28
KARAKTERISTIK GAMBARAN KLINIS DAN PENANGANAN SINDROMA MÜNCHAUSEN DAN MALINGERING BAB I PENDAHULUAN Perilaku berpura-pura adalah sesuatu yang lazim terjadi dalam masyarakat. Misalnya, ada sekelompok orang berpura-pura baik hati memberi sumbangan dengan harapan memperoleh imbalan yang besar. Selain itu, ada juga sebagian orang yang berpura-pura sakit untuk menghindari tanggung jawab tugas yang diembaninya, sebagian orang lainnya melakukan hal tersebut untuk memperoleh perhatian dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Meskipun perilaku berpura-pura lazim terjadi dalam masyarakat, masyarakat tetap perlu melakukan tindakan tertentu jika perilaku berpura-pura tersebut menimbulkan kerugian bahkan penderitaan bagi orang lain. Hal ini bertujuan agar perilaku berpura-pura tersebut tidak menyebabkan kerugian bahkan penderitaan yang semakin besar. Dalam dunia psikiatri ada sejenis gangguan yang disertai sindroma-sindroma membual dan berpura-pura yang dapat menimbulkan dampak negatif baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Gangguan tersebut 1

Malingering & Munchausen

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Malingering & Munchausen

KARAKTERISTIK GAMBARAN KLINIS DAN PENANGANAN

SINDROMA MÜNCHAUSEN DAN MALINGERING

BAB I

PENDAHULUAN

Perilaku berpura-pura adalah sesuatu yang lazim terjadi dalam masyarakat.

Misalnya, ada sekelompok orang berpura-pura baik hati memberi sumbangan

dengan harapan memperoleh imbalan yang besar. Selain itu, ada juga sebagian

orang yang berpura-pura sakit untuk menghindari tanggung jawab tugas yang

diembaninya, sebagian orang lainnya melakukan hal tersebut untuk memperoleh

perhatian dari lingkungan keluarga dan masyarakat.

Meskipun perilaku berpura-pura lazim terjadi dalam masyarakat,

masyarakat tetap perlu melakukan tindakan tertentu jika perilaku berpura-pura

tersebut menimbulkan kerugian bahkan penderitaan bagi orang lain. Hal ini

bertujuan agar perilaku berpura-pura tersebut tidak menyebabkan kerugian bahkan

penderitaan yang semakin besar.

Dalam dunia psikiatri ada sejenis gangguan yang disertai sindroma-

sindroma membual dan berpura-pura yang dapat menimbulkan dampak negatif

baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Gangguan tersebut dikenal dengan

nama gangguan buatan (Factitious Disorder) dan sindroma Malingering.

Gangguan buatan (Factitious Disorder) dan sindroma Malingering ini

sering berkaitan, karena pada kedua gangguan tersebut terdapat gejala fisik atau

psikologis yang disengaja dan palsu. Serta pada keduanya tidak terdapat kelainan

patologis yang mendasari gejalanya. Perbedaan kedua gangguan tersebut terletak

pada motivasi dari timbulnya gejala. Pada gangguan buatan motivasinya tidak

sepenuhnya disadari dan diduga adanya keinginan untuk mendapatkan peranan

sakit (sick role). Sedangkan, pada sindroma Malingering, timbulnya gejala yang

disengaja atau palsu dimotivasi oleh adanya insentif eksternal, seperti tujuan

ekonomi, menghindari tanggung jawab hukum atau menerima kompensasi

finansial.

1

Page 2: Malingering & Munchausen

Salah satu gangguan buatan (Factitious Disorder) yang menonjolkan tanda

dan gejala fisik adalah sindroma Münchausen. Nama sindroma Münchausen ini

berasal dari Baron Münchhausen (Karl Friedrich Hieronymus Freiherr von

Münchhausen, 1720-1797) yang merupakan tentara Rusia, yang ikut dalam

pertempuran melawan Turki. Ia menulis banyak kisah perjalanan dan

pertualangan yang fantastis, yang kemudian oleh Rudolf Erich Raspe

dipublikasikan dalam Baron von Münhausen’s Narrative of his Marveolus Travel

and Campaigns in Russia.4

Pada tahun 1951, Richard Asher merupakan orang yang pertama kali

mendeskripsikan pola yang membahayakan diri sendiri, dimana seseorang

membuat (tepatnya "mengarang") riwayat perjalanan, tanda, dan gejala penyakit.

Teringat pada Baron Münchausen, Asher menamakan kondisi ini sebagai

"Münchausen's Syndrome".8

Mengingat bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh Sindroma Münchausen

dan Malingering ini, baik bahaya bagi diri penderita itu sendiri maupun orang

lain, maka alangkah baiknya jika kita mengenal karakteristik gambaran klinis dari

sindroma Münchausen dan Malingering tersebut. Hal ini bertujuan agar para

klinisi dapat dengan cepat dan tepat mendiagnosis sindroma Münchausen dan

Malingering sehingga klinisi dapat mencegah kondisi yang mungkin

membahayakan diri pasien itu sendiri maupun orang lain.

2

Page 3: Malingering & Munchausen

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. SINDROMA MÜCHAUSEN

Sindroma Münchausen merupakan kelompok dari gangguan buatan

(Factitious Disorder) dengan tanda dan gejala fisik yang menonjol, dimana

seseorang berpura-pura sakit, menderita, atau mengalami trauma psikologis

untuk mendapatkan perhatian, simpati, investigasi, perawatan, pengobatan,

dan bantuan (terutama dari kalangan medis) untuk dirinya sendiri.8

Sindroma Münchausen dibedakan dengan berbagai gangguan buatan

(Factitious Disorder) lainnya oleh tidak adanya sumber atau penyebab

utama yang jelas dan tidak adanya “tambahan” sekunder (secondary gain).7,8

Alasan pasien berpura-pura bukan untuk menghindari konsekuensi dalam

kehidupan. Melainkan, pasien mendapatkan kebutuhannya akan peranan

sakit (sick role); kebutuhan yang mendorong pasien untuk melukai atau

meracuni dirinya sendiri dalam usahanya untuk mempertahankan

khayalannya akan penyakit organik.7

Nama lain dari sindroma Münchausen adalah adiksi rumah sakit

(Hospital Addiction), adiksi banyak pembedahan (polysurgery addiction),

sindroma pasien profesional, dan banyak nama lainnya.1

II.1.1. Sejarah

Nama sindrom Münchausen berasal dari Baron Münchhausen (Karl

Friedrich Hieronymus Freiherr von Münchhausen, 1720-1797), merupakan

tentara Rusia yang ikut dalam pertempuran melawan Turki. Ia menulis

banyak kisah perjalanan dan pertualangan yang fantastis, yang kemudian

oleh Rudolf Erich Raspe dipublikasikan dalam Baron von Münhausen’s

Narrative of his Marveolus Travel and Campaigns in Russia.4 Buku ini laku

di pasaran dan banyak orang menganggap bahwa karya Baron von

Münchausen itu merupakan kisah nyata. Padahal Münchausen hanya

berfantasi.

3

Page 4: Malingering & Munchausen

Pada tahun 1951, Richard Asher yang merupakan orang pertama kali

mendeskripsikan pola yang membahayakan diri sendiri, dimana seseorang

membuat (tepatnya "mengarang") riwayat perjalanan, tanda, dan gejala

penyakit. Teringat pada Baron Münchausen, Asher menamakan kondisi ini

sebagai "Münchausen's syndrome".8

II.1.2. Epidemiologi

Prevalensi sindroma Münchausen tidak diketahui, walaupun

beberapa klinisi percaya bahwa gangguan ini lebih sering daripada yang

diketahui.1 Akan tetapi diperkirakan frekuensi sindroma Münchausen, baik

di Amerika maupun di internasional adalah jarang.7 Gangguan ini

tampaknya paling sering terjadi pada laki-laki.1,4,6,7,8

Usia puncak sindroma Münchausen adalah dewasa muda hingga

pertengahan, namun semua usia dapat mengalami sindroma Münchausen.7

II.1.3. Etiologi

Etiologi dari sindroma Münchausen ini belum diketahui, namun

diperkirakan faktor-faktor di bawah ini mempengaruhi terjadinya sindroma

Münchausen, yaitu:

1) Faktor biologis3

Lebih dari dekade sebelumnya, beberapa peneliti mengajukan bahwa

disfungsi otak mungkin berperan dalam gangguan buatan, khususnya

varian Münchausen. Pada satu penelitian melaporkan bahwa beberapa

pasien dengan sindroma Münchausen, menunjukkan abnormalitas pada

gambaran otak, seperti atrofi korteks frontotemporal atau pada

pemeriksaan neuropsikologi, khususnya pada area dari organisasi

konseptual, pengaturan informasi kompleks, dan pertimbangan. Hal ini

dispekulasikan bahwa gangguan memproses impuls berpengaruh pada

tingkah laku yang abnormal dan pseudologia fantastica dari pasien-

pasien Münchausen.

4

Page 5: Malingering & Munchausen

2) Faktor Psikososial

Dasar psikodinamika dari gangguan buatan tidak diketahui karena

pasien sukar dilibatkan di dalam proses psikoterapi eksploratif.

Laporan kasus anekdotal menyatakan bahwa banyak pasien

menderita penyiksaan atau penelantaran pada masa anak-anak, yang

menyebabkan seringnya perawatan di rumah sakit selama masa

perkembangan awal.1 Pada keadaan tersebut, tinggal di rawat inap

mungkin telah dianggap sebagai suatu pelepasan dari situasi rumah

yang traumatik dan pasien mungkin menemukan bahwa sejumlah

pengasuh (seperti dokter, perawat, dan karyawan rumah sakit) adalah

mengasihi dan merawat. Riwayat penyakit biasanya menemukan bahwa

pasien merasakan satu atau kedua orangtua sebagai tokoh yang menolak

yang tidak mampu membentuk hubungan erat.1 Dengan demikian,

jiplakan penyakit asli digunakan untuk menciptakan ulang ikatan

orangtua-anak positif yang diinginkan.

Berdasarkan interpretasi psikoanalitik, menyatakan bahwa sindroma

Münchausen kemungkinan akibat dari hasrat pasien untuk mendapatkan

peranan sakit (sick role).3 Keinginan pasien untuk mendapatkan peranan

sakit ini mendasari masokistik, yang sering ditemukan pada pasien

Münchausen.3

Pasien dengan sindroma Müchausen sering dinyatakan bahwa

berhubungan dengan gangguan kepribadian, seperti gangguan kontrol

impuls, tingkah laku destruktif, kepribadian ambang atau gangguan

kepribadian pasif-agresif. Walaupun demikian, hubungan antara

gangguan kepribadian dengan terjadinya sindroma Münchausen masih

belum jelas.7

II.1.4. Diagnosis dan Gambaran Klinis

Kriteria diagnostik untuk gangguan buatan (Factitious Disorder)

dalam DSM-IV diberikan pada tabel 1.

5

Page 6: Malingering & Munchausen

Tabel 1

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Buatan

A. Menimbulkan secara disengaja atau dibuat-buat tanda atau gejala fisik atau

psikiologis.

B. Motivasi untuk perilaku adalah untuk mendapatkan peranan sakit (sick

role).

C. Tidak terdapat keuntungan eksternal untuk perilaku (seperti tujuan

ekonomi, menghindari tanggung jawab hukum atau memperbaiki

kesejahteraan fisik, seperti berpura-pura)

Penulisan berdasarkan pada jenis.

Dengan tanda dan gejala psikologis yang menonjol: jika tanda dan gejala

psikologis menguasai gambaran klinis.

Dengan tanda dan gejala fisik yang menonjol: jika tanda dan gejala fisik

menguasai gambaran klinis.

Dengan kombinasi tanda dan gejala psikologis dan fisik: jika, baik tanda dan

gejala psikologis maupun fisik ditemukan tetapi tidak ada yang menguasai

gambaran klinis

Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and StatisticalManual of Mental Disorders, ed 4.

Hak cipta American Psychiatric Association, Washington, 1994.

Pemeriksaan psikiatrik harus menekankan untuk mendapatkan

informasi yang pasti dari teman-teman yang ada, sanak saudara, atau

sumber informasi lainnya, karena wawancara dengan sumber luar yang

dapat dipercaya seringkali mengungkapkan sifat palsu dari penyakit pasien.

Tes psikologis mungkin menemukan patologi dasar spesifik pada

pasien individual. Ciri yang ditonjolkan pada pasien dengan gangguan

buatan adalah tingkat intelegensia yang normal atau di atas rata-rata; tidak

ada gangguan pikiran yang formal; rasa identitas yang buruk, termasuk

kebingungan tentang identitas seksual; penyesuaian seksual yang buruk;

toleransi frustasi yang buruk; kebutuhan ketergantungan yang kuat; dan

narsisme.

6

Page 7: Malingering & Munchausen

Gambaran Klinis

Sindroma Münchausen merupakan kelompok dari gangguan buatan

dengan tanda dan gejala fisik yang menonjol. Gambaran klinis yang

biasanya ditemukan pada pasien Münchausen, antara lain:

1) Pasien datang dengan kombinasi keluhan, gejala dan tanda yang telah

didramatisasi (dilebih-lebihkan) sehingga tampak begitu berat.5,7,8

2) Pola gejala yang sesuai dengan diagnosis tampak begitu sempurna

sehingga mirip (bahkan persis) dengan teori yang digambarkan di buku

(text presentation).7,8

3) Tampak ketidakjelasan atau inkonsistensi saat menguraikan hal-hal

yang detail tentang masalah medis yang dialami.7,8

4) Dalam usahanya untuk dirawat di rumah sakit, mendapatkan perawatan

yang invasif, dan intervensi yang luas, biasanya penderita datang

dengan mimik wajah seolah menderita sakit berat, yang perlu segera

dioperasi, ditemukan penyebabnya, dan lainnya.7,8

5) Pasien cenderung berbohong patologis (Pseudologia Fantastica).1,5

6) Untuk mendukung gejalanya, pasien mungkin melakukan penipuan

seperti urin dikontaminasi dengan darah atau feses; antikoagulan

digunakan untuk menstimulasi gangguan perdarahan; insulin digunakan

untuk menghasilkan hipoglikemia; dan sebagainya.1

7) Jika di rumah sakit, mereka terus menuntut dan sulit. Saat tes

dikembalikan dengan tes yang negatif, mereka menuduh dokter tidak

kompeten dan biasanya menjadi penyerangan.1

8) Biasanya terdapat pola untuk mengembara dari satu rumah sakit ke

rumah sakit lain dalam kota sama atau lain, dengan menunjukkan

tampilan gejala yang sama.1

Sindroma Münchausen oleh Wali (Münchausen Syndromes by Proxy)

Pada sindroma Münchausen yang diwakilkan (Münchausen

Syndromes by Proxy), seseorang secara sengaja menghasilkan tanda dan

gejala fisik pada orang lain yang di bawah perawatan orang pertama.1

7

Page 8: Malingering & Munchausen

Biasanya yang menjadi korban dari Münchausen yang diwakilkan adalah

anak-anak.

Tujuan satu-satunya yang tampak dari perilaku tersebut adalah bagi

pengasuh supaya secara tidak langsung mendapatkan peranan sakit.1 Kasus

gangguan buatan oleh orang yang terdekat yang paling sering melibatkan

seorang ibu yang menipu personal medis supaya percaya anaknya sakit.

Penipuan tersebut mungkin berupa riwayat medis yang palsu, kontaminasi

sampel laboratorium, mengganti catatan medis atau menyebabkan cedera

dan penyakit pada anak.

II.1.5. Diagnosis Banding1,7

Diagnosis banding untuk sindroma Münchausen, antara lain:

1) Gangguan Somatoform

- Pasien dengan gangguan konversi biasanya tidak berbicara dengan

terminologi medis dan rutinitas rumah sakit, gejala mereka

mempunyai hubungan temporal langsung atau referensi simbolik

dengan konflik emosional tertentu.

- Hipokondriasis berbeda dari Sindroma Münchausen dimana pasien

hipokondriakal tidak secara disadari memulai produksi gejala,

onset usia yang lebih tua. Selain itu, pasien hipokondriasis biasanya

tidak mau menjalani prosedur yang kemungkinan menyakitkan,

berlawanan dengan sindroma Münchausen.

2) Sindroma Malingering

Sindroma Münchausen dibedakan dari berpura-pura (Malingering)

karena pada orang berpura-pura (Malingerers) memiliki tujuan

lingkungan yang jelas dan dapat dikenali dalam menghasilkan tanda

dan gejalanya, misalnya meminta perawatan rumah sakit untuk

mendapatkan kompensasi finansial, menghindari polisi, menghindari

kerja, atau semata-mata mendapatkan tempat tidur dan tempat kosong

untuk bermalam. Selain itu, mereka biasanya dapat berhenti

menghasilkan tanda dan gejalanya jika tidak dianggap menguntungkan

8

Page 9: Malingering & Munchausen

lagi atau jika risikonya terlalu tinggi dan membahayakan hidup dan

tubuh pasien.

3) Sindroma Münchausen oleh Wali

Pada sindroma Münchausen oleh wali, seseorang dengan sengaja

menghasilkan tanda dan gejala fisik pada orang lain di bawah

perawatannya.

II.1.6. Perjalanan Penyakit dan Prognosis1

Sindroma Münchausen biasanya dimulai pada kehidupan dewasa

awal, walaupun gangguan tersebut dapat tampak selama anak-anak atau

remaja.

Gangguan Münchausen dapat menimbulkan ketidakberdayaan bagi

pasien, sering kali menghasilkan trauma yang berat atau reaksi yang tidak

diharapkan terhadap pengobatan. Prognosis pada sebagian besar kasus

adalah buruk.

Walaupun tidak ada data yang adekuat tentang hasil akhir pasien,

beberapa di antaranya kemungkinan meninggal akibat medikasi,

intrumentasi, atau pembedahan yang tidak diperlukan. Dalam hal pasien

sering kali melakukan simulasi yang sangat pandai dan risiko yang diambil

pasien, beberapa pasien mungkin meninggal tanpa dicurigai adanya

gangguan.

Ciri kemungkinan menyatakan prognosis yang baik adalah (1)

adanya kepribadian depresif-masokistik; (2) berfungsi pada tingkat ambang,

bukan suatu psikotik yang kontinu; (3) adanya gangguan kepribadian anti-

sosial psikopatik yang minimal.

II.1.7. Terapi

Tidak ada terapi psikiatrik spesifik yang efektif dalam mengobati

sindroma Münchausen.1 Hal ini karena pasien dengan sindroma Münchausen

tidak akan mengakui sindroma yang ia miliki.

9

Page 10: Malingering & Munchausen

Tujuan dari penatalaksanaannya adalah mengurangi gejala-gejala

yang dikeluhkan dan menyembuhkan luka-luka yang dibuat oleh pasien

untuk menginduksi suatu gejala. Penatalaksanaan harus bijaksana dengan

mengurangi pemeriksaan penunjang yang berlebihan dan invasive, namun

tidak mengabaikan kondisi medis serius yang terjadi pada penderita.

Reaksi pribadi dari dokter dan anggota staf medis mempunyai

kepentingan besar dalam mengobati dan menegakkan hubungan kerja

dengan pasien.1 Dokter tidak boleh merasa marah jika pasien menghina

kecakapan diagnostiknya, dan mereka harus menghindari tata tertib yang

tidak tersembunyi yang menyebabkan pasien sebagai musuh dan

menyebabkan mereka lari dari rumah sakit.

Klinisi yang menemukan dirinya terlibat dengan pasien yang

menderita sindroma Münchausen, sering kali menjadi marah kepada pasien

karena telah berbohong dan menipu dirinya. Dengan demikian, ahli terapi

harus sadar akan transferensi-balik bilamana mereka mencurigai gangguan

buatan.1

Walaupun penggunaan konfrontasi adalah kontroversial, pada suatu

waktu dalam pengobatan, pasien harus dibuat menghadapi kenyataan.1

Sebagian besar pasien semata-mata meninggalkan pengobatan bilamana

metoda mereka mendapatkan perhatian yang dikenali dan dibuka.

Pada beberapa kasus, klinisi harus memandang gangguan buatan

(sindroma Münchausen) sebagai kebutuhan akan pertolongan, sehingga

pasien tidak memandang respon klinisi sebagai respon menghukum. Selain

itu, pendidikan tentang gangguan dan beberapa usaha untuk mengerti

motivasi pasien dapat membantu anggota staf mempertahankan kelakuan

profesionalnya dihadapan frustasi yang ekstrem.1

Kombinasi dari psikoanalisis dan Cognitive Behavioural Therapy

(CBT) memiliki kemungkinan hasil yang baik dalam pengobatan sindroma

Münchausen.11

10

Page 11: Malingering & Munchausen

Cognitive Behavioural Therapy (CBT) ini dapat membantu pasien

untuk mengidentifikasi pola pikir dan perilaku mereka yang tidak realistik,

dalam hal ini pasien dibantu untuk menyadari bahwa mereka tidak sakit.

Medikasi

Tidak ada obat-obatan standar untuk sindroma Münchausen.11 Jika

medikasi diresepkan, maka obat-obatan yang ditujukan untuk pasien

sindroma Münchausen dibagi menjadi 2 kategori, (1) obat-obatan yang

digunakan untuk mengobati gejala yang muncul (simptomatik); (2)

antipsikotik, digunakan untuk mengobati kondisi yang mendasari dari

sindroma Münchausen.7

II.2. SINDROMA MALINGERING

Berpura-pura (Malingering) ditandai oleh pembentukan dan

penunjukkan gejala fisik atau psikologis yang palsu atau sangat dibesar-

besarkan yang disengaja.2,9,10 Pasien selalu memilki motivasi eksternal, yang

termasuk ke dalam salah satu dari tiga kategori:

1) Untuk menghindari situasi, tanggung jawab, atau hukuman yang sulit

dan berbahaya

2) Untuk mendapatkan ganti rugi, ruang atau tempat tidur rumah sakit

yang bebas, sumber obat, atau lolos dari polisi

3) Untuk membalas dendam jika pasien merasa bersalah atau menderita

kerugian finansial, keputusan hukum, atau kehilangan pekerjaan.2

Adanya tujuan yang jelas ditentukan adalah faktor utama yang

membedakan berpura-pura dari gangguan buatan (Factitious Disorder).

Malingering ini tidak dipertimbangkan sebagai penyakit kejiwaan.

Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth

Edition Text Revision (DSM IV-TR), Malingering dikelompokkan dalam

kode V sebagai salah satu dari kondisi tambahan yang mungkin merupakan

pusat perhatian klinis.9

II.2.1. Epidemiologi

11

Page 12: Malingering & Munchausen

Insidensi berpura-pura (Malingering) tidak diketahui, tetapi sering

ditemukan. Keadaan ini paling sering terjadi dalam lingkungan dengan

jumlah laki-laki yang lebih banyak, seperti militer, penjara, pabrik, dan

lingkungan industri lainnya, walaupun kondisi juga terjadi pada wanita.2

II.2.2. Diagnosis dan Gambaran Klinis

Dalam DSM-IV ditemukan pernyataan berikut ini tentang berpura-

pura (Malingering), yaitu ciri utama dari berpura-pura (Malingering) adalah

dihasilkannya gejala fisik atau psikologis yang palsu atau dibesar-besarkan

yang disengaja, yang dimotivasi oleh insentif eksternal seperti menghindari

pekerjaan, mendapatkan kompensasi finansial, menghindari hukuman

kriminal, atau mendapatkan obat. Dalam beberapa keadaan berpura-pura

(Malingering) dapat mewakili perilaku adaptif, sebagai contoh, penyakit

buatan saat dalam tahanan selama perang.2

Berpura-pura dicurigai dengan kuat jika ditemukan salah satu

kombinasi dari hal berikut ini:2,9

1) Konteks presentasi yang medikolegal (misalnya, orang dikirim oleh

seorang pengacara kepada dokter untuk diperiksa)

2) Ketidaksesuaian yang jelas antara stres atau ketidakmampuan yang

dikeluhakan orang tersebut dengan temuan objektif

3) Tidak adanya kerja sama selama pemeriksaan diagnostik dan dalam

mematuhi regimen pengobatan yang dianjurkan

4) Adanya gangguan kepribadian antisosial.

12

Page 13: Malingering & Munchausen

Banyak orang yang berpura-pura (Malingerers) mengekspresikan

gejala yang sebagian besar adalah subjektif, samar-samar, dan tidak jelas

(sebagai contoh nyeri kepala; rasa sakit di leher, punggung bagian bawah,

dada, atau perut; pusing; vertigo; amnesia; kecemasan; dan depresi) serta

sering kali gejala memiliki riwayat keluarga, dalam semuanya kemungkinan

tidak didasarkan secara organik tetapi jelas sukar dibuktikan. Orang

berpura-pura mungkin mengeluh dengan sengit, menggambarkan betapa

gejala mengganggu fungsi normal mereka dan betapa mereka tidak

menyukai gejala.

Pasien mungkin menggunakan dokter yang terbaik yang paling

dipercaya (dan kemungkinan paling mudah dibohongi) dan dengan langsung

dan mau membayar semua tagihannya, walaupun mahal, untuk

mengesankan dokter dengan integritasnya. Untuk terlihat dapat dipercaya,

orang yang berpura-pura harus melaporkan gejala tetapi mengatakan kepada

dokternya sesedikit mungkin. Tetapi sering kali mereka mengeluhkan

kesengsaraan tanpa tanda objektif atau gejala yang sesuai dengan penyakit

dan sindroma yang diketahui; jika mereka memang menggambarkan semua

gejala dari suatu penyakit, gejala dikatakannya timbul dan menghilang.

13

Bagan 1 Algoritma diagnosis Maligering, Gangguan buatan, dan somatoformSumber: Bienenfeld, David. 2008. Malingering. Dalam: www.emedicine.com

Page 14: Malingering & Munchausen

Orang yang berpura-pura sering kali terokupasi dengan uang tunai,

bukan dengan penyembuhan, dan memiliki pengetahuan tentang hukuman

dan hak relatif dari tuntutan mereka.

II.2.3. Pemeriksaan Klinis

Biasanya, defisit pada pemeriksaan tidak diikuti dengan distribusi

anatomis yang diketahui. Di bawah ini yang dapat ditemukan pada

pemeriksaan status mental malingerers:

1) Perilaku pasien terhadap pemeriksaan biasanya samar-samar dan tidak

jelas.9

2) Pasien menampilkan gejala fisik atau psikologis yang palsu atau

dibesar-besarkan yang disengaja.

3) Mood/suasana hati biasanya iritabel atau hostile.9

4) Ketidaksesuaian yang jelas antara stres atau ketidakmampuan yang

dikeluhakan orang tersebut dengan temuan objektif.2,3,5,9

5) Tidak adanya kerja sama selama pemeriksaan diagnostik dan dalam

mematuhi regimen pengobatan yang dianjurkan2,3,5,9

6) Adanya gangguan kepribadian antisosial.2,3,5,9

7) Pada observasi dan wawancara langsung dan lama, malingerers

biasanya menunjukkan kesulitan dalam menjaga konsistensi dari

keluhan yang disengaja dan palsu.9

8) Proses berpikir umumnya meyakinkan. Isi pikiran ditandai dengan

preokupasi keluhan penyakit atau gejalanya.9

9) Seseorang dengan gangguan malingering psikotik sering menunjukkan

halusinasi dan delusi yang dibesar-besarkan tetapi tidak menunjukkan

mimik gangguan berpikir formal. Malingerers bisanya tidak dapat

berpura-pura menunjukkan afek tumpul, berpikir kongret, atau

gangguan interpersonal yang terkait. Mereka sering mengasumsikan

bahwa amnesia dan disorientasi adalah gambaran dari psikosis.9

14

Page 15: Malingering & Munchausen

II.2.4. Mendeteksi Malingering

Untuk mendeteksi Malingering caranya:10

1) Menggunakan sumber data yang multipel (misalnya wawancara,

informasi kolateral, test psikometrik)

2) Wawancara klinis sendirian biasanya jarang dapat mendiagnosis

malingering,kecuali pada kasus yang nyata.

3) Terdapat inkonsistensi antara gejala yang dilaporakn dengan observasi

klinis.

4) Menggunakan pertanyaan yang “open-ended question” dan wawancara

yang lama, karena wawancara lama dapat menyebabkan terjadinya

kelelahan dan kelelahan biasanya mengurangi kemampuan untuk

berbohong.

II.2.5. Diagnosis Banding2

Seperti yang dinyatakan dalam DSM-IV:

Berpura-pura (Malingering) berbeda dari gangguan buatan

(Factitious Disorder) dimana motivasi untuk produksi gejala pada berpura-

pura adalah untuk mendapatkan insentif eksternal, sedangkan pada

gangguan buatan, tidak terdapat insentif eksternal. Bukti-bukti adanya

kebutuhan intrapsikis untuk mempertahankan peranan sakit mengarahkan

pada gangguan buatan.

Berpura-pura dibedakan dari Gangguan Konversi dan Gangguan

Somtoform lainnya oleh produksi gejala yang disengaja dan oleh insentif

eksternal dan jelas yang berhubungan dengannya. Selain itu, pada berpura-

pura (berlawanan dengan Gangguan Konversi), peringanan gejala sering

kali tidak didapatkan dengan sugesti atau hipnosis.

15

Page 16: Malingering & Munchausen

II.2.6. Terapi2

Seorang pasien yang dicurigai berpura-pura (Malingering) harus

diperiksa secara menyeluruh dan objektif, dan dokter harus menahan untuk

tidak menunjukkan kecurigaan. Jika klinisi menjadi marah (suatu respon

yang umum pada orang yang berpura-pura), dapat terjadi konfrontasi,

dengan dua akibat; (1) Hubungan dokter dan pasien mungkin terputus, dan

tidak dimungkinkan intervensi positif lebih lanjut. (2) Pasien akan lebih

bertahan, dan pembuktian penipuan menjadi hampir tidak dimungkinkan.

Jika pasien diterima dan tidak dicemari, pengamatan selanjutnya,

saat pasien di rawat rumah sakit atau sebagai rawat jalan, mungkin

mengungkapkan kecerdikan gejala, yang secara konsisten ditunjukkan

hanya jika pasien tahu bahwa dirinya sedang diamati.

Mempertahankan hubungan dokter-pasien adalah berguna untuk

diagnosis dan terapi jangka penjang untuk pasien, pemeriksaan yang cermat

biasanya menemukan masalah yang relevan tanpa perlu konfrontasi.

Biasanya sangat baik menggunakan pendekatan terapi intensif, seakan-akan

gejalanya nyata. Gejala dapat dihilangkan sebagai respon terapi, tanpa

pasien menjadi kehilangan muka.

16

Tabel 2 Perbandingan antara Maligering, Gangguan buatan, dan Gangguan Disosiatif dan Konversi

Page 17: Malingering & Munchausen

BAB III

PENUTUP

Sindroma Münchausen dan Malingering ini sama-sama menunjukkan gejala

fisik atau psikologis yang disengaja dan palsu. Serta pada keduanya tidak terdapat

kelainan patologis yang mendasari gejalanya. Perbedaan kedua gangguan tersebut

terletak pada motivasi dari timbulnya gejala. Pada Sindroma Münchausen

motivasi tidak sepenuhnya disadari dan diduga adanya keinginan untuk

mendapatkan peranan sakit (sick role). Sedangkan, pada sindroma Malingering,

timbulnya gejala yang disengaja atau palsu dimotivasi oleh adanya insentif

eksternal, seperti tujuan ekonomi, menghindari tanggung jawab hukum atau

menerima kompensasi finansial.

Sebagai seorang dokter adalah baik jika mampu mendiagnosis sindroma

tersebut secara cepat dan tepat. Sehingga dokter mampu mencegah prosedur

diagnostik yang mungkin menyakitkan bahkan membahayakan pasien.

Oleh karena itu, dalam menghadapi pasien dengan sindroma Münchausen

atau Malingering, hal penting yang perlu diperhatikan adalah reaksi pribadi dokter

dan staf medis lainnya dalam menghadapi pasien dengan sindroma Münchausen

atau Malingering. Dalam hal ini, dokter dan staf medis lainnya sebaiknya bersikap

menerima pasien sehingga hubungan antara pasien dan dokter dapat

dipertahankan. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi terapi pada pasien dengan

sindroma Münchausen atau Malingering.

17

Page 18: Malingering & Munchausen

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 107-115.

2. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 364-365.

3. Sadock, Benjamin J, Viriginia A. Sadock. 2000. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry Volume 1, 7th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins Publishers.

4. Satiadarma, Monty P. 2002. Pura-Pura Sakit Untuk Mencari Simpati Sindroma Münchausen. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

5. Hales, Robert E, Stuart C. Yudofsky, Glen O. Gabbard. 2008. American Psychiatric Publishing Textbook of Psychiatry, 5th Edition. Arlington: American Psychiatric Publishing Inc. Dalam:

http://books.google.co.id/books?id=tvCFFkOyKHoC&pg=PA661&dq=munchausen+%26+malingering&client=firefoxa&cd=2#v=onepage&q=munchausen%20%26%20malingering&f=false

6. Hahn, Rhoda K, Lawrence J. Albera, Christopher Reist. 2006. Current Clinical Strategies Psychiatry. California: Current Clinical Strategies Publishing

7. Ernoehazy, William.2008. Munchausen Syndrome. Dalam:http://www.emedicine.com

8. Anurogo, Dito. 2009. Müchausen Syndrome. Dalam:http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=CLINICAL+UPDATE+2009%3A+M%FCnchausen+Syndrome&dn=20090129215046

9. Bienenfeld, David. 2008. Malingering. Dalam:http://www.emedicine.com

10. Perman, Gerald P. 2003. Psychiatric News Summaries. Dalam:http:// www.geraldppermanmdpa.com

11. Anonim, 2009. What Is Munchausen Syndromes? What Causes Munchausen Syndromes? Dalam:

http://www.medicalnewstoday.com/article/167813.php12. Residen bagian psikiatri UCLA. 1997. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: ECG

18