KELOMPOK 4: AMSI PURI DIRGANTARI (12030113060139) TYAS TATAS KUSUMA (12030113060157) OKTAVIANI DWI HARISTRI (12030113060158) VITA VAUZIYAH (12030113060183) PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN
Pelunasan Pajak Dalam Tahun Berjalan, yang berarti bahwa pelunasan yang terjadi harus dalam batas periode tahun berjalan.
Citation preview
1. PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN
2. PEMOTONGAN PPH PASAL 21 Objek pemotongan pajak Penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan
dalam bentuk apapun. Yang dikenakan pemotongan pajak Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri.
3. Yang tidak dikenakan pemotongan pajak Penghasilan yang
diterima oleh : 1. Pejabat Negara 2. PNS 3. Pensiunan termasuk
janda atau duda atau anak-anaknya 4. Penghasilan berupa honorarium
dan imbalan lain 5. Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri 6. Penghasilan berupa gaji, upah, serta
imbalan lainnya
4. Siapa pemotong pajak ? a. Pemberi kerja b. bendaharawan
pemerintah c. dana pensiun atau badan lain d. Badan yang membayar
honorarium atau pembayaran lain e. penyelenggara kegiatan yang
melakukan pembayaran
5. Bukan pemotong pajak Badan perwakilan negara asing dan
organisasi-organisasi internasional. Besarnya tarif pemotongan
pajak Pada umumnya berlaku tarif umum, kecuali ditetapkan lain
dengan Peraturan Pemerintah.
6. Penghasilan apa saja yang dikenakan PPh Pasal 21 yang
bersifat final dan berapa tarifnya ? honorarium dan imbalan Pejabat
Negara, PNS (kecuali Golongan II ke bawah), Anggota TNI/POLRI
(kecuali Pembantu Letnan Satu ke bawah), pensiunan 15 % Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri uang pesangon, tebusan pensiun,
Tunjangan Hari Tua tarif progresif 5%-25%
7. PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 objek pemungutan pajak 1. Pembelian
barang oleh Pemerintah. 2. Impor barang. 3. Pembelian / penjualan
barang di bidang usaha tertentu.
8. Yang dikenakan pemungutan pajak 1. Pemasok barang kepada
Pemerintah. 2. Importir / pengimpor barang. 3. Pemasok / pembeli
barang dari badan-badan tertentu.
9. Apa yang tidak dikenakan pemungutan pajak 1. Impor dan atau
penyerahan barang yang berdasarkan UU Pajak Penghasilan tidak
terutang pajak. 2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan
atau PPN 3. Impor barang sementara yang nyata-nyata akan diekspor
kembali. 4. Pembayaran yang berjumlah tidak lebih dari
Rp.1.000.000,00. 5. Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas,
air minum / PDAM, dan benda pos
10. 6. Emas batangan untuk diproses menjadi perhiasan dan
ditujukan untuk ekspor. 7. Pembayaran dana Jaring Pengaman Sosial (
JJS ) oleh KPKN. 8. Impor kembali barang yang sama yang sebelumnya
telah diekspor dan barang yang telah diekspor untuk tujuan
perbaikan, pengerjaan dan pengujian 9. Pembayaran untuk pembelian
gabah dan atau beras oleh Perum BULOG
11. Siapa pemungut pajak? a. Bank devisa dan DJBC b. DJA,
Bendaharawan Pemerintah Pusat / Daerah c. BUMN / BUMD d. Bank
Indonesia, Perum BULOG, PT. TELKOM, PT.PLN, PT. Garuda Indonesia,
PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. PERTAMINA, dan bank-bank BUMN
e. Badan usaha industri semen, rokok, kertas, baja ( hulu ), dan
otomotif f. PT. PERTAMINA dan badan usaha lainnya di bidang
industri produk bahan bakar migas g. Industri dan eksportir di
sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
12. Besarnya tarif pemungutan pajak a) Atas impor barang : o
Menggunakan API 2,5% nilai impor o Tidak menggunakan API 7,5% nilai
impor o Tidak dikuasai 7,5% harga jual lelang b) Pembelian Barang
oleh Pemerintah dan BUMN/BUMD 1,5% harga pembelian c) Penjualan
Produksi Dalam Negeri : o Industri Otomotif 0,45% DPP PPN o
industri Rokok 0,15% dari harga bandrol o industri Kertas 0,1% dari
DPP PPN o industri Semen 0,25% dari DPP PPN o industri Baja 0,3%
dari DPP PPN
13. d. Atas penjualan hasil produksi PT. PERTAMINA dan badan
usaha lainnya di bidang BBM : o penebusan premium, solar,
premix/super TT oleh SPBU swastanisasi 0,3% penjualan o penebusan
premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina 0,25% penjualan
o penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas 0,3% penjualan e.
Atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan
diolah / diekspor 1,5% harga pembelian
14. PEMOTONGAN PPH PASAL 23 Objek pemotongan pajak 1. Dividen
2. Bunga 3. Royalti 4. Hadiah dan penghargaan 5. bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi 6. imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa
lain
15. Yang dikenakan pemotongan pajak Wajib Pajak dalam negeri
dan BUT Yang tidak dikenakan pemotongan pajak 1. Penghasilan yang
dibayar atau terutang kepada bank 2. Sewa yang dibayarkan atau
terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi 3.
Dividen. 4. Bunga obligasi 5. Bagian laba yang diterima anggota CV
6. Sisa hasil usaha koperasi 7. Bunga simpanan yang tidak melebihi
batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
16. Siapa pemotong pajak ? a. Badan Pemerintah, Subjek Pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya b. Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri
17. Besarnya tarif pemotongan pajak 10% dari jumlah bruto, atas
dividen, bunga, royalti, serta hadiah dan penghargaan 10% dari
jumlah bruto dan bersifat final, atas bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi Sebesar 2% dari perkiraan penghasilan
bruto atas : a) sewa dan penghasilan lain b) imbalan sehubungan
dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain
18. PPH PASAL 24 Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri
pajak atas penghasilan yg dibayar atau terutang diluar negeri yang
dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia
hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang
diterima oleh wajib pajak
19. Maksimum PPh Pasal 24 sebagai kredit Pajak Luar Negeri
Tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan
uu PPh Penentuan Sumber Penghasilan untuk menghitung Maksimum PPh
Pasal 24 sebagai Pajak LN 1. Penghasilan dari saham dan sekuritas
lainnya 2. Penghasilan bunga, royalti, sewa 3. Penghasilan berupa
imbalan 4. Penghasilan bentuk usaha 5. Penghasilan pengalihan harta
tetap 6. Keuntungan pengalihan
20. Ketentuan Pelaksana PPh Pasal 24 sebagi Kredit Pajak LN PPh
seluruh penghasilan Penggabungan penghasilan Kerugian PPh pasal 24
dapat dikreditkan terhadap PPh terutang di Indonesia Jumlah kredit
pajak Jumlah tertentu Kredit pajak untuk masing-masing negara PKP
tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final Jumlah pajak
yang dibayar di LN melebihi yang diperkenankan
21. permohonan kredit pajak LN Perpanjangan jangka waktu
penyampaian lampiran permohonan Perubahan penghasilan dari LN
dengan pembetulan SPT Pembetulan SPT kurang bayar tidak dikenakan
sanksi bunga Pembetulan SPT lebih bayar kompensasi dengan utang
pajak
22. Tata cara penghitungan kredit pajak LN : 1. Penggabungan
seluruh penghasilan 2. Kerugian tidak dapat dikompensasikan 3.
Batas maksimum kredit pajak LN 4. Penghasilan LN bersumber dari
beberapa negara 5. WP memperoleh penghasilan yang dikenakan PPh
final
23. PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 Cara menghitung PPh pasal 25
cara menghitung PPh pasal 25 didasarkan pada data SPT tahun
sebelumnya. Artinya, asumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama
dengan penghasilan tahun sebelumnya. angsuran pajak sebesar PPh
terutang menurut SPT tahunan PPh tahun lalu dikurangi kredit pajak
PPh pasal 21, 22, 23, dan 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam
tahun pajak.
24. Misal SPT tahunan 2007 sebagai berikut : PPh terutang
50.000.000 Kredit pajak PPh Pasal 21,22,23,24 35.000.000 Selisih
15.000.000 PPh pasal 25 15.000.000 : 12 = 1.250.000
25. PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan sebelum Bulan Batas Waktu
Penyampaian SPT Jika tahun pajak adalah tahun kalender
(Januari-Desember), maka yang dimaksud bulan-bulan sebelum batas
waktu penyampaian SPT tahunan adalah bulan Januari dan Februari.
Maka, PPh pasal 25 bulan Januari dan Februari 2008 = bulan Desember
2007.
26. PPh pasal 25 dalam hal-hal tertentu Dikjen pajak menetapkan
penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan
dalam hal-hal tertentu, apabila : 1. WP berhak atas kompensasi
kerugian 2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur 3. ST tahunan
PPh tahun lalu disampaikan setelah batas waktu yang ditentukan 4.
WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT tahunan PPh
5. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum
pembetulan 6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP
27. PPH PASAL 26 Pemotong PPh Pasal 26 Badan Pemerintah Subjek
Pajak dalam negeri Penyelenggara Kegiatan BUT Perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia
28. Tarif dan Objek PPh Pasal 26 1. 20% (final) dari jumlah
penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar
Negeri : a. Dividen b. Bunga : premium, diskonto, dan imbalan c.
Royalti, sewa, dan penghasilan lain d. Imbalan : jasa, pekerjaan,
kegiatan e. Hadian dan penghargaan f. Pensiun, pembayaran berkala
lain g. Premi swap dan transaksi lindung lain h. Keuntungan
pembebasan utang 2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto
berupa : a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia b. premi
asuransi
29. 3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas
penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company
atau spesial purpose company 4. 20% (final) dari Penghasilan Kena
Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. 5. Tarif
berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara
Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
30. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan
Pelaporan PPh Pasal 26 1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan,
tergantung yang mana terjadi lebih dahulu. 2. Pemotong PPh pasal 26
wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 : a. lembar
pertama untuk Wajib Pajak luar negeri; b. lembar kedua untuk Kantor
Pelayanan Pajak; c. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
31. 3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau
Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling
lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat
terutangnya pajak. 4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP
lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti
pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
32. Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei
2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan
ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2009. Dalam
hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26
bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur
nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
33. Pengecualian 1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal
26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak
Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak
setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan
yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau
peserta pendiri, dan b. dilakukan dalam tahun berjalan atau
selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima
atau diperoleh penghasilan tersebut;
34. c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali
tersebut sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah
perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.