Laporan Riset Jurusan 2021.pdf - Unmul Repository Home

Preview:

Citation preview

Bidang Unggulan: Sumberdaya Alam dan

Lingkungan

Kode/Nama rumpun Ilmu: 484/ Ilmu Kelautan

LAPORAN AKHIR

HIBAH PENELITIAN PERGURUAN TINGGI

Identifikasi dan Keanekaragaman Plankton

di Perairan Estuari Delta Mahakam

TIM PENGUSUL

Dewi Embong Bulan, S.Kel., M.P., Ph.D. (NIDN. 0004058005)

Mohammad Sumiran P, S.Kel., M.Si. (NIDN. 0021099104)

Widya Kusumaningrum, S.Pi., M.Si. (NIDN. 201602198608022001)

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2021

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………….………………..…………………............. i

HALAMAN PENGESAHAN……..…………………………………………… ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………................ iii

DAFTAR TABEL……………………………………………………………… iv

DAFTAR GAMBAR...………………………………………………………… v

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… vi

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………............... 1

1.1. Latar Belakang………………………………………….............. 1

1.2. Tujuan…………………………………………………………… 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………. 3

BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………………….. 7

3.1. Waktu dan Tempat………………………………………............. 7

3.2. Alat dan Bahan………………………………………………….. 6

3.3. Prosedur Penelitian……………………………………………… 7

3.4. Analisis Data……………………………………………………. 8

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………..…………….. 11

4.1. Gambaran Umum Lokasi….…………………………………….. 11

4.2. Jenis dan Kelimpahan Plankton…………………………………. 11

4.3. Keanekaragaman Plankton………………………………………. 17

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….. 20

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….............. 21

LAMPIRAN……………………………………………………………………. 23

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian…….…….............. 7

Tabel 3.2. Level kondisi air tercemar ……………………….…………………. 10

Tabel 3.3. Level konsentrasi nutrient berdasarkan kelimpahan plankton (ind/l). 10

Tabel 4.1. Lokasi pengambilan data pada Stasiun I, II, III, IV, V dan Stasiun

VI…………………………………………………………………… 11

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Lokasi penelitian …….………………………………............... 7

Gambar 4.1. Jumlah spesies pada Stasiun I, II, III, IV, V dan VI …………… 12

Gambar 4.2. Kelimpahan plankton pada Stasiun I, II, III, IV, V dan VI……. 12

Gambar 4.3. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun I bagian dasar (A)

dan permukaan (B)…………………………………………….. 13

Gambar 4.4. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun II bagian dasar (A)

dan permukaan (B)…………………………………………….. 14

Gambar 4.5. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun III bagian dasar

(A) dan permukaan (B)……………………………………….. 14

Gambar 4.6. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun IV bagian dasar

(A) dan permukaan (B)……………………………………….. 15

Gambar 4.7. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun V bagian dasar (A)

dan permukaan (B)…………………………………………….. 15

Gambar 4.8. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun VI bagian dasar

(A) dan permukaan (B)……………………………………….. 16

Gambar 4.9. Indeks keanekaragaman (H’) pada seluruh stasiun penelitian… 17

Gambar 4.10. Indeks Dominansi (C’) pada seluruh stasiun penelitian….……. 18

Gambar 4.11. Indeks Keragaman (E’) pada seluruh stasiun penelitian……….. 18

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi pengambilan sampel di lapangan.............................. 24

Lampiran 2. Dokumentasi analisis sampel di laboratorium …………………… 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan plankton di perairan mempengaruhi kehidupan organisme

akuatik lainnya. Plankton merupakan organisme penting dalam aliran energi trofik

level melalaui sistem jaring makanan di perairan (Syafriani dan Apriadi, 2017).

Fitoplankton merupakan penggolongan jenis plankton secara fungsional sebagai

plankton nabati, sedangkan zooplankton merupakan konsumer pertama yang

memakan fitoplankton. Pengaruh beban masukan dari daratan yang mengakibatkan

perubahan kualitas perairan dapat menyebabkan perubahan pada komposisi,

kelimpahan dan distribusi dari komunitas plankton (Sari et al, 2014).

Delta Mahakam merupakan perairan estuari di Indonesia yang berbentuk

kipas dan memiliki aliran yang berliku-liku serta dipengaruhi oleh suplai air tawar

dan air laut (Sassi et al, 2011). Aliran air yang berasal dari Sungai Mahakam terbagi

menjadi ketika memasuki area Delta Mahakam yaitu distribusi aliran bagian utara

dan distribusi bagian selatan (Dutrieux, 1991). Aktivitas manusia yang terdapat di

Delta Mahakam antara lain adalah perikanan (dominan akuakultur), pertambangan

minyak dan gas, perkapalan dan penebangan kayu (Zain et al, 2014).

Keberadaan suplai air Sungai Mahakam 1500 m3/detik yang membawa bahan

organik dari daratan diduga menyebabkan produktivitas biologi yang tinggi di

perairan delta (Zain et al, 2014). Studi oleh Suyatna et al (2010) menunjukkan

bahwa perairan Delta Mahakam memiliki produksi ikan yang tinggi. Aktivitas

manusia yang terdapat di Delta Mahakam antara lain adalah perikanan (dominan

akuakultur), pertambangan minyak dan gas, perkapalan dan penebangan kayu (Zain

et al, 2014). Aktivitas antropogenik dapat meningkatkan suplai zat hara dari daratan

ke wilayah estuari (Howarth et al, 2011). Namun, peningkatan suplai zat hara dapat

mendorong terjadinya eutrofikasi (Prayitno dan Afdal, 2019) dan penurunan

konsentrasi oksigen (hypoxia) serta diduga mempengaruhi proses biogeokimia di

wilayah pesisir (Howarth et al, 2011).

Adanya pencampuran air tawar dengan air laut menyebabkan perairan estuari

mengalami fluktuasi sifat fisika dan kimia. Plankton dapat tumbuh di perairan

estuari yang memiliki variasi nilai salinitasi, nutrien, karbon organik dan turbitas,

namun keberadaan area pemukiman dan industri diduga menjadi ancama terhadap

komunitas plankton (Berasategui et al, 2021). Hasil penelitian Syafriani dan

Apriadi (2017) menduga adanya tekanan ekologi di Estuari Sei Terusan Kota

Tanjung Pinang yang ditunjukkan oleh rendahnya indeks keseragaman spesies

fitoplankton yang ditemukan. Hal serupa ditemukan oleh Prianto et al. (2010) di

perairan Estuari Sungai Banyuasin Sumatera Selatan, dimana terdapat penurunan

kelimpahan dan keanekaragaman zooplankton antara tahun 2004 hingga tahun

2009.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Effendi et al. (2016) menunjukkan

bahwa jenis diatom mendominasi perairan di perairan Delta Mahakam, yang

mengindikasikan tingginya suplai nutrien di wilayah tersebut. Penelitian tersebut

masih terbatas pada distribusi plankton dan fokus area penelitian di Delta Mahakam

bagian luar (delta front) dan dalam (delta plain). Oleh karena itu, penelitian ini

dilakukan lebih komprehensif dengan menambahkan analisis terhadap kelimpahan

dan keanekaragaman plankton. Penelitian ini dibatasi pada wilayah estuari Delta

Mahakam bagian utara, yang mana terdapat aktivitas lalu lintas kapal, lokasi

perikanan budidaya dan penangkapan ikan. Pengukuran kelimpahan plankton ini

diharapkan dapat menambah referensi basis data time series kelimpahan plankton

di perairan estuari Delta Mahakam.

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk (i) mengidentifikasi plankton di perairan

estuari Delta Mahakam bagian permukaan dan dasar; (ii) menghitung indeks

keanekaragaman jenis plankton di perairan estuari Delta Mahakam bagian

permukaan dan dasar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Plankton

Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887,

yang berasal dari bahasa Yunani, “Planktos” yang artinya menghanyut atau

mengembara (Harris, 2012). Menurut Odum (1994) mengatakan, Plankton adalah

organisme mikroskopis yang hidup di air, baik hewan maupun tumbuhan yang

hidup melayang di perairan dengan kemampuan geraknya sangat terbatas, sehingga

organisme tersebut selalu terbawa arus, secara keseluruhan plankton tidak dapat

bergerak melawan arus.

Sedangkan menurut Sachlan (1982) mengatakan, Plankton adalah jasad-jasad

renik yang hidup melayang dalam air, tidak dapat bergerak atau bergerak sedikit

dan pergerakannya dipengaruhi oleh arus. Plankton dapat dibedakan menjadi dua

golongan besar yaitu fitoplankton dan zooplankton

1. Fitoplankton

Menurut Mackey et al. (2002), fitoplankton merupakan organisme

mikroskopis yang bersifat autotrof yang menyerupai tumbuhan atau disebut juga

plankton nabati karena memiliki kandungan klorofil yang mampu melakukan

proses fotosintesis yakni memanfaatkan energi matahari untuk mengubah bahan

anorganik menjadi bahan organik, khususnya jenis diatom yang memiliki

kontribusi lebih besar. Kemampuan fitoplankton yang dapat memproduksi bahan

organik disebut sebagai produsen primer (primary producer).

Fitoplankton berukuran sangat kecil sehingga tak dapat dilihat dengan mata

telanjang. Ukuran yang paling umum berkisar antara 2 – 200 μm (1 μm = 0,001

mm). Fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi ada juga yang

membentuk rantai (Nontji, 2008).

Raymont (1980) menyatakan bahwa fitoplankton memiliki peran sebagai

produsen primer di perairan. Fitoplankton juga dapat menjadi biota indikator dalam

mengukur tingkat kesuburan suatu perairan. Perairan yang memiliki produktivitas

primer yang tinggi umumnya ditandai dengan tingginya kelimpahan fitoplankton

dan dapat digunakan sebagai indikator kualitas lingkungan dengan mengetahui

keseragaman jenis atau heterogenitasnya.

Berperan sebagai produsen utama karena merupakan biota awal yang

menyerap energi sinar matahari fitoplankton menetukan kesuburan suatu perairan

pada jumlah tertentu maka semakin menyuburkan ekosistem disekitarnya

(Hutabarat dan Evans, 1986). Namun pada perairan yang sama, terkadang terdapat

jumlah fitoplankton yang sama. Hal itu disebabkan karena fitoplankton berlimpah

serta menyebar karena beberapa faktor antara lain angin, unsur hara, kedalaman

perairan, dan aktivitas pemangsaan (Fachrul, 2007).

Fitoplankton banyak ditemukan mengapung dalam jumlah besar di

permukaan air, danau atau laut yang memiliki titik-titik minyak yang kurang padat

dibandingkan dengan air untuk mempertahankan diri agar tidak tenggelam (Ramli,

1989). Wetzel dan Likens (1979) menyebutkan, Komunitas fitoplankton memiliki

beberapa algae yang umum ditemukan. Algae tersebut diantaranya Chlorophyceae

(green algae), Xanthophyceae (yellow-green algae), Chrysopyhceae (golden-

brown algae), Bacillariophyceae (diatom), Euglenophyceae (euglenoids),

Dinophyceae (dinoflagellates). Menurut Fachrul (2007) mengatakan, fitoplankton

dapat ditemukan dibeberapa jenis perairan, yaitu laut, danau, sungai, kolam dan

waduk serta ditemukan di seluruh massa air mulai dari permukaan air sampai pada

kedalaman dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya

fotosintesis. Disamping sebagai sumber makanan yang siap dimanfaatkan oleh

organisme lainnya fitoplankton juga berperan sebagai pemasok oksigen melalui

proses fotosintesis (Odum, 1993).

2. Zooplankton

Menurut Arinardi (1995) zooplankton yaitu plankton yang menyerupai

hewan karena memiliki alat gerak seperti hewan pada umumnya dan berperan

sebagai konsumen tingkat I (satu) di dalam ekosistem air zooplankton umumya

memilki ukuran berkisar 0,2 – 2 mm. Kemampuan renangnya sangat terbatas

hingga keberadaannya sangat ditentukan oleh arus yang membawanya.

Zooplankton bersifat heterotrof yaitu tidak mampu memproduksi bahan

organik dari bahan anorganik. Oleh karena itu, kelangsungan hidupnya bergantung

pada bahan organik dari fitoplankton yang menjadi bahan makanannya. Sebagai

konsumen pertama yang memanfaatkan produksi primer yang dihasilkan

fitoplankton peranan zooplankton yaitu sebagai mata rantai antara produsen primer

dengan karnivora besar dan kecil yang dapat mempengaruhi kompleksitas rantai

makanan dalam ekosistem perairan (Nontji, 2008).

Handayani (2005) mengatakan bahwa, Komunitas zooplankton di suatu

perairan ditentukan oleh kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan dalam hal

ini fitoplankton. Apabila kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan zooplankton

maka akan terjadi proses pemangsaan fitoplankton oleh zooplankton. Apabila

kondisi lingkungan dan ketersediaan fitoplankton tidak sesuai dengan kebutuhan

zooplankton maka zooplankton akan mencari kondisi lingkungan dan makanan

yang lebih sesuai.

2.2. Keanekaragaman

Keanekaragaman adalah variasi organisme hidup. Keanekaragaman hayati

(biodiversitas) adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan

variasi gen, jenis dan ekosistem pada suatu daerah. Pernyataan tersebut

menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau

variasi bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai

tingkatan, baik tingkatan gen, tingkatan spesies, maupun tingkatan ekosistem

(Assidig, 2009).

Keanekaragaman adalah suatu cara pengukuran yang memadukan jumlah

spesies (kelimpahan) dan penyebaran jumlah individu diantara spesies (distribusi).

Keanekaragaman spesies suatu komunitas terdiri dari berbagai macam organisme

berbeda yang menyusun suatu komunitas (Campbell et al. 2012).

Pada penelitian ini keanekaragaman plankton termasuk pada

keanekaragaman spesies atau jenis. Pada tingkat taksonomi yang lebih tinggi,

keanekaragaman jenis dapat diamati dengan mudah. Keanekaragaman jenis

menunjukkan seluruh variasi yang terdapat pada makhluk hidup antar jenis

(interspesies) dalam satu marga. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui

bahwa keanekaragaman jenis lebih mudah diamati dari pada keanekaragaman gen,

alasannya karena perbedaan antarspesies makhluk hidup dalam satu marga atau

genus lebih mencolok dari pada perbedaan antar individu dalam satu spesies.

Tingkat keanekaragaman jenis merupakan tanggapan bersama oleh spesies

terhadap kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Misalnya, perbedaan morfologi

antarspesies yang tampak jelas ketika spesies-spesies tersebut berada dalam kondisi

lingkungan yang relative sama ataupun berbeda (Indrawan, 2007).

Dahuri (2003) menyatakan bahwa variasi keanekaragaman spesies (jenis)

ditentukan oleh dua gradient geografi. Pertama, posisi geografis, bahwa

keanekaragaman spesies (jenis) bervariasi diantara daerah tropis dan dingin

(temperate). Kedua, berdasarkan posisi perairan, bahwa perairan indo-pasifik barat

(khususnya daerah diantara Filipina, Indonesia, dan Australia barat laut) memiliki

keanekaragaman yang paling tinggi di dunia. Selanjutnya di daerah pasifik barat

dan atlantik barat tingkat keranekaragamannya sedang, dan tingkat

keanekaragaman yang paling rendah di perairan Atlantik Timur.

Kaswadji (1976) mengatakan bahwa, Indeks keanekaragaman diartikan

sebagai suatu gambaran secara matematik tentang jumlah jenis suatu organisme

dalam populasi. Indeks keanekaragaman akan mempermudah dalam menganalisis

informasi-informasi mengenai jumlah individu dan jumlah jenis suatu organisme.

Indeks keanekaragaman dapat diketahui dari banyaknya spesies yang terdapat

dalam suatu sampel. Semakin banyak spesies yang terdapat dalam suatu sampel,

semakin besar keanekaragaman, meskipun nilai ini juga sangat tergantung dari

jumlah total individu masing-masing spesies. Keanekaragaman suatu spesies

dinyatakan dalam indeks keanekaragaman. Nilai keanekaragaman spesies yang

tinggi biasanya dipakai sebagai petunjuk lingkungan yang stabil sedangkan nilai

yang rendah menunjukkan lingkungan yang tidak stabil dan berubah-ubah

(Nybakken, 1992).

Untuk menganalisis keanekaragaman dapat menggunakan Indeks Shannon-

Wiener (H’) diartikan sebagai suatu gambaran sistematik yang melukiskan struktur

komunitas dan memudahkan proses analisis informasi mengenai macam dan jumlah

organismenya. Adapun tingkat keanekaragaman menurut (Michael, 1994) yaitu:

1. H1 > 3,0 = Tingkat Keanekaragaman Jenis Tinggi

2. 1,0 < H’< 3,0 = Tingkat Keanekaragaman Jenis Sedang

3. H1 < 1,0 = Tingkat Keanekaragaman Jenis Rendah

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel dilakukan pada bulan September – Oktober 2021 di

perairan pesisir Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara (Gambar

3.1). Stasiun II, III dan VI mewakili lokasi perairan yang lebih dipengaruhi oleh

oleh suplai air dari daratan sedangkan Stasiun I, IV dan V mewakili daerah yang

dominan dipengaruhi perairan laut (Tabel 3.1).

Gambar 3.1. Lokasi penelitian

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti pada Tabel 3.1

berikut ini.

Tabel 3.1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

No. Alat Fungsi

1 Water quality checker Mengukur suhu, salinitas dan konsentrasi

oksigen terlarut terhadap sampel air

2 GPS Map Navigasi dan perekam koordinat titik lokasi

pengambilan sampel

3 Nansen water sampler Mengambil sampel air dekat dasar perairan

4 Plankton net 25 µm Menyarin sampel air

5 Ember 50 L Mengambil sampel air di bagian permukaan

6 Cool box Wadah penyimpan botol sampel sementara

7 Mikroskop binokuler

perbesaran 100 kali

Mengamati dan Mengidentifikasi fitoplanton

dan zooplankton

Bahan

1 Botol gelap 50 ml Wadah sampel plankton

2 Larutan lugol Mengawetkan sampel plankton

3 Es batu

Mendinginkan wadah sampel selama proses

transportasi sampel dari lapangan menuju

laboratorium

3.3. Prosedur Penelitian

Parameter in situ perairan yang diukur adalah suhu, salinitas, dan oksigen

terlarut. Sampel air diambil pada bagian permukaan dan bagian dekat dengan dasar

perairan dengan tujuan untuk melihat distribusi plankton terhadap kedalaman

perairan. Sampel air permukaan diambil menggunakan ember sedangkan

pengambilan sampel air dekat dasar perairan dilakukan dengan menggunakan

Nansen water sampler. Sampel air disaring menggunakan plankton net 25 µm dan

kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel. Sesaat setelah disaring, sampel air

diberi larutan lugol 2 tetes untuk mengawetkan sampel plankton. Botol sampel

kemudian disimpan dalam kondisi dingin selama proses transportasi ke

laboratorium.

3.4. Analisis Data

Proses identifikasi dan perhitungan jumlah plankton di lakukan di

Laboratorium Kualitas Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Mulawarman. Sebanyak 1 ml sampel air dari botol sampel diambil menggunakan

pipet tetes dan diteteskan ke dalam bilik pencacah sedgwick rafter counting cell

kapasitas 1 ml dan ditutup menggunakan gelas objek. Pengamatan plankton

dilakukan menggunakan mikroskop binokuler perbesaraan 100x sebanyak tiga kali

pengulangan (Meresi et al, 2015). Identifikasi spesies plankton dilakukan

menggunakan acuan buku identifikasi plankton Mizuno (1979), Hartoko (2013) dan

Nontji (2008). Perhitungan masing-masing kelimpahan plankton menggunakan

persamaan (1) (APHA, 2005):

𝑁 = 𝑛 ×𝐴

𝑎×

𝑣

𝑣𝑐×

1

𝑉

Keterangan:

N = kelimpahan plankton (individu/L)

n = jumlah fitoplankton yang tercacah (individu)

a = luas satu lapang pandang (mm2)

v = volume air terkonsentrasi (ml)

A = luas gelas penutup (mm2)

vc = volume air di bawah gelas penutup (ml)

V = volume air yang disaring (L)

Nilai indeks keanekaragaman dan dominasi plankton merupakan indikator

ekologi yang dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kualitas perairan

(Effendi et al, 2016; Rusdiyani dan Purnomo, 2020). Indeks keanekaragaman

plankton dihitung menggunakan indeks Shannon dan Wiener (Odum, 1993).

𝐻′ = − ∑ 𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖

𝑖

𝑖=0

Indeks Keseragaman merupakan perbandingan nilai keanekaragaman dengan

Ln dari jumlah spesies serta berguna untuk mengetahui keseimbangan individu

dalam keseluruhan populasi. Nilai E berkisaran antara 0-1semakin kecil

keseragaman suatu populasi akan menunjukkan keseragaman. Indeks keseragaman

(Eveness) berdasarkan persamaan Odum (1993) adalah sebagai berikut :

𝐸 = 𝐻′

𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠

Sementara itu, Indeks Dominansi Simpson (C) digunakan untuk mengetahui

spesies-spesies tertentu yang mendominasi. Indeks dominasi dihitung

menggunakan indeks Simpson (Odum, 1993) sebagai berikut.

𝐶 = ∑(𝑛𝑖𝑁)2

𝑖

𝑖=0

Keterangan:

H’ = indeks keanekaragaman

pi = ni/N

ni = jumlah individu jenis ke-i

N = jumlah total individu

E = indeks keseragaman

Hmaks = ln S (indeks keanekaragaman maksimum)

S = jumlah genus yang ditemukan

Kisaran nilai indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk mengetahui

tingkat kestabilan komunitas yang diklasifikasikan sebagai berikut (Syafriani dan

Apriadi, 2017):

H’ < 2,306 = keanekaragaman rendah dan kestabilan komunitas rendah

2,306 < H’ < 6,9076 = keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang

H’ > 6,907 = keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi

Nilai indeks kanekaragaman dan kelimpahan plankton juga dapat digunakan

sebagai indikator pencemaran perairan dan status kesuburan perairan. Hasil

perhitungan kedua nilai tersebut dibandingkan dengan level pencemaran perairan

(Tabel 3.2.) dan kondisi perairan berdasarkan konsentrasi nutrien (Tabel 3.3.) yang

dikemukakan oleh Zheng et al (2007).

Tabel 3.2. Level kondisi air tercemar

Indeks keanekaragaman

(H’)

Kategori level pencemaran air

>4,5 Jernih (cleanness)

3 – 4,5 Pencemaran rendah (slight pollution)

2 – 3 Pencemaran sedang (moderate

pollution)

1 – 2 Pencemaran tinggi (heaviest pollution)

<1 Pencemaran sangat tinggi (high

pollution)

Tabel 3.3. Level konsentrasi nutrient berdasarkan kelimpahan plankton (ind/l)

Jenis plankton Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik

Fitoplankton < 3 x 105 3 x 105 – 10 x 105 >10 x 105

Zooplankton <1000 1000-3000 3000

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi

Penelitian ini mengambil data di 6 titik sampling yaitu Stasiun I, Stasiun II,

Stasiun III, Stasiun IV, Stasiun V dan Stasiun VI (Tabel 4.1). Stasiun II, III dan VI

mewakili lokasi perairan yang lebih dipengaruhi oleh suplai air tawar dari daratan

dibandingkan dengan Stasiun I, IV dan V (Tabel 4.1). Lokasi Stasiun I, IV, dan V

berada jauh dari muara Sungai Mahakam, yang mana di Stasiun I terdapat aktivitas

perkapalan yaitu transhipment dan Stasiun V terdapat aktivitas perikanan tangkap

menggunakan bagang ikan. Lokasi Stasiun II tepat berada di muara Sungai

Mahakam dan lokasi Stasiun VI berada di muara Sungai Pangempang, yang mana

di kedua stasiun pengambilan sampel tersebut terdapat aktivitas lalu lintas kapal

pengangkut batu bara.

Tabel 4.1. Lokasi pengambilan data pada Stasiun I, II, III, IV, V dan Stasiun VI

Stasiun Koordinat

Deskripsi lokasi Bujur Lintang

1 117,545 -0,31 Perairan laut, terdapat aktivitas perkapalan

2 117,499 -0,343

Perairan muara Sungai Mahakam; terdapat ekosistem

mangrove di sekitar lokasi pengambilan sampel; merupakan

jalur lalu lintas kapal batu bara

3 117,475 -0,309 Perairan muara Sungai Mahakam; terdapat aktivitas

perikanan budidaya rumput laut

4 117,479 -0,272 Perairan laut terbuka

5 117,459 -0,239 Perairan laut; terdapat aktivitas perikanan tangkap

6 117,422 -0,222 Perairan muara Sungai Pangempang; jalur lalu lintas kapal

pengangkut batu bara

4.2. Jenis dan Kelimpahan Plankton

Penelitian yang telah dilaksanakan pada 6 stasiun penelitian di perairan

pesisir Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara menunjukkan

terdapat 40 jenis plankton yang ditemukan. Jumlah spesies dan kelimpahan

plankton dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2. Dari keenam stasiun penelitian,

jumlah species paling banyak ditemukan pada Stasiun I bagian dasar sebanyak 26

species dan yang paling sedikit ditemukan hanya 10 species di Stasiun II bagian

permukaan.

Gambar 4.1. Jumlah spesies pada Stasiun I, II, III, IV, V dan VI

Gambar 4.2. Kelimpahan plankton pada Stasiun I, II, III, IV, V dan VI

Sementara itu, kelimpahan yang ditemukan pada masing-masing stasiun

menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan (Gambar 4.2.). Kelimpahan

plankton merupakan plankton yang ditemukan pada suatu perairan setiap satu liter

air. Kelimpahan tertinggi ditemukan di Stasiun I pada bagian dasar sebanyak 11.373

individu/liter, sedangkan pada bagian dasar ditemukan 3.680 individu/liter.

Sementara itu, terjadi perbedaan yang sangat signifikan pada bagian dasar dan

permukaan pada Stasiun VI, dimana pada bagian permukaan juga ditemukan

sebanyak 9107 individu/liter dan pada bagian dasar ditemukan 680 individu/liter.

Pada Stasiun II, III, IV dan V ditemukan kelimpahan plankton yang merata, yaitu

sekitar 679 individu/liter.

Menurut Gao and Song (2005) bahwa ada beberapa faktor penting yang dapat

mempangaruhi distribusi dan kelimpahan plankton diantaranya nutrien, tingkat

kekeruhan, amplitude pasang surut, volume run-off, kondisi stratifikasi dari kolom

air (Barus, 2002).

Gambar 4.3. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun I bagian dasar (A) dan

permukaan (B)

A

B

Gambar 4.4. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun II bagian dasar (A) dan

permukaan (B)

Gambar 4.5. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun III bagian dasar (A)

dan permukaan (B)

A

A

B

B

Gambar 4.6. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun IV bagian dasar (A)

dan permukaan (B)

Gambar 4.7. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun V bagian dasar (A) dan

permukaan (B)

A

B

A

B

Gambar 4.8. Jumlah spesies yang ditemukan pada Stasiun VI bagian dasar (A)

dan permukaan (B)

Hasil identifikasi plankton dari keenam stasiun penelitian menunjukkan

bahwa ada beberapa jenis plankton yang mendominasi lokasi pengambilan sampel.

Pada Stasiun I bagian dasar dan permukaan, jenis Cerratium sp. merupakan species

yang paling dominan ditemukan. Cerratium sp. dari phylum Dinoflagellata

merupakan spesies pantai, tetapi dapat ditemukan juga di lingkungan muara dan

laut, bersifat mixotrophic artinya dapat fotosintesis dan heterotrofik dan bahkan

memakan plankton lain (Montagnes 2006, Horner 2002). Ceratium dinoflagellata

memiliki adaptasi unik yang memungkinkan mereka untuk menyimpan senyawa

dalam vakuola yang dapat mereka gunakan untuk pertumbuhan ketika nutrisi

menjadi tidak tersedia. Mereka juga diketahui bergerak aktif di kolom air untuk

menerima sinar matahari dan nutrisi maksimum untuk pertumbuhannya (Sardet &

Ohman, 2015).

Ceratium sp. umumnya dianggap tidak berbahaya dan menghasilkan bahan

kimia tidak beracun. Dalam kondisi tertentu yang mendorong pertumbuhan

populasi yang cepat, Ceratium sp. mekar yang dikenal sebagai Red Tides dapat

menghabiskan sumber daya dan nutrisi dari lingkungan sekitarnya. Bunga-bunga

ini juga menghabiskan oksigen terlarut di dalam air, yang diketahui menyebabkan

A

B

kematian ikan (Lim et al, 2014). Kematian ikan disebabkan oleh menipisnya kadar

oksigen yang disebabkan oleh mekarnya Ceratium sp.. Dinoflagellata ini

memainkan peran penting pada siklus dasar jaring makanan. Mereka adalah sumber

nutrisi bagi organisme yang lebih besar dan juga memangsa organisme yang lebih

kecil seperti diatom (Miller et al, 2012).

Selain Ceratium sp. yang mendominasi keberadaan plankton di lokasi

penelitian, terdapat pula genus Dithylum sp. dari phylum Ochrophyta dengan

ukuran sel berkisar dari diameter 25-100μm dan panjang 80-130μm. Ditylum sp.

ditemukan di semua lautan global kecuali di perairan kutub. Populasi yang berbeda

secara genetik diamati selama musim semi mekar di Puget Sound, menunjukkan

bahwa garis keturunan genetik tertentu lebih baik beradaptasi dengan kondisi

lingkungan tertentu (Rynearson et al, 2006).

4.3. Keanekaragaman Plankton

Indeks Keanekaragaman (H’) menggambarkan total proporsi suatu spesies

relatif terhadap jumlah total induvidu yang ada. Semakin banyak jumlah spesies

dengan proporsi yang seimbang menunjukkan keanekaragaman yang semakin

tinggi (Leksono, 2007). Perairan yang berkualitas baik biasanya memiliki

keanekaragman jenis yang tinggi dan sebaliknya pada perairan buruk atau tercemar

biasanya memiliki keanekaragamn jenis yang rendah (Fachrul, 2007).

Gambar 4.9. Indeks keanekaragaman (H’) pada seluruh stasiun penelitian

Gambar 4.10. Indeks Dominansi (C’) pada seluruh stasiun penelitian

Gambar 4.11. Indeks Keragaman (E’) pada seluruh stasiun penelitian

Indeks Keanekaragaman (Gambar 4.9) pada Stasiun I bagian dasar, III, V dan

VI bagian permukaan memiliki indeks keanekaragaman yang masuk dalam kategori

keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang (2,306 < H’ < 6,9076).

Sedangkan pada stasiun lainnya termasuk dalam kategori keanekaragaman rendah

dan kestabilan komunitas rendah (H’ < 2,306). Jika dikorelasikan dengan level

kondis air tercemar (Zheng et al, 2007), maka wilayah Stasiun II termasuk pada

kategori pencemaran tinggi (heaviest pollution). Sementara itu, Stasiun lainnya

masuk dalam kategori pencemaran sedang (moderate pollution).

Nilai indeks dominansi (Gambar 4.10 & 4.11) pada semua stasiun berkisar

antar 0,086 sampai 0,210. Sedangkan indeks keseragaman pada semua stasiun

berkisar antara 0,758 sampai 0,921. Dari nilai keseragaman dapat diketahui

keseimbangan individu. Apabila nilai keseragaman rendah, maka nilai

keanekaragaman akan tinggi karena semakin kecil nilai keseragaman suatu populasi

akan menunjukkan keseragaman (Odum, 1993). Hal ini disebabkan oleh kondisi

faktor fisika kimia pada kawasan tersebut yang dipengaruhi oleh aktivitas penduduk

di sekitarnya yang menyebabkan rendahnya kualitas perairan tersebut.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Jenis spesies yang ditemukan 40 spesies dan kelimpahan berkisar 453

sampai 11373 ind/l. Adapun jenis yang banyak ditemukan adalah

Cerratium sp. dan Dithylum sp..

2. Indeks Keanekaragaman pada lima stasiun berkisar antara 1,98 sampai

2,713 yang masuk dalam kategori sedangkan indeks dominansi berkisar

antar 0,89 sampai 0,210 dan tergolong sedang. Nilai Indeks keseragaman

adalah 0,758 sampai 0,921 yang tergolong rendah.

5.2. Saran

Sangat perlu dilakukan penelitian lanjutan dan cakupan yang lebih luas

di Kalimantan Timur tentang distribusi plankton dan juga pengaruh faktor

lingkungan terhadap keberadaan plankton di perairan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

APHA (American Public Health Association). 2005. Standard Methods for the

Examination of Water and Wastewater, 22nd Edition. Editor E.W., Rice R.B.,

Baird A.D., Eaton L.S. (eds). Clesceri. American Public Health Association,

Virginia.

Berasategui, A.A., M.S. Dutto, C. López-Abbate, V.A. Guinder. 2021. Plankton

Ecology and Biodiversity in the Bahía Blanca Estuary. In: Fiori S.M.,

Pratolongo P.D. (eds) The Bahía Blanca Estuary. Springer, Cham.

https://doi.org/10.1007/978-3-030-66486-2_

Effendi, H., M. Kawaroe, D. F. Lestari, Mursalin, T. Permadi. 2016. Distribution

of phytoplankton diversity and abundance in Mahakam Delta, East

Kalimantan. The 2nd International Symposium on LAPAN-IPB Satellite for

Food Security and Environmental Monitoring 2015, LISAT-FSEM 2015,

2016

Dutrieux, E. 1991. Study of the Ecological Functioning of the Mahakam Delta (East

Kalimantan, Indonesia. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 32: 415-420.

Hartoko, A. 2013. Oceanographic Characters and Plankton Resources of Indonesia.

Graha Ilmu. Yogyakarta

Horner, R. A. 2002. A Taxonomic Guide To Some Common Phytoplankton.

Biopress Limited, Dorset Press, Dorchester, UK. 200.

Howarth, R., F. Chan, D. J. Conley, J. Garnier, S. C. Doney, R. Marino, G. Billen.

2011. Coupled biogeochemical cycles: eutrophication and hypoxia in

temperate estuaries and coastal marine ecosystems. Front Ecol Environ. 9(1):

18–26.

Lim, H.C.; Teng, S.T.; Leaw, C.P.; Iwataki, M.; Lim, P.T. (2014). "Phytoplankton

assemblage of the merambong shoal, tebrau straits with note on potentially

harmful species". Malayan Nature Journal. 66 (1–2): 198–211. Archived

from the original on 2017-09-24. Retrieved 2017-09-24.

Miller, Charles B.; Wheeler, Patricia A. (2012). "2. The phycology of

phytoplankton". Biological Oceanography (2nd ed.). Wiley. pp. 39–

49. ISBN 978-1-4443-3301-5.

Montagnes, D. 2006. Guide to Harmful Phytoplankton. University of Liverpool,

UK. http://www.liv.ac.uk/hab/Data%20sheets/c_fusu.htm. Accessed 17 Jan

2012.

Meresi, S.R.P., Priyanti, E. Yunita. 2015. Fiotplankton sebagai bioindikator

saprobitas perairan di Situ Bulakang Kota Tanggerang. Al-Kauniyah Jurnal

Biologi. 8(2): 113-122

Mizuno, T. 1979. Illustration of the Freshwater Plankton of Japan. Hoikusha

Publishing Co. 352 pp.

Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Press.

Jakarta.

Odum EP, 1994. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Prayitno, H.B., Afdal. 2019. Spatial distributions of nutrients and cholorophyll-a: a

possible occurrence of phosphorus as a eutrophication determinant of the

Jakarta Bay. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 11(1): 1-12.

Prianto, E., Husnah, S. Aprianti. 2010. Karakteristik fisika kimia perairan dan

struktur komunistas zooplankton di estuari Sungai Banyuasin, Sumatera

Selatan. BAWAL. 30(3): 149-157.

Rusdiyani, A.A., T. Purnomo. 2020. Kualitas perairan Pantai Barung Toraja

Sumenep Madura berdasarkan indeks keanekaragaman plankton. LenteraBio.

9(1): 28-35

Rynearson, T. A.; Newton, J. A.; Armbrust, E. V. (2006). "Spring bloom

development, genetic variation, and population succession in the planktonic

diatom Ditylum brightwellii" . Limnology and Oceanography. 51 (3): 1249–

1261.

Sardet, C., Ohman, M (2015). Plankton: Wonders of the Drifting World. University

of Chicago Press. ISBN 978-0-226-18871-3.

Sassi, M.G., A. J. F. Hoitink, B. d. Brye, B. Vermeulen, E. Deleersnijder. 2011.

Tidal impact on the division of river discharge over distributary channels in

the Mahakam Delta. Ocean Dynamics. 61:2211–2228.

Sari, A.N., S. Hutabarat, P. Soedarsono. 2014. Struktur komunitas plankton pada

padang lamun di Pantai Pulau Panjang, Jepara. Diponegoro Journal of

Maquares. 3(2): 82-91

Suyatna, I., T. Hanjoko, A. Adnan, M. Yasser, M. Efendie, A. A. Budiarsa, R.

Eryati, A. Rafii, A. S. Sidik. 2017. First record of coral reefs in the delta front

of Mahakam Delta, East Kalimantan, Indonesia. AACL Bioflux. 10(4): 687-

697.

Syafriani, R., T. Apriadi. 2017. Keanekaragaman fitoplankton di perairan estuary

Sei Terusan, Kota Tanjungpinang. LIMNOTEK. 24(2): 74-82.

Zain, Z., S. Hutabarat, B. Prayitno and Ambaryanto. 2014. Potency of Mahakam

Delta in East Kalimantan, Indonesia. International Journal of Science and

Engineering. 6(2):126-130.

Zheng, B.H., Tian, Z.Q., Zhang, L. and Zheng, F.D. (2007) The characteristics of

the hydrobios’ distribution and the analysis of water quality along the west

shore of Taihu Lake. Acta Ecologica Sinica, 27: 4214-4223.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi pengambilan sampel di lapangan

Lampiran 2. Dokumentasi analisis sampel di laboratorium