Upload
fadylirmablogspotcom
View
16.023
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas kuliahan di bidang hukum
Citation preview
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
1. Sumber : Analisa Nasional Tanggal : 20 Maret 2012 Hal : 12 No/Thn : 14011/XL
Kasus ini merupakan kasus yang terjadi antara pihak AMAN (Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara) yang menentang keputusan pemerintah mengenai UU No. 41/1999. UU ini
dianggap melahirkan ketidakpastian hak bagi masyarakat adat atas wilayah adat
mereka yang akhirnya melahirakn kemiskinan bagi masyarakat adat itu sendiri
(Kasepuhan Cisitu, Lebak, Banten).
Lebih khususnya mereka meminta MK untuk membatalkan dan merubah (penambahan
atau pengurangan) terhadap beberapa pasal di antaranya:
1. Pasal 1 ayat 6:
Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
2. Pasal 4 ayat 3:
Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat,
sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional.
Argumentasi & Saran:
Dari penjelasan isi pasal-pasal di atas jelaslah bahwa masyarakat adat menuntut
keadilan atas hak ulayat mereka yang bersifat turun-temurun. Hal ini semakin mempertegas bahwa
pemerintah Indonesia belum mampu merealisasikan salah satu pasal di dalam hukum agrarian
(pasal 1 UU No. 5/1960) “bahwa tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa terhadap
masyarakat Indonesia” yang berarti pemanfaatan tanah harus merata dan dirasakan adil bagi
seluruh masyarakat Indonesia.
Seharusnya dalam upaya tersebut Pemerintah mampu mensejahterakan masyarakat
adat dengan memperbaiki isi pasal-pasal tersebut sehingga hutan adat berkedudukan sejajar
dengan hutan Negara, bukan malah sebagai bagian dari hutan Negara.
Mahkamah Konstitusi dapat mengambil peran untuk menilai mana UU yang harus dinyatakan bertentangan dengan semangat dan politik hukum pertanahan yang melindungi dan menghormati hak ulayat. Tentu saja MK baru bisa bekerja jika ada gugatan dari masyarakat.
2. Sumber : Kompas Nasional Tanggal : 26 Maret 2012 Hal : 10 No/Thn : 261/47
Di dalam kasus ini hakim menuntut kenaikan gaji dimana hakim
merupakan pejabat Negara seperti tercantum dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 8/2000 dan UU No. 48/2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Para hakim beranggapan bahwa Negara
abai terhadap reformasi lembaga peradilan, termasuk mengurus
gaji hakim yang saat ini berada di bawah gaji PNS untuk
golongan yang sama. Contohnya gaji pokok hakim golongan IIIa
mulai Rp 1,97 juta (sesuai PP No. 11/2008), sementara gaji PNS
golongan IIIa adalah Rp 2,06 juta (sesuai PP No. 15/2012).
Argumentasi & Saran:Sangat disayangkan, perilaku hakim yang ingin mogok sidang dalam rangka penuntutan tersebut
dinilai sangat tidak etis. Hakim seolah-olah mengabaikan kewajibannya sebagai penegak hukum
dan menyimpangi tugas mulianya dengan mogok sidang. Apakah patut seorang hakim lebih
mementingkan dirinya sendiri dibanding dengan kepentingan Negara? Bukannya hakim tidak boleh
naik gaji, namun seharusnya hakim mampu bersikap bijak dan lebih elegan dalam upaya
penuntutan perbaikan gaji. Sebaiknya, tuntutan tersebut disalurkan melalui Ikatan Hakim
Indonesia (IKAHI) agar pemerintah lebih mendengar dan nama hakim pun tidak tercoreng di
depan masyarakat Indonesia.
Parlemen dan pemerintah sama-sama punya andil kesalahan yang menjadikan perlakuan kepada hakim sebagai pejabat negara terabaikan. Apa yang dilakukan para hakim ini tentunya menjadi momentum perubahan agar pemerintah juga sama-sama memikirkan nasib para hakim sebagai pejabat negara. Pada intinya, dalam upaya mengawal negara Indonesia menjadi lebih baik, kerja sama antara pihak pemerintah beserta elemen-elemennya dan masyarakat menjadi kunci utamanya.
Selain itu, jikalau tuntutan tersebut dipenuhi seharusnya hakim mampu
menyeimbangi antara kinerjanya dengan gajinya. Masyarakat akan lebih
bersimpatik jika hakim menyelesaikan kasus-kasus di pengadilan dengan
jujur, tegas, tanpa adanya faktor KKN lagi di dalam lembaga peradilan.
Dengan demikian, hakim tidak hanya mampu menuntut namun juga
mampu mengadili seadil-adilnya setiap kasus yang terjadi sehingga
terciptalah lembaga peradilan yang bersih.
3. Sumber : Tribun Medan Tanggal : 7 Mei 2012 Hal : 5 No/Thn : 587/02
Upaya Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan yang akan mengadakan
restorasi dan reboisasi hutan Sumut adalah penanganan akibat dari
bencana-bencana yang kerap kali terjadi di Indonesia akibat kelalaian
dalam pengolahan hutan yang tidak bisa dilepaskan dari penegakan hukum
yang masih lemah. Fokusnya adalah masalah para korban konflik Aceh yang
mengungsi dan diduga melakukan perambahan dan menjadikan sebagian dari
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) sebagai perkebunan kelapa sawit.
Pihak Balai Besar TNGL (BBTNGL) dalam hal ini tetap mempertahankan
kawasan TNGL sebagai kawasan yang tidak membolehkan adanya aktivitas
apapun yang dapat mengakibatkan kerusakan apalagi membahayakan
ekosistem kawasan.
Argumentasi & Saran:
Sekuat apapun pihak BBTNGL berupaya melindungi kawasan TNGL tidak akan membuahkan suatu
apapun jika tidak adanya hukum yang tegas dalam tindak sanksi bagi pihak-pihak yang
menyelewengkan kegunaan hutan.Ada baiknya pemerintah menambahkan isi pasal-pasal di dalam
UU Kehutanan, misalnya:
Barang siapa yang dengan sengaja melakukan penebangan liar akan divonis minimal 5 tahun
penjara.
Taman nasional adalah kawasan yang harusnya dilindungi, jika ada yang menyalah gunakannya
maka akan mendapat sanksi ganti rugi pemulihan kawasan minimal Rp 10 juta / dipenjara selama
minimal 5 tahun disesuaikan dengan kerusakan yang terjadi.
Pasal 78 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
ayat (3) huruf h, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
pemerintah lebih tegas agar kawasan-kawasan hutan di wilayah Sumatera Utara perlu ditata dengan mantap dengan memperhitungkan kebutuhan akan sumber daya alam hutan sehingga bisa jelas kawas hutan lindung dan hutan konservasi untuk ditegakkan hukum yang berlaku bagi pihak-pihak yang berani melanggar. Kemudian ketegasan dan kejelasan hukum itu sangat dibutuhkan demi meminimaliskan pelanggaran terhadapnya baik pada zaman sekarang maupun di masa yang akan datang
Dengan adanya tindak hukum yang tegas dalam
upaya perlindungan hutan serta upaya
meminimalisasikan terjadinya bencana, masyarakat
diharapkan lebih mampu memilah-milah perbuatan
yang harus dan yang tidak seharusnya. Dengan kata
lain, penebangan hutan liar bisa diberantas dan akan
jarang terdengar berita mengenai banjir, longsor,
kerusakan hutan, dan kebakaran hutan.
4 Sumber : Analisa KotaTanggal : 29 Desember 2011Halaman: 14No/Tahun: 13932/XL
Kasus ini bermula di saat enam tahanan kabur dari Sel Polsek Binjai Utara pada hari Senin sekitar pukul 24.00 WIB. Akibatnya Kapolsek Binjai Utara Kompol Kuasa Purba harus rela dicopot dan digantikan oleh AKP Widya Budhi Hartati. Diduga bahwa keenam tahanan kabur karena adanya bantuan dari istri salah seorang tahanan yang membawa gergaji besi ke dalam sel dengan alasan ingin menjenguk. Ia mengikat gergaji itu di bagian pahanya.
Argumentasi & Saran:
Tindakan Mona Yani terbilang cukup nekat. Dengan beraninya dia berani membantu perencanaan kabur suaminya beserta lima tahanan lainnya. Walaupun pada akhirnya polisi terkesan sigap karena berhasil meringkus kelima tahanan dan Mona Yani, dalam kasus ini tetap membuktikan bahwa penjagaan di sel tahanan masih sangat longgar. Seharusnya polisi mampu menjaga sel dengan ketat selama 24 jam penuh karena memang itulah tugas pokok para polisi yang bertugas di sel tahanan. Lemahnya lembaga kepolisian ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah yang sangat mempunyai wewenang untuk mengatur bagaimana harusnya lembaga kepolisian dijalankan sesuai dengan fungsi dan peranannya.
Kemudian terkait masalah pencopotan Kapolsek menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia cukup tegas di bagian ini. Karena bagaimanapun juga setiap apapun yang terjadi di dalam sel, maka itu menjadi tanggung jawab semua pihak yang bersangkutan khususnya Kapolsek sebagai pemimpin.
Kurang nya Pengawasan yang mengakibatkan 5 orang tahanan di sel kabur. Ini termasuk kesalahan yang sangat besar di karenakan kelalaian dari petugas di tempat untuk mengawasi para tahanan. Jangan hanya menuntut uang yang terdapat di sell dan jangan sampai bisa membebaskan orang yang bersalah. Petugas yang ceroboh ini harus di berikan hukuman disiplin yang tinggi agar ke depan nya pengawasan serta penjagaan atas para tahanan lebih terjamin.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan tersebut adalah:•Dewasa ini nyatanya masalah krusial terus saja terjadi di Indonesia tanpa pengatasan dan penyelesaian yang jelas. Pemerintah dianggap selalu saja mengulur-ulur waktu sedemikian rupa demi keuntungan Negara (bahkan oknum pejabat), bukan demi kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat.•Faktanya hukum di Indonesia tajam ke bawah, tumpul ke atas. Hal ini mempertegas bahwa yang miskin kan semakin sengasara, sedangkan yang kaya akan semakin kaya raya dan memangsa si miskin secara perlahan-lahan.•Pemerintah seharusnya lebih tegas di dalam upaya pengakan hukum dimana hukum itu sendiri seharusnya mencakup tiga pokok yaitu; hukum seharusnya adil, seharusnya berguna dan seharusnya menjamin kepastian hukum. Di smping itu, hukum mempunyai sifat memaksa dalam pengertian bahwa siapapun yang melanggar hukum seharusnya mendapat sanksi tegas.•Pemerintah juga harusnya lebih memperhatikan segala aspek hukum seperti dengan adanya hukum tegas mengenai perlindungan kawasan hutan lindung dan sebagainya sehingga bencana di Indonesia bisa diminimalisasikan.•Kebijakan-kebijakan Pemerintah sangat bias bagi masyarakat Indonesia. Negara Hukum yang mengidam-idamkan keadilan dengan adanya landasan dari setiap landasan hukum di Indonesia yaitu Pancasila sirna begitu saja ketika hukum tak lagi sesuai dengan Pancasila hanya karena kelakuan-kelakuan bejat oknum-oknum yang ingin mendapat keuntungan sendiri tanpa memikirkan kesengsaraan rakyatnya.