LAPORAN KASUSRADIKULOPATI LUMBAL
Disusun Oleh :
Hanna Anggitya
2010730138
Pembimbing :
dr. Zaki, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI
BLUD RSU BANJAR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERISTAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
BAB IDATA KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. MUmur : 54 tahunJenis kelamin : PerempuanAlamat : BanjarsariAgama : IslamPekerjaan : PedagangStatus Perkawinan: MenikahTanggal masuk RS: 29 Mei 2015No. CM : 279xxx
II. SubjektifAnamnesa
Autoanamnesa
Keluhan Utama :Nyeri pinggang kiri
Keluhan Tambahan :Pusing, nyeri ulu hati dan mual
Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien mengeluhkan nyeri pinggang kiri sejak 5 hari SMRS. Keluhan
dirasakan ketika melakukan aktifitas seperti berjalan jauh, mengangkat benda berat, atau berjongkok. Rasa sakit juga sering timbul pada malam hari dan ketika pasien bangun tidur. Keluhan hilang ketika pasien berbaring. Rasa nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk di pinggang kiri dan menjalar hingga ke paha dan tungkai sebelah kiri sehingga pasien merasa kaki kiri menjadi lebih lemas dibanding kaki kanan. Keluhan disertai adanya kesemutan dan baal pada tungkai kiri. Keluhan ini mengganggu aktifitas sehari-hari karena pasien menjadi sulit berjalan karena kaki terasa lemah dan nyeri. Selain itu pasien juga mengalami keluhan nyeri ulu hati, mual dan pusing yang dirasakan 2 hari SMRS. Pusing terasa nyut- nyutan dan
pusing hilang timbul. Tidak terdapat keluhan BAK dan BAB. Tidak terdapat keluhann demam, batuk lama, berkeringat malam, dan berkurnganya berat badan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan pada bulan Oktober 2014 pernah dirawat dengan keluhan yang sama. Hipertensi (+)
Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama tetapi ibu Os riwayat
hipertensi
Riwayat PengobatanPasien mengatakan biasanya mengkonsumsi obat yang diberikan oleh dokter
spesialis saraf tetapi 1 bulan ini pasien tidak control ke poli saraf.
Riwayat PsikososialPasien bekerja sebagai penjual bensin dan tiap harinya mengangkat drigen
minyak yang beratnya ± 30 liter. Pasien juga mengatakan jarang mengkonsumsi susu tinggi kalsium.
Riwayat AlergiRiwayat Alergi (-)
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : ComposmentisTanda Vital
TD : 180/100 mmHgNadi : 88 x/menitRR : 20 x/menitSuhu : 36,5°C
IV. Status GeneralisKepala dan Leher
Kepala : NormochepalMata : pupil isokor, CA (-/-), SI (-/-), refleks cahaya (+/+)Hidung : deviasi (-), sekret (-)Mulut : Mukosa bibir tidak kering, tidak terdapat kelainan
Telinga : Bentuk normal, sekret(-/-)Leher : peningkatan JVP (-/-), pembesaran KGB (-)Tiroid : Tidak teraba membesar
ThoraxJantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihatPalpasi : iktus kordis teraba pada ICS 5 midclaviculaPerkusi : tidak dilakukanAuskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru Inspeksi : simetris, retraksi (-/-)Palpasi : Vokal fremitus kanan=kiriPerkusi : SonorAuskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan AbdomenInspeksi : Bentuk datarPalpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak terabaPerkusi : TymphaniAuskultasi : BU (+) normal
Pemeriksaan EkstremitasAtas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)Bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)
V. Status neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
Tanda rangsang meningeal
- Kuduk Kaku : (-)- Laseque : kanan : > 70o (-) kiri : >70o (+)- Kernig : kanan : > 130o(-) kiri : > 130o (+)- Brudzinski I, II, III, IV : (-)
Saraf Cranial
N.I Penciuman : Normosia
N.II Ketajaman penglihatan : Kanan : Baik
Kiri : Baik
Lapang pandang : Kanan : Normal
Kiri : Normal
Refleks cahaya : Kanan : +
Kiri : +
Funduskopi : Tidak dilakukan
N.III,IV,VI ptosis : -/-
pupil : bulat isokor Ø 3mm
refleks cahaya langsung : +/+
refleks cahaya tidak langsung : +/+
posisi mata : Simetris
gerak bola mata : Baik kesemua arah
N.V Menggigit : normal
Membuka mulut : normal
refleks kornea : +/+
N.VII angkat alis mata : Simetris
Menutup mata kuat : Baik
Plika nasolabialis : Simetris
Rasa Kecap 2/3 depan lidah : tidak dilakukan
N.VIII Tes Bisik : Baik
Tes Rinne : Tidak dilakukan
Tes Weber : Tidak dilakukan
Tes Schawbach : Tidak dilakukan
Tes Romberg : Baik
N.IX,X Daya kecap lidah 1/3 belakang : normal
Menelan : normal
Uvula : terletak ditengah
Refleks muntah : normal
N.XI Angkat bahu : normal
Menoleh kanan /kiri : normal
N.XII Deviasi (-), Fasikulasi (-), Atrofi (-)
Motorik
Anggota badan atas : 5/5
Anggota badan bawah : 5/4
Tonus : normal
Atrofi : -
Fasikulasi : -
Sensorik
Kanan Kiri
Sensasi raba Baik menurun
Perbedaan suhu Baik Baik
Propioseptif Normal Normal
Refleks Fisiologis
- Biseps : +/+
- Triseps : +/+
- Brachioradialis : +/+
- Patella : +/ +
- Achilles : +/ +
Refleks Patologis
- Babinski : -/-
- Chaddock : -/-
- Gordon : -/ -
- Oppenheim : -/ -
Fungsi Vegetatif
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Fungsi Luhur
MMSE : 25
V. Pemeriksaan PenunjangNa : 139 mmol/l GDS : 110 mg/dlK : 4,2 mmol/l LDL : 130 mg/dlKlorida : 105 mmol/l HDL : 29 mg/dlHb : 12,5 gr/dl Kolesterol : 192 mg/dlHt : 40,3 % Asam Urat : 5,1 mg/dlLeukosit : 8,5 ribu/mm3 Trigliserida : 163 mg/dlTrombosit : 412 ribu/mm3 SGOT : 17 U/lUreum : 17,3 mg/dl SGPT : 16 U/lCreatinin: : 0,66 mg/dl
VI. Resume
Pasien mengeluhkan nyeri pinggang kiri sejak 5 hari SMRS. Nyeri dirasakan ketika aktifitas seperti berjalan jauh, mengangkat benda berat, atau berjongkok. Rasa sakit juga sering timbul pada malam hari dan ketika pasien bangun tidur. Keluhan hilang ketika pasien berbaring. Rasa nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk di pinggang kiri dan menjalar hingga ke paha dan tungkai sebelah kiri. Pasien merasa kaki kiri menjadi lebih lemah dibanding kaki kanan. Keluhan disertai adanya kesemutan dan baal pada tungkai kiri. nyeri ulu hati, mual dan pusingdirasakan 2 hari SMRS.
Pemeriksaan Fisik Kesadaran : CMLaseque : -/+Kernig : -/+Motorik : Anggota badan bawah :5/4
Hemihipestesi sinistra
VII. Diagnosa
Radikulopati lumbal + Hipertensi grade II
VIII. Penatalaksaan
Infus RL + Tramadol 2 ampul
Mecobalamin 1 ampul
Amitriptylin 0-0-1/2
Alpentin 2 x 100mg
Omeprazole 2x1
Captopril 2x 25mg
IX. Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
- Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
RADIKULOPATI
A. Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan
struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
Gambar 2. Struktur Medulla Spinalis
Gambar 3. Dermatom
Hal ini berguna untuk mengingat bahwa :
- Struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal
- Belakang kepala, servikal ke-2
- Leher, servikal ke-3
- Area diatas pundak, servikal ke-4
- Area deltoid, servikal ke-5
- Lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6
- Telunjuk dan jari tengah , servikal ke-7
- Jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8 dan torakik
ke-1
- Puting, torakik ke-5
- Umbilicus, torakik ke-10
- Selangkangan, lumbal ke-1
- Sisi medial lutut, lumbal ke-3
- Jari kaki besar, lumbal ke-5
- Jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1
- Belakang paha, sakrum ke-2
- Area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5
B. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses kompresif,
proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya proses
patologis.
1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah :
a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Dislokasi traumatik
c. Fraktur kompresif
d. Skoliosis
e. Tumor medulla spinalis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
h. Spondilolistesis dan Spondilolisis
i. Stenosis spinal
j. Spondilitis tuberkulosis
k. Spondilosis servikal
2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :
a. Guillain – Barré syndrome
b. Herpes Zoster
3. Proses Degeneratif
Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah
Diabetes Mellitus.
C. Tipe-tipe Radikulopati
1. Radikulopati Lumbal
Radikulopati lumbal merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang
disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati lumbar sering
juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri punggung bawah (low back
pain) sering didapatkan.
2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan
kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati servikal
seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
3. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada daerah
lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan sakit pada
spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi
herpes zoster.
D. Patofisiologi
1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih sering
terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk menahan
bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya lebih
besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal
seperti pada masa remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi
atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke
posterior, medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus
fibrosus.
Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks.
Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan
riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat
terbentuk osteofit. Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan,
kemudian terjadi penebalan dari ligamentum flavum.
Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra
lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk
“trefoil axial shape”. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses
penuaan. Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia
tua.
Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan
degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.
a. Herniated Nnucleus Pulposus (HNP) atau Herniasi Diskus
Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed
atau protruded disc, diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri tungkai
berulang. Herniasi nukleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu waktu mengalami
perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan kalsifikasi. HNP kebanyakan
terjadi diantara vertebra L5-S1, jarang terjadi pada L4-L5, L3-L4, L2-L3, L1-L2, dan
vertebra torakal. Frekuensi yang sering juga terjadi pada vertebra C5-C6 dan C6-C7.
Penyebabnya biasanya ialah trauma fleksi, tetapi pada beberapa kasus bias juga tanpa
adanya trauma.
Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi diskus intervertebralis, yang mana
meningkat sesuai dengan peningkatan umur, dapat mengenai daerah servikal dan lumbal
pada penderita yang sama.
Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun dan kejadian tersering ialah
pada usia 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun, frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki
dua kali lipat kemungkinan untuk menderita HNP dibandingkan wanita. Nukleus pulposus
yang menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya terjadi pada satu sisi
dorsolateral atau sisi lainnya (terkadang pada bagian dorsomedial) akan menyebabkan
penekanan pada satu atau lebih radiks saraf.
b. Dislokasi Traumatik
Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan
menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan penyempitan
foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang berdekatan mengalami iritasi dan
kompresi di dalam kanalnya dengan gejala-gejala radikuler.
c. Fraktur Kompresif
Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau
penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
akan menimbulkan defisit neurologi.
d. Skoliosis
Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri
punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan torakolumbal.
Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif pada sendi faset lengkungan itu
sendiri.
e. Tumor Medulla Spinalis
Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda ekuina.
Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim yang
terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor ini timbulnya lambat, hanya
sebagian kecil yang berasal dari konus, sebagian besarnya ialah berasal dari filum terminale
yang kemudian mengenai radiks saraf.
Selain ependioma, terdapat tumor primer intraspinal yang sering ditemukan yang
terdiri dari sel-sel Schwann atau disebut dengan schwannoma. Schwannoma merupakan
tumor ekstramedular intradural dan dapat muncul dari saraf spinal pada setiap level.
Tersering muncul dari radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri radikuler.
Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosis diketahui dengan benar.
f. Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil
metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid, ginjal,
lambung, dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40 tahun. Dapat
menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri punggung.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan
tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat berasal
dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut menyebabkan
destruksi tulang dengan akibat “wedge shape” atau kolaps pada vertebra yang terkena, satu
atau beberapa radiks akan ikut terlibat.
g. Spondilosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia
bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang terdiri dari
dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah dari annulus
fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir
tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan
rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi dan menyempitkan
foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit.
Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat
timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot dan
gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral dari korpus
vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada
daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom kauda ekuina
dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta hilangnya kontrol sfingter.
Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat terjadi dimana pasien mengeluh
nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri atau berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.
h. Spondilolitesis dan Spondilolisis
Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus vertebra terhadap
korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi pada spondilolisis, yaitu suatu
kondisi dimana bagian posterior unit vertebra menjadi terpisah, menyebabkan hilangnya
kontinuitas antara prosesus artikularis superior dan inferior. Spondilolistesis diduga
disebabkan oleh fraktur arkus neural segera setelah lahir, walaupun ini jarang simtomatis
sampai dewasa; usia rata-rata pasien yang mencari pengobatan adalah 35 tahun. Lokasi
yang paling sering dari keterlibatan adalah L5, yang mengalami subluksasi terhadap
sakrum. Yang lebih jarang ialah terjadi akibat penyakit degeneratif tulang belakang, ini
biasanya meliputi L5 atau L4.
Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia
yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan ekstensi.
Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat kompresi radiks
saraf kurang sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda ekuina dapat terkena
kompresi.
i. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin
terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi sendi faset,
atau ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga menekan saraf yang
mengandung beberapa radiks.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena
kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik. Kebanyakan
kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.
2. Proses Kompresif pada Torakal dan Lumbal Spinalis
Spondilitis Tuberkulosa
Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra
yang sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering
terinfeksi dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri radikuler yang
dikenal sebagai nyeri interkostalis.
Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai setelah terjadinya fase hematogen atau
reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan
penyebaran berlangsung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam
korpus vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam korpus, arteri ini
berakhir sebagai “end artery” (tanpa anastomosis), sehingga perluasan infeksi korpus
vertebra sering dimulai pada daerah paradiskal.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan
peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada perivertebral. Vena
dari korpus keluar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomosis dengan vena dasar
otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena pelvis. Aliran retrograde yang dapat
terjadi akibat perubahan tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil
menyebar dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena tersebut.
Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar
sepanjang ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang
berdekatan. Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi sehingga
pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat trauma, sedangkan pada bentuk
paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi, dan nekrosis diskus. Pada bentuk anterior,
terjadi destruksi dari korpus di bagian anterior sehingga korpus vertebra menjadi bentuk
baji dan pada pasien terlihat adanya “gibbus formation” apabila proses ini telah berjalan
lama. Gangguan neurologis yang terjadi pada fase awal adalah akibat penekanan oleh pus,
perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang muncul.
Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri menjalar sesuai saraf
yang terkena.
3. Proses Kompresif pada Servikal
a. Spondilosis Servikal
Seiring dengan bertambahnya usia terjadi pula perubahan degeneratif pada tulang
punggung, seperti dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus, serta penonjolan annulus fibrosus
ke segala arah. Annulus menjadi kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir
korpus vertebral seperti osteofit, dengan penyempitan rongga intervertebral. Dapat
mengenai satu atau beberapa radiks, unilateral atau bilateral, namun keluhannya tidak
sehebat herniasi diskus.
b. Herniated nucleus pulposus (HNP)
Mekanisme herniasi diskus di servikal sama seperti pada bagian lumbal. Namun
insidensinya 15 kali lebih jarang dibandingkan HNP di daerah lumbar. Nyeri yang terasa
menjalar sepanjang lengan, yang dinamakan brakialgia, akibat lesi iritatif di radiks
posterior C4-T1.
c. Proses Inflamasi
1. Guillain – Barré syndrome
Guillain-Barré syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang mana
menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari kelainan ini derajatnya
bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan pada kedua tungkai kaki. Dalam
banyak kasus kelemahan simetris dan sensasi abnormal menyebar ke lengan dan tubuh
bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan intensitas sampai otot-otot tertentu tidak dapat
digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien GBS hampir mengalami lumpuh total. Dalam
kasus-kasus gangguan yang mengancam kehidupan, berpotensi mengganggu pernapasan
dan pada saat yang bersamaan, dengan gangguan tekanan darah atau denyut jantung, dapat
dianggap sebagai kegawatdaruratan medis. Pasien GBS sering memakai ventilator untuk
membantu pernapasan dan diawasi dengan ketat untuk masalah seperti detak jantung yang
tidak normal, infeksi, pembekuan darah, dan tekanan darah tinggi atau rendah.
Guillain-Barré dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada usia
berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap gangguan tersebut.
Sindrom ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang sekitar satu orang dalam 100.000
populasi. Biasanya Guillain-Barré terjadi beberapa hari atau minggu setelah pasien
memiliki gejala infeksi virus pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang operasi akan
memicu sindrom. Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat meningkatkan risiko GBS.
Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang selama
beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai tahap kelemahan
terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul. Gejala-gejala yang dapat timbul
pada pasien GBS adalah kehilangan sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa
terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah.
Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau dari
luar ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang bervariasi. Pada pasien GBS
parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan melemahkan otot-otot pernapasan
sehingga diperlukan ventilator untuk menjaga pasien agar tetap bertahan. Kondisi pasien
dapat bertambah parah karena kemungkin terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat
berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan saluran
pernapasan. Kematian umumnya terjadi karena kegagalan pernapasan dan infeksi yang
ditimbulkan.
Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang
menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Biasanya sel-sel dari
sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material asing dan organisme yang masuk tubuh
atau kita sebut sebagai antigen. Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh mulai
menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson dari saraf perifer, atau bahkan
menyerang akson itu sendiri.
Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer “yang injuri atau rusak”, saraf
tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot mulai kehilangan
kemampuan mereka untuk merespon perintah otak, perintah yang harus dilakukan melalui
jaringan saraf. Otak juga menerima sinyal sensorik lebih sedikit dari seluruh tubuh, yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk merasakan tekstur, panas, nyeri, dan sensasi
lainnya. Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang tidak tepat yang
mengakibatkan kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri. Karena sinyal menuju dan
dari lengan serta kaki harus melakukan perjalanan jarak terpanjang mereka yang paling
rentan terhadap gangguan, sehingga kelemahan otot dan sensasi kesemutan biasanya
pertama kali muncul di tangan dan kaki kemudian mulai dirasakan kebagian atas tubuh.
Ketika Guillain-Barré didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka kemungkinan
virus atau bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam sistem saraf sehingga sistem
kekebalan tubuh memperlakukan mereka sebagai sel asing. Hal ini juga memungkinkan
bahwa virus membuat sistem kekebalan tubuh menjadi kurang mengenali sel myelin dan
akson sebagai sel tubuhnya sendiri , yang memungkinkan beberapa sel-sel kekebalan,
seperti beberapa jenis limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang
tersensitisasi bekerja sama dengan limfosit B untuk memproduksi antibodi terhadap
komponen selubung mielin dan dapat berkontribusi pada kerusakan myelin.
2. Herpes Zoster
Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau lebih ganglia vertebra
posterior atau ganglia sensoris kranial, kemungkinan karena partikel virus yang menetap
dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode awal varicella. Hal ini
menyebabkan rasa sakit dan temuan karakteristik kutaneus sepanjang dermatom sensoris
yang sesuai dari ganglia yang terlibat. Jarang melibatkan sel kornu anterior dan posterior,
leptomeninges, dan saraf perifer, jarang dengan adanya kelemahan otot atau kelumpuhan,
pleocytosis (terdapat 20-50 limfosit) cairan spinal, dan / atau kehilangan sensori. Jarang
terjadi myelitis, meningitis, atau ensefalitis, keterlibatan visceral mungkin juga terjadi.
3. Proses Degeneratif
a. Penyakit Diabetes Mellitus
Pasien DM merupakan predisposisi dari berbagai macam gangguan saraf perifer
berupa “peripheral neuropathy” yang cenderung progresif dan ireversibel. Keluhan pada
pasien DM terutama ialah polineuropati distal sensoris yang simetris.
Mekanisme biokimia yang berkontribusi penting dalam perkembangan bentuk-
bentuk simetris paling umum dari polineuropati diabetes kemungkin besar meliputi jalur
poliol, produk akhir glikasi lanjut, dan stres oksidatif.
Gejala Neuropati Diabetik adalah:
a. Gejala Sensoris
Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi stoking-
dan-sarung tangan (stocking-and-glove distribution) di ekstremitas distal. Gejala sensorik
mungkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala sensorik negatif termasuk baal atau
mati rasa, yang mana pasien dapat menggambarkannya seperti mengenakan sarung tangan
atau kaus kaki. Kehilangan keseimbangan, terutama dengan mata tertutup, dan luka tanpa
rasa sakit akibat hilangnya sensasi yang umum. Gejala positif dapat digambarkan sebagai
rasa terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk, kesemutan, perasaan seperti tersengat listrik,
sakit, adanya keketatan, atau hipersensitivitas terhadap sentuhan.
b. Gejala Motorik
Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa kelemahan
yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal meliputi gangguan koordinasi
halus pada tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci pintu. Kaki sering
terpeleset atau jatuh dan lecet kemungkinan merupakan gejala awal dari kelemahan kaki.
Gejala kelemahan anggota gerak bawah proksimal meliputi kesulitan menaiki atau meuruni
tangga, atau sulit bangun dari posisi duduk atau terlentang. Sedangkan gejala kelemahan
anggota gerak atas proksimal ialah kesulitan dalam mengangkat lengan atas.
E. Manifestasi Klinik Radikulopati
Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :
a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri
bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun
atau bahkan menghilang
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di radiks
posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang
lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai, dinamakan
iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus iskiadikus dan lanjutannya
ke perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi, karena segmen ini lebih
rigid daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen
torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.
1. Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Servikal
a. Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.
b. Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan pada
lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala tersebut, penderita
seringkali mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala.
c. Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius,
berkurangnya sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan atrofi
otot deltoid. Lesi ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan abduksi
dan eksorotasi lengan.
d. Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan menjalar
hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1 dan bagian
lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya
refleks biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.
e. Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri bahu, area pektoralis dan medial aksila,
posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan ke-3, atau
seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2, ke-3, dan juga
jari pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan otot
pektoralis.
f. Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah.
Lesi ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari ke-4
dan 5 (seperti pada gangguan nervus ulnaris).
Gambar 4. Representatif dermatom saraf cervical
2. Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Lumbal
a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha,
betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers (seperti :
batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi).
b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita
sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya
dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang
berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang
sehat, meletakkan tangannya di punggung, menekuk tungkai yang terkena
(Minor’s Sign). Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita
merasa nyaman dengan berbaring terlentang disertai fleksi sendi coxae dan
lutut, serta bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal.
Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika
berbaring.
Gambar 5. Minor’s Sign
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot
punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis
torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang
sakit, dan panggung akan bungkuk ke depan dan kearah yang sakit untuk
menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat
berat, pasien akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan
bertumpu pada jari kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan stretching pada
saraf, sehingga memperburuk nyeri). Pasien membungkuk ke depan, berjalan
dengan langkah kecil dan semifleksi sendi lutut, disebut Neri’s Sign.
d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini
merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus
iskiadikus.
f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang
terjadi.
g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang
unilateral. Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan
gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan
buang air besar.
Gambar 6. Dermatom Saraf Lumbal
F. An
am
nes
is
Riwayat Penyakit
a. Radikulopati Servikal
Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk
menegakkan diagnosis dari radikulopati servikal. Pemeriksa harus mengajukan pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut :
a. Pertama, apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa (baal),
kelemahan otot), dan lokasi dari gejala?
Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan tingkat nyeri
yang dirasakan oleh pasien.
Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam memberikan suatu
tinjauan singkat pola nyeri pada pasien.
b. Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau meringankan
gejalanya? Informasi ini dapat membantu baik untuk mendiagnosis maupun
dalam penatalaksanaannya.
c. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya, kapan
terjadinya, seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa yang dilakukan
pada saat itu?
d. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya atau nyeri
leher yang terlokalisir?
e. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal, seperti
perubahan gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih, atau perubahan
sensoris atau kelemahan pada ekstremitas bawah?Apa pengobatan sebelumnya
yang telah dicoba oleh pasien (baik berupa resep dokter atau mengobati sendiri):
• Penggunaan dari es dan/atau penghangat
• Obat-obatan (seperti : acetaminophen, aspirin, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs [NSAIDs])
• Terapi fisik, traksi, atau manipulasi
• Suntikan
• Operasi
f. Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien, pekerjaan,
dan penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol.
g. Kekhasan pasien dengan radikulopati servikal ialah datang dengan mengeluh
adanya ketidaknyamanan pada leher dan lengan. Ketidaknyamanan tersebut
dapat berupa sakit tumpul sampai nyeri hebat seperti rasa terbakar. Biasanya,
nyerinya ini menjalar menuju batas medial skapula, dan keluhan utama pasien
ialah nyeri bahu. Ketika radikulopatinya sedang berlangsung, nyeri tersebut
menjalar menuju lengan atas atau bawah dan menuju tangan, sepanjang
distribusi sensori dari radiks saraf yang terlibat.
h. Pasien yang lebih tua kemungkinan memiliki episode sakit leher sebelumnya
atau membeitahukan riwayat memiliki radang sendi tulang servikal atau leher.
i. Herniasi diskus akut dan penyempitan tiba-tiba foramen saraf juga dapat terjadi
pada cedera yang melibatkan ekstensi servikal, lateral bending, atau rotasi dan
pembebanan aksial. Pasien-pasien mengeluh peningkatan rasa sakit dengan
posisi leher yang menyebabkan penyempitan foraminal (misalnya, ekstensi,
lateral bending, atau rotasi menuju sisi yang bergejala).
j. Banyak pasien yang menceritakan bahwa mereka dapat mengurangi gejala
radikularnya dengan mengabduksikan bahunya dan menempatkan tangannya
dibelakang kepala. Manuver ini diduga untuk meringankan gejala dengan
mengurangi ketegangan pada radiks saraf.
k. Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang dermatom
radiks saraf yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati rasa (baal), atau
hilangnya sensasi.
l. Beberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. Sebagian kecil pasien
akan datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa sakit yang signifikan atau
keluhan sensorik.
b. Radikulopati Lumbal
1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radikulopati lumbosakral sering tiba-tiba
dan berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien menyatakan nyeri
punggung yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada kaki mulai
terasa.
2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari
bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju pergelangan
kaki atau kaki.
3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan
postur tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk atau
berbaring, dan perubahan dalam posisi berjalan.
4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa
terbakar) dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.
5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu, indikator
kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa manajemen).
Red flags tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit yang
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (misalnya, tumor, infeksi). Adanya
demam, penurunan berat badan, atau menggigil memerlukan evaluasi
menyeluruh. Usia pasien juga merupakan faktor ketika mencari kemungkinan
penyebab lain dari gejala-gejala pasien. Individu dengan usia kurang dari 20
tahun dan yang lebih dari 50 tahun memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang
dapat menyebabkan nyeri (misalnya, tumor, infeksi).
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting memperhatikan
abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan
neurologis harus diperhatikan :
Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan saraf
perifer dan segmental.
Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan spasme otot).
Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya
neoplasma dan infeksi di luar vertebra.
a. Pemeriksaan Fisik Radikulopati Servikal
Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan :
1. Terbatasnya “range of motion” leher.
2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi).
3. Tes Lhermitte (Foramina Compression Test). Tes ini dilakukan dengan
menekan kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan
radiasi nyeri ke lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya
penyempitan foramen intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut sensorik
di foramen intervertebra yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.
Gambar 7. Lhermitte’s Test
4. Tes Distraksi
Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian
terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi penjepitan
itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.
Gambar 8. Distraction Test
b. Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbal
1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi)
pada persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap
ekstensi.
c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).
d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan
stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).
e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum
timbul rasa sakit dan tahanan.
f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum
tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada
radikulopati lumbal).
Gambar 9. Lasegue’s Sign (SLR’s Test)
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign, dan Spurling’s
Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai
dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicard’s
Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi
meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign
disebut Spurling’s sign.
Gambar 10. Bragard’s sign Gambar 11. Spurling’s sign
3. Tes Lasegue Silang atau O’Conell Test
Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes
positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih
besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).
4. Nerve Pressure Sign
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)
kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.
b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa
poplitea hingga pasien mengeluh adanya nyeri.
c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau
sepanjang nervus iskiadikus.
5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan
harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi vena
jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg
selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial
meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri
radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada
pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang
bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.
H. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati
1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
structural.
2. MRI dan CT-Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla spinalis
dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan
degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan
dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran
hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan
prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan
structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.
CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan
baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra.
Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi
herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.
3. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen
osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan penetrasi
pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes preoperative dan
seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.
4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain
itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila
diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan
elektrofisiologis tidak dianjurkan.
5. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, dan kalsium.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
I. Diagnosis Banding
1. Radikulopati Servikal
a. Cedera Pleksus Brakhialis
b. Rotator Cuff Injury
2. Radikulopati Lumbal
a. Cedera Diskus Lumbosakral
b. Cedera Diskus Torakik
J. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
1. Imobilisasi
2. Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
3. Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
4. Pemijatan
5. Traksi (tergantung kasus)
6. Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
1. Terapi psikologis
2. Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
3. Latihan kondisi otot
4. Rehabilitasi vokasional
5. Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
a. NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara
menurunkan sintesis prostaglandin
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 – 800 mg
IV setiap 6 jam jika dibutuhkan
b. Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan /atau norepinefrin
oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik
dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik
tertentu.
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari
c. Muscle Relaxants
Contoh : Cyclobenzaprine
Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral dan
menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang
mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.
Dosis :
Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
d. Analgesik
Contoh : Tramadol (Ultram)
Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah persepsi
serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake norepinefrin dan
serotonin
Dosis :
Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika diperlukan
e. Antikonvulsan
Contoh : Gabapentin (Neurontin)
Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari
penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang
mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.
Dosis :
Dewasa : Neurontin
Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
3. Invasif Non Bedah
Blok saraf dengan anestetik local
Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk mengurangi sehingga
menurunkan kompresi radiks saraf
4. Bedah (pada HNP)
Indikasi :
skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat, menetap,
dan progresif
defisit neurologis memburuk
sindroma kauda
stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)
terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologis dan
radiologi
K. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
Adams and Victor’s. Principle of Neurology 8th Edition
Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition
Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga
Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6th Edition
Cervical Radiculopathy Clinical Presentation. Diakses 01 Juni 2015, pkl : 14.00
WIB http://emedicine.medscape.com/article/94118
Lumbosacral Radiculopathy. Diakses 01 Juni 2015, pkl: 09.00 WIB
http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview.
American Chronic Pain Association (The ACPA). Diaksespkl:10.00 WIB
http://www.theacpa.org/default.aspx.
Pain: MedlinePlus. Diakses 05 Juni 2015, pkl: 13.00 WIB
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/pain.html#cat59