View
242
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN (PBL)
LABORATORIUM BALAI TEKNIK KESEHATAN LINGKUNGAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT (BTKLPP) KELAS 1 MEDAN
OLEH
KELOMPOK I
Ketua : Andrian
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES ACEH
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2012
Lismasita
Finhas
Nurhayati
Sri Ratna Putri
Liza Ameliya
Nuriyanti
Cut Fitriyani
Lila Qadari
Bukhari
Nurul Husna
Shahibul Auzar
Tgk. Merissa
Irda Fitria
Yogi Pradifta
Vebriadi
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Laporan Praktek Belajar Lapangan (PBL) kelompok I di Balai Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan,
tanggal 19-29 November 2012 telah disetujui pada:
Hari/tanggal : Senin/ 03 Desember 2012
Waktu : 09.00 WIB s/d Selesai
Penulis : Kelompok I
Disetujui Oleh,
a.n Kepala BTKLPP Medan
Kepala Instalasi Diklat BTKLPP Medan
Erlan Aritonang, S.Si, M.Si
NIP 19580818 198203 1 01
Ketua kelompok I
Andrian
NIM PO7133010044
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan
indonesia. Adapun tujuan pembangunan kesehatan menuju indonesia sehat adalah
meningkatkan kesadaran, keamanan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud kesehatan masyarakat yang optimal dan terciptanya masyarakat indonesia yang di
tandai oleh penduduk dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, mempunyai kemampuan
untuk mencapai kesehatan yang bermutu secara merata, serta memiliki kesehatan yang
optimal.
Usaha peningkatan kesehatan diupayakan melalui upaya peningkatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), serta upaya pemulihan kesehatan
(rehabilitatif). Usaha – usaha tersebut dilakukan secara menyeluruh, terpada dan
berkesinambungan serta perlunya peningkatan pengamatan penyakit, pengkajian cara
penanggulangan secara terpadu dan penyelidikan tentang penularan penyakit. Dalam
mewujudkan upaya – upaya di atas, maka akan tercapai bila didukung oleh sarana dan
prasarana serta sumber daya manusia yang handal.
Dalam upaya mewujudkan kesehatan yang optimal, ada beberapa mempengaruhi.
Status kesehatan di pengaruhi oleh: lingkungan, prilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan.
Lingkungan merupakan kedua paling besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan manusia
sehingga pemerintah melalui Direktorat Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (PP dan PL) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia berupaya keras untuk
menekan angka kesakitan dan kematuan yang bersumber dari penyakit yang sebenarnya
dapat dicegah dan meningkatkan kualitas lingkungan serta pengawasan terhadap kesehatan
lingkungan.
Praktek Belajar Lapangan adalah proses belajar kerja agar mahasiswa dapat
meningkatkan keterampilan teknis dengan cara melibatkan diri dalam pekerjaan pada suatu
organisasi / instansi khusus yang dikelola, baik pemerintah maupun pihak swasta. Salah satu
Instansi Pemerintah adalah Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit
(BTKL & PP) Medan.
BTKL & PP Medan adalah salah satu Unit Pelaksanaan Teknik (UPT) dibidang
pelayanan kesehatan lingkungan yang secara teknis dibina Direktorat PP_PL yang
membidangi teknis pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan indonesia. BTKL &
PP mempunyai tugas melaksanakan pemecahan masalah dibidang kesehatan lingkungan
melalui pengkajian dampak kesehatan lingkungan, penafsiran ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) dibidang kesehatan lingkungan dan pengembangan teknologi tepat guna
dibidang kesehatan lingkungan yang berbaasis laboratorium.
1.2 Tujuan Praktek Belajar Lapangan (PBL)
1.2.1 Tujuan Umum
a. Agar mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasi teori yang didapatkan
di bangku kuliah ke dunia kerja.
b. Untuk melaksanakan Praktek Belajar Lapangan (PBL) di BTKL & PPM
(Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit
Menular) Medan, sesuai dengan bidang ilmunya.
c. Meningkatkan hubungan kerja antara Perguruan Tinggi dengan dunia
usaha.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui struktur organisasi dan program kerja BTKL & PPM
Medan.
b. Untuk mengetahui alat – alat teknologi laboratorium kimia, biologi dan
kimia fisika udara dan gas di BTKL & PPM Medan.
c. Ikut serta dalam kegiatan pemerikasaan sampel di laboratorium
d. Dapat melakukan analisa dan interpretasi hasil pengukuruan / kegiatan
1.3 Manfaat Praktek Belajar Lapangan (PBL)
Adapun manfaat yang diperoleh dalam pelaksanaan Praktek Belajar Lapangan
adalah sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa
a. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman belajar mahasiswa
di lapangan mengenai kesehatan lingkungan.
b. Untuk lebih mengenal alat – alat teknologi laboratorium yang
digunakan dalam mengidentifikasi masalah kesehatan lingkungna dan
mengaplikasikannya sesuai dengan cara kerja yang berlaku.
c. Sebagai proses pengenalan dan pembelajaran mahasiswa tentang peran
dan fungsi dengan cara kerja yang berlaku.
2. Bagi Lembaga Pendidikan (POLTEKKES KEMENKES ACEH)
a. Terjalinnya hubungan kerja sama antara POLTEKKES KEMENKES
ACEH sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi dengan dunia kerja
(BTKL &PPM Medan).
b. POLTEKKES KEMENKES ACEH dapat meningkatkan mutu
lulusannya dengan menghubungkan pengetahuan di pengekuliahan
dengan pengetahuan di lapangan.
c. Sebagai masukan bagi dunia pendidikan apa yang kuran dan penting
sebagai pendukung peningkatan mutu pendidikan.
d. Menambah dokumentasi laporan Praktek Belajar Lapangan yang
akhirnya juga menambah pengetahuan bagi mahasiswa yang membaca
laporan ini.
3. Bagi BTKL & PP Medan
a. Adanya kerja sama antara dunia pendidikan dengan dunia kerja sehingga
BTKL & PP Medan deikenal oleh akademis.
b. Sebagai bahan masukan perbaikan dari sistem kinerja menuju yang lebih
efektif dan efisien.
c. Sebagai bahan masukan bagi BTKL & PP dalam rangka memajukan
pembangunan di bidang pendidikan.
BAB II
DESKRIPSI DAN STRUKTUR ORGANISASI BTKL - PPM KELAS I MEDAN
2.1 Serjarah berdirinya BTKLPP Medan
Pada mulanya BTKLPP bernama Laboratorium Kesehatan Lingkungan (LKL), yang
didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1909 di Manggarai, Jakarta. Pada tahun 1946
LKT pindah ke yogyakarta dan pada tahun 1978 LKT berganti nama menjadi Balai Tektik
Kesehatan Lingkungan (BTKL) dibawah pimpinan direktorat Jendral Pelayanan Medis
Kesehatan Lingkungan (Dirjen Yanmed Depkes). Kemudian pada tahun 1998 BTKL
dibawah pimpinan Direktorat Jendral Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan (Dirjen PP – PL Depkes), BTKL Medan resmi didirikan pada tahun
1998 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan 392/Menkes/SK/V/1998 dan
beroperasi pada tahun 1999. Pada tahun 2011 BTKL Medan berubah nama menjadi BTKLPP
Medan. Saat ini lokasi BTKLPP Medan terletak di Jl. K.H Wahid Hasyim No. 15 Medan.
Kepala BTKLPP Medan saat ini adalah Ibu Dr. Dra. Indah Anggraini, M.Si.
2.2 Visi dan Misi BTKLPP Medan
2.2.1 Visi
Visi BTKLPP Medan adalah menjadi institut yang mampu memberikan
pelayanan secara paripurna kepada masyarakat dalam pemberantasan penyakit menular,
kesehatan lingkungan dan kesehatan mitra.
2.2.2 Misi
Misi BTKLPP Medan adalah:
1. Memantau kualitas kesehatan lingkungan (tanah, air dan udara) dari polutan
yang dihasilkan oleh kegiatan manusia dan alam,
2. Melaksanakan surveilans kesehatan lingkungan dan masyarakat,
3. Memberikan bantuan pemecahan kesehatan lingkungan bagi pemerintah,
maupun swasta,
4. Mengembangkan metode analisis specimen dibidang kesehatan lingkungan
dalam rangka meningkatkan monitoring kualitas lingkungan,
5. Memberikan pelayanan peningkatan pengetahuan dan ketercintaan kepada
semua kalangan.
2.3 Kedudukan dan Klasifikasi BTKLPP Medan
2.3.1 Kedudukan BTKLPP Medan
BTKLPP Medan merupakan Unit Pelaksanaan Unit (UPT) bidang teknik
kesehatan lingkungan dan pemberantasan penyakit menular adalah unit pelaksanaan
teknik di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada dibawah dan tanggung jawab
Direktur Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Unit
pelaksanaan teknik kesehatan lingkungan dan pemberantasan penyakit menular masing
– masing dipimpin oleh seorang kepala.
2.3.2 Tugas dan Fungsi BTKL & PP Medan
Unit pelaksana teknis bidang teknik kesehatan lingkungan mempunyai tugas
melaksanakan surveilans epidemiologi, kajian dan penapisan teknologi, laboratorium
rujukan, kendali mutu, kalibrasi, pendidikan dan penelitian, pengembangan model dan
teknologi tepat guna, serta kewaspadaan dini dan penanggulangan kejadian luar biasa
(KLB) di bidang pemberantasan penyakit dan kesehatan lingkungan serta kesehatan
marta.
Dalam melaksanakan tugas unit pelaksanaan teknis bidang kesehatan
lingkungan menyelenggarakan fungsi:
1. Melaksanakan surveilans epidemiologi
2. Pelaksanakan analisa dampak kesehatan lingkungan
3. Pelaksanaan laboratorium rujukan
4. Pelaksanaan perkembangan model dan teknologi tepat guna
5. Pelaksanaan uji kendali mutu dan kalibrasi
6. Pelaksanaan penelitian dan respon cepat kewaspadaan dini dan
penanggulangan KLB wabah dan bencana
7. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
8. Pelaksanaan kajian dan pengembangan teknologi pemberantasan penyakit
menular kesehatan lingkungan dan kesehatan marta
9. Pelaksanaan ketatausahaan dan lerumahtanggaan BTKL & PP Medan
2.3.3 Klasifikasi BTKLPP Medan
Unit pelaksanaan teknis bidang kesehatan lingkungan dan pemberantasan
penyakit menular diklasifikasikan dalam 3 kelas, antara lain:
1. Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
kelas I (BTKLPP) Medan,
2. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas II
(BTKLPP Kelas II).
Unit pelaksanaan teknik bidang kesehatan lingkungan dan pemberantasan
menular (BTKLPP) Medan termasuk kedalam klasifikasi kelas I.
2.4 Wilayah Kerja BTKLPP Medan
Wilayah kerja BTKLPP Medan mencakup provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD), Sumatra Utara dan Sumatra Barat, dengan kondisi spesifik berikut:
1. Daerah agrobisnis daerah tujuan wisata,
2. Daerah industri kimia, semen, pupuk, insektisida, dan makanan – makanan ringan,
3. Daerah yang berbatasan dengan negara lain,
4. Pusar perekonomian di regional.
2.5 Struktur Organisasi
Berdasarkan PERMENKES RI No.2349/Menkes/PER/XI/2011 tenteng organisasi dan
tata kerja unit pelaksanaan teknis di bidang teknik kesehatan lingkungan dan pengendalian
penyakit, maka BTKL berubah menjadi lingkungan BTKLPP. BTKLPP adalah unit
pelaksanaan teknik (UPT) dibidang pelayanan kesehatan lingkungan secara teknis dibina oleh
Direktorat Jendral Departemen Kesehatan RI.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1251/Menkes/SK/VIII/2005 tentang
susunan jabatan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I
terdiri dari:
1. Kepala Balai,
2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha,
3. Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi,
4. Kepala Seksi Pengembangan Teknologi dan Laboratorium
5. Kepala Seksi Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan,
6. Kelompok Jabatan Fungsional yang ada di BTKLPP, yaitu:
6.1 Epidemiologi Kesehatan
6.2 Sanitarian
6.3 Pranata Labkes
7. Jabatan Fungsional Belum Berakreditasi, yaitu:
7.1 Entomologi
7.2 Bendaharawan
7.3 Operator Komputer
7.4 Pengadministrasi Umum
8. Tenaga honor di BTKLPP Medan
2.6 Uraian Tugas Struktur Organisasi
1. Sub Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan antara lain
penyusunan program, pengelolaan informasi, evaluasi, dan laporan urusan tata
usaha, keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan rumah tangga.
2. Seksi Surveilans Epidemiologi
Seksi surveilans epidemiologi mempunyai tugas melaksanaan pelaksanaan
perencanaan dan evaluasi dibidang surveilans epidemiologi, advokasi, fasilitas
kesiapan, dan penanggulangan KLB, kajian dan diseminasi informasi kesehatan
lingkungan, kesehatan mitra, kemitraan, dan jejaring kerja, serta pendidikan dan
pelatihan bidang surveilans epidemiologi.
3. Seksi Pengembangan Teknologi dan Laboratorium
Seksi Pengembangan Teknologi dan Laboratorium mempunyai tugas
melaksanakan perencanaan dan evaluasi, pengembangan dan penapisan teknologi
dan laboratorium, kemitraan dan jejaring kerja, kesehatan lingkungan, kesehatan
mitra, serta pendidikan dan pelatihan bidang pengembangan teknologi dan
laboratorium pemberantasan penyakit menular, kesehatan lingkungan dan kesehatan
matra.
4. Seksi Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
Seksi Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan mempunyai tugas membuat
perencanaan dan evaluasi analisis lingkungan fisik dan kimia serta dampak
lingkungan biologi, pendidikan, dan pelatihan di bidang pemberantasan penyakit
menular dan kesehatan lingkungan.
5. Bagian Instalasi
Instalasi adalah suatu bagian yang terdapat pada BTKLPP yang merupakan
fasilitas penyelenggara kesehatan lingkungan dibawah pimpinan seorang kepala dan
memenuhi secara hukum untuk mengadakan, menyediakan dan mengelola seluruh
bagian penyediaan pembekalan kesehatan lingkungan yang berorientasi pada
kepentingan masyarakat. Ada beberapa instalasi di BTKLPP antara lain:
1. Berhubungan dengan laboratorium
1.1 Instalasi Laboratorium kimia
Mempunyai fungsi menerima, menangani dan melaksanakan
pemeriksaan sampel yang kemudian dicatat dalam buku penerimaan
sampel seperti parameter yang akan diperiksa, tanggal sampel, objek
(tempat sampel, jumlah sampel, dan nama petugas yang memeriksa
sampel).
1.2 Instalasi Bagian Biologi Lingkungan
Mempunyai fungsi menerima, menangani dan melaksanakan
pemeriksaan sampel biologis yang berkaitan di bidang parasitologi
dan mikrobiologi.
2. Instalasi Laboratoirum Fisika, Udara dan Radiasi (FUR)
Menerima, menangani dan melaksanakan pemeriksaan sampel di
bidang kimia, fisika dan gas berupa ambient dan emisi, kebisingan,
getaran, radiasi elektromagnetik, radiasi panas, dan radiasi sinar gamma.
3. Instalasi Laboratorium Entomologi
Mempunyai tugas untuk melakukan pemeriksaan nyamuk yang
dapat mengakibatkan penyakit menular, mengidentifikasi nyamuk,
membuat preparat dan awetan nyamuk. Selain itu juga melakukan
pemberantasan nyamuk yang mengakibatkan penyakit menular pada
suatu lingkungan.
4. Beberapa Instalasi lain yang terdapat di BTKLPP:
4.1 Instalasi Pelayanan Teknologi
4.2 Instalasi Diklat dan Perpustakaan
4.3 Instalasi Teknologi Tepat Guna
4.4 Instalasi Pemeliharaan Alat, Uji Mutu, dan Kalibrasi
4.5 Instalasi Penanggulangan Bencana dan Pengungsi.
4.6 Instalasi Penyakit Tidak Menular.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi
Pengetahuan kualitas air secara microbiologis menurut ALPHA (American Public
Health Association) dan WHO (World Health Organization) dilakukan berdasarkan analisis
kehadiran jasad indikator – indikator, yaitu bakteri golongan Coli Fecal yang selalu
ditemukan didalam tinja manusia atau hewan berdarah panas, baik yang sehat maupun yang
sakit. Selain itu, prosedur pengujian kualitas air menggunakan Coli Fecal bersifat sangat
spesifik, artinya pengujian tidak memberikan hasil positif yang salah dan bersifat sangat
sensitif, yang artinya kualitas air sudah dapat ditentukan meskipun Coli Fecal tersebut
terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, misalnya ditemukan 1 sel per mililiter sampel air.
Golongan Bakteri Coli merupakan indikator alami baik didalam air yang tampak jernih
maupun tampak kotor, yang memiliki karakteristik sebagai berikut: berbentuk batang, garam
negatif, tidak membentuk spora, pada temperatur 37oC dapat memferfentasikan laktosa
dengan membentuk asam dan dalam 48 jam dapat membentuk gas.
Bakteri Coli terdiri dari:
a. Kelompok Escherichia, misalnya Escherichia Coli, Escherichia Freundil dan
Escherichia Intermedia.
b. Kelompok Aerobacter, misalnya Aerobacter Aerogenes, A. Cloacea
c. Kelompok Klebsiela Pneumonie
Dari ketiga kelompok tersebut, kelompok Escherichia khususnya Escherichia Coli
merupakan bakteri yang paling tidak dikehendaki kehadirannya didalam air minum maupun
makanan. Aerobacter dan Klebsiela yang biasa disebut golongan perantara, mempunyai sifat
seperti Coli Fecal, tetapi tidak dapat hidup pada suhu diatas 37oC dan lebih sering dijumpai
didalam tanah dan air daripada didalam saluran pencernaan makanan manusia. Umumnya
genus – genus tersebut tidak patogen. Oleh karena itu kelompok Aerobacter dan Klebsiela
disebut kelompok Bakteri Coli non Fecal ( Non – Fecal Coliform Bacterial/Non-FCB).
2.1.1 Bakteri Escherichia Coli
Escherichia mula – mula ditemukan oleh Escherichia pada 1885 dari feses
seorang bayi. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa Escherichia juga banyak
ditemukan pada saluran pencernaan makanan manusia dewasa dan hewan – hewan
berdarah panas. Bakteri ini dapat hidup pada suhu 42oC. Dari sekitar 100 – 150 gram
feses yang setiap hari dikeluarkan oleh seorang manusia, ternyata didalamnya
mengandung sekitar 3x1011 (300 milyar) sel Bakteri Coli. Oleh sebab itu, kelompok
Escherichia lebih dikenal dengan sebutan kelompok Bakteri Coli Fecal (Fecal Coliform
Bacteri/FCB). Sejak saat itu, bila sumber air ditemukan bakteri Coli Fecal maka hal ini
dapat menjadi indikasi bahwa air tersebut telah mencemari pencemaran oleh feses
manusia atau hewan berdarah panas.
Pencemaran bakteri Fecal sangat baik diharapkan. Pada suatu kadar tertentu
bakteri Escherichia Coli terbukti dapat menyebabkan berbagai infeksi, antara lain diare,
infeksi pada saluran kencing dan meningitis. Escherichia Coli tidak menimbulkan
penyakit kecuali apabila bakteri ini hidup dan berkembang dalam jumlah yang sangat
banyak Escherichia Coli menyebabkan diare akut dapat dikelompokkan menjadi 4
kategori, yaitu:
a. Echerichia Coli Enteropatogenik
Echerichia Coli Enteropatogenik menyebabkan gastroenteristis pada bayi
yang baru lahir hingga umur 2 tahun sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan
pada bayi, khususnya di negara – negara berkembang. Echerichia Coli ini
menyebabkan lesu melalui pengikisan permukaan usus.
b. Echerichia Coli Enteroinflasive
Serotipe – serotipe Echerichia Coli tertentu enteropatogenik, ditemukan
sebagai penyebab diare akut pada anak – anak yang lebih berbadan orang
dewasa. Echerichia coli ini menyerang sel – sel epitel usus besar dan
menyebabkan sindrom klinis yang mirip dengan sindrom yang diakibatkan oleh
Shigella, yaitu demam, diare, muntah dan kram. Galur ini dikenal sebagai
enteroinfalsive, virulensi terhadap epitel usus dan penularan didukung dengan
sanitasi yang buruk.
c. Echerichia Coli Enterotoksigenik
Echerichia coli enterotoksigenik merupakan penyebab utama travellers
diarrhed (diare pelancong) yang menyerang bayi – bayi di negara yang
berkembang. Galur – galur enterotoksigenik menghasilkan satu atau dua macam
enterotoksin yang berbeda. Beberapa galur menghasilkan toksin yang tahan
panas (TP), sedangkan yang lain merupakan toksin yang tidak tahan panas
(TTP). Kedua macam toksin ini menyebabkan diare pada orang dewasa dan
anak – anak.
d. Echerichia Coli Enterohermoganik
Echerichia coli enterohermoganik sering dijumpai pada makanan yang
tercemar feses sapi. Coli jenis ini menghasilkan toksin hemoragik dan dapat
berkembang menjadi uremik hemofilik dan gagal ginjal akut.
2.1.2 Metode Most Probable Number (MPN)
Metode Most Probable Number (MPN) menggunakan pendekatan “pengenceran
berganda hingga punah” telah dibuktikan sangat baik untuk memperkirakan populasi
mikroba, terutama jika mikroba ada dalam jumlah yang sangat sedikit dalam makanan
dan sampel air. Selain echerichia coli saat ini metode MPN juga dapat digunakan untuk
memperkirakan jumlah mikroba Salmonella, Taphylococcus dan fecal coliform lainnya.
Metode MPN didasarkan pada pembagian sampel menjadi 3 macam
pengenceran. Akurasi dari satu kali pengujuan tergantung dari jumlah tabung yang
digunakan untuk tiap pengenceran. Lazimnya, digunakan sistem 5 tabung atau 3 tabung
untuk setiap pengenceran. Informasi yang sangat memuaskan akan diperoleh apabila
semua tabung dengan pengenceran rendah menunjukkan tidak adanya pertumbuhan.
Pengambilan sampel, pengiriman dan pemeriksaan sampel air harus dilakukan dengan
cara aseptis dan dapat mewakili air yang diperiksa. Penggunaan alat – alat, media dan
reagensia serta pelaksanaan pengujian harus sesuai dengan jenis bakteri yang akan
ditentukan.
Dalam pengujian sampel, disarankan untuk menggunakan satu set tabung dari
setiap pengenceran sebagai kontrol yang tidak diinokulasi. Contohnya, jika
menggunakan metode MPN 5 tabung, maka perlu ditambahkan 1 set berisi 5 tabung
lagi harus diinkubasi sebagai kontrol untuk meyakinkan bahwa medium yang
digunakan benar – benar steril. Selain itu temperatur inkubator juga harus dikontrol.
Pengenceran sampel dengan menggunakan metode MPN identik dengan prosedur untuk
perhitungan koloni. Tabung yang positif dari setiap kelompok pengenceran dicatat dan
hasilnya dalam bentuk nilai MPN/100 ml. Hasilnya tersebut perlu dikonversikan
menjadi nilai nyata, sehingga dapat diketahui jumlah sel yang sebenarnya / ml sampel,
dengan rumus sebagai berikut:
= nilai MPN 10
volume tes terbesar
Analisa kehadiram golongan Bakteri Coli secara kualitatif dilakukan dengan
tahapan – tahapan sebagai berikut:
a. Tes Pendugaan (Presumtif Tes)
Medium yang digunakan adalah kaldu laktosa. Bakteri coliform
menggunakan laktosa sebagai sumber kerbonnya. Tes ini dikatakan positif jika
setelah inkubasi 37oC selama 24 jam laktosa yang telah difermentasikan akan
berubah warna dan berbentuk gas yang ditampung oleh tabung durham yang
diletaklan terbalik.
b. Tes Konfirmasi (Confirmed Tes)
Merupakan tes selanjutnya dari tes pendugaan. Dari tabung yang positif
pada tes pendugaan, dilakukan tes menggunakan mediumm BGLB (Brilliant
Green Lactose Broth) yang dapat menghambat pertumbuhan pertumbuhan
bakteri gram negatif seperti coliform, selain itu dilakukan pula indokulasi pada
cawan petri yang berisi media EMB – agar (Eosine Matylene Blue) atau endo
agar. Jika setelah inkubasi 37oC dalam 24 jam, tumbuh koloni yang tampak
hijau berkilap logam pada EMB – agar maka tes dinyatakan positif. Bila
menggunakan Endo agar yang mengandung pewarna fuchsin merah muda
akibat adanya kandungan asam yang dihasilkan oleh coliform, disekitar koloni
Echerichia coli.
c. Tes Penentu atau Pelengkap (Completed tes)
Untuk menentukan hasil pemeriksaan benar – benar positif, maka mikroba
dari hasil tes konfirmasi hasil yang positif diinokulasikan pada kaldu laktosa
kembali. Selain itu ditumbuhkan pula pada agar miring. Jika timbul gas pada
kaldu laktosa, maka tes penentu dinyatakan positif.
Jumlah koliform dapat dihitung dengan menggunakan tabel Hopkins yang
dikenal dengan metode JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat) atau MPN (Most
Probable Number).
2.2 Kimia
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak,
bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar
tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain.
Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan
memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek
penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanam pada segenap pengguna air.
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber air meliputi kualitas air yang sudah
tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan
domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain. Kondisi ini
dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang
bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu diperlukan pengolahan dan perlindungan
sumber daya air secara seksama.
2.2.1 Sifat Air
Air memiliki yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain.
Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pada kisaran suhu yang sesuai dengan kehidupan, yakni 0oC (32oF) –
100oC, air berwujud cair. Suhu 0oC merupakan titik beku (freezing polut)
dan suhu 100oC merupakan titik didih (boiling poin) air
2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi
panas ataupun dingin dalam seketika. Perubahan suhu air yang lambat
mencegah terjadinya stress pada makhluk hidup karena adanya perubahan
suhu yang mendadak dan memelihara suhu bumi agar sesuai bagi makhluk
hidup sifat ini juga menyebabkan air sangat baik digunakan sebagai
pendingin mesin.
3. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan
(evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air
4. Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai
senyawa kimia.
5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Suatu cairan dikatakan
memiliki tegangan permukaan yang tinggi jika tekanan antar molekul
cairan tersebut tinggi.
6. Air merupakan satu – satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.
Pada saat membeku, air merenggang sehingga es memiliki densitas
(massa/volume) yang lebih rendah dari pada air. Dengan demikian, es akan
mengapung didalam air.
2.2.2 Penggolongan Air
Adapun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut:
a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu
b. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum
c. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan
dan peternakan
d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian,
usaha diperkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
2.2.3 Tujuan Pemantauan Kualitas Air
Pemantauan kualitas air suatu perairan memiliki tiga tujuan utama sebagai berikut:
1. Enviromental Surveillence, yakni tujuan untuk mendeteksi dan mengukur
pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu pencemaran terhadap kualitas
lingkungan dan mengetahui perbaikan kualitas lingkungan setelah
pencemaran tersebut dihilangkan.
2. Establishing Water – Quality Criteria, yakni tujuan untuk mengetahui
hubungan sebab akibat antara perunahan sebab akibat antara perunahan
variabel – variabel ekologi perairan dengan parameter fisika dan kimia,
untuk mendapatkan mutu kualitas air
3. Apparsial of Resources, yakni tujuan untuk mengetahui gambaran kualitas
air pada suatu tempat secara umum
2.2.4 Parameter Air
2.2.4.1 Suhu
Suhu suatu bahan air yang dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude)
ketinggian permukaan laut (altitude), waktu dalam air, sirkulasi udara,
penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perunahan suhu
berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga
dapat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik
memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai pada
pertumbuhannya.
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi
kimia, evaporasi dan volatilasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan
penurunan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya.
Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan
peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC
menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme
akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat. Namun peningkatan suhu ini disertai dengan
penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali
tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk
melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga
menyebabkan terjadinya peningkatkan dekomposisi bahan organik oleh
mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan
adalah 20oC – 30oC.
2.2.4.2 Warna
Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna
sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color). Warna
sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan – bahan kimia
terlarut. Pada penentuan warna sesungguhnya, bahan – bahan tersuspensi yang
dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak
adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh
bahan tersuspensi.
Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan
anorganik, karena keberadaan plankton, humus, dan ion – ion logam (misalnya
besi dan mangan), serta bahan – bahan lain. Adanya oksidasi besi
menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman, kadar besi sebanyak
0,3 mg/liter dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/liter sudah cukup dapat
menimbulkan warna pada perairan. Kalsium karbonat yang berasal dari daerah
berkapur menimbulkan warna kehijauan pada perairan. Bahan – bahan
organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang berasal dari
dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan.
2.2.4.3 Bahan organik
Semua bahan organik mengandung karbon (C) berkombinasi dengan
satu atau lebih elemen lainnya. Bahan organik berasal dari tiga sumber utama
sebagai berikut:
1. Alam, misalnya fiber, minyak nabati dan hewani, lemak hewani,
alkaloid, selulosa, kanji gula dan sebagainya.
2. Sintesis, yang meliputi semua bahan organik yang diperoleh oleh
manusia
3. Fermentasi, misalnya alkohol, aseton, gliserol, antibioka, dan
asam, yang semuanya diperoleh melalui aktifitas
mikroorganisme.
Karakteristik bahan organik:
1. Mudah terbakar
2. Memiliki titik beku dan titik didih rendah
3. Biasanya lebih sukar larut dalam air
4. Bersifat isomerasasi: beberapa jenis bahan organik memiliki
rumus molekul yang sama
5. Reaksi dengan senyawa lain berlangsung lambat karena bukan
terjadi dalam bentuk ion, melainkan dalam bentuk molekul
6. Berat molekul biasanya sangat tinggi, dapat lebih dari 1000
7. Sebagian besar dapat berperan sebagai sumber makanan bagi
bakteri.
2.2.4.4 Besi dan Mangan
Besi dan mangan yang teroksidasi dalam air berwarna kecoklatan dan
tidak larut, menyebabkan penggunaan air menjadi terbatas. Air tidak dapat
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan industri. Kedua macam
bahan ini berasal dari larutan batu – batuan yang mengandung senyawa Fe
atau Mn seperti pyrite, kematit mangan dan lain – lain. Dalam limbah industri,
besi berasal dari korosi pipa – pipa air, material logam sebagai hasil reaksi
elektrokimia yang terjadi pada permukaan. Air yang mengandung padatan
terlarut mempunyai sifat menghantarkan listrik dan ini mempercepat
terjadinya korosi.
2.2.4.5 Klorida
Klorida banyak dijumpai dalam pabrik institut kaustik soda. Bahan ini
berasal dari proses elektrolisa, penjernihan garam dan lain – lain. Chlorida
merupakan zat terlarut dan tidak menyerap. Sebagai Chlor bebas berfungsi
desinfektans, tapi dalam bentuk ion yang bersenyawa dengan ion natrium
menyebabkan air menjadi asin dan merusak pipa – pipa instalasi (Agusnar,
H.2008).
2.2.4.6 Phosfat
Kandungan phosfat yang tinggi menyebabkan suburnya alga dan
organisme lainnya. Phosfat kebanyakan berasal dari bahan pembersih yang
mengandung senyawa phosfat. Dalam industri, kegunaan Phosfat terdapat
pada ketel uap untuk mencegah kesadahan. Maka pada saat penggantian air
ketel, buang ketel ini menjadi sumber phosfat.
Pengukutan kandungan phosfat dalam air limbah industri berfungsi
untuk mencegah tingginya kadar phosfat sehingga tidak merangsang
pertumbuhan tumbuh – tumbuhan dalam ait. Sebab pertumbuhan subur akan
menghalangi kelancaran arus air. Pada danau suburnya tumbuh – tumbuhan air
akan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dan kesuburan tanaman
lainnya. (Agusnar, H.2008).
2.2.4.7 Nitrogen
Nitrogen dalam air limbah pada umumnya terdapat dalam bentuk
organik dan oleh bakteri berubah menjadi amonia. Dalam kondisi aerobic dan
dalam waktu tertentu bakteri dapat mengoksidasi ammonia menjadi nitrit dan
nitrat. Nitrat dapat digunakan oleh alga dan tumbuh – tumbuhan lain untuk
membentuk protein tanaman dan oleh hewan untuk membentuk protein hewan,
perusakan protein tanaman dan hewan oleh bakteri menghasilkan ammonia.
Nitrit menunjukkan jumlah zat nitrogen yang teroksidasi. Nitrit
merupakan hasil reaksi dan menjadi ammonia atau dioksidasi menjadi nitrit.
Kehadiran nitrogen ini seringkali dijumpai sebagai nitrogen nitrit. Cadmium
ditemukan dalam ruangan industri tekstil, elekto plating, pabrik kimia.
Chromium dijumpai dalam dua bentuk yaitu chrom valensi 6 dan chrom
valensi 3. Chrom valensi 6 ditemukan dalam ruangan pabrik aluminium dan
chad, sedang chrom trivalen ditemukan pada pabrik tekstil, industri gelas dan
keramik. Logam ini dengan konsentrasi tertentu membahayakan bagi manusia.
(Agusnar, H.2008)
Pengubahan dari nitrogen bebas diudara menjadi nitrat dapat
dilakukan secara biologis maupun kimia. Transformasi ini disebut fiksasi
(pengikatan) nitrogen. Halilintar menyebarkan fiksasi kimia nitrogen. Ledakan
petir yang melalui udara memberikan cukup energi untuk menyatukan oksigen
dan nitrogen membentuk nitrogen dioksida, NO2. Gas ini bereaksi dengan air
membentuk asam nitrat, NO3. (Kristanto,P.2002)
Ammonia merupakan hasil tambahan penguraian (pembusukan)
protein tanaman atau hewan, atau dalam kotoran. Jadi jika ammonia dalam air,
ada kemungkinan kotoran hewan masuk. Juga dapat terbentuk jika urea dan
asam urine dalam urine mengurai. Pupuk buatan juga mengandung ammonia
dan senyawanya, sehingga serbuk yang terbawa air dapat terurai dan
memberikan ammonia.
Amoniak dalam air tidak terlalu berbahaya jika air itu diberikan Klor.
Nitrit amat beracun dalam air, tetapi tidak dapat lama tahan. Jika kandungan
nitrat sudah menjadi 45 bbj akan berbahaya untuk diminum. Nitrat ini akan
berubah menjadi nitrat dalam perut. Keracunan akan menimbulkan muka biru
dan kematian. Dapat terjadi didaerah pertanian yang menggunakan pupuk
nitrar. (Sastrawijaya,T.2001)
2.2.4.8 Sulfur
Sulfat dalam jumlah besar akan menaikkan keasaman air. Ion sulfat
dapat terjadi secara proses alamiah. Sulfure dioxide dibutuhkan pada sintesa.
Pada industri kausit soda ion sulfat terdapat sewaktu pemurnian garam. Ion
sulfat oleh bakteri direduksi menjadi sulfide pada kondisi anaerob dan
selanjutnya sulfide diubah menjadi hydrogen sulfida. Dalam suasana anaerob
hydrogen sulfide teroksidasi secara bakteriologis menjadi sulfide. Dalam
bentuk H2S bersifat racun dan berbau busuk. Pada prosos digester lumpur gas
H2S yang bercampur dengan metana CH4 dan CO2 akan bersifat korosis.
2.2.4.9 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen adalah gas yang berwarna, tak berbau, tak berasa, dan hanya
sedikit larut dalam air. Untuk mempertahankan hidupnya makhluk yang
tinggal di air, baik tanaman maupun hewan bergantung kepada oksigen yang
terlarut ini. Jadi penentuan kadar DO dapat dijadikan untuk menentukan mutu
air. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada DO sebanyak 5 mg oksigen setiap
liter air (5 ppm). Selebihnya bergantung kepada tekanan organisme derajat
keaktifannya, kehadiran pencemar, suhu air dan sebagainya. Umumnya laju
konsumsi kelarutan oksigen dalam air, jika udara yang bersentuhan dengan
permukaan air itu bertekanan 760 mm dan mengandung 21% oksigen. Oksigen
dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup
dalam air.
Kepekatan oksigen terlarut bergantung kepada suhu, kehadiran
tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya yang bergantung kepada
kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air, jumlah bahan
organik yang diuraikan dalam air, seperti sampah, ganggang mati atau limbah
industri. Penentuan oksigen terlarut harus dilakukan berkali – kali, berbagai
lokasi, pada tingkat kedalaman yang berbeda pada waktu yang tidak sama.
(Sastrawijaya,T.2001)
2.2.4.10 Biochemical Oxigen Demand (BOD)
Dalam air buangan terdapat zat organik yang terdiri dari unsur
karbon, hidrogen dan oksigen dengan unsur tambahan yang lain seperti
nitrogen, belerang, dan lain – lain yang cenderung menyerang oksigen.
Oksigen tersebut digunakan untuk menguraikan senyawa organik, akhirnya
kadar oksigen dalam air buangan menjadi keruh dan kemungkinan berbau.
Pengukuran terhadap nilai BOD adalah kebutuhan oksigen yang
terlarut dalam air buangan yang dipergunakan untuk menguraikan senyawa
organik dengan bantuan mikroorganisme pada kondisi tertentu. Pada
umumnya proses penguraian terjadi secara baik yaitu pada temperatur 20oC
dan waktu 5 hari. Oleh karena itu, satuanya biasa dinyatakan dalam mg/liter
atau kg. (Kristanto,P.2002)
2.2.4.11 Chemical Oxigen Demand (COD)
Bentuk lain untuk mengukur kebutuhan oksigen ini adalah COD.
Pengukuran ini diperlukan untuk mengukur kebutuhan oksigen terhadap zat
organik yang sukar dihancurkan secara oksigen. Oleh karena itu kebutuhan
bantuan pereaksi oksidator yang kuat dalam suasana asam. Nilai BOD selalu
lebih kecil dari pada nilai COD diukur pada senyawa organik yang dapat
diuraikan maupun senyawa yang tidak dapat terurai (Kristanto,P.2002)
2.2.4.12 Nilai pH
Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara 6 – 8,
sedangkan pH air yang tercemar, misalnya air limbah (buangan), berbeda –
beda tergantung pada jenis limbahnya.
Perubahan keasaman pada air limbah, baik arah alkali (pH naik)
maupun kearah asam (pH turun), akan mengganggu ikan dan hewan air. Selain
itu, air limbah yang mempunyai pH yang rendah. Suatu asam lemah
mempunyai keasaman yang tinggi, aritnya mempunyai potensi untuk
melepaskan hidrogen. Contohnya adalah asam karbonat, asam asetat, dan
asam organik lainnya. (Kristanto,P.2002)
2.2.4.13 Kesadahan
Kesadahan air dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Kesadahan sementara (temporer), dan
2. Kesadahan tetap (permanen)
Kesadahan sementara disebabkan karena garam – garam karbonat
(CO3-) dan di karbonat (HCO3
-) dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).
Garam karbonat merupakan garam yang larut. Oleh karena itu, semakin tinggi
konsentrasi karbondioksida di udara, semakin tinggi kelarutannya, dalam
bentuk reaksi dalam berikut:
CaCO3 + CO2 + H2O ----- Ca (HCO3)2
Tidak larut terlarut
Kesadahan air ini bersifat sementara, karena dapat dihilangkan
dengan cara pemanasan, dimana terbentuk garam kalsium karbonat yang tidak
larut dan mengendap, sehingga dapat dihilangkan dengan mudah.
Ca (HCO3)2 ----- CaCO3
Dipanaskan mengendap
Kesadahan tetap disebabkan adanya garam – garam klorida (Cl-) dan
sulfat (SO4) dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kesadahan karena garam
– garam tersebut bersifat tetap dan sangat sukar dihilangkan.
(Kristanto,P.2002)
2.2.4.14 TDS dan TSS
Padatan yang tersispensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton,
zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan, lumpur, sisa tanaman dan
hewan, dan limbah industri. Padatan tersuspensi total suatu contoh air ialah
jumlah bobot bahan tersuspensi dalam suatu volume air tertentu. Biasanya
diberikan dalam mg/L atau bagian perjuta (bbj) turbiditas diukur dengan alat
turbidiuster yang mengukur kemampuan cahaya untuk melewati contoh air itu
partikel yang tersuspensi itu akan menghamburkan cahaya yang datang.
Sehingga menurunkan intensitas cahaya yang ditransmisikan.
Suatu kenaikan yang mendadak padatan tersuspensi dapat ditafsirkan
karena erosi tanah akibat hujan lebat atau pabrik pembakaran sampah kota
kapasitasnya menurun jika ada hujan lebat. Padatan sampah lebih berat
masalahnya dibanding pengotoran tanah karena emosi. Sampah yang
kebanyakan zar organik ini banyak memerlukan oksigen selama diuraikan.
Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam
suatu contoh air, juga dinyatakan dalam mg/liter atau dalam bagian juta.
Misalnya suatu contoh air dengan padatan terlarut total 200 artinya dalam satu
liter air terdapat 200 mg padatan terlarut.
Padatan terlarut dan tersuspensi mempengaruhi ketransparan dan
warna air. Sifat transparan ada hubungan dengan produktivitas. Transparan
yang rendah menunjukkan produktifitas tinggi. Cahaya tidak dapat tembus
banyak jika konsentrasi bahan tersuspensi tinggi. Warna air juga ada hubungan
dengan kualitas air. (Sastrawijaya,T.2001)
2.3 Fisika Udara dan Radiasi
Udara adalah campuran gas secara mekanis dan bukan merupakan senyawa kimia.
Udara merupakan komponen yang membentuk atmosfir, yang membentuk zona kehidupan
pada permukaan bumi.
Udara terdiri dari berbagai gas dalam kadar yang tetap pada permukaan bumi, kecuali
gas methane, ammonia, hidrogen sulfida, karbon monoksida dan nitrogen oksida mempunyai
kadar yang berbeda – beda tergantung daerah / lokasi. Umumnya konsentrasi methana,
ammonia, hidrogen sulfide, karbon monoksida sangat tinggi di areal rawa – rawa atau
industri kimia.
2.3.1 Sampling Gas dan Uap
Mekanisme penangkapan kotaminan di udara berbentuk uap dan gas sangat
bergantung pada sifat kimiawi kontaminan. Pada dasarnya terdapat empat mekanisme
utama yang dapat terjadi untuk menangkap kontaminan udara gas dan uap, yaitu:
a. Adsorpsi, kontaminan gas dan uap ditangkap pada permukaan suatu media
sorben padat (solid sorbent)
b. Absorpsi, kontaminasi gas dan uap dilewatkan melalui suatu cairan atau
bereaksi dengan reagent untuk menghasilkan derivative
c. Reaksi antara kontaminan gas dan uap dengan reagent yang terdapat pada
suatu filter (reagent coated on filter)
d. Garb sampling, kontaminan yang dalam udara ditarik kedalam container di
lanjutkan dengan analisis selanjutnya.(Lestari,F.2007)
2.3.2 Ozon (O3)
Merupakan bentuk allopotik dari unsur oksigen, mempunyai kemampuan
oksidasi yang kuat sekali
1. Sifat fisik
a. Ozon dalam bentuk gas tampak biru cerah, berbau tajam sekali.
b. Dalam bentuk cair atau padat, tampak biru kehitaman dengan tidak
tembus cahaya (opaque) seperti warna tinta.
c. Masa jenis gas pada 0oC tekanan udara atmosfer 2,154 gr/liter
d. Massa jenis bentuk cair pada -111,9oC adalah 1,354 gr/ml dan pada -
183oC adalah 1,573 gr/ml.
e. Titik didh pada tekanan udara 1 atm : -111,9oC
f. Titik lebur dari bentuk padat : -192,5oC
2. Sifat kimia
a. Ozon terdiri dari 3 atom oksigen
b. Mempunyai daya oksidasi sangat kuat dengan menimbulkan panas.
Dipakai sebagai pembasmi hama (bacik bakteri atau virus) lebih cepat
dan kuat dari hydrogen peroksida (H2O2), klorin atau sulfur oksida
(SO2)
c. Dipakai untuk teatment air siap diminum.
d. Menghilangkan rasa bau dan rasa yang tidak enak dari bahan
hidrokarbon.
e. Besi dan senyawa mangan yang memberi warna pada air dapat
dihilangkan dengan memakai ozon.
3. Sumber ozon
a. Ozon terdapat di atmosfer bumi : dekat permukaan bumi, kadar ozon
sekitar 0,02-0,03 ppm, kalau ada kabut kadar ozon akan berkurang.
b. Pada ketinggian 20 km pada atmosfer bumi, ozon dibentuk melalui
proses fotokemis yaitu oksigen berubah menjadi ozon.
c. Kadar ozon tertinggi pada ketinggian 30 km.
d. Ozon terbentuk oleh pengaruh ultra violet dari sinar matahari.
2.3.3 Hidrogen Sulfida (H2S)
Hidrogen sulfide merupakan gas yang sangat sedikit sekali jumlahnya di
dalam atmosfer.
1. Sifat fisik gas H2S
a. Gas ini berbau seperti telur busuk
b. Gas berwarna kekuningan
2. Terbentuknya H2S
Ada beberala cara terbentuknya H2S, yaitu:
a. Memalui aksi bakteri, tanaman dan hewan yang disuplai dengan
sulfur secara kontinyu maka sulfur akan bersenyawa didalam tubuh
hewan dan tanaman kemudian di sintesis menjadi asam amino dan
protein. Proses ini terjadi karena hasil kerja bakteri sulfur. Kemudian
apabila tanaman atau tanaman mati, atas perilaku bakteri anaerob
maka bakteri tanaman atau hewan akan menghasilkan gas H2S dan
selanjutnya akan bereaksi dengan logam besi.
b. Melalui proses di atmosfer
c. Sulfur hasil letusan gunung berapi berada di atmosfer akan
bersenyawa dengan hydrogen pada tem2peratur yang cukup tinggi.
2H2 + S2 -> 2H2S
d. Demikian pula sulfur hasil olahan industri akan melayang di dalam
atmosfer dan bereaksi dengan hidrogen pada temperatur yang cukup
tinggi.
3. Sumber H2S
a. Berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang mati (materi organic)
b. Berasal dari letusan, muntahan gunung berapi.
c. Berasal dari limbah atau bangunan industri.
2.3.4 Nitrogen Oksidasi
Nitrogen terdapat 78% didalam atmosfer bumi, oleh pengaruh organisme, sinar
kosmik, cahaya fikasi nitrogen atau bersenyawa berbagai elemen berbentuk senyawa
nitrogen yang berguna bagi tumbuh – tumbuhan dan hewan dalam pertumbuhan.
Nitrogen yang berada di dalam udara bereaksi dengan oksigen membentuk 3
macam senyawa, yaitu:
1. N2O (nitrous oksida), merupakan gas yang tidak berwarna, tidak bereaksi
terhadap ozon, oksigen maupun hydrogen, merupakan gas alam dengan
konsentrasi pada atmosfer sebesar 0,15 ppm
2. NO (Nitrit Oksida), merupakan gas yang beracun, adanya NO disebabkan
pembakaran temperatur yang tinggi dan tekanan yang tinggi sehingga
nitrogen yang terdapat di atmosfer akan berubah menjadi nitrit oksida
(NO). Nitrit oksida oleh pengaruh oksigen atau ozon akan berubah
menjadi nitrogen dioksidasi (NO2)
3. NO2, nitrogen dioksida merupakan gas yang beracun yang berwarna
coklat kemerah – merahan dan berbau pedas seperti asam nitrat
Asam dari nitrogen dari dalam atmosfer
a. Asal dari pembakaran sarana transportasi; motor, diesel, kereta api
b. Asal dari pembakaran, kayu, minyak, batu bara, hutan
c. Asal dari sampah padat
d. Asal dari tanaman/arang yang terbakar
e. Asal dari proses industri
Efek yang disebabkan senyawa nitrogen:
a. Nitrogen Oksida (N2O) merupakan gas alam yang tidak berefek apa – apa
terhadap manusia maupun lingkungan
b. Nitrit oksida (NO) merupakan karbon bonoksida mempunyai sifat
menghalangi sel darah mengangkut oksigen. NO di dalam udara akan
beraksi dengan uap air sehingga membentuk asam nitrat.
2 NO + O2 2 HNO2
c. NO2 berasal dari NO akan bereaksi dengan oksigen di dalam udara
2 NO + O2 2NO2
d. Gas NO menyebabkan iritasi mata, hidung, saluran pernafasan dan paru –
paru.
2.3.5 Sulfur Oksida
Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen gas
yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3). Kedua
jenis gas ini dikenal dengan SOx. Sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau yang
tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen
yang tidak reaktif.
Perbandingan antara konsentrasi H2SO4 dan SO2 dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah:
a. Jumlah uap air di udara
b. Selang waktu dimana kontaminan sulfur terdapat di udara
c. Jumlah partikel kualitik yang terdapat di udara
d. Intensitas sinar matahari
e. Jumlah pengendapan
SO2 jika bereaksi dengan kabut yang berisi uap air akan membentuk asam
sulfat. Kedua zat ini berbahaya bagi kehidupan manusia, disamping juga menimbulkan
korosi pada logam. Akibat utama dari polutan SOx terhadap manusia adalah terjadinya
iritasi pada sistem pernapasan. (Kristanto,O.2002)
2.3.6 Ammonia (NH3)
Gas ammonia dihasilkan pabrik pencelupan, eksplorasi minyak dan pupuk.
Gas ini berbahaya bagi pemanfaatan dan baunya sangat merangsang. Pada konsentrasi
25% mudah meledak.
Recommended