23
Sharia Law JURNAL JURNAL Rujukan Terpercaya Rujukan Terpercaya 01 SLI www.sharialawinstitute.com Sharia Law Sharia Law PIAGAM MADINAH KONSTITUSI TERTULIS PERTAMA DIDUNIA PIAGAM MADINAH KONSTITUSI NEGARA ISLAM PERTAMA NEGARA KHILAFAH KONSTITUSI KONSTITUSI NEGARA KHILAFAH

Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Sharia LawJURNALJURNAL

Rujukan TerpercayaRujukan Terpercaya

01SLI

www.sharialawinstitute.com

Sharia LawSharia Law

P I A G A M M A D I N A HKONSTITUSI TERTULISPERTAMA DIDUNIA

PIAGAM MADINAHKONSTITUSI NEGARAI S L A M P E R TA M A

NEGARAKHILAFAH

KONSTITUSIKONSTITUSINEGARAKHILAFAH

Page 2: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Sharia Law Institute adalah lembaga pengkajian, riset dan pendidikan hukum Islam.

Sharia Law Institute hadir dalam rangka menyiapkan seluruh draft naskah akademik di bidang hukum tata negara, hukum pidana dan hukum perdata untuk menyiapkan dan menopang berdirinya negara besar, yakni Negara Khilafah.

Semua dikaji dengan penuh hati-hati serta berdasarkan Al-Qur’an,as-Sunnah, qiyas, Ijma Sahabat SAW, Ijtihad Ulama hanif.

Alhamdulillah, karya yang sudah berhasil kami siapkan adalah ;1. Hukum Tata Negara Khilafah Islam2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Negara

Khilafah3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Negara

Khilafah4. The Constitution of the Islamic Khilafah.

Sedangkan Jurnal Sharia Law, kami luncurkan dalam rangka membahas atau mengkaji sesuai kasus yang sedang banyak ditanyakan, baik perkara tata negara atau pidana atau perdata.

Harapan dari adanya Jurnal Sharia Law, masyarakat semakin paham bahwa Islam adalah agama yang tidak sekedar mengatur urusan individu dengan Allah SWT. Dan yang terpenting adalah masyarakat tergambar bagaimana kelak Negara Khilafah menjamin keadilan dibidang hukum.

Selamat Membaca.

Manajemen Sharia Law Institute

Daftar Isi

KonstitusiNegara Khilafah

Piagam Madinah

Piagam MadinahKonstitusi Negara Islam Pertama

Page 3: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

KONSTITUSINEGARAKHILAFAHA.Latar Belakang

Catatan sejarah mengenai timbulnya negara konstitusional di kalangan umat Islam sesungguhnya

merupakan suatu proses sejarah yang panjang. Sejarah Islam telah mencatat bahwa sejak zaman Rasulullah Saw

telah telah lahir konstitusi tertulis pertama yang kemudian dikenal dengan konstitusi Madinah atau disebut

Piagam Madinah. Negara Islam yang didirikan Nabi Muhammad saw pada tahun pertama hijrah atau tahun 622 M

dinilai sebagai utama pendirian Negara Islam. Konstitusi ini merupakan piagam politik untuk mengatur

kehidupan bersama yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam golongan.

Konstitusi bersumber dari dari pewahyuan al-Qur'an dan keputusan Nabi saw sering disebut dengan

syari'at. Karena itu, sumber utama konstitusi adalah al-Qur;an dan Sunnah Nabi saw. Instruksi-instruksi spesifik

dari kedua sumber tersebut kemudian diperluas dan dikodifikasikan kedalam fiqh oleh para fuqoha atau yuris

dengan mengunakan instrument-instrument interpretatif atau sumber prosedural syari'at seperti qiyas

(menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam al-Qur'an dan hadits dengan cara

membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash), ijma' sahabat (consensus),

Ijtihad (usaha yang sungguh-sungguh dengan mengerahkan segala kemampuan nalar untuk menyelidiki dan

menetapkan hukum suatu perkara berdasarkan Al-Qur'an dan hadits) dan lain-lain.

01SLI

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 01

Penulis,Chandra Purna Irawan

Page 4: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Di negara-negara modern, konstitusi merupakan suatu yang sangat krusial. Karena ia merupakan

pegangan dan pemberi batas atau pengendali kekuasaan dan sekaligus mengatur bagaimana kekuasaan

negara harus dijalankan. Hal ini disebabkan, dalam konstitusi terkandung berbagai asas yang ditetapkan

guna mengatur bagaimana kekuasaan negara didistribusikan antara berbagai lembaga kenegaraan, seperti

dewan umah, Mu'âwinûn at-Tafwîdh, Wuzarâ' at-Tanfîdz., Wali (Gubernur), Amîrul Jihâd, baitul mall,

peradilan dll.

Dengan kata lain, konstitusi menentukan cara bagaimana kekuasaan negara bekerja sama dan

menyesuaikan diri satu sama lain. Betapa pentingnya konstitusi itu bagi suatu negara,

Persoalan konstitusi menjadi perdebatan yang tidak pernah berakhir di kalangan pemikir muslim,

terutama ketika dihadapkan pada masalah hubungan agama dan negara. Dalam hal ini, ada tiga perbedaan

pendapat tentang hubungan negara dan agama ;

Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa Islam tidak membahas masalah kenegaraan. Karena

itu, tidak pada tempatnya untuk mengatakan bahwa konsep negara ditemui dalam Islam.

Kedua, Islam mempunyai perangkat kenegaraan dan karenya tidak alasan untuk memisahkan

keduanya.

Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa agama dan negara saling membutuhkan.

Sejalan dengan pandangan diatas, ada tiga pola hubungan antara agama dan negara.

Pertama, pola integralistik yang menawarkan konsep bersatunya negara dan agama. Agama dan

negara tidak dapat dipisahkan. Apa yang menjadi wilayah agama otomatis menjadi wilayah politik.

Konsekwensi dari pandangan ini, maka Islam harus menjadi dasar negara, bahwa syari'ah harus diterima

sebagai konstitusi negara. Model teori ini lebih menekankan pada aspek legal formal idealisme politik

Islam.

Kedua, pola simbiotik yang menawarkan pandangan bahwa agama dan negara berhubungan satu

sama lain secara timbal balik dan saling memerlukan. Model teori politik ini, lebih menekankan pada

subtansi daripada bentuk negara yang legal formal.

Ketiga, pola sekularistik yang memisahkan antara agama dan negara. Model teori politik ini, negara

menghilangkan sama sekali agama (syari'ah) dari dasar negaranya dan mengadopsi sepenuhnya hukum dari

negara barat.

Dalam hal ini, penulis menegaskan bahwa pola integralistik yang sesuai shariah. Islam bukan

sekedar ritual atau aqidah ruhiyah, melainkan juga ideologi atau mabda atau aqidah siyasiyah yang

menjelaskan terkait mekanisme menjalankan negara, hukum, ekonomi dan sosial budaya.

B. Istilah Konstitusi dalam Hukum Islam Dalam hukum ketatanegaraan Islam (Fiqh Siyasah), konstitusi disebut dengan dustur (berasal dari bahasa Persia). Semula artinya adalah seseorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama. Dalam perkembangannya, kata ini digunakan untuk menunjukkan anggota kependetaan (pemuka agama) Zoroaster (Majusi). Setelah mengalami penyerapan kedalam bahasa Arab, kata dustur berkembang pengertiannya menjadi asas, dasar atau pembinaan. Menurut istilah, dustur berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerja sama antara sesama anggota masyarakat dalam sebuah negara, baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi).Kata dustur (undang-undang dasar) dan qanun (undang-undang) adalah istilah asing yang mempunyai hubungan erat dengan hukum, bolehkah kedua kata ini diadopsi?

Setelah memperhatikan makna masing-masing, kita akan melihat kesesuaian maknanya dengan

hukum syara'.

Kata undang-undang mempunyai arti suatu perkara yang ditetapkan oleh penguasa untuk

dijalankan oleh rakyatnya. Kata undang-undang didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang ditetapkan

oleh penguasa dan memiliki kekuatan untuk mengikat rakyat dan mengatur hubungan di antara mereka.

01SLI

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 02  Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 01

Page 5: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Adapun kata dustur berarti undang-undang dasar bagi suatu pemerintahan. Definisinya adalah undang-

undang yang mengatur bentuk sebuah negara, sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan wewenang

badan-badan pemerintah. Dengan demikian, dustur melahirkan aturan yang dijalankan oleh negara sebagai

pemikiran yang menyeluruh. Aturan ini melahirkan keputusan-keputusan tertentu yang ditetapkan oleh

penguasa. Keputusan-keputusan yang terperinci ini merupakan undang-undang yang menjelaskan tentang hak

dan kewajiban pelaksanaan pemerintahan, misalnya hak-hak dan kewajiban setiap individu warga negara.

C. Sumber Undang-undang dasar

Undang-undang dasar dan undang-undang memiliki sumber-sumber pengambilan hukum yang dapat

dibagi menjadi dua macam sebagai berikut. Pertama, sumber yang melahirkan undang-undang dasar atau

undang-undang secara langsung, seperti adat istiadat, agama, pendapat para pakar hukum, dan yurisprudensi

(hukum-hukum peradilan). Sumber seperti disebut dengan perundang-undangan, seperti yang terjadi di Inggris

d a n A m e r i k a .

Kedua, sumber yang sudah ada dan menjadi rujukan untuk undang-undang dasar dan perundang-undangan,

sebagaimana yang terjadi di Perancis, Turki, Mesir, Irak, dan Syria. Sumber seperti ini dinamakan dengan

sumber historis atau sejarah.

Ini berarti negara mana pun di dunia ini mengambil undang-undang dasar dan undang-undangnya dari

kedua sumber di atas. Bisa dari sumber perundang-undangan atau dari sumber historis. Dalam hal ini, undang-

undang dasar merupakan hukum-hukum umum, adapun undang-undang merupakan hukum-hukum khusus

yang merupakan cabang.

Kita telah melihat, kata dustur dan qanun dalam istilah asing berarti hukum-hukum tertentu yang telah

dilegalisasi oleh negara untuk dijalankan oleh rakyat sebagai suatu keharusan. Makna seperti ini terdapat pula

pada kaum Muslim karena khalifah memiliki wewenang untuk melegalisasi hukum syara' tertentu yang

mengikat rakyat untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, dua istilah ini, yaitu dustur dan qanun boleh digunakan

tanpa ada halangan.

Sumber konstitusi negara Khilafah hanyalah al-Quran dan Sunah. Lahirnya syariat merupakan hasil

ijtihad para mujtahid dan legalisasi khalifah terhadap hukum syara' yang diperintahkan untuk dilaksanakan oleh

rakyat.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala menerangkan sifat dan hak khusus-Nya dalam masalah membuat hukum ini

didalam firman-Nya :

إن الحكم إال لله يقص الحق وهو خيرالفاصلين {٥۷}

”Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik”. (Qs. Al-An'am : 57)

Penyandaran kewenangan pembuatan hukum itu adalah ibadah yang hanya disandarkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan tidak boleh disandarkan kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sebagaimana firman-Nya:

إن الحكم إال لله أمر أال تعبدوا إال إياه ذلك الدين القيم {٤٠}

“Hak hukum (putusan) hanyalah milik Allah. Dia memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Itulah agama yang lurus”. (Qs. Yusuf : 40)

01SLI

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 03

Page 6: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

D. Legislasi Dalam Negara Khilafah

Meski demikian, tidak berarti negara dalam Islam identik dengan teokrasi atau kekuasaan tuhan, dimana seorang kepala negara Islam diklaim sebagai wakil Tuhan. Jelas tidak. Bahkan, konsep teokrasi ini justru ditolak oleh Islam. Namun, tidak berarti, jika Islam menolak teokrasi, berarti negara Islam menganut demokrasi atau kekuasaan rakyat. Juga tidak. Karena, demokrasi pun jelas-jelas ditolak oleh Islam. Namun, ini juga tidak berarti bahwa negara Islam identik dengan teo-demokrasi, yang mengkompromikan kekuasan tuhan dan manusia. Juga tidak. Karena, baik teokrasi maupun demokrasi sama-sama ditolak oleh Islam. Jadi, kalau bukan teokrasi, demokrasi atau teo-demokrasi, lalu apa? Jawabannya adalah Khilafah.

Khilafah Negara Manusia

Khilafah adalah negara bagi umat Islam di seluruh dunia, yang dipimpin oleh seorang Khalifah dengan menjalankan hukum Islam secara kaffahdi dalam negeridan mengemban Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad. Khalifah adalah pria, Muslim, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu mengemban seluruh tugas kekhilafahan. Dia adalah manusia biasa, bukan wakil Tuhan, bukan pula Nabi dan Rasul, juga tidak maksum dari kesalahan, yang dipilih oleh umat Islam dan diberikan mandat melalui baiat yang mereka berikan. Karena itu, dia bisa juga melakukan kesalahan, sebagaimana manusia yang lain.

Namun demikian, Islam memberikan hak kepadanya untuk mengadopsi hukum agar bisa dijadikan sebagai konstitusi maupun perundang-undangan. Karena Islam tidak mengenal pemisahan kekuasaan (split of power), maka di tangannyalah seluruh kekuasaan itu berada. Dialah satu-satunya orang yang diberi otoritas untuk mengadopsi hukum menjadi konstitusi dan perundang-undangan. Meski demikian, tidak berarti produk hukum yang ditetapkannya sebagai konstitusi dan perundang-undangan itu tidak bisa dibatalkan. Karena itu, di negara Khilafah ada Mahkamah Madzalim yang diberi otoritas untuk menguji, bahkan membatalkan hukum yang dianggap menyalahi hukum Islam. Sekalipun hukum tersebut telah ditetapkan oleh Khalifah sebagai konstitusi dan perundang-undangan.

Jika dalam sistem demokrasi dengan trias politikanya telah memberikan hak legislasi kepada parlemen, maka majelis umat di dalam negara Khilafah, yang merupakan representasi dari rakyat di seluruh dunia tidak mempunyai fungsi legislasi. Fungsi majelis umat adalah fungsi syura dan muhasabah (kontrol).

Syura Bukan Legislasi

Fungsi syura dan muhasabah ini jelas berbeda dengan fungsi legislasi parlemen. Syura ini merupakan aktivitas mengambil pendapat yang dilakukan di dalam majelis. Di dalamnya, bisa menyangkut hukum syara', akademik termasuk strategi tertentu. Dalam hal ini, tolok ukur yang digunakan untuk mengambil pendapat adalah pendapat yang paling benar, bukan suara mayoritas. Jika terkait dengan hukum syara', pendapat yang paling benar adalah ketika hukum tersebut dalilnya paling kuat, meski tidak didukung oleh suara mayoritas. Demikian juga kebenaran pendapat dalam akademik maupun strategi tidak dikembalikan kepada suara mayoritas, tetapi dikembalikan kepada pakar di bidangnya. Suara majelis umat dalam konteks ini tidak mengikat Khalifah. Inilah yang biasanya disebut syura.

Sebagai contoh, ketika Khalifah menetapkan APBN Khilafah karena sumber pendapatan dan pos pengeluarannya telah ditetapkan oleh hukum syara', maka anggota majelis umat tidak mempunyai hak budget yang mengikat Khalifah. Dalam kasus ini, Khalifah tidak harus tunduk kepada suara majelis umat.

Ada juga pengambilan pendapat yang dilakukan oleh majelis umat dalam perkara yang tidak terkait dengan hukum syara', juga tidak terkait dengan masalah akademik maupun strategi tertentu, tetapi masalah teknis yang dampaknya bisa mereka perkirakan. Seperti memilih Utsman menjadi Khalifah, bukan 'Ali. Masalah seperti ini merupakan masalah teknis, dan ditentukan berdasarkan suara mayoritas. Pendapat majelis umat dalam hal ini mengikat dan harus dilaksanakan. Karena itu, siapa yang dipilih oleh majelis umat menjadi Khalifah, maka dia harus dibaiat sebagai Khalifah. Demikian juga, ketika majelis umat keberatan dengan pengangkatan wali di daerah tertentu, maka kalau keberatan tersebut didukung suara mayoritas, suara majelis umat ini pun mengikat bagi Khalifah, dan wajib dilaksanakan.

Dengan demikian, fungsi syura dalam majelis umat tidak identik dengan legislasi dalam parlemen. Dalam negara demokrasi, produk legislasi parlemen ini mengikat eksekutif dan yudikatif, sedangkan produksyuramajelis umat ini tidak mengikat, baik bagi Khalifah maupun yang lain. Selain itu, otoritas pembuatan konstitusi dan perundang-undangan ada di tangan Khalifah. Karena dialah, satu-satunya yang berhak mengadopsi hukum syara' sebagai konstitusi dan perundang-undangan negara Khilafah. Meskipun untuk itu, boleh saja dia mengadopsi pendapat majelis umat, tetapi itu tidak mengikat.

01SLI

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 04

Page 7: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Dalam mengadopsi pemikiran dan hukum, pertama-tama Khalifah tidak akan mengadopsi mazhab tertentu sebagai pemikiran dan hukum negara sehingga akan menyebabkan negara Khilafah menjadi negara mazhab. Khalifah juga tidak akan mengadopsi masalah akidah, kecuali menetapkan wajibnya dalil qath'i sebagai dalil akidah. Ini untuk menghilangkan dharar, yang memang hukumnya wajib, yaitu terjadi saling kafir-mengafirkan di antara sesama kaum Muslim karena perbedaan furu' akidah. Selain itu, Khalifah juga tidak akan mengadopsi masalah ibadah, seperti shalat, puasa dan haji, kecuali penyatuan awal-akhir Ramadhan, penetapan wukuf dan 10 Dzulhijjah, juga zakat dan jihad. Selebihnya, diserahkan kepada masing-masing sesuai dengan mazhabnya.

Ketika mengadopsi hukum, Khalifah akan menetapkan kaidah tabanni, seperti hanya menggunakan Alquran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas, misalnya. Dengan begitu, dalam proses pembuatan konstitusi dan perundang-undangan, Khalifah tidak akan mengadopsi hukum yang tidak dibangun dengan salah satu dari keempat dalil di atas. Sebab, jika dia mengadopsi hukum yang ternyata tidak diambil dari salah satu dalil tersebu, maka hukum tersebut statusnya bukan hukum Islam baginya. Jika hukum tersebut bukan hukum Islam baginya, maka ketika dia jadikan konstitusi dan perundang-undangan, status konstitusi dan perundang-undangan tersebut juga bukan konstitusi dan perundang-undangan Islam.

Jika ini terjadi, maka Mahkamah Madzalim harus menjalankan tugasnya, yaitu menguji dan membatalkan konstitusi dan perundang-undangan tersebut. Selain itu, koreksi dan kontrol juga bisa dilakukan oleh majelis umat dan partai politik. Mahkamah Madzalim juga bisa menguji penarikan hukum (istidlal) yang dilakukan oleh Khalifah, apakah dalil yang digunakan untuk menarik hukum tersebut sudah tepat atau tidak. Karena itu, para hakim Mahkamah Madzalim ini harus mempunyai kualifikasi mujahid sehingga bisa menjalankan tugas dan fungsinya.

01SLI

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 05

sumber utama konstitusi adalah al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Instruksi-instruksi spesifik dari kedua sumber tersebut kemudian diperluas dan dikodifikasikan kedalam fiqh oleh para fuqoha atau yuris dengan mengunakan instrument-instrument interpretatif atau sumber prosedural syari'at seperti qiyas (menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam al-Qur'an dan hadits dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash), ijma' sahabat (consensus), Ijtihad (usaha yang sungguh-sungguh dengan mengerahkan segala kemampuan nalar untuk menyelidiki dan menetapkan hukum suatu perkara berdasarkan Al-Qur'an dan hadits) dan lain-lain.

Page 8: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

PIAGAM MADINAH

KONSTITUSITERTULIS

PERTAMADI DUNIA

Page 9: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

piagam madinah

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 07

01SLI

Page 10: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

piagam madinah

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 08

01SLI

Page 11: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

01SLI

LIMA BELAS abad yang lalu sebelum banyak masyarakat dunia mengenal konsitusi tertulis, bersamaan

tahun pertama Hijrah pada tahun 622 M, Rasulullah Muhammad telah membuat “Piagam Madinah” yang

dikenal konstitusi tertulis pertama di dunia dan sangat luar biasa.

Penyebutan konstitusi tertulis pertama di dunia ini bukan tanpa dasar. Sebab konstitusi Aristoteles

Athena yang ditulis pada papirus, ditemukan oleh seorang misionaris Amerika di Mesir baru pada tahun 1890

dan diterbitkan pada tahun 1891, itupun tidak dianggap sebuah konstitusi. Tulisan-tulisan hukum lainnya

pada perilaku masyarakat kuno telah ditemukan, tetapi tidak dapat digambarkan sebagai konstitusi.

Sementara itu, sejarahnya konstitusi Amerika Serikat baru disusun beberapa tahun setelah pernyataan

kemerdekaan Amerika Serikat (AS) yang ditanda tangani pada tahun 1776. Itupun mengalami banyak

perubahan (amandemen).

Namun “Piagam Madinah” (Madinah Charter) adalah konstitusi tertulis pertama mendahului Magna

Carta, yang berarti Piagam Besar, disepakati di Runnymede, Surrey pada tahun 1215. Landasan bagi

konstitusi Inggris ini pula yang menjadi rujukan Amerika membuat konstitusi yang selama ini dianggap oleh

Barat sebagai “dokumen penting dari dunia Barat” dan menjadi rujukan/model banyak negara di dunia.

Kehadiran “Piagam Madinah” nyaris 6 abad mendahului Magna Charta, dan hampir 12 abad

mendahului Konstitusi Amerika Serikat ataupun Prancis.

Kandungan “Piagam Madinah” terdiri daripada 47 pasal, 23 pasal membicarakan tentang hubungan

antara umat Islam yaitu; antara Kaum Anshat dan Kaum Muhajirin.

24 pasal lain membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat lain, termasuk Yahudi.

“Piagam Madinah” atau juga dikenal “Perjanjian Madinah” atau “Dustar al-Madinah” juga“Sahifah al-

Madinah” dapat dikaitkan dengan Perlembagaan Madinah karena kandungannya membentuk peraturan-

peraturan yang berasaskan Syariat Islam bagi membentuk sebuah negara (Daulah Islamiyah) yang

menempatkan penduduk berbagai suku, ras dan agama (yang tinggal di Madinah/Yatsrib kala itu adalah

kaum Arab Muhajirin Makkah, Arab Madinah, dan masyarakat Yahudi yang hidup di Madinah).

Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mencontohkan prinsip konstitusionalisme dalam

perjanjiannya dengan segenap warga Yatsrib (Madinah).

“Piagam Madinah” yang dibuat Rasulullah mengikat seluruh penduduk yang terdiri dari bebagai kabilah

(kaum) yang menjadi penduduk Madinah.

Inilah isi Undang-Undang Dasar tertulis yang terdiri dari 47 pasal itu:

صحيفة المدينة

(Piagam Madinah)

بسم اهللا الرحمن الرحيم

هذا كتاب من محمد النبي صلىاهللا عليه وسلم بين المؤمنين والمسلمين من قريش ويثرب ومن تبعهم فلحق بهم وجاهد معهم.Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.

.انهم امة واحدة من دون الناس .۱

Pasal 1

Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komuitas) manusia lain.

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 09

Page 12: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

المهاجرون من قر يش على ربعتهم يتعاقلون بينهم اخذالدية واعطائها وهم يفدون عانيهم بالمعروف والقسط بين المؤمنين .٢Pasal 2Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.

وبنوعوف على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم االولى وكل طائفة تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين .٣Pasal 3Banu Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

وبنوساعدة علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم االولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين .٤Pasal 4Banu Sa'idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

وبنو الحرث على ربعتهم يتعاقلون االولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين .٥Pasal 5Banu Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

وبنوجشم علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم االولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين .٦Pasal 6Banu Jusyam sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

وبنو النجار علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم االولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين .۷Pasal 7Banu An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

وبنو عمرو بن عوف علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم االولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين .٨Pasal 8Banu 'Amr bin 'Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

وبنو النبيت علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم االولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين .۹Pasal 9Banu Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

وبنو االوس علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم االولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين .۱٠Pasal 10Banu Al-'Aws sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

.وان المؤمنين اليتركون مفرجا بينهم ان يعطوه بالمعروف فى فداء اوعقل .۱۱Pasal 11Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang diantara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam poembayaran tebusan atau diat.

.وال يحالـف مؤمن مولى مؤمن دونه .۱٢Pasal 12

Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa

persetujuan dari padanya.

01SLI

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 10

Page 13: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

.احدهم ولد كان ولو جميعا عليه ايديهم وان المؤمنين بين فساد او اوعدوان اثم اة ظلم سيعة د ابتغى او منهم بغى من على المتقين المؤمنين وان .۱٣Pasal 13Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orangyang diantara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim , jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.

.مؤمن على كافرا ينصر وال كافر فى مؤمنا مؤمن يقتل وال .۱٤Pasal 14Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.

.الناس دون بعض موالي يعضهم المؤمنين وان ناهم اد عليهم يحيد واحدة اهللا ذمة وان .۱٥Pasal 15Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain.

.عليهم متناصر وال مظلومين غير واالسوة النصر له فان يهود من تبعنا من وانه .۱٦Pasal 16Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang olehnya.

.بينهم وعدل سواء على اال اهللا سبيل في قتال في مؤمن دون مؤمن يسالم ال واحدة المؤمنين سلم وان .۱۷Pasal 17Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.

.بعضا بعضها يعقب معنا غزت غازية كل وان .۱٨Pasal 18Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain.

.واقومه هدى احسن على والمتقين المؤمنين وان اهللا فىسبيل دماءهم بـمانال بعض على بعضهم يبئ المؤمنين وان .۱۹Pasal 19Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.

.مؤمن على دونه واليحول والنفسا يش لقر ماال مشرك اليجير وانه .٢٠Pasal 20Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.

.عليه االقيام لهم واليحل كافة عليه المؤمنين وان المقتول ولي يرضى ان اال قودبه فانه بينة عن قتال مؤمنا اعتبط من وانه .٢۱Pasal 21Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

وغضبه اهللا لعنة عليه فان آواه او نصره من وانه يـؤوية وال محدثا ينصر ان اآلخر واليوم باهللا وآمن الصحيفة هذه فى بما أقر لمؤمن يحل ال وانه .٢٢

.والعدل صرف منه واليـؤخذ القيامة يومPasal 22Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.

وسلم عليه اهللا صلى محمد والى عزوجل اهللا الى مرده فان شيئ من فيه اختلفتم مهما وانكم .٢٣Pasal 23Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.

01SLI

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 11

Page 14: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

محاربين اموا ماد المؤمنين مع ينفقون اليهود وان .٢٤Pasal 24Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

.بيته واهل نفسه اال يـوتخ ال فانه واثم ظلم من اال وانفسهم مواليهم دينهم وللمسلمين دينهم لليهود المؤمنين مع امة عوف بني يهود وان .٢٥Pasal 25Kaum Yahudi dari Bani 'Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga.

عوف بنى ماليهود مثل النجار بنى ليهود وان .٢٦Pasal 26Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

عوف بنى ماليهود مثل الحرث بنى ليهود وان .٢۷Pasal 27Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

عوف بنى ماليهود مثل ساعدة بنى ليهود وان .٢٨Pasal 28Kaum Yahudi Banu Sa'idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

عوف بنى ماليهود مثل جشم بنى ليهود وان .٢۹Pasal 29Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

عوف بنى ماليهود مثل االوس بنى ليهود وان .٣٠Pasal 30Kaum Yahudi Banu Al-'Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

.بيته واهل االنفسه يوتخ ال فانه واثم ظلم االمن عوف بنى ماليهود مثل ثعلبة بنى ليهود وان .٣۱Pasal 31Kaum Yahudi Banu Sa'labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

نفسهم كأ ثعلبه بطن جفنه وان .٣٢Pasal 32Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa'labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

االثم دون البر وان عوف بنى ماليهود مثل الشطيبة لبنى وان .٣٣Pasal 33Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

كأنفسهم ثعلبه موالي وان .٣٤Pasal 34Sekutu-sekutu Sa'labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa'labah).

كأنفسهم يهود بطانة وان .٣٥Pasal 35Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).

اهللا وان ظلم من اال بيته واهل فتك فبنفسه فتك من وانه جرح ثار ينحجرعلى ال وانه وسلم عليه صلىاهللا محمد باذن اال احدمنهم يخرج ال وانه .٣٦

.ابرهذا علىPasal 36

Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi

(menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan

kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat

membenarkan ketentuan ini.

01SLI

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 12

Page 15: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

والبر والنصيحة النصح بينهم وان الصحيفة هذه اهل حارب من النصرعلى بينهم وان نفقتهم المسلمين وعلى نفقتهم اليهود على وان .٣۷.للمظلوم النصر وان بـحليفه امرؤ يأثم لم وانه االثم دون

Pasal 37

Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu

dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak

menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.

.محاربين موا مادا المؤمنين مع ينفقون اليهود وان .٣٨Pasal 38

Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan.

.الصحيفة هذه جوفهاالهل حرام يثرب وان .٣۹Pasal 39

Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.

.والاثم مضار غير كالنفس الجار وان .٤٠Pasal 40

Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.

اهلها باذن اال تجارحرمة ال وانه .٤۱Pasal 41

Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.

اهللا وان وسلم عليه صلىاهللا محمد والى عزوجل اهللا الى مرده فان فساده يخاف واشتجار حدث من الصحيفة هذه اهل بين كان ما وانه .٤٢

.وابره الصحيفة هذه فى ما اتقى علىPasal 42

Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan

penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara

dan memandang baik isi piagam ini.

نصرها من وال قريش التجار وانه .٤٣Pasal 43

Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.

.يثرب دهم من على النصر بينهم وان .٤٤Pasal 44

Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib.

من اال علىالمؤمنين لهم فانه ذلك مثل الى دعوا اذا وانهم ويلبسونه يصالحونه فانهم (ويلبسونه) يصالحونه صلح الى دعوا واذا .٤٥

.قبلهم الذى جابنهم من حصتهم اناس كل على الدين فى حاربPasal 45

Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian

itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan

melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-

masing sesuai tugasnya.

.االثم دون البر وان الصحيفة هذه اهل من الحسن البر مع الصحيفة هذه ماالهل مثل على وانفسهم مواليهم االوس يهود وان .٤٦Pasal 46

Kaum Yahudi Al-'Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan

yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan).

Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah palingmembenarkan dan memandang baik isi piagam ini.

خرج من وانه .وآثم ظالم دون الكتاب هذا يحول ال وانه وابره الصحيفة هذه فى اصدق على اهللا وان نفسه االعلى كاسب يكسب وال .٤۷

وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول ومحمد واتقى بر لمن جار اهللا وان واثم ظلم من اال بالمدينة آمن قعد ومن آمنPasal 47

Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah

aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW

01SLI

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 13

Page 16: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Sharia Law InstituteKarya-karya

Pemesanan Hubungi

HP 0899.4589.021PIN BBM 51EDC6C3

WWW.SHARIALAWINSTITUTE.COM

Page 17: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

NEGARA ISLAM PERTAMAKONSTITUSI

Pengantar

Sejarah mencatat jauh-jauh hari sebelum UNESCO menetapkan konstitusinya tentang toleransi dan memperingati

hari toleransi internasional tersebut, di jazirah Arab pernah ada dan dibuat sebuah perjanjian tertulis yang secara

resmi mengatur soal toleransi tersebut. Pada tahun 622, Nabi Muhammad SAW menyusun dan membuat sebuah

dokumen yang disebut sebagai: 'Piagam Madinah' atau 'Konstitusi Madinah', yang merupakan sebuah perjanjian

formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di kota Yatsrib, yang kemudian berubah

nama menjadi kota Madinah. Dokumen ini disusun secara jelas dan bertujuan untuk menghentikan pertentangan

sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Dalam dokumen ini ditetapkan pula sejumlah hak-hak dan

kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan yang berdomisili di Madinah,

sehingga membuat komunitas yang berbeda suku dan agama itu menjadi sebuah kesatuan komunitas, yang dalam

bahasa Arab disebut sebagai: 'ummah'.

Piagam Madinah (Madinah Charter/Al-Ahd bi Al-Madinat/Ash-Shahifah) sering dianggap sebagai dasar dari

pembentukan negara Islam pertama di Madinah. Dan Nabi Muhammad dipercayai sebagai peletak dasar negara itu.

Memang, tidak semua sepakat tentang konklusi ini. Ada sebagian kalangan justru tidak memandang Piagam Madinah

sebagai dokumen politik. Dan lebih jauh, mereka pun tidak memandang Nabi Muhammad sebagai figure politik,

karena menurut mereka, Islam memang tidak berbicara soal politik, termasuk berbicara tentang konsep negara.

Pendapat semacam ini salah satunya digagas oleh Ali Abdur Raziq melalui bukunya yang kontroversial “al-Islam wa

al-Ushul al-Hukmi: Bahstun Fi al-Khilafati wa al-Hukumati fi al-Islam”. Dalam bukunya tersebut dia menyimpulkan

beberapa hal penting, di antaranya bahwa Nabi tidak membangun negara dalam otoritas spiritualnya. Pendapat ini

kemudian diadopsi oleh kalangan Islam Liberal dan kaum sekularis lainnya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Hanya saja, pendapat demikian banyak mendapat tentangan dari mayoritas umat, khususnya kalangan ulama dan

cendikiawan muslim. Bahkan para peneliti dari dunia Barat pun tak sedikit yang berpendapat, bahwa Islam adalah

agama (ruhiyah) dan politik (siyasiyah/siyasah), dan bahwa Muhammad adalah figure politik. Salah satu buktinya

adalah keberadaan Piagam Madinah yang klausul-klausulnya sarat dengan statemen dan kebijakan politik.

Di antara yang berpendapat demikian adalah Muhammad Husain Haikal yang

menyebut, bahwa kehadiran Muhammad di Madinah merupakan fase politik dimana

beliau telah meletakkan dasar kesatuan politik dengan Islam sebagai landasannya.

Begitupun beliau menyebut Piagam Madinah sebagai sebuah dokumen politik.

Senada dengan itu, Ismail R Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi menyebut bahwa

Muhammad adalah pemimpin negara dan pemakluman Piagam Madinah yang

mereka sebut sebagai konstitusi pertama dalam sejarah manusia ini sebagai awal

berdirinya negara Islam pertama. Bahkan Dalam Al-Watsâ'iq as-Siyâsiyyah li al-

'Ahdi an-Nabawi wa al-Khilâfah ar-Rasyîdah (Dokumen Politik era Nabi dan Khilafah

Rasyidah) yang ditulis oleh Muhammad Hamidullah dan dalam kitab Fiqh as-Sîrah

karya Dr. Said Ramadhan al-Buthi piagam tersebut jelas-jelas dinyatakan sebagai

konstitusi negara.

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 15

Page 18: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Adapun sarjana Barat yang mengakui Piagam Madinah sebagai dokumen politik diantaranya H.R. Gibb dan Montgomery Watt. H.R. Gibb dalam komentarnya menyatakan bahwa isi Piagam Madinah pada prinsipnya telah meletakkan dasar-dasar sosial politik bagi masyarakat Madinah yang juga berfungsi sebagai undang-undang, dan merupakan hasil pemikiran serta inisiatif Muhammad sendiri. Sementara itu, Montgomery Watt lebih tepat lagi menyatakan: bahwa Piagam Madinah tidak lain adalah suatu konstitusi yang menggambarkan bahwa warga Madinah saat itu bisa dianggap telah membentuk satu kesatuan politik dan satu persekutuan yang diikat oleh perjanjian yang luhur diantara para warganya.

Piagam Madinah Sebagai Dasar Kesatuan Politik

Sebagaimana diketahui, ketika Rasul saw mendirikan negara Islam, masyarakat madinah terdiri dari beberapa kelompok. Pertama, kelompok kaum muslim dari kalangan kaum muhajirin dan anshar, dan ini adalah kelompok mayoritas. Kedua, kelompok musyrik yang berasal dari kabilah-kabilah yang ada di Madinah. Mereka sudah terwarnai oleh opini Islam dan tidak lagi nampak sebagai masyarakat tersendiri. Ketiga, kelompok Yahudi dari berbagai kabilah yang tinggal di wilayah Kota Madinah, termasuk Yahuni Bani Qainuqa, dan kelompok yahudi yang tinggal di luar kota madinah yaitu Yahudi Bani Nadhir dan Bani Quraidzah. Kelompok Yahudi ini merupakan komunitas yang terpisah dengan komunitas kaum muslim, pemikiran dan perasaan mereka berbeda dengan kaum muslim. Begitu pula metode pemecahan masalah diantara mereka. Sehingga mereka merupakan kelompok masyarakat tersendiri yang terpisah dari masyarakat Madinah.

Yahudi sejak lama telah mengintimidasi masyarakat Madinah. Oleh karenanya mereka merupakan masalah yang mungkin muncul paling awal ketika negara Islam baru berdiri. Masalah ini memerlukan solusi. Maka segera setelah Rasulullah Saw hijrah dan melakukan peleburan dan penyatuan seluruh kaum Muslimin hingga kondisinya stabil dan kokoh, baik melalui strategi muakho (mempersaudarakan kaum Muslim dengan persaudaraan yang kuat dan berimplikasi pada aspek mu'amalah, harta dan urusan mereka) maupun pembangunan mesjid yang berpengaruh pada pembinaan ruhiyah mereka, pada tahun 622 M Rasulullah saw menyusun teks perjanjian yang mengatur interaksi antar kaum muslim dan sesama warga negara, hak dan kewajiban warga negara dan hubungan luar negeri. Piagam ini juga secara khusus mengatur dan membatasi secara tegas posisi kaum Muslim dan kaum Yahudi, mengatur interaksi di antara mereka dan merumuskan kewajiban-kewajiban yang harus mereka pikul dengan kebijakan khusus. Dengan kata lain, sebagaimana disebutkan oleh Jaih Mubarak , Piagam Madinah telah menjadi dasar persatuan penduduk Yatstrib yang terdiri atas Muhajirin, Anshar dan Yahudi.

Dengan piagam inilah, kewibawaan negara Islam dan supremasi hukumnya bisa tegak. Dan ini merupakan modal awal bagi negara yang baru berdiri untuk menjaga stabilitas dalam negerinya dan fokus pada upaya membangun berbagai aspek yang menjadi jalan bagi terealisasinya pengaturan berbagai urusan umat, baik di dalam maupun di luar negeri. Melaui Piagam Madinah, semua warga Madinah saat itu meskipun mereka berasal dari berbagai suku (plural/heterogen) dipersatukan sebagai satu komunitas (ummah). Hubungan antara sesama warga yang muslim dan yang non muslim didasarkan atas prinsip-prinsip bertetangga yang baik, saling membantu dalam menghadapi agresi dari luar dan menghormati kebebasan beragama. Melalui perjanjian ini pula seluruh warganegara (baik muslim maupun non muslim), maupun negara bertetangga yang terikat dengan perjanjian terjamin hak dan kewajiban politiknya secara adil dan merata.

Dari semua penjelasan di atas, jelas, bahwa persyaratan sebuah negara, walaupun masih sederhana, telah terpenuhi di Madinah, yakni ada wilayah, pemerintahan, negara, rakyat, kedaulatan dan ada konstitusi. Hal ini sekaligus menampik pendapat-pendapat yang menolak adanya hubungan antara agama Islam dengan politik kenegaraan.

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 16

01SLI

Page 19: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Klausul Politik Dalam Piagam Madinah

Teks Piagam Madinah dapat kita rujuk dalam buku-buku sirah dan tarikh karya para ulama terdahulu. Piagam ini secara lengkap diriwayatkan oleh Ibn Hisyam (w. 213 H) dan Ibn Ishaq (w. 151 H), dua penulis muslim yang mempunyai nama besar dalam bidangnya. Menurut penelitian Ahmad Ibrahim al-Syarif, tidak ada periwayat lain sebelumnya selain kedua penulis di atas yang meriwayatkan dan menuliskannya secara sistematis dan lengkap. Meskipun demikian, tidak diragukan lagi kebenaran dan keotentikan piagam tersebut, mengingat gaya bahasa dan penyusunan redaksi yang digunakan dalam Piagam Madinah ini setaraf dan sejajar dengan gaya bahasa yang dipergunakan pada masanya. Demikian pula kandungan dan semangat piagam tersebut sesuai dengan kondisi sosiologis dan historis zaman itu. Keotentikan Piagam Madinah ini diakui pula oleh William Montgomery Watt, yang menyatakan bahwa dokumen piagam tersebut, yang secara umum diakui keotentikannya, tidak mungkin dipalsukan dan ditulis pada masa Umayyah dan Abbasiyah yang dalam kandungannya memasukkan orang non muslim ke dalam kesatuan ummah.

Menurut Muhammad Hamidullah yang telah melakukan penelitian terhadap beberapa karya tulis yang memuat Piagam Madinah, bahwa ada sebanyak 294 penulis dari berbagai bahasa. Yang terbanyak adalah dalam bahasa Arab, kemudian bahasa-bahasa Eropa. Hal ini menunjukkan betapa antusiasnya mereka dalam mengkaji dan melakukan studi terhadap piagam peninggalan Nabi.

Dalam teks aslinya, Piagam Madinah ini semula tidak terdapat pasal-pasal. Pemberian pasal-pasal sebanyak 47 itu baru kemudian dilakukan oleh A.J. Winsick dalam karyanya Mohammed en de joden te Madina, tahun 1928 M yang ditulis untuk mencapai gelar doktornya dalam sastra semit. Melalui karyanya itu, Winsick mempunyai andil besar dalam memasyarakatkan Piagam Madinah ke kalangan sarjana Barat yang menekuni studi Islam. Sedangkan pemberian bab-bab dari 47 pasal itu dilakukan oleh Zainal Abidin Ahmad yang membaginya menjadi 10 bab.

Berikut petikan lengkap terjemahan Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal:

I. PREAMBULE

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah piagam dari Muhammad, Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.

II. PEMBENTUKAN UMAT

Pasal 1: Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lain.

Pasal 2: Kaum Muhajirin (pendatang) dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 3: Banu 'Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 4: Banu Sa'idah, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 17

01SLI

Page 20: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Pasal 5: Banu al-Hars, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 6: Banu Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 7: Banu al-Najjar, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 8: Banu 'Amr Ibn 'Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 9: Banu al-Nabit, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 10: Banu al-'Aws, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

III. PERSATUAN SEAGAMA

Pasal 11: Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat.

Pasal 12: Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya, tanpa persetujuan dari padanya.

Pasal 13: Orang-orang mukmin yang takwa harus menentang orang yang di antara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.

Pasal 14: Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran (membunuh) orang kafir. Tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.

Pasal 15: Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak tergantung pada golongan lain.

IV. PERSATUAN SEGENAP WARGA NEGARA

Pasal 16: Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya).

Pasal 17: Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.

Pasal 18: Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu-membahu satu sama lain.

Pasal 19: Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.

Pasal 20: Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.

Pasal 21: Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 18

01SLI

Page 21: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Pasal 21: Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

Pasal 22: Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan atau menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari kiamat, dan tidak diterima daripadanya penyesalan dan tebusan.

Pasal 23: Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah 'azza wa jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.

V. GOLONGAN MINORITAS

Pasal 24: Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Pasal 25: Kaum Yahudi dari Bani 'Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya.

Pasal 26: Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 27: Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 28: Kaum Yahudi Banu Sa'idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 29: Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 30: Kaum Yahudi Banu al-'Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 31: Kaum Yahudi Banu Sa'labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf, kecuali orang zalim atau khianat. Hukumannya hanya menimpa diri dan keluarganya.

Pasal 32: Suku Jafnah dari Sa'labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Sa'labah).

Pasal 33: Banu Syutaybah (diperlakukan) sama seperti Yahudi Banu 'Awf. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu lain dari kejahatan (khianat).

Pasal 34: Sekutu-sekutu Sa'labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Sa'labah).

Pasal 35: Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).

VI. TUGAS WARGA NEGARA

Pasal 36: Tidak seorang pun dibenarkan (untuk perang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan (ketentuan) ini.

Pasal 37: Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh Piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.Pasal 38: Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

VII. MELINDUNGI NEGARA

Pasal 39: Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya “haram” (suci) bagi warga Piagam ini.

Pasal 40: Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.

Pasal 41: Tidak boleh jaminan diberikan, kecuali seizin ahlinya.

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 19

01SLI

Page 22: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

VIII. PIMPINAN NEGARA

Pasal 42: Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung Piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah 'azza wa jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi Piagam ini.

Pasal 43: Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.

Pasal 44: Mereka (pendukung Piagam) bahu-membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib.

IX. POLITIK PERDAMAIAN

Pasal 45: Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.

Pasal 46: Kaum yahudi al-'Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung Piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung Piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bwertanggungjawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi Piagam ini.

X. PENUTUP

Pasal 47: Sesungguhnya Piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW.

Jika disimpulkan, secara garis besar Piagam Madinah ini mengatur :

Pertama, interaksi antar kaum mukmin (klausul no. 1-15 dan 17-24)

Kedua, Interaksi kaum mukmin (muslim) dengan warga negara non muslim (Yahudi) yang tunduk kepada hukum Islam sebagai seorang kafir dzimmi. Antara lain :

“dan bahwa orang-orang Yahudi yang mengikuti langkah kami, maka mereka memperoleh perlindungan dan hak yang sama, mereka tidak akan dimusuhi dan tidak pula dianiaya”(klausul 16);

“dan bahwa orang Yahudi akan mendapat pembagian harta bersama kaum mukmin selama mereka ikut berperang (bersama kaum mukmin)” (klausul 25)

Ketiga, hukum yang diterapkan adalah hukum Islam, dimana jika terjadi perselisihan maka solusi dan hukumnya dikembalikan kepada hukum Islam. “dan bahwa kalian, apapun yang kalian berselisih tentang sesuatu maka tempat kembalinya adalah kepada Muhammad saw”.(klausul 24)

Keempat, interaksi kaum muslim dengan komunitas yahudi yang ikut menandatangani Piagam Madinah (Yahudi Bani 'Awf, Bani an-Najjâr, al-Hârits, Sâ'adah, al-Aws, Tsa'labah, Jusyam, Jufnah Buthn min Tsa'labah, Bani asy-Syatîbah, Sekutu Tsa'labah dan teman-teman dekat mereka). Diantaranya :

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 20

01SLI

Page 23: Jurnal sharia law ed 01 | SHARIA LAW INSTITUTE

Kedekatan dan Kekerabatan Yahudi berlaku antar mereka (klausul 35, 36)

“Tidak seorangpun dari mereka boleh keluar (dari Madinah) kecuali dengan izin Muhammad saw” (Klausul 37)

Mereka tidak boleh bekerja sama dengan dan atau memberi bantuan kepada kafir Quraisy (klausul 45-47)

Kota Madinah harus menjadi kota suci (harus dijaga) oleh semua orang yang menandatangai Piagam Madinah, (kalusul 41-43).

“Bahwa peristiwa atau perselisihan yang terjadi diantara orang-orang yang menandatangai piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya kepada Allah 'Ajja wa Jalla dan kepada Muhammad Rasulullah saw, dan bahwa Allah menjaga dan berbuat baik kepada orang-orang yang menandatangani piagam ini.” (Klausul no. 44)

Dalam piagam ini belum disebutkan Yahudi Bani Qainuqa', Bani Nadhir dan Bani Quraidzah. Hal itu karena pada awalnya mereka menolak menandatangani perjanjian Piagam Madinah itu. Namun tidak lama kemudian mereka ikut menyetujui dan menandatanganinya, dan dibuat perjanjian khusus dengan mereka semisal perjanjian Piagam Madinah ini.

Penutup

Dari paparan singkat ini, jelas bahwa dari sisi komposisi masyarakat Madinah yang diakui dalam Piagam Madinah itu memang terdiri dari beberapa kelompok komunitas (plural). Namun semua kelompok itu tunduk kepada sistem dan hukum Islam . Dalam masalah mu'amalah dan uqubat, orang-orang musyrik dan komunitas Yahudi, semuanya tunduk kepada sistem dan hukum Islam, sebagaimana juga warga negara Muslim. Setiap persengketaan terkait masalah-masalah mu'amalah dan uqubat yang terjadi di antara mereka, baik yang seagama maupun antar agama, seluruhnya dikembalikan pada hukum-hukum Islam (Lihat klausus 42). Sementara dalam masalah aqidah, ibadah dan ahwal asy-syakhsiyah, mereka dibiarkan dengan keyakinan masing-masing dan tidak dipaksa untuk memeluk Islam.

Seluruh warga negara, Muslim maupun Non Muslim berkedudukan sama di hadapan hukum, memiliki hak dan kewajiban yang sama dan adil tanpa ada diskriminasi. Mereka juga berkewajiban menjaga stabilitas negara secara bersama-sama, tidak bebas membentuk kelompok atau bekerjasama/berkonspirasi dengan komunitas lain, tanpa perkenan dari Rasul saw sebagai kepala negara. Merekapun tidak boleh keluar dari Madinah tanpa ijin Rasulullah saw. Menurut piagam Madinah itu, kekuasaan ada ditangan Rasul dan kaum muslim. Karena komunitas kaum musyrik dan komunitas kaum Yahudi justru tunduk kepada Rasulullah saw sebagai kepala Negara Islam Madinah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruqi, Ismail R dan Lois Lamya Al-Faruqi. 2000. Atlas Budaya Islam (Terj.). Bandung : Mizan. Jaringan Islam Liberal. 2002. Seri Islam Liberal, Wajah Liberal Islam di Indonesia. Jakarta : JIL.

An-Nabhani, Syaikh Taqiyuddin. 2002. Ad-Dawlah Al-Islamiyah. Beirut : Dar al-Ummah. Edisi Mu'tamadah.

Haekal, Muhammad Husain. 2003. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta : Lentera Antar Nusa.Cet. Ke-2.

Ibnu Hisyam, Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. 2000. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, edisi terjemah. Jakarta : Darul Falah.

Mubarak, Jaih. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Islamika.

Eickelman, Dale F. & James Piscatori. 1998. Ekspresi Politik Muslim. Bandung : Mizan.

Qol'ahji, Muh. Rawwas. 2004. Sirah Nabawiyah, Mengungkap Maksud Politis Perilaku Rasulullah Saw ( Qira'ah Siyasiyah li Sirah Nabawiyah). Bangil : Al-Izzah.

Abdurrahman, Hafidz. Piagam Madinah: Konstitusi Negara atau Bukan?, (online Resource), diakses tanggal 6 Nopember,2009.www.hizbut-tahrir.or.id

Sholahuddin, Menggagas Sekularisasi Islam, Membincang Pmikiran Ali Abdurraziq Dalam Konteks KeIndonesiaan, (Online Resaurce), diakses tanggal 6 Nopember 2009.www.islamlib.com

http://daruttaqwa.wordpress.com/2008/09/24/piagam-madinah-sebagai-rujukan-kehidupan-berbangsa-dan-bernegara (Online Resource), diakses tanggal 6 Nopember 2009.

http://id.wikisource.org/wiki/Piagam_Madinah.

Jurnal Sharia Law-Edisi 01 Thn 2015 Hal | 21

01SLI