Download docx - Retensi Plasenta

Transcript
Page 1: Retensi Plasenta

CASE REPORT I

WANITA P2A0 DENGAN RETENSIO PLASENTA, HPP, POST MANUAL PLASENTA, PRO CURETTAGE DAN MOW

Diajukan Oleh :

Sita Ardilla Rinandyta, S.Ked

J 500080085

PEMBIMBING :

dr. Agus Dalranto, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

1

Page 2: Retensi Plasenta

CASE REPORT I

WANITA GPA DENGAN RETENSIO PLASENTA, HPP, POST MANUAL PLASENTA, PRO CURETTAGE DAN MOW

Oleh:

Sita Ardilla Rinandyta, S.KedJ500080085

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari......................tanggal................2014

Pembimbing :

dr. Agus Dalranto, Sp.OG

(.............................................)

Dipresentasikan dihadapan :

dr. Agus Dalranto, Sp.OG

(.............................................)

Disahkan Ka Program Profesi :

dr. (.............................................)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan

RSUD dr. Hardjono Ponorogo

Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta

2014

2

Page 3: Retensi Plasenta

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Retensio Plasenta

1. Definisi

Retensio plasenta adalah tertinggalnya plasenta dalam uterus

setengah jam setelah anak lahir.

2. Etiologi

Penyebab retensio plasenta dikelompokkan menjadi 2, sebab

fungsional dan sebab anatomika.

a. Sebab fungsional

His yang kurang kuat (sebab umum) atau plasenta sulit lepas karena

tempat melekatnya kurang menguntungkan seperti di sudut tuba atau

karena bentuk plasenta membranasea. Bisa juga karena ukuran

plasenta sangat kecil.

b. Sebab patologi anatomi

Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa

disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.

Penyebab retensio plasenta secara anatomi, dapat dibagi menjadi 3,

yaitu plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta.

Plasenta akreta: apabila vili korialis menanamkan diri lebih dalam

kedalam dinding rahim daripada biasa sampai ke batas antara

endometrium dan miometrium.

Plasenta inkreta: vili korialis masuk ke dalam lapisan otot rahim.

Disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus

miometrium,

Plasenta perkreta: menembus lapisan otot dan mencapai lapisan

serosa atau menembusnya. disebut plasenta perkreta bila vili

korialis sampai menembus perimetrium.

3

Page 4: Retensi Plasenta

Plasenta inkarserata: terjepitnya plasenta karena kanalis servikalis

sudah menutup sebelum plasenta dapat dilahirkan.

Plasenta yang akreta ada yang kompleta dimana seluruh permukaan

plasenta melekat dengan erat pada dinding rahim dan ada yang parsialis

dimana hanya beberapa bagian saja dari plasenta yang melekat dengan

erat pada dinding rahim.

3. Faktor predisposisi

a. Plasenta previa

b. Bekas seksio sesarea

c. Pernah kuret berulang

d. Multiparitas.

Bila sebagian kecil sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus (rest

placenta) dan dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau

(lebih sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan

plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan

Duncan) atau sampai akhir plasenta sudah sebagian lepas tetapi tidak

keluar pervaginam (cara pelepasan Scheltze), sampai akhirnya tahap

ekspulsi, plasenta lahir.

Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka

tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas

dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III)

dan harus diantisipasi dengan melakukan placenta manual, meskipun

kala uri belum lewat setengah jam.

Sisa plasenta dapat diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar,

atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya

kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta

dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat

kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk

itu harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital

4

Page 5: Retensi Plasenta

atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah

perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai dengan keperluannya.

4. Pencegahan

Untuk mencegah retensio plasenta dapat disuntikkan methergin i.v

atau 10 U pitosin i.m. waktu bayi baru lahir.

5. Penanganan

Penanganan pada semua retensio plasenta diusahakan pelepasan

plasenta secara manual. Kalau plasenta dengan pengeluaran manual tidak

lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Pada plasenta akreta

kompleta tidak dapat dilepaskan secara manual dan memerlukan

histerektomi.

B. Hemmoragic Post Partum

1. Definisi

Hemorrhagic Post Partum (HPP) atau perdarahan postpartum

didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala tiga

persalinan pervaginam atau kehilangan darah lebih dari 1000 ml pada

seksio sesaria.

2. Klasifikasi

Menurut waktu terjadinya, perdarahan post partum dibagi menjadi:

a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage)

Yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir

(Mochtar, 1998). Perdarahan postpartum ini biasanya disebabkan oleh

atonia uteri, laserasi jalan lahir, hematoma, retensio plasenta, ruptura

uteri, dan inversio uteri.

b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage)

Yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari

ke-5 sampai hari ke-15 postpartum. Perdarahan ini paling sering

disebabkan involusi abnormal tempat melekatnya plasenta, namun

dapat pula disebabkan oleh retensi sebagian plasenta, dan juga dari

5

Page 6: Retensi Plasenta

luka bekas sectio cesaria. Biasanya, bagian plasenta yang tertinggal

mengalami nekrosis tanpa deposit fibrin dan pada akhirnya akan

membentuk polip plasenta. Apabila serpihan polip terlepas dari

miometrium, perdarahan hebat dapat terjadi .

3. Etiologi

a. Atonia uteri

b. Tissue

Penyebab perdarahan postpartum dari faktor tissue (jaringan)

adalah:

Retensio plasenta

Sisa plasenta (placenta restan).

Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25

% dari kasus perdarahan postpartum. Penemuan secara dini,

hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan

kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta

dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien

akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan

setelah 6-10 hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus

(Saifuddin et al, 2009).

c. Trauma

d. Thrombin

4. Diagnosis

Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja

Uterus tidak berkontraksi

dan lembek. Perdarahan

segera setelah anak lahir

(Perdarahan Pasca

Persalinan Primer atau P3)

-Syok

- Bekuan darah pada

serviks atau posisi

telentang akan

menghambat aliran darah

ke luar

Atonia uteri

6

Page 7: Retensi Plasenta

-Darah segar yang

mengalir segera setelah

bayi lahir (P3)

- Uterus berkontraksi dan

keras

- Plasenta lengkap

- Pucat

- Lemah

- Menggigil

Robekan jalan lahir

- Plasenta belum lahir

setelah 30 menit

- Perdarahan segera (P3)

- Uterus berkontraksi dan

keras

-Tali pusat putus akibat

traksi berlebihan

- Inversio uteri akibat

tarikan

- Perdarahan lanjutan

Retensio plasenta

-Plasenta atau sebagian

selaput (mengandung

pembuluh darah) tidak

lengkap

- Perdarahan segera (P3)

Uterus berkontraksi tapi

tinggi fundus tidak

berkurang

Tertinggalnya sebagian

plasenta

-Uterus tidak teraba

- Lumen vagina terisi

massa

- Tampak tali pusat (bila

plasenta belum lahir)

- Neurogenik syok

- Pucat dan limbung

Inversio uteri

-Subinvolusi uterus

- Nyeri tekan perut bawah

dan pada uterus

- Perdarahan (sekunder

atau P2S)

- Lokhia mukopurulen dan

berbau (bila disertai infeksi)

- Anemia

- Demam

Endometritis atau sisa

fragmen plasenta

(terinfeksi atau tidak)

7

Page 8: Retensi Plasenta

5. Manajemen Perdarahan Post Partum

Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan

postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari

perdarahan secepat mungkin. Terapi pada pasien dengan perdarahan

postpartum mempunyai dua bagian pokok (Wiknjosastro et al, 2005;

Wiknjosastro et al, 2007)

a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan

Pasien dengan perdarahan postpartum memerlukan penggantian

cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ–organ

penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital

pasien. Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk

memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila

diperlukan resusitasi cairan cepat.

b. Manajemen penyebab perdarahan postpartum

Tentukan penyebab perdarahan postpartum :

Atonia uteri

Pada kasus perdarahan postpartum yang disebabkan atonia

uteri, penanganannya tergantung pada banyaknya perdarahan dan

derajat atonia uteri, dibagi dalam tiga tahap:

1) Tahap I

Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan

cara pemberian uterotonika, mengurut rahim (massage), dan

memasang gurita. Berikut ini adalah beberapa jenis uterotonika

dan cara pemberiannya:

8

Page 9: Retensi Plasenta

Tabel Jenis Uterotonika

dan Cara Penggunaannya

Jenis dan

Cara

Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan

cara

pemberian

awal

IV: 20 unit

dalam 1 l larutan

garam fisiologis

dengan tetesan

cepat

IM: 10 unit

IM atau IV

(lambat): 0,2

mg

Oral atau rektal

400 mg

Dosis

lanjutan

IV: 20 unit

dalam 1 l larutan

garam fisiologis

dengan 40

tetes/menit

-Ulangi 0,2 mg

IM setelah 15

menit

- Bila masih

diperlukan, beri

IM/IV setiap 2-

4 jam

400 mg 2-4 jam

setelah dosis

awal

Dosis

maksimal

per hari

Tidak lebih dari

3 l larutan

dengan oksitosin

Total 1 mg atau

5 dosis

Total 1200 mg

atau 3 dosis

Indikasi

kontra atau

hati-hati

Pemberian IV

secara cepat atu

bolus

Preeklampsia,

vitium kordis,

hipertensi

Nyeri kontraksi

Asma

(Saifuddin et al, 2009).

2) Tahap II

Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak,

selanjutnya berikan infus dan transfusi darah dan dapat

dilakukan:

Perasat (maneuver ) Zangemeister

Perasat (maneuver) Fritch

9

Page 10: Retensi Plasenta

Kompresi bimanual

Kompresi aorta

Tamponade uterovaginal

Jepitan arteri uterina dengan cara Henkel

3) Tahap III

Bila semua upaya di atas tidak menolong juga, maka usaha

terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat

ditempuh dua cara, yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika

atau histerektomi (Wiknjosastro et al, 2007).

Sisa plasenta (placenta restan)

Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala

metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g

IV dilanjutkan dengan 3x1 g oral dikombinasi dengan metronidazol

1 g suposituria dilanjutkan 3x500 mg oral. Dengan dipayungi

antibiotika tersebut, lakukan eksplorasi digital (bila serviks

terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila

serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa

plasenta dengan AVM atau dilatase dan kuretase (Saifuddin et al,

2009).

Penemuan ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic

mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan

jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late

postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong

tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage (Saifuddin et al, 2009).

Apabila kadar Hb < 8 gr %, berikan transfusi darah. Bila kadar

Hb ≥ 8 gr %, berikan sulfat ferosus 600 mg/hari selama 10 hari

(Cunningham, 2005; Saifuddin et al, 2009)..

10

Page 11: Retensi Plasenta

Trauma jalan lahir

Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila

uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus

berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan

jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi

penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan

penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar

luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.

Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi

laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa

dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar

curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan

ligasi untuk menghentikan perdarahan (Wiknjosastro et al, 2005).

Gangguan pembekuan darah

Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture

uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi

uterus yang baik maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah

gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian produk

darah pengganti ( trombosit, fibrinogen) (Wiknjosastro et al, 2007).

Terapi pembedahan yang dapat dilakukan dalam kasus perdarahan

post partum adalah sebagai berikut (Wiknjosastro et al, 2005):

Laparatomi

Pemilihan jenis irisan vertikal ataupun horizontal (Pfannenstiel)

adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk

memudahkan mengeksploras uterus dan jaringan sekitarnya untuk

mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung

tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benar benar menghentikan

perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan

11

Page 12: Retensi Plasenta

menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase

apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan

tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual

disertai pemberian uterotonica.

Ligasi arteri

- Ligasi arteri uterine

Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan

yang berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang

mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan

kesuburan.

- Ligasi arteri ovarii

Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang

diberikan

- Ligasi arteri iliaca interna

Efektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari semua

traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi

darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan

perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.

- Histerektomi

Merupakan tindakan kuratif dalam menghentikan

perdarahan yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap

lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih

mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak

begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari

segmen bawah rahim, servix, fornix vagina.

C. Manual Plasenta

Manual plasenta adalah upaya melepaskan plasenta dengan cara

manual yaitu dengan memasukkan tangan dan “menyisiri” serta melepaskan

plasenta yang lengket di dinding rahim dengan cara manual. Prosedur ini

12

Page 13: Retensi Plasenta

relatif sederhana. Penolong harus mengenakan sarung tangan steril hingga ke

siku, antiseptik di tuangkan atas tangan bersarung dan memasukkan

tangannya melalui vagina dan masuk ke ostium uteri. Sedangkan tangan yang

lain berada di atas fundus untuk menjaga rahim.

Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada

posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebaik mungkin, atau

diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction

ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi

ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk

dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali

pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan

membentuk kerucut.

Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada

waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan

(constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-

lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri

diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan

atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai

13

Page 14: Retensi Plasenta

ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada

perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang

terlepas.

Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada

di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu.

Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan

seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan

fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian

robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.

Gambar 3. Mengeluarkan plasenta

14

Page 15: Retensi Plasenta

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk

mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta

yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang

baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya,

segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan

masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada

tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di

jahit.

Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena

atonia uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan

lain untuk menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.

Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat

dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.

Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.

Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding

rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai

tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat

uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada

tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

D. Kuretase

Kuretase adalah tindakan untuk melepaskan jaringan yang melekat

pada dinding rahim (kavum uteri), dengan melakukan invasi dan

memanipulasi instrumen berupa sendok kuret ke dalam dinding rahim.

Sendok kuret akan melepaskan jaringan tersebut dengan teknik pengerokan

secara sistematik.

Indikasi atau hal-hal yang menyebabkan kuret harus dilakukan adalah

pada abortus septik (abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran

kuman ke peredaran darah), mola hidatidosa (kehamilan abnormal, biasa

15

Page 16: Retensi Plasenta

disebut hamil anggur), serta adanya sisa plasenta yang tertinggal di dalam

rahim pasca persalinan.

Bila tidak diatasi, sisa plasenta yang tertinggal di dalam rahim

dapat mengakibatkan infeksi pasca persalinan. Yang paling sering terjadi

adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau dinding rahim,

yang kondisinya setelah plasenta terlepas memang lebih peka dari

biasanya.

Gejala infeksi antara lain demam, nyeri samar-samar pada perut

bagian bawah dan vagina berbau tidak enak.

16

Page 17: Retensi Plasenta

BAB II

PRESENTASI KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny.S

Umur : 34 Tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Tempuran, Sawo, Ponorogo

Suami : Tn. S

No Register: xxxxxx

Agama : Islam

Suku : Jawa

Masuk RS : 24 Maret 2014

B. Riwayat Penyakit

1. Keluhan Utama

Belum melahirkan ari-ari setelah 30 menit bayi lahir.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan rujukan bidan ke RSUD DR. Hardjono pada

tanggal 24 Maret 2014 pukul 22.00 untuk penanganan retensio

plasenta dengan P2A0.

HPMT : 24 Juni 2013

HPL : 31 Maret 2014

UK : 38 minggu

3. Riwayat KB

Pasien belum pernah KB.

4. Riwayat Menstruasi

Menarche usia 13 tahun.

Siklus 28 hari.

Setiap bulan menstruasi sekitar 7 hari.

5. Riwayat Penyakit Dahulu

17

Page 18: Retensi Plasenta

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat asma (-)

Riwayat alergi obat (-).

6. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat asma (-)

Riwayat alergi obat (-).

7. Status Perkawinan

Menikah 1 kali

Selama 16 tahun.

Usia pertama kali menikah 18 tahun.

8. Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu

Hamil ke-1 lahir tahun 1999 lahir spontan ditolong bidan, lahir

bayi perempuan dengan berat 3000 gr, hidup.

Hamil ke-2 lahir tahun 2014 lahir spontan ditolong bidan, lahir

bayi laki-laki dengan berat 2600 gr, hidup.

C. Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis

Keadaan Umum: Lemah, pucat

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign :

TD : 110/70 mmHg

N : 100 x/menit

R : 20 x/menit

S : 36°C

Kepala : Conjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)

Leher : Peningkatan Jugular Vena Pressure (-/-)

18

Page 19: Retensi Plasenta

Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-/-)

Thorax :

Pulmo : Inspeksi : simetris, permukaan rata

Palpasi : retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-),

fremitus (N/N)

Perkusi : redup (-/-)

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)

ronkhi (-/-)

Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung normal, tidak membesar

Auskultasi : bunyi jantung 1-2 reguler, bising (-)

Abdomen : status obstetri

Ekstremitas : edema - - , akral hangat

- -

b. Status Obstetri

Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada.

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), teraba uterus. TFU setinggi pusat

Auskultasi : taa

VT : v/v pembukaan 3 cm teraba plasenta

D. Pemeriksaan Laboratorium

WBC: 13,0

Hb: 7,1

E. Diagnosis

P2A0 dengan retensio plasenta, HPP, post manual plasenta, pro curettage dan

MOW

F. Penatalaksanaan

Infus RL, drip oksitosin 5 U.

19

Page 20: Retensi Plasenta

Pasang DC

Oksigen 2 liter/menit

Injeksi antibiotik cefotaxim 2x1

Manual plasenta

Injeksi Methergin

Pro curetage + MOW

G. Observasi

- Dilakukan manual placenta berhasil pada jam 22.30

- Kesan masih ada sisa plasenta yang tertinggal

H. Follow Up

Tanggal Keadaan Pasien Planning

25 Maret 2014 KU: Lemah,

Kesadaran: CM

TD: 120/80 mmHg

N: 92 x/menit

S: 360 C

RR: 24x/menit

K/L:CA (+/+), SI(-/-)

Tho: dbn

Abd: TFU: 2 jari bawah

pusat

V/V: stolsel + bercak darah

segar

Infus RL

Inj Cefo 2x1 gr

Transfusi WB 2

kolf

Pro Curretage +

MOW

26 Maret 2014 KU: Lemah

Kesadaran: CM

TD: 120/90 mmHg

N: 88 x/menit

S: 360 C

RR: 24x/menit

Infus RL

Inj Cefo 2x1 gr

Transfusi WB 2

kolf

20

Page 21: Retensi Plasenta

K/L:CA (+/+), SI(-/-)

Tho: dbn

Abd: TFU: 2 jari bawah

pusat

V/V: stolsel + bercak darah

segar

27 Maret 2014 KU: Baik

Kesadaran: CM

TD: 120/80 mmHg

N: 80 x/menit

S: 360 C

RR: 24x/menit

K/L:CA (-/-), SI(-/-)

Tho: dbn

Abd: TFU: 2 jari bawah

pusat

V/V: stolsel + bercak darah

segar

Infus RL

Inj Cefo 2x1 gr

BAB III

PEMBAHASAN

21

Page 22: Retensi Plasenta

Pasien datang dengan diagnosis retensio plasenta karena plasenta belum

lahir setelah setengah jam kelahiran bayi.

Retensio plasenta pada pasien ini ditegakan karena :

1. Plasenta belum lahir setelah setengah jam bayi lahir

2. His yang tidak adekuat pada kala uri

Pasien datang pada tanggal 24 Maret 2014 pukul 22.00 WIB rujukan dari

bidan dengan retensio plasenta karena plasenta masih belum lahir setelah 30 menit

bayi lahir. Di bidan luar pasien melahirkan secara spontan.

Ketika masuk RS, pasien mengatakan bahwa ia belum mengeluarkan ari-

ari setelah 30 menit bayi lahir. Pasien juga mengatakan banyak mengeluarkan

darah. Ketika dilakukan pemeriksaan di RS, didapatkan tinggi fundus uteri

setinggi pusat dan portio pembukaan 3cm.

Persalinan pada pasien ini dilakukan oleh bidan luar. Karena plasenta

belum dapat dilahirkan setelah 30 menit bayi lahir, pasien dirujuk ke RSUD dr.

Hardjono Ponorogo. Untuk penanganan retensio plasenta dengan kelainan

fungsional yaitu his yang tidak adekuat, diberikan drip oksitosin 5 U dalam RL

dan dilakukan manual plasenta. Manual plasenta dilakukan untuk mengeluarkan

plasentanya dan berhasil dilahirkan pada pukul 11.30. Setelah dilakukan

eksplorasi, didapatkan kesan masih terdapat sisa plasenta yang tertinggal sehingga

akan dilakukan tindakan kuretase untuk membersihkan sisa-sisa plasenta.

Sesaat setelah plasenta keluar, pasien mengalami perdarahan >500 cc yang

mengindikasikan bahwa pasien mengalami perdarahan post partum (Hemmoragic

Post Partum). Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap, didapatkan

hasil kadar Hb sebesar 7,1 g/dl sedangkan rentang nilai normalnya adalah 11,0-

16,0 g/dl. Menurut WHO, seorang wanita hamil baru disebut menderita anemia

bila kadar Hb < 11 g %, dan bila kadar Hb < 6 gr %, disebut anemia berat atau

anemia gravis. Pasien ini juga mengalami penurunan hematokrit. Pada

pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan hasil kadar hematokrit

sebesar 19,9% sedangkan rentang nilai normalnya adalah 37%-54%. Morrison

dkk (1993) dalam Cunningham (2005) merekomendasikan transfusi apabila

22

Page 23: Retensi Plasenta

hematokrit kurang dari 24% volume atau apabila hemoglobin kurang dari 8 g/dl

akibat perdarahan. Oleh karena itu, pada pasien ini perlu dilakukan transfusi

darah. Menurut Cunningham (2005), darah lengkap (whole blood/WB) merupakan

terapi ideal untuk hipovolemia akibat perdarahan akut yang massif, karena darah

lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume plasma

dalam waktu bersamaan, misalnya pada perdarahan aktif dengan kehilangan darah

lebih dari 25-30% volume darah total (Sudoyo et al, 2007). Darah lengkap ini

berisi sel darah merah, leukosit, trombosit, dan plasma. Darah lengkap mengganti

banyak faktor pembekuan, terutama fibrinogen, dan kandungan plasmanya

mengatasi hipovolemia akibat perdarahan (Cunningham, 2005). Dosis dan cara

pemberian tergantung keadaan klinis pasien. Pada orang dewasa, 1 unit darah

lengkap akan meningkatkan Hb sekitar 2 g/dl atau hematokrit 3-4%. Menurut

Sudoyo et al (2007), pemberian darah lengkap sebaiknya melalui filter darah

dengan kecepatan tetesan tergantung keadaan klinis pasien, namun setiap unitnya

sebaiknya diberikan dalam waktu 4 jam (Sudoyo et al, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G. 2005. Obstetri Williams Vol.1. Edisi 21. Jakarta : EGC. Pp : 704-18.

23

Page 24: Retensi Plasenta

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi 2. Jakarta: EGC. Pp. 298-306.

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan:kehamilan dengan penyakit ginjal.

Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari., Adriaansz, George., Wiknjosastro, Gulardi Hanifa., Djoko Waspodo. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Edisi 1 cetakan ke-5. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Pp. 173-82

Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., Simadibrata, Marcellus., Siti Setiati. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp 675.

Wiknjosastro, Hanifa; Saifuddin, A. Bari dan Trijatmo Rachimhadhi. 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Pp. 188-97.

Wiknjosastro, Hanifa; Saifuddin, A. Bari dan Trijatmo Rachimhadhi. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Pp. 653-62.

24