30
BAGIAN I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan berbahasa, supaya dapat berkomunikasi antar anggota kelompok masyarakat diperlukan suatu alat yang disebut bahasa. Bahasa merupakan media komunikasi yang utama dalam suatu kelompok masyarakat. Bahasa seseorang dapat mengungkapkan perasaan, pikiran, ide dan kemauannya kepada orang lain. Masyarakat sebagai salah satu tempat interaksi bahasa berlangsung, secara sadar atau tidak sadar menggunakan bahasa yang hidup dalam masyarakat. Anggota-anggota masyarakat menjadi kuat, bersatu dan maju apabila diikat dengan suatu bahasa. Bahasa dan masyarakat merupakan dua hal yang berkaitan, anggota masyarakat yang beragam latar belakang, budaya dan sosialnya berakibat pada hadirnya alih kode dan campur kode sebagai akibat dari kemampuan anggota masyarakat dalam menggunakan dua bahasa. Dua atau lebih bahasa bertemu dalam masyarakat tutur dari komunitas bahasa yang sama, maka terjadi komponen-komponen tertentu dapat tertransfer dari bahasa yang satu ke bahasa lain (Ohoiwutun, 2002: 72-74). Kajian bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibahas. Bagi bahasa hidup, merupakan bahasa yang masih terus dipakai dan terus berkembang, persentuhannya dengan bahasa-bahasa lain menimbulkan masalah lain. Persentuhan itu menambah khasanah bahasa itu sendiri. Namun, di sisi lain mengancam keberadaan bahasa itu sendiri. Kita ketahui kalau campur kode merupakan percampuran antara dua bahasa atau lebih dalam berkomunikasi. Sedangkan Sumarlam (2009: 159) mengatakan bahwa campur kode merupakan peralihan pemakaian bahasa atau ragam bahasa ke bahasa lain atau ragam bahasa lain ke dalam suatu tulisan atau suatu percakapan. Aktifitas penggunaan campur kode dalam masyarakat Indonesia saat ini masih banyak dijumpai. Hal ini disebabkan oleh banyaknya 1

disain PenelitianKebahasaan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dibuat untuk melengkapi tugas individu mata kuliah Penelitian Kebahasaan Nama : Wahyu Sari Utami NIM :511100008

Citation preview

Page 1: disain PenelitianKebahasaan

1

BAGIAN I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan berbahasa,

supaya dapat berkomunikasi antar anggota kelompok masyarakat diperlukan

suatu alat yang disebut bahasa. Bahasa merupakan media komunikasi yang

utama dalam suatu kelompok masyarakat. Bahasa seseorang dapat

mengungkapkan perasaan, pikiran, ide dan kemauannya kepada orang lain.

Masyarakat sebagai salah satu tempat interaksi bahasa berlangsung, secara

sadar atau tidak sadar menggunakan bahasa yang hidup dalam masyarakat.

Anggota-anggota masyarakat menjadi kuat, bersatu dan maju apabila diikat

dengan suatu bahasa. Bahasa dan masyarakat merupakan dua hal yang

berkaitan, anggota masyarakat yang beragam latar belakang, budaya dan

sosialnya berakibat pada hadirnya alih kode dan campur kode sebagai akibat

dari kemampuan anggota masyarakat dalam menggunakan dua bahasa. Dua

atau lebih bahasa bertemu dalam masyarakat tutur dari komunitas bahasa yang

sama, maka terjadi komponen-komponen tertentu dapat tertransfer dari bahasa

yang satu ke bahasa lain (Ohoiwutun, 2002: 72-74). Kajian bahasa menjadi

suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibahas. Bagi bahasa hidup,

merupakan bahasa yang masih terus dipakai dan terus berkembang,

persentuhannya dengan bahasa-bahasa lain menimbulkan masalah lain.

Persentuhan itu menambah khasanah bahasa itu sendiri. Namun, di sisi lain

mengancam keberadaan bahasa itu sendiri.

Kita ketahui kalau campur kode merupakan percampuran antara dua

bahasa atau lebih dalam berkomunikasi. Sedangkan Sumarlam (2009: 159)

mengatakan bahwa campur kode merupakan peralihan pemakaian bahasa atau

ragam bahasa ke bahasa lain atau ragam bahasa lain ke dalam suatu tulisan

atau suatu percakapan. Aktifitas penggunaan campur kode dalam masyarakat

Indonesia saat ini masih banyak dijumpai. Hal ini disebabkan oleh banyaknya

1

Page 2: disain PenelitianKebahasaan

2

masyarakat daerah yang mendominasi tinggal di Indonesia. Masyarakat

Indonesia masih kental menggunakan bahasa daerahnya. Selain itu, campur

kode di Indonesia juga terjadi kerena pengaruh budaya dari luar terutama

budaya barat. Masyarakat Indonesia lebih senang meniru gaya kebarat-baratan

sebagai lambang gaul dan gengsi.

Masyarakat Indonesia menganggap campur kode merupakan hal yang

wajar untuk digunakan dalam berkomunikasi setiap saat. Padahal, dalam

situasi formal seharusnya menggunakan tata bahasa Indonesia yang sesuai

EYD. Globalisasi memberi efek yang membahayakan bagi perkembangan

bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Masuknya budaya asing perlahan-lahan

mendesak esksistensi bahasa Indonesia. Maraknya tayangan berbahasa Inggris

hingga serbuan para investor asing menyebabkan penggunaan bahasa Inggris

semakin menjadi bagian dari kehidupan sebagian besar masyarakat. Tayangan

berbahasa Inggris, penggunaan nama dengan bahasa Inggris, hingga standar

perusahaan, baik nasional maupun multinasional, mendesak setiap orang

untuk dapat berbahasa Inggris. Kondisi yang demikian menyebabkan bahasa

Indonesia semakin terdesak, di satu sisi bahasa Indonesia memiliki

masalahnya sendiri termasuk masalah tata bahasa.

Bahasa Indonesia yang dulu sering dipertentangkan dengan bahasa

daerah, kini harus berhadapan lagi dengan bahasa asing. Dampak dari serbuan

bahasa asing itu terlihat dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Secara

sederhana, campur kode adalah fenomena pencampuran bahasa kedua ke

dalam bahasa pertama, pencampuran bahasa asing ke dalam struktur bahasa

ibu. Berdasarkan definisi sederhana ini, fenomena campur kode sebenarnya

tidak selalu melibatkan bahasa asing. Bahasa daerah juga digunakan sebagai

campur kode dengan bahasa nasional. Pertentangan dengan bahasa daerah lain

ini dipengaruhi segi sosialnya, hal ini dapat kita ketahui dari pernyataan dari

tokoh terkenal yang membahas mengenai sosiolinguistik, yaitu Kridalaksana

dalam Pateda (1987: 2) menyatakan bahwa sosiolinguistik merupakan cabang

ilmu linguistik yang berusaha untuk menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan

menempatkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial.

Page 3: disain PenelitianKebahasaan

3

Secara teoritis tujuan utama linguistik adalah dimaksudkan untuk

memberikan dasar-dasar teori, bagaimana kita memandang bahasa dari segi

fungsi (Pateda, 1987: 2) membantu menjelaskan aspek bahasa yang tidak

dapat dijangkau deskripsi sintaksis, morfologi, fonologi, semantik dalam studi

linguistik (Rahardi, 2001: 7). Media atau sarana yang digunakan untuk

penyampaian bahasa dapat dibedakan dalam dua macam ragam bahasa, yaitu

ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Ragam bahasa lisan adalah bahasa

yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (Organ of Speech) dengan

fonem sebagai unsur dasar, sedangkan ragam bahasa tulis adalah bahasa yang

dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya

(Sugono, 2002: 14).

Interaksi terjadi tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat tetapi

digunakan pada bidang pendidikan. Interaksi tersebut menggunakan lebih dari

satu bahasa, yaitu bahasa ibu mereka dan bahasa Indonesia sebagai bahasa

nasional. Dengan demikian, termasuk manusia bilingual, untuk menggunakan

dua bahasa tentunya seseorang harus menggunakan bahasa pertama atau

bahasa ibu dan bahasa daerah, yang kedua bahasa Indonesia dan bahasa asing.

Bahasa yang beragam tanpa disadari alih kode dan campur kode sering terjadi

dalam interaksi pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya

Kabupaten Kubu Raya. Namun, bentuk dan faktor penyebab terjadinya alih

kode dan campur kode ketika proses pembelajaran berlangsung tidak disadari

oleh guru atau siswa sehingga perbedaan antara alih kode dan campur kode

saat pembelajaran tidak diketahui secara jelas, sehingga perlu adanya

pedoman atau rujukan tentang perbedaan antara alih kode dan campur kode

dalam interaksi pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya

Kabupaten Kubu Raya.

B. Masalah Penelitian

Rumusan masalah selalu beranjak dari adanya masalah yang dihadapi,

serta upaya penyelesaiannya. Seorang peneliti selalu ingin tahu terhadap

masalah yang akan diteliti. Memecahkan suatu masalah seorang peneliti harus

Page 4: disain PenelitianKebahasaan

4

mengetahui akar masalah apa yang terdapat dalam penelitian tersebut.

Arikunto (1998: 51) mengatakan bahwa masalah penelitian adalah bagian

pokok dari suatu kegiatan penelitian. Langkahnya disebut perumusan masalah

atau perumusan problematik.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas

secara umum dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah alih kode dan

campur kode dalam interaksi pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2

Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya Melalui Kajian Sosiolinguistik?”. Masalah

umum tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode dalam interaksi

pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu

Raya?

2. Bagaimanakah fungsi alih kode dan campur kode dalam interaksi

pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu

Raya?

3. Bagaimanakah dampak alih kode dan campur kode terhadap hasil

pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu

Raya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan sangat penting dirumuskan sebelum suatu kegiatan mulai

dilaksanakan, hal ini sesuai dengan pendapat Surakhmad (1990: 32)

mengatakan bahwa setiap penelitian harus berisi lebih dahulu tentang tujuan.

Penulis mampu mengarahkan pemikiran pembaca serta menempatkan uraian-

uraian itu dalam proporsi yang wajar. Ali (1982: 9) menyatakan bahwa tujuan

penelitian sangat besar pengaruhnya terhadap komponen ataupun elemen

penelitian lain terutama metode teknik, alat ataupun generalisasi yang

diperoleh. Oleh karena itu, ketajaman seseorang dalam merumuskan tujuan

penelitian sangat memengaruhi keberhasilan penelitian yang dilaksanakan.

Tujuan penelitian adalah sesuatu yang menjadi sasaran dari setiap

penelitian dan berfungsi sebagai pemandu terhadap kegiatan penelitian.

Page 5: disain PenelitianKebahasaan

5

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan secara umum dalam

penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan alih kode dan campur kode dalam

interaksi pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten

Kubu Raya Melalui Kajian Sosiolinguistik. Tujuan umum tersebut dapat

diuraikan menjadi beberapa tujuan khusus sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk alih kode dan campur kode dalam interaksi

pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu

Raya.

2. Menjelaskan fungsi alih kode dan campur kode dalam interaksi

pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu

Raya.

3. Menjelaskan dampak alih kode dan campur kode terhadap hasil

pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu

Raya.

D. Manfaat Penelitian

Segala sesuatu yang kita kerjakan, terutama dalam masalah penelitian

secara sederhana akan selalu membawa manfaat. Penelitian pendidikan juga

diharapkan dapat memberi masukan bagi pengembangan sistem pendidikan

yang ada. Ali (1982: 9) menyatakan bahwa penelitian pendidikan sangat besar

sekali manfaatnya bagi pengembangan sistem pendidikan maupun untuk

kepentingan praktis dalam penyelenggaraan dan hal-hal yang berhubungan

dengan berbagai faktor, baik yang menghambat maupun yang menunjang

pengembangan pendidikan.

Penelitian ini mempunyai manfaat teoretis dan manfaat praktis,

diantaranya sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Memberikan motivasi dan acuan bagi peneliti lanjutan, sehingga

memperoleh konsep baru, memperkaya wawasan dan pengetahuan kita

dalam bidang bahasa.

Page 6: disain PenelitianKebahasaan

6

2. Manfaat praktis

a. Bagi peneliti

Manfaat yang dapat diperoleh oleh peneliti dari penelitian ini adalah

untuk menambah pengetahuan dan pemahaman yang mendalam

tentang alih kode dan campur kode dalam interaksi pembelajaran

khususnya di bidang bahasa dan sastra Indonesia.

b. Bagi guru

Penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan yang perlu

diketahui dan diharapkan dapat memberikan masukan bagi guru

Bahasa Indonesia mengenai alih kode dan campur kode dalam

interaksi pembelajaran khususnya di bidang bahasa dan sastra

Indonesia.

c. Bagi siswa

Penelitian ini bermanfaat untuk memperluas pengetahuan bahasa yang

beragam yang diperoleh siswa dalam kegiatan pembelajaran.

d. Bagi sekolah

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah variabel tunggal, yaitu alih

kode dan campur kode dalam interaksi pembelajaran siswa kelas VII SMP

Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya.

2. Penjelasan istilah

Penjelasan istilah dimaksudkan untuk menghindari kekeliruan

dalam menafsirkan istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian.

Penelitian ini terdapat definisi operasional, yaitu:

a. Kajian sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mengkaji

hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku

sosial (Kridalaksana, 2001: 201).

b. Alih kode adalah gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan

situasi (Appel dalam Chaer, 2004: 107).

Page 7: disain PenelitianKebahasaan

7

c. Campur kode adalah suatu keadaan berbahasa ketika penutur

mencampurkan dua atau lebih bahasa dengan saling memasukkan

unsur-unsur sehingga unsur yang menyisip tersebut tidak lagi

mempunyai fungsi tersendiri (Suwito dalam Wijana, 2006: 171).

d. Interaksi pembelajaran adalah hubungan timbal balik antara guru dan

siswa yang harus menunjukkan adanya hubungan bersifat edukatif

(Soetomo).

e. Siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya

yang terdiri dari 2 kelas sebanyak 70 orang, yaitu 45 siswa perempuan

dan 25 siswa laki-laki.

F. Metodologi Penelitian

1. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian deskripsi kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan bentuk

penelitian yang menggambarkan suatu keadaan dengan uraian. Menurut

Djajasudarma (2003: 17) penelitian kualitatif data yang dikumpulkan

bukanlah angka-angka, dapat berupa kata-kata atau gambaran sesuatu

yang mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto,

video, tape, dokumen pribadi dan yang lainnya. Penelitian deskripsi

kualitatif dipergunakan untuk memperoleh gambaran empiris mengenai

alih kode dan campur kode dalam interaksi pembelajaran siswa kelas VII

SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya.

2. Bentuk penelitian

Bentuk yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan bentuk penelitian yang

menggambarkan suatu keadaan dengan uraian. Menurut Djajasudarma

(2003: 17) penelitian kualitatif data yang dikumpulkan bukanlah angka-

angka, dapat berupa kata-kata atau gambaran sesuatu yang mungkin

berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video, tape,

dokumen pribadi dan yang lainnya. Penggunaan bentuk penelitian

Page 8: disain PenelitianKebahasaan

8

kualitatif terhadap alih kode dan campur kode dalam interaksi

pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu

Raya bertujuan untuk mengetahui bentuk, fungsi dan dampak terhadap

hasil pembelajaran siswa.

3. Prosedur penelitian

Prosedur penelitian ini akan membahas mengenai langkah-langkah,

yaitu:

a. Tahap perencanaan

Peneliti membuat rencana penelitian berdasarkan hasil pengamatan

yang dilakukan terhadap alih kode dan campur kode dalam interaksi

pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten

Kubu Raya.

b. Tahap pelaksanaan

Secara lebih rinci deskripsi tahap pelaksanaan dalam penelitian ini

menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Melakukan observasi terhadap interaksi pembelajaran siswa kelas

VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya.

2) Mengambil data yang berkaitan dengan alih kode dan campur kode

dalam interaksi pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau

Jaya Kabupaten Kubu Raya.

3) Menyimpulkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

c. Tahap penyelesaian

Penyelesaian terhadap penelitian untuk memberikan arti dan

menyimpulkan hasil penelitian yang berjudul “Alih Kode dan Campur

Kode dalam Interaksi Pembelajaran Siswa Kelas VII SMP Negeri 2

Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya Melalui Kajian Sosiolinguistik”.

G. Data dan Sumber Data

1. Data

Data merupakan bahan yang sesuai untuk memberi jawaban

terhadap masalah yang dikaji (Subroto dalam Al-Ma’ruf, 2009: 11). Data

Page 9: disain PenelitianKebahasaan

9

penelitian ini adalah data lisan berupa peristiwa tutur dan data tulis berupa

catatan hasil observasi serta hasil wawancara.

2. Sumber data (subjek penelitian)

Loflan (dalam Moleong, 2004: 154) mengatakan sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya

adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal

itu, sumber data dalam penelitian ini, yaitu guru Bahasa Indonesia dan

siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya yang

terdiri dari 2 kelas sebanyak 70 orang, yaitu 45 siswa perempuan dan 25

siswa laki-laki.

3. Lokasi penelitian

Berdasarkan judul penelitian yang penulis tetapkan, yaitu alih kode

dan campur kode dalam interaksi pembelajaran siswa kelas VII SMP

Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya Melalui Kajian

Sosiolinguistik, maka dipilih lokasi penelitian di SMP Negeri 2 Rasau

Jaya Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat.

H. Teknik dan Alat Pengumpul Data

1. Teknik Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam

penelitian ini adalah observasi, perekaman dan pencatatan. Adapun

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Melakukan pengamatan pada saat proses pembelajaran berlangsung.

b. Merekam interaksi pada saat pembelajaran.

c. Mencatat hasil rekaman sesuai dengan tujuan penelitian.

d. Melakukan wawancara kepada guru dan siswa.

e. Menganalisis data yang sudah terkumpul.

2. Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam

penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam

mengumpulkan data agar mendapatkan data yang jelas. Pengumpulan data

Page 10: disain PenelitianKebahasaan

10

adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang

diperlukan. Alat pengumpul data pada penelitian ini adalah sesuatu yang

digunakan untuk menjaring data penelitian, yaitu:

a. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan berperan serta secara

pasif. Pengamatan ini dilakukan terhadap guru ketika memberikan

materi pelajaran menentukan di kelas dan mengamati kinerja siswa

selama proses belajar mengajar berlangsung. Hasil observasi ditulis di

lembar observasi.

b. Wawancara atau diskusi

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si

penanya dengan si penjawab menggunakan alat yang dinamakan

interview guide (panduan wawancara). Tujuan penulis menggunakan

metode ini, untuk memperoleh data secara jelas dan kongkrit tentang

alih kode dan campur kode dalam interaksi pembelajaran siswa kelas

VII SMP Negeri 2 Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya akan

mengadakan wawancara dengan guru dan siswanya.

c. Rekaman (penyadapan)

Rekaman dalam penelitian ini menggunakan alat rekam berupa

handphone. Perekaman ini dilakukan agar peneliti mendapatkan data

yang kongkret pada saat interaksi pembelajaran dimulai.

d. Kajian dokumen

Kajian dokumen yang peneliti lakukan adalah mengkaji hasil data

yang sudah diperoleh berbentuk data tertulis (catatan), yaitu catatan

hasil observasi, hasil wawancara dan hasil rekaman.

I. Validitas Data

Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data pada penelitian

ini, yaitu triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data.

Peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Page 11: disain PenelitianKebahasaan

11

1. Melakukan pengamatan pada saat proses pembelajaran berlangsung.

2. Merekam interaksi pada saat pembelajaran.

3. Mencatat hasil rekaman sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Melakukan wawancara kepada guru dan siswa.

5. Menganalisis data yang sudah terkumpul.

J. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan

tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan

data di atas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut

dengan menggunakan analisis secara deskriptif kualitatif, tanpa menggunakan

teknik kuantitatif.

Analisis deskriptif kualitatif merupakan suatu teknik yang

menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul

dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi

yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan

menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Menurut M. Nazir tujuan deskriptif

ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar

fenomena yang diselidiki. Analisis data yang dilakukan, yaitu:

1. Pengumpulan data, yaitu pengumpulan data di lokasi studi dengan

melakukan observasi dan mencatat dokumen menentukan strategi

pengumpulan data yang dipandang tepat dan menentukan fokus serta

pendalaman data pada proses pengumpulan data.

2. Reduksi data

Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui

seleksi data mentah menjadi data yang bermakna.

Page 12: disain PenelitianKebahasaan

12

3. Penyajian data

Data yang sudah terkumpul dan terseleksi kemudian dikelompokkan

dalam beberapa bagian sesuai dengan jenis data supaya makna

peristiwanya lebih mudah dipahami. Sajian data dalam penelitian ini

disajikan dalam bentuk paparan deskriptif, tabel dan grafik.

4. Penarikan kesimpulan

Simpulan dalam penelitian ini ditarik berdasarkan reduksi dan penyajian

data. Penarikan simpulan dilakukan sebagai proses pengambilan intisari

dan penyajian data yang telah terorganisasi tersebut dalam bentuk

pernyataan kalimat yang singkat dan padat, tetapi mengandung pengertian

yang luas.

Page 13: disain PenelitianKebahasaan

13

K. Waktu Kegiatan Penelitian

Penelitian ini direncanakan selama enam bulan, terhitung dari bulan

Januari 2014 sampai bulan Juni 2014. Rincian waktu penelitian tersebut dapat

dilihat dalam tabel sebagai berikut:

TABEL 1.1

RINCIAN WAKTU PENELITIAN

No. Jenis

Kegiatan

Bulan atau Minggu ke

Januari Februari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Pengajuan

judul

2. Pembahasan

3. Konsultasi

4. Rencana

seminar

5. Pengumpulan

data

6. Persiapan

pendaftaran

ujian

7. Rencana ujian

skripsi

Page 14: disain PenelitianKebahasaan

14

BAGIAN II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Kajian Sosiolinguistik

1. Pengertian sosiolinguistik

Studi bunyi dialek merupakan salah satu kajian bidang

sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah cabang ilmu bahasa yang membahas

hubungan antara bahasa dengan anggota masyarakat penuturnya.

Kridalaksana (2001: 201) menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah

cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara

perilaku bahasa dan perilaku sosial. J. A. Fishman dalam Chaer (2004: 3)

mengemukakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas

variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa dan pemakai bahasa karena

ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah dan saling mengubah satu

sama lain dalam satu masyarakat tutur. Chaer (2004: 2) menjelaskan

bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari

bahasa dalam kaitannya dengan pengguna bahasa itu di dalam masyarakat.

Sumarsono (2002: 2) menyatakan bahwa sosiolinguistik dibandingkan

dengan ilmu-ilmu sosial lain, seperti ilmu ekonomi, sosiologi, atau dengan

linguistik sendiri merupakan ilmu relatif baru. Ditinjau dari nama,

sosiolinguistik menyangkut sosiologi dan linguistik, karena itu

sosiolinguistik mempunyai kaitan erat dengan kedua kajian tersebut. Sosio

adalah masyarakat dan linguistik adalah kajian bahasa. Berdasarkan

pendapat para ahli di atas, sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa

yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan.

Nababan (1991: 2) mengatakan bahwa istilah sosiolinguistik jelas

terdiri dari 2 unsur, yaitu sosio dan linguistik. Kita mengetahui arti

linguistik, yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa,

khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, kalimat) dan

hubungan antara unsur-unsur itu (struktur), termasuk hakekat dan

14

Page 15: disain PenelitianKebahasaan

15

pembentukan unsur itu. Unsur sosio adalah seakar dengan sosial, yaitu

yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat

dan fungsi-fungsi kemasyarakatan. Jadi, sosiolinguistik ialah studi atau

pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai

anggota masyarakat. Sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-

aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi)

yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor

kemasyarakatan (sosial). Sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari

penggunaan bahasa di dalam masyarakat. Penggunaan bahasa di dalam

masyarakat tersebut mencakup variasi-variasi bahasa. Variasi-variasi

bahasa ini bisa karena waktu, sosial dan geografis.

2. Objek kajian sosiolinguistik

Objek kajian sosiolinguistik merupakan bahasa dalam

penggunaanya di dalam masyarakat. Chaer dan Agustina (2010: 3)

menjelaskan bahwa dalam sosiolinguistik bahasa tidak dilihat sebagai

bahasa sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melaikan dilihat

sebagai sarana interaksi sosial di dalam masyarakat. Soemarsono (2012: 8)

menjelaskan bahwa sosiolinguistik melihat bahasa sebagai suatu sistem

yang berkaitan dengan masyarakat, bahasa dilihat sebagai sistem yang

tidak terlepas dari ciri-ciri penutur dan dari nilai-nilai sosiobudaya yang

dipatuhi oleh penutur itu. Dimensi dalam penelitian sosiolinguistik, yaitu:

a. Identitas sosial penutur.

b. Identitas sosial pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi.

c. Lingkungan tenpat peristiwa tutur terjadi.

d. Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial.

e. Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-

bentuk ujaran.

f. Tingkatan variasi dan ragam linguistik.

g. Penerapan praktis penelitian sosiolingusitk (Dittmar, 1976).

Page 16: disain PenelitianKebahasaan

16

3. Manfaat Sosiolinguistik

Kegunaan sosiolinguistik bagi kehidupan praktis sangat banyak,

sebab bahasa merupakan alat komunikasi verbal manusia. Sosiolinguistik

memberi pengetahuan bagaimana menggunakan bahasa di dalam

masyarakat berdasarkan penggunaanya. Sosiolinguistik memberikan

pengetahuan tentang berbagai variasi bahasa yang ada di masyarakat. Kita

sebagai manusia yang hidup di dalam masyarakat, sosiolinguistik

memberikan pengetahuan tentang bagaimana kita dapat menempatkan diri

dalam penggunaan bahasa kita ketika berada pada masyrakat tertentu.

Sosiolinguistik juga meberikan deskripsi variasi bahasa dalam kaitannya

dengan pengguna maupun kegunaannya. Selain itu, sosiolingusitik

memungkinkan kita mengkaji fenomena dan gejala bahasa yang ada di

dalam masyarakt melalui “kaca mata” sosiolinguistik.

Sebagai ilmu yang mengkaji bahasa di dalam masyarakat,

sosiolingusitik mampu “mencair” dengan bidang-bidang ilmu yang lain.

Hal ini karena bahasa merupakan alat verbal manusia yang ada di berbagai

bidang ilmu lain. Sebagai alat komunikasi, tentu bahasa tidak mungkin

terlepas dari ilmu-ilmu lain sebagai sarana untuk mengungkapkan hasil

pemikiran. Selain itu, objek kajian sosiolinguistik adalah bahasa di dalam

masyarakat. Tentu hal tersebut sangat memungkinkan sosiolinguitik untuk

saling terkait dengan bidang-bidang ilmu yang lain seperti politik, budaya,

ekonomi dan sebagainya.

B. Hakikat Kedwibahasaan dan Diglosia

1. Kontak bahasa

Bahasa yang bertemu dengan bahasa lain pasti terjadi kontak,

kontak bahasa adalah pengaruh bahasa yang satu dengan bahasa yang lain

secara langsung ataupun secara tidak langsung. Kontak bahasa yang

menimbulkan interferensi sering dianggap peristiwa negatif, karena

masuknya unsur-unsur bahasa pertama ke dalam bahasa kedua atau

sebaliknya menyimpang dari kaidah bahasa masing-masing. Proses

Page 17: disain PenelitianKebahasaan

17

terjadinya kontak bahasa dalam suatu interaksi linguistik harus mengetahui

hubungan peran yang ada di antara peserta percakapan.

2. Kedwibahasaan

Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa

Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah

bilingualism, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua

kode bahasa. Secara sosiolinguistik, bilingualisme diartikan sebagai

penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan

orang lain secara bergantian (Chaer dan Agustina, 2004: 111-112).

Kedwibahasaan bukanlah gejala bahasa sebagai sistem melainkan sebagai

gejala penuturan, bukan ciri kode melainkan ciri pengungkapan, bukan

bersifat sosial melainkan individual. Kedwibahasaan juga merupakan

karakteristik pemakaian bahasa. Kedwibahasaan dirumuskan sebagai

praktik pemakaian dua bahasa yang sama baiknya secara bergantian oleh

seorang penutur. Ciri-ciri kedwibahasaan secara garis besarnya sebagai

berikut:

a. Dua bahasa atau lebih digunakan oleh seseorang atau kelompok, tetapi

kedua bahasa itu tidak mempunyai fungsi atau peranan sendiri-sendiri

di dalam masyarakat pemakai bahasa.

b. Bahasa itu digunakan semata-mata karena kebiasaan dan kemampuan

saling mengganti di antara pembicara dan lawan bicara.

c. Dua bahasa atau lebih digunakan oleh seseorang atau sekelompok

orang yang menuntut adanya dua bahasa dan pemakaian bahasa baik

secara individu maupun kelompok.

3. Diglosia

Dua bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang sama, tetapi

masing-masing bahasa mempunyai fungsi atau peranannya sendiri-sendiri

dalam konteks sosialnya dikenal dengan sebutan “diglosia”. Diglosia

adalah suatu situasi bahasa dimana terdapat pembagian fungsional atas

variasi-variasi bahasa atau bahasa-bahasa yang ada dimasyarakat.

Page 18: disain PenelitianKebahasaan

18

Maksudnya bahwa terdapat perbedaan antara ragam formal dan non-

formal, contohnya di Indonesia terdapat perbedaan antara bahasa tulis dan

bahasa lisan.

4. Kode

a. Pengertian kode

Kode adalah suatu sistem tutur yang penerapan unsur

bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang

penutur, relasi penutur dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada.

Sumarsono (2002: 201) mengatakan bahwa kode merupakan bentuk

netral yang mengacu pada bahasa, dialek, sosiolek atau variasi bahasa.

Kode mencakup bahasa dan perbedaan intra bahasa yang digunakan

untuk berkomunikasi dan variasi bahasa tersebut, termasuk dialek,

tingkat tutur dan ragam.

b. Perubahan kode

Masyarakat yang dwibahasawan (menguasai dua bahasa)

sering terjadi perubahan-perubahan kode. Contohnya masyarakat Jawa

yang dikatakan dwibahasawan karena masuknya bahasa Indonesia ke

dalam inventarisasi kode atau tutur orang Jawa, maka sering timbul

beberapa konsep baru, yaitu:

1) Telah timbul dialek zaman, dialek kaum modern dan kaum

konservatif.

2) Telah timbul tingkat tutur baru, yaitu tingkat tutur bahasa

Indonesia.

3) Telah timbul berbagai register baru, misalnya register surat kabar.

C. Hakikat Alih Kode dan Campur Kode

1. Kode

a. Pengertian kode

Kode adalah suatu sistem tutur yang penerapan unsur

bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang

penutur, relasi penutur dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada.

Page 19: disain PenelitianKebahasaan

19

Sumarsono (2002: 201) mengatakan bahwa kode merupakan bentuk

netral yang mengacu pada bahasa, dialek, sosiolek atau variasi bahasa.

Kode mencakup bahasa dan perbedaan intra bahasa yang digunakan

untuk berkomunikasi dan variasi bahasa tersebut, termasuk dialek,

tingkat tutur dan ragam.

b. Perubahan kode

Masyarakat yang dwibahasawan (menguasai dua bahasa)

sering terjadi perubahan-perubahan kode. Contohnya masyarakat Jawa

yang dikatakan dwibahasawan karena masuknya bahasa Indonesia ke

dalam inventarisasi kode atau tutur orang Jawa, maka sering timbul

beberapa konsep baru, yaitu:

1) Telah timbul dialek zaman, dialek kaum modern dan kaum

konservatif.

2) Telah timbul tingkat tutur baru, yaitu tingkat tutur bahasa

Indonesia.

3) Telah timbul berbagai register baru, misalnya register surat kabar.

2. Alih kode

a. Pengertian alih kode

Alih kode (code switching), yakni peralihan pemakaian dari

satu bahasa atau kebahasaan atau dialek lainnya. Alih bahasa ini

sepenuhnya terjadi karena perubahan-perubahan sosiokultural dalam

situasi berbahasa. Perubahan-perubahan dimaksud meliputi faktor-

faktor seperti hubungan antara pembicara dan pendengar, laras bahasa,

tujuan berbicara, topik yang dibahas, waktu dan tempat berbincangan.

Para penutur yang sedang beralih kode minimum berasal dari dua

komunitas bahasa-bahasa (dialek) yang sedang mereka praktikkan

(Ohoiwutun, 2002: 71).

Chaer dan Agustina (2004: 141) menyatakan bahwa alih kode

adalah peristiwa berubahnya dari ragam santai menjadi ragam resmi

atau juga ragam resmi keragam santai. Jadi, dalam alih kode,

Page 20: disain PenelitianKebahasaan

20

pemakaian dua bahasa atau lebih ditandai oleh kenyataan bahwa

masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri

sesuai dengan konteksnya.

b. Latar belakang terjadinya alih kode

Adapun penyebab terjadinya campur kode, yaitu:

1) Pembicara atau penutur.

2) Melakukan alih kode untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat

dari tindakannya itu. Biasanya dilakukan oleh penutur yang dalam

peristiwa tutur itu mengharapkan bantuan lawan tuturnya.

3) Pendengar atau lawan tutur.

4) Penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa lawan tutur itu.

Biasanya kemampuan berbahasa lawan tutur kurang karena

mungkin bukan bahasa pertamanya.

5) Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga.

6) Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatarbelakang

bahasa yang sama dengan bahasa yang digunakan oleh penutur dan

lawan tutur.

7) Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya.

8) Perubahan situasi berbicara dari ragam bahasa Indonesia santai ke

ragam bahasa Indonesia ragam formal.

9) Perubahan topik pembicaraan.

10) Perpindahan topik yang menyebabkan terjadinya perubahan situasi

dari situasi formal menjadi situasi tidak formal (Chaer dan

Agustina, 2004: 143-147).

c. Bentuk alih kode

Alih kode dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1) Alih kode ekstern

Page 21: disain PenelitianKebahasaan

21

2) Alih kode ekstern adalah alih kode yang terjadi ketika penutur

beralih dari bahasa asalnya ke bahasa asing, misalnya dari bahasa

Indonesia kebahasa Inggris atau sebaliknya.

3) Alih kode intern

4) Alih kode intern adalah alih kode yang terjadi antar bahasa daerah

dalam suatu bahasa nasional, antar dialek dalam satu bahasa daerah

atau antar beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam suatu

dialek.

d. Beberapa faktor yang menyebabkan alih kode

1) Penutur

Seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap

mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya, mengubah situasi dari

resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya.

2) Mitra tutur

Mitra tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan

penutur, biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan bila

mitra tutur berlatarbelakang kebahasaan berbeda cenderung alih

kode berupa alih bahasa.

3) Hadirnya penutur ketiga

Untuk menetralisasi situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur

ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila

latar belakang kebahasaan mereka berbeda.

4) Pokok pembicaraan

Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan

dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang

bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku dengan

gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang bersifat

informal disampaikan dengan bahasa tidak baku, gaya sedikit

emosional dan serba seenaknya.

5) Untuk membangkitkan rasa humor

Page 22: disain PenelitianKebahasaan

22

Biasanya dilakukan dengan alih varian, alih ragam atau alih gaya

bicara.

6) Untuk sekadar bergengsi

Walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik dan faktor

sosiosituasional tidak mengharapkan adanya alih kode, terjadi alih

kode.

3. Campur kode

a. Pengertian campur kode

Semua penutur yang bilingual atau multilingual, sering

dijumpai suatu gejala yang dapat dipandang sebagai suatu kekacauan.

Fenomena ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa

tertentu dalam suatu kalimat atau wacana bahasa lain yang disebut

dengan campur kode (Code Mixing). Campur kode dapat didefinisikan

sebagai penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu

wacana menurut pola-pola yang masih belum jelas. Campur kode

terjadi jika orang menggunakan sebagian kecil unit (kata atau frase

pendek) dari satu bahasa ke bahasa lain, seringkali dilakukan tanpa

tujuan dan biasanya dalam tingkat kata (Ohoiwutun, 2002: 69).

b. Latar belakang terjadinya campur kode

Chaer dan Agustina (2004: 151) mengatakan bahwa latar

belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan

menjadi dua tipe, yaitu tipe yang berlatar belakang pada sikap dan tipe

yang berlatar belakang pada kebahasaan, tetapi kedua tipe tersebut

sering bertumpang tindih. Atas dasar latar belakang pada sikap dan

latar belakang pada kebahasaan yang saling bertumpang tindih itu

dapat didefinisikan menjadi beberapa alasan atau penyebab terjadinya

campur kode. Adapun penyebab terjadinya campur kode sebagai

berikut:

1) Identifikasi peran

Page 23: disain PenelitianKebahasaan

23

2) Ukuran identifikasi peran adalah sosial, register dan edukational.

3) Identifikasi ragam

4) Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa dimana seorang penutur

melakukan campur kode, akan menempatkan diri dalam hierarki

sosial.

5) Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan karena campur

kode juga menandai sikap dan hubungan dengan orang lain.

Salah satu penyebabkan terjadinya alih kode adalah penutur

yang belum menguasai bahasa, ragam, dialek ataupun tingkat tutur

yang sedang dipergunakan. (Ngalim, 2003: 8).

c. Bentuk campur kode

Campur kode dibedakan menjadi enam macam, yaitu:

1) Penyimpangan unsur-unsur yang berwujud kata.

2) Kata yang dimaksudkan adalah bahasa yang berdiri sendiri, terdiri

dari morfem tunggal atau gabungan morfem.

3) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa.

4) Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak

predikatif gabungan kata itu dapat rapat dan dapat renggang.

5) Penyisipan unsur-unsur yang berbentuk baster.

6) Baster adalah hasil perpaduan dua unsur bahasa yang berbeda yang

membentuk satu makna.

7) Penyisipan unsur-unsur yang berbentuk perulangan kata.

8) Perulangan kata yang dimaksud adalah kata yang dihasilkan oleh

proses reduplikasi.

9) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom.

10) Idiom yang dimaksud adalah konstruksi dari unsur-unsur yang

saling memilih, masing-masing anggota memiliki makna yang ada

karena bersama anggota yang lain.

11) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.

Page 24: disain PenelitianKebahasaan

24

12) Klausa yang dimaksud adalah satuan gramatikal yang berupa

kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan

predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.

D. Hakikat Interaksi Pembelajaran

1. Pengertian interaksi pembelajaran

Interaksi terdiri dari kata inter (antar) dan aksi (kegiatan). Jadi,

interaksi adalah kegiatan timbal balik. Dari segi terminologi “interaksi”

mempunyai arti hal saling melakukan aksi; berhubungan; mempengaruhi

antar hubungan. Interaksi akan selalu berkait dengan istilah komunikasi

atau hubungan. Sedangkan “komunikasi” berpangkal pada perkataan

“communicare” yang berpartisipasi, memberitahukan, menjadi milik

bersama. Sardiman mengatakan bahwa dalam proses komunikasi, dikenal

adanya unsur komunikan dan komunikator. Hubungan komunikan dan

komunikator biasanya menginteraksikan sesuatu, yang dikenal dengan

istilah pesan (message). Untuk menyampaikan pesan diperlukan saluran

atau media. Jadi, di dalam komunikasi terdapat empat unsur, yaitu

komunikan, komunikator, pesan dan saluran atau media.

Jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar, maka interaksi

adalah suatu hal saling melakukan aksi dalam proses belajar mengajar

yang di dalamnya terdapat suatu hubungan antara siswa dan guru untuk

mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut adalah suatu hal yang telah

disadari dan disepakati sebagai milik bersama dan berusaha semaksimal

mungkin untuk mencapai tujuan tersebut. Belajar dan mengajar

merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan

pengajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh individu

(siswa), sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh

guru sebagai pemimpin belajar. Kedua kegiatan tersebut menjadi terpadu

dalam satu kegiatan manakala terjadi hubungan timbal balik (interaksi)

antara guru dengan siswa pada saat pengajaran berlangsung.

Page 25: disain PenelitianKebahasaan

25

Interaksi dalam pendidikan bersifat edukatif dengan maksud bahwa

interaksi itu berlangsung dalam rangka untuk mencapai tujuan pribadi

anak mengembangkan potensi pendidikan. Jadi, interaksi dalam hal ini

bertujuan membantu pribadi anak mengembangkan potensi sepenuhnya,

sesuai dengan cita-citanya serta hidupnya dapat bermanfaat bagi dirinya

sendiri, masyarakat dan negara. Dalam interaksi itu harus ada perubahan

tingkah laku dari siswa sebagai hasil belajar. Di mana siswa yang

menentukan berhasil tidaknya kegiatan belajar mengajar dan guru hanya

berperan sebagai pembimbing. Jadi, interaksi belajar mengajar adalah

kegiatan timbal balik antara guru dengan anak didik, atau dengan kata lain

bahwa interaksi belajar mengajar adalah suatu kegiatan sosial, karena

antara anak didik dengan temannya, antara si anak didik dengan gurunya

ada suatu komunikasi sosial atau pergaulan. Sedangkan menurut Soetomo,

interaksi belajar mengajar ialah hubungan timbal balik antara guru

(pengajar) dan anak (murid) yang harus menunjukkan adanya hubungan

yang bersifat edukatif (mendidik). Interaksi itu harus diarahkan pada suatu

tujuan tertentu yang bersifat mendidik, yaitu adanya perubahan tingkah

laku anak didik ke arah kedewasaan. Dari keterangan di atas, dapat

diambil kesimpulan bahwa interaksi belajar mengajar yang dimaksud di

sini adalah hubungan timbal balik antara guru dan anak didik guna

mencapai suatu tujuan tertentu.

2. Komponen-komponen dalam Interaksi Belajar Mengajar

Komponen dalam interaksi belajar mengajar itu misalnya tujuan,

bahan, metode dan alat. Untuk mencapai tujuan instruksional, masing-

masing komponen itu akan saling merespon dan mempengaruhi antara

yang satu dengan yang lain. Sehingga tugas guru adalah mendesain dari

masing-masing komponen agar tercipta PBM yang optimal. Guru

selanjutnya dapat mengembangkan interaksi belajar mengajar yang lebih

dinamis untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Mengenai komponen-

komponen tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

Page 26: disain PenelitianKebahasaan

26

a. Tujuan

Tujuan mempunyai arti penting dalam kegiatan interaksi

belajar mengajar. Tujuan dapat memberikan arah yang jelas ke mana

kegiatan pembelajaran akan dibawa oleh guru. Tujuan pengajaran yang

ditetapkan oleh guru akan mempengaruhi jenis metode yang

digunakan, sarana prasarana dan lingkungan belajar mengajarnya.

b. Bahan pembelajaran

Bahan pelajaran mutlak harus dikuasai guru dengan baik, oleh

karena itu guru harus mempelajari dan mempersiapkan bahan pelajaran

yang akan disampaikan pada anak didik. Bahan (materi) itu tentunya

dipilih dan disesuaikan dengan bahan yang dapat menunjang

tercapainya tujuan pengajaran yang ditetapkan.

c. Metode

Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode

diperlukan oleh guru guna kepentingan pengajaran. Ada beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi metode mengajar, yaitu tujuan

dengan berbagai jenis dan fungsinya, anak didik dengan berbagai

tingkat kematangannya, situasi dengan berbagai keadaannya, fasilitas

dengan berbagai kualitas dan kuantitasnya serta pribadi guru dengan

kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda. Adapun metode-

metode dalam proses belajar mengajar antara lain: metode ceramah,

tanya jawab, diskusi, pemberian tugas dan metode demonstrasi.

d. Alat

Alat adalah segala sesuatu yang digunakan dalam rangka

mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan interaksi belajar

mengajar biasanya dipergunakan alat material dan non material. Agar

alat-alat tersebut mencapai tujuan, maka: Pertama harus dikenal

dahulu alat-alat itu sebaik-baiknya, mengerti fungsinya dan apa yang

dapat kita capai dengan alat itu. Kedua, harus jelas tujuan yang

dikehendaki melalui alat tersebut. Ketiga, harus terampil dalam

Page 27: disain PenelitianKebahasaan

27

penggunaannya. Keempat, harus sanggup memelihara/memanfaatkan

alat-alat yang ada.

e. Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai

seperangkat instrumen penggali data tes perbuatan, tes tertulis, dan tes

lisan. Oleh karenanya menurut Edwin Wars dan W. Brown evaluasi

adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari

sesuatu. Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan data-data yang

membuktikan taraf kemajuan anak didik dalam mencapai tujuan yang

diharapkan, memungkinkan guru menilai aktivitas atau pengalaman

yang di dapat dan menilai metode mengajar yang dipergunakan. Jika

komponen-komponen itu direncanakan dan dipersiapkan dengan

matang, maka akan mengurangi hambatan-hambatan yang muncul

dalam proses belajar mengajar bahkan akan lebih memotivasi anak

untuk melakukan belajar secara efektif dan efisien.

3. Macam-macam interaksi dalam pembelajaran

Menurut Nana Sudjana ada tiga pola komunikasi dalam proses interaksi

guru dan siswa, yaitu:

a. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah

Guru sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Guru

aktif dan siswa pasif, mengajar dipandang sebagai kegiatan

menyampaikan bahan pelajaran.

b. Komunikasi sebagai interaksi dua arah

Guru bisa berperan sebagai pemberi aksi atau penerima aksi,

sebaliknya dengan siswa sehingga dialog akan terjadi pada guru dan

siswa.

Page 28: disain PenelitianKebahasaan

28

c. Komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah

Komunikasi tidak hanya terjadi pada guru dan siswa tetapi juga antara

siswa dan siswa. Siswa dituntut aktif dari pada guru. Siswa seperti

halnya guru dapat berfungsi sebagai sumber belajar.

4. Proses interaksi dalam pembelajaran harus mengandung ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Ada tujuan yang diinginkan.

b. Ada bahan atau pesan yang menjadi isi interaksi.

c. Ada pelajaran yang aktif mengalami.

d. Ada guru yang melaksanakan.

e. Ada metode untuk mencapai tujuan.

f. Ada situasi yang memungkinkan proses pembelajaran berjalan dengan

baik.

5. Faktor-fakror yang mendasari adanya interaksi, yakni:

a. Faktor tujuan pembelajaran.

b. Faktor bahan materi, metode dan situasi.

c. Faktor guru dan peserta didik.

Page 29: disain PenelitianKebahasaan

29

DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2008). Sosiolinguistik: Teori, Peran dan Fungsinya. [Online]. Tersedia:

http://bemuinmalang.org/?pilih=lihat&id=34. Html [16 April 2014]

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. (2010). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Ismawati, Esti. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra.

Surakarta: Yuma Pustaka.

Komaidi, Didik dan Wahyu Wijayati. (2011). Panduan Lengkap PTK.

Yogyakarta: Sabda Media.

Mulyani. (2007). Alih Kode dan Campur Kode dalam Kegiatan Belajar Mengajar.

[Online]. Tersedia:

http://www.unmuh-ponorogo.org/ejournal.detail.php?id=43.

Html [16 April 2014]

Siswantoro. (2010). Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif,

Kuantitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sumarsono. (2007). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.

Suwandi, Sarwiji. (2011). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya

Ilmiah. Surakarta: Yuma Pustaka.

Wijana, I Dewa Putu dan M. Rohmadi. (2006). Sosiolinguistik: Kajian Teori dan

Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

29

Page 30: disain PenelitianKebahasaan

30

Zuldafrial dan Muhammad Lahir. (2011). Penelitian Kualitatif. Surakarta: Yuma

Pustaka.