View
17
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Derajat kesehatan masyarakat merupakan tolak ukur yang digunakan dalam
pencapaian keberhasilan program dengan berbagai upaya berkesinambungan, terpadu
dan lintas sektor dalam rangka pelaksanaan kebijakan pembangunan di bidang
kesehatan. Derajat kesehatan masyarakat dimaksud adalah meningkatnya umur
harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi, ibu dan anak, menurunnya angka
kesakitan maupun angka kecacatan dan ketergantungan serta meningkatnya status
gizi masyarakat.(Beaglehola,2003).
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat komplek yang saling
berkaitan dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Pemecahan masalah
kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tetapi harus
dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah “sehatsakit” atau
kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan, baik
kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, untuk itu Hendrik L. Blum
menyatakan ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor
keturunan. Keempat faktor tersebut disamping berpengaruh langsung kepada
kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai
1
2
secara optimal, bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai
kondisi yang optimal pula.(Beaglehola,2003).
Masalah kesehatan lingkungan di negara-negara yang sedang berkembang
berkisar pada sanitasi (jamban), penyediaan air bersih, perumahan (housing),
pembuangan sampah dan pembuangan air limbah (air kotor). Salah satu penyakit
yang berhubungan dengan kondisi kesehatan lingkungan buruk di Indonesia adalah
penyakit diare dengan angka kejadian lebih banyak terjadi pada bayi dan balita. Hasil
Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) diperoleh angka kesakitan diare untuk
tahun 2010 sebesar 301 per 1.000 penduduk. (Boediarso, 2008).
Dibandingkan dengan hasil survei yang sama pada tahun 2006 yaitu sebesar
280 per 1.000 penduduk. Angka kesakitan yang dilaporkan selama 3 tahun (2008-
2010) cenderung menurun, tahun 1999 dilaporkan sebesar 25,63 per 1.000 penduduk,
tahun 2009 turun menjadi 22,69 per 1.000 penduduk dan dua tahun 2008 turun lagi
menjadi 12,00 per 1.000 penduduk. Hal ini diduga karena rendahnya jumlah kasus
diare yang dilaporkan (under reported). (Boediarso, 2008).
Hasil penelitian terhadap semua kasus balita yang disurvei pada Reskesdas
Tahun 2013 diketahui bahwa penyakit infeksi masih merupakan penyebab kematian
terbanyak. Penyakit diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita
karena penyakit ini merupakan penyakit yang akut dan keterlambatan penderita
memperoleh pertolongan. Kematian balita (2,3 per 1.000 balita) menempati urutan
kedua setelah kematian akibat penumonia (4,6 per 1.000 balita).
3
Berdasarkan laporan rumah sakit di Indonesia tahun 2014, jumlah balita rawat
inap di rumah sakit cukup tinggi. Selain itu juga sering terjadi penyakit Kejadian Luar
Biasa (KLB) di beberapa wilayah dengan jumlah penderita dan kematian yang cukup
tinggi. Laporan surveilans tahun 2013, KLB penyakit dengan jumlah kasus terbanyak
adalah penyakit diare sebanyak 6.922 kasus. Jumlah yang meninggal yang
disebabkan oleh KLB penyakit, terbanyak pada KLB diare dengan 180 orang
meninggal.(Budiarto, 2014).
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010 menyatakan
bahwa 11% anak dibawah umur lima tahun mengalami diare. Angka ini serupa
dengan yang ditemukan dalam SDKI 1994 dan 1997 (masing-masing 9% dan 12%).
Anak yang sumber air minumnya berupa air permukaan, cenderung mengalami diare
daripada anak yang sumber air minumnya berupa perpipaan dan sumur.
Angka kematian balita di Indonesia menurut kelompok umur menunjukkan
bahwa pada kelompok umur kurang dari satu tahun menduduki urutan ketiga, yaitu
1.111 per 100.000, mengalami gangguan perinatal dan pneumonia. Pada kelompok
umur 1-4 tahun angka kematian menduduki urutan kedua, yaitu 134 per 100.000,
sedangkan pada kelompok umur 5-14 tahun berada pada urutan pertama mengalami
kematian yaitu 28 per 100.000. Salah satu penyebab masih tingginya angka kesakitan
dan kematian tersebut karena kondisi kesehatan lingkungan yang belum
memadai.(Bourne, P.G, 2010).
Di Indonesia menunjukkan bahwa banyak faktor yang dapat berpengaruh
secara langsung seperti faktor gizi, makanan dan lingkungan maupun pengaruh tidak
4
langsung seperti faktor sosial ekonomi. Kesehatan lingkungan yang buruk akan
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit, sehingga interaksi antara agen penyakit,
pejamu dan faktor lingkungan dapat meningkatkan kejadian penyakit.
Berdasarkan profil Kesehatan Aceh (2014). Jumlah balita yang terdapat di
Provinsi Aceh adalah 529.279 orang, sedangkan menurut jenis kelamin 2 71.071,
perempuan 258.208. (Dinkes Aceh, 2015).
Berdasarkan 5 besar jenis penyakit yang dilaporkan di Kabupaten Aceh Barat
masih tinggi jumlah balita yang terkena penyakit antara lain penyakit diare 15.514
kasus, ISPA 8.083 kasus, Scabies 1,091 kasus, Typoid 201 kasus, dan penyakit
lainya 501 kasus. Balita Kecamatan Woyla Barat jumlah 1.320 balita, jumlah balita
yang terserang penyakit diare 989 kasus terjadi pada anak Balita. (Dinkes Aceh Barat,
2015)
Cakupan pelayanan sarana dasar kesehatan lingkungan di Kabupaten Aceh
Barat tahun 2014 masih rendah. Cakupan air bersih 56,58%, cakupan jamban
keluarga 59,92%, cakupan sarana pembuangan air limbah 24,67%, cakupan
pembuangan sampah 47,63%.
Berdasarkan kajian tersebut diduga kuat ada pengaruh perilaku ibu terhadap
personel Hygiene pada balita di Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
penelitian ini adalah ”Apakah ada pengaruh perilaku ibu terhadap personal Hygiene
pada balita di Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.
5
1.3. Tujuan Penelitian
13.1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh perilaku ibu terhadap personal Hygiene pada balita di
Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.
13.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh perilaku ibu berdasarkan tingkat umur ibu terhadap
personal hygiene pada balita di Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh
Barat
2. Mengetahui pengaruh perilaku ibu berdasarkan tingkat pendidikan ibu
terhadap personal hygiene pada balita di Kecamatan Woyla Barat Kabupaten
Aceh Barat
3. Mengetahui pengaruh perilaku ibu berdasarkan sikap ibu terhadap personal
hygiene pada balita di Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat
4. Mengetahui pengaruh perilaku ibu berdasarkan pengetahuan ibu terhadap
personal hygiene pada balita di Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh
Barat
5. Mengetahui pengaruh perilaku ibu berdasarkan Tindakan ibu terhadap
personal hygiene pada balita di Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh
Barat
6
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Dinas Kesehatan
Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan guna meningkatkan program
kesehatan lingkungan. Sebagai masukan bagi Puskesmas dalam rangka
pengambilan keputusan penanggulangan penyakit pada anak balita.
1.4.2. Bagi Masyarakat
Masyarakat setempat mengetahui sebab-sebab penyakit diare dan cara
pencegahannya dan menambah informasi dan pengetahuan bagi masyarakat
tentang peranan sarana dasar kesehatan lingkungan dalam melindungi
masyarakat dari penyakit.
1.4.3.Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang praktek personal
hygiene dan sarana dasar kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan
penyakit.
1.5. Hipotesis
Ha : Ada pengaruh tingkat umur, tingkat pendidikan, sikap, pengetahuan ibu
terhadap personal Hygiene pada balita di Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
Menurut Notoatmodjo, (2007) perilaku kesehatan merupakan respon seseorang
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem seseorang
terhadap sakit atau penyakit adalah cara manusia merespon baik secara pasif
(mengetahui, bersikap dan, mempersepsi tentang suatu stimulus Rangsang Proses
Stimulus Reaksi Tingkah laku (terbuka) Sikap (tertutup) penyakit yang ada pada
(dirinya dan diluar dirinya) maupun secara aktif (praktik) yang dilakukan sehubungan
dengan penyakit tersebut.
Perilaku kesehatan di bidang kesehatan menurut Azwar (2005) dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu: a) Latar belakang seseorang yang meliputi norma - norma
yang ada, kebiasaan, nilai budaya dan keadaan sosial ekonomi yang berlaku dalam
masyarakat, b) Kepercayaan dalam bidang kesehatan, perilaku seseorang sangat
dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan. Kepercayaan yang
dimaksud meliputi manfaat yang akan didapat, hambatan yang ada, kerugian dan
kepercayaan bahwa seseorang dapat terserang penyakit, c) Sarana tersedia atau
tidaknya fasilitas kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. d) Cetusan
seseorang yang mempunyai latar belakang pengetahuan yang baik dan bertempat
tinggal dekat dengan sarana kesehatan, bisa saja belum pernah memanfaatkan sarana
kesahatan tersebut. Suatu ketika orang tersebut terpaksa minta bantuan dokter karena
7
8
mengalami perdarahan ketika melahirkan bayi kejadiaan itu dapat memperkuat
perilaku orang tersebut untuk memanfaatkan sarana kesehatan yang sudah ada.
Perilaku dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu.
2.1.1. Umur
Dalam model system kesehatan (Health System Models) oleh Anderson (1974,
dalam Notoatmodjo 2007) menyebutkan bahwa umur termasuk dalam faktor
sosial demografis yang mempengaruhi seseorang untuk mencari pengobatan
dan menggunakan pelayanan kesehatan. Menurut Hall dan Donan (1990)
mengatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan pemilihan pelayanan
kesehatan. Semakin dewasa maka semakin mengerti akan pemilihan
pemanfaatan pelayanan kesehatan karena berhubungan dengan pola pikir.
Menurut Depkes RI (2009) Umur atau usia adalah satuan waktu yang
mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup
maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur
sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung. Oleh yang demikian, umur itu
diukur dari tarikh ianya lahir sehingga tarikh semasa (masa kini). Manakala
usia pula diukur dari tarikh kejadian itu bermula sehinggalah tarikh
semasa(masa kini). Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari
saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia. Misalkan
seorang anak secara kronologis berusia empat tahun akan tetapi masih
merangkak dan belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan
menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun, maka
9
dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun.Usia biologis
Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang
dimiliki oleh seseorang sebagai berikut Masa balita 0 - 5 tahun, Masa kanak-
kanak 5 - 11 tahun, Masa remaja Awal 12 - 1 6 tahun, Masa remaja Akhir 17 -
25 tahun, Masa dewasa Awal 26- 35 tahun, Masa dewasa Akhir 36- 45 tahun,
Masa Lansia Awal 46- 55 tahun, Masa Lansia Akhir 56 - 65 tahun, Masa
Manula 65 sampai atas.
2.1.2.Pendidikan
Menurut Aman (1997) mengatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor
yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam kesehatan yang selanjutnya
akan berdampak pada derajat kesehatan. Demikian juga pendapat Muzaham
(1995) mengemukakan bahwa orang yang tidak berpendidikan atau golongan
ekonomi rendah kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.
Tinggi rendahnya pendidikan berkaitan dengan sosio ekonomi, kehidupan seks
dan kebersihan. Menurut Green (1980), pendidikan dipengaruhi oleh faktor
predisposisi yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang.
2.1.3.Sikap (Attitude)
Sikap adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan
tidak mendukung (unfavorable) pada suatu objek. Sikap bersifat evaluatif dan
berakhir pada nilai yang dianut dan terbentuk kaitannya dengan suatu objek.
Sikap merupakan perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu
disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan
10
pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap objek, orang dan keadaan.
Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau obyek. Newcomb menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan
atau kesediaan bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan
suatu kesiapan bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap obyek. Notoatmodjo, (2007) membagi sikap dalam tiga
komponen yaitu kepercayaan (keyakinan) terhadap suatu objek, kehidupan
emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak.
2.1.4.Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) merupakan hasil dari tahu dan
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebelum orang menghadapi perilaku
baru, didalam diri seseorang terjadi proses berurutan yakni : Awareness
(kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus. Interest (merasa tertarik) terhadap objek atau
stimulus tersebut bagi dirinya. Trail yaitu subjek mulai mencoba melakukan
sesuatu sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
11
Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.
2.1.5. Tindakan (Practice)
Setelah seseorang mengetahui sitimulus atau objek kesehatan kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya dihapkan ia akan melaksanakan atau memperaktekkan apa yang
diketahui atau di skapinya. Indikator tindakan kesehatan mencakup:
a. Tindakan sehubungan dengan penyakit yaitu pencegahan penyakit,
mengimunisasi anak, melakukan pengurasan bak mandi seminggu sekali,
mengunakan masker waktu bekerja di tempat yang berdebu, penyembuhuan
penyakit seperti minum obat sesuai dengan petunjuk dokter, berobat
kefasilitas pelayanan kesehatan yang tepat.
b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan mencakup antara lain
mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, malakukan olahraga secara
teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba.
c. Tindakan kesehatan lingkungan mencakup antara lain membung air besar di
jamban (WC), membuang sampah di tempat sampah, mengunakan air bersih
untuk mandi, cuci, masak. (Notoadmodjo, 2007).
2.2 Personal Hygiene
Personal hygiene adalah perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis (Hidayat, 2008).
Personal hygiene merupakan kegiatan membersihkan seluruh bagian tubuh termasuk
12
wajah, rambut, tubuh, kaki dan tangan (UNICEF, 2012).
Personal hygiene bertujuan untuk menjaga kebersihan diri dan mencegah
terjadinya infeksi pada tubuh seseorang. Personal hygiene lebih dari sekedar bersih
namun mencakup banyak kegiatan yang dapat membantu orang menjadi bersih dan
sehat. Dengan menjaga kebersihan supaya tidak akan menyebarkan kuman kepada
orang lain (YUFA, 2010).
2.2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene
Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene antara lain body image,
praktek sosial, status sosial ekonomi, pengetahuan, budaya, kebiasaan dan
kondisi fisik seseorang (Department of Health Australian Government, 2010).
a. Body Image (Citra Tubuh); gambaran individu terhadap keadaan dirinya
sangat mempengaruhi kebersihan diri seseorang, seperti perubahan fisik
pada masa remaja. Maka, harus terdapat suatu usaha yang lebih untuk
meningkatkan personal hygiene.
b. Praktek Sosial; kelompok sosial wadah seseorang untuk berhubungan dapat
mempengaruhi praktik personal hygiene. Pada masa kanak-kanak seseorang
mendapatkan praktik hygiene dari orang tua mereka mengikuti kebiasaan
keluarga dengan fasilitas yang ada, seperti ketersediaan air mengalir. Hal
tersebut hanyalah beberapa faktor yang mempengaruhi kebersihan.
c. Status Sosial Ekonomi; keadaan ekonomi seseorang mempengaruhi jenis
dan tingkat praktik kebersihan yang digunakan. Personal hygiene
memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo,
13
deodorant dan lain-lain sebagai bagian dari kebiasaan sosial seseorang.
Berbagai produk tersebut memerlukan uang untuk mendapatkannya.
d. Pengetahuan; Pengetahuan tentang pentingnya personal hygiene dan
implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik hygiene. Semakin baik
pengetahuan seseorang maka semakin baik pula pemeliharaan personal
hygiene seseorang sehingga dapat meningkatkan kesehatan.
e. Budaya; kepercayaan kebudayaan seseorang dan nilai pribadi
mempengaruhi perawatan hygiene. Orang dari latar belakang kebudayaan
yang berbeda mengikuti praktik perawatan diri yang berbeda pula.
f. Kebiasaan; setiap individu memiliki keinginan tersendiri kapan untuk
melakukan perawatan personal hygiene seperti mandi, keramas, memotong
kuku dan lain-lain. Selain itu, seseorang memiliki selera tersendiri dalam
memilih produk yang berbeda untuk perawatan hygiene mereka.
g. Kondisi fisik atau psikis; orang yang menderita penyakit tertentu atau
menjalani operasi sering kali kekurangan energi fisik untuk melakukan
personal hygiene sehingga, orang tersebut memerlukan bantuan untuk
melakukannya.
2.2.2.Perawatan dalam personal hygiene
Kebiasaan menjaga kebersihan diri atau personal hygiene dibagi menjadi 7
komponen yang meliputi kebersihan tubuh (mandi), kebersihan rambut,
kebersihan gigi dan mulut, kebersihan mata telinga dan hidung, mencuci tangan
dan memotong kuku, kebersihan pakaian, dan perawatan genitalia (Department
14
of Health Australian Government, 2010; UNICEF, 2006). Berikut ini rincian
dari 7 komponen tersebut:
a) Kebersihan Tubuh (mandi)
Mandi adalah kegiatan membersihkan seluruh bagian tubuh dengan air
bersih dan sabun. Memakai pakaian bersih dan mandi adalah dasar untuk
kesehatan pribadi. Adapun manfaat dari mandi adalah untuk membersihkan
kulit dari bongkol atau sekret, keringat, kotoran dan kuman yang
menyebabkan bau tidak sedap pada badan (UNICEF, 2006). Keuntungan
lain dari mandi adalah dapat mengaktifkan sirkulasi darah, relaksasi tubuh
dan merasa segar. Beberapa keadaan yang mengharuskan seseorang untuk
mandi adalah saat keringat meningkat karena kenaikan suhu, dan
melakukan latihan fisik yang mengakibatkan banyak mengeluarkan
keringat (Newman, 2006). Mandi setidaknya dua kali sehari dengan
perawatan khusus dari daerah-daerah sensitif seperti ketiak dan
selangkangan (Department of Health Australian Government, 2010).
Bagian yang menyelimuti tubuh adalah kulit, dimana kulit sebagai lini
pertahanan pertama terhadap masuknya kuman kedalam tubuh. Tidak
semua kulit perempuan dilahirkan halus dan mulus. Sebagian mungkin
bermasalah. Perawatan kulit berminyak perlu lebih sering ndibasuh dengan
sabun lunak. Tujuannya agar kulit tidak mengundang debu, kuman, dan
kotoran yang bisa memasuki pori dan kelenjar minyak kulit. Jerawat, bisul,
dan infeksi kulit mudah muncul jika kulit berminyak kurang dirawat.
15
Perawatan kulit kering membutuhkan pelembab. Sebaiknya tidak sering
terkena sabun karena justru akan menambah kekeringan dan berisiko
menjadi bermasalah. Demikian pula jika kulit sering dimanipulasi dengan
kuku dan jemari sebagai sebuah keisengan, bukan jarang akan terbentuk
bisul atau infeksi kulit lainnya (Newman, 2006; Nadesul, 2008).
b) Kebersihan Rambut
Mencuci rambut atau biasa disebut dengan keramas merupakan salah satu
faktor pemicu pertumbuhan rambut. Setelah seseorang membersihkan dan
menyisir rambut, sirkulasi darah dalam akar rambut dapat diaktifkan
dengan menggosok atau memijat kulit kepala menggunakan ujung jari.
Struktur dan pertumbuhan rambut dapat mengindikasikan kesehatan rambut
seseorang (UNICEF, 2006).
Menyisir dan membersihkan rambut adalah tanda-tanda bahwa seseorang
peduli tentang penampilan dan kesehatan pribadinya. Oleh karena itu,
rambut membutuhkan banyak perawatan seperti keramas, menyisir dan
memberikan vitamin kepada rambut sesuai jenis rambut Misalnya, rambut
berminyak perlu dibilas lebih sering daripada rambut kering karena rambut
berminyak menyerap lebih banyak kotoran daripada rambut kering.
Demikian juga orang-orang yang terkena lebih banyak debu dan asap perlu
mencuci rambut mereka lebih sering. Mencuci rambut setidaknya dilakukan
sekali dalam satu minggu (Newman, 2006).
16
c) Kebersihan Gigi dan Mulut
Merawat kebersihan gigi dan mulut adalah salah satu dasar perilaku
kesehatan yang baik. Oleh karena itu, setiap orang harus dibiasakan untuk
menyikat gigi setidaknya dua kali sehari atau setelah makan untuk
mencegah karies gigi. (Department of Health Australian Government,
2010).
d) Kebersihan Mata, Telinga, dan Hidung
Mata perlu dibersihkan setiap hari dari sudut dalam (yang dekat dengan
hidung), diseka dengan kapas atau saputangan atau tissue yang lembut
menuju sudut luar untuk menghilangkan sekresi mata dan debu masuk ke
dalam mata (Department of Health Australian Government,2010).
Adapun telinga, harus dibersihkan secara berkala, sebaiknya tidak dengan
mendorong kedalam saluran telinga karena akan menyebabkan kotoran
telinga menyumbat kanal dan melemahkanpendengaran. Menggunakan pin
rambut atau sejenisnya adalah salah satu kebiasaan buruk untuk
menghilangkan kotoran telinga, kegiatan semacam ini dapat menyebabkan
perforasi gendang telinga dan gangguan pendengaran. Cara terbaik untuk
perawatan hidung dengan membersihkan daerah sekitar hidung dengan air
hangat dan sabun (UNICEF, 2006).
e) Mencuci Tangan dan Memotong Kuku
Mencuci muka di pagi hari membantu seseorang baik orang sehat atau sakit
merasa aktif dan penuh kesegaran. Wajah kemudian sebaiknya dilap
17
dengan handuk halus, selain itu juga dianjurkan untuk berulang kali
mencuci tangan seseorang dengan sabun dan air untuk mencegah infeksi
kuman, terutama sebelum dan sesudah makan atau ketika melakukan
kontak fisik dengan orang sakit. Kemudian kuku dianjurkan dipotong
dengan bentuk oval (UNICEF, 2006).
f) Kebersihan Pakaian
Pakaian yang ketat dan dari bahan yang tidak nyaman dapat menimbulkan
gatal. Pakaian basah menyebabkan areal lembab lalu mengakibatkan kuman
(Nadesul, 2008). Pakaian kotor harus dicuci dengan sabun cuci sebelum
dipakai lagi, lalu menjemur pakaian di bawah sinar matahari sampai kering.
Sinar matahari akan membunuh beberapa kuman penyebab penyakit dan
parasit (Department of Health Australian Government, 2010).
g) Perawatan Genitalia
Menjaga kebersihan alat kelamin luar pada perempuan sangat penting
dalam upaya mencegah timbulnya keputihan dan untuk deteksi dini kanker
serviks. Kulit daerah kelamin dan sekitarnya harus diusahakan agar tetap
bersih dan kering, karena kulit yang lembab atau basah dapat menimbulkan
iritasi dan memudahkan tumbuhnya jamur dan kuman penyakit (Qomariyah
et al., 2012).
2.2.3.Cara untuk menjaga kebersihan lingkungan
Selain menjaga kebersihan tubuh kita, kita juga harus menjagakebersihan
lingkungan antara lain dengan cara sebagai berikut (Department of Health
18
Australian Government, 2010):
a. Membuang sampah di tempat sampah, bukan di taman bermain dan koridor
sekolah. Tidak membuang sampah dari jendela mobil dan ditempat umum
dengan sembarangan.
b. Membersihkan kotoran atau feses dengan menyiram air sampai bersih
setelah menggunakan jamban.
c. Menutup mulut dan hidung dengan tissue jika batuk atau bersin dan
berpaling dari orang lain yang bersin.
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.1. Kerangka Teori menurut Department of Health Australian Government(2010), UNICEF, (2006), Notoatmodjo (2007).
Pendidikan Kesehatan (penyuluhan,diskusi simulasi)
Personal hygiene
Faktor Internal- Pendidikan- Usia- Pekerjaan
Faktor eksternal- Lingkungan- Sosial Budaya
Perilaku-Pengetahuan- Sikap- Tindakan
19
2.4 Kerangka Konsep
Varibel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Pendidikan
Umur
Pengetahuan
Sikap
Personel hygiene
Tindakan
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2010) jenis penelitian ini adalah bersifat survey
analitik dengan desain Cross Sectioanl yang bertujuan untu mengetahui pengaruh
perilaku ibu terhadap personal hygiene pada balita di Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh Barat
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.
Lokasi penelitian ini di wilayah Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh
Barat direncanalan pada bulan Juni 2016.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2002). Populasi penelitian ini adalah ibu yang mempunyai
balita yang ada di wilayah Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat
berjumlah 110 ibu .
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah sebagian dari ibu yang mempunyai balita yang
tinggal di Kecamatan Woyla Barat Sampel penelitian ini adalah 110
rosponden/ibu yang mempunyai balita yang tinggal di wilayah Kecamatan
Wayla Barat.
20
21
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer data yang dikumpulkan berdasarkan hasil wawancara
menggunakan kuesioner terstruktur berupa informasi variabel-variabel
bebas pada penelitian ini.
3.4.2 Data Skunder
Data sekunder data pendukung dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat,
Puskesmas Woyla Barat. Dalam penelitian ini data sekunder berupa data
jumlah rumah balita, serta data tentang gambaran umum wilayah penelitian
serta data lain yang berguna untuk mendukung pembahasan data primer.
3.5 Definisi Oprasional
Tabel 3.1 Varibel dan Definisi OprasionalNo
Variabel DefinisiOrasional
CaraUkur
AlatUkur
HasilUkur
SkalaUkur
Variabel Indevenden1 Pendidikan Pendidikan adalah
ijazah terakhir yangdiproleh respondendalam mengikutijenjang pendidikanformal
Wawancara Kuesioner 1.Rendah2.Menengah3.Tinggi
Ordinal
2 Umur Umur adalah lamanyawaktu perjalananhidup yang dihitungsejak lahir sampaibatas waktu penelitian
Wawancara Kuesioner 1. Muda2. Tua
Ordinal
3 Sikap reaksi terhadap suatuobyek, memihak /tidak memihak yangmerupakan keteraturantertentu dalam halperasaan (afeksi),pemikiran (kognisi)
Wawancara Kuesioner 1. Baik2. Kurang
Ordinal
22
dan predisposisitindakan (konasi)seseorang terhadapsuatu aspek dilingkungan sekitarnya
4 Pengetahuan hasil dari tahu yangterjadi setelahmelakukanpengindraan terhadapsuatu obyek tertentu
Wawancara Kuesioner 1. Baik2. Tidak baik
Ordinal
5 Tindakan Tindakan adalahtanggapan atau reaksiresponden yangterwujud dalamgerakan (sikap), tidakhanya bedan atauucapan
Wawancara/ Opservasi
Kuesioner 1. Pisitif2. Negatif
Ordinal
Variabel Dependen
6 Personel Hygiene perawatan diri sendiriyang dilakukan untukmempertahankankesehatan baik secarafisik maupunpsikologis
Wawancara/ Opservasi
Kuesioner 1. Bersih2.Tidak
Bersih
Ordinal
3.6 Aspek Pengukuran
1. Pendidikan
Pendidikan Rendah bila pendidikan ibu SD
Pendidikan Menegah bila Pendidikan ibu SMP-SMA
Pendidikan tinggi bila pendikan ibu Diploma – PT
2. Umur
Umur muda bila umur ibu < 36 Tahun
Umur Tua bila umur ibu > 36 Tahun
3. Sikap
Baik bila responden menjawab pertanyaan > 50%
23
Kurang bila responden menjawab pertanyaan < 50%
4. Pengetahuan
Baik bila responden menjawab pertanyaan > 50%
Tidak baik bila responden menjawab pertanyaan < 50%
5. Tindakan
Positif bila responden menjawab pertanyaan > 50%
Negatif bila responden menjawab pertanyaan < 50%
6. Personel Hygiene
Bersih bila responden menjawab pertanyaan > 50%
Tidak bersih bila responden menjawab pertanyaan < 50%
3.7. Teknik Analisa Data
Proses pengolahan data dilakukan setelah data terkumpul dari lapangan.
Sebelum melakukan proses Entry Data, terlebih dahulu dilakukan proses:
1. Editing yaitu data-data yang sudah terkumpul dilakukan pengeditan
sehingga apabila data tersebut belum lengkap dapat segara dilakukan
pelengkapan data di lapangan.
2. Cleaning yaitu data yang sudah terkumpul dilakukan pembersihan data
untuk menghindari banyaknya data-data yang sekiranya tidak diperlukan
(data sampah).
3. Coding yaitu data yang sudah dibersihkan kemudian diberikan koding
untuk memudahkan pengentri data dalam memasukkan data ke komputer.
24
4) Scoring yaitu pemberian skor pada item-item pertanyaan yang sekiranya
memerlukan penskoran.
5) Entry Data yaitu memasukkan data-data yang sudah terkumpul dan siap
untuk diolah ke dalam program komputer dengan menggunakan program
komputer. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif maupun analitik.
3.8 Analisis Data
3.8.1. Analisis Univariat
Menganalisis variabel-variabel karakteristik individu yang ada secara
deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk
mengetahui karakteristik dari subyek penelitian.
3.8.2. Analisis Bivariat
Analisis yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel
independen dan dependen mengunakan chi-square tingkat kemaknaan 95 %
(α=0,05), dengan rumus sebagai berikut:
X² =∑
Dimana : X² : Nilai chi-square
∑ : Jumlah
fo : Frekuensi harapan
fe : Frekuensi pengamatan
(fo-fe)²
fe
25
Menurut Sastroasmoro dan Ismal, (2011). Yang dimaksud dengan resiko relatif
pada Cross Sectonal adalah perbandingan antara prevalens penyakit (efek) pada
kelompok dengan resiko, dengan prevalens efek pada kelompok tanpa resiko. Rasio
prevalens dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
RP = a/(a+b) : c/(c+d)
a/(a+b) = Proporsi (prevalens) Subyek yang mempunyai faktor risiko yang
mengalami efek
c/(c+d) = Proporsi (prevalens) subjek tanpa foktor risiko yang mengalami efek
Interpretasi hasil rasio prevalens sebagai berikut:
a. Bila rasio prevalens (RP) = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor resiko
dalam terjadinya efek atau dikatakan bersifat netral.
b. Bila rasio prevalens (RP) >1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup 1,
berarti variabel tersebut merupakan faktor risiko.
c. Bila rasio prevalens (RP) <1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup 1,
berarti variabel tersebut merupakan faktor protektif.
d. Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1, maka berarti
pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut masih mungkin nilai
prevalensnya = 1, ini berarti bahwa dari data yang ada belum dapat disimpulkan
bahwa faktor yang dikaji benar-benar merupakan faktor risiko atau faktor protetif.
26
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Keadaan Geografis Lokasi Penelitian
Wilayah Kecamatan Woyla Barat terdiri dari desa Alue Keumuning, Ie
Sayang, Karak, Mon Pasong, Pasi Jeut, Pasi Mali, Pasi Panah, Simpang Keumaron,
Ule Pulo, Alue Leuhop, Alue Permen, Blang Cot Mameh, Blang Cot Rubek, Blang
Luah LM, Cot Lagan LM, Cot Rambong, Kulam Kaju, Lhok Malee, Lubuk Pasi Ara,
Lueng Baro, Napai, Pasi Malee, Peuleukueng, Ulei Pasi Ara dengan jumlah
penduduk adapun batas wilayah Kecamatan woyla Barat adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Kecamatan Woyla Timur
b. Sebelah Timur : Kecamatan Woyla
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Arongan Lambalek
d. Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Jaya
Secara administrasi pemerintahan luas wilayah Kecamatan Woyla Barat
123,00 Km². Jarak Kecamatan Woyla Barat dengan ibu Kota Kabupaten Aceh Barat
52 Km
4.1.2. Keadaan Demografis
Penduduk di Kecamatan Woyla Barat sangat bervariasi dalam hal umur,
pekerjaan dan pendidikan. Jumlah penduduk adalah 7.928 jiwa dengan perbandingan
26
27
jumlah penduduk laki-laki 4.034 jiwa jumlah penduduk perempuan adalah 3.928 jiwa
yang tersebar dari 24 gampong. (Profil Puskesmas, 2015).
4.1.3. Gambaran Umum Responden
Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang yang memiliki balita di
wilayah Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat berjumlah 110 Ibu.
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1 Hasil Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat masing-masing variabel yang di teliti
dalam bentuk distribusi frekuensi dari setiap variabel penelitian. Analisis univariat di
maksudkan untuk mengetahui karakteristik dari responden yang meliputi:
4.2.1.1 Pendidikan
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu diKecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016
No Pendidikan f %123
RendahMenengahTinggi
46662
28,260,01,8
Jumlah 110 100
Berdarkan tabel 4.1 Pendidikan responden di Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh Barat yang pendidikan rendah 46 responden (28,2%), pendidikan
menegah 66 responden (60,0%) dan pendidikan tinggi 2 responden (1,8%).
28
4.2.1.2 Umur
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu diKecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016
No Umur f %
12
TuaMuda
4268
38.261.8
Jumlah 110 100
Berdarkan tabel 4.2 umur responden di Kecamatan Woyla Barat Kabupaten
Aceh Barat tua 42 responden (38,2%), dan muda 68 responden (61,8%).
4.2.1.3 Sikap
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Ibu diKecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016
No Sikap f %
12
KurangBaik
4763
42,757,3
Jumlah 110 100
Berdarkan tabel 4.3 sikap responden di Kecamatan Woyla Barat Kabupaten
Aceh Barat yang mempunyai sikap kurang 47 responden (42,7%) dan yang
mempunyai sikap baik 63 responden (57,3%).
29
4.2.1.4 Pengetahuan
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan ibu diKecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016
No Pengetahuan f %
12
Tidak BaikBaik
5357
48,251,8
Jumlah 110 100
Berdarkan tabel 4.4 Pengetahuan responden di Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh Barat yang mempunyai pengetahuan tidak baik 53 responden
(48,2%) dan yang mempunyai pengetahuan baik 57 responden (51,8%).
4.2.1.5 Tindakan
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Ibu diKecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016
No Tindakan f %
12
NegatifPositif
4268
38,261,8
Jumlah 110 100
Berdarkan tabel 4.5 tindakan responden di Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh Barat yang mempunyai tindakan negatif 42 responden (38,2%) dan
yang mempunyai tindakan positif 68 responden (61,8%).
30
4.2.1.6 Personal Hygiene
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Personal Hygiene ibudi Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016
No Sikap f %
12
Tidak BersihBersih
4169
37,362,7
Jumlah 110 100
Berdarkan tabel 4.6 Personal Hygiene responden di Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh Barat tidak bersih 41 responden (37,3%) dan bersih 69 responden
(62,7%).
4.2.2 Analisa Bivariat
4.2.2.1 Pengaruh Pendidikan dengan Personal Hygiene
Tabel 4.7 Pengaruh Pendidikan dengan Personal Hygiene pada Balita diKecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016
Pendidikan Personal Hygiene Jumlah
p RP (95%CI)TidakBersih
Bersih
n % n % n %Rendah 23 4,8 19 45,2 42 100 0.001 -Menegah 16 24,2 50 75,8 66 100Tinggi 2 100 0 0,0 2 100
Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukan bahwa dari 42 responden yang
memiliki pendidikan rendah 23 responden (54,8%) tidak bersih personal Hygiene
dan yang bersih personal Hygiene 19 responden (45,2%). Sedangkan dari 66
responden yang memiliki pendidikan menengah yang tidak bersih personal Hygiene
31
16 responden (24,2%) dan bersih personal Hygiene 50 responden (75,8%).
Pendidikan tinggi yang memiliki personal Hygiene tidak bersih 2 responden (100%).
Hasil perhitungan Chi Square pada derajat kepercayaan 95% ( α = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,001 < α 0,05 artinya ada pengaruh antara
pendidikan dengan personal Hygiene.
4.2.2.2 Pengaruh umur dengan Personal Hygiene
Tabel 4.8 Pengaruh umur dengan Personal Hygiene pada Balita diKecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016
Umur Personal Hygiene Jumlah
p RP (95%CI)TidakBersih
Bersih
n % n % n %Tua 22 52,4 20 47,6 42 100 0.018 1.875
(1.162-3.025)Muda 19 27,9 49 72,1 68 100
Berdasarkan tabel 4.8 di atas menunjukan bahwa dari 42 responden yang
memiliki umur tua 22 responden (52,4%) tidak bersih dan yang bersih 20 responden
(47,6%). Sedangkan dari 68 responden yang umur muda yang tidak bersih 19
responden (27,9%) bersih 49 responden (72,1%).
Hasil perhitungan Chi Square pada derajat kepercayaan 95% ( α = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,018 < α 0,05 artinya ada pengaruh antara
umur dengan personal Hygiene dengan RP 1.875 (1.162-3.025) ini menunjukan
umur muda lebih bersih dari pada umur tua.
32
4.2.2.3 Pengaruh sikap dengan Personal Hygiene
Tabel 4.9 Pengaruh sikap dengan Personal Hygiene pada Balita di KecamatanWoyla Barat Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016
Sikap Personal Hygiene Jumlah
P RP (95%CI)TidakBersih
Bersih
n % n % n %Kurang 24 51,1 23 48,9 47 100
0.0171.892
(1.156-3.099)Baik 17 27,0 46 73,0 63 100
Berdasarkan tabel 4.9 di atas menunjukan bahwa dari 47 responden yang
memiliki sikap kurang 24 responden (51,1%) tidak bersih dan yang bersih 23
responden (48,9%). Sedangkan dari 63 responden yang memiliki sikap baik yang
tidak bersih 17 responden (27,0%) bersih 46 responden (73,0%).
Hasil perhitungan Chi Square pada derajat kepercayaan 95% (α = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,01 < α 0,017 artinya ada pengaruh antara
sikap dengan personal Hygiene dengan RP 1.892 (1.156-3.099) ini menunjukan
sikap yang baik lebih bersih dari pada sikap kurang.
33
4.2.2.4 Pengaruh Pengetahuan dengan Personal Hygiene
Tabel 4.10 Pengaruh Pengetahuan dengan Personal Hygiene pada Balita diKecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016
Pengetahuan Personal Hygiene Jumlah
p RP (95%CI)TidakBersih
Bersih
n % n % n %Tidak baik 24 45,3 29 54,7 53 100
0.1391.518
0.924-2.494Baik 17 29,8 40 70,2 57 100
Berdasarkan tabel 4.10 di atas menunjukan bahwa dari 53 responden yang
memiliki pengetahuan tidak baik 24 responden (45,3%) tidak bersih dan yang bersih
29 responden (54,7%). Sedangkan dari 57 responden yang pengeathuan baik yang
tidak bersih 17 responden (29,8%) dan bersih 40 responden (70,2%).
Hasil perhitungan Chi Square pada derajat kepercayaan 95% ( α = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,139 > α 0,05 artinya tidak ada pengaruh
antara penegatahuan dengan personal hygiene dengan RP 1.518 (0.924-2.494) ini
menunjukan pengetahuan baik lebih bersih dari pada pengeatuan tidak baik.
34
4.2.2.5 Pengaruh Tindakan dengan Personal Hygiene
Tabel 4.11 Pengaruh tindakan dengan Personal Hygiene pada Balita diKecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016
Tindakan Personal Hygiene Jumlah
P RP (95%CI)TidakBersih
Bersih
n % n % n %Negatif 23 54,8 19 45,2 42 100
0.0052.069
(1.277-3.351)Positif 18 26,5 50 73,5 68 100
Berdasarkan tabel 4.11 di atas menunjukan bahwa dari 42 responden yang
memiliki tindakan negatif 23 responden (54,8%) tidak bersih dan yang bersih 19
responden (45,2%). Sedangkan dari 68 responden yang memiliki tindakan positif
yang tidak bersih 18 responden (26,5%) bersih 50 responden (73,5%).
Hasil perhitungan Chi Square pada derajat kepercayaan 95% ( α = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,005 < α 0,05 artinya ada pengaruh antara
tindakan dengan personal Hygiene dengan RP 2.069 (1.277-3.351) ini menunjukan
tindakan positif lebih bersih dari pada tindakan negatif.
4.3. Pembahasan
4.3.1. Pengaruh Pendidikan dengan Personal Hygiene
Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukan bahwa dari 42 responden yang
memiliki pendidikan rendah 23 responden (54,8%) tidak bersih personal Hygiene
dan yang bersih personal Hygiene 19 responden (45,2%). Sedangkan dari 66
responden yang memiliki pendidikan menengah yang tidak bersih personal Hygiene
35
16 responden (24,2%) dan bersih personal Hygiene 50 responden (75,8%).
Pendidikan tinggi yang memiliki personal Hygiene tidak bersih 2 responden (100%).
Hasil perhitungan Chi Square pada derajat kepercayaan 95% ( α = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,001 < α 0,05 artinya ada pengaruh antara
pendidikan dengan personal Hygiene. Penelitian ini sesuai dengan hasil Survay
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) (2007), berdasarkan hasil survay di dapat
bahwa ada hubungan negatif antara pendidikan ibu dengan personal hygiene. Tepai
berdeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Giyantini, (2010) bahwa ibu yang
berpendidikan dasar akan berisiko personal hygiene tidak bersih pada balitanya 3,42
kali di bandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi.
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar, oleh karena itu pada prinsipnya
pendidikan sangatlah penting. Pendidikan tersebut bisa diperoleh dari pendidikan
formal (pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi) maupun
pendidikan informal (kursus, pelatihan dan diklat). Pendidikan dasar sembilan tahun
pendidikan paling rendah adalah bila tamat sekolah menegah pertama (SMP) atau
sederajat, serta pendidikan tinggi yaitu apabila seseorang menamatkan pendidikan
sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat (Fatah, 2010).
Jenjang pendidikan memgang peranan cukup penting dalam kesehatan
masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit menerima
pentinganya personal hygiene untuk mencegah terjadinya penyakit menular. Dengan
sulit menerima penyuluhan menyebabkan mereka tidk peduli terhadap upaya
pencehagan penyakit menular (Sander, 2005).
36
4.3.2. Pengaruh Umur dengan Personal Hygiene
Berdasarkan tabel 4.8 di atas menunjukan bahwa dari 42 responden yang
memiliki umur tua 22 responden (52,4%) tidak bersih dan yang bersih 20 responden
(47,6%). Sedangkan dari 68 responden yang umur muda yang tidak bersih 19
responden (27,9%) bersih 49 responden (72,1%).
Hasil perhitungan Chi Square pada derajat kepercayaan 95% ( α = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,01 < α 0,05 artinya ada pengaruh antara umur
dengan personal Hygiene dengan RP 1.875 (1.162-3.025) ini menunjukan umur
muda lebih bersih dari pada umur tua. Dalam model system kesehatan (Health System
Models) oleh Anderson (1974, dalam Notoatmodjo 2007) menyebutkan bahwa umur
termasuk dalam faktor sosial demografis yang mempengaruhi seseorang untuk
mencari pengobatan dan menggunakan pelayanan kesehatan. Menurut Hall dan
Donan (1990) mengatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan pemilihan
pelayanan kesehatan. Semakin dewasa maka semakin mengerti akan pemilihan
pemanfaatan pelayanan kesehatan karena berhubungan dengan pola pikir.
Menurut Depkes RI (2009) Umur atau usia adalah satuan waktu yang
mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun
yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir
hingga waktu umur itu dihitung. Oleh yang demikian, umur itu diukur dari tarikh
ianya lahir sehingga tarikh semasa (masa kini). Manakala usia pula diukur dari tarikh
kejadian itu bermula sehinggalah tarikh semasa(masa kini). Usia kronologis adalah
perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu
37
penghitungan usia. Misalkan seorang anak secara kronologis berusia empat tahun
akan tetapi masih merangkak dan belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan
menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun, maka
dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun.Usia biologis Usia
biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang dimiliki oleh
seseorang sebagai berikut Masa balita 0 - 5 tahun, Masa kanak-kanak 5 - 11 tahun,
Masa remaja Awal 12 - 1 6 tahun, Masa remaja Akhir 17 - 25 tahun, Masa dewasa
Awal 26- 35 tahun, Masa dewasa Akhir 36- 45 tahun, Masa Lansia Awal 46- 55
tahun, Masa Lansia Akhir 56 - 65 tahun, Masa Manula 65 sampai atas.
4.3.3. Pengaruh Sikap dengan Personal Hygiene
Berdasarkan tabel 4.9 di atas menunjukan bahwa dari 47 responden yang
memiliki sikap kurang 24 responden (51,1%) tidak bersih dan yang bersih 23
responden (48,9%). Sedangkan dari 63 responden yang memiliki sikap baik yang
tidak bersih 17 responden (27,0%) bersih 46 responden (73,0%).
Hasil perhitungan Chi Square pada derajat kepercayaan 95% (α = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,01 < α 0,05 artinya ada pengaruh antara sikap
dengan personal Hygiene dengan RP 1.892 (1.156-3.099) ini menunjukan sikap
yang baik lebih bersih dari pada sikap kurang.
Penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian Dedeh, (2010) bahwa sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Berdasarkan hasil penelitian pada 8 menunjukkan bahwa dari 67
ibu yang menjadi responden didapatkan hasil yaitu sebanyak 37 Ibu (55,2%)
38
memiliki sikap positif terhadap personal hygiene dan sebanyak 30 ibu (44,8%)
memiliki sikap negatif terhadap personal hygiene .Sikap ibu yang positif tercermin
dari sikap terhadap epidemiologi (penyebaran kuman yang menyebabkan penyakit).
Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar ibu sudah mengenal,memiliki
keyakinan, pemikiran dan emosi terhadap penyebaran kuman yang menyebabkan
penyakit. Komponen-komponen sikap tersebut secara bersama-sama membentuk
sikap yang utuh.
Hasil penelitian ini juga didukung pula oleh pendapat Notoatmodjo (2007), yang
mengungkapkan bahwa dalam penentuan sikap yang utuh, pikiran, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting. Dengan kata lain, setelah ibu mengetahui tentang
personal hygiene ,mayoritas ibu memiliki pemikiran dan berusaha supaya anaknya
tidak terkena penyakit. Sikap ibu yang negatif tercermin dari sikap terhadap
penanganan penyakit di rumah. Hal ini kemungkinan disebabkan kerena pengaruh
lingkungan sekitar ibu yang masih beranggapan bahwa penyakit merupakan penyakit
yang biasa dan tidak terlalu berbahaya bagi kesehatan anaknya. Hasil ini sesuai
dengan pendapat Azwar (2005) bahwa sikap adalah teraturan tertentu dalam hal
perasaan, pemikiran, predisposisi tindakan seseorang terhadapsuatu aspek di
lingkungan sekitarnya.
4.3.4. Pengaruh Pengetahuan dengan Personal Hygiene
Berdasarkan tabel 4.10 di atas menunjukan bahwa dari 53 responden yang
memiliki pengetahuan tidak baik 24 responden (45,3%) tidak bersih dan yang bersih
39
29 responden (54,7%). Sedangkan dari 57 responden yang pengeathuan baik yang
tidak bersih 17 responden (29,8%) dan bersih 40 responden (70,2%).
Hasil perhitungan Chi Square pada derajat kepercayaan 95% ( α = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,09 > α 0,05 artinya tidak ada pengaruh antara
penegatahuan dengan personal hygiene dengan RP 1.518 (0.924-2.494) ini
menunjukan pengetahuan baik lebih bersih dari pada pengeatuan tidak baik
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Qomariyah,
SN (2012) bahwa tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan ibu
dengan personal hygiene. Bahwa ibu yang berpengetahuan rendah tidak memiliki
hubungan bermakna dengan timbulnya penyakit pada balita di bandingkan dengan
ibu balita yang memiliki pengetahuan yang tinggi.
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia melalui indera yang dimilikinya
baik mata, hidung, telinga, dan sebaginya ( Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan ibu
terhadap pengaulangan penyakit sangatlah penting, karena dapat menentukan
kesembuhan anak. Pengetahuan kesehatan untuk ibu harus diarahkan pada
pengetahuan tentang perjalanan penyakit, tanda-tanda penyakit tertentu dan hal
tersebut harus diprioritasskan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian.
Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini tidak ada pengaruh antara
pengetahuan ibu dengan personal hygiene hal ini menunjukkan bahwa peranan
petugas kesehatan di lapangan sangatlah penting dalam hal peningkatan pengetahuan
masyarakat terutama ibu balita mengenai penyakit pada balita dan tidak kalah penting
juga tentang peningkatan pengetahuan petugas tentang tata laksana penyakit menular
40
yang benar di puskemas, karena pengetahuan yang dimiliki oleh petugas akan
berpengaruh terhadap pengetahuan yang akan diterima oleh masyarakat di lapangan
pada saat petugas menyampaikan materi tentang penyakit menular pada masyarakat.
4.3.5. Pengaruh Tindakan dengan Personal Hygiene
Berdasarkan tabel 4.11 di atas menunjukan bahwa dari 42 responden yang
memiliki tindakan negatif 23 responden (54,8%) tidak bersih dan yang bersih 19
responden (45,2%). Sedangkan dari 68 responden yang memiliki tindakan positif
yang tidak bersih 18 responden (26,5%) bersih 50 responden (73,5%).
Hasil perhitungan Chi Square pada derajat kepercayaan 95% ( α = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,003 < α 0,05 artinya ada pengaruh antara
tindakan dengan personal Hygiene dengan RP 2.069 (1.277-3.351) ini menunjukan
tindakan positif lebih bersih dari pada tindakan negatif.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dedeh,(2010),
yang menerangkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tindakan terhadap
personal hygiene penelitian tersebut didapati bahwa proporsi personal hygiene yang
baik dan tidak menderita penyakit (87,5%), lebih besar dibanding yang menderita
penyakit (27,3%). Dengan hasil uji chi-square diperoleh p = 0,000 (< 0,05).
Setelah seseorang mengetahui sitimulus atau objek kesehatan kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
dihapkan ia akan melaksanakan atau memperaktekkan apa yang diketahui atau di
sikapinya. Indikator tindakan kesehatan mencakup : a).Tindakan sehubungan dengan
penyakit yaitu pencegahan penyakit, mengimunisasi anak, melakukan pengurasan bak
41
mandi seminggu sekali, mengunakan masker waktu bekerja di tempat yang berdebu,
penyembuhuan penyakit seperti minum obat sesuai dengan petunjuk dokter, berobat
kefasilitas pelayanan kesehatan yang tepat. b). Tindakan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan mencakup antara lain mengkonsumsi makanan dengan gizi
seimbang, malakukan olahraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman
keras dan narkoba.
Tindakan kesehatan lingkungan mencakup antara lain membung air besar di
jamban (WC), membuang sampah di tempat sampah, mengunakan air bersih untuk
mandi, cuci, masak. (Notoadmodjo, 2007).
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Ada pengaruh antara pendidikan ibu dengan personal Hygiene pada anak
balita
2. Ada pengaruh antara umur ibu dengan personal Hygiene pada anak balita.
3. Ada pengaruh antara sikap ibu dengan personal Hygiene pada anak balita.
4. Tidak ada pengaruh antara penegatahuan ibu dengan personal hygiene pada
anak balita
5. ada pengaruh antara tindakan ibu dengan personal Hygiene pada anak balita.
5.2. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan hasil penelitian dapat diberikan saransaran
sebagai berikut.
1.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat
43
1. Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat agar masyarakat lebih
memperhatikan personal hygiene pada baliata
2. Menyelenggarakan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan petugas
kesehatan dan ketrampilan kader khususnya dalam penanggulangan penyakit
menular
5.2.2 Bagi Masyarakat atau Ibu balita
Masyarakat atau ibu balita secara rutin meperhatikan personal hygiene pada
anak balita sehingga terhidar dari berbagai penyakit terutama penyakit menular yang
bisa menyebabkan kematian pada balita.
44
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2005. Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya. Ed. II Cet. XVIII.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Beaglehola, R., dkk., 2003. Dasar-dasar Epidemiologi. Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta
Boediarso, A., 2008. Sindroma Klinik Penyakit Diare. Bagian Ilmu Kesehatan
Bourne, P.G, 2010. Water and Sanitation. Academic Press. London.
Budiarto, E., 2014. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.EGC, Jakarta
Depkes RI, 2010. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, Jakarta
Denkes Aceh, 2015, Profil Kesehatan Aceh tahun 2014. Banda Aceh
Dinkes Aceh Barat.2015. Profil Kesehatan Aceh Barat Tahun 2014. Meulaboh
Department of Health Australian Government. 2010. 7 Personal Hygiene.http://www.health.gov.au/internet/publications/publishing.nsf/Content/ohp- enhealth-manual-atsi-cnt-l~ohp-enhealth-manual-atsi-cnt-l-ch3~ohp- enhealth-manual-atsi-cnt-l-ch3.7.
Notoadmojo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Newman,2006.PatientEducation;PersonalHygienehttp://www.newmanrh.org/Portals/490/Skins/IH-RH/files/PatientEducationSheets /Personal_Hygiene.pdf
Nadesul, H. 2008. Cara Sehat Cantik-Feminin-Cerdas Menjadi Perempuan. Jakarta:Kompas Media Nusantara.
44
45
UNICEF. A study on street children in Zimbabwe[homepage on the internet].c2002[cited 2015 Oktober 19]. Availablefrom:http://www.unicef.org/evaldatabase/files/ZIM_01-805.pdf
Qomariyah, SN, Umah, K, Fitriana, I. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikaptentang Kebersihan Genitalia dengan Kejadian Fluor Albus(Keputihan) pada Remaja Putri. JNC, 3(6): 30-40
YUVA. 2010. Personal Hygiene – The First Step to Good Health!. India: YUVASchoolLiveSkillPrograms(LSP).http://edudel.nic.in/new_circulars/4578_4581_dt_101008/the_first_step_to_g ood_health_dt_101008.pdf.
Recommended