Review Regulasi Air Minum

Preview:

Citation preview

TUGAS 1 SISTEM PENYEDIAAN DAN PENGOLAHAN AIR MINUM

“Resume tentang Regulasi Air Minum di Indonesia”

Disusun Oleh :

Nama : Muhammad Rizki Sya’bani

NIM : 25714003 Jurusan : PIAS

Mata Kuliah : SPPAM Dosen : Prof. Suprihanto N

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2015

1. PENDAHULUAN

Di mata dunia, Negara Indonesia merupakan negara yang

memiliki peraturan dan regulasi yang sangat kompleks.

Segala macam hal yang menyangkut sumber daya alam dan

hajat hidup orang banyak diatur dalam Undang-undang.

Tata urutan peraturan perundang-undangan secara hirarki

saat ini menurut Ketetapan UU Nomor 12 tahun 2011

tentang peraturan perundang-undangan secara berurutan ialah UUD 1945, Ketetapan

MPR, Undang-undang, Perpu, PP, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan

Kabupaten/Kota.

Sedangkan terkait dengan peraturan pengelolaan air dalam perspektif hukum positif

diperkirakan akan menyangkut kepada hal-hal yang meliputi APBN berupa Undang-

undang; APBD Propinsi berupa Peraturan Daerah Propinsi; APBD Kota/Kabupaten

berupa Peraturan Daerah Kota/Kabupaten; SOTK Lembaga-lembaga terkait Tingkat

Propinsi dan Kota/Kabupaten, bahkan Kecamatan, bisa dalam bentuk Peraturan Daerah

atau Surat Keputusan Gubernur, Walikota atau Bupati; TUPOKSI Lembaga-lembaga

terkait bisa berupa Peraturan Daerah atau Surat Keputusan Kepala Lembaga-lembaga

terkait; kemudian RTRW Propinsi dan Kota/Kabupaten berupa Peraturan Daerah,

Lokasi/banyaknya sumber air dan pengelolanya, bisa-bisa berupa Peraturan Desa, dsb;

selanjutnya Eksistensi lembaga pengelola air sekarang ini dan estimasi kebutuhan di masa

yang akan datang dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Desa.

Menurut saya, Undang-undang akan memiliki arti yang hakiki bagi kehidupan

masyarakat manakala makna dan undang-undang itu telah mampu menciptakan keadilan

yang hakiki, menciptakan perlindungan terhadap seluruh rakyat, menciptakan

ketenteraman dan ketertiban umum, dan dapat menyehatkan pertumbuhan ekonomi dan

kesejahteraan rakyat banyak. Namun disaat sebuah Undang-undang tersebut hanya

sebatas aturan di atas kertas tanpa implementasi yang jelas, maka sangat tidak sesuai

fungsi dan keberadaannya. Adapun tujuan penyelenggaraan negara, antara lain untuk

menyelenggarakan kesejahteraan umum, memberikan perlindungan terhadap seluruh

rakyat, dan menyelenggarakan ketertiban umum. Hal ini lah yang teruang pada

pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk melindungi seluruh

kepentingan rakyat dan menciptakan keadilan.

Berikut ini saya akan membahas beberapa regulasi / peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan air (terutama air minum) melalui pendekatan maksud dan tujuan di

bentuknya perundang-undangan tersebut, serta beberapa fakta mengenai implementas i

perundang-undangan tersebut baik positif maupun negatif, baik menurut peristiwa yang

telah terjadi di masa lampau maupun potensi yang akan terjadi di masa yang akan datang,

serta menurut beberapa pandangan para ahli.

A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 Ayat 3

Air merupakan karunia Tuhan untuk umatnya, termasuk seluruh rakyat Indonesia,

sedangkan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 diamanatkan bahwa “Bumi, air, dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Penguasaan yang dimaksud

tersebut menurut saya, tidak menempatkan negara sebagai pemilik (ownership), tetapi

tetap pada fungsi- fungsi penyelenggaraan negara yang melayani rakyat.

Jika melihat fakta dan kenyataan saat ini, menurut saya masih banyak sekali masyarakat

Indonesia yang mengalami krisis air, padahal secara ilmu hidrologi menurut hukum

kesetimbangan massa air, air merupakan sumber daya alam yang konstan jumlahnya di

bumi, artinya jumlah air di muka bumi selalu tetap dan hanya berubah wujud /

keberadaannya saja (Prof. Arwin Sabar – Kuliah Kebijakan Air 2014). Melihat kondisi

tersebut, saya rasa tidak ada alasan untuk kehidupan di Indonesia mengalami krisis air.

Hanya saja dari pihak pemerintah yang belum maksimal mengelola sumber-sumber air,

menjaga potensi sumber-sumber air, dan mendistribusikan ke masyarakat di Indonesia.

Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah sebagai penyelenggara negara masih belum

maksimal dalam melaksanakan amanat Undang-undang.

Di Indonesia akses terhadap air minum yang layak masih sekitar 55%, tercatat pada

awal tahun 2012. Menurut saya, tujuan dibentuknya Undang-undang dan regulasi terkait

air minum di Indonesia sejak dulu ialah dimaksudkan agar dapat menjadi pedoman

penyedian air untuk kehidupan masyarakat, tentunya juga sebagai stimulan dalam

pengelolaan dan pelayanannya agar lebih maksimal. Namun pada kenyataannya,

Indonesia saat ini masih kalah dengan negara-negara lain yang notabennya tidak

memiliki regulasi terkait air yang kompleks seperti di Indonesia. Hal tersebut

menggambarkan bahwa Undang-Undang di Indonesia hanya menjadi permainan kata-

kata belaka di atas kertas, tanpa adanya implementasi yang jelas sesuai dengan

tujuannya. Bisa dilihat dari gambar di bawah ini, Indonesia berada di bawah negara -

negara se-asia tenggara yang belum tentu memiliki regulasi terkait air minum yang

kompleks seperti di Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi tugas besar untuk pemerintah

selaku penyelenggara negara dalam mengelola air minum untuk di distribusikan ke

seluruh rakyat Indonesia.

Gambar 1. Data Pokja AMPL 2012 terkait akses air minum di Asia Tenggara

Kemudian juga, menurut saya dalam mengelola air di Indonesia tidak cukup dengan

hanya mengandalkan kinerja pemerintah sebagai penyelenggara negara saja, melainkan

harus melalui partisipasi seluruh rakyat indonesia juga. Saat ini sebagian masyarakat

Indonesia masih memiliki persepsi bahwa untuk urusan air sepenuhnya menjadi

tanggung jawab pemerintah, padahal hal tersebut tidak 100% benar menurut saya.

Masyarakat dan oknum-oknum industri sebagai pengguna air juga seharusnya

mengelola air dengan baik, minimal dengan melakukan penghematan air dan tidak

menggunakan air tanah secara berlebihan. Kemudian, kesalahan dalam mengelola air

lainnya menurut saya seperti penggunaan air tanah yang berlebihan (eksploitasi air

tanah) juga dapat menimbulkan masalah baru seperti menurunnya muka air tanah. Hal

tersebut bertentangan dengan pasal di Undang-undang selanjutnya yaitu UU No.7

Tahun 2004, yang menyebutkan bahwa setiap orang wajib mengendalikan penggunaan

air tanah.

Air merupakan kebutuhan makhluk

hidup yang paling hakiki, termasuk

manusia, tanaman dan hewan, oleh

sebab itu air perlu ditata

penggunaannya agar memberikan

manfaat bagi rakyatnya. Dalam

jaringan distribusi air, diperlukan

suatu sistem yang terkoordinas i

antara semua pihak, baik antara para pelaku (masyarakat) maupun pembuat kebijakan

di sektor perairan, dan jaminan perolehan air yang cukup.

Begitu pentingnya masalah air, baik untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup rakyat

banyak maupun untuk kebutuhan pertanian dan keperluan pada sektor lainnya. Tidak

dapat dipungkiri bahwa air menjadi suatu komoditas yang memiliki posisi strategis dari

kepentingan-kepentingan untuk pemenuhan kebutuhan hajat hidup, bisnis, industr i,

pertanian/irigasi, maupun ketahanan pangan yang menjadi bagian dari sistem ketahanan

nasional. Posisi air yang strategis dalam menguasai hajat hidup orang banyak, maka

tidak dapat dielakkan bahwa air akan menjadi persoalan tarik menarik dari berbagai

kepentingan, seperti yang saat ini banyak terjadi di negara kita. Oleh karena itu,

persoalan air harus ditata dengan baik melalui perangkat peraturan perundang-undangan

yang dapat melindungi dan mewujudkan ketertiban umum yang mencerminkan keadilan

masyarakat.

B. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang ”Sumber

Daya Air”

Dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang

Sumber Daya Air ini disebutkan

bahwa penguasaan sumber daya air

diselenggarakan oleh Pemerintah

dan/atau Pemerintah Daerah dengan

tetap mengakui hak ulayat

masyarakat hukum adat setempat.

Hak guna air (berupa hak guna pakai

air dan hak guna usaha air) tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan sebagian atau

seluruhnya. Presiden berhak untuk menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah

dengan memperhatikan pertimbangan Dewan SDA Nasional. Dalam pengelolaan SDA,

sebagian wewenang Pemerintah dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sesuai

dengan peraturan perundangan-undangan.

Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berhak mengatur

dan menetapkan penggunaan sumber daya air untuk kepentingan konservasi, persiapan

pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber daya air. Untuk

pengembangan sistem penyediaan air minum adalah tanggung jawab Pemerintah dan

Pemerintah Daerah. Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta

dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.

Pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat

dilaksanakan oleh BUMN atau BUMD dibidang pengelolaan SDA atau kerjasama

antara BUMN dengan BUMD. Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air,

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem informas i

SDA yang tersebar dan dikelola oleh berbagai institusi. Dalam hal pembiayaan

pengelolaan SDA ditetapkan berdasarkan kebutuhan nyata pengelolaan SDA. Sumber

dana untuk setiap jenis pembiayaan tersebut dapat berupa anggaran pemerintah,

anggaran swasta, dan/atau hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan SDA.

Dalam hal terjadi sengketa, penyelesaian sengketa SDA tahap pertama diupayakan

berdasarkan prinsip musyawarah untuk sepakat. Jika tidak diperoleh kesepakatan, maka

para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan (melalui

arbitrase) atau melalui pengadilan. Masyarakat yang dirugikan akibat berbagai masalah

pengelolaan SDA berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan. Begitu pula

setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakiba tkan

kerugian terhadap orang lain maupun sumber air dan prasarananya akan ditindak sesuai

dengan ketentuan pidana yang berlaku.

Berdasarkan isi UU No.7 tahun 2004 yang telah saya review diatas, ada beberapa

tinjauan dari aspek sosiologis, lingkungan hidup dan ekonomi yang akan coba saya

uraikan dan saya kaitkan dengan badan usaha penyelenggara air di Indonesia (PDAM).

Kesemua aspek ini saya rasa penting menyangkut persepsi dan pertimbangan

masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan kesadaran

hukum masyarakat. Menurut Rosjidi Ranggawidjaja di tahun 1998 dalam bukunya,

menjelaskan bahwa, Hukum yang dibentuk harus sesuai dengan “hukum yang hidup”

(living law) dalam masyarakat.

Pertama, Sumber daya air mempunyai fungsi sosial berarti bahwa sumber daya air

untuk kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan individu. Untuk itu,

PDAM sebagai Perusda atau BUMD selaku penyelenggara pengembangan SPAM

dalam kegiatannya harus bertujuan membangun, memperluas dan atau meningka tkan

sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran

masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air

minum kepada masyarakat secara menyeluruh menuju keadaan yang lebih baik.

Dalam hal ini PDAM yang bertugas menyediakan air minum untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat agar mendapat kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 PP No 16 Tahun 2005. Hal tersebut juga

dipertegas dalam Pasal 5 UU No 7 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa; “Negara

menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal

sehari- hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif”.

Fungsi sosial PDAM selaku penyelenggara pengembang SPAM juga tertera jelas dalam

Pasal 80 ayat (1) UU No 7 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa; “Pengguna sumber

daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari- hari dan untuk pertanian rakyat tidak

dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air”.

Kedua, Sumber daya air mempunyai fungsi lingkungan hidup. Menurut saya berarti

bahwa sumber daya air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus sebagai tempat

kelangsungan hidup flora dan fauna. Sebab PDAM selaku penyelenggara

pengembangan SPAM sesuai dengan PP No 16 Tahun 2005, maka PDAM berkewajiban

melindungi dan melestarikan sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU No

7 Tahun 2004 yang berbunyi; “Perlindungan dan pelestarian sumber air bertujuan untuk

melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap

kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan

yang disebabkan oleh tindakan manusia”. Juga berkewajiban melaksakan konservasi

sumber daya air, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (18) UU No 7 Tahun 2004.

Pengelolaan SPAM dilaksanakan dengan mengutamakan asas keadilan dan kelestarian

lingkungan hidup untuk menjamin keberlanjutan fungsi pelayanan air minum serta

peningkatan derajat kesehatan dan kesejatraan masyarakat, sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) Pasal 33 PP No 16 Tahun 2005, sangat terang benderang menjelaskan

tentang fungsi PDAM pada bidang lingkungan hidup.

Ketiga, Sumber daya air mempunyai fungsi ekonomi berarti bahwa sumber daya air

dapat didayagunakan untuk menunjang kegiatan usaha. Sebagaimana kita ketahui

bahwa PDAM sebagai Perusda dalam bentuk BUMD diusahakan dalam rangka

pelaksanaan program umum Pemerintah di bidang ekonomi sebagaimana digariskan

dalam Manifesto Ekonomi Politik Republik Indonesia tanggal, 17 Agustus 1959 yang

selanjutnya telah diperkuat dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara Republik Indonesia No.I/MPRS/1960 dan No.II/MPRS/1960 mengena i

keharusan diadakannya reorganisasi dalam alat-alat produksi dan distribusi yang

ditujukan kearah pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan dasar pertimbangan

pembuatan UU No 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.

Dalam ayat (1) Pasal 5 UU No 5 Tahun 1962 ditegaskan bahwa; “Perusahaan Daerah

adalah satu kesatuan produksi yang bersifat :

a) Memberi jasa;

b) Menyelenggarakan kemanfaatan umum; dan

c) Memupuk pendapatan.

Pada ayat berikutnya juga menegaskan bahwa; “Tujuan Perusahaan Daerah adalah

untuk turut serta melaksanakan pembangunan Daerah khususnya dan pembangunan

ekonomi nasional umumnya dalam rangka ekonomi terpimpin untuk memenuhi

kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta

kesenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat adil dan makmur”.

Kemudian, terlepas dari pasal 4 UU No.7

Tahun 2004 ini, kondisi yang dialami

Indonesia saat ini menggambarkan

perwujudan dari tujuan perundang-

undangan tersebut terlihat memilik i

berbagai kendala serta belum maksimal.

Di Indonesia telah terjadi penurunan

debit air dari sumber-sumber mata air

yang ada di berbagai wilayah. Kondisi

ini dipengaruhi berbagai faktor, salah

Gambar 2. Example of Landcover change

satunya adalah semakin berkurangnya daerah resapan air yang dapat menyimpan cukup

cadangan air yang nantinya dapat diolah menuju penampungan air bersih.

Kemudian di era sekarang juga, pembangunan dan industrialisasi di negara indones ia

semakin berkembang. Hal tersebut akan menjadi permasalahan terkait sumber daya air

(misalnya banjir dan pencemaran air baku) jika tidak diimbangi dengan usaha

pengelolaan air yang tepat. Saya ambil salah satu kasus di daerah saya, Kalimantan

Timur. Berawal dari tahun 2000-an, menyusul lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 32 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah. Lahirnya kedua UU tersebut menjadi dasar bagi

bergulirnya desentralisasi dan membawa dampak luar biasa terhadap perkembangan

pembangunan di daerah. Hal ini mengakibatkan pada periode tahun 2000-2010 terjadi

pembangunan industri besar-besaran dalam sektor pertambangan dan eksploitasi hutan.

Hal ini lah yang menurut saya menjadi penyebab timbulnya banjir dan secara tidak

langsung menciptakan penurunan kualitas air di wilayah tersebut, dampaknya hingga

sekarang ialah PDAM yang kesulitan mendapatkan sumber air baku yang memilik i

kualitas baik. Jika ditinjau dari aspek lingkungan, permasalahan banjir dimulai dari

perubahan lingkungan (tata guna lahan) yang pada awalnya merupakan bidang resapan

menjadi bangunan kedap air, ditambah lagi perubahan tersebut tidak di dukung dengan

sistem drainase dan penampungan air yang baik, sehingga pada akhirnya kejadian banjir

ini berdampak buruk bagi kualitas air permukaan. Secara lebih detail dapat saya

gambarkan sebagai berikut :

1. Pada kasus pertama, ialah pembangunan industri yang tidak terkendali (dalam hal

ini toko dan ruko misalnya). Ini menyebabkan area yang seharusnya menjadi area

resapan air saat turun hujan berubah fungsi menjadi bangunan kedap air

(impermeable), sehingga air yang seharusnya menyerap ke dalam tanah akan

menjadi limpasan permukaan. Di tambah lagi dengan tidak adanya dukungan

sistem drainase dan penampungan air yang baik, menyebabkan limpasan air

tersebut terakumulasi dalam jumlah yang besar dan terkumpul di suatu tempat di

dataran yang lebih rendah. Maka terjadilah genangan air (banjir).

2. Pada kasus kedua, yakni pada area pertambangan. Tidak sedikit pertambangan di

Kota Samarinda meninggalkan lahan bekas tambang mereka dalam keadaan

belum di reklamasi, hal ini tentunya dapat menyebabkan penurunan kemampuan

tanah pada lahan bekas tambang tersebut dalam menyerap air saat hujan, sehingga

terbentuk air limpasan yang akan terakumulasi di lingkungan sekitar lokasi

pertambangan. Belum lagi masalah timbulnya air asam tambang oleh limpasan air

di area tambang tersebut, tentunya akan sangat menambah permasalahan

pencemaran air. Melihat kasus iini, saya rasa sangat bertentangan dengan pasal 24

yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan

kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya,

mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air”.

3. Pada kasus selanjutnya ialah eksploitasi hutan di area DAS (Daerah Aliran

Sungai). Penebangan hutan di area DAS akan menyebabkan air hujan yang jatuh

di kawasan tersebut tidak lagi secara normal terserap ke dalam tanah melalui

hutan, namun akan menjadi air limpasan yang terakumulasi di DAS itu sendiri.

Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan debit aliran DAS yang sangat

besar, sehingga wilayah-wilayah yang dilalui DAS tersebut akan berpotensi

mengalami banjir. Contohnya, eksploitasi hutan dan perubahan tata guna lahan di

kawasan sekitar DAS Mahakam yang telah menyebabkan peningkatan Debit

DAS, sehingga berakibat terjadinya banjir di kawasan yang dilalui DAS tersebut,

yakni Kota Samarinda.

Berdasarkan 3 kasus diatas, maka terjadilah peristiwa banjir yang sangat merugikan bagi

aktivitas warga Kota Samarinda. Tidak cukup sampai disitu, banjir juga menyebabkan

pencemaran lingkungan, khususnya air permukaan. Karena banjir dapat membawa

partikel-partikel diskrit (pasir, tanah, sampah, limbah bengkel, material organik dan

anorganik) memasuki badan air permukaan (sungai dan danau) sehingga mencemari

kualitas air permukaan, kemudian juga menyebabkan erosi tanah yang berakhir pada

pendangkalan DAS akibat endapan. Masalah banjir berdampak sangat luas terhadap

berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu upaya untuk mengatasinya harus

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan pembangunan yang menyeluruh

dengan melibatkan masyarakat, pemerintah dan swasta.

Berdasarkan beberapa fakta dan kenyataan diatas, sumber daya air merupakan hal

penting bagi kehidupan manusia beserta makhluk hidup yang terkandung di dalamnya ,

sehingga menempatkan permasalahan ini perlu dibuat aturan khusus yang mengatur

perlakuan terhadap sumber daya air. Fakta ini pula yang menurut saya dapat

menimbulkan ketidakstabilan pertahanan dan keamanan dalam negara dan kemakmuran

masyarakat sebagai cita-cita dan tujuan negara.

Oleh sebab itulah para pembentuk undang-undang dalam hal ini Pemerintah, menaruh

perhatian tersendiri untuk memberi pengaturan khusus mengenai sumber daya air.

Dengan memberi pertimbangan seperti yang tercantum di atas, diharapkan segenap

pelaku yang terlibat dapat menaati peraturan tersebut. Sehingga landasan sosiologis

yang dicantumkan ini akan menjadi suatu stimulan bagi implementasi Undang-undang

tersebut baik di masyarakat maupun pemerintah. Dengan demikian Undang-undang

yang bersangkutan akan berlaku efektif dan mengatur serta membatasi perilaku manus ia

dalam memperlakukan sumber daya air yang tersedia.

C. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang

“Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum”

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2005 ini merupakan

kelanjutan dari UU No.7 Tahun 2004, dimana untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air maka ditetapkan

Peraturan Pemerintah tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Pengaturan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) diselenggarakan

secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi yang berkaitan

dengan air minum.

Dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM dan/atau prasarana dan sarana sanitasi,

Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama antar daerah. Kebijakan dan strategi

nasional pengembangan SPAM disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah setiap 5 tahun

sekali melalui konsultasi publik. Rencana induk pengembangan SPAM yang cakupan

wilayah layanannya bersifat lintas Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Pemerintah Provins i

setelah berkoordinasi dengan daerah Kabupaten/Kota terkait. Jika bersifat lintas

provinsi, maka ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait,

pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota.

Penyelenggaraan pengembangan SPAM dilakukan oleh BUMN atau BUMD yang

dibentuk secara khusus untuk pengembangan SPAM. Apabila BUMN/BUMD tidak

dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan SPAM di wilayah pelayanannya,

maka atas persetujuan dewan pengawas/komisaris dapat mengikutsertakan koperasi,

badan usaha swasta, dan/atau masyarakat. Untuk mencapai tujuan pengaturan

pengembangan SPAM dibentuklah suatu badan yang disebut Badan Pendukung

Pengembangan SPAM (BPP SPAM). BPP SPAM merupakan badan nonstruktural yang

dibentuk oleh, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.

Keanggotaan BPP SPAM terdiri atas unsur Pemerintah, unsur penyelenggara dan unsur

masyarakat. Dalam hal pembiayaan pengembangan SPAM meliputi pembiayaan untuk

membangun, memperluas serta meningkatkan sistem fisik (teknik) dan sistem non-fis ik

dapat berasal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD, koperasi,

badan usaha swasta, dana masyarakat dan/atau sumber dana lain yang sesuai dengan

peraturan perundangan-undangan.

Koperasi, badan usaha swasta dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan SPAM

untuk memenuhi kebutuhan sendiri berdasarkan izin dari Pemerintah atau Pemerintah

Daerah. Masyarakat yang dirugikan berhak mengajukan gugatan perwakilan ke

pengadilan. Begitu pula dengan organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air

berhak mengajukan gugatan terhadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan

yang menyebabkan kerusakan pada prasarana dan sarana penyediaan air minum.

Beberapa hal yang menarik di ulas dalam Peraturan ini ialah maksud dan tujuan

pengaturan pengembangan SPAM, yakni seperti yang tertera dalam pasal 4 ialah

sebagai berikut :

1. Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan

harga yang terjangkau

2. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyediaan jasa

pelayanan

3. Terciptanya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

Menanggapi tujuan pertama, pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas

adalah apabila pengelolaan dan pelayanan tersebut menjamin air yang di konsumsi

masyarakat baik dari segi kualitas (sesuai Permenkes 492/2010), kuantitas dan

kontinuitasnya (sesuai pasal 10 PP 16/2005). Hal ini sejalan dengan apa yang

disampaikan oleh Prof Suprihanto dalam Kuliah SPPAM 2015. Selanjutnya, juga

pengelolaan dan pelayanan air diwujudkan dengan harga yang terjangkau yang mana

dalam ilmu ekonomi yang kita ketahui bersama, prinsip harga selalu berbanding terbalik

dengan ketersediaan/kebutuhan.

Artinya, ketersediaan air dalam jumlah besar yang mampu

memenuhi kebutuhan masyarakat akan secara langsung

menyebabkan harga air yang terjangkau. Sebaliknya, jika

ketersediaan air langka, maka akan secara langsung juga

mempengaruhi harga air yang semakin tinggi. Dapat saya

simpulkan bahwa pada prinsipnya, banyak air harga

murah, dan langka air harga mahal.

Saat ini isu krisis air bersih semakin gencar melanda Indonesia, permasalahan yang saya

kira sudah kita ketahui bersama, yakni pencemaran air terjadi dimana-mana, baik

berasal dari industri maupun domestik, kemudian berkurangnya lahan resapan air tanah,

banjir dimana-mana, dan yang tidak kalah pentingnya ialah kurangnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya air sehingga banyak sekali praktek pemakaian air yang

tidak efisien. Dari kesemua itulah menyebabkan air layak konsumsi semakin sulit di

Indonesia.

Kemudian seperti yang dijelaskan

pada Ayat (1) Pasal 60 bahwa,

“Tarif air minum merupakan biaya

jasa pelayanan air minum dan jasa

pelayanan air limbah yang wajib

dibayar oleh pelanggan untuk

setiap pemakaian air minum yang

diberikan oleh penyelenggara”.

Perhitungan dan penetapan tarif air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dijelaskan pada ayat selanjutnya dengan didasarkan pada prinsip- prinsip yang meliputi

keterjangkauan dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya, efesiensi pemakaian

air, transparansi dan akuntabilitas, serta prinsif perlindungan air baku. Belum lagi biaya

tinggi yang di butuhkan oleh penyedia jasa air minum untuk mengolah air baku yang

memiliki kualitas kurang baik (akibat pencemaran) yang secara langsung menyebabkan

tarif harga air yang di distrubusikan kepada konsumen (masyarakat pengguna air) juga

tinggi. Hal ini juga yang menjadi alasan untuk beberapa penyedia jasa air minum

menaikkan tarif harga air di beberapa wilayah di Indonesia.

Gambar 3. Fakta kenaikan air di beberapa wilayah di Indonesia

D. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 294 Tahun 2005 tentang “Badan

Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM)”

Peraturan Menteri ini ditetapkan untuk melaksanakan

ketentuan Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 54 ayat (5)

Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. BPP

SPAM merupakan badan non struktural yang berada di

bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri serta

dibentuk dengan maksud untuk membantu Pemerintah

dalam mencapai tujuan pengembangan SPAM. BPP SPAM bertugas mendukung dan

memberikan bantuan dalam rangka mencapai tujuan pengaturan pengembangan SPAM

guna memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan sebesar-besar kemakmuran

rakyat.

Untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi BPP SPAM dibentuk Sekretariat BPP

SPAM yang berada di lingkungan Menteri. Sekretariat BPP SPAM mempunyai tugas

memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada BPP SPAM. Anggaran untuk

pembiayaan pelaksanaan tugas BPP SPAM dibebankan pada APBN Departemen

Pekerjaan Umum. Untuk perubahan organisasi dan tata kerja Sekretariat BPP SPAM,

ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum setelah mendapat persetujuan tertulis dari

Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

E. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006

tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum PDAM

Peraturan ini dibuat untuk menggantikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2

Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air

Minum. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum Pada PDAM, Tarif

ditetapkan dengan mempertimbangkan keseimbangan dengan tingkat mutu pelayanan

yang diterima oleh pelanggan. Untuk pengembangan pelayanan air minum Tarif Rata-

rata direncanakan harus menutup biaya dasar ditambah keuntungan yang wajar.

Penetapan tarif didasarkan pada prinsip : keterjangkauan

dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya, efisiens i

pemakaian air, transparansi dan akuntabilitas serta

perlindungan air baku. PDAM dapat menentukan

kebijakan jenis-jenis pelanggan pada masing-mas ing

kelompok berdasarkan kondisi obyektif dan karakteristik

pelanggan di daerah masing-masing sepanjang tidak

mengubah jumlah kelompok pelanggan.

PDAM menetapkan struktur tarif berdasarkan ketentuan blok konsumsi, kelompok

pelanggan, dan jenis tarif. Untuk mekanisme penetapan tarif didasarkan asas

proporsionalitas kepentingan masyarakat pelanggan, PDAM selaku badan usaha dan

penyelenggara serta Pemerintah Daerah selaku pemilik PDAM. Sedangkan tarif

ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan usulan Direksi setelah disetujui oleh Dewan

Pengawas. Dalam hal pembinaan atas penetapan tarif dilakukan oleh Menteri Dalam

Negeri dengan dibantu oleh Gubernur untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan

pedoman penetapan tarif.

F. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 tentang

“Persyaratan Kualitas Air Minum”

Mengingat begitu pentingnya air dalam

kehidupan kita, terutama air yang kita

konsumsi akan berpengaruh langsung ke tubuh

kita, maka dibuatlah sebuah peraturan

kementerian terkait yang memberikan syarat

kualitas air minum yang tertuang melalui

Permenkes Nomor 492/2010 ini. Peraturan ini

merupakan revisi dari Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air;

dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.

Dalam regulasi ini, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa

proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

Persyaratan kualitas air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif

dan fisik. Menteri Kesehatan melakukan pembinaan teknis terhadap segala kegiatan

yang berhubungan dengan penyelenggaraan persyaratan kualitas air minum.

Pengawasan kualitas air minum terbagi dua, yakni secara internal dan eksternal.

Pengawasan secara eksternal dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau

KKP khusus sesuai wilayah kerja. Sementara untuk pengawasan internal dilakukan oleh

Penyelengara air minum secara langsung untuk menjamin air minum tersebut aman dan

memenuhi syarat. Dalam pelaksanaannya, pengawasan kualitas air minum yang

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menentukan parameter kualitas

air yang akan diperiksa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah tangkapan air,

instalasi pengolahan air dan jaringan perpipaan.

Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan pengawasan dapat mengikutsertakan

instansi terkait, asosiasi pengelolaan air minum, lembaga swadaya masyarakat dan

organisasi profesi yang terkait. Pembiayaan pemeriksanaan sampel air minum

dibebankan kepada pihak pengelola air minum, pemerintah maupun swasta dan

masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun kegiatan pengawasan kualitas air minum meliputi inspeksi sanitasi,

pengambilan sampel air, pengujian kualitas di laboratorium, analisis hasil pemeriksaan

laboratorium, rekomendasi dan tindak lanjut. Kemudian, dijelaskan pula dalam

peraturan ini, bahwa apabila setiap pengelola penyediaan air minum yang melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang dapat mengakiba tkan

gangguan kesehatan masyarakat dan merugikan kepentingan umum dapat dikenakan

sanksi administratif dan/atau sanksi pidana berdasarkan peraturan yang berlaku.

G. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12 Tahun 2010 tentang “Pedoman

Kerjasama Pengusahaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum”

Ketersediaan air bersih yang masih kurang di Indonesia saat ini harus menjadi perhatian

semua pihak, bukan hanya pemerintah daerah (pemda) maupun pemerintah pusat saja,

melainkan dari semua instansi terkait dan seluruh masyarakat. Dibentuknya peraturan

ini saya pikir sangat mendukung dalam terlaksananya kerjasama yang baik antar pelaku

kepentingan terkait air minum di indonesia.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12

Tahun 2010 ini memiliki maksud dan tujuan untuk

memberikan acuan bagi pemerintah, Pemerintah

Daerah, BUMN/BUMD Penyelenggara dengan

Badan Usaha dalam pelaksanaan kerjadasa

pengusahaan pengembangan SPAM, agar

pengusahaan pengembangan SPAM dapat

dilaksanakan secara tertib, efisien, efektif dan saling menguntungkan sehingga dapat

digunakan seluas-luasnya untuk kepentingan masyarakat. Sementara itu ruang lingkup

regulasi ini meliputi kerjasama pemerintah dengan badan usaha sertas kerjasama

BUMN/BUMD penyelenggara dengan badan usaha dalam pengusahaan pengembangan

SPAM dengan sistem jaringan dan teknologi pengolahan. Prinsip kerjasama

pengusahaan adalah pengembangan SPAM merupakan tugas pemerintah dan

pemerintah daerah.

Saat ini, akses air minum layak baik perpipaan maupun non perpipaan secara nasiona l

sudah mencapai 67,7% (Tercatat oleh : Data Badan Pusat Statistik tahun 2014). Yang

mana di tahun 2012 sebenarnya hanya tercatat 55,04%. Hal ini mengindikasikan bahwa

pengelolaan air minum di indonesia muali mengalami peningkatan, terlebih lagi

menurut saya, peningkatan tersebut disebabkan oleh lahirnya regulasi ini. Akses

pelayanan air minum yang tercatat tahun 2009 sebelum lahirnya peraturan ini secara

nasional adalah 47,71%, yang terdiri dari 49.82% cakupan pelayanan perkotaan, dan

45.72% cakupan pelayanan di perdesaan. Angka ini sangat jauh dari target MDGs yaitu

68,87%. Tapi dengan lahirnya regulasi ini menciptakan munculnya banyak sekali

program kerjasama pengusahaan SPAM di lingkup pemerintah daerah, instansi dan

organisasi-organisasi terkait, serta badan usaha penyelenggara air minum, yang

menyebabkan peningkatan yang signifikan di bidang penyediaan air minum layak di

Indonesia.

Namun menurut saya, pencapaian yang ada saat ini masih harus di tingkatkan. Tentunya

dengan berkomitmen untuk penanganan pascaprogram dan perluasan program

pelayanan air minum di berbagai wilayah. Komitmen ini dapat diwujudkan melalui

implementasi Rencana Aksi Daerah bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

(RAD AMPL) tahun 2015-2019 pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan

APBD. Komitmen Pemda akan mendukung tercapainya Universal Access 100%

layanan air minum dan sanitasi layak pada 2019 sesuai amanat RPJMN 2015-2019.

(Rita Hendriawati – CMAC)

Untuk mencapai target tersebut tentunya dibutuhkan peningkatan kapasitas yang cukup

besar. Untuk itu pemerintah tentunya sedang berusaha keras untuk mencapainya. Oleh

karena itu pada pasal 4 dalam regulasi ini menjelaskan bahwa dalam melaksanakan

tugas yang berkaitan dengan pengembangan SPAM, pemerintah membentuk

BUMN/BUMD untuk menyelenggarakannya, serta melibatkan Badan Usaha untuk

berperan serta.

Pada bab selanjutnya juga dibahas tentang tugas dan kewenangan Penanggung Jawab

Proyek Kerjasama (PJPK) yaitu melakukan perencanaan, penyiapan, dan transaksi

proyek kerjasama dan manajemen pelaksanaan perjanjian kerjasama. Dalam hal ini

PPJK memiliki wewenang dalam membentuk panitian pengadaan, menetapkan

pemenang pelelangan dan membentuk tim monitoring dan evaluasi. Selanjutnya

membahas tentang lingkup kerjasama pengusahaan pengembangan SPAM, bentuk

perjanjian kerjasama, tata cara kerjasama, dukungan pemerintah dan jaminan

pemerintah, proyek kerjasama atas prakarsa badan usaha, perjanjian kerjasama, serta

pemantauan dan evaluasi pelaksanaan perjanjian kerjasama.

Selanjutnya dalam regulasi ini adalah membahas tentang kerjasama BUMN/BUMD

penyelenggara dengan badan usaha di dalam wilayah pelayanan BUMN/BUMD

penyelenggara. Pada bagian ke-satu bahwa BUMN/BUMD penyelenggara dapat

bekerjasama dengan badah usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuatitas pelayanan

SPAM di wilayah pelayanannya. Selanjutnya dibahas tentang lingkup kerjasama

pengusahaan pengembangan SPAM, bentuk perjanjian kerjasama dan bentuk

pengusahaan kerjasama, persyaratan kerjasama BUMN/BUMD penyelenggara dalam

badan usaha, serta perjanjian kerjasama. Pada bab selanjutnya membahas tentang

ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

H. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun 2012 tentang “Pedoman

Pembinaan Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum”

Menurut saya, pentingnya peraturan diterapkan harus diimbangi dengan bagaimana

pembinaan dilakukan. Hal tersebut yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk

membuat pedoman khusus dalam pembinaan penyelenggaraan SPAM. Melalui

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun 2012 ini lah yang menjadi acuan

bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembinaan

penyelenggaraan pengembangan SPAM yang tentunya bertujuan untuk meningka tkan

kinerja penyelenggaraan pengembangan SPAM itu sendiri.

Ruang lingkup pembinaan ini meliputi

pembinaan oleh Pemerintah terhadap

Pemerintah Daerah, pembinaan oleh

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah

terhadap Penyelenggara, baik

Penyelenggara pengembangan SPAM

dengan jaringan perpipaan maupun

SPAM bukan jaringan perpipaan, pengambilalihan tanggung jawab sementara

pengelolaan SPAM oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan

kewenangannya, serta pengawasan teknis terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan

pengembangan SPAM.

Pada bagian kedua tentang koordinasi disebutkan bahwa Koordinasi dalam pemenuhan

kebutuhan air minum meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengelolaan,

pemeliharaan dan rehabilitasi, pemantauan dan evaluasi pengembangan SPAM, baik

SPAM dengan jaringan perpipaan maupun SPAM bukan jaringan perpipaan. Saya

sangat setuju sekali karena masing-masing daerah memiliki permasalahan yang

berbeda-beda, sehingga dalam penanganan atau pengembangan SPAM juga dibutuhkan

koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah agar dapat berjalan sesuai

dengan karakteristik dan permasalahan yang ada pada masing-masing daerah.

Tentang pemanfaatan sumber air baku secara regional saat ini juga sedang marak

dilakukan di Indonesia. Misalnya seperti yan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Cipta

Karya (CK), Kementerian PU, merencanakan membangun enam Sistem Penyediaan Air

Minum (SPAM) Regional, masing-masing di Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau,

Bengkulu, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Pembangunan SPAM Regional merupakan salah satu alternatif untuk mengatas i

terbatasnya sumber air baku yang mencukupi di beberapa kabupaten/kota, sementara di

beberapa wilayah lain dalam satu provinsi terdapat potensi air baku yang cukup. Hal ini

diharapkan dapat mempercepat tercapainya cakupan pelayanan air minum sesuai target

tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDG’s) di akhir tahun

2015 sebesar 68.87% dan target sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2015-2019 di sektor air minum sebesar 100%.

I. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 2 Tahun 2013 tentang “Pedoman

Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air”

Peraturan Menteri Pekerjaan umum Nomor 2 Tahun 2013 ini berisi tentang tata cara

penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai di lintas Negara,

lintas Provinsi, Strategi Nasional, lintas Kabupaten/Kota, serta dalam satu

Kabupaten/Kota. Yang mana, didalamnya terdapat 3 tahapan yang ditetapkan dalam

penyusunan rancangan rencana pengelolaan sumber daya air, yakni meliputi :

1) Inventarsasi sumber daya air,

2) Penyusunan,

3) Penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.

Dalam tahap inventarisasi terdapat beberapa tahap lagi yaitu dokumen pola pengelo laan

sumber daya air yang disusun berdasarkan pada wilayah sungai, berisi tentang tujuan

pengelolaan sumber daya air, dasar pertimbangan yang digunakan dalam melak ukan

pengelolaan sumber daya air, beberapa skenario kondisi wilayah sungai, alternatif

pilihan strategi pengelolaan sumber daya air dan kebijakan operasional untuk

melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air.

Kemudian adalah pemilihan strategi, dimana Strategi pengelolaan sumber daya air

dipilih dari alternatif strategi yang terdapat dalam pola pengelolaan sumber daya air

yang paling mendekati kondisi 20 (dua puluh) tahun yang akan datang sesuai dengan

asumsi-asumsi yang dipergunakan (ekonomi, politik dan perubahan iklim). Dalam tahap

ini juga berisi tentang wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah

sungai. Selain itu, terdapat juga tinjauan-tinjauan yang harus dilakukan terhadap

wilayah terkait setelah strategi terpilih.

Tahap selanjutnya ialah

pengumpulan data dan

informasi sumber daya air

yang tentunya berisikan data

dan informasi mengena i

sumber daya air misalnya

kondisi hidrologis, kuantitas

dan kualitas, kondisi

lingkungan hidup yang

terkait, potensi yang terkait,

prasarana sumber daya air, serta kondisi sosial ekonomi. Data dan informasi ini

didapatkan dengan cara pengumpulan data sekunder dan primer. Tahap selanjutnya

yang ke-empat, adalah analisa data sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun desain

dasar dan prakiraan kelayakan dari upaya fisik dan nonfisik dalam pengelolaan sumber

daya air selama 20 (dua puluh) tahun kedepan.

Kemudian tahap selanjutnya adalah konsultasi tim teknis tentang peta daerah resapan

air dan daerah tangkapan air, dll. Selanjutnya adalah PKM (Pertemuan Konsultas i

Rakyat) tahap 1 dimana tahap ini dilakukan untuk menampung aspirasi pihak terkait

terutama masyarakat dalam hal pengelolaan sumber daya air. PKM tahap 1 dilaksanakan

untuk menyampaikan 3 aspek utama dalam pengelolaan sumber daya air yang

sebelumnya telah di analisa pada taha analisa data. Selanjutnya adalah pembahasan

wadah koordinasi tahap 1 tentang Konsep Matrik Upaya Fisik dan Upaya Nonfisik yang

sudah diperbaiki sesuai dengan masukan dari hasil konsultasi dengan Tim Teknis dan

PKM Tahap I, dibahas oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional.

Selanjutnya adalah desain dasar dan prakiraan kelayakan yang secara fisik memuat

tentang lokasi, tata letak, perkiraan tipe dan ukuran bangunan, ketersediaan bahan

bangunan, dan lokasi buangan bahan galian dan sumber bahan timbunan. Sedangkan

secara non-fisik memuat tentang jenis kegiatan, lokasi dan waktu pelaksanaan. Setelah

itu dilakukan pula prakiraan kelayakan biaya untuk fisik dan non-fisik serta prakiraan

ekonomi. Tahap selanjutnya adalah rancangan rencana pengelolaan sumber daya air

dimana semua upaya di tahap sebelumnya dengan prakiraan biayanya dituangkan ke

dalam konsep matrik dasar penyusunan program dan kegiatan.

Kemudian konsultasi tim teknis lagi, lalu PKM tahap 2 untuk mensosialisas ikan

menampung aspirasi dan berbagai hasil Analisis Desain Dasar dan Pra Kelayakan serta

Konsep Matrik Dasar Penyusunan Program dan Kegiatan dari pengelolaan sumber daya

air selama 20 (dua puluh) tahun ke depan. Selanjutnya adalah pembahasan wadah

koordinasi tahap 2 adalah pembahasan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional tentang

hal-hal yang sudah diperbaiki ditahap sebelumnya. Tahap selanjutnya yaitu

pengumuman terbuka rancangan rencana pengelolaan sumber daya air. Selanutnya

adalah Keberatan Masyarakat, Peninjauan Kembali dan Penjelasan/Klarifikasi yang

juga diumumkan secara terbuka. Lalu kemudian proses penetapan.

Untuk tata cara penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai

lintas Provinsi, Strategi Nasional, lintas Kabupaten/Kota, serta dalam satu

Kabupaten/Kota, semua tahap sama hanya saja pada proses penetapan, prosedurnya

berbeda-beda sesuai dengan struktur pemerintahan masing-masing.

Recommended