Download pdf - Susunan HPK

Transcript
Page 1: Susunan HPK

Versi 11 Sept ‘12

Page 2: Susunan HPK

1

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

KATA PENGANTAR

Sasaran pembangunan pangan dan gizi dalam RPJMN 2010-2014 dan RAN-PG 2011-2015

adalah menurunkan prevalensi kekurangan gizi pada balita, termasuk stunting. Beberapa program

dan kegiatan pembangunan nasional telah dilakukan untuk mendukung sasaran tersebut. Seiring

dengan hal tersebut, gerakan perbaikan gizi dengan fokus terhadap kelompok 1000 hari pertama

kehidupan pada tataran global disebut Scaling Up Nutrition (SUN) dan di Indonesia disebut

dengan Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka Percepatan Perbaikan Gizi Pada 1000 Hari

Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan dan disingkat Gerakan 1000 HPK).

SUN (Scaling Up Nutrition) Movement merupakan upaya global dari berbagai negara dalam

rangka memperkuat komitmen dan rencana aksi percepatan perbaikan gizi, khususnya

penanganan gizi sejak 1.000 hari dari masa kehamilan hingga anak usia 2 tahun. Gerakan ini

merupakan respon negara-negara di dunia terhadap kondisi status gizi di sebagian besar negara

berkembang dan akibat kemajuan yang tidak merata dalam mencapai Tujuan Pembangunan

Milenium/MDGs (Goal 1).

Gerakan 1000 HPK bukanlah inisiatif, institusi maupun pembiayaan baru melainkan

meningkatkan efektivitas dari inisiatif yang telah ada yaitu meningkatkan koordinasi termasuk

dukungan teknis, advokasi tingkat tinggi, dan kemitraan inovatif, dan partisipasi untuk

meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan masyarakat, dan pembangunan. Hal ini perlu didukung

dengan kepemimpinan nasional dan daerah yang cukup kuat, meningkatkan partisipasi seluruh

pemangku kepentingan, bukan hanya dari pemerintah tetapi juga dunia usaha, organisasi profesi

dan lembaga kemasyarakatan.

Buku Kerangka Kebijakan Gerakan 1000 HPK ini berisikan antara lain tentang : (i)

Pentingnya 1000 HPK; (ii) Perlunya akselerasi perbaikan gizi melalui Gerakan 1000 HPK; (iii)

Intervensi gizi spesifik dan sensitive; (iv) visi, misi, dan goal Gerakan 1000 HPK; (v) Tahapan,

strategi, dan bentuk kemitraan, serta pengorganisasian Gerakan 1000 HPK; serta (vi) Indikator

keberhasilan Gerakan 1000 HPK mencakup indikator proses, indikator intervensi, dan indikator

hasil.

Setelah membaca buku ini diharapkan semua pemangku kepentingan mempunyai persepsi

yang sama, komitmen dan langkah nyata yang terkoordinasi dalam penyusunan perencanaan dan

penganggaran untuk gerakan 1000 HPK ini di berbagai tingkat administrasi baik di pusat, provinsi,

kabupaten dan kota. Keberhasilan dari gerakan 1000 HPK ini selain ditentukan oleh perencanaan

yang sistematis dan terpadu, juga ditentukan oleh kepemimpinan di berbagai tingkat administrasi.

September 2012

Tim Penyusun

Page 3: Susunan HPK

2

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

SAMBUTAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT

Assalamua’laikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,

Salam sejahtera,

Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan sesungguhnya

bukanlah hal yang baru. Pada era tahun 50-an gerakan perbaikan gizi ditandai oleh slogan ―Empat

Sehat, Lima Sempurna‖. Kemudian tahun 90-an, seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan

masalah gizi di Indonesia, perbaikan gizi ditandai dengan kampanye gizi seimbang dan keluarga

sadar gizi. Pada era tahun 2012 ini, sejalan dengan kemajuan IPTEK gizi, masalah gizi yang ada,

dan untuk menyempurnakan perbaikan gizi sebelumnya, maka diperlukan gerakan yang bersifat

nasional yang kemudian diberi nama Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam rangka Seribu Hari

Pertama Kehidupan.

Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan sangat penting

dalam upaya kita menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, dan prduktif.

Permasalahan gizi telah lama menjadi perhatian dunia. Di dalam tujuan pembangunan millennium

(MDGs), perbaikan gizi menjadi salah satu indikator dari tujuan pertama yaitu mengatasi masalah

kemiskinan dan kelaparan. Pada tujuan pertama MDg, terdapat 3 (tiga) indikator keberhasilan,

yaitu peningkatan pendapatan, peningkatan konsumsi energy, dan peningkatan status gizi. Ketiga

indikator ini memiliki keterkaitan yang sangat kuat, perbaikan pendapatan akan memperbaiki

asupan gizi, dan selanjutnya akan memperbaiki status gizi. Selain itu gizi yang baik akan menjadi

dasar yang sangat kuat untuk mencapai MDGs lainnya.

Rumusan perbaikan gizi yang digagas oleh Badan Dunia (PBB) ini telah menimbulkan

perubahan pandangan yang significan. Masalah gizi tidak saja dipandang sebagai masalah

kesehatan, tetapi telah menjadi tanggung jawab bersama. Keberhasilan perbaikan gizi merupakan

lanjutan dari keberhasilan bidang penyediaan makanan, perubahan perilaku dan peningkatan

pengetahuan, perbaikan lingkungan dan penyediaan sarana air bersih, penyediaan lapangan kerja

dan peningkatan pendapatan, serta berbagai faktor determinan lainnya.

Sejalan dengan hal tersebut,, maka penanganan masalah gizi tidak bisa hanya oleh

pemerintah saja, namun perlu keterlibatan dan dukungan dari pemangku kepentingan lain, seperti

mitra pembangunan, LSM, perguruan tinggi, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan,

sangatlah penting. Mari kita bergandeng tangan memperbaiki keadaan gizi anak Indonesia. Kami

di Kementerian Kesejahteraan Rakyar, akan melakukan koordinasi seluruh kegiatan yang dilakukan

oleh Pemerintah dan Non Pemerintah dalam perbaikan gizi masyarakat.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Jakarta, September 2012

H.R Agung Laksono

Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat

Page 4: Susunan HPK

3

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

DAFTAR SINGKATAN

AKG : Angka Kecukupan Gizi

API : Annual Parasite Index

ASI : Air Susu Ibu

ANC : Ante Natal Care

BB : Berat Badan

BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah

CSR : Corporate Social Responsibility

DALYS : Disability-Adjusted Life Year

FAO : Food and Agriculture Organization

GNP : Gross National Product

IFAD : International Fund for Agriculture and Development

IFPRI : International Food Policy Research Institute

IPA : International Pediatric Association

IMT : Indeks Masa Tubuh

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

IUFD : Intra Uterine Fetal Death

IUGR : Intra Uterine Growth Retardation

KEK : Kurang Energi Kronis

KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi

KMS : Kartu Menuju Sehat

KUKP : Kebijakan Umum Ketahan Pangan

K/L : Kementerian Lembaga

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

MP-ASI : Makanan Pendamping - Air Susu Ibu

MDGs : Millennium Development Goals

NICE : Nutrition Improvement through Community Empowerment

PBB : Perserikatan Bangsa Bangsa

PBBH : Pertambahan Berat Badan Hamil

Page 5: Susunan HPK

4

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

PERPRES : Peraturan Presiden

PMT : Pemberian Makanan Tambahan

PNC : Pre Natal Care

PTM : Penyakit Tidak Menular

RAN-PG : Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi

RAD-PG : Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi

RDT : Rapid Diagnostik Test

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

RKP : Rencana Kerja Pemerintah

RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah

RPJPN : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

SCN : Standing Committee on Nutrition

SDM : Sumber Daya Manusia

SNI : Standar Nasional Indonesia

SUSENAS : Survei Sosial Ekonomi Nasional

SUN : Scaling Up Nutrition

UNICEF : United Nations Emergency Children's Fund

UPGK : Usaha Perbaikan Gizi Keluarga

USAID : United States Agency for International Development

WFP : World Food Programme

WHO : World Health Organization

1000 HPK : Seribu Hari Pertama Kehidupan

Page 6: Susunan HPK

5

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………………………… 1

DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………………………………………………………….. 2

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………………………. 4

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………………………………………………...... 5

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………………………………….. 6

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………………… 8

A. Pentingnya Dokumen Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Sadar Gizi.……………...... 9

B. Pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan.……………………………………………………………… 10

C. Masalah di Tingkat Global dan di Indonesia ………………………………………………………....... 11

D. Faktor Penyebab Masalah Gizi pada 1000 HPK .………………………………………………………. 12

E. Kemiskinan dan Masalah Gizi ………………………………………………………………………………….. 13

F. Perlunya Akselerasi Perbaikan Gizi pada 1000 HPK .………………………………………………. 14

BAB II. KEBIJAKAN PERBAIKAN GIZI DI INDONESIA …………………………………………………….. 16

A. Kondisi Umum dan Masalah Gizi ………………………………………………………………………….. 17

B. Program-program Spesifik dan Sensitif ………………………………………………………………….. 18

BAB III. GERAKAN 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN ………………………………………………….. 30

A. Visi, Misi dan Sasaran ……………………………………………………………………………………………… 30

B. Tahapan Gerakan ………………………………………………………………………………………………...…... 32

C. Strategi Gerakan …………………………………………………………………………………………………….. 34

D. Kemitraan dalam Gerakan …………………………………………………………………………………..…… 35

D.1 Pemangku Kepentingan ……………………………………………………………………………..…. 35

D.2 Kegiatan Dalam Rangka Gerakan 1000 HPK …………………………………………………..... 36

D.3 Kegiatan Dalam Rangka Intervensi Gizi Spesifik ……………………………………………… 40

D.4 Kegiatan Dalam Rangka Intervensi Gizi Sensitif ………………………………………………. 41

BAB IV. MONITORING DAN EVALUASI GERAKAN 1000 HPK ……………………………………..... 42

A. Indikator Proses …………………………………………………………………………………………………..….. 43

B. Indikator Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif ……………………………………………………...… 43

C. Indikator Hasil ……………………………………………………………………………………………………...….. 45

D. Kelembagaan dan Mekanisme Monitoring dan Evaluasi ...................................................... 46

E. Hambatan, Risiko, Mitigasi ……………………………………………………………………………………... 46

BAB V. PENUTUP ………………………………………………………………………………………………………….…... 44

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………................................................. 45

LAMPIRAN ……………………………………………………………………………………………………………………..….. 47

Page 7: Susunan HPK

6

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rencana Kegiatan Utama Pemerintah ................................................... 37

Tabel 2 Rencana Kegiatan Utama Mitra pembangunan ................................ 38

Tabel 3 Rencana Kegiatan Utama Lembaga Sosial Kemasyarakatan ......... 39

Tabel 4 Rencana Kegiatan Dunia Usaha ................................................................ 39

Tabel 5 Rencana Kegiatan Utama Mitra Pembangunan ( Organisasi

PBB) ......................................................................................................................

40

Tabel 6 Intervensi Gizi Spesifik .................................................................................. 40

Tabel 7 Intervensi Gizi Sensitif ................................................................................... 41

Tabel 8 Indikator Proses .............................................................................................. 43

Tabel 9 Indikator Spesifik ............................................................................................ 44

Tabel 10 Indikator Sensitif ............................................................................................. 45

Tabel 11 Indikator Hasil .................................................................................................. 45

Tabel 12 Jumlah Penduduk dan Jumlah Stunting Menurut Kelompok

Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2010 ………………………………..............

55

Page 8: Susunan HPK

7

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Siklus gangguan Pertumbuhan Intergenerasi……………………………..... 9

Gambar 2. Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi ……………………………................. 11

Gambar 3. Prevalensi Anak Balita (0-59 bulan) Pendek menurut Tingkat

Pengeluaran Orang Tua ……………………………………....................................

53

Gambar 4. Rata-rata Tingkat Pengeluaran per Kapita …………………....……………. 53

Gambar 5. Proporsi Berat Badan Lahir dan Proporsi Masalah Gizi pada Bayi

0 – 6 bulan, 2007 – 2010 ……………………………………….............................. 54

Gambar 6. Proporsi Pendek, Kurus dan Gemuk Anak 7 – 24 bulan, 2010 …… 54

Gambar 7. Proporsi Ibu Hamil KEK dan Prevalensi Stunting pada Balita dari

Ibu Usia 15 – 29 tahun, 2010 ………………………………….............................. 55

Gambar 8A. Rata-rata Tinggi Badan Anak Balita Indonesia: Laki-laki dan

Perempuan Dibanding Rata-rata Tinggi Badan Rujukan WHO ……..

56

Gambar 8B. Tinggi Badan Rata-rata Anak Indonesia Usia 5 – 19 tahun: Laki-laki

dan Perempuan Dibanding Tinggi Badan Rata-rata Rujukan WHO

56

Gambar 9. Persentase Kehamilan dan Melahirkan pada Perempuan Menikah

10 – 24 Tahun, 2010 …………………………………………………………………….. 57

Gambar 10. Proporsi Gemuk dan Gemuk-Pendek Usia Dewasa Menurut Jenis

Kelamin, 2010 ...................................................................................................... 57

Gambar 11. Proporsi Hipertensi pada Kelompok kurus-pendek dan gemuk-

pendek menurut Jenis Kelamin, 2007 ........................................................ 58

Page 9: Susunan HPK

8

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

I PENDAHULUAN

Page 10: Susunan HPK

9

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Pentingnya Dokumen Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Sadar Gizi

Dokumen ini berisi kebijakan, program dan kegiatan yang berkaitan dengan upaya

pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di masyarakat. Masalah gizi yang dimaksud

meliputi masalah kekurangan gizi dan kelebihan gizi. Masalah kekurangan gizi yang

mendapat banyak perhatian akhir-akhir ini adalah masalah kurang gizi kronis dalam bentuk

anak pendek atau "stunting" (untuk selanjutnya digunakan istilah "anak pendek"), kurang

gizi akut dalam bentuk anak kurus ("wasting"). Kemiskinan dan rendahnya pendidikan

dipandang sebagai akar penyebab kekurangan gizi. Masalah kegemukan terkait dengan

berbagai penyakit tidak menular (PTM), seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, stroke

dan kanker paru-paru. Masalah kegemukan dan PTM selama ini dianggap masalah negara

maju dan kaya, bukan masalah negara berkembang dan miskin. Akan tetapi, kenyataan

menunjukkan bahwa kedua masalah gizi tersebut saat ini juga terjadi di negara berkembang.

Dengan demikian negara berkembang dan miskin saat ini mempunyai beban ganda akibat

kedua masalah gizi tersebut.

Oleh karena kedua masalah gizi tersebut terkait erat dengan masalah gizi dan kesehatan

ibu hamil dan menyusui, bayi yang baru lahir dan anak usia di bawah dua tahun (baduta),

maka bahasan dokumen ini difokuskan pada masalah kesehatan dan gizi ibu dan anak

tersebut. Apabila dihitung dari sejak hari pertama kehamilan, kelahiran bayi sampai anak

usia 2 tahun, maka periode ini merupakan periode 1000 hari pertama kehidupan manusia.

Periode ini telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas

kehidupan, oleh karena itu periode ini ada yang menyebutnya sebagai "periode emas",

"periode kritis", dan Bank Dunia (2006) menyebutnya sebagai "window of opportunity" (akan

dijelaskan kemudian). Dalam dokumen ini untuk selajutnya kelompok "1000 hari pertama

kehidupan" disingkat 1000 HPK.

Walaupun remaja putri secara eksplisit tidak disebutkan dalam 1000 HPK , namun status gizi

remaja putri atau pranikah memiliki kontribusi besar pada kesehatan dan keselamatan

kehamilan dan kelahiran, apabila remaja putri menjadi ibu. Oleh karena itu masalah gizi

remaja putri ini disinggung di beberapa bagian. Di dunia internasional masalah ini juga telah

teridentifikasi, dan ada upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja program gizi.

Sejak tahun 2010 upaya ini telah berkembang menjadi suatu gerakan gizi nasional dan

internasional yang luas dan dikenal sebagai gerakan Scaling Up Nutrition (SUN). Gerakan ini

di Indonesia disebut sebagai Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka Percepatan

Perbaikan Gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK).

Dokumen Gerakan 1000 HPK ini merupakan bagian dari kebijakan pembangunan di bidang

pangan dan gizi nasional dan daerah. Oleh karena itu dalam implementasinya dokumen ini

tidak terpisahkan dari dokumen yang ada sebelumnya, seperti Kebijakan Umum Ketahanan

Pangan (KUKP) dan Rencana Aksi Nasional maupun Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi

(RAN/RAD-PG), sehingga lebih bersifat saling melengkapi.

Page 11: Susunan HPK

10

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

B. Pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan

Status gizi dan kesehatan ibu dan anak sebagai penentu kualitas sumber daya manusia,

semakin jelas dengan adanya bukti bahwa status gizi dan kesehatan ibu pada masa pra-

hamil, saat kehamilannya dan saat menyusui merupakan periode yang sangat kritis. Periode

seribu hari, yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi

yang dilahirkannya, merupakan periode sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap

bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut tidak

hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasannya,

yang pada usia dewasa terlihat dari ukuran fisik yang tidak optimal serta kualitas kerja yang

tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi.

Banyak yang berpendapat bahwa ukuran fisik, termasuk tubuh pendek, gemuk dan beberapa

penyakit tertentu khususnya PTM disebabkan terutama oleh faktor genetik. Dengan

demikian ada anggapan tidak banyak yang dapat dilakukan untuk memperbaiki atau

mengubahnya. Namun berbagai bukti ilmiah dari banyak penelitian dari lembaga riset gizi

dan kesehatan terbaik di dunia telah mengubah paradigma tersebut. Ternyata tubuh pendek,

gemuk, PTM dan beberapa indikator kualitas hidup lainnya, faktor penyebab terpenting

adalah lingkungan hidup sejak konsepsi sampai anak usia 2 tahun yang dapat dirubah dan

diperbaiki. (WHO, 1997) (Barker, 1995).

Didalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui pertambahan berat dan

panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ lainnya seperti jantung, hati, dan

ginjal. Janin mempunyai plastisitas yang tinggi, artinya janin akan dengan mudah

menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya baik yang menguntungkan maupun

yang merugikan pada saat itu. Sekali perubahan tersebut terjadi, maka tidak dapat kembali

ke keadaan semula. Perubahan tersebut merupakan interaksi antara gen yang sudah dibawa

sejak awal kehidupan, dengan lingkungan barunya. Pada saat dilahirkan, sebagian besar

perubahan tersebut menetap atau selesai, kecuali beberapa fungsi, yaitu perkembangan otak

dan imunitas, yang berlanjut sampai beberapa tahun pertama kehidupan bayi. Kekurangan

gizi yang terjadi dalam kandungan dan awal kehidupan menyebabkan janin melakukan

reaksi penyesuaian. Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan

dengan pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ

tubuh lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi di ekspresikan pada usia

dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek, rendahnya kemampuan kognitif atau kecerdasan

sebagai akibat tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan otak. Reaksi penyesuaian

akibat kekurangan gizi juga meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit tidak menular

(PTM) seperti hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes dengan berbagai risiko

ikutannya pada usia dewasa.

Berbagai dampak dari kekurangan gizi yang diuraikan diatas, berdampak dalam bentuk

kurang optimalnya kualitas manusia, baik diukur dari kemampuan mencapai tingkat

pendidikan yang tinggi, rendahnya daya saing, rentannya terhadap PTM, yang semuanya

bermuara pada menurunnya tingkat pendapatan dan kesejahteraan keluarga dan

masyarakat. Dengan kata lain kekurangan gizi dapat memiskinkan masyarakat. Suatu yang

menggembirakan bahwa berbagai masalah tersebut diatas bukan disebabkan terutama oleh

faktor genetik yang tidak dapat diperbaiki seperti diduga oleh sebagian masyarakat,

melainkan oleh karena faktor lingkungan hidup yang dapat diperbaiki dengan fokus pada

masa 1000 HPK. Investasi gizi untuk kelompok ini harus dipandang sebagai bagian investasi

untuk menanggulangi kemiskinan melalui peningkatan pendidikan dan kesehatan. Seperti

Page 12: Susunan HPK

11

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

telah diuraikan dimuka, perbaikan gizi pada kelompok 1000 HPK akan menunjang proses

tumbuh kembang janin , bayi dan anak sampai usia 2 tahun, sehingga siap dengan baik

memasuki dunia pendidikan. Selanjutnya perbaikan gizi tidak saja meningkatkan pendapatan

keluarga tetapi juga pendapatan nasional. Di Banglades dan Pakistan misalnya, masalah

kekurangan gizi termasuk anak pendek, menurunkan pendapatan nasional (GNP) sebesar 2

persen - 4 persen tiap tahunnya (IFPRI, 2000).

Masalah kekurangan gizi 1000 HPK diawali

dengan perlambatan atau retardasi

pertumbuhan janin yang dikenal sebagai IUGR

(Intra Uterine Growth Retardation). Di negara

berkembang kurang gizi pada pra-hamil dan

ibu hamil berdampak pada lahirnya anak yang

IUGR dan BBLR. Kondisi IUGR hampir

separonya terkait dengan status gizi ibu, yaitu

berat badan (BB) ibu pra-hamil yang tidak

sesuai dengan tinggi badan ibu atau bertubuh

pendek , dan pertambahan berat badan selama

kehamilannya (PBBH) kurang dari seharusnya. Ibu yang pendek waktu usia 2 tahun

cenderung bertubuh pendek pada saat meninjak dewasa. Apabila hamil ibu pendek akan

cenderung melahirkan bayi yang BBLR (Victoria CG dkk, 2008). Apabila tidak ada perbaikan

terjadinya IUGR dan BBLR akan terus berlangsung di generasi selanjutnya, sehingga terjadi

masalah anak pendek intergenerasi. (lihat gambar).

Siklus tersebut akan terus terjadi apabila tidak ada perbaikan gizi dan pelayanan kesehatan

yang memadai pada masa-masa tersebut. Kelompok ini tidak lain adalah kelompok 1000

HPK yang menjadi fokus perhatian dokumen ini. Mengapa penting kelompok 1000 HPK

diperhatikan. Jawabnya adalah karena akan mengurangi jumlah anak pendek di generasi

yang akan datang dan seterusnya. Dengan itu, akan ditingkatkan kualitas manusia dari aspek

kesehatan, pendidikan dan produktivitasnya yang akhirnya bermuara pada peningkatan

kesejahteraan masyarakat. ((Barker, 2007b; Victora CG, 2008), (IFPRI, 2000)). Para ahli

ekonomi dunia perbaikan gizi pada 1000 HPK adalah suatu investasi pembangunan yang

"cost effective". (Copenhagen Declaration, 2012).

C. Masalah Gizi di Tingkat Global dan di Indonesia

Saat ini, BBLR masih tetap menjadi masalah dunia khususnya di negara-negara berkembang.

Lebih dari 20 juta bayi di dunia (15,5% dari seluruh kelahiran) mengalami BBLR dan 95

persen diantaranya terjadi di negara-negara berkembang (Kawai K, dkk. 2011). Di Indonesia,

pada tahun 2010, prevalensi BBLR sebesar 8,8 persen. Besar kemungkinan, kejadian BBLR

diawali berasal dari ibu yang hamil dengan kondisi kurang energi kronis (KEK), dan risikonya

lebih tinggi pada ibu hamil usia 15-19 tahun. Dimana proporsi ibu hamil KEK usia 15-19

tahun masih sebesar 31 persen. Dipahami pula bahwa, ibu yang masih muda atau menikah di

usia remaja 15-19 tahun cenderung melahirkan anak berpotensi pendek dibanding ibu yang

menikah pada usia 20 tahun keatas. Dari 556 juta balita di negara berkembang 178 juta anak

(32%) bertubuh pendek dan 19 juta anak sangat kurus (<-3SD) dan 3.5 juta anak meninggal

setiap tahun (Black RE, 2008). IUGR, anak pendek dan anak sangat kurus akan

mengakibatkan 2,2 juta kematian dan 91 juta DALYS, atau 21 persen dari total balita (Black

RE, 2008). DALYS atau ―Disability-Adjusted Life Year‖, adalah ukuran beban penyakit yang

Gambar 1. Siklus Gangguan Pertumbuhan intergenerasi

Sumber: ACC/SCN 1992

Page 13: Susunan HPK

12

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

dihitung dari banyaknya tahun yang hilang karena sakit, tidak produktif (―disable‖) atau

kematian dini.

Dari 23 juta balita di Indonesia, 7,6 juta (35,6 %) tergolong pendek (Riskesdas, 2010).

Kejadian anak pendek pada usia balita, terkait dengan masalah berat badan pada saat lahir

<2500 gram (BBLR). Berdasarkan analisis Riskesdas 2010, diketahui prevalensi anak pendek

pada balita adalah sebesar 42,8 persen dari ibu yang berusia menikah pertama usia 15-19

tahun dan 34,5 persen dari ibu berusia menikah pertama usia 24-29 tahun. Prevalensi anak

pendek lebih besar dari perempuan yang menikah lebih muda.

Prevalensi anak balita pendek cenderung lebih tinggi pada ibu-ibu yang pendek (tingginya

kurang dari 150 cm). Masalah inter-generasi terlihat dengan jelas, karena dari kelompok ibu

yang pendek prevalensi balita pendek adalah 46,7 persen dibanding kelompok ibu yang

tinggi (diatas 150 cm) yang prevalensi balita pendeknya hanya 34,8 persen.

Dari Riskesdas 2010, khususnya pada perempuan usia 19 tahun prevalensi gemuk adalah 8,5

persen, dan menjadi 37,3 persen pada usia 40-44 tahun. Ada kecenderungan prevalensi

gemuk meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Pada perempuan prevalensi

kegemukan tertinggi (37,3%) terjadi pada usia 40-44 tahun, dan pada laki-laki pada usia 45-

49 tahun ( 22,9%).

Kombinasi gemuk-pendek pada perempuan dan laki-laki terjadi pada kelompok usia 45-49

(14,1%) dan 49-54 tahun (9,6). Apabila dikaitkan dengan kejadian Penyakit Tidak Menular

(PTM), kelompok laki-laki maupun perempuan gemuk-pendek berisiko tinggi dibanding

mereka yang normal atau kurus pendek. Salah satu PTM yang cukup dominan di Indonesia

adalah hipertensi yang pada tahun 2007 prevalensi sudah melebihi 30 persen. Gerakan 1000

HPK antara lain bertujuan untuk mengurangi anak pendek, dan dengan demikian akan

menurunkan prevalensi gemuk-pendek dan PTM.

D. Faktor Penyebab Masalah Gizi pada 1000 HPK

Masalah Gizi merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait. Pada gambar 1

dijelaskan penyebab masalah gizi anak. Terdapat dua faktor langsung yang mempengaruhi

status gizi individu, yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi, keduanya saling

mempengaruhi. Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang tidak

memenuhi prinsip gizi seimbang. Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi

yang terkait dengan tingginya kejadian penyakit menular dan buruknya kesehatan

lingkungan.

Page 14: Susunan HPK

13

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

GAMBAR 2.

KERANGKA PIKIR PENYEBAB MASALAH GIZI

Sumber: World Bank 2011, diadaptasi dari UNICEF 1990 & Ruel 2008

Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah

dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang yaitu beragam, sesuai

kebutuhan, bersih, dan aman, misalnya bayi tidak memperoleh ASI Eksklusif.

Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang berkaitan dengan tingginya

kejadian penyakit menular terutama diare, cacingan dan penyakit pernapasan akut (ISPA).

Faktor ini banyak terkait mutu pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi, kualitas

lingkungan hidup dan perilaku hidup sehat. Kualitas lingkungan hidup terutama adalah

ketersediaan air bersih, sarana sanitasi dan perilaku hidup sehat seperti kebiasaan cuci

tangan dengan sabun, buang air besar di jamban, tidak merokok, sirkulasi udara dalam

rumah dan sebagainya.

Faktor lain yang juga berpengaruh yaitu ketersediaan pangan di keluarga, khususnya pangan

untuk bayi 0—6 bulan (ASI Eksklusif) dan 6—23 bulan (MP-ASI), dan pangan yang bergizi

seimbang khususnya bagi ibu hamil. Semuanya itu terkait pada kualitas pola asuh anak. Pola

asuh, sanitasi lingkungan, akses pangan keluarga, dan pelayanan kesehatan, dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan, pendapatan, dan akses informasi terutama tentang gizi dan

kesehatan.

E. Kemiskinan dan Masalah Gizi

Dikalangan ahli ekonomi ada anggapan bahwa masalah kemiskinan adalah akar dari masalah

kekurangan gizi. Kemiskinan menyebabkan akses terhadap pangan di rumah tangga sulit

dicapai sehingga orang akan kekurang berbagai zat gizi yang dibutuhkan badan. Namun

tidak banyak diketahui bahwa sebaliknya juga dapat terjadi. Kekurangan gizi dapat

Page 15: Susunan HPK

14

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

memiskinkan orang. Anak atau orang yang kekurangan gizi, mudah terserang penyakit,

berarti sering absen sekolah atau bekerja. Hal ini beresiko berkurangnya pendapatan. Sering

sakit berarti pengeluaran untuk berobat makin tinggi. Mereka dapat jatuh miskin karena

pengeluaran rumah sakit dan dokter yang terus menerus.

Anak yang kurang gizi dibuktikan tertinggal kelas 2—3 tahun dari sebayanya yang sehat.

Karena pendidikannya relatif rendah, dan sering sakit, maka produktivitas mereka juga

rendah. Peluang untuk mendapatkan lapangan kerja yang baik menjadi kecil. Dengan

demikian akibat dari kekurangan gizi apabila tidak diupayakan perbaikan, khususnya pada

masa 1000 HPK, dapat membuat keluarga menjadi miskin atau tambah miskin.

Pada akhirnya, akar masalah gizi berikutnya adalah faktor yang dapat berpengaruh pada

semua faktor langsung dan tidak langsung diatas. Sering disebut sebagai underlying factor

yaitu situasi politik, ekonomi dan sumber daya yang ada, yang meliputi sumber daya

lingkungan, perubahan iklim, bencana dan sebagainya.

F. Perlunya Akselerasi Perbaikan Gizi pada 1000 HPK

Seperti diuraikan pada bab sebelumnya, periode 1000 HPK begitu penting sehingga ada

yang menyebutnya sebagai periode emas, periode sensitif, dan Bank Dunia menyebutnya

sebagai "Window of Opportunity". Maknanya, kesempatan ("opportunity") dan "sasaran"

untuk meningkatkan mutu SDM generasi masa datang, ternyata serba sempit ("window")

yaitu ibu prahamil (remaja perempuan) dan hamil sampai anak 0-2 tahun, serta waktunya

pendek yaitu hanya 1000 hari sejak hari pertama kehamilan. Segala upaya perbaikan gizi

diluar periode tersebut telah dibuktikan tidak dapat mengatasi masalah gizi masyarakat

dengan tuntas (Bank Dunia, 2006, "Repositioning Nutrition as Center for Development").

Seperti disebut juga dimuka, dokumen SUN bahkan menyebutkan efektivitas program gizi

yang berlaku sekarang dibanyak negara berkembang hanya 30 persen. Tidak tuntasnya

masalah tersebut antara lain disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, kebijakan program gizi selama ini masih bersifat umun belum mengacu pada

kelompok 1000 HPK sebagai sasaran utama. Khususnya untuk anak masih meliput semua

anak dibawah 5 tahun (balita) tanpa ada kebijakan untuk memberi prioritas pada anak 0-2

tahun. Remaja perempuan pranikah belum disentuh program gizi. Kedua, kegiatan intervensi

gizi masih sektoral, khususnya kesehatan. Belum terlihat upaya mengaitkan kegiatan

program pembangunan seperti penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, penyediaan

air bersih dan sanitasi dengan tujuan perbaikan gizi masyarakat. Ketiga, cakupan pelayanan

yang masih rendah untuk imunisasi lengkap, suplementasi tablet besi-folat, pada ibu hamil,

pemanfaatan KMS dan SKDN, promosi inisiasi ASI eksklusif, cakupan garam beriodium dan

sebagainya. Keempat, tindakan hukum terhadap pelanggar WHO Code tentang Breast

Feeding belum dilaksanakan karena Peraturan Pemerintah tentang ASI baru diumumkan awal

tahun 2012. Kelima, lemahnya penguasaan substansi masalah gizi pada para pejabat

tertentu, petugas gizi dan kesehatan baik yang ditingkat pusat, provinsi, kabupaten dan

lapangan khususnya tentang perkembangan terakhir dan prospeknya dimasa depan,

masalah anak pendek, beban ganda, dan kaitan gizi dengan PTM.

Lebih luas dari itu harus diakui, sebagaimana disinyalir oleh sekretaris jendral PBB, beberapa

negara kurang memberikan perhatian bahkan mengabaikan peran gizi dalam investasi SDM.

Untuk Indonesia perhatian terhadap terhadap program gizi mulai terlihat sejak tahun 2004

Page 16: Susunan HPK

15

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

dengan diterbitkannya berbagai RPJPN, RAN dan RADPG, namun dalam pelaksanaan masih

berat sektoral kesehatan.

Berbagai permasalah pelayanan program gizi tersebut diatas, ternyata juga terjadi di

beberapa negara lain, tentunya dengan intensitas yang berbeda. Karena itu beberapa

sasaran MDGs tidak dapat dicapai. Kekhawatiran akan tidak tercapainya sasaran MDGs

ditambah dengan adanya kecenderungan meningkatnya beban ganda akibat kekurangan

dan kelebihan gizi terutama di negara berkembang, berbagai pihak di PBB menjadi sangat

peduli untuk mencegah dan menanggulanginya. Akhirnya kepedulian tersebut diwujudkan

oleh sekretariat PBB dalam bentuk Gerakan 1000 HPK yang bersifat lintas lembaga PBB,

bermitra dengan lembaga-lembaga pemerintah, industri, LSM, mitra pembangunan

internasional dan sebagainya. Tujuan dan sasaran SUN secara global sama yaitu

menyelamatkan generasi yang akan datang dengan melindungi dan mencegah kelompok

1000 HPK dari masalah gizi dan kesehatan masyarakat.

Page 17: Susunan HPK

16

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

II KEBIJAKAN PERBAIKAN GIZI DI

INDONESIA

Page 18: Susunan HPK

17

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

BAB II.

KEBIJAKAN PERBAIKAN GIZI DI INDONESIA

Landasan kebijakan program pangan dan gizi dalam jangka panjang di tingkat Nasional

cukup kuat. Hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005—2025. Pendekatan multi sektor

dalam pembangunan pangan dan gizi pada UU tersebut telah dinyatakan dengan jelas,

bahwa pembangunan gizi meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi

pangan, dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya.

Pembangunan jangka panjang dijalankan secara bertahap dalam kurun waktu lima tahunan,

dirumuskan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres). RPJMN tahap ke-2 periode tahun

2010—2014, juga telah memberikan landasan yang kuat untuk melaksanakan program

pangan dan perbaikan gizi. Dalam RPJMN tahap ke-2 terdapat dua indikator outcome yang

berkaitan dengan gizi yaitu prevalensi kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi buruk) sebesar

<15 persen dan prevalensi stunting (pendek) sebesar 32 persen pada akhir 2014. Sasaran

program gizi juga telah dirumuskan dengan jelas yaitu lebih difokuskan terhadap ibu hamil

sampai anak usia 2 tahun. Penjabaran lebih rinci dari RPJMN, pada tingkat Kementerian

Lembaga telah disusun Rencana Strategis Kementerian Lembaga (Renstra KL) yang

ditetapkan dalam Peraturan Menteri. Dalam Restra Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014.

Perencanaan tahunan program pangan dan gizi di tingkat nasional dituangkan dalam

Rencana Kerja Pemerintah (RKP), yang merupakan dokumen perencanaan lebih operasional

untuk setiap tahunnya. Sedangkan di tingkat daerah dituangkan dalam Rencana Kerja

Pemerintahan Daerah (RKPD) .

A. Kondisi Umum dan Masalah Gizi

Indonesia telah termasuk dalam negara dengan berpendapatan menengah, dengan

pertumbuhan ekonomi mencapai 6,1 persen dan 6,4 persen tahun 2010 dan 2011. Dalam

kondisi krisis ekonomi dunia, Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi

tinggi diantara negara G-20 bersama-sama Tiongkok dan India. Sementara itu sebagian

besar sasaran MDGs sudah dicapai atau hampir dicapai, yaitu sasaran kemiskinan dan

kelaparan, kesetaraan gender, pendidikan penurunan prevalensi penyakit menular,

khususnya TBC.

Sementara itu penurunan penurunan prevalensi kurang gizi diperkirakan akan mencapai

sasaran MDG tahun 2015. Prevalensi anak kurus (―underweight‖) selama kurun waktu 1989 -

2007 telah berkurang 50 persen dari 31 persen menjadi 18,4 persen mendekati sasaran

MDGs 15,5 persen. Namun demikian secara keseluruhan RISKESDAS 2011 masih mencatat

beberapa masalah gizi yang memerlukan perhatian penanggulangannya dengan kerja keras.

Angka BBLR masih 11,5 persen, kurus (underweight) 17,9 persen, kurus-pendek (―wasted‖)

13,6 persen, pendek (―stunted‖) 35,6 persen, dan anak gemuk (―overweight‖) 12,2 persen.

Dengan catatan bahwa angka-angka tersebut adalah angka rata-rata nasional dengan

disparitas yang lebar antar daerah yang menunjukkan adanya kesenjangan sosial dan

ekonomi. Misalnya untuk BBLR terendah (5,8%) di Bali, tertinggi (27%) di Papua.

Page 19: Susunan HPK

18

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Prevalensi anak kurus dan gemuk hampir sama masing-masing 13,3 persen dan 14,0 persen

balita, sedang dewasa gemuk sudah mencapai 21,7 persen. Dengan angka-angka itu,

Indonesia sudah memasuki era beban ganda. Disatu pihak masih banyak anak kurus dan

pendek karena kurang gizi, di pihak lain banyak anak gemuk. Pola penyakit juga mulai

bergeser dari penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM).

WHO dalam berbagai publikasinya telah mengumumkan bahwa penyebab kematian nomor

satu di dunia termasuk di Asia dan Indonesia adalah PTM. Di Indonesia Peyebab kematian

karena penyakit menular menurun dari 44,2 persen tahun 1995 menjadi 28,1 persen tahun

2007. Sedang pada periode yang sama kematian karena PTM meningkat hampir 50 persen

dari 41,7 persen menjadi 59,5 persen (Atmarita, 2010).

Telah diuraikan dibab-bab terdahulu bahwa ada hubungan antara masalah gizi kurus,

pendek atau pendek-kurus, pada masa balita dengan tubuh pendek dan gemuk saat dewasa.

Demikian juga hubungannya dengan PTM tidak saja pada usia lanjut tetapi juga pada usia

muda. Data 2007 mencatat 19 persen penderita hipertensi sudah terjadi pada usia 25-34

tahun, dan 29,9 persen pada usia 35—44 tahun. Keadaan itu terjadi pada masyarakat miskin

dan kaya dengan prevalensi yang hampir sama yaitu sekitar 30 persen.

Para pakar telah mengkaji mendalam selama 1—2 dekade terahir bagaimana mekanisme

terjadinya hubungan tersebut. Telah diketahui bahwa semua masalah anak pendek, gemuk,

PTM bermula pada proses tumbuh kembang janin dalam kandungan sampai anak usia 2

tahun. Apabila prosesnya lancar tidak ada gangguan, maka anak akan tumbuh kembang

normal sampai dewasa sesuai dengan faktor keturunan atau gen yang sudah diprogram

dalam sel. Sebaliknya apabila prosesnya tidak normal karena berbagai gangguan diantaranya

karena kekurangan gizi, maka proses tumbuh kembang terganggu. Akibatnya terjadi ketidak

normalan, dalam bentuk tubuh pendek, meskipun faktor gen dalam sel menunjukkan potensi

untuk tumbuh normal.(Barker, 2007). Di Indonesia dan kebanyakan negara berkembang

lainnya, gangguan proses tumbuh kembang selain kekurangan gizi juga banyak faktor

lingkungan lainnya seperti telah dijelaskan dimuka.

Penelitian juga menunjukkan bahwa proses tumbuh kembang janin dipengaruhi oleh kondisi

fisik dan kesehatan ibu waktu remaja dan akan menjadi ibu. Dengan demikian upaya untuk

mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang janin sampai menjadi kanak-kanak usia 2

tahun difokuskan pada ibu hamil, anak 0—23 bulan dan remaja perempuan pranikah yang

dalam dokumen ini dibahas sebagai kelompok 1000 HPK

Pada bab berikut ini diuraikan upaya-upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan

baik langsung (spesifik) maupun tidak langsung (sensitif) pada kelompok 1000 HPK.

B. Program-program Spesifik dan Sensitif

Faktor langsung dan tidak langsung diatas, oleh komite SUN Inggris diartikan sebagai faktor

yang masing-masing memerlukan intervensi gizi yang spesifik dan sensitif. (Lihat Gambar 2).

Intervensi gizi spesifik, adalah tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan

khusus untuk kelompok 1000 HPK. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor

kesehatan, seperti imunisasi, PMT ibu hamil dan balita, monitoring pertumbuhan balita di

Posyandu, suplemen tablet besi-folat ibu hamil, promosi ASI Eksklusif, MP-ASI dan

sebagainya. Intervensi gizi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam

waktu relatif pendek.

Page 20: Susunan HPK

19

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Sedang intervensi gizi sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor

kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK. Namun

apabila direncanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan spesifik, dampaknya

sensitif terhadap keselamatan proses pertumbuhan dan perkembangan 1000 HPK. Dampak

kombinasi dari kegiatan spesifik dan sensitif bersifat langgeng (―sustainable‖) dan jangka

panjang. Beberapa kegiatan tersebut adalah penyediaan air bersih, sarana sanitasi, berbagai

penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, fortifikasi pangan, pendidikan dan

KIE Gizi, pendidikan dan KIE Kesehatan, kesetaraan gender, dan lain-lain.

Dokumen SUN Inggris menyebutkan bahwa intervensi gizi spesifik yang umumnya

dilaksanakan oleh sektor kesehatan hanya 30 persen efektif mengatasi masalah gizi 1000

HPK. Mengingat kompleknya masalah gizi khususnya masalah beban ganda, yaitu kombinasi

masalah anak kurus, pendek, gemuk dan PTM, yang terjadi pada waktu yang relatip

bersamaan di masyarakat yang miskin, penuntasannya yang 70 persen memerlukan

keterlibatan banyak sektor pembangunan lain diluar kesehatan seperti dijelaskan diatas

Kegiatan intervensi lintas sektor yang terkait dengan faktor penyebab tidak langsung,

ternyata sensitif pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak 1000 HPK.

(The UK's Position Paper on Undernutrition, SUN highlevel meeting UN, September 2010).

B.1. Telaah Program-Program Spesifik

B.1.1 Ibu Hamil

a. Perlindungan terhadap kekurangan zat besi, asam folat, dan kekurangan energi

dan protein kronis.

Perlindungan tersebut diatas bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi masalah-

masalah anemi gizi besi dan ibu hamil kurus karena kurang energi dan protein kronis.

Anemia besi merupakan faktor penting (13,8%) penyebab kematian ibu (Ross 2003).

Disamping itu terdapat 23 persen ibu yang kurus. Selain kekurangan gizi ternyata ibu

hamil di Indonesia juga ada yang menderita kegemukan sebesar 29 persen yang

berdampak negatif pada pertumbuhan janin (USAID Nutrition Report 2010).

Sejak tahun 1970-an pemerintah melaksanakan pemberian suplemen tablet besi-folat.

Masalahnya kegiatan ini cakupannya sangat rendah. Diharapkan ibu hamil minum

minimal 90 tablet besi-folat selama kunjungan antenatal pertama (K1), terutama pada

semester ke-1, sampai kunjungan ke-4 (K4) kehamilan. Namun data riskesdas tahun

2010 kunjungan antenal 4 kali hanya 61,4 persen, dan yang mengomsumsi 90 tablet besi

hanya 18 persen, keduanya jauh dari sasaran MDGs masing-masing 95 persen dan 85

persen (RANPG 2011-2015). Menurut berbagai laporan, rendahnya cakupan tablet besi-

folat terutama karena kurangnya perencanaan pengadaan dan distribusi tablet besi-folat,

serta pendidikan atau KIE gizi dan kesehatan yang efektif. Khusus untuk penanggulangan

energi dan protein kronis pada ibu hamil belum ada program yang teratur dan

berkesinambungan, kecuali pemberian makanan tambahan dan pada waktu keadaan

darurat. Belum ada program untuk upaya pencegahan kegemukan pada ibu hamil.

Dibeberapa daerah telah dicoba suplementasi untuk ibu hamil dengan biskuit yang

difortifikasi. Masalahnya berbagai kelemahan dari kegiatan ini belum pernah dianalisa,

demikian juga efektivitasnya.

Kebijaksanaan dan sasaran. Meningkatkan kinerja program gizi dengan memperbaiki

management perencanaan, pengadaan, distribusi dan pengawasan pelaksanaan bantuan

Page 21: Susunan HPK

20

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

suplemen tablet besi-folat dan pemberian makan tambahan. Termasuk dalam

perencanaan adalah menciptakan permintaan ("demand") dengan pendidikan gizi yang

berbasis data. Sasaran meningkatkan cakupan sesuai sasaran RANPG, yaitu kunjungan

antenatal 4 kali 95 persen dan konsumsi 90 tablet besi 85 persen.

b. Perlindungan terhadap kurang iodium.

Tercakup dalam program fortifikasi garam dengan iodium (yodisasi garam) yang berlaku

diseluruh tanah air sejak 1994 (Keputusan Presiden RI No.69 Tahun 1994 tentang

Pengadaan Garam Beriodium). Persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam

dengan kadar iodium yang memenuhi syarat hanya 62,3 persen (tahun 2007) jauh

dibawah sasaran (90 persen). (Riskesdas 2007). Sasaran tersebut hanya dicapai 6 provinsi

yaitu Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo

dan Papua Barat (Riskesdas 2007). Apabila keadaan ini terus berlangsung akan

mengancam keselamatan janin dan anak pada 1000 HPK. Kekurangan iodium pada

kehamilan merusak pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak. Kendala utama

rendahnya pencapaian konsumsi garam beriodium, karena kurangnya perhatian

Pemerintah Daerah yang antara lain ditengarai dengan lemahnya penegakan hukum

Peraturan Daerah yang mengatur produksi dan peredaran garam beriodium. Misalnya

keharusan pemasangan label garam beriodium di tiap kemasan banyak yang tidak

dipatuhi.

Kebijakan dan Sasaran: Peningkatan advokasi kepada pemda tentang kontribusi daerah

endemik kekurangan iodium terhadap jumlah anak pendek dan terbelakang mental

akibat kekurangan iodium. Pemda supaya memperhatikan masalah kekurangan iodium

dengan lebih serius, antara lain dengan peningkatan penegakan hukum terhadap

pelanggaran Perda, dan melaksanakan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.63 tahun

2010 tentang penanggulangan kekurangan iodium di daerah. Dengan melaksanakan

Permendagri tersebut lebih dimungkinan adanya keterpaduan antarsektor dalam

penganggulangan kekurangan iodium. Dengan demikian diharapkan sasaran tahun 2015

sebesar 90 persen garam beriodium dapat dicapai (RANPG 2010—2015).

c. Perlindungan ibu hamil terhadap Malaria

Malaria pada kehamilan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu hamil dan janinnya.

Malaria berkontribusi terhadap angka kematian ibu, bayi dan neonatal. Komplikasi malaria

yang dapat ditemukan pada ibu hamil adalah anemia, demam, hipoglikemia, malaria

serebral, edema paru dan sepsis. Sementara komplikasi terhadap janin yang

dikandungnya adalah dapat menyebabkan berat lahir rendah, abortus, kelahiran

prematur, Intra Uterine Fetal Death (IUFD) / janin mati di dalam kandungan, dan Intra

Uterine Growth Retardation (IUGR) /pertumbuhan janin yang terbelakang. Prevalensi

malaria khusus untuk ibu hamil tidak tercatat, namun kasus malaria atau API (Annual

Parasite Indeks) pada tahun 2010 tercatat 2 orang per 1000.

Kebijakan dan sasaran. Di daerah endemik malaria dilakukan Rapid Diagnostik Test (RDT)

malaria dan pemberian kelambu berinsektisida bagi semua ibu hamil pada waktu

kunjungan antenatal pertama (K1). Bagi ibu hamil yang mempunyai hasil positif malaria

diberikan pengobatan segera mungkin. Dengan demikian diharapkan API melaria dapat

diturunkan menjadi 1 per 1000.

Page 22: Susunan HPK

21

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

B.1.2. Anak umur 0-23 bulan

a. ASI Eksklusif

Data Susenas maupun Riskesdas menunjukkan adanya kecenderungan penurunan

pemberian ASI ekslusif. Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa cakupan ASI ekslusif

rata-rata nasional baru sekitar 15.3 persen. Data DHS 2007 mencatat 32,4 persen ASI-

Eksklusif 24 jam sebelum interview, ibu-ibu desa lebih banyak yang ASI—Eksklusif. Ibu-ibu

yang berpendidikan SMA lebih sedikit (40,2%) yang ASI-Eksklusif dibanding yang tidak

berpendidikan (56%). Data yang menarik dari DHS bahwa ibu-ibu yang melahirkan

ditolong oleh petugas kesehatan terlatih AS-Eksklusipnya lebih sedikit (42,7%) dari pada

ibu-ibu yang tidak ditolong tenaga kesehatan (54,7%) (USAID Indonesian Nutrition

Assessment Report, 2010). Meskipun data-data diatas memerlukan validasi, yang jelas

cakupan ASI-Eksklusif masih jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015 yaitu

sebesar 80 persen. Selain masih kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI, juga

maraknya promosi susu formula yang diwaktu yang lalu, menurut UNICEF, "out of control",

merupakan hambatan yang menyebabkan tidak efektifnya promosi ASI Eksklusif. Dengan

dikeluarkannya PP No. 33 tahun 2012 tentang ASI sebagai peraturan pelaksanaan

Undang-Undang No. 23 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang diharapkan dapat dilakukan

tindakan hukum yang lebih tegas bagi penghambat pelaksanaan ASI Ekslusif.

Kebijakan dan Sasaran : Mengoptimalkan pelaksanaan UU Kesehatan 2009 yang

terdapat sanksi tegas pada siapa yang dengan sengaja menhalangi program pemberian

ASI Eksklusif (Pasal 200) dan sangsi pidana berat bagi korporasi (Pasal 2001) serta

pelaksanaan PP no 33 tahun 2012 tentang ASI, sehingga jumlah bayi yang mendapat ASI-

Eksklusif mencapai 80 persen

b. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Dahulu dikenal makanan bayi sebagai pengganti ASI yang dikenal dengan sebutan PASI

untuk anak yang disapih dari ASI. Oleh karena untuk makanan bayi ASI tidak dapat

diganti, maka sejak 1980-an digunakan istilah Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

Setelah ASI Eksklusif 0—6 bulan, ASI harus tetap diberikan sampai usia 2 tahun. Oleh

karena kebutuhan akan zat gizi anak terus meningkat, ASI saja tidak cukup maka harus

ditambah makanan lain sebagai "pendamping" ASI. Masalahnya oleh karena kemiskinan

dan kurangnya pendidikan keluraga, banyak anak yang tidak memperoleh MP-ASI

memenuhi prinsip gizi seimbang, yaitu cukup energi, protein, lemak dan zat gizi mikro

(vitamin dan mineral). Suatu penelitian di daerah miskin di Jakarta menunjukkan hanya

9,5 persen mendapat MP-ASI yang benar. (US-AID, Nutrition Report 2010). Secara

tradisionil, MP-ASI dibuat sendiri dirumah. Susunan MP-ASI buatan sendiri terkait dengan

tingkat ekonomi, pendidikan, dan teknologi MP-ASI. Dikalangan keluarga tidak mampu

komposisi MP-ASI hanya terdiri dari karbohidrat, sedikit protein dan lemak, tanpa zat gizi

mikro. Di kalangan menengah dan atas MP-ASI umumnya mengandung cukup energi,

lemak dan protein, tetapi tidak cukup mengandung zat gizi mikro, terutama zat besi.

Padahal untuk bayi sampai anak usia 2 tahun kebutuhan zat besi meningkat relatif cukup

tinggi. Apabila ibu hamil membutuhkan 1,4 mg zat besi per kkal per hari, bayi 1,0 mg/kkal,

sedang dewasa kali-laki 0,3 mg/kkal, dan dewasa perempuan 0,6 mg per kkal (Ray Yip,

2001). Dengan kebutuhan zat besi yang tinggi, menurut Ray Yip (2001) tidak ada MP-ASI

Page 23: Susunan HPK

22

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

buatan sendiri yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk mencukupi kebutuhan

zat besi dan zat gizi mikro lainnya, diperlukan sentuhan teknologi atau MP-ASI buatan

pabrik, seperti yang banyak dijual di apotik dan supermarket.

Oleh karena itu sejak beberapa tahun terakhir ini diberbagai negara sedang

dikembangkan MP-ASI dengan bahan pangan lokal yang diperkaya dengan bubuk zat gizi

mikro yang terbukti efektif mengatasi masalah kurang gizi tingkat sedang (Nackers dkk,

2010; LaGrone NL, 2012 ). Di Indonesia pada tahun 2006 juga dicoba dikembangkan MP-

ASI lokal tetapi tidak efektip karena kandungan zat gizi mikro yang rendah (Thaha AR,

2007). Penelitian lain menemukan bahwa MP-ASI lokal umumnya kurang padat-energi,

rendah lemak, kurang zat gizi mikro, rendah protein dan mengandung zat-zat yang

menghambat absorpsi zat gizi di usus. Agar MP ASI lokal efektif mencukupi kebutuhan

anak akan zat gizi mikro, diperkenalkan MP-ASI lokal dengan fortifikasi rumahan ("home

fortification") dengan menambahkan bubuk zat gizi mikro yang dikenal dengan "taburia".

Di Indonesia, kegiatan pilot fortifikasi zat gizi mikro pada tingkat rumah tangga telah

dilaksanakan di 24 kabupaten/kota melalui Proyek NICE dengan label kegiatan Taburia.

Kebijakan dan sasaran: Mengembankan MP-ASI lokal yang memenuhi syarat gizi

seimbang dan terjangkau daya beli keluarga miskin disertai dengan peningkatan

pendidikan gizi tentang MP-ASI yang memenuhi prinsip gizi seimbang.

c. Kecacingan

Kecacingan mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan

produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian.

Penyakit cacingan dapat mengenai siapa saja mulai dari bayi, balita, anak, remaja, bahkan

orang dewasa, selain itu penyakit ini menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein

serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumberdaya manusia. Dampak

yang ditimbulkan akibat cacingan pada anak usia dini adalah kekurangan gizi yang

menetap yang dikemudian hari akan menimbulkan kekerdilan. Sejalan dengan kebijakan

yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan masalah gizi

dimasyarakat yang meliputi masalah kekurangan gizi yaitu kurang gizi kronis (stunting )

dan kurang gizi akut dalam bentuk anak kurus (wasting) dan kelebihan gizi.

Data hasil survei kecacingan tahun 2011 di beberapa kabupaten/kota menunjukkan angka

prevalensi kecacingan antara 9,95-85 persen, dimana 42 persen kabupaten/kota di

Indonesia memiliki masalah kecacingan dengan prevalensi ≥20 persen. Dasar utama untuk

pengendalian kecacingan adalah memutus mata rantai lingkaran hidup cacing, melalui

pemberian obat cacing, intervensi perubahan lingkungan fisik, sosial ekonomi dan budaya.

Prevalensi kecacingan dapat menurun bila infeksi cacingan pada anak usia sekolah dan

prasekolah dapat dikendalikan . Data WHO tahun 2009 menunjukan di Regional Asia

Tenggara memiliki 42persen proporsi sasaran anak diseluruh dunia yang membutuhkan

pengobatan cacingan, dimana Indonesia memiliki 15 persen anak usia sekolah (5-12

tahun) dan pra-sekolah (1-4 tahun) termasuk anak usia 1-2 tahun,yang memerlukan

pengobatan cacingan. Prevalensi kecacingan dapat menurun bila infeksi kecacingan pada

anak usia sekolah dan prasekolah di atas dapat dikendalikan. Berbagai kegiatan telah

dilakukan untuk mengendalikan cacingan di Indonesia, diantaranya pencanangan program

pemberantas caningan pada anak yang dicanangkan oleh Menteri Kesehatan

Prof.Dr.Sujudi di Medan pada tanggal 12 Juni 1995.

Page 24: Susunan HPK

23

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Kerjasama upaya pengendalian cacingan dilakukan dengan berkoordinasi dan integrasi

bersama unit kerja lain, sehingga pelayanan pengendalian kecacingan dapat dirasakan

oleh seluruh lapisan masyarakat. Upaya pengendalian kecacingan ini merupakan salah satu

program Kementerian Kesehatan, dalam rangka mendorong masyarakat untuk menjadi

pelaku utama dalam pemberantasan cacingan di daerah masing-masing, sesuai visi

Kementerian Kesehatan yaitu masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.

Kebijakan dan sasaran. Upaya pengendalian cacingan dilakukan dengan pemberian obat

cacing pada seluruh sasaran, yaitu anak usia sekolah (5-12 tahun) dan pra-sekolah (1-4

tahun) termasuk anak usia 1-2 tahun di daerah dengan prevalensi cacingan ≥20 persen

sebanyak 1-2 kali setahun. Pada daerah dengan prevalensi cacingan <20 persen dilakukan

pemberian obat cacing secara selektif. Pada tahun 2020 kecacingan di Indonesia

diharapkan tidak menjadi masalah kesehtan lagi dengan tercapainya 100 persen propinsi

dan kabupaten/kota telah melaksanakan pengendalian kecacingan dengan cakupan

minimal 75 persen sasaran minum obat cacing.

B.2. Telaah Program-Program Sensitif

B.2.1. Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi

Telah diuraikan dimuka bahwa salah satu faktor penyebab kurang gizi termasuk anak

pendek adalah infeksi, terutama diare. (Lancet, 2010, 376: 9734, pp 63-67). Tiap tahun 20

persen kematian balita disebabkan karena diare yang disebabkan oleh air minum yang

tercemar bakteri. Data dari Water Sanitation Program (WSP) World Bank tahun 2008

menunjukkan bahwa masih tingginya angka kematian bayi dan balita, serta kurang gizi

sangat terkait dengan masalah kelangkaan air bersih dan sanitasi. Banyak cara sederhana

dapat dilakukan untuk mengurangi resiko diare, diantaranya dengan cuci tangan dengan

air bersih dan sabun. Telah dibuktikan bahwa cuci tangan dengan air bersih dan sabun

mengurangi kejadian diare 42—47 persen (Lancet Infect. Dis 2003, May 3 (5): 275-28.

Dengan demikian program air bersih dan sanitasi tidak diragukan sangat sensitif terhadap

pengurangan resiko infeksi.

Masalahnya akses rumah tangga terhadap air minum layak adalah baru sebesar 44,2

persen (Susenas 2010) masih dibawah target MDGs 2015 sebesar 68,87 persen. Masalah

yang sama juga pada masalah sanitasi. Akses sanitasi yang layak baru 55,54 persen

(Susenas 2010), sedang target MDGs 2015 sebesar 76,8 persen. Rendahnya akses air

bersih dan sanitasi diperparah dengan masih rendahnya perilaku hidup bersih. Dengan

demikian untuk mencapai sasaran MDGs 2015 baik untuk akses air minum maupun

sanitasi yang layak diperlukan upaya yang lebih keras.

Kebijakan dan Sasaran : Perlu adanya peningkatan investasi pembangunan

infrastruktur air bersih tidak hanya di perkotaan tetapi juga di perdesaan dan

perkampungan kumuh, agar dapat dicapai sasaran MDGs 76,8 persen. Investasi tersebut

perlu diprioritaskan di wilayah yang frekuensi kejadian diare tinggi yang dapat dipastikan

terkait dengan prevalensi anak kurus dan anak pendek yang juga tinggi. Perlu ada

rencana dan tindakan khusus mencegah terjadinya wabah diare pada saat terjadi bencana

banjir. Prioritas pembangunan di perdesaan dan perkampungan kumuh akan memberikan

dampak yang lebih sensitif terhadap penurunan kejadian infeksi dan kurang gizi

khususnya pada kelompok 1000 HPK.

Page 25: Susunan HPK

24

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

B.2.2. Ketahanan Pangan dan Gizi

Definisi ketahanan pangan mengatakan bahwa setiap orang harus akses terhadap

pangan yang cukup jumlah dan mutunya untuk memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran

pemenuhan kebutuhan gizi yang dipakai sampai saat ini terbatas pada kecukupan energi

diatas 70 persen kebutuhan. Dibawah itu tergolong rawan pangan. Ukuran ini adalah

ukuran rata-rata penduduk dalam keadaan kelaparan sebagaimana sasaran MDG 1:

kelaparan dan kemiskinan. Ukuran kemiskinan dalam MDGs tidak terbatas pada

pendapatan per orang perhari, tetapi juga pada banyaknya anak yang kurang gizi

dengan indikator anak kurus, pendek, dan kurus-pendek. (World Bank, 2006) (Bappenas,

2010,RAN/RAD-PG). Pengertian ketahanan pangan yang terbatas pada pemenuhan

energi, sensitivitasnya terhadap masalah Gerakan 1000 HPK minimal oleh karena

masalahnya tidak hanya kekurangan energi tetapi juga zat-zat gizi yang lain.

Sebagai contoh, ketahanan pangan menjadi perhatian apabila oleh karena sesuatu hal

terjadi penurunan produksi dan kelangkaan persediaan pangan di pasar, yang

berdampak pada kenaikan harga pangan terutama yang berkaitan komoditi pangan

pokok seperti beras. Jarang dianalisa dampak kenaikan harga komoditi tertentu

(misalnya kedele, sayur, telur dan lain-lain) terhadap keadaan gizi anak balita dan ibu

hamil dari masyarakat miskin seperti yang secara berkala terjadi di Indonesia.

Pada tahun 1997/1998 dan 2008/2009, di Indonesia terjadi krisis harga pangan.

Dampaknya tidak hanya pada penurunan konsumsi energi, tetapi juga penurunan

konsumsi zat gizi mikro (vitamin dan mineral), yang sangat diperlukan oleh anak-anak

dan ibu hamil. Akibatnya prevalensi anak kurus yang dikenal sebagai gizi buruk dan

prevalensi ibu hamil yang anemi meningkat dengan mencolok (Soekirman, 2001, JAPCN

)(HKI, 2011). Namun yang tercatat dalam laporan BPS hanya banyaknya penduduk

mengkonsumsi rata-rata kurang dari 1,400 Kkal atau kurang dari 70 persen kebutuhan

per hari. Data BPS tahun 2008, mencatat ada 11,1 persen penduduk rawan pangan.

Sementara itu Bulletin Badan Ketahanan Pangan NTT pada waktu itu mencatat ada 26

persen penduduk rawan pangan dan 26 persen mendekati rawan pangan. Di Jawa Timur

pada waktu yang sama hanya ada 2 persen penduduk rawan pangan, 36 persen

mendekati rawan pangan, sisanya 62 persen cukup pangan. Angka-angka ini tidak

memberi gambaran apa yang terjadi pada ibu hamil dan anak-anak, terutama dari

keluarga miskin, akibat krisis pangan tersebut.

Kebijakan dan Sasaran : Sudah saatnya memperluas konsep Ketahanan Pangan yang

hanya berorientasi komoditi pangan, menjadi Ketahanan Pangan dan Gizi, yang tidak

hanya berorientasi komoditi pangan juga pada kesejahteraan penduduk dengan keadaan

gizi dan kesehatannya. Secara global kebijakan itu sejalan dengan kebijakan Ketahanan

Pangan dan Gizi yang digariskan oleh Sekretaris Jenderal PBB (UN- The high level Task

Force on Global Food and Nutrition Security, 2010).

Kebijakan Ketahanan Pangan dan Gizi: a). menjamin akses pangan yang memenuhi

kebutuhan gizi kelompok rawan pangan khususnya ibu hamil, ibu menyusui dan anak-

anak, b).menjamin pemanfaatan optimal dan berkesinambungan (sustainability) pangan

yang tersedia bagi semua golongan penduduk, dan c). memberi perhatian pada petani

kecil, nelayan, dan kesetaraan gender.

Page 26: Susunan HPK

25

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

B.2.3 Keluarga Berencana

Keterpaduan antara program perbaikan gizi dengan keluarga berencana telah

berlangsung lama di berbagai negara baik negara maju maupun berkembang (Sandra

Huffman, 1992). Di Indonesia keterpaduan tersebut telah berlangsung selama kurang

lebih 20 tahun dalam kegiatan Gizi-KB dari program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga

(UPGK), Repelita III—VI (1980—1990an). Ada hubungan erat antara jumlah anak, jarak

kehamilan dan kelahiran, ASI-Eksklusif, dengan prevalensi anak pendek dan anak kurus

karena kekurangan gizi (Rae Golloway, 2011)

Keterpaduan Gizi – KB di Indonesia terputus sejak akhir 1990, sejalan dengan perubahan

kebijakan pembangunan di bidang keluarga berencana dan program perbaikan gizi

selama kurun waktu 15 tahun terakhir. Dengan adanya pengakuan dunia bahwa KB

Indonesia berhasil menurunkan angka kelahiran dari 5,6 persen tahun 1970 ke 2,1 persen

tahun 2011 (Antara News 13 Juli 2012), berarti program KB sudah dapat dikatakan

berpotensi menjadi program yang sensitif terhadap 1000 HPK di Indonesia. Pengalaman

kerjasama dan sinergi Gizi-KB di UPGK dapat menjadi bahan pembelajaran.

Kebijakan dalam setiap kegiatan pendidikan atau KIE Gizi di cantumkan pesan tentang

pentingnya KB dan sebaliknya.

B.2.4 Jaminan Kesehatan Masyarakat

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bertujuan untuk membantu masyarakat

miskin atau tidak mampu, di luar propinsi DKI Jakarta, untuk mendapatkan haknya dalam

pelayanan kesehatan. Program ini dilaksanakan dengan semangat ‗pro rakyat‘ untuk

meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat tidak mampu. Manfaat yang diterima oleh

penduduk miskin dalam Jamkesmas bersifat komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif) sesuai kebutuhan medis dan pelayanan kesehatannya bersifat perseorangan.

Permasalahan dilapangan terutama tingkat kejangkauan program masih belum melayani

semua kelompok miskin. Ini terutama disebabkan kurang akuratnya data terutama

ditingkat desa. Ketidak-akuratan data jumlah penduduk miskin, baik ditingat daerah dan

pusat, berdampak pada pembiayaan. Berbagai laporan menunjukkan adanya beberapa

kabupaten yang tidak dapat menyerap dana Jamkesmas yang disediakan oleh

Kementerian Kesehatan. Sementara di kabupaten lain terpaksa menunggak tagihan rumah

sakit daerah karena kekurangan dana yang disediakan dari Pusat.

Kebijakan dan Sasaran: Program ini harus tetap dilanjutkan karena banyak masyarakat

yang tidak mampu tertolong dan tingkat partisipasinya cukup tinggi. Diupayakan agar

program ini dapat menjangkau seluruh anggota masyarakat tidak mampu sehingga

derajat kesehatan masyarakat meningkat.

B.2.5 Jaminan Persalinan Universal

Kesehatan ibu dan anak merupakan indikator penting dalam pembangunan kesehatan,

selain menunjukkan kinerja pelayanan kesehatan nasional. Upaya yang dilakukan untuk

peningkatan kesehatan ibu dan anak adalah melalui Program Jaminan Persalinan

Universal (Jampersal) bagi keluarga tidak mampu. Jampersal dilaksanakan untuk ibu hamil

dalam mendapatkan pelayanan ANC, persalinan, dan PNC pada fasilitas kesehatan yang

bekerjasama dengan program dan pembiayaannya ditanggung pemerintah.

Penyelenggaraan Jampersal terintegrasi dengan program Jamkesmas. Jampersal adalah

Page 27: Susunan HPK

26

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan,

pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pascapersalinan dan

pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Seperti halnya dengan

Jamkesmas, permasalahan pendanaan harus menjadi perhatian.

Kebijakan dan Sasaran: Program ini harus tetap dilanjutkan karena banyak ibu hamil

yang tidak mampu dapat tertolong dan tingkat partisipasinya cukup tinggi. Diupayakan

agar program ini dapat menjangkau seluruh ibu hamil tidak mampu yang berdomisili di

perdesaan sehingga derajat kesehatan ibu dan bayi yang dilahirkan meningkat yang

diukur dengan menurunnya Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi baru lahir.

B.2.6. Fortifikasi Pangan

Secara global telah diakui bahwa Fortifikasi Pangan adalah bentuk intervensi gizi yang

"cost effective" (Copenhagen Declaration 2011). Oleh karena itu dapat dianggap sensitif

terhadap pencegahan dan penanggulangan masalah gizi 1000 HPK. Dibagian terdahulu

peran fortifikasi pangan untuk 1000 HPK telah diuraikan sebagai bagian dari program

perlindungan ibu hamil dan anak-anak terhadap kekurangan gizi. Fortifikasi yang

dimaksud adalah : Fortifikasi pangan untuk mengatasi masalah kekurangan zat gizi mikro,

khususnya zat besi, iodium, seng, asam folat dan vitamin A yaitu fortifikasi wajib pada

bahan pangan pokok seperti tepung terigu, garam, dan minyak goreng, dan

menggunakan fortifikan sesuai dengan masalah gizi yang ada termasuk masalah

kelompok 1000 HPK, yaitu zat iodium, zat besi, seng, asam folat, dan vitamin A.

Fortifikasi garam dengan iodium telah berlangsung sejak tahun 1994. Namun demikian

sampai tahun 2011 baru 62,3 persen penduduk menggunakan garam yang beriodium,

berarti masih ada cukup banyak penduduk termasuk yang masih rawan terhadap

kekurangan iodium. Fortifikasi wajib tepung terigu dengan zat besi, asam folat , seng ,

vitamin B1 dan B2, yang dapat melindungi kehamilan dan kecacatan bayi. (WHO, 2006)

(WHO, 2009). Demikian juga fortifikasi vitamin A pada minyak goreng yang sedang dalam

awal pelaksanaan akan memberikan peningkatan imunitas ibu hamil , bayi dan anak

terhadap infeksi. (Martianto, 2005)

Masalah yang dirasakan saat ini kurangnya monitoring mutu fortifikasi, baik pada garam

maupun tepung terigu. Hal ini menjadi masalah karena masih adanya laporan tentang

pemalsuan label fortifikasi terutama garam beriodium, dan adanya tepung terigu yang

berkualitas rendah tanpa fortifikasi beredar dipasaran. Masalah lain, masih ada

sekelompok masyarakat yang meragukan efektivitas fortifikasi sehingga menimbulkan

kebijakan pemerintah yang kurang tepat seperti terjadi pencabutan sementara SNI wajib

fortifikasi tepung terigu tahun 2008. Beberapa pemerintah daerah tidak menyadari

pentingnya yodisasi garam untuk melindungi ibu hamil dan bayi, seperti ditandai dengan

kurangnya perhatian terhadap program yodisasi garam, sehingga peraturan daerah yang

sudah dikelurkan tidak efektif.

Kebijakan dan Sasaran: Perlu ada upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat

termasuk pelaku program tentang pentingnya fortifikasi pangan, khususnya fortifikasi

wajib, sebagai bagian dari kebijakan penanggulangan kemiskinan, dan penyelamatan

1000 HPK. Dengan demikian sasaran fortifikasi wajib yaitu sebagian besar (80—90

persen) penduduk menikmati produk pangan yang difortifikasi.

Page 28: Susunan HPK

27

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

B. 2.7. Pendidikan Gizi Masyarakat

Pendidikan Gizi Masyarakat atau dalam bahasa operasionalnya disebut KIE (Komunikasi,

Informasi dan Edukasi) Gizi, bertujuan untuk menciptakan pemahaman yang sama

tentang pengertian gizi, masalah gizi, faktor penyebab gizi, dan kebijakan dan program

perbaikan gizi kepada masyarakat termasuk semua pelaku program. Bagi masyarakat

umum, Pendidikan Gizi untuk memberikan pengetahuan, menumbuhkan sikap dan

menciptakan perilaku hidup sehat dengan Gizi Seimbang. Dalam gizi seimbang tidak

hanya mendidik soal makanan dan keseimbangan komposisi zat gizi dan kebutuhan

tubuh akan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, dan air), tetapi juga

kesimbangan dengan pola hidup bersih untuk mencegah kontaminasi makanan dan

infeksi.

Dalam upaya pencegahan kegemukan dan PTM, dalam gizi seimbang juga ada

pendidikan tentang perlunya pola hidup aktif bergerak dan olah raga. Untuk menilai

apakah pola hidup dan pola makan kita sudah baik, gizi seimbang juga mengajarkan

pentingnya menjaga berat badan ideal dengan memperhatikan indek masa tubuh (IMT)

yaitu rasio keseimbangan antara tinggi dan berat badan. Dengan demikian pendidikan

Gizi Seimbang meliputi 4 prinsip pola hidup sehat, yaitu pendidikan tentang: 1. kebiasaan

makan beraneka ragam dan sesuai kebutuhan tubuh termasuk kebutuhan akan air, 2.

menjaga kebersihan dan keamanan makanan, 3. kebiasaan hidup aktip bergerak dan olah

raga, dan 4. menjaga berat badan ideal dengan memperhatikan keseimbnagn berat dan

tinggi badan dengan Indek Masa Tubuh (IMT).

Upaya promotif dan preventif di Indonesia sesungguhnya telah menjadi bagian dari

strategi perbaikan kesehatan dan gizi. Sebagai contoh, pendidikan gizi yang komplek

pernah dilaksanakan dan menjadi dasar utama program perbaikan gizi masyarakat yang

secara internasional dikenal sebagai Usaha Perbaikan Gizi Keluarga atau UPGK ("Family

Nutrition Improvement Program"). Pendidikan gizi waktu itu merupakan kegiatan dasar

dan utama dari program perbaikan gizi masyarakat. Secara sistemtis, pengetahuan dasar

gizi dan program gizi di dari pusat sampai daerah disampaikan pada kegiatan pendidikan

gizi dan pelatihan-pelatihan program gizi secara berjenjang dari tingkat pimpinan sampai

pelaksana. Pendidikan Gizi juga dilaksanakan melalui pendidikan formal di sekolah-

sekolah dan tidak formal di masyarakat melalui LSM dan kelompok-kelompok dan

lembaga-lembaga masyarakat di desa masyarakat seperti PKK, Posyandu, kelompok

pengajian, wanita tani, dan sebagainya. Semua media massa modern dan tradisional

dimanfaatkan untuk melakukan pendidikan gizi.

Sejak akhir tahun 1990-an kegiatan pendidikan gizi diganti dengan penyuluhan gizi yang

jauh berbeda dengan prinsip dan tujuan pendidikan gizi. Dampaknya sampai saat ini

terdapat kerancuan pemahaman tentang gizi dan istilah gizi. Demikian juga kerancuan

tentang apa yang dimaksud dengan masalah gizi masyarakat, dan cara

penanggulangannya. Keadaan ini apabila tidak diluruskan akan menjadi kendala bagi

efektivitas program gizi pada umumnya dan secara khusus terhadap perbaikan gizi pada

1000 HPK.

Berbagai indikasi belum tercapainya target perbaikan status gizi dan kesehatan secara

nasional juga dapat diakibatkan oleh perilaku persepsi yang salah tentang gizi dan

kesehatan baik oleh masyarakat maupun oleh petugas kesehatan. Keadaan tersebut

diperkirakan karena tidak efektifnya program KIE gizi dan kesehatan. Agar KIE gizi dapat

Page 29: Susunan HPK

28

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

efektif menanamkan pengetahuan, menanamkan sikap dan merubah perilaku kearah pola

hidup sehat dengan gizi seimbang diperlukan kajian ilmiah tentang pola hidup khususnya

yang terkait dengan permasalahan 1000 HPK , dan penyusun program yang direncanakan

dengan baik atas dasar ilmu pengetahuan (Contento, IR, 2007).

Untuk itu direkomendasikan untuk dibentuk pusat pengembangan KIE Gizi yang dikelola

oleh tenaga profesional di bidang gizi, kesehatan masyarakat, teknologi informasi, dan

bidang-bidang lain yang terkait, dengan tugas untuk :

1) Mendokumentasikan dan menyediakan informasi gizi dan kesehatan terkini

2) Melakukan studi dasar pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) hidup sehat dengan

gizi seimbang dan memonitor perkembangan PSP dari waktu kewaktu, termasuk

pemahaman dan persepsi tentang gizi, masalah gizi masyarakat, dan upaya

penanggulannya oleh berbagai golongan masyarakat.

3) Menyusun rencana dan strategi KIE gizi, terutama tentang 1000 HPK, bagi berbagai

sasaran di masyarakat mulai dari tingkat pengambil keputusan dan pelaksanan di

pusat dan daerah sampai ke masyarakat umum di perdesaan.

4) Melakukan pelatihan tenaga KIE Gizi terutama pada tenaga profesi gizi,kesehatan

dan bidang-bidang lain terkait gizi, termasuk para jurnalis.

5) Mengembangkan berbagai sarana KIE gizi seperti buku pedoman, buku

pengetetahuan dasar tentang gizi, gizi dan 1000 HPK, media komunikasi termasuk

media sosial (web, facebook, twitter dan sebagainya).

6) Menyusun dan mempublikasikan laporan kegiatan KIE dan hasilnya dalam

menunjang akselerasi program 1000 HPK secara periodik untuk masyarakat umum.

7) Mendukung kelembagaan program pangan dan gizi yang terpadu, baik nasional

maupun daerah, apabila lembaga tersebut dibentuk.

Kebijakan dan Sasaran : Untuk menyamakan konsep dan pola pikir tentang masalah gizi

(apa, mengapa, dan bagaimana) diantara para pelaku program gizi, kegiatan Pendidikan

Gizi harus menjadi dasar perbaikan gizi masyarakat umumnya, dan secara khusus untuk

tujuan 1000 HPK. Untuk itu diperlukan tersedianya data dasar tentang pengetahuan,

sikap dan perilaku tentang gizi yang benar diberbagai kalangan masyarakat. Diperlukan

adanya suatu lembaga KIE yang mengelola KIE 1000 HPK. Disediakan anggaran yang

cukup untuk kegiatan pendidikan gizi masyarakat.

B.2.8. Remaja Perempuan

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masalah keselamatan dan kesehatan janin, BBLR

dan anak pendek terkait dengan kesehatan dan status gizi remaja perempuan yang akan

menjadi ibu. Remaja perempuan yang menikah usia muda, anemi dan kurus, apabila hamil

akan beresiko melahirkan BBLR dengan berbagai masalahnya. Dalam rangka

menyelamatkan 1000 HPK, perlu ada kebijakan yang mencegah usia muda menikah,

remaja perempuan calon penganten harus sehat dalam status gizi baik, tidak kurus dan

tidak anemi atau kekurangan gizi lainnya. Perlu adanya kebijakan sinkronisasi antara

Undang-undang No. 1 tahun 1974 dan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, sehingga usia minimal menikah perempuan dapat ditingkatkan

menjadi 18 tahun.

Page 30: Susunan HPK

29

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

B.2.9. Pengentasan Kemiskinan

Kekurangan gizi disebabkan oleh rendahnya asupan makanan, akibat ketersediaan

pangan di tingkat rumahtangga tidak memadai, hal ini terkait dengan kemampuan rumah

tangga untuk menyediakan pangan yang ditentukan oleh faktor ekonomi. Tingginya

angka prevalensi underweight dan stunting akibat kekurangan gizi erat kaitannya dengan

masalah kemiskinan. Kemiskinan dapat menjadi penyebab penting kekurangan gizi.

Sebaliknya kekurangan gizi dapat memiskinkan, anak kurus dan pendek karena kurang

gizi mudah sakit, kurang cerdas, dan tidak produktif. Keadaan ini berdampak rendahnya

daya saing kerja , tingkat kerja dengan pendapatan rendah yang dapat memiskinkan.

Salah satu ciri kemiskinan adalah ketidak mampuan untuk memperoleh makanan yang

bergizi seimbang sehingga rentan terhadap berbagai kekurangan gizi. Oleh karena itu

mengatasi masalah gizi dalam gerakan SUN dianggap sebagai bagian dari upaya

penanggulangan kemiskinan

Seiring dengan hal tersebut pemerintah menngeluarkan beberapa program terkait

pengetasan kemiskinan antara lain Program Beras Miskin dan Program Keluarga Harapan.

Program Beras Miskin (Raskin) merupakan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok

masyarakat miskin yang bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran para Rumah

Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) dalam memenuhi kebutuhan pangan. Selain

itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan

pangan pokok, sebagai salah satu hak dasarnya.

PKH adalah bantuan tunai bersyarat kepada RTSM dengan mewajibkan RTSM tersebut

mengikuti persyaratan yang ditetapkan program, yaitu (i) menyekolahkan anaknya di

satuan pendidikan dan menghadiri kelas minimal 85% hari sekolah/tatap muka dalam

sebulan selama tahun ajaran berlangsung, dan (ii) melakukan kunjungan rutin ke fasilitas

kesehatan bagi anak usia 0 – 6 tahun, ibu hamil, dan ibu nifas. Penerima bantuan PKH

adalah rumahtangga

Kebijakan dan Sasaran: Program Beras Miskin dan Program Keluarga Harapan harus

tetap dilanjutkan karena banyak masyarakat yang tidak mampu. Diupayakan agar

program ini dapat menjangkau seluruh anggota masyarakat tidak mampu sehingga

secara tidak langsung dapat menanggulangi kemiskinan.

Page 31: Susunan HPK

30

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

III GERAKAN 1000 HARI PERTAMA

KEHIDUPAN

Page 32: Susunan HPK

31

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

BAB III.

GERAKAN 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN

A. Visi, Misi dan Sasaran

A.1 Visi

Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi untuk memenuhi hak dan berkembangnya

potensi ibu dan anak.

A.2 Misi:

1. Menjamin kerjasama antarberbagai pemangku kepentingan untuk memenuhi

kebutuhan pangan dan gizi setiap ibu dan anak.

2. Menjamin dilakukannya pendidikan gizi secara tepat dan benar untuk meningkatkan

kualitas asuhan gizi ibu dan anak.

A.3 Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai pada akhir tahun 2025 disepakati sebagai berikut:

1. Menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40 persen.

2. Menurunkan proporsi anak balilta yang menderita kurus (wasting) kurang dari 5

persen.

3. Menurunkan anak yang lahir berat badan rendah sebesar 30 persen.

4. Tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih.

5. Menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50 persen.

6. Meningkatkan prosentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan paling

kurang 50 persen.

A.4 Hasil yang Diharapkan

1. Meningkatnya kerjasama multisektor dalam pelaksanaan program gizi sensitif untuk

mengatasi kekurangan gizi

2. Terlaksananya intervensi gizi spesifik yang cost effective, yang merata dan cakupan

tinggi, dengan cara:

Memperkuat kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam upaya

perbaikan gizi meliputi perencanaan, pelaksanaan dan monitoring.

Memperkuat kerjasama pemangku kepentingan untuk menjamin hak dan

kesetaraan dalam perumusan strategi dan pelaksanaan.

Meningkatkan tanggung jawab para politisi dan pengambil keputusan dalam

merumuskan peraturan perundang-undangan untuk mengurangi kekurangan

gizi.

Meningkatkan tanggung jawab bersama dari setiap pemangku kepentingan

untuk mengatasi penyebab dasar dari kekurangan gizi.

Berbagai pengalaman berdasarkan bukti.

Mobilisasi sumber daya untuk perbaikan gizi baik yang berasal dari pemerintah,

dunia usaha, mitra pembangunan dan masyarakat.

Page 33: Susunan HPK

32

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

A.5 Organisasi 1000 HPK

1. Tingkat Nasional:

Dibentuk gugus tugas Gerakan Nasional Sadar Gizi melalui Perpres.

Gugus tugas berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Gugus tugas dipimpin oleh Menkokesra dengan anggota menteri terkait.

Gugus tugas dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh tim teknis.

2. Tingkat Daerah:

Pemerintah Daerah Provinsi dan kabupaten dan kota membentuk gugus tugas.

Gugus tugas di tingkat daerah menyusun rencana dan program kerja dengan

mengacu pada kebijakan nasional.

Anggota gugus tugas daerah terdiri dari Pemerintah, Perguruan Tinggi, Organisasi

Profesi, Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Keagamaan, dunia usaha, dan

anggota masyarakat.

B. Tahapan Gerakan

B.1 Tahap Satu: Analisa Kondisi saat ini

1. Komitmen politik untuk upaya perbaikan gizi masyarakat cukup kuat baik dalam

bentuk Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden

(Perpres), Peraturan Menteri (Permen), dan Peraturan Daerah (Perda).

2. Program perbaikan gizi secara nyata sudah dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga

(K/L) sesuai dengan tugas pokok misalnya oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian

Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian dalam Negeri, Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial. Namun demikian upaya dari setiap

K/L tersebut masih terfragmentasi, belum diarahkan kepada goals yang disepakati.

Untuk meningkatkan kerjasama antar K/L sejak tahun 2000 telah disusun Rencana

Aksi Pangan dan Gizi Nasional (RAPGN) untuk setiap 5 tahun. Di tingkat daerah telah

pula disusun Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RADPG) melai tahun 2011.

3. Sampai dengan tahun 2012 upaya perbaikan gizi masyarakat diarahkan terhadap

semua kelompok umur dengan sasaran utama mengatasi masalah kekurangan gizi

baik gizi kurang maupun gizi buruk. Sejak adanya Gerakan 1000 HPK dilakukan

reorientasi penajaman sasaran yaitu fokus terhadap ibu hamil, ibu menyusui dan anak

dibawah dua tahun terutama untuk mengatasi masalah stunting. Hal ini didasarkan

atas hasil Riskesdas 2007 dan 2010 yang menunjukkan bahwa prevalensi stunting

adalah 36,8 persen dan 35,6 persen. Data lain dari Riskesdas 2010 menunjukkan

bahwa persentase BBLR 8,8 persen, wasting 13,3 persen, anemia pada wanita usia

subur, ASI ekslusif 15,3 persen (2010).

4. Untuk mengatasi masalah gizi pada dasarnya telah dilaksanakan program gizi yang

bersifat spesifik maupun program yang bersifat sensitif. Namun demikian ada

beberapa kegiatan gizi spesifik yang belum dilaksanakan yaitu antara lain pemberian

Kalsium pada ibu hamil dan pemberian Zink pada anak, selain itu cakupan dari

kegiatan program spesifik masih rendah. Kegiatan gizi yang bersifat sensitif pada

Page 34: Susunan HPK

33

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

dasarnya sudah dilaksanakan sejak lama sejak UPGK, namun masih perlu ditingkatkan

koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi di berbagai tingkat

administrasi.

5. Dukungan sumber daya keuangan untuk pelaksanaan perbaikan gizi masih terbatas,

baik dalam APBN maupun dalam APBD. Walaupun terdapat kecenderungan

peningkatan anggaran setiap tahunnya terutama dalam APBN.

B.2 Tahap Dua: Penyiapan Gerakan

1. Komitmen politik untuk meningkatkan upaya perbaikan gizi cukup tinggi, hal ini

dibuktikan dengan diterbitkannya Perpres No…… tentang Gerakan Nasional sadar gizi

yang berisikan tentang tujuan, strategi, sasaran, kegiatan dan pelaksanaan perbaikan

gizi baik ditingkat nasional maupun tingkat daerah. Semua K/L yang mempunyai

peranan penting dalam upaya perbaikan gizi telah ditetapkan sebagai anggota yang

dipimpin oleh Menkokesra yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

2. Untuk memperkuat platform kerjasama antar pemangku kepentingan dalam upaya

perbaikan gizi telah dirumuskan Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Sadar Gizi

dalam rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK) dan Pedoman

Perencanaan Program Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam rangka Seribu Hari Pertama

Kehidupan (Gerakan 1000 HPK). Diharapkan dengan adanya platform ini maka setiap

pemangku kepentingan mempunyai persepsi dan langkah – langkah yang sama

untuk mempercepat pencapaian upaya perbaikan gizi.

3. Kegiatan intervensi gizi yang bersifat spesifik telah disepakati dan akan ditingkatkan

pelaksanaannya dengan dukungan kerjasama lintas program dan lintas sektor yang

terkait.

4. Peningkatan mobilisasi pembiayaan untuk mendukung pelaksanaan program

perbaikan gizi baik melalui APBN dan terutama di daerah melalui peningkatan APBD

provinsi maupun kabupaten dan kota.

B.3 Tahap Tiga : Pelaksanaan dan Pengorganisasian Gerakan

1. Pada tataran eksekutif akan ditetapkan ketua gugus tugas Gerakan Nasional Sadar

Gizi yang dipimpin oleh Menkokesra. Untuk membantu tugas gugus tugas ini

dibentuk tim teknis yang dipimpin oleh Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan

Bappenas. Pada tataran legislatif telah dibentuk Kaukus Kesehatan yang tugas

utamanya untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan politik dan anggaran dari

anggota legeslatif untuk program-program kesehatan dan perbaikan gizi.

2. Berfungsinya gugus tugas Gerakan Nasional Sadar Gizi yang tugas pokoknya

mengkoordinasikan dan mensinkronkan penyusunan rencana dan program kerja

pada K/L dengan melaksanakan rapat koordinasi secara reguler.

3. Terlaksananya pemantauan dan evaluasi berbagai kebijakan lintas sektor dalam

upaya perbaikan gizi baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah dengan cara

memantau secara reguler pelaksanaan RANPG, RADPG dan Kerangka Kebijakan

Gerakan 1000 HPK.

Page 35: Susunan HPK

34

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

4. Terlaksananya program gizi sensitif oleh berbagai K/L terkait untuk mendukung

pelaksanaan program gizi yang spesifik.

5. Menganalisis kesenjangan kebutuhan dana untuk pelaksanaan program perbaikan

gizi dan secara bertahap memenuhi kesenjangan tersebut baik dalam anggaran

APBN maupun APBD.

B.4 Tahap Empat: Memelihara Kesinambungan Gerakan

1. Menjaga kelangsungan kepemimpinan untuk peningkatan program perbaikan gizi

secara terus menerus sesuai dengan penugasan dalam Perpres.

2. Memperkuat kinerja gugus tugas baik ditingkat nasional maupun di tingkat provinsi

dan kabupaten dan kota.

3. Memperkuat pelaksanaan kerjasama antarsektor melalui sinkronisasi kebijakan

antarsektor baik di nasional maupun daerah.

4. Memperluas dan meningkatkan kegiatan gizi spesifik dan kegiatan gizi sensitif

sehingga menjangkau seluruh sasaran program.

5. Menjamin ketersediaan anggaran yang memadai baik APBN maupun APBD untuk

program perbaikan gizi dengan cara meningkatkan pemahaman bersama antara

eksekutif dan legeslatif.

C. Strategi Gerakan

Terdapat tiga tahap dalam strategi nasional Gerakan 1000 HPK yaitu:

C.1 Strategi Nasional

Tahap pertama: Membangun komitmen dan kerjasama antarpemangku kepentingan.

Tahap kedua: Mempercepat pelaksanaan Gerakan 1000 HPK, meningkatkan efektifitas

dan meningkatkan sumber pembiayaan.

Tahap ketiga: Memperluas pelaksanaan program, meningkatkan kualitas pelaksanaan

dan memelihara kesinambungan kegiatan untuk mencapai indikator hasil yang sudah

disepakati.

C.2 Strategi Pelaksanaan

1. Meningkatkan kapasitas kerjasama antar pemangku kepentingan untuk

percepatan kegiatan perbaikan gizi berdasarkan bukti.

2. Meningkatkan kapasitas untuk memfasilitasi kerjasama antar pemangku

kepentingan.

3. Meningkatkan kapasitas untuk melaksanakan kerjasama yang saling

menguntungkan antar berbagai pemangku kepentingan.

4. Meningkatkan kapasitas untuk pemantauan dan evaluasi kinerja bersama dalam

rangka pencapaian sasaran perbaikan gizi.

5. Meningkatkan kapasitas untuk identifikasi dengan berbagi pengalaman atau

model-model intervensi terkait untuk meningkatkan pemahaman dalam

pencapaian sasaran.

Page 36: Susunan HPK

35

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

6. Meningkatkan kapasitas untuk advokasi dalam rangka peningkatan komitmen

politik dan mobilisasi sumberdana dan bantuan teknis.

C.3 Strategi Mobilisasi Sumber Daya

1. Menghitung kebutuhan anggaran untuk program perbaikan gizi.

2. Menghitung kesenjangan anggaran antara kebutuhan dan ketersediaan saat ini.

3. Membuktikan bahwa kegiatan yang dilakukan secara terpadu baik dalam

penganggaran untuk intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif jauh

lebih efektif jika dibandingkan bila dilaksanakan secara terpisah.

4. Mengkoordinasikan kegiatan advokasi secara nasional dan global untuk

mengurangi kesenjangan penganggaran dan untuk mobilisasi sumber daya.

C.4 Prinsip-prinsip keterlibatan dalam Gerakan 1000 HPK

1. Transparan: semua pemangku kepentingan menunjukkan hasil dari aksi bersama

secara transparan dan jujur.

2. Inklusif: melalui kerjasama kemitraan antarpemangku kepentingan untuk

meningkatkan intervensi dan hasil yang diinginkan

3. Berbasis hak: bertindak sejalan dengan komitmen menegakkan keadilan dan hak

bagi semua perempuan, laki-laki, dan anak-anak.

4. Kemauan untuk bernegosiasi: saat konflik muncul, secara bersama bertekad

untuk menyelesaikan konflik dan menuju arah yang lebih baik.

5. Tanggung jawab bersama: semua pemangku kepentingan memiliki rasa

tanggung jawab bersama dalam menyelenggarakan kegiatan secara kolektif

sebagai bukti komitmen bersama.

6. Cost-effectif: menyusun beberapa prioritas berdasarkan analisis berbasis bukti

dan menetapkan prioritas yang mempunyai daya ungkit paling besar dalam

pencapaian target namun dengan dana yang paling minimal.

7. Komunikasi terus menerus: komunikasi melalui berbagi pengalaman secara rutin

antar pemangku kepentingan termasuk hal yang berhasil dan yang gagal.

D. Kemitraan dalam Gerakan

Dalam Gerakan 1000 HPK ditekankan pentingnya kemitraan dengan berbagai pihak atau

pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah gizi. Program perbaikan gizi tidak hanya

menjadi tanggung jawab dan dilakukan oleh pemerintah, tetapi perlu melibatkan berbagai

pemangku kepentingan seperti lembaga kemasyarakatan, dunia usaha, dan mitra

pembangunan.

D.1 Pemangku Kepentingan

a. Pemerintah

Pemerintah berperan sebagai inisiator, fasilitator, dan motivator gerakan 1000 HPK, yang

terdiri dari K/L, mitra pembangunan, organisasi masyarakat, dunia usaha dan mitra

pembangunan.

Page 37: Susunan HPK

36

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

b. Mitra Pembangunan

Tugas mitra pembangunan adalah untuk memperkuat kepemilikan nasional dan

kepemimpinan, berfokus pada hasil, mengadopsi pendekatan multisektoral,

memfokuskan pada efektivitas, mempromosikan akuntabilitas dan memperkuat

kolaborasi dan inklusi.

c. Organisasi Kemasyarakatan

Tugas organisasi kemasyarakatan adalah memperkuat mobilisasi, advokasi, komunikasi,

riset dan analisasi kebijakan serta pelaksana pada tingkat masyarakat untuk menangani

kekurangan gizi.

d. Dunia Usaha

Dunia usaha bertugas untuk pengembangan produk, control kualitas, distribusi, riset,

pengembangan teknologi informasi, komunikasi, promosi perubahan perilaku untuk

hidup sehat.

e. Mitra Pembangunan/ Organisasi PBB

Mitra pembangunan bertugas untuk memperluas dan mengembangkan kegiatan gizi

sensitif dan spesifik melalui harmonisasi keahlian dan bantuan teknis antar mitra

pembangunan antara lain UNICEF, WHO, FAO dan IFAD, SCN (Standing Committee on

Nutrition).

Beberapa rujukan yang dapat dipergunakan dalam membangun dan meningkatkan

kemitraan antara lain:

1. Pedoman dan Manual UNICEF dalam bekerjasama dengan Komunitas Bisnis;

2. Pedoman dari International Pediatric Association (IPA) dalam bekerjasama dengan

Industri;

3. UN Standing Committee on Nutrition;

4. Pedoman WHO dalam bekerjasama dengan pihak swasta;

5. Strategi Global Pemberian Makan Bayi dan Anak (diadopsi oleh WHO dan UNICEF

Executive Board pada tahun 2002);

6. Laporan yang disampaikan oleh Olivier De Schutter, Special Rapporteur on the Right to

Food, kepada Dewan Hak Asasi Manusia, Desember 2011; dan

7. Lembar Kerja GAIN: Menggunakan Kode Internasional Pemasaran PASI sebagai

Panduan Pemasaran Makanan Pendamping ASI untuk melindungi praktik Pemberian

Makan Bayi yang Optimum.

D.2 Kegiatan Dalam Rangka Gerakan 1000 HPK

a. Pemerintah

Kegiatan utama pemerintah yang memiliki peran sebagai inisiator, fasilitator, dan motivator

meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar Gerakan 1000 HPK (dasar hukum dan

Page 38: Susunan HPK

37

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi Gerakan 1000 HPK. Rincian kegiatan

pemerintah diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 1. Rencana Kegiatan Utama Pemerintah

No Jangka Pendek (18 Bulan) No Jangka Menengah (36 bulan)

1 Menetapkan Perpres Gerakan 1000

HPK 1

Mobilisasi sumber dana dalam APBN dan

APBD, termasuk PPP dan CSR dan mitra

pembangunan internacional

2 Menyusun Naskah Akademik 2 Melakukan evaluasi pencapaian tujuan dan

sasaran dan pelaksanaan kegiatan

3 Menyusun Kerangka Gerakan 3 Meningkatkan kemitraan dengan mitra

pembangunan

4 Menyusun Pedoman Perencanaan

Gerakan 4

Meningkatkan kemitraan dengan dunia

usaha

5 Sosialiasi Gerakan 1000 HPK tingkat

nacional dan di daerah 5

Meningkatkan kemitraan dengan Lembaga

Kemasyarakatan

6 Penyusunan kerangka monev 6

Meningkatkan kerjasama dalam rangka

sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan

kegiatan antar K/L

7 Pertemuan berkala Gugus Tugas

Nasional 7

Meningkatkan kerjasama dalam rangka

sinkronisasi perencanaan dan

pengganggaran antar Pusat dan Daerah

8 Pertemuan berkala Tim Teknis Gugus

Tugas 8

Melakukan replikasi program/model yang

terbukti efektif

9 Menyusun laporan berkala tentang

kemajuan Gerakan 1000 HPK

9 Advokasi kepada legislatif dan eksekutif

10 Menjaga kesinambungan pelaksanaan

Gerakan 1000 HPK

11 Mengintegrasikan Gerakan 1000 HPK pada

RPJMN 2015 – 2019

12 Menyusun laporan tahunan kemajuan

Gerakan 1000 HPK kepada Presiden

b. Mitra Pembangunan

Kegiatan utama donor yang meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar Gerakan 1000

HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi Gerakan 1000

HPK. Rincian kegiatan donor diuraikan pada tabel berikut :

Page 39: Susunan HPK

38

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Tabel 2. Rencana Kegiatan Utama Mitra Pembangunan

No Jangka Pendek (18 Bulan)

Jangka Menengah (36 bulan)

1

Memperkuat dan memperluas

jaringan antar mitra pembangunan,

untuk mendukung Gerakan 1000

HPK

1. Meningkatkan skala dan kualitas bantuan

kepada pemerintah

2

Mendukung gizi sebagai isu prioritas

nacional dan daerah 2.

Meningkatkan kerjasama antara mitra

pembangunan untuk menjamin efisiensi

bantuan yang diberikan

3

Mendukung intensitas kerjasama

antar mitra pembangunan untuk

menjamin efisiensi dan efektifitas

antar mitra pembangunan

3. Mendorong kerjasama antar negara dengan

prevalensi kekurangan gizi yang tinggi

4

Bekerjasama dengan pemerintah

untuk mengembangkan rencana

pembiayaan Gerakan 1000 HPK

4. Melakukan review sektor pangan dan gizi

untuk basis kebijakan RPJMN 2015-2019

5

Memutakhirkan perkiraan biaya

untuk intervensi gizi yang bersifat

spesifik dan sensitif

6

Memberikan bantuan teknis kepada

pemerintah untuk intervensi gizi

yang spesifik, gizi sensitif, pertanian

dan kesejahteraan sosial

c. Lembaga Sosial Kemasyarakatan

Kegiatan utama Lembaga Sosial Kemasyarakatan yang meliputi kegiatan dari proses inisiasi

dasar-dasar Gerakan 1000 HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan

dan evaluasi Gerakan 1000 HPK. Rincian kegiatan Lembaga Sosial Kemasyarakatan diuraikan

pada tabel berikut :

Page 40: Susunan HPK

39

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Tabel 3. Rencana Kegiatan Utama Lembaga Sosial Kemasyarakatan (LSK)

No Jangka Pendek (18 Bulan)

Jangka Menengah (36 bulan)

1. Memperluas kepersertaan antar

sector dan kelompok di tingkat

nasional dan daerah

1. Mengintegrasikan Gerakan 1000 Hari

Pertama Kehidupan ke dalam kegiatan LSK

2 Memperkuat keterkaitan antara LSK

dengan pemerintah dengan

menggunakan mekanisme yang

berlaku

2. Membantu mengembangkan rencana

nacional dan menetapkan sasaran yang

ingin dicapai

3 Mengembangkan dan menyetujui

prinsip-prinsip mediasi jika tidak

terjadi kesepahaman

3

Melakukan evaluasi dan penelitian yang

mengaitkan antara gizi dengan gender,

ketenagakerjaan, pertanian, pangan,

kesehatan, kemiskinan, jaminan sosial dan

pendidikan

4 Memberikan kontribusi dalam

perumusan kerangka gerakan

4 Advokasi ke dunia internacional untuk

mendukung Gerakan 1000 HPK

5 Melakukan mobilisasi dalam rangka

meningkatkan demand masyarakat

5 Advokasi kepada pemerintah untuk

mobilisasi sumberdana yang lebih besar

untuk menangani kekurangan gizi

d. Dunia Usaha

Kegiatan utama Dunia Usaha yang meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar Gerakan

1000 HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi Gerakan

1000 HPK. Rincian kegiatan Dunia Usaha diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 4 . Rencana Kegiatan Dunia Usaha

No Jangka Pendek (18 Bulan) Jangka Menengah (36 bulan)

1. Memfasilitasi keterlibatan dunia

usaha dalam Gerakan 1000 HPK

1. Bekerja secara nyata untuk mendukung

Gerakan 1000 HPK Nasional

2 Memberikan pedoman dan contoh

tentang keterlibatan dunia usaha

dalam Gerakan 1000 HPK

2. Melaksanakan contoh bagaimana

pengusaha internacional mendukung

Gerakan 1000 HPK Global

3 Memberikan pedoman dan mediasi

bila terjadi ketidak sepakahaman

dalam kebijakan maupun

pelaksanaan Gerakan 1000 HPK

3. Meningkatkan peran dunia usaha untuk

memperbaiki keadaan gizi masyarakat

terutama pada ibu hamil, ibu menyusui dan

anak baduta melalui penerapan CSR sesuai

dengan peraturan yang berlaku 4 Bekerja secara nyata untuk

mendukung strategi Gerakan 1000

HPK

5 Tukar menukar pengalaman dalam

sistem distribusi pangan dan gizi

termasuk penggunaan

teknologi/inovasi

Page 41: Susunan HPK

40

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

e. Mitra Pembangunan (Organisasi PBB)

Kegiatan utama Mitra Pembangunan yang meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar

Gerakan 1000 HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi

Gerakan 1000 HPK. Rincian kegiatan Mitra Pembangunan diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 5 . Rencana Kegiatan Utama Mitra Pembangunan

No Jangka Pendek (18 Bulan) No Jangka Menengah (36 bulan)

1. Membangun jaringan dan

memperluas kerjasama mitra

pembangunan diluar 4 organisasi

utama (UNICEF, WFP, FAO dan WHO)

1. Melakukan sinergitas agenda kegiatan

nasional dan global dalam rangka

menyelaraskan dan menghindari duplikasi

kegiatan

2 Membangun sistem untuk merespon

permintaan pemerintah

2. Bantuan teknis dan experties untuk

memperkuat Gerakan 1000 HPK

3 Bekerjasama dengan pemerintah dan

mitra pembangunan untuk

mendukung rencana pembiayaan

Gerakan 1000 HPK

4 Memutakhirkan perkiraan biaya

untuk pelaksanaan program gizi

spesifik dan program gizi sensitif

D.3 Kegiatan Dalam Rangka Intervensi Gizi Spesifik

Kegiatan dalam rangka intervensi gizi spesifik diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 6 . Intervensi Gizi Spesifik

No Kegiatan No Kegiatan

1 Meningkatkan konsumsi pangan sehari-

hari melalui perbaikan pendapatan

keluarga dan pendidikan gizi seimbang

7 Peningkatan Pemberantasan malaria

didaerah endemik harus menjadi prioritas

2 Melanjutkan suplemen tablet besi-folat

dengan perencanaan dan pengawasan

yang lebih baik

8 Sosialisasi yang luas kepada masyarakat

tentang PP 33 tahun 2012 sehingga

masyarakat dapat ikut berperan dalam

pelaksanaannya

3 Bagi ibu hamil yang kurus (diukur dengan

lingkar lengan) diberikan bantuan

suplemen pangan sumber energi, dan

protein, yang diusahakan menggunakan

bahan pangan yang sudah difortifikasi

seperti garam (iodium), tepung terigu (zat

besi,seng, asam folat dan vitamin B1 dan

B2), dan minyak goreng (vitamin A)

9 Melakukan evaluasi efektivitas atas

berbagai MP-ASI yang beredar di

masyarakat baik yang dilaksanakan oleh

pemerintah, LSM, maupun oleh industri

pangan

4 Intensifkan pendidikan atau KIE gizi

sehingga setiap ibu hamil memahami

pentingnya tablet besi-folat dan merasa

membutuhkan untuk kesehatannya

10 Memberi prioritas pada pengembangan

MP-ASI lokal untuk anak-anak masyarakat

miskin

5 Menerbitkan Peraturan Daerah tentang

11 Pendidikan gizi tentang ASI Eksklusif perlu

Page 42: Susunan HPK

41

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

No Kegiatan No Kegiatan

peredaran garam beriodium agar sasaran

cakupan rumah tangga yang

menkonsumsi garam beriodium yang

memenuhi syarat dapat meningkat

disertai pendidikan tentnag MP-ASI

6 Pemberian pil besi pada ibu hamil di

daerah endemik malaria harus dilakukan

secara berhati-hati

12 Melakukan penelitian pengetahuan, sikap

dan perilaku (KAP) tentang MP-ASI di

berbagai kelompok sosial masyarakat

D.4 Kegiatan Dalam Rangka Intervensi Gizi Sensitif

Kegiatan dalam rangka intervensi gizi sensitif diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 7. Intervensi Gizi Sensitif

No Kegiatan No Kegiatan

1 Perencanaan terpadu untuk menentukan

prioritas lokasi pembangunan

infrastruktur air bersih dan sanitasi

9 Evaluasi bersama tentang hal-hal positip

dan negatip pengalaman program Gizi-KB

di UPGK

2 Mencegah kejadian luar biasa diare

karena akan berdampak pada

peningkatan kejadian kurang gizi akut

10 Penegakan hukum terhadap adanya

pelanggaran peraturan SNI wajib ,

terutama yodisasi garam

3 Peningkatan pendidikan kesehatan

tentang perilaku hidup bersih

11 Peningkatan advokasi kepada pemerintah

daerah yang tingkat konsumsi garam

iodiumnya masih sangat rendah

4 Menjamin nilai tukar ("term of trade")

produk pertanian dan perkebunan yang

menguntungkan petani kecil

12 Pendidikan tentang Gizi Seimbang

menjadi topik ajaran dan bahasan utama

ditiap acara pendidikan atau KIE Gizi

dengan sasaran utama adalah guru SD

dan jurnalis

5 Menghidupkan kembali program

pemanfaatan tanaman pekarangan dan

kebun sekolah dikaitkan dengan

program makanan tambahan anak

sekolah (PMTAS)

13 Pendidikan persiapan perkawinan yang

sehat ditinjau dari usia, kesehatan dan

budaya melalui program kerjasama

Kementerian Kesehatan dengan

Kementerian Agama, dan Dalam Negeri

6 Lebih mengefektifkan bantuan beras

RASKIN sehingga tiap keluarga dapat 15

kg beras seperti yang direncanakan,

dengan prioritas keluarga yang ada ibu

hamil dan menyusui

14 Memberikan kewenangan kepada

Puskesmas untuk memeriksa kesehatan

calon pengantin agar bebas dari

kekurangan gizi (kurus dan atau anemi)

7 Mengupayakan akses pangan pada

kelompok rawan pangan, khususnya ibu

hamil dan menyusui, dan baduta serta

remaja perempuan antara lain dengan

program keluarga harapan

15 Membahas sinkronisasi UU Perkawinan

dan UU Perlindungan Anak yang

melibatkan anggota DPR, alim ulama,

pakar kesehatan dan budaya

8 Meningkatkan produksi sayur dan buah

untuk mencukupi kebutuhan vitamin,

mineral dan serat dalam rangka

diversifikasi pangan

16 Menjamin pembangunan infrastruktur

perdesaan termasuk irigasi dan

penyediaan air bersih dan sanitasi

Page 43: Susunan HPK

42

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

IV MONITORING DAN EVALUASI

GERAKAN 1000 HPK

Page 44: Susunan HPK

43

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

BAB IV.

MONITORING DAN EVALUASI GERAKAN 1000 HPK

A. Indikator Proses

Indikator proses merupakan indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan proses

pelaksanaan Gerakan 1000 HPK. Indikator proses tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:

Tabel 8. Indikator Proses

Indikator 1:

Meningkatkan partisipasi

pemangku kepentingan

dalam berbagi

pengalaman pelaksanaan

Indikator 2:

Terjaminnya

kebijakan yang

koheren dan adanya

kerangka legalitas

program

Indikator 3:

Menyelaraskan

progra-program

sesuai dengan

Kerangka Program

Gerakan 1000 HPK

Indikator 4:

Teridentifikasinya

sumber2 pembiayaan

1. Adanya komitmen

tertulis untuk

bergabung dalam

Gerakan 1000 HPK

Global

1. Direviewnya

kebijakan, rencana

dan strategi yang

ada

1. Teridentifikasinya

program2 gizi-

spesifik dan gizi-

sensitif

1. Terselesaikannya

kerangka

pembiayaan spesifik

gizi

2. Terbentuknya Gugus

Tugas Gerakan 1000

HPK

2. Finalisasi review

kebijakan

2. Didiskusikannya

kerangka program

dan hasil dari

Gerakan 1000 HPK

yang akan dicapai

2. Dipahaminya

sumber2

pembiayaan untuk

perbaikan gizi antar

sector

3. Berfungsinya Gugus

Tugas Gerakan 1000

HPK secara efektif

3. Peraturan dan

kebijakan di

validasi dan

disetujui

3. Disepakatinya

Kerangka Program

Gerakan 1000 HPK

dan

diidentifikasinya

kesenjangan

3. Mobilisasi dan

harmonisas sumber

pembiayaan untuk

mendukung

kegiatan prioritas

4. Dicapainya komitmen

politik tingkat tinggi

untuk Gerakan 1000

HPK

4. Dilaksanakannya

Kebijakan dan

berbagai peraturan

secara efektif untuk

meningkatkan

keadaan gizi

masyarakat

4. Diatasinya

kesenjangan

melalui upaya

bersama

4.Teridentifikasi

kesenjangan sumber

pembiayaan

B. Indikator Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif

Dibawah ini diuraikan beberapa indikator intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif

yang perlu dipantau yaitu sebagai berikut:

Page 45: Susunan HPK

44

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Indikator kinerja spesifik dan indikator sensitif pada dasarnya adalah indikator proses yang

berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap status gizi dan indikator output.

Indikator spesifik yang digunakan dalam panduan ini adalah sekumpulan indikator yang

direkomendasikan oleh Lancet/SUN yang secara rinci mengevaluasi ketersediaan

program/kegiatan dan pencapaian kinerja penurunan masalah gizi tertentu yang

penanganan masalahnya dilaksanakan oleh sektor kesehatan yang bertujuan untuk

mengatasi penyebab-penyebab langsung masalah gizi kurang/gizi lebih. Indikator sensitif

adalah sekelompok indikator yang mengindikasikan proses yang dilaksanakan oleh sektor-

sektor di luar kesehatan, secara tidak langsung mempengaruhi output (status gizi).

B.1 Indikator Spesifik

Indikator spesifik untuk menilai pencapaian intervensi gizi spesifik, diuraikan pada

tabel berikut.

Tabel 9. Indikator Spesifik

Kegiatan Indikator

Ibu Hamil

a. Perlindungan terhadap

kekurangan zat besi, asam

folat dan kekurangan

energi dan protein kronis

% cakupan Suplementasi besi-folat

% cakupan Supplemen ibu dengan zat gizi mikro

% ibu hamil mengkonsumsi energi < 70% AKG)

% Ibu hamil terkespose asap rokok (perokok pasif)

Jumlah inisiasi Menyusui Dini dan ASI Ekslusif termasuk konseling

KB

b. Perlindungan terhadap

kekurangan Iodium

% ibu mengkonsumsi garam beriodium

c. Perlindungan ibu hamil

terhadap malaria

% cakupan ibu hamil mendapat pengobatan malaria

% Kelambu berinsektisida

Ibu Menyusui

ASI Ekslusif

% cakupan Promosi ASI perorangan dan kelompok

% cakupan sasaran ter-ekspos KIE Gizi

Anak Umur 0 – 23 bulan

Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI), imunisasi, zat gizi

mikro

% Cakupan KIE Pemberian MP-ASI

% cakupan Pemberian MP-ASI anak usia > 6 bulan;

% anak memperoleh akses garam beriodium

% cakupan Management Zinc pada diare

% cakupan Penanganan gizi buruk akut pada anak baduta

% cakupan Suplementasi Vitamin A

% cakupan baduta yang mengkonsumsi sprinkle;

% cakupan Pengobatan kecacingan;

% penurunan prevalensi kecacingan

% cakupan program PKH

% cakupan Pemberian kelambu berinsektisida

% Cakupan imunisasi dasar

Page 46: Susunan HPK

45

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

B.2 Indikator Sensitif

Indikator sensitif untuk menilai pencapaian intervensi gizi sensitif, diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 10. Indikator Sensitif

Kegiatan Indikator

Penyediaan Air Bersih dan

Sanitasi

% cakupan Akses terhadap air bersih

Persentase sanitasi yang layak

% cakupan Cuci tangan dan PHBS;

Ketahanan Pangan dan Gizi

Persentase penduduk dengan konsumsi Kkal

Persentase rumahtangga rawan pangan

tingkat Konsumsi Energi/kapita/hari;

tingkat Konsumsi Protein/kapita/hari;

Keluarga Berencana

Angka pemakaian kontrasepsi/CPR bagi perempuan menikah usia

15 – 49 tahun

Persentase angka kelahiran

Jaminan Kesehatan Masyarakat

Persentase penduduk yang miskin yang tercakup program

kesehatan

Persentase puskesmas yang memebrikan pelayanan kesehatan

dasar bagi penduduk miskin

Persentase rumah sakit yang memberikan pelayanan rujukan bagi

penduduk miskin

Jaminan Persalinan Dasar

Persentase ibu hami hamil yang mendapatkan penggantian biaya

persalinan melalui jampersal

Fortifikasi Pangan

Persentase penduduk yang menikmati produk pangan difortifikasi

Jumlah jenis produk pangan yang difortifikasi

Pendidikan Gizi Masyarakat

Meningkatnya materi KIE untuk sosialisasi dan advokasi

Meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap perilaku hidup

bersih dan sehat

Remaja Perempuan

usia menikah pertama anak perempuan

Jumlah remaja yang mengalami kehamilan

Pengentasan Kemiskinan

Menurunnya persentase penduduk yang hidup di bawah garis

kemiskinan nasional

C. Indikator Hasil

Indikator hasil merupakan indikator yang digunakan untuk menilai dampak pelaksanaan Gerakan

1000 HPK pada akhir tahun 2015. Indikator hasil tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:

Tabel 11. Indikator Hasil

No Indikator

1 Menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40 persen

2 Menurunkan proporsi anak balita yang menderita kurus (wasting) kurang dari 5 persen.

3 Menurunkan anak yang lahir berat badan rendah sebesar 30 persen.

4 Tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih.

5 Menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50 persen.

6 Meningkatkan prosentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan paling kurang

50 persen.

Page 47: Susunan HPK

46

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

D. Kelembagaan dan Mekanisme Monitoring dan Evaluasi

Mekanisme monitoring dan Evaluasi program kerja Gerakan 1000 HPK disajikan pada uraian

di bawah ini.

D.1 Kelembagaan

Leading sektor untuk pelaksanaan gerakan/program 1000 HPK adalah Badan

Perencanaan pembangunan Nasional (BAPPENAS), khususnya kedeputian Sumberdaya

Manusia. Koordinasi perencanaan dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan

di unit ini, sedangkan teknis monitoring dan evaluasi dapat dilakukan oleh masing-

masing lembaga pemerintah (LPD, LNPD) maupun pihak lain yang ditunjuk dengan

mengacu pada indikator yang telah ditetapkan. Bila dipandang perlu pelaksana

monitoring dan evaluasi dapat mengembangkan indikator baru untuk memperkaya hasil

monitoring dan evaluasi bagi perbaikan dan atau pengembangan program 1000 HPK di

masa mendatang.

Untuk menghasilkan data dan informasi yang dibutuhkan, dibentuk gugus tugas

monitoring dan evaluasi yang beranggotakan para pakar lintas sektor dan lintas disiplin

yang bertugas merumuskan instrument minitoring dan evaluasi, mengumpulkan dan

atau mengkoordinasikan pengumpulan data dan informasi serta melakukan analisis untu

menghasilkan rekomendasi dan kebijakan yang diperlukan. Gugus tugas dilengkapi

dengan seperangkat fasilitas yang dibutuhkan untuk mengembangkan pangkalan data-

base Gerakan 1000 HPK, melakukan analisis data dan perumusan kebijakan, baik dalam

bentuk fasilitas teknologi informasi, perangkat lunak, maupun data-data hasil kajian dari

unit kerja yang telah ada (Riskesdas, Susenas, dll).

D.2 Mekanisme

a. Untuk program/kegiatan rutin yang dilaksanakan di unit kerja (LPD, LNPD, Pemda,

unit kerja lain) monitoring dan evaluasi menyatu dalam program kerja yang ada,

namun indikator yang digunakan sekurang-kurangnya harus mengacu pada indikator

kinerja kunci program Gerakan 1000 HPK yang telah ditetapkan. Sumber informasi

dikumpulkan melalui supervisi, survey atau studi yang sudah ada atau dirancang

khusus untuk monitoring dan evaluasi pencapaian Gerakan 1000 HPK;

b. Untuk program-program kegiatan yang baru yang belum ada dalam kegiatan rutin

unit kerja (LPD, LNPD, Pemda, unit kerja lain) monitoring dan evaluasi dikembangkan

dan dikoordinasikan dibawah Kedeputian Sumberdaya Manusia di Bappenas dengan

mengacu pada indikator kinerja kunci yang telah ditetapkan.

c. Monitoring Input dan Proses dilakukan tiap semester (setahun dua kali), sedangkan

monitoring output (indikator sensitif dan spesifik) dan hasil akan dilakukan tahunan

hingga tiga tahun sekali

E. Hambatan, Risiko, Mitigasi

Dalam implementasi Gerakan 1000 HPK perlu diidentifikasi kemungkinan terjadinya

hambatan, risiko dan bagaimana cara mengatasinya, seperti uraian dibawah ini:

E.1 Hambatan

1. Tidak adanya pemahaman dan komitmen yang sama tentang masalah gizi faktor

penyebab dan akibat buruk yang dapat ditimbulkan dari pemangku kepentingan.

2. Meningkatnya kebutuhan dan harapan masyarakat dari investasi yang dilakukan.

Page 48: Susunan HPK

47

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

3. Meningkatnya kebutuhan pembiayaan untuk mendukung program-program sosial

lainnya seperti program pendidikan, kesehatan, perdagangan sehingga terjadi

persaingan untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah.

4. Kurang jelasnya dan kurang diterimanya cara pendekatan multisektor untuk

menangani program perbaikan gizi secara efektif.

E.2 Risiko

Beberapa risiko yang akan menyebabkan tidak berhasilnya Gerakan 1000 HPK, antara lain

sebagai berikut:

1. Kegagalan untuk penggalangan sumber daya untuk program perbaikan gizi.

2. Gerakan 1000 HPK gagal untuk memprioritaskan perbaikan gizi yang efektif.

3. Nilai tambah dari Gerakan 1000 HPK tidak dipahami.

4. Ketidakberhasilan dalam memfokuskan kegiatan dan mencapai hasilnya.

5. Ketidakberhasilan dalam bekerja secara sinergi dan kolektif.

6. Kegagalan gugus tugas dalam mengkoordinasikan dan memelihara komitmen

dalam upaya perbaikan gizi nasional.

7. Lemahnya persiapan untuk mengantisipasi faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi keadaan gizi.

8. Kurang mendalamnya perhatian terhadap isu kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan.

9. Berkurangnya perhatian terhadap masalah gizi jika terjadinya krisis financial global.

10. Kegagalan dalam menyampaikan persepsi gerakan 1000 HPK.

E.3 Mitigasi

Upaya mitigasi yang dapat dilakukan jika terjadi hambatan dan risiko dalam pelaksanaan

Gerakan 1000 HPK , antara lain sebagai berikut:

1. Ditunjukkannya hasil nyata dan impresif pada periode jangka pendek.

2. Disusunnya dokumen contoh Gerakan 1000 HPK yang telah berhasil.

3. Tanggung jawab kepada sektor terkait untuk menangani risiko khusus sesuai dengan

tugasnya sehingga risiko tersebut dapat dikelola secara efektif.

4. Disusunnya laporan detil setiap quarter untuk digunakan sebagai peringatan untuk

mendeteksi masalah secara dini.

5. Melibatkan pakar untuk memberikan advokasi tentang Gerakan 1000 HPK.

6. Menyusun prosedur untuk menjamin pemecahan isu secara pro aktif.

7. Melibatkan organisasi atau pakar nasional dan global tentang isu kesetaraan gender

dan pemerataan.

8. Mengundang orang yang berpengaruh untuk mendorong Gerakan 1000 HPK agar

lebih aktif jika terjadi stagnasi.

Page 49: Susunan HPK

48

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

V PENUTUP

Page 50: Susunan HPK

49

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

BAB V.

PENUTUP

Kerangka Kebijakan Gerakan 1000 HPK untuk akselerasi perbaikan gizi digunakan sebagai

pedoman dalam melakukan upaya peningkatan status gizi pada anak diawal kehidupannya.

Kebijakan ini akan digunakan secara terpadu oleh sektor pemerintah, akademisi, mitra

pembangunan, dunia usaha dan masyarakat. Diharapkan Kerangka Kebijakan Gerakan 1000

HPK dapat menjadi acuan bagi pemangku kepentingan dalam menyusun program terutama

untuk sasaran yang sudah ditetapkan yaitu ibu hamil, anak usia 0—23 bulan dan remaja

perempuan.

Page 51: Susunan HPK

50

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

DAFTAR PUSTAKA

1. Cesar G Victora, Linda Adair, Caroline Fall, Pedro C Hallal, Reynaldo Martorell, Linda Richter,

Harshpal Singh Sachdev, and for the Maternal and Child Undernutrition Study Group.

Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital.

Lancet 2008. Published online Jan 26. DOI: 10.1016/S0140-6736(07)61692-4

2. Barker DJP. Developmental Origins of Chronic Disease. Public Health 126 (2012) 185-9

3. Black RE, Allen LH, Bhutta ZA, et alfor the Maternal and Child Undernutrition Study Group.

Maternal and child undernutrition: global and regional exposures and health

consequences. Lancet 2008. Published online Jan 17. DOI: 10.1016/S0140-6736(07)61690-0.

4. Eriksson JG, Forsén TJ, Kajantie E, Osmond C, Barker DJP (2007) Childhood growth and

hypertension in later life. Hypertension 49:1415-1421.

5. M. T. Ruel (2008) Addressing the underlying determinants of undernutrition: Examples of

successful integration of nutrition in poverty-reduction and agriculture strategies, 21-29. In

SCN News No.36.

6. UNICEF (United Nations Children‘s Fund) (1990) Strategy for Improved Nutrition of Children

and Women in Developing Countries. Policy Review paper E/ICEF/1990/1.6, UNICEF:New

York.

7. Department for International Development (2011) Scaling up Nutrition: The UK‘s position

paper on under-nutrition, UKAID, London.

8. Ministry of Health, Indonesia, 2007, "RISKESDAS." National Health Survey

9. Dewey, K.G., and K.H .Brown, 2003, "Update on technical issues concerning complementary

feeding of young children in developing countries and implications for intervention

programs," Food and Nutrition Bulletin, 24: 5–28.

10. Kosuke Kawai , Donna Spiegelman , Anuraj H Shankar & Wafaie W Fawzi. Maternal

multiple micronutrient supplementation and pregnancy outcomes in developing countries:

meta-analysis and meta-regression, Bulletin of the World Health Organization 2011;89:402-

411B. doi: 10.2471/BLT.10.083758

11. Meera Shekar, Repositioning Repositioning Nutrition as Central to Development: A

Strategy for Large-Scale Action. World Bank, 2006, Washington D.C

12. Usha Ramakrishnan and Ray Yip Experiences and Challenges in Industrialized Countries:

Control of IronDeficiency in Industrialized Countries. J. Nutr. 132: 820S–824S, 2002

13. Mathuram Santosham, Aruna Chandran, Sean Fitzwater, Christa Fischer-Walker, Abdullah H

Baqui, Robert Black. Progress and barriers for the control of diarrhoeal disease. Lancet

2010; 376: 63–67

14. Soekirman, 2001, JAPCN )(HKI, 2011, The Global Food Price Crisi and HKI's Response

15. Sandra Huffman, 1992, Nutrition and Family Planning Linkages : What More Can be Done,

Center for Childhood Malnutrition, Bethesada, USA,

www.unsystem.org/scn/archieves/npp11/ch06.htm)

Page 52: Susunan HPK

51

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

16. Rae Golloway, 2011, Integrating Family Planning and Councelling on Nutrition for Children

6-23 months, in FP-MNCH-Nutrition Integration Technical Consultation March 30,2011,

USAID Washington

17. WHO , 2006, Guideline for Food Fortification)

18. WHO,2009, Recommendation for Flour Fortification, Manila Technical Meeting

19. Martianto, 2005, Report On Cooking oil Fortification with Vitamin A, a Pilot in Makassar, KFI

Publication

20. Keputusan Presiden RI No.69 Tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beriodium

21. Contento, IR, 2007, Nutrition Education : Lingking research, theory, and practice, Teacher

College, University of Colombia, New York.

22. IFPRI, 2000,The Life Cycle of Malnutrition : Eradicating Malnutrition and Income Growth,

IFPRI, Washington

Page 53: Susunan HPK

52

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

LAMPIRAN

Page 54: Susunan HPK

53

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Lampiran

Gambar 3.

Prevalensi Anak Balita (0-59 bulan) Pendek menurut

Tingkat Pengeluaran Orang Tua

Sumber: Litbang-Kemkes

Gambar 4.

Rata-Rata Tingkat Pengeluaran Per Kapita

Sumber: Litbang-Kemkes

Page 55: Susunan HPK

54

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Gambar 5.

Proporsi Berat Badan Lahir Dan Proporsi Masalah Gizi

Pada Bayi 0-6 Bulan, 2007-2010

Proporsi Barat Badan Lahir:2007-2010 Proporsi Pendek, Kurus, dan gemuk, 2010

Sumber: Litbang-Kemkes

Gambar 6

Proporsi Pendek, Kurus, Dan Gemuk Anak 7-24 Bulan, 2010

Sumber: Litbang-Kemkes

Page 56: Susunan HPK

55

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Gambar 7

Proporsi Ibu Hamil Kek Dan Prevalensi Stunting Pada Balita

Dari Ibu Usia 15-29 Tahun, 2010

Sumber: Litbang-Kemkes

Tabel 12

Jumlah Penduduk Dan Jumlah Stunting Menurut Kelompok Umur

Dan Jenis Kelamin, Tahun 2012

Kelompok

Umur

Penduduk Stunting

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

0-4 12.232.970 11.555.525 4.562.898 3.905.767

5-9 12.560.280 11.831.646 4.584.502 4.081.918

10-14 12.233.447 11.560.746 4.599.776 3.757.242

15-19 11.132.591 10.766.245 4.041.130 2.788.458

Jumlah 48.159.288 45.714.162 17.788.306 14.533.385

Sumber: Litbang-Kemkes

Page 57: Susunan HPK

56

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Gambar 8A

Rata-rata Tinggi Badan Anak Balita Indonesia: Laki-laki dan Perempuan

Dibanding Rata-rata Tinggi Badan Rujukan WHO

Sumber: Litbang-Kemkes

Gambar 8B

Tinggi Badan Rata-rata Anak Indonesia Usia 5-19 tahun: Laki-laki dan Perempuan

Dibanding Tinggi Badan Rata-rata Rujukan WHO

Sumber: Litbang-Kemkes

Page 58: Susunan HPK

57

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Gambar 9

Persentase Kehamilan Dan Melahirkan Pada Perempuan

Menikah 10-24 Tahun, 2010

Persen Kehamilan pada saat survei Persen pernah melahirkan 5 tahun terakhir

Sumber: Litbang-Kemkes

Gambar 10

Proporsi Gemuk Dan Gemuk-Pendek Usia Dewasa Menurut Jenis Kelamin, 2010

Persen Gemuk Persen Gemuk-Pendek

Sumber: Litbang-Kemkes

Page 59: Susunan HPK

58

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Gambar 11

Proporsi Hipertensi Pada Kelompok Kurus-Pendek

Dan Gemuk-Pendek Menurut Jenis Kelamin, 2007

Laki-laki Perempuan

Sumber: Litbang-Kemkes

Page 60: Susunan HPK

59

Kera

ng

ka K

eb

ijakan

Gera

kan

1000

Hari

Pert

am

a K

eh

idu

pan

Ucapan terimakasih :

Abas B. Jahari, Arum Atmawikarta, Atmarita, Dini Latief, Drajat Martianto, Endang L Achadi, Fasli Djalal, Hamam Hadi, Hardinsyah, Hidayat Syarief, Idrus Jus’at, Razak Thaha, Rachmi Oentoro, dan Soekirman,