View
59
Download
15
Category
Preview:
Citation preview
PENANGANAN KONSERVATIF FRAKTUR
KOMPRESI VERTEBRA
4 Maret 2009 bedahumum 4 komentar
FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA
Trauma vertebra yang mengenai medula spinalis dapat menyebabkan defisit
neorologis berupa kelumpuhan
Anatomi Vertebra
Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal 5,
sacral 5 dan coccygeus 4). Setiap vertebra terdiri dari:
Corpus / body
Pedikel
Pro sessus artikularis superior dan inferior
Prosessus transversus
Prosessus spinosus
Diantara vertebra ditemui discus intervertebralis (Jaringan fibrokartillagenous),
yang berfungsi sebagai shock absorber. Dikus ini terdiri dan bagian:
Luar: jaringan fibrokartillago yang disebut anulus flbrosus.
Dalam: cair yang disebut nukleus pulposus.
Pada setiap vertebra ada 4 jaringan ikat sekitarnya:
Lig longitudinale anterior (membatasi gerakan ektensi).
Lig longitudinale posterior (membatasi gerakan fleksi).
Lig kapsulare, antara proc sup dan interior.
Lig intertransversale.
Lig flava (yellow hg) diantara 2 laminae.
Lig supra dan interspinosus.
Medula Spinalis
Terletak didalam kanalis vertebralis yang diliputi dan luar oleh duramater, subdural
space, arachnoid, subarachnoid dan piamater. Medula spmalis mengeluarkan
cabang n spinalis secara segmental dan dorsal (posterior root) dan ventral
(anterior root).
Pada cervical keluar 8 cabang walaupun hanya ada 7 vertebra cervikalis. Medula
spmalis berakhir sebagai cauda equine pada Th 12 – L1 dan kemudian berobah
jadi pilum terminate.
Pembagian Trauma Vertebra
1. BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:
Grade I = Simple Compression Fraktur
Grade II = Unilateral Fraktur Dislocation
Grade III = Bilateral Fraktur Dislocation
Grade IV = Rotational Fraktur Dislocation
2. BEDBROCK membagi atas: T
Trauma pada vertebra seperti compression, extension dan flexion rotation
injury
Trauma medula spinalis seperti : comotio, con-tusio, stretching, gangguan
vaskuler, trombus dan hematoma
3. E. SHANNON STAUPER membagi:
Extension injury
simple flexion injury dan
flexion compression fraktur dislocation.
4. HOLDS WORTH membagi alas taruma:
Fleksi, rotasi fleksi, rotasi, ektensi, kompressi vertikal (direct shearing force)
5. Pembagian Umum:
a. Fraktur Stabil
Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)
Burst fraktur
Extension
b. Fraktur tak stabil
Dislokasi
Fraktur dislokasi
Shearing fraktur
Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang
belakang tegak. Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2
dapat mengakibatkan fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering kena
adalah daerah yang mobil yaitu VC4.6 dan Th12-Lt-2.
Perawatan
Jika faktur stabil (kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan
sembuh.. Yang menjadi masalah bila disertai dengan kelainan neorologis.
I. Fase Akut (0-6 minggu)
1. Live saving dan kontrol vital sign
2. Perawatan trauma penyerta
Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.
Perawatan trauma lainnya.
3. Fraktur/Lesi pada vertebra
a. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)
Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus,
terutama simple kompressi.
b. Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif.
Kalau dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
laminektomi
fiksasi interna dengan kawat atau plate
anterior fusion atau post spinal fusion
c. Perawatan status urologi
Pada status urologis dinilai ripe kerusakan sarafnya apakah supra nuldear
(reflek bladder) dan infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran.
Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan
bladder training dengan cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam
sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan
cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor dapat kembali.
Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:
Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)
Manuver crede
Ransangan sensorik dan bagian dalam paha
Gravitasi/ mengubah posisi
d. Perawatan dekubitus
Dalam perawatan komplikasi ini sening ditemui yang terjadi karena
berkurangnya vaskularisasi didaerah tersebut.
II. Fase Sub Akut (6-12 minggu)
Fraktur perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena berkurangnya
vaskularisasi didaerah tersebut.
III. Fase berdikari (3-6 bulan)
Yang banyak berperan disini adalah pekerja sosial seperti:
1. mempersiapkan rumah beserta isinya pada penderita. 2. Mengadakan alat-alat pembantu
3. Mempersiapkan pekerjaan tangannya. Siapapun yang mengelola penderita ini harus dapat:
Mengembalikan spinal augment Stabilitas dan tulang belakang
Mengusahakan agar penderita mencapai kehidupan normal Mencegah komplikasi.
Fisioterapi
I. Stadium Akut
1. Breathing exercise yang adequate
2. Mencegah kontraktur
3. Melatih otot yang lemah
II. Stadium Sub Akut
Penderita boleh duduk pada kursi roda
III. Berdikari
IV. Follow up
V. Occupational therapy
PENATALAKSANAAN TRAUMA VERTEBRA CERVICAL
Spine Instability
Pada dasarnya tulang belakang mempunyai 3 tulang (kolona vertikal) yaitu 1 (satu)
kolona anterior yang terdiri korpus dan diskus dari atas sampai kebawah. Dua
kolona posterior (kanan & kiri) yang terdiri dari rangkaian sendi (facet joint) dan
atas kebawah. Tulang belakang yang demikian dapat diumpamakan sebagai suatu
gedung bertingkat dengan 3 tiang utama (1 di depan 2 di belakang) dengan
masing-masing diberi koefisien 1. Sedangkan lantainya terdiri dan pedikel kiri dan
kanan, lamina proc. spinosus, dan proc. transversum dengan nilai koefisien antara
0,25 dan 0,5 Jadi bila koefisien instability 2 dalam arti kolona vertikal putus >2,
maka dikatakan tulang belakang tidak stabil.
Diagnosis dan Management
Semua yang dicurigai fraktur vertebrate cervical harus dirawat sebagai cervical
spinal injury sampai terbukti tidak ada.
1. Penanganan Cedera Akut Tanpa Gangguan Neorologis
Penderita dengan diagnose cervical sprain derajat I dan II yang sening karena
“wishplash Injury” yang dengan foto AP tidak tampak kelainan sebaiknya
dilakukan pemasangan culiur brace untuk 6 minggu. Selanjutnya sesudah 3-6
minggu post trauma dibuat foto untuk melihat adanya chronik instability
Kriteria radiologis untuk melihat adanya instability adalah:
Dislokasi feset >50%
Loss of paralelisine dan feset.
Vertebral body angle > 11 derajat path fleksi.
ADI (atlanto dental interval) melebar 3,5-5 mm (dewasa- anak)
Pelebaran body mas CI terhadap corpus cervical II (axis) > 7 mm pada
foto AP
Pada dasarya bila terdapat dislokasi sebaiknya dikerjakan emergensi closed
reduction dengan atau tanpa anestesi. Sebaiknya tanpa anestesi karena masih
ada kontrol dan otot leher. Harus diingat bahwa reposisi pada cervical adalah
mengembalikan koposisi anatomis secepat mungkin untuk mencegah
kerusakan spinal cord.
2. Penanganan Ceders Servikal dengan Gangguan Neorologis
Patah tulang belakang dengan gangguan neorologis komplit, tindakan
pembedahan terutama ditujukan untuk memudahkan perawatan dengan tujuan
supaya dapat segera diimobilisasikan. Pembedahan dikerjakan jika keadaan
umum penderita sudah baik lebih kurang 24-48 jam. Tindakan pembedahan
setelah 6-8 jam akan memperjelek defisit neorologis karena dalam 24 jam
pertama pengaruh hemodinamik pada spinal masih sangat tidak stabil.
Prognosa pasca bedah tergantung komplit atau tidaknya transeksi medula
spinalis.
REKONSTRUKSI DAN REHABILITASI CACAT TULANG BELAKANG
Cacat vertebra dapat disebabkan oleh penyakit dengan variasi yang sangat luas
mulai dan penyakit kongenital sampai idiopatic. Sering kelainan vertebra disertai
dengan adanya neorologi defisit. Deformitas tulang belakang ini bervariasi pula
yang mulai dan tanpa gejala sampai ada gejala yang sangat berat berupa
kelumpuhan.
Hubungan sumsum tulang belakang dengan vertebra adalah:
1. Kelainan neorologis dapat menimbulkan deformitas belakang misalnya:
scollosis paralitik.
2. Deformitas tulang belakang dapat menimbulkan kelainan neorologis,
misalnya: spinal stenosis, diastematomella, kyphoscollosis yar berat.
3. Beberapa penyakit dapat menimbulkan keduanya, yaitu deformitas tulang
belakang dengan kelainan syarafmisalnya: Pott paraplegia, Metastase
tumor dengan kompresi fraktur
4. Koreksi deformitas tulang belakang dapat menimbulkan komplikasi saraf
misalnya instrumentalia harington.
Sifat Deformitas
Scoliosis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.
Kyposis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.
Gibbus: kyposis yang pendek dengan sudut yang tajam.
Kelainan setempat yang bervaniasi
Pada koreksi cacat tulang belakang muncul 3 problem:
1. Penyebab deformitas (infeksi, neoplasms, metabolik, dll)
2. Deformitas sediri
3. Akibat deformitas itu sendiri pada organ sekitamya:
Defisit neorologis : paraflegia dan tetraplegia.
Ganguan fungsi paru-paru pada skollosis
Gangguan tr. Urinarius.
Karena itu terapi diarahkan pada:
1. pengobatan terhadap penyabab deformitas.
2. koreksi dan rekonstruksi deformitas (fiksasi yang kuat)
3. rehabilitasi.
Tujuan koreksi:
Meningkatkan, memperbaiki atau mengembalikan anatominya semaksimal
mungkin dalam batas toleransi jaringan lunak disekitar tulang belakang, terutama
medula spinalis. Koreksi kadang-kadang tidak perlu harus sampai 100%.
Kontra indikasi Operasi
Keadaan umum penderita jelek
Diagnosis Banding
Fraktur patologis
Pemeriksaan Penunjang
Radilogis, laboratorium
FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA
Introduksi
a. Definisi
Fraktur kompresi yang terjadi pada tulang vertebra
b. Ruang lingkup
Penanganan konservatif fraktur kompresi vertebra
c. Indikasi Operasi
Tergantung jenis kelainan
d. Kontra indikasi Operasi
Keadaan umum penderita jelek
e. Diagnosis Banding
Fraktur patologis
f. Pemeriksaan Penunjang
Radiologis, laboratorium
Introduksi
Trauma vertebra yang mengenai medula spinalis dapat menyebabkan defisit neorologis berupa
kelumpuhan.
Anatomi Vertebra
Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal 5, sacral 5 dan
coccygeus 4). Setiap vertebra terdiri dari:
Corpus/body
Pedikel
Prosessus artikularis superior dan inferior
Prosessus transversus
Prosessus spinosus
Diantara vertebra ditemui diskus intervertebralis (Jaringan fibrokartillagenous), yang berfungsi
sebagai shock absorber. Dikus ini terdiri dan bagian:
Luar: jaringan fibrokartillago yang disebut anulus fibrosus.
Dalam: cair yang disebut nukleus pulposus.
Pada setiap vertebra ada 4 jaringan ikat sekitarnya:
Lig longitudinale anterior (membatasi gerakan ektensi).
Lig longitudinale posterior (membatasi gerakan fleksi).
Lig kapsulare, antara proc sup dan inferior.
Lig intertransversale.
Lig flava (yellow hg) diantara 2 laminae.
Lig supra dan interspinosus.
Medula Spinalis
Terletak didalam kanalis vertebralis yang diliputi dari luar oleh duramater, subdural
space, arachnoid, subarachnoid dan piamater. Medula spinalis mengeluarkan cabang n.
spinalis secara segmental dan dorsal (posterior root) dan ventral (anterior root).
Pada cervical keluar 8 cabang walaupun hanya ada 7 vertebra cervikalis. Medula spinalis
berakhir sebagai cauda equina pada Th 12-L1 dan kemudian berubah jadi pilum
terminate.
Pembagian Trauma Vertebra
1. BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:
Grade I = Simple Compression Fraktur
Grade II = Unilateral Fraktur Dislocation
Grade III = Bilateral Fraktur Dislocation
Grade IV = Rotational Fraktur Dislocation
2. BEDBROCK membagi atas:
Trauma pada vertebra seperti compression, extension, dan flexion rotation injury
Trauma medula spinalis seperti: comotio, contusio, stretching, gangguan vaskuler,
trombus, dan hematoma
3. E. SHANNON STAUPER membagi:
Extension injury
Simple flexion injury
Flexion compression fraktur dislocation.
4. HOLDS WORTH membagi atas trauma:
Fleksi, rotasi fleksi, rotasi, ektensi, kompressi vertikal (direct shearing force)
5. Pembagian Umum:
a. Fraktur Stabil
Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)
Burst fraktur
Extension
b. Fraktur tak stabil
Dislokasi
Fraktur dislokasi
Shearing fraktur
Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang belakang tegak.
Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2 dapat mengakibatkan fraktur
tulang belakang. Daerah yang paling sering kena adalah daerah yang mobil yaitu VC 4-6 dan
Th12-L2.
Perawatan
Jika faktur stabil (tanpa kelainan neurologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.
Yang menjadi masalah bila disertai dengan kelainan neorologis.
I. Fase Akut (0-6 minggu)
1. Live saving dan kontrol vital sign
2. Perawatan trauma penyerta
3. Penanganan fraktur tulang panjang (bila ada) — fiksasi interna atau eksterna
4. Fraktur/Lesi pada vertebra
a. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)
Tidur telentang dengan alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam untuk mencegah dekubitus,
terutama simple kompressi.
b. Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Kalau dilakukan
operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
laminektomi
fiksasi interna dengan kawat atau plate
anterior fusion atau post spinal fusion
c. Perawatan status urologi
Pada status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuklear (reflek bladder) dan
infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran.
Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan bladder training dengan cara
penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang 400
cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor dapat
kembali.
Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:
Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)
Manuver crede
Rangsangan sensorik dari bagian dalam paha
Gravitasi/mengubah posisi
d. Perawatan dekubitus
Komplikasi ini sering ditemui karena berkurangnya vaskularisasi didaerah tersebut.
II. Fase Sub Akut (6-12 minggu)
III. Fase berdikari (3-6 bulan)
Yang banyak berperan disini adalah pekerja sosial seperti:
* Mempersiapkan rumah beserta isinya pada penderita.
* Mengadakan alat-alat pembantu
* Mempersiapkan pekerjaan tangannya.
* Siapapun yang mengelola penderita ini harus dapat:
- Mengembalikan spinal augment
- Stabilitas dan tulang belakang
- Mengusahakan agar penderita mencapai kehidupan normal
- Mencegah komplikasi.
Fisioterapi
I. Stadium Akut
1. Breathing exercise yang adequate
2. Mencegah kontraktur
3. Melatih otot yang lemah
II. Stadium Sub Akut
Penderita boleh duduk pada kursi roda
III. Berdikari
IV. Follow up
V. Occupational therapy
PENATALAKSANAAN TRAUMA VERTEBRA CERVICAL
Spine Instability
Pada dasarnya tulang belakang mempunyai 3 tulang (kolumna vertikal) yaitu 1 (satu)
kolumna anterior yang terdiri korpus dan diskus dari atas sampai kebawah. Dua kolumna
posterior (kanan & kiri) yang terdiri dari rangkaian sendi (facet joint) dan atas kebawah.
Tulang belakang yang demikian dapat diumpamakan sebagai suatu gedung bertingkat
dengan 3 tiang utama (1 di depan 2 di belakang) dengan masing-masing diberi koefisien
1.
Sedangkan lantainya terdiri dan pedikel kiri dan kanan, lamina proc. spinosus, dan proc.
transversum dengan nilai koefisien antara 0,25 dan 0,5 Jadi bila koefisien instability 2
dalam arti kolona vertikal putus >2, maka dikatakan tulang belakang tidak stabil.
Diagnosis dan Management
Semua yang dicurigai fraktur vertebrate cervical harus dirawat sebagai cervical spinal injury
sampai terbukti tidak ada.
1. Penanganan Cedera Akut Tanpa Gangguan Neorologis
Penderita dengan diagnosis cervical sprain derajat I dan II yang sering karena “wishplash Injury”
yang dengan foto AP tidak tampak kelainan sebaiknya dilakukan pemasangan collar brace untuk
6 minggu. Selanjutnya sesudah 3-6 minggu post trauma dibuat foto untuk melihat adanya chronic
instability
Kriteria radiologis untuk melihat adanya instability adalah:
1. Dislokasi faset >50%
2. Loss of paralelisine dan faset.
3. Vertebral body angle > 11 derajat pada fleksi.
4. ADI (atlanto dental interval) melebar 3,5-5 mm (dewasa- anak)
5. Pelebaran body mas CI terhadap corpus cervical II (axis) > 7 mm pada foto AP
Pada dasarya bila terdapat dislokasi sebaiknya dikerjakan emergensi closed reduction dengan
atau tanpa anestesi. Sebaiknya tanpa anestesi karena masih ada kontrol dan otot leher. Harus
diingat bahwa reposisi pada cervical adalah mengembalikan koposisi anatomis secepat mungkin
untuk mencegah kerusakan spinal cord.
2. Penanganan Cedera Servikal dengan Gangguan Neurologis
Patah tulang belakang dengan gangguan neorologis komplit, tindakan pembedahan terutama
ditujukan untuk memudahkan perawatan dengan tujuan supaya dapat segera diimobilisasikan.
Pembedahan dikerjakan jika keadaan umum penderita sudah baik lebih kurang 24-48 jam.
Tindakan pembedahan setelah 6-8 jam akan memperjelek defisit neorologis karena dalam 24 jam
pertama pengaruh hemodinamik pada spinal masih sangat tidak stabil. Prognosa pasca bedah
tergantung komplit atau tidaknya transeksi medula spinalis.
REKONSTRUKSI DAN REHABILITASI CACAT TULANG BELAKANG
Cacat vertebra dapat disebabkan oleh penyakit dengan variasi yang sangat luas mulai dan
penyakit kongenital sampai idiopatic. Sering kelainan vertebra disertai dengan adanya neorologi
defisit. Deformitas tulang belakang ini bervariasi pula yang mulai dan tanpa gejala sampai ada
gejala yang sangat berat berupa kelumpuhan.
Hubungan sumsum tulang belakang dengan vertebra adalah:
1. Kelainan neurologis dapat menimbulkan deformitas belakang misalnya: scolliosis paralitik.
2. Deformitas tulang belakang dapat menimbulkan kelainan neorologis, misalnya: spinal
stenosis, diastematomella, kyphoscollosis yar berat.
3. Beberapa penyakit dapat menimbulkan keduanya, yaitu deformitas tulang belakang dengan
kelainan syaraf misalnya: Pott paraplegia, Metastase tumor dengan kompresi fraktur
4. Koreksi deformitas tulang belakang dapat menimbulkan komplikasi saraf misalnya
instrumentalia harington.
Sifat Deformitas
1. Scoliosis: pembengkokan ke posterior dan tulang belakang.
2. Kyposis: pembengkokan ke posterior dan tulang belakang.
3. Gibbus: kyposis yang pendek dengan sudut yang tajam.
1. Kelainan setempat yang bervariasi
Pada koreksi cacat tulang belakang muncul 3 problem:
1. Penyebab deformitas (infeksi, neoplasms, metabolik, dll)
2. Deformitas sediri
3. Akibat deformitas itu sendiri pada organ sekitamya:
1. Defisit neorologis : paraflegia dan tetraplegia.
2. Ganguan fungsi paru-paru pada skoliosis
3. Gangguan tr. Urinarius.
Karena itu terapi diarahkan pada:
1. pengobatan terhadap penyabab deformitas.
2. koreksi dan rekonstruksi deformitas (fiksasi yang kuat)
3. rehabilitasi.
Tujuan koreksi:
Meningkatkan, memperbaiki atau mengembalikan anatominya semaksimal mungkin dalam batas
toleransi jaringan lunak disekitar tulang belakang, terutama medula spinalis. Koreksi kadang-
kadang tidak perlu harus sampai 100%.
askep trauma spinal
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. ANATOMI FISIOLOGI
Medula spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari hemisfer serebral dan
memberikan tugas sebagai penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-
rata 45 cm dan menipis pada jari-jari (Smeltzer,S.C, 2002). Medulla spinalis berfungsi sebagai pusat
reflek spinal dan juga sebagai jaras konduksi impuls dari atau ke otak. Medula spinalis terdiri dari :
a. Substansia alba (serabut saraf bermielin)
Berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai tingkat medulla spinalis dan
otak.
b. Substansia grisea (jaringan saraf tak bermielin)
Merupakan tempat integrasi reflek-reflek spinal. Pada penampang melintang , substansia grisea tampak
menyerupai huruf H kapital. Bagian depan disebut kornu anterior atau kornu ventralis, sedangkan
bagian belakang disebut kornu posterior atau kornu dorsalis.
Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuron-neuron motorik eferen multipolar
dari radiks ventralis dan saraf spinal. Sel kornu ventralis atau lower motor neuron biasanya dinamakan
jaras akhir bersama karena setiap gerakan baik yang berasal dari korteks motorik serebral, ganglia
basalis atau yang timbul secara reflek dari reseptor sensorik , harus diterjemahkan menjadi suatu
kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut.
Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabut-serabut sensorik yang akan menuju ke
tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik.
Substansia grisea juga mengandung neuron-neuron internunsial atau neuron asosiasi, serabut aferen
dan eferen system saraf otonom , dan akhir akson-akson yang berasal dari berbagai tingkatan SSP
(Price & Wilson, 1995)
Saraf-saraf spinal
Medula spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 5
segmen koksigius. Medula spinalis mempunyai 31 pasang saraf spinal ; masing-masing segmen
mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh.
Kolumna Vertebra
Kolumna vertebral melindungi medula spinalis, memungkinkan gerakan kepala dan tungkai, dan
menstabilkan struktur tulang untuk ambulasi. Vertebra terpisah oleh potongan-potongan kecuali
servikal pertama dan kedua, sakral dan tulang belakang koksigius. Masing-masing tulang belakang
mempunyai hubungan dengan ventral tubuh dan dorsal atau lengkungan saraf, dimana semua berada
di bagian posterior tubuh. Seterusnya lengkungan saraf terbagi dua yaitu pedikel dan lamina. Badan
vertebra, arkus saraf, pedikel dan lamina semuannya berada di kanalis vertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut:
a. Vertebra Servikalis
Vertebra servikalis adalah yang paling kecil. Kecuali yang pertama dan kedua yang berbentuk istimewa,
maka ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri: badannya kecil dan persegi panjang, lebih
panjang dari samping ke samping daripada dari depan ke belakang, lengkungnya besar. Prosesus
spinosus di ujungnya memecah dua atau bifida. Vertebra cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang
mirip dengan pasak. Vertebra servikalis ke tujuh disebut prominan karena mempunyai prosessus
spinosus paling panjang.
b. Vertebra Thorakalis
Ukurannya semakin besar mulai dari atas ke bawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang
membentuk bagian belakang thorak.
c. Vertebra Lumbalis
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk
daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar ukurannya sehngga pergerakannya lebih luas ke
arah fleksi.
d. Os Sacrum
Terdiri dari 5 sakrum yang membentuk sacrum atau tulang kengkang dimana ke 5 vertebra ini
rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e. Os Coccygis
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter yang bergabung
menjadi satu.
Traktus Spinalis
Substansia alba membentuk bagian medulla spinalis yang besar dan dapat terbagi menjadi tiga
kelompok serabut-serabut disebut traktus atau jaras, yaitu:
a. Traktus posterior
Menyalurkan sensasi, persepsi terhadap sentuhan, tekanan, getaran, posisi dan gerakan pasif bagian-
bagian tubuh. Sebelum menjangkau daerah korteks serebri, serabut-serabut ini menyilang ke daerah
yang berlawanan pada medulla oblongata.
b. Traktus spinotalamus
Serabut-serabut segera menyilang ke sisi yang berlawanan dan masuk medulla spinalis dan naik. Bagian
ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke thalamus dan korteks serebri.
c. Traktus lateral (piramidal, kortikospinal)
Menyalurkan impuls motorik ke sel-sel tanduk anterior dari sisi yang berlawanan di otak. Serabut-
serabut desenden merupakan sel-sel saraf yang didapat pada daerah sebelum pusat korteks. Bagian ini
menyilang di medulla oblongata yang disebut piramida.
1. DEFINISI
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervikalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh
dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga dan seterusnya ( Arifin, 1997).
Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal
cord karena kecelakaan.
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada
daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).
Vertebra yang seringkali terkena dalam cedera medulla spinalis adalah servikal ke-5, ke-6, torakal ke-12,
dan lumbal ke-1. Vertebra ini lebih mudah terserang karena terdapat rentang mobilitas yang lebih besar
dalam kolumna vertebra dalam area tersebut (Buaghman & Hackley, 2000: 87).
2. PATOFISIOLOGI
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang , jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervikalis dan lumbalis.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum
tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa
gangguan peredaran darah, blok saraf parasimpatis, pelepasan mediator kimia, kelumpuhan otot
pernapasan, respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi
rektum, kandung kemih.Bila hemoragik terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradural, subdural atau daerah subarachnoid pada kanal spinal. Segera setelah terjadi kontusio atau
robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi terganggu. Tidak
hanya ini saja yang terjadi pada cedera pembuluh darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik
dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder
kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemoragi.
1. ETIOLOGI
Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta
kauda ekuina. Di bidang olahraga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal (Pranida,
Iwan Buchori, 2007).
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas dan
kecelakaan olahraga (Arifin, 1997)
1. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
Bila penderita sadar, pasti ada nyeri pada bagian tulang belakang yang terkena. Masalahnya adalah
bahwa cukup sering ada cedera kepala (penderita tidak sadar), atau ada cedera yang lain seperti
misalnya patah tulang paha, yang jauh lebih nyeri dibandingkan nyeri pada tulang belakangnya.
b. Paraplegia
c. Tingkat neurologis :
Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis
Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus (biasanya dengan retensi urine dan distensi kandung
kemih)
Kehilangan kemampuan berkeringat dan tonus vasomotor di bawah tingkat neurologis
Reduksi tekanan darah yang sangat jelas akibat kehilangan tahanan vaskular perifer.
d. Masalah pernapasan :
Yang berhubungan dengan gangguan fungsi pernapasan ; keparahan bergantung pada tingkat cidera
Gagal napas akut mengarah pada kematian pada cidera medulla servikal tinggi.
( Baughman & Hackley, 2000: 87)
2. PEMERIKSAAAN DIAGNOSTIK
a. Sinar X spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cidera tulang (fraktur, dislokasi), untuk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
b. Skan CT untuk menentukan tempat luka /jejas, mengevaluasi gangguan structural.
c. MRI untuk mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal , edema dan kompresi.
d. Mielografi untuk memperlihatkan koumna spinalis (kanal vertebral) jika factor patologisnya tidak jelas
atau dicurigai adanya dilusi pada ruang sub arachnoid medulla spinalis (biasanya tidak dilakukan setelah
mengalami luka penetrasi).
e. Foto rontgen torak , memperlihatkan keadaan paru (contoh: perubahan pada diafragma, atelektasis).
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal): mengukur volume inspirasi maksimal khususnya
pada pasien dengan trauma servikal bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada
saraf frenikus / otot interkostal.
g. GDA unutk menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
(Doengoes, 1999 : 339-340).
3. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan kegawatdaruratan
Proteksi diri dan lingkungan, selalu utamakan A-B-C
Sedapat mungkin tentukan penyebab cedera (tabrakan mobil frontal tanpa sabuk pengaman,misalnya)
Lakukan stabilisasi dengan tangan untuk menjaga kesegarisan tulang belakang.
Kepala dijaga agar tetap netral, tidak tertekuk ataupun mendongak.
Kepala dijaga agar tetap segaris, tidak menengok ke kiri atau kanan.
Posisi netral-segaris ini harus tetap selalu dan tetap dipertahankan, walaupun belum yakin bahwa ini
cedera spinal. Anggap saja ada cedera spinal (dari pada penderita menjadi lumpuh)
Posisi netral : kepala tidak menekuk (fleksi),atau mendongak (ekstensi)
Posisi segaris : kepala tidak menengok ke kiri atau kanan.
Pasang kolar servikal, dan penderita di pasang di atas Long Spine Board
Periksa dan perbaiki A-B-C
Periksa akan adanya kemungkinan cedera spinal
Rujuk ke RS
Penatalaksanaan langsung pasien di tempat kejadian kecelakaan sangat penting. Penanganan yang
tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut dan penurunan fungsi neurologis.
Pertimbangkan setiap korban kecelakaan sepeda motor atau mengendarai kendaraan bermotor,
cedera olahraga kontak badan, terjatuh, atau trauma langsung ke kepala dan leher sebagai cedera
medulla spinalis sampai dapat ditegakkan.
Di tempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal (punggung), dengan kepala dan
leher dalam posisi netral, untuk mencegah cedera komplit.
Salah satu anggota tim harus mengontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi, rotasi dan ekstensi
kepala.
Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi dan kesejajaran
sementara papan spinal atau alat imobilisasi servikal dipasang.
Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati-hati ke atas papan untuk
memindahkan ke rumah sakit. Adanya gerakan memuntir dapat merusak medulla spinalis ireversibel
yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medulla komplet.
Pasien harus selalu dipertahankan dalam posisi ekstensi. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau
tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
b. Penatalaksanaan cedera medulla spinalis (Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medulla spinalis lebih lanjut dan untuk
mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan
pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
Farmakoterapi : berikan steroid dosis tinggi (metilprednisolon) untuk melawan edema medula .
Tindakan Respiratori :
1. Berikan oksigen untuk mempertahankan PO₂ arterial yang tinggi.
2. Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau ekstensi leher bila
diperlukan intubasi endotrakeal.
3. Pertimbangkan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien dengan lesi servikal
yang tinggi.
Reduksi dan Traksi Skeletal:
1. Cedera medulla spinalis membutuhkan imobilisasi, reduksi dislokasi dan stabilisasi kolumna vertebra.
2. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi skeletal, yaitu teknik
tong/caliper skeletal atau halo-vest.
3. Gantung pemberat dengan bebas sehingga tidak mengganggu traksi.
c. Intervensi Bedah : Laminektomi
Dilakukan bila:
Deformitas tidak dapat dikurangi dengan traksi.
Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal.
Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal.
Status neurologis mengalami penyimpangan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau
dekompres medula. (Baughman & Hackley, 2000: 88-89).
4. KOMPLIKASI
Neurogenik shock
Hipoksia
Gangguan paru-paru
Instabilitas spinal
Orthostatic hipotensi
Ileus paralitik
Infeksi saluran kemih
Kontraktur
Dekubitus
Inkontinensia blader
Konstipasi
5. PENCEGAHAN
Untuk mencegah kerusakan dan bencana cedera ini, langkah-langkah berikut perlu dilakukan:
a. Menurunkan kecepatan berkendara
b. Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu
c. Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda
d. Program pendidikan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk
e. Mengajarkan penggunaan air yang aman
f. Mencegah jatuh
g. Menggunakan alat-alat pelindung dan teknik latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban kecelakaan mobil dari mobilnya dengan
tepat dan mengikuti metode pemindahan korban yang tepat ke bagian kedaruratan rumah sakit untuk
menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medulla spinalis.
Recommended