengan eyelet, baik jenis Ivy

dan Stout's jarang memuaskan.

B) Fraktur Le Fort I, II, III

Penanganan fraktur langsung pada memposisikan kembali maxilla pada

hubungan yang tepat dengan mandibula serta dengan dasar tengkorak dan

18

Page 19: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

mengimmobilisasikannya. Secara garis besar immobilisasi dapat dibagi dalam 2

golongan besar :

1) Immobilisasi extra oral = External fixation

Termasuk apa yang disebut sekarang ini sebagai modern concept merupakan

suatu cara rutin dalam perawatan fraktur 1/3 tengah tulang muka. Di Barat

teknik ini kurang sesuai dengan situasi di Indonesia, karena peralatan yang

mahal dan laboratorium yang kurang memadai. Ditinjau dari segi stabilitas,

alat ini sangat ideal tetapi secara psikologis sering tidak dapat diterima

secara baik oleh penderita. Ini disebabkan bentuk alat yang menakutkan bagi

penderita yang harus terus memakainya selama perawatan. Berarti dia harus

tinggal di RS selama pemakaian alat tersebut. Meskipun demikian peralatan

itu tetap diperlukan pada perawatan fraktur 1/3 tengah tulang muka yang

parah dan rumit. Secara singkat teknik ini sebagai berikut :

- Maxilla yang mengalami fraktur ditahan Plaster of Paris Head Cap dengan

bantuan bar penghubung (connecting bar), cap splint, dan extention rodnya.

Maxilla yang dihubungkan dengan head cap disebut Craniomaxillary fixa

tion. Bi la mandibu1a yang dihubungkan dengan head cap disebut Cranio-

mandibula fixation.

- Selain itu dapat diperkuat dengan menambahkan transbucal check wire. Bila

cap splint pada gigi ge1igi tidak dapat dibuat dapat diganti dengan Arch Bar

pada maxilla dan mandibula dan disatukan dengan IMF. Arch bar mandibula

perlu diperkuat dengan circumferential wiring pada 3/3 dan dihubungkan

dengan head cap melalui transbuccal check wire.

- Head cap dapat diganti dengan haloframe yang mempunyai fungsi sarna

dengan head cap tetapi jauh lebih stabile Frame ditempatkan di sekitar

cranium dengan 4 buah paku.

Supraorbital pins adalah pilihan lain dari head cap. Dua buah pin di tempatkan

pada supraorbital ridge kanan dan kiri. Kedua pin ini dihubungkan dengan sebuah

bar yang melengkung. Bar ini kemudian dihubungkan dengan perantaraan suatu

connecting bar lurus dengan extension rod dari alat-alat fiksasi pada rahang.

Immobilisasi dalam jaringan Jenis ini dapat berupa

19

Page 20: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

a. Fiksasi langsung dengan transosseus wiring pada garis fraktur

b. Teknik suspensi dari kawat (internal wire suspension technique)

Teknik fiksasi ini tidak memerlukan alat-alat yang mahal atau fasilitas

laboratorium yang mutakhir. Teknik ini dapat diterima dengan baik oleh

penderita karena peralatan fiksasi tidak tampak dari luar sehingga penderita dapat

meninggalkan RS lebih cepat. Pada teknik ini maksila ditahan dengan kawat

pada bagian tulang muka yang tidak mengalami cedera yang berada di a tas garis

fraktur. Kawat suspensi ini dihubungkan dengan kawat fiksasi/arch bar pada

mandibula. Untuk memperkuat arch bar mandibula terhadap tarikan kawat

suspensi, dianjurkan pemakaian circumferential wiring pada 3/3. Dengan

demikian maksila terjepit di antara mandibula dan bagian tulang muka yang

stabil. Teknik suspensi dengan kawat ini dapat berupa:6,7

a) Circumzygomatic

Kawat penggantung/penahan melalui atau meliputi arcus zygomaticus

b) Zygomatic-mandibula

Kawat melalui lubang pada tulang zygoma

c) Inferior orbital border-mandibula

Kawat melalui lubang pada lower orbital rim

d) Fronto-mandibular

Kawat melalui lubang pada zygomatic processus pada tulang frontal

e) Pyriform fossa mandibular

Kawat me1alui lubang pada fossa pyriformis. Ini hanya untuk perawatan Le

Fort I dan sangat kurang stabil.

f) Nasal septum-mandibular

Fiksasi ini sangat tidak stabil. Pada beberapa keadaan, suspensi langsung

terhadap maksila dapat dilakukan yaitu apabila artikulasi gigi geligi yang tepat

tidak mutlak diperlukan , misalnya pada :

a) Salah satu rahang tidak bergigi

b) Immobilisasi mandibula tidak diperlukan

c) Suatu keadaan dimana immobilisasi mandibula merupakan

kontraindikasi, misalnya pada obstruksi nasal yang berat.

20

Page 21: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

3) Fraktur zygomatic komplex

Cara ekstra oral

a. Teknik Gillies

lnsisi dibuat di daerah temporal sepanjang 2 cm di antara bifurkasi V.

temporalis superfisialis membentuk sudut kira-kira 45° dengan bidang

oklusal. Fascia temporalis diexposed, diinsisi dan Bristow's Elevator

dimasukkan untuk mengungkit tulang zygoma pada kedudukan yang

normal.

b. External incision langsung dilakukan di antara fraktur.

Sebuah hook khusus dimasukkan ke bawah tulang dan diungkit ke posisi

yang normal.

Cara intra oral :

Insisi dibuat pada sulcus bucalis, lalu sebuah elevator dimasukkan untuk

mengungkit bagian-bagian fraktur ke posisi semula. Fraktur yang tidak stabil

diperlukan transusseus wiring langsung pada daerah yang patah tersebut.

Intermaxillary fixation biasanya tidak diperlukan. Fraktur pada daerah arcus

zygomaticus biasanya tidak memerlukan fiksasi karena keseimbangan otot-otot

antara M.maseter di bawah dan fascia temporalis di atasnya.

5. Lamanya fiksasi

Yang dimaksud dengan sembuh yaitu tidak terdapatnya mobilitas pada daerah

fraktur bila dilakukan manipulasi dengan tangan.

- RA (maksila) 4 minggu

- RB (mandibula) 5-9 minggu

- Fracture condyle 2 minggu

Mengingat cepatnya penyembuhan fraktur dipengaruhi banyak faktor, misalnya

hebatnya fraktur, keadaan umum penderita, gizi penderita, ketrampilan operator

dan berbagai faktor lokal, maka sebelum dilakukan pembukaan alat-alat fiksasi,

diperlukan suatu pengamatan lebih dulu terhadap penyembuhan fraktur tersebut.

6. Perawatan Pasca bedah

A) Perawatan segera setelah operasi

21

Page 22: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

Setelah operasi dengan narkose, ahli anestesi akan mengangkat endotrakeal

tube, bila reflek batuk sudah pulih. Bila keadaan jalan nafas penderita

mengkhawatirkan, nasopharingeal tube dapat dipertahankan sampai 24 jam,

ini dapat kita diskusikan dengan ahli anestesi. Alat penyedot dan alat

pemotong kawat harus selalu tersedia bilamana diperlukan. Seharusnya

seorang perawat yang berpengalaman mengawasi di sisi pasien sampai

pasien sadar betul.

B) Antibiotika dan analgetik

Pemberian antibiotik sangat perlu sekali bagi setiap fraktur rahang, apalagi

setelah dilakukan tindakan reposisi dan fiksasi. Pemberian dalam bentuk

kapsul atau tablet adalah sulit karena adanya IMF. Obat dalam bentuk

cairan lebih baik bagi penderita. Pemberian secara parenteralpum dapat

dilakukan. Bila fiksasi baik analgetik biasanya tidak mutlak diberikan.

C) Pemberian makanan

Makanan umumnya dalam bentuk cairan atau setengah cairan. Makan dapat

diberikan melalui celah yang ada antara gigi atau pada fossa retromolar.

D) Kebersihan mulut

Pembersihan gigi dan kawat fiksasi adalah sangat penting untuk mengurangi

terjadinya infeksi.

E) Pemberian vitamin A, D, B compleks, mineral Ca, fosfat.

2.7. Komplikasi

Adapun komplikasi setelah perawatan fraktur antara lain:6,7

1) Infeksi

2) Delayed

Union,sebab:

- Reduksi kurang baik

- Adanya interposisi dari serat-serat otot, fragmen

- tulang yang keci1-kecil atau adanya gigi pada garis fraktur

- Adanya fokal infeksi

- Reaksi penyembuhan dari tubuh yang rendah

22

Page 23: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

- Penyakiy -penyakit sistemik seperti sifilis, TBC, dan

- lain-lain.

- Fiksasi dan imobilisasi yang tidak baik

Perawatan terhadap delayed union

- Hilangkan semua faktor

penyebab

- Bila perlu lakukan operasi ulang

3) Malunion

Sebab :

- Reduksi yang tidak tepat

- Alat fiksasi dan immobilisasi yang tidak baik Perawatan malunion :

- Refracturing, kemudian ulangi reduksi, immobilisasi dan fiksasi

- Bila union sudah kuat, perlu tindakan osteotomi melalui garis fraktur

semula

4) Non union

Sebab :

- Menangguhkan perawatan yang terlalu lama

- Reduksi yang buruk

- Fiksasi dan immobilisasi yang tidak baik

- Alat fiksasi terlalu cepat dibuka

- Adanya benda asing di garis fraktur

5) Kerusakan saraf

Dapat terjadi paraesthesia karena kerusakan n.alveolaris inferior pada RB,

kerusakan n.infra orbitalis, n.alveolaris superior serta cabang-cabangnya

pada RA.

6) Trismus

Penderita sukar membuka mulut.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya komplikasi fraktur:1,7

1) Besarnya trauma yang terjadi

Bila trauma yang terjadi begitu besar sehingga selain kerusakan tulang juga

terjadi kerusakan jaringan.

23

Page 24: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

2) Daerah fraktur yang terbuka

Pada fraktur kemungkinan terjadi sebagian daerah fraktur yang terbuka,

yang memudahkan terjadinya infeksi. Dengan adanya infeksi kemungkinan

terjadinya kerusakan jaringan makin lebih besar.

3) Fraktur tidak dirawat atau perawatan yang tidak sempurna

Pada fraktur yang tidak dirawat dapat terjadi komplikasi seperti malunion,

delayed union dan keadaan yang lebih berat. Demikian juga pada perawatan

yang tidak sempurna, keadaan yang lebih berat dapat terjadi dengan

timbulnya infeksi akibat komplikasi yang terjadi dan ini berpengaruh pada

penyembuhan yang diharapkan.

4)Keadaan gigi-geligi

Keadaan gigi yang kurang baik seperti anatomi gigi, posisi gigi yang kurang

baik dan adanya gigi yang gangren dapat mernpermudah tirnbulnya

komplikasi bila terjadi fraktur di regio tersebut.

2.8. Prognosis

Fiksasi intermaksilari merupakan treatment paling sederhana dan salah satu

yang paling efektif pada fraktur maksila. Jika teknik ini dapat dilakukan sesegera

mungkin setelah terjadi fraktur, maka akan banyak deformitas wajah akibat

fraktur dapat kita eliminasi. Mandibula yang utuh dalam fiksasi ini dapat

membatasi pergeseran wajah bagian tengah menuju ke bawah dan belakang,

sehingga elongasi dan retrusi wajah dapat dihindari. Sedangkan fraktur yang baru

akan ditangani setelah beberapa minggu kejadian, dimana sudah mengalami

penyembuhan secara parsial, hampir tidak mungkin untuk direduksi tanpa full

open reduction, bahkan kalaupun dilakukan tetap sulit untuk direduksi.7

24

Page 25: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

BAB III

KESIMPULAN

Fraktur maksila merupakan salah satu bentuk trauma pada wajah yang cukup

sering terjadi dimana kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab

utama. Penanganan fraktur maksila tidak hanya mempertimbangkan masalah

fungsional tapi juga estetika. Pola fraktur yang terjadi tidak selalu mengikuti pola

Le Fort I, II, maupun III secara teoritis, namun lebih sering merupakan kombinasi

klasifikasi tersebut. Adapun beberapa hal mendasar mengenai fraktur maksila

diantaranya ;

1. Untuk terjadinya fraktur maksila baik itu Le Fort I, II, maupun III, prosesus

pterigoid harus mengalami disrupsi.

2. Adanya mobilitas dan maloklusi pada pemeriksaan fisik merupakan hallmark

dari fraktur maksila walaupun tidak semua fraktur maksila menimbulkan

mobilitas.

3. Pemerikasaan radiologi baik itu foto polos maupun CT scan diperlukan untuk

mengkonfirmasi diagnosis, namun CT scan merupakan pilihan utama.

4. Fraktur maksila umumnya memiliki prognosis yang cukup baik apabila

penanganan dilakukan dengan cepat dan tepat, namun dapat timbul komplikasi

yang dapat menimbulkan kecacatan maupun kematian apabila tidak tertangani

dengan baik.

5. Fraktur maksila pada anak berbeda dengan dewasa karena adanya

pertumbuhan dan perkembangan yang lebih menonjol pada anak.

25

Page 26: Referat Bedah Umum Fraktur Maksila

DAFTAR PUSTAKA

1. Banks P : Fraktur sepertiga tengah skeleton fasial, terjemahan, ed 4, 1992, Gajah Mada University Press..

2. Vibha Singh, et al, 2012, The Maxillofacial Injuries, Departments of Oral and Maxillofacial Surgery, Anaesthesia, K.G. Medical University, Lucknow, India, National Journal of Maxillofacial Surgery Vol 3.

3. Anne, Margareth, et al, 2012, Risk factors associated with facial fractures, Department of Dentistry, School of Biological and Health Sciences, Federal University of Jequitinhonha and Mucuri Valleys, Diamantina, MG, Brazil.

4. Converse JP! : Reconstructive Plastic Surgery, Vol 2,Ed 2 WB Saunders company, London. 1977.

5. Dingman RO, Natvig P : Surgery of facial fractures, WB Saunders Company, London, 1964 : 111-266.

6. Tizziano, T, 2008, Maxillary Sinus Surgery And Alternatives In Treatment, Journal Of Maxillary Sinus Surgery And Alternatives In Treatment.

7. Chetan B. Raval and Mohd. Rashiduddin, Airway management in patients with maxillofacial trauma – A retrospective study of 177 cases, Saudi J Anaesth. 2011 Jan-Mar; 5(1): 9–14.

26