64
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta adalah tempat obyek wisata yang tidak asing lagi dimata orang ataupun di berbagai manca Negara. Disitu banyak berbagai tempat-tempat obyek pariwisata yang sangat penting, bersejarah dan mempunyai keunikan tersendiri dengan ciri khasnya masing-masing Tempat-tempat obyek pariwisata tersebut misalnya : Candi Borobudur, Candi Prambanan, Monumen Jogja Kembali (Monjali), Keraton Yogyakarta, Malioboro, Goa Jatijajar, Museum Dirgantara, dan Museum Kereta. Hal-hal yang melatar belakangi pembuatan makalah ini adalah : 1. Tugas dari guru yang bersangkutan. 2. Penulis ingin memperluas pengetahuan tentang Yogyakarta. 3. Penulis ingin mengetahui keindahan tempat pariwisata Yogyakarta secara langsung. 4. Penulis ingin mengetahui letak-letak tempat pariwisata Yogyakarta. 1.2. Tujuan Tujuan penulis membuat makalah tentang Yogyakarta adalah : 1. Penulis dapat menjelaskan dan menguraikan dari 1

Candi Borobudur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

123

Citation preview

Page 1: Candi Borobudur

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Yogyakarta adalah tempat obyek wisata yang tidak asing lagi dimata orang

ataupun di berbagai manca Negara. Disitu banyak berbagai tempat-tempat obyek

pariwisata yang sangat penting, bersejarah dan mempunyai keunikan tersendiri

dengan ciri khasnya masing-masing

Tempat-tempat obyek pariwisata tersebut misalnya : Candi Borobudur,

Candi Prambanan, Monumen Jogja Kembali (Monjali), Keraton Yogyakarta,

Malioboro, Goa Jatijajar, Museum Dirgantara, dan Museum Kereta.

Hal-hal yang melatar belakangi pembuatan makalah ini adalah :

1. Tugas dari guru yang bersangkutan.

2. Penulis ingin memperluas pengetahuan tentang Yogyakarta.

3. Penulis ingin mengetahui keindahan tempat pariwisata Yogyakarta secara

langsung.

4. Penulis ingin mengetahui letak-letak tempat pariwisata Yogyakarta.

1.2. Tujuan

Tujuan penulis membuat makalah tentang Yogyakarta adalah :

1. Penulis dapat menjelaskan dan menguraikan dari keindahan dan keunikan

obyek wisata tersebut.

2. Penulis dapat menjelaskan tentang pengaruh dan manfaat dari obyek wisata

tersebut dengan dunia pendidikan.

3. Penulis dapat menjelaskan tentang apa yang sebenarnya tersimpat dalam

obyek wisata tersebut.

4. Menambah wawasan atau pengetahuan yang luas khususnya bagi penulis

sendiri dan umum bagi para pembaca yang budiman.

5. Penulis dapat belajar dan mengasah otak dari apa yang kita lihat, kita dengar,

dan kita baca untuk menimbulkan suatu gagasan atau ide dalam

menciptakan / mengembangkan suatu bakat / kemampuan seseorang.

6. Penulis dapat mengenang peristiwa-peristiwa dahulu dan mengajak kita untuk

berfikir lebih luas dalam mengatasi dan memperbaikinya

1

Page 2: Candi Borobudur

BAB II

PEMBAHASAN/ DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

2.1 Sejarah Singkat Objek

A. Candi Borobudur

Sejarah Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kabupaten

Magelang, Jawa Tengah. Candi ini merupakan candi Buddha terbesar kedua

setelah Candi Ankor Wat di Kamboja dan termasuk dalam salah satu dari

tujuh keajaiban dunia. Ada beberapa versi mengenai asal usul nama candi ini.

Versi pertama mengatakan bahwa nama Borobudur berasal dari bahasa

Sanskerta yaitu “bara” yang berarti “kompleks candi atau biara” dan

“beduhur” yang berarti “tinggi/di atas”.

Versi kedua mengatakan bahwa nama Sejarah Candi Borobudur

kemungkinan berasal dari kata “sambharabudhara” yang berarti “gunung

yang lerengnya berteras-teras”. Versi ketiga yang ditafsirkan oleh Prof. Dr.

Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari kata “bhoro”

yang berarti “biara” atau “asrama” dan “budur” yang berarti “di atas”

Pendapat Poerbotjoroko ini dikuatkan oleh Prof. Dr. W.F. Stutterheim

yang berpendapat bahwa Bodorbudur berarti “biara di atas sebuah bukit”.

Sedangkan, versi lainnya lagi yang dikemukakan oleh Prof. J.G. de Casparis

berdasarkan prasati Karang Tengah, menyebutkan bahwa Borobudur berasal

dari kata “bhumisambharabudhara” yang berarti “tempat pemujaan bagi

arwah nenek moyang”.

Masih berdasarkan prasasti Karang Tengah dan ditambah dengan prasasti

Kahuluan, J.G. de Casparis dalam disertasinya tahun 1950 mengatakan bahwa

Sejarah Candi Borobudur diperkirakan didirikan oleh Raja Samaratungga dari

wangsa Sayilendra sekitar tahun Sangkala rasa sagara kstidhara atau tahun

Caka 746 (824 Masehi) dan baru dapat diselesaikan oleh puterinya yang

bernama Dyah Ayu Pramodhawardhani pada sekitar tahun 847 Masehi.

2

Page 3: Candi Borobudur

Pembuatan candi ini menurut prasasti Klurak (784 M) dibantu oleh seorang

guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya dan seorang

pangeran dari Kashmir yang bernama Visvawarma. Borobudur adalah

sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah,

Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya

Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut

Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama

Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan

wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di

dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia. Monumen ini

terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga

pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan

aslinya terdapat 504 arca Buddha.[4] Borobudur memiliki koleksi relief

Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia.[3] Stupa utama terbesar teletak di

tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan

melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah

duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan)

Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).

Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci

untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk

menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju

pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.[5] Para peziarah masuk

melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari

bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan

3

Page 4: Candi Borobudur

berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga

tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah

berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini

peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan

menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada

dinding dan pagar langkan. Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur

ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu

dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam.[6] Dunia mulai

menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas

Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris

atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya

penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada

kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan

UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan

Dunia. Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan;

tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan

mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak.

Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di

Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.[7][8][9]

4

Page 5: Candi Borobudur

Nama Borobudur

Stupa Borobudur dengan jajaran perbukitan Menoreh. Selama berabad-

abad bangunan suci ini sempat terlupakan. Dalam Bahasa Indonesia, bangunan

keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi juga digunakan secara lebih luas

untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-

Buddha di Nusantara, misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan

pancuran pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak jelas,[10] meskipun

memang nama asli dari kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui.[10] Nama

Borobudur pertama kali ditulis dalam buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir

Thomas Raffles.[11] Raffles menulis mengenai monumen bernama borobudur,

akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang menyebutkan nama yang sama

persis.[10] Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai

adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur adalah

Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365.[12]

Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis

Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu

yaitu desa Bore (Boro); kebanyakan candi memang seringkali dinamai

berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah

5

Page 6: Candi Borobudur

'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti

"purba"– maka bermakna, "Boro purba".[10] Akan tetapi arkeolog lain beranggapan

bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.[13]

Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya

menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara,

yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras.

Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur

berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi

borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan

"beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula

penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya kompleks

candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam

bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama

yang berada di tanah tinggi.

Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor

pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan

prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis memperkirakan pendiri

Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga,

yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru

dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan

Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti

Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas

pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang

6

Page 7: Candi Borobudur

disebut Bhūmisambhāra.[14] Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang

berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur,

kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa

Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit

himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli

Borobudur.[15]

Lingkungan sekitar

Borobudur, Pawon, dan Mendut terbujur dalam satu garis lurus yang menunjukan

kesatuan perlambang

Terletak sekitar 40 kilometer (25 mil) barat laut dari Kota Yogyakarta, Borobudur

terletak di atas bukit pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung kembar;

Gunung Sundoro-Sumbing di sebelah barat laut dan Merbabu-Merapi di sebelah

timur laut, di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di sebelah selatan

terdapat jajaran perbukitan Menoreh, serta candi ini terletak dekat pertemuan dua

sungai yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo di sebelah timur. Menurut legenda

7

Page 8: Candi Borobudur

Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang dianggap

suci dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai 'Taman pulau Jawa' karena

keindahan alam dan kesuburan tanahnya.[16]

Tiga candi serangkai

Selain Borobudur, terdapat beberapa candi Buddha dan Hindu di kawasan ini.

Pada masa penemuan dan pemugaran di awal abad ke-20 ditemukan candi Buddha

lainnya yaitu Candi Mendut dan Candi Pawon yang terbujur membentang dalam

satu garis lurus.[17] Awalnya diduga hanya suatu kebetulan, akan tetapi

berdasarkan dongeng penduduk setempat, dulu terdapat jalan berlapis batu yang

dipagari pagar langkan di kedua sisinya yang menghubungkan ketiga candi ini.

Tidak ditemukan bukti fisik adanya jalan raya beralas batu dan berpagar dan

mungkin ini hanya dongeng belaka, akan tetapi para pakar menduga memang ada

kesatuan perlambang dari ketiga candi ini. Ketiga candi ini (Borobudur-Pawon-

Mendut) memiliki kemiripan langgam arsitektur dan ragam hiasnya dan memang

berasal dari periode yang sama yang memperkuat dugaan adanya keterkaitan

ritual antar ketiga candi ini. Keterkaitan suci pasti ada, akan tetapi bagaimanakah

proses ritual keagamaan ziarah dilakukan, belum diketahui secara pasti.[12]

Selain candi Mendut dan Pawon, di sekitar Borobudur juga ditemukan beberapa

peninggalan purbakala lainnya, diantaranya berbagai temuan tembikar seperti

periuk dan kendi yang menunjukkan bahwa di sekitar Borobudur dulu terdapat

beberapa wilayah hunian. Temuan-temuan purbakala di sekitar Borobudur kini

disimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur, yang terletak di sebelah utara

candi bersebelahan dengan Museum Samudra Raksa. Tidak seberapa jauh di

8

Page 9: Candi Borobudur

sebelah utara Candi Pawon ditemukan reruntuhan bekas candi Hindu yang disebut

Candi Banon. Pada candi ini ditemukan beberapa arca dewa-dewa utama Hindu

dalam keadaan cukup baik yaitu Shiwa, Wishnu, Brahma, serta Ganesha. Akan

tetapi batu asli Candi Banon amat sedikit ditemukan sehingga tidak mungkin

dilakukan rekonstruksi. Pada saat penemuannya arca-arca Banon diangkut ke

Batavia (kini Jakarta) dan kini disimpan di Museum Nasional Indonesia.

Danau purba

Borobudur di tengah kehijauan alam dataran Kedu. Diduga dulu kawasan di

sekeliling Borobudur adalah danau purba.

Tidak seperti candi lainnya yang dibangun di atas tanah datar, Borobudur

dibangun di atas bukit dengan ketinggian 265 m (870 kaki) dari permukaan laut

dan 15 m (49 kaki) di atas dasar danau purba yang telah mengering.[18]

Keberadaan danau purba ini menjadi bahan perdebatan yang hangat di kalangan

arkeolog pada abad ke-20; dan menimbulkan dugaan bahwa Borobudur dibangun

di tepi atau bahkan di tengah danau. Pada 1931, seorang seniman dan pakar

arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa Dataran

Kedu dulunya adalah sebuah danau, dan Borobudur dibangun melambangkan

9

Page 10: Candi Borobudur

bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau.[13] Bunga teratai baik

dalam bentuk padma (teratai merah), utpala (teratai biru), ataupun kumuda (teratai

putih) dapat ditemukan dalam semua ikonografi seni keagamaan Buddha;

seringkali digenggam oleh Boddhisatwa sebagai laksana (lambang regalia),

menjadi alas duduk singgasana Buddha atau sebagai lapik stupa. Bentuk arsitektur

Borobudur sendiri menyerupai bunga teratai, dan postur Budha di Borobudur

melambangkan Sutra Teratai yang kebanyakan ditemui dalam naskah keagamaan

Buddha mahzab Mahayana (aliran Buddha yang kemudian menyebar ke Asia

Timur). Tiga pelataran melingkar di puncak Borobudur juga diduga

melambangkan kelopak bunga teratai.[18] Akan tetapi teori Nieuwenkamp yang

terdengar luar biasa dan fantastis ini banyak menuai bantahan dari para arkeolog;

pada daratan di sekitar monumen ini telah ditemukan bukti-bukti arkeologi yang

membuktikan bahwa kawasan sekitar Borobudur pada masa pembangunan candi

ini adalah daratan kering, bukan dasar danau purba.

Sementara itu pakar geologi justru mendukung pandangan Nieuwenkamp dengan

menunjukkan bukti adanya endapan sedimen lumpur di dekat situs ini. [19] Sebuah

penelitian stratigrafi, sedimen dan analisis sampel serbuk sari yang dilakukan

tahun 2000 mendukung keberadaan danau purba di lingkungan sekitar Borobudur,

[18] yang memperkuat gagasan Nieuwenkamp. Ketinggian permukaan danau purba

ini naik-turun berubah-ubah dari waktu ke waktu, dan bukti menunjukkan bahwa

dasar bukit dekat Borobudur pernah kembali terendam air dan menjadi tepian

danau sekitar abad ke-13 dan ke-14. Aliran sungai dan aktivitas vulkanik diduga

memiliki andil turut mengubah bentang alam dan topografi lingkungan sekitar

Borobudur termasuk danaunya. Salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia

10

Page 11: Candi Borobudur

adalah Gunung Merapi yang terletak cukup dekat dengan Borobudur dan telah

aktif sejak masa Pleistosen.[20]

Sejarah

Pembangunan

Lukisan karya G.B. Hooijer (dibuat kurun 1916—1919) merekonstruksi suasana

di Borobudur pada masa jayanya

Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun

Borobudur dan apa kegunaannya.[21] Waktu pembangunannya diperkirakan

berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup

Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti

kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800

masehi.[21] Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa

puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah,[22] yang kala itu dipengaruhi

Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan

waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa

pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.[23][24]

Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala

itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut

agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti

Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa.

11

Page 12: Candi Borobudur

[23] Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di

Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama

Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang

dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah

timur dari Borobudur.[25] Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu

yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun

demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima

tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan

sekitar tahun 850 M.

Pembangunan candi-candi Buddha — termasuk Borobudur — saat itu

dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin

kepada umat Buddha untuk membangun candi.[26] Bahkan untuk menunjukkan

penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha

(komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang

dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan

dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi.[26] Petunjuk ini dipahami oleh

para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi

masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama

Hindu bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian

pula sebaliknya.[27] Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa

kerajaan pada masa itu — wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa

Sanjaya yang memuja Siwa — yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi

pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko.[28] Ketidakjelasan juga

timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang

12

Page 13: Candi Borobudur

dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa

Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra,[28] akan

tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan

yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat

dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.[29]

Tahapan pembangunan Borobudur

Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa

tunggal yang sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa

yang luar biasa besar dan berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga

arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini

dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk seperti sekarang.

Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:

1. Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti

(diperkirakan kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit

alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas.

Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit,

bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga

menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit

ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun

bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi

kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun

tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.

13

Page 14: Candi Borobudur

2. Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu

undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang

sangat besar.

3. Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran

dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak

lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada

pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di

tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki

tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief

Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula

dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur

teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga

mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut diingat

bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada bagian

atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur

terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk

membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya

dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang

dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak

longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus

kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang

yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus

menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu

14

Page 15: Candi Borobudur

4. Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief,

penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas

gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.

Borobudur diterlantarkan

Meletusnya Gunung Merapi diduga sebagai penyebab utama diterlantarkannya

Borobudur

Borobudur tersembunyi dan terlantar selama berabad-abad terkubur di bawah

lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak

belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan

sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga kini masih belum

diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi

menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006, Raja Mpu Sindok

memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah

serangkaian letusan gunung berapi; tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah

yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber

menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini.

[6][18] Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh

15

Page 16: Candi Borobudur

Mpu Prapanca dalam naskahnya Nagarakretagama yang ditulis pada masa

kerajaan Majapahit. Ia menyebutkan adanya "Wihara di Budur". Selain itu

Soekmono (1976) juga mengajukan pendapat populer bahwa candi ini mulai

benar-benar ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan kepada Islam

pada abad ke-15.[6]

Monumen ini tidak sepenuhnya dilupakan, melalui dongeng rakyat Borobudur

beralih dari sebagai bukti kejayaan masa lampau menjadi kisah yang lebih bersifat

tahayul yang dikaitkan dengan kesialan, kemalangan dan penderitaan. Dua Babad

Jawa yang ditulis abad ke-18 menyebutkan nasib buruk yang dikaitkan dengan

monumen ini. Menurut Babad Tanah Jawi (Sejarah Jawa), monumen ini

merupakan faktor fatal bagi Mas Dana, pembangkang yang memberontak kepada

Pakubuwono I, raja Kesultanan Mataram pada 1709.[6] Disebutkan bahwa bukit

"Redi Borobudur" dikepung dan para pemberontak dikalahkan dan dihukum mati

oleh raja. Dalam Babad Mataram (Sejarah Kerajaan Mataram), monumen ini

dikaitkan dengan kesialan Pangeran Monconagoro, putra mahkota Kesultanan

Yogyakarta yang mengunjungi monumen ini pada 1757.[30] Meskipun terdapat

tabu yang melarang orang untuk mengunjungi monumen ini, "Sang Pangeran

datang dan mengunjungi satria yang terpenjara di dalam kurungan (arca buddha

yang terdapat di dalam stupa berterawang)". Setelah kembali ke keraton, sang

Pangeran jatuh sakit dan meninggal dunia sehari kemudian. Dalam kepercayaan

Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan bangunan percandian dianggap

sebagai tempat bersemayamnya roh halus dan dianggap wingit (angker) sehingga

dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan yang mungkin menimpa siapa saja

yang mengunjungi dan mengganggu situs ini. Meskipun secara ilmiah diduga,

16

Page 17: Candi Borobudur

mungkin setelah situs ini tidak terurus dan ditutupi semak belukar, tempat ini

pernah menjadi sarang wabah penyakit seperti demam berdarah atau malaria.

Penemuan kembali

Foto pertama Borobudur oleh Isidore van Kinsbergen (1873) setelah monumen ini

dibersihkan dari tanaman yang tumbuh pada tubuh candi. Bendera Belanda

tampak pada stupa utama candi.

Teras tertinggi setelah restorasi Van Erp. Stupa utama memiliki menara dengan

chattra (payung) susun tiga.

Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa dibawah

pemerintahan Britania (Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816. Thomas Stamford

Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa

terhadap sejarah Jawa. Ia mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa

kuno dan membuat catatan mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa yang

dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan rakyat setempat dalam

17

Page 18: Candi Borobudur

perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya di Semarang tahun

1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam hutan

dekat desa Bumisegoro.[30] Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur

Jenderal, ia tidak dapat pergi sendiri untuk mencari bangunan itu dan mengutus

H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki keberadaan

bangunan besar ini. Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya

menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan

membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini. Karena ancaman longsor,

ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia melaporkan

penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa

candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya menyebutkan beberapa kalimat,

Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik

perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini.[11]

Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu

meneruskan kerja Cornelius dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian bangunan

telah tergali dan terlihat. Minatnya terhadap Borobudur lebih bersifat pribadi

daripada tugas kerjanya. Hartmann tidak menulis laporan atas kegiatannya; secara

khusus, beredar kabar bahwa ia telah menemukan arca buddha besar di stupa

utama.[31] Pada 1842, Hartmann menyelidiki stupa utama meskipun apa yang ia

temukan tetap menjadi misteri karena bagian dalam stupa kosong.

Pemerintah Hindia Belanda menugaskan F.C. Wilsen, seorang insinyur pejabat

Belanda bidang teknik, ia mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan

sketsa relief. J.F.G. Brumund juga ditunjuk untuk melakukan penelitian lebih

18

Page 19: Candi Borobudur

terperinci atas monumen ini, yang dirampungkannya pada 1859. Pemerintah

berencana menerbitkan artikel berdasarkan penelitian Brumund yang dilengkapi

sketsa-sketsa karya Wilsen, tetapi Brumund menolak untuk bekerja sama.

Pemerintah Hindia Belanda kemudian menugaskan ilmuwan lain, C. Leemans,

yang mengkompilasi monografi berdasarkan sumber dari Brumund dan Wilsen.

Pada 1873, monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur

diterbitkan, dilanjutkan edisi terjemahannya dalam bahasa Perancis setahun

kemudian.[31] Foto pertama monumen ini diambil pada 1873 oleh ahli engrafi

Belanda, Isidore van Kinsbergen.[32]

Penghargaan atas situs ini tumbuh perlahan. Untuk waktu yang cukup lama

Borobudur telah menjadi sumber cenderamata dan pendapatan bagi pencuri,

penjarah candi, dan kolektor "pemburu artefak". Kepala arca Buddha adalah

bagian yang paling banyak dicuri. Karena mencuri seluruh arca buddha terlalu

berat dan besar, arca sengaja dijungkirkan dan dijatuhkan oleh pencuri agar

kepalanya terpenggal. Karena itulah kini di Borobudur banyak ditemukan arca

Buddha tanpa kepala. Kepala Buddha Borobudur telah lama menjadi incaran

kolektor benda antik dan museum-museum di seluruh dunia. Pada 1882, kepala

inspektur artefak budaya menyarankan agar Borobudur dibongkar seluruhnya dan

reliefnya dipindahkan ke museum akibat kondisi yang tidak stabil, ketidakpastian

dan pencurian yang marak di monumen.[32] Akibatnya, pemerintah menunjuk

Groenveldt, seorang arkeolog, untuk menggelar penyelidikan menyeluruh atas

situs dan memperhitungkan kondisi aktual kompleks ini; laporannya menyatakan

bahwa kekhawatiran ini berlebihan dan menyarankan agar bangunan ini dibiarkan

utuh dan tidak dibongkar untuk dipindahkan.

19

Page 20: Candi Borobudur

Bagian candi Borobudur dicuri sebagai benda cinderamata, arca dan ukirannya

diburu kolektor benda antik. Tindakan penjarahan situs bersejarah ini bahkan

salah satunya direstui Pemerintah Kolonial. Pada tahun 1896, Raja Thailand,

Chulalongkorn ketika mengunjungi Jawa di Hindia Belanda (kini Indonesia)

menyatakan minatnya untuk memiliki beberapa bagian dari Borobudur.

Pemerintah Hindia Belanda mengizinkan dan menghadiahkan delapan gerobak

penuh arca dan bagian bangunan Borobudur. Artefak yang diboyong ke Thailand

antara lain; lima arca Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung

singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang, dan arca penjaga

dwarapala yang pernah berdiri di Bukit Dagi — beberapa ratus meter di barat laut

Borobudur. Beberapa artefak ini, yaitu arca singa dan dwarapala, kini dipamerkan

di Museum Nasional Bangkok.[33]

Pemugaran

Borobudur kembali menarik perhatian pada 1885, ketika Yzerman, Ketua

Masyarakat Arkeologi di Yogyakarta, menemukan kaki tersembunyi.[34] Foto-foto

yang menampilkan relief pada kaki tersembunyi dibuat pada kurun 1890–1891.[35]

Penemuan ini mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengambil langkah

menjaga kelestarian monumen ini. Pada 1900, pemerintah membentuk komisi

yang terdiri atas tiga pejabat untuk meneliti monumen ini: Brandes, seorang

sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur yang juga anggota tentara

Belanda, dan Van de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen

Pekerjaan Umum.

20

Page 21: Candi Borobudur

Penanaman beton dan pipa PVC untuk memperbaiki sistem drainase Borobudur

pada pemugaran tahun 1973

Pada 1902, komisi ini mengajukan proposal tiga langkah rencana pelestarian

Borobudur kepada pemerintah. Pertama, bahaya yang mendesak harus segera

diatasi dengan mengatur kembali sudut-sudut bangunan, memindahkan batu yang

membahayakan batu lain di sebelahnya, memperkuat pagar langkan pertama, dan

memugar beberapa relung, gerbang, stupa dan stupa utama. Kedua, memagari

halaman candi, memelihara dan memperbaiki sistem drainase dengan

memperbaiki lantai dan pancuran. Ketiga, semua batuan lepas dan longgar harus

dipindahkan, monumen ini dibersihkan hingga pagar langkan pertama, batu yang

rusak dipindahkan dan stupa utama dipugar. Total biaya yang diperlukan pada

saat itu ditaksir sekitar 48.800 Gulden.

Pemugaran dilakukan pada kurun 1907 dan 1911, menggunakan prinsip

anastilosis dan dipimpin Theodor van Erp.[36] Tujuh bulan pertama dihabiskan

untuk menggali tanah di sekitar monumen untuk menemukan kepala buddha yang

hilang dan panel batu. Van Erp membongkar dan membangun kembali tiga teras

21

Page 22: Candi Borobudur

melingkar dan stupa di bagian puncak. Dalam prosesnya Van Erp menemukan

banyak hal yang dapat diperbaiki; ia mengajukan proposal lain yang disetujui

dengan anggaran tambahan sebesar 34.600 gulden. Van Erp melakukan

rekonstruksi lebih lanjut, ia bahkan dengan teliti merekonstruksi chattra (payung

batu susun tiga) yang memahkotai puncak Borobudur. Pada pandangan pertama,

Borobudur telah pulih seperti pada masa kejayaannya. Akan tetapi rekonstruksi

chattra hanya menggunakan sedikit batu asli dan hanya rekaan kira-kira. Karena

dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan keasliannya, Van Erp membongkar

sendiri bagian chattra. Kini mastaka atau kemuncak Borobudur chattra susun tiga

tersimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur.

Akibat anggaran yang terbatas, pemugaran ini hanya memusatkan perhatian pada

membersihkan patung dan batu, Van Erp tidak memecahkan masalah drainase dan

tata air. Dalam 15 tahun, dinding galeri miring dan relief menunjukkan retakan

dan kerusakan.[36] Van Erp menggunakan beton yang menyebabkan terbentuknya

kristal garam alkali dan kalsium hidroksida yang menyebar ke seluruh bagian

bangunan dan merusak batu candi. Hal ini menyebabkan masalah sehingga

renovasi lebih lanjut diperlukan.

Pemugaran kecil-kecilan dilakukan sejak itu, tetapi tidak cukup untuk

memberikan perlindungan yang utuh. Pada akhir 1960-an, Pemerintah Indonesia

telah mengajukan permintaan kepada masyarakat internasional untuk pemugaran

besar-besaran demi melindungi monumen ini. Pada 1973, rencana induk untuk

memulihkan Borobudur dibuat.[37] Pemerintah Indonesia dan UNESCO

mengambil langkah untuk perbaikan menyeluruh monumen ini dalam suatu

22

Page 23: Candi Borobudur

proyek besar antara tahun 1975 dan 1982.[36] Pondasi diperkokoh dan segenap

1.460 panel relief dibersihkan. Pemugaran ini dilakukan dengan membongkar

seluruh lima teras bujur sangkar dan memperbaiki sistem drainase dengan

menanamkan saluran air ke dalam monumen. Lapisan saringan dan kedap air

ditambahkan. Proyek kolosal ini melibatkan 600 orang untuk memulihkan

monumen dan menghabiskan biaya total sebesar 6.901.243 dollar AS.[38] Setelah

renovasi, UNESCO memasukkan Borobudur ke dalam daftar Situs Warisan Dunia

pada tahun 1991.[3] Borobudur masuk dalam kriteria Budaya (i) "mewakili

mahakarya kretivitas manusia yang jenius", (ii) "menampilkan pertukaran penting

dalam nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu tertentu di dalam suatu wilayah

budaya di dunia, dalam pembangunan arsitektur dan teknologi, seni yang

monumental, perencanaan tata kota dan rancangan lansekap", dan (vi) "secara

langsung dan jelas dihubungkan dengan suatu peristiwa atau tradisi yang hidup,

dengan gagasan atau dengan kepercayaan, dengan karya seni artistik dan karya

sastra yang memiliki makna universal yang luar biasa".[3]

Peristiwa kontemporer

Turis di Borobudur

Setelah pemugaran besar-besaran pada 1973 yang didukung oleh UNESCO,[37]

Borobudur kembali menjadi pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha. Sekali

setahun pada saat bulan purnama sekitar bulan Mei atau Juni, umat Buddha di

Indonesia memperingati hari suci Waisak, hari yang memperingati kelahiran,

23

Page 24: Candi Borobudur

wafat, dan terutama peristiwa pencerahan Siddhartha Gautama yang mencapai

tingkat kebijaksanaan tertinggi menjadi Buddha Shakyamuni. Waisak adalah hari

libur nasional di Indonesia dan upacara peringatan dipusatkan di tiga candi

Buddha utama dengan ritual berjalan dari Candi Mendut menuju Candi Pawon

dan prosesi berakhir di Candi Borobudur.

Pada 21 Januari 1985, sembilan stupa rusak parah akibat sembilan bom. Pada

1991 seorang penceramah muslim beraliran ekstrem yang tunanetra, Husein Ali

Al Habsyie, dihukum penjara seumur hidup karena berperan sebagai otak

serangkaian serangan bom pada pertengahan dekade 1980-an, termasuk serangan

atas Candi Borobudur.[42] Dua anggota kelompok ekstrem sayap kanan djatuhi

hukuman 20 tahun penjara pada tahun 1986 dan seorang lainnya menerima

hukuman 13 tahun penjara. Sendratari "Mahakarya Borobudur" digelar di

Borobudur. Monumen ini adalah obyek wisata tunggal yang paling banyak

dikunjungi di Indonesia. Pada 1974 sebanyak 260.000 wisatawan yang 36.000

diantaranya adalah wisatawan mancanegara telah mengunjungi monumen ini.[8]

Angka ini meningkat hingga mencapai 2,5 juta pengunjung setiap tahunnya (80%

adalah wisatawan domestik) pada pertengahan 1990-an, sebelum Krisis finansial

Asia 1997.[9] Akan tetapi pembangunan pariwisata dikritik tidak melibatkan

masyarakat setempat sehingga beberapa konflik lokal kerap terjadi.[8] Pada 2003,

penduduk dan wirausaha skala kecil di sekitar Borobudur menggelar pertemuan

dan protes dengan pembacaan puisi, menolak rencana pemerintah provinsi yang

berencana membangun kompleks mal berlantai tiga yang disebut 'Java World'. [43]

Upaya masyarakat setempat untuk mendapatkan penghidupan dari sektor

pariwisata Borobudur telah meningkatkan jumlah usaha kecil di sekitar

24

Page 25: Candi Borobudur

Borobudur. Akan tetapi usaha mereka untuk mencari nafkah seringkali malah

mengganggu kenyamanan pengunjung. Misalnya pedagang cenderamata asongan

yang mengganggu dengan bersikeras menjual dagangannya; meluasnya lapak-

lapak pasar cenderamata sehingga saat hendak keluar kompleks candi,

pengunjung malah digiring berjalan jauh memutar memasuki labirin pasar

cenderamata. Jika tidak tertata maka semua ini membuat kompleks candi

Borobudur semakin semrawut. Pada 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 6,2 skala

mengguncang pesisir selatan Jawa Tengah. Bencana alam ini menghancurkan

kawasan dengan korban terbanyak di Yogyakarta, akan tetapi Borobudur tetap

utuh.[44]Pada 28 Agustus 2006 simposium bertajuk Trail of Civilizations (jejak

peradaban) digelar di Borobudur atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah dan

Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan, juga hadir perwakilan UNESCO dan

negara-negara mayoritas Buddha di Asia Tenggara, seperti Thailand, Myanmar,

Laos, Vietnam, dan Kamboja. Puncak acara ini adalah pagelaran sendratari

kolosal "Mahakarya Borobudur" di depan Candi Borobudur. Tarian ini diciptakan

dengan berdasarkan gaya tari tradisional Jawa, musik gamelan, dan busananya,

menceritakan tentang sejarah pembangunan Borobudur. Setelah simposium ini,

sendratari Mahakarya Borobudur kembali dipergelarkan beberapa kali, khususnya

menjelang peringatan Waisak yang biasanya turut dihadiri Presiden Republik

Indonesia. Batu peringatan pemugaran candi Borobudur dengan bantuan

UNESCO. UNESCO mengidentifikasi tiga permasalahan penting dalam upaya

pelestarian Borobudur: (i) vandalisme atau pengrusakan oleh pengunjung; (ii)

erosi tanah di bagian tenggara situs; (iii) analisis dan pengembalian bagian-bagian

yang hilang. Tanah yang gembur, beberapa kali gempa bumi, dan hujan lebat

25

Page 26: Candi Borobudur

dapat menggoyahkan struktur bangunan ini. Gempa bumi adalah faktor yang

paling parah, karena tidak saja batuan dapat jatuh dan pelengkung ambruk, tanah

sendiri bergerak bergelombang yang dapat merusak struktur bangunan.[45]

Meningkatnya popularitas stupa menarik banyak pengunjung yang kebanyakan

adalah warga Indonesia. Meskipun terdapat banyak papan peringatan untuk tidak

menyentuh apapun, pengumandangan peringatan melalui pengeras suara dan

adanya penjaga, vandalisme berupa pengrusakan dan pencorat-coretan relief dan

arca sering terjadi, hal ini jelas merusak situs ini. Pada 2009, tidak ada sistem

untuk membatasi jumlah wisatawan yang boleh berkunjung per hari, atau

menerapkan tiap kunjungan harus didampingi pemandu agar pengunjung selalu

dalam pengawasan.[45]

Rehabilitasi

Borobudur sangat terdampak letusan Gunung Merapi pada Oktober adan

November 2010. Debu vulkanik dari Merapi menutupi kompleks candi yang

berjarak 28 kilometer (17 mil) arah barat-baratdaya dari kawah Merapi. Lapisan

debu vulkanik mencapai ketebalan 2,5 sentimeter (1 in)[46] menutupi bangunan

candi kala letusan 3–5 November 2010, debu juga mematikan tanaman di sekitar,

dan para ahli mengkhawatirkan debu vulkanik yang secara kimia bersifat asam

dapat merusak batuan bangunan bersejarah ini. Kompleks candi ditutup 5 sampai

9 November 2010 untuk membersihkan luruhan debu.[47][48]

Mencermati upaya rehabilitasi Borobudur setelah letusan Merapi 2010, UNESCO

telah menyumbangkan dana sebesar 3 juta dollar AS untuk mendanai upaya

rehabilitasi. Membersihkan candi dari endapan debu vulkanik akan menghabiskan

26

Page 27: Candi Borobudur

waktu sedikitnya 6 bulan, disusul penghijauan kembali dan penanaman pohon di

lingkungan sekitar untuk menstabilkan suhu, dan terakhir menghidupkan kembali

kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.[49] Lebih dari 55.000 blok

batu candi harus dibongkar untuk memperbaiki sistem tata air dan drainase yang

tersumbat adonan debu vulkanik bercampur air hujan. Restorasi berakhir

November 2011, lebih awal dari perkiraan semula.[50]

Arsitektur

Borobudur dilihat dari pelataran sudut barat laut Denah Borobudur

membentuk Mandala, lambang alam semesta dalam kosmologi Buddha.

Model Borobudur

Lorong koridor dengan galeri dinding berukir relief. Borobudur merupakan

mahakarya seni rupa Buddha Indonesia, sebagai contoh puncak pencapaian

keselarasan teknik arsitektur dan estetika seni rupa Buddha di Jawa. Bangunan ini

diilhami gagasan dharma dari India, antara lain stupa, dan mandala, tetapi

dipercaya juga merupakan kelanjutan unsur lokal; struktur megalitik punden

berundak atau piramida bertingkat yang ditemukan dari periode prasejarah

Indonesia. Sebagai perpaduan antara pemujaan leluhur asli Indonesia dan

perjuangan mencapai Nirwana dalam ajaran Buddha.[3]

Konsep rancang bangun

27

Page 28: Candi Borobudur

Pada hakikatnya Borobudur adalah sebuah stupa yang bila dilihat dari atas

membentuk pola Mandala besar. Mandala adalah pola rumit yang tersusun atas

bujursangkar dan lingkaran konsentris yang melambangkan kosmos atau alam

semesta yang lazim ditemukan dalam Buddha aliran Wajrayana-Mahayana.

Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur menggambarkan secara jelas filsafat

mazhab Mahayana yang secara bersamaan menggambarkan kosmologi yaitu

konsep alam semesta, sekaligus tingkatan alam pikiran dalam ajaran Buddha.[51]

Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan

Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.

Dasar denah bujur sangkar berukuran 123 m (400 kaki) pada tiap sisinya.

Bangunan ini memiliki sembilan teras, enam teras terbawah berbentuk bujur

sangkar dan tiga teras teratas berbentuk lingkaran.

Pada tahun 1885, secara tidak disengaja ditemukan struktur tersembunyi di

kaki Borobudur. Kaki tersembunyi ini terdapat relief yang 160 diantaranya adalah

berkisah tentang Karmawibhangga. Pada relief panel ini terdapat ukiran aksara

yang merupakan petunjuk bagi pengukir untuk membuat adegan dalam gambar

relief. Kaki asli ini tertutup oleh penambahan struktur batu yang membentuk

pelataran yang cukup luas, fungsi sesungguhnya masih menjadi misteri. Awalnya

diduga bahwa penambahan kaki ini untuk mencegah kelongsoran monumen. Teori

lain mengajukan bahwa penambahan kaki ini disebabkan kesalahan perancangan

kaki asli, dan tidak sesuai dengan Wastu Sastra, kitab India mengenai arsitektur

dan tata kota. Apapun alasan penambahan kaki ini, penambahan dan pembuatan

kaki tambahan ini dilakukan dengan teliti dengan mempertimbangkan alasan

keagamaan, estetik, dan teknis.

28

Page 29: Candi Borobudur

Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:

Kamadhatu Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia

yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar

tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi

candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160

panel cerita Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur

tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat

beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang

menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.[5]

Rupadhatu Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada

dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya

berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar

relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif.

Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi

masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara

yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-

patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar langkan atau

selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-relung terbuka di

sepanjang sisi luar di pagar langkan.[5] Pada pagar langkan terdapat sedikit

perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari ranah Kamadhatu

menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah dimahkotai ratna,

sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya dimahkotai stupika (stupa

kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan hiasan dan ukiran relief.

29

Page 30: Candi Borobudur

B. Museum Dirgantara Mandala

Keberadaan Indonesia Air Force Museum Dirgantara Mandala didirikan

pada gagasan para pemimpin TNI AU untuk mengabadikan dan

mendokumentasikan semua kegiatan dan peristiwa bersejarah di lingkungan

TNI AU. Museum ini diresmikan pada tanggal 4 April 1969 di Jalan Tanah

Abang, Bukit, Jakarta oleh Panglima perang Angkatan Udara Udara Rusmin

Muryadin. Berdasarkan berbagai pertimbangan bahwa kota selama periode

1945 - 1949 memiliki peran sejarah yang penting, yaitu sebagai kuali untuk

pilot kadet candradimuka / Taruna Akademi Angkatan Udara, maka pada

bulan November 1977 museum dipindahkan di Jakarta dan Yogyakarta untuk

digabungkan dengan AAU di Museum Ksatrian Adisucipto dasar. Kemudian

pada tanggal 29 Juli 1978 Museum meresmikan Pusat Angkatan Udara

Indonesia "Mandala Dirgantara". Pada tahun 1984 museum dipindahkan ke

Wonocatur, tepatnya bangunan ke pabrik gula mantan yang dibangun selama

penjajahan Belanda.

Museum Pusat TNI AU "Dirgantara Mandala" memiliki koleksi beragam

termasuk foto, bendera-pembawa, diorama, kantor pakaian, pesawat, senjata,

prasasti, patung, lukisan, hiasan, dan koleksi buku. Pesawat ke koleksi

museum yang ini adalah aluminium pesawat bahan dari produksi pertama

1948 yang dibuat di Maospati, Madiun oleh replika pesawat dan Nurtanio

Dakota VT-CLA milik maskapai India di daerah menenggak Ngotho, Bantul

saat dicari oleh Belanda mendarat Maguwo di Yogyakarta.

Museun Dirgantara Mandala dibuka untuk umum pada setiap hari pukul

08:30 hingga 14:30. Fasilitas pendukung yang ada di museum Dirgantara

Mandala adalah perpustakaan, auditorium, tempat parkir, dan membangun

toilet musholla.

C. Taman Pintar Yogyakarta

30

Page 31: Candi Borobudur

Terletak di kawasan pusat Kota Yogyakarta, sebuah wahana wisata baru

untuk anak-anak yakni Taman Pintar dibangun sebagai wahana ekpresi,

apresiasi dan kreasi dalam suasana yang menyenangkan.

Dengan moto mencerdaskan dan menyenangkan, taman yang mulai

dibangun pada 2003 ini ingin menumbuhkembangkan minat anak dan

generasi muda terhadap sains melalui imajinasi, percobaan, dan pemainan

dalam rangka pengembangan Sumber Daya Manusia Indonesia yang

berkualitas.Taman Pintar juga ingin mewujudkan salah satu ajaran Ki Hajar

Dewantara yaitu Niteni: Memahami, Niroake: Menirukan, dan Nambahi:

Mengembangkan.

Daerah penyambutan dan permainan serta sebagai ruang publik bagi

pengunjung. Pada daerah ini disediakan sejumlah wahana bermain untuk anak

seperti Pipa Bercerita, Parabola Berbisik, Rumah Pohon, Air Menari, Koridor

Air, Desaku Permai, Spektrum Warna Dinding Berdendang, Sistem Katrol,

Jembatan Goyang, Jungkat-jungkit, Istana Pasir, Engklek, dan Forum Batu   

Gedung Heritage, Daerah ini diperuntukkan bagi pendidikan anak berusia

dini (PAUD), yang terdiri dari anak-anak usia pra-sekolah hingga TK.

Gedung Oval, Zona ini terdiri dari zona pengenalan lingkungan dan eksibisi

ilmu pengetahuan, zona pemaparan, sejarah, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Gedung Kota, gedung ini terdiri dari tiga lantai yakni lantai pertama zona

sarana pelengkap Taman Pintar yang mencakup ruang pameran, ruang

audiovisual, radio anak Jogja, food court, dan souvenier counter. Lantai dua

zona materi dasar dan penerapan iptek terdiri dari Indonesiaku, jembatan

sains, teknologi populer,

D. Keraton Yogyakarta

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan

istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di

Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun

kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia

pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai

tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan

tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu

31

Page 32: Candi Borobudur

objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan

museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk

berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan

gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh

arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan

lapangan serta paviliun yang luas.

Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I

beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini

konon adalah bekas sebuah pesanggarahan[2] yang bernama Garjitawati.

Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja

Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi

lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul

Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton

Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar

Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten

Sleman.

Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu

Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan

Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul

(Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan).

E. Jalan Malioboro

Jalan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota

Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan

Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran

Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan

poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.

Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain

Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng

Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret. Jalan Malioboro

sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan

khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan

gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para Seniman-

32

Page 33: Candi Borobudur

seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti

bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang

jalan ini.

2.2. Kondisi Geografis Objek

2.2.1. Kondisi Fisik/ Keadaan Alam

Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan

merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4

daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta

merupakan ibukota dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya

yang berada ditengah-tengah provinsi menyebabkan daerah ini merupakan

daerah yang strategis untuk pemerintahan. Kota Yogyakarta dikelilingi oleh

kabupaten-kabupaten yang mengelilinginya. Kabupaten-kabupaten tersebut

adalah Kabupaten Kulon Progo yang tertletak disebelah barat kota,

Kabupaten Bantul terletak disebelah selatan dan barat daya dari Kota,

Kabupaten SLeman yang terletak disebelah utra, barat, maupun timur,

sedangkan KAbupaten Gunung Kidul terletak di sebelah timur.

Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 24I 19II sampai 110o 28I 53II

Bujur Timur dan 7o 15I 24II sampai 7o 49I 26II Lintang Selatan dengan

ketinggian rata-rata 114 m diatas permukaan laut

Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah

dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki

kemiringan ± 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota

Yogyakarta, yaitu : Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong Bagian tengah

adalah Sungai Code Sebelah barat adalah Sungai Winongo

Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan

dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari

luas wilayah Propinsi DIY Dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi

14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh

489.000 jiwa (data per Desember 1999) dengan kepadatan rata-rata 15.000

jiwa/Km²

33

Page 34: Candi Borobudur

Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan

ditanami berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh

letaknya yang berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia vulcanic foot

plain) yang garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis

muda Sejalan dengan perkembangan Perkotaan dan Pemukiman yang pesat,

lahan pertanian Kota setiap tahun mengalami penyusutan. Data tahun 1999

menunjukkan penyusutan 7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75)

karena beralih fungsi, (lahan pekarangan)

2.2.2. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Objek

Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi

sektor Investasi; Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM; Pertanian;

Ketahanan Pangan; Kehutanan dan Perkebunan; Perikanan dan Kelautan;

Energi dan Sumber Daya Mineral; serta Pariwisata.

Penanaman modal di DIY dilaksanakan melalui program peningkatan

promosi dan kerja sama investasi serta program peningkatan iklim investasi

dan realisasi investasi. Capaian investasi total pada tahun 2010 mencapai Rp

4.580.972.827.244,00 dengan rincian PMDN sebesar Rp

1.884.925.869.797,00 dan PMA sebesar 2.696.046.957.447,00. Unit usaha di

DIY pada tahun 2010 ada sekitar 78.122 unit dengan penyerapan tenaga kerja

sebesar 292.625 orang dan nilai investasi sebesar Rp. 878.063.496.000,00

Varian produk ekspor DIY andalan meliputi produk olahan kulit,

tekstil dan kayu. Pakaian jadi tekstil dan mebel kayu merupakan produk yang

mempunyai nilai ekspor tertinggi. Namun demikian secara umum ekspor ke

mancanegara didominasi oleh produk-produk yang dihasilkan dengan nilai

seni dan kreatif tinggi yang padat karya (labor intensive). Program

pembangunan dalam mengembangkan koperasi dan UKM di DIY, salah

satunya adalah memberdayakan usaha mikro dan kecil dan menengah yang

disinergikan dengan kebijakan program dari pemerintah pusat. Salah satu

upaya pembinaan UKM adalah melalui kelompok (sentra) karena upaya ini

lebih efektif dan efisien, di samping itu dengan sentra akan banyak

melibatkan usaha mikro dan kecil. Pada 2010 tercatat koperasi aktif sebanyak

1.926 koperasi dan UKM tercatat 13.998 unit usaha.

34

Page 35: Candi Borobudur

Tingkat kesejahteraan petani dalam bidang pertanian di Provinsi DIY

yang diukur dengan Nilai Tukar Petani (NTP) NTP dapat menjadi salah satu

indikator yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani di suatu wilayah.

Pada 2010 NTP sebesar 112,74% . Ketahanan pangan merupakan bagian

terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu

pilar utama hak asasi manusia. Secara umum ketersediaan pangan di Provinsi

DIY cukup karena berkaitan dengan musim panen sehingga diperlukan

pengaturan distribusi oleh pemerintah. Pemenuhan kebutuhan ikan di DIY

dapat dipenuhi dari perikanan tangkap maupun budidaya. Untuk perikanan

tangkap dilakukan melalui pengembangan pelabuhan perikanan Sadeng dan

Glagah. Produksi perikanan budidaya tahun 2010 mencapai 39.032 ton dan

perikanan tangkap mencapai 4.906 ton, dengan konsumsi ikan sebesar 22,06

kg/kap/tahun.

Hutan di Provinsi DIY didominasi oleh hutan produksi, yang sebagian

besar berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Persentase luas hutan di

DIY pada tahun 2010 sebesar 5,87% dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar

9,93% dan kerusakan kawasan hutan sebesar 4,94% [16]. Sektor perkebunan,

dari segi produksi tanaman perkebunan yang potensial di DIY adalah kelapa

dan tebu. Kegiatan perkebunan diprioritaskan dalam rangka pengutuhan

tanaman memenuhi skala ekonomi serta peningkatan produksi, produktivitas

dan mutu produk tanaman untuk meningkatkan pendapatan petani.

Kondisi sosial budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain

meliputi Kependudukan; Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Kesejahteraan

Sosial; Kesehatan; Pendidikan; Kebudayaan; dan Keagamaan

Laju pertumbuhan penduduk di DIY antara 2003-2007 sebanyak

135.915 jiwa atau kenaikan rata-rata pertahun sebesar 1,1%. Umur Harapan

Hidup (UHH) penduduk di DIY menunjukkan kecenderungan yang

meningkat dari 72,4 tahun pada tahun 2002 menjadi 72,9 tahun pada tahun

2005. Ditinjau dari sisi distribusi penduduk menurut usia, terlihat

kecenderungan yang semakin meningkat pada penduduk usia di atas 60 tahun.

Proporsi distribusi peduduk berdasarkan usia produktif memiliki

akibat pada sektor tenaga kerja. Angkatan kerja di DIY pada 2010 sebesar

35

Page 36: Candi Borobudur

71,41%Di sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja paling besar adalah

sektor pertanian kemudian disusul sektor jasa-jasa lainnya. Sektor yang

potensial dikembangkan yaitu sektor pariwisata, sektor perdagangan dan

industri terutama industri kecil menengah serta kerajinan. Pengangguran di

DIY menjadi problematika sosial yang cukup serius karena karakter

pengangguran DIY menyangkut sebagian tenaga-tenaga profesional dengan

tingkat pendidikan tinggi.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah kependudukan dan

ketenagakerjaan adalah dengan mengadakan program transmigrasi.

Pelaksanaan pemberangkatan transmigran asal DIY sampai pada tahun 2008

melalui program transmigrasi sejumlah 76.495 KK atau 274.926 jiwa.

Ditinjau dari pola transmigrasi sudah mencerminkan partisipasi dan

keswadayaan masyarakat, melalui Transmigrasi Umum (TU), Transmigrasi

Swakarsa Berbantuan (TSB) dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM).

Untuk pensebarannya sudah mencakup hampir seluruh provinsi. Rasio jumlah

tansmigran swakarsa mandiri pada 2010 mencapai 20% dari total transmigran

yang diberangkatkan.

Sebagai salah satu aspek yang penting dalam kehidupan,

pembangunan kesehatan menjadi salah satu instrumen di dalam upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tahun 2007 jumlah keluarga miskin

sebanyak 275.110 RTM dan menerima bantuan raskin dari pemerintah pusat

(meningkat 27 persen dibanding periode tahun 2006 sebanyak 216.536

RTM). Penduduk DIY menurut tahapan kesejahteraan tercatat bahwa pada

tahun 2007 kelompok pra sejahtera 21,12%; Sejahtera I 22,70%; Sejahtera II

23,69%; Sejahtera III 26,83%; dan Sejahtera III plus 5,66% . Tingkat

kesejahteraan pada tahun 2010 meningkat dengan penurunan persentase

penduduk miskin menjadi 16,83%.

Arah pembangunan kesehatan di DIY secara umum adalah untuk

mewujudkan Provinsi DIY yang memiliki status kesehatan masyarakat yang

tinggi tidak hanya dalam batas nasional tetapi memiliki kesetaraan di tataran

internasional khususnya Asia Tenggara dengan mempertinggi kesadaran

masyarakat akan pentingnya hidup sehat, peningkatan jangkauan dan kualitas

36

Page 37: Candi Borobudur

pelayanan kesehatan serta menjadikan DIY sebagai pusat mutu dalam

pelayanan kesehatan, pendidikan pelatihan kesehatan serta konsultasi

kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2010 menempatkan

DIY sebagai provinsi dengan indikator kesehatan terbaik dan paling siap

dalam mencapai MDG’s.

Pada tahun 2010 capaian indikator kesehatan untuk umur harapan

hidup berada pada level usia 74,20 tahun. Angka kematian balita sebesar

18/1000 KH, angka kematian bayi sebesar 17/1000 KH, dan angka kematian

ibu melahirkan sebesar 103/100.000 KH. Prevalensi gizi buruk sebesar

0.70%, Cakupan Rawat Jalan Puskesmas 16% sedangkan Cakupan Rawat

Inap Rumah Sakit sebesar 1,32%[.

Dari 118 Puskesmas, 20% puskesmas telah menerapkan sistem

manajemen mutu melalui pendekatan ISO 9001:200; 7% rumah sakit telah

menerapkan ISO 9001:200; 25% rumah sakit di DIY telah terakreditasi

dengan 5 standar; 17% RS terakreditasi dengan 12 standar; dan 5% RS telah

terakreditasi dengan 16 standar pelayanan. Sarana pelayanan kesehatan yang

memiliki unit pelayanan gawat darurat meningkat menjadi 40% dan RS

dengan pelayanan kesehatan jiwa meningkat menjadi 9%. Meskipun

demikian cakupan rawat jalan tahun 2006 baru mencapai 10% (nasional 15%)

sementara untuk rawat inap 1,2% (nasional 1,5%). Rasio pelayanan kesehatan

dasar bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di Unit Pelaksana Teknis Dinas

Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota telah mencapai 100%. Rasio

dokter umum per 100.000 penduduk menunjukkan tren meningkat sebesar

39,64 pada tahun 2006. Adapun program jamkesos tahun 2010 dianggarkan

Rp. 34.978.592.000,00.

Penyakit jantung dan stroke telah menjadi pembunuh nomor satu di

DIY sementara faktor risiko penyakit jantung penduduk DIY ternyata cukup

tinggi. Rumah tangga di DIY yang tidak bebas asap rokok sebesar 56%,

sedangkan remaja yang perokok aktif sebesar 9,3%. Sebanyak 52% penduduk

DIY kurang melakukan aktivitas olahraga dan hanya 19,8% penduduk DIY

yang mengkonsumsi serat mencukupi. Dalam tiga tahun terakhir angka

obesitas pada anak-anak di DIY meningkat hampir 7%.

37

Page 38: Candi Borobudur

Penyebaran sekolah untuk jenjang SD/MI sampai Sekolah Menengah

sudah merata dan menjangkau seluruh wilayah sampai ke pelosok desa.

Jumlah SD/MI yang ada di Provinsi DIY pada tahun 2008 adalah sejumlah

2.035, SMP/MTs/SMP Terbuka sejumlah 529, dan SMA/MA/SMK sejumlah

381 sekolah negeri maupun swasta. Ketersediaan ruang belajar dapat

dikatakan sudah memadai dengan rasio siswa per kelas untuk SD/MI: 22,

SMP/MTs: 33, SMA/MA/SMK: 31. Sedangkan tingkat ketersediaan guru di

Provinsi DIY juga cukup memadai dengan rasio siswa per guru untuk SD/MI:

13, SMP/MTs: 11, SMA/MA/SMK: 9. Untuk tahun 2010 pembinaan guru

jenjang SD/MI sebanyak 3.900 guru telah memenuhi kualifikasi dari total

24.093 guru. Jenjang SMP/MTs sebanyak 3.939 guru telah memenuhi

kualifikasi dari total 12.971 guru. Dan untuk SMA/MA sebanyak 4.826 guru

telah memenuhi kualifikasi dari total 15.067 guru.

Para lulusan jenjang SD/MI pada umumnya dapat melanjutkan ke

SMP/MTs, sejalan kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang

dicanangkan pemerintah. Pada tahun 2010, angka kelulusan SD/MI mencapai

96,47%, SMP/MTs mencapai 81,84% dan SMA/MA/SMK sebesar 88,98%.

Sedangkan angka putus sekolah pada tahun yang sama sebesar 0,07% untuk

SD/MI; 0,17% untuk SMP/MTs; dan 0,44% untuk SMA/MA/SMK].

Sementara itu jumlah perguruan tinggi di Provinsi DIY baik negeri, swasta

maupun kedinasan seluruhnya sebanyak 136 institusi dengan rincian 21

universitas, 5 institut, 41 sekolah tinggi, 8 politeknik dan 61 akademi yang

diasuh oleh 9.736 dosen.

Wujud cagar budaya yang masih dipergunakan sebagai tempat ibadah

umat Hindu Indonesia

DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible

(fisik) maupun yang intangible (non fisik). Potensi budaya yang tangible

antara lain kawasan cagar budaya dan benda cagar budaya sedangkan potensi

budaya yang intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni,

sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.

DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang

tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset budaya

38

Page 39: Candi Borobudur

peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan Kraton sebagai

institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya, merupakan

embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat dalam

berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya dan beradat tradisi.

Selain itu, Provinsi DIY juga mempunyai 30 museum, yang dua di antaranya

yaitu Museum Ullen Sentalu dan Museum Sonobudoyo diproyeksikan

menjadi museum internasional. Pada 2010, persentase benda cagar budaya

tidak bergeak dalam kategori baik sebesar 41,55%, seangkan kunjungan ke

museum mencapai 6,42%.

Penduduk DIY mayoritas beragama Islam yaitu sebesar 90,96%,

selebihnya beragama Kristen, Katholik, Hindu, Budha. Sarana ibadah terus

mengalami perkembangan, pada tahun 2007 terdiri dari 6214 masjid, 3413

langgar, 1877 musholla, 218 gereja, 139 kapel, 25 kuil/pura dan 24

vihara/klenteng. Jumlah pondok pesantren pada tahun 2006 sebanyak 260,

dengan 260 kyai dan 2.694 ustadz serta 38.103 santri. Sedangkan jumlah

madrasah baik negeri maupun swasta terdiri dari 148 madrasah ibtidaiyah, 84

madrasah tsanawiyah dan 35 madrasah aliyah. Aktivitas keagamaan juga

dapat dilihat dari meningkatnya jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun, dan

pada tahun 2007 terdapat 3.064 jamaah haji.

2.3. Kajian

Kajian makalah ini yaitu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

Kota Yogyakarta. Yang meliputi sejarah singkat objek-objek wisata, kondisi

geografis objek yang terdiri dari kondisi fisik/ keadaan alam, kondisi sosial

ekonomi penduduk yang berada disekitar objek-objek tersebut.

BAB III

PENUTUP

39

Page 40: Candi Borobudur

3.1. Kesimpulan

Maka dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja

itu sangat banyak,dan kita harus senantiasa menjaga serta merawatnya agar tetap

asri seperti aslinya.agar menarik para wisatawan untuk berlibur ke jogja.

Selain itu,kota jogja yang menawan itu tidak harus kita tambahkan dengan

budaya-budaya barat yang kita rasa sangat bagus atau trend.tapi justru itu

salah,kita harus tetap menjaga budaya asli  jogja itu sendiri agar mempunyai

keaslian yang khas dimata dunia.

Jogja merupakan salah satu kota favorit para wisatawan untuk berlibur dan

menghabiskan sisa waktu istirahatnya di tempat-tempat wisata yang ada di

jogja.walaupun banyak cerita-cerita mistis  yang beredar di masyarakat luas,para

wisatawan tetap antusias menikmati tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja.

3.2 Saran

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini banyak ditemui

kesulitan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat

menyempurnakan karya tulis ini.

Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan karya tulis ini. Dalam

pembuatan karya tulis ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk itu 

penulis sebagai manusia biasa mohon maaf atas segala keurangan dan kekhilafan.

Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua.

40