View
27
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Perioperatif
1. Pengertian Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperatif merupakan proses keperawatan untuk
mengembangkan rancana asuhan secara individual dan
mengkoordinasikan serta memberikan asuhan pada pasien yang
mengalami pembedahan atau prosedur invasive (AORN, 2013)
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien (HIPKABI, 2014).
Kata “perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga
fase pembedahan:
a. Fase pre operatif
Dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah
dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien ditatanan klinik ataupun rumah, wawancara
preoperative dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan
dan pembedahan (HIPKABI, 2014).
Asuhan keperawatan pre operatif pada prakteknya akan
dilakukan secara berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pre
operatif di bagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari (one
day care), atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di
kamar operasi oleh perawat kamar bedah (Muttaqin, 2009)
b. Fase intra operatif
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk kamar bedah dan
berakhir saat pasien dipindah ke ruang pemulihan atau ruang
perawatan intensif. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
mencakup pemasangan infuse, pemberian medikasi intravena,
melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang
6
prosedur pembedahan dan menjaga pasien. Dalam hal ini sebagai
contoh memberikan dukungan psikologis atau selama induksi
anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur
posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-
prinsipdasar kesimetrisan tubuh (HIPKABI, 2014).
Pengkajian yang dilakukan perawat kamar bedah pada fase intra
operatif lebih kompleks dan harus dilakukan secara tepat dan ringkas
agar segera dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai.
Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang bersifat resiko
maupun aktual akan didapatkan berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman keperawatan. Implementsi dilaksanakan bedasarkan
pada tujuan yang diprioritaskan. Koordanasi seluruh anggota tim
operasi, serta melibatkan tindakan independen dan
dependen(Muttaqin, 2009)
c. Fase paska operatif
Fase paska operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang
pemulihan (recovery room) atau ruang intensif dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau rumah. Lingkup
aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama
periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen
anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi.
Aktivitas keperawatam kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi
serta pemulangan (HIPKABI, 2014).
2. Pre operatif
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada pasien yaitu (HIPKABI,
2014) :
a. Rumah sakit
Melakukan pengkajian peri operatif awal, merencanakan metode
penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, melibatkan
keluarga dalam wawancara, memastikan kelengkapan pre operatif,
7
mengkaji kebutuhan pasien terhadap transportasi dan perawatan
pasca operatif.
b. Persiapan pasien di unit perawatan
Persiapan fisik, status kesehatan fisik secara umum, status nutrisi,
keseimbangan cairan dan elektrolit, kebersihanblambung dan kolon,
pencukuran daerah operasi, personal hygiene, pengosongan kandung
kemih, latihan pra operasi.
c. Faktor resiko terhadap pembedahan
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain : usia, nutrisi,
penyakit kronis, ketidaksempurnaan respon neuroendokrin,
merokok, alkohol, dan obat-obatan.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaaan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari tindakan pembedahan. Pemeriksaan penunjang yang
dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium,
maupun pemeriksaan lain sperti ECG (electrocardiogram), dan lain-
lain.
e. Pemeriksaan status anestesi
Pemeriksaan status fisik untuk dilakukan pembiusan dilakukan untuk
keselamatan pasien selama pembedahan. Pemeriksaan ini dilakukan
karena obat dan teknik anestesi pada umumnya akan mengganggu
fungsi pernapasan, peredaran darah dan system syaraf.
f. Inform consent
Aspek hukum tanggung jawab dan tanggung gugat, setiap pasien
yang akan menjalani tindakan medis, wjib menuliskan surat
pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan
anestesi).
g. Persiapan mental/ psikis
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun actual
pada integritas seseorang yang akan membangkitkan reaksi stress
fisiologis maupun psikologis (Barbara & Billie, 2006) dalam
(HIPKABI, 2014).
8
3. Intra operatif
a. Persiapan pasien di meja operasi
Persiapan di ruang serah terima diantaranya prosedur administrasi,
persiapan anestesi dan kemudian prosedur drapping.
b. Prinsip-prinsip umum
Prinsip asepsis ruangan antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha
untuk agar dicapainya keadaan yang memungkinkan terdapatnya
kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan. Cakupan
tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana
kamar operasi, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal,
celana, baju, masker, topi, dan lain-lainnya) dan juga cara
membersihkan/ melakukan desinfeksi dari kulit atau tangan
(HIPKABI, 2014).
c. Fungsi keperawatan intra operatif
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi
keselamatan dan kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas
anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang operasi.
Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu
sesui, kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi
dan ketersediaan berbagai material yang dibutuhkan sebelum,
selama, dan sesudah operasi (HIPKABI, 2014).
d. Aktivitas keperawatan
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selam tahap intra operatif
meliputi safety management, monitor fisiologis, monitor psikologis,
pengaturan dan koordinasi Nursing Care.
4. Post operatif
Tahapan keperawatan post operatif meliputi pemindahan pasien dari
kamar operasi ke unit perawatan pasca anestesi (recovery room),
perawatan post anestesi di ruang rawat, perawatan diruang rawat
(HIPKABI, 2014).
9
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Pre operatif
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, status, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat, penanggung jawab, hubungan keluarga,
dan pekerjaan (Srirahayu, 2018).
b. Alasan masuk
Pada saat pasien mau dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit perut
di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan BAB yang
sedikit atau tidak sama sekali, kadang-kadang mengalami diare dan juga
konstipasi (Srirahayu, 2018).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keluhan yang terasa pada pasien yaitu saat post operasi,
merasakan nyeri pada insisi pembedahan, juga tidak bisa
beraktivitas (Srirahayu, 2018).
2) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah serat juga
makan yang pedas-pedas (Srirahayu, 2018)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada pengaruh pada penyakit keturunan sperti hepatitis,
hipertensi, dan lain-lain.
d. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital tekanan darah tinggi, nadi cepat, atau takikardi,
pernapasan cepat, merasakan nyeri, kesadaran pasien yaitu
komposmentis dengan glagow coma scale (GCS), eye (E) : 4, Verbal
(V) : 5, motorik (M) : 6, total : 15 (Srirahayu, 2018).
1) Kepala
Pada bagian kepala pasien biasanya tidak ada masalah jika
penyakitnya apendisitis, mungkin pada bagian mata tampak seperti
10
kehitaman/ atau mata panda dikarenakan tidak bisa tidur menahan
sakit (Srirahayu, 2018).
2) Leher
Pada leher kepal pasien biasnya tidak ada masalah jika menderita
apendisitis ( Srirahayu, 2018).
3) Thorax
Pada bagian paru-paru tidak ada masalah ayau gangguan bunyi
normal paru ketika diperkusi biasanya sonor kedua lapang paru dan
apabila di auskultasi bunyi jantung pasien regular ketika
diauskultasi (lup dup) (Srirahayu, 2018).
4) Abdomen
Pada bagian abdomen biasanya nyeri region kanan bawah atau
pada titikMc Burney. Saat dilakukan inspeksi kembung sering
terlihat pada pasien seperti benjolan perut kanan bawah pada massa
abses, dalam hal ini dilakukan pemeriksaan inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi. Pada saat dipalpasi biasanya abdomen kanan
bawah akan didapatkan peningkatan respon nyeri, nyeri pada
palpasi terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai nyeri lepas.
Kontraksi otot menunjukan rangsangan peritoneum parietale. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri perut kanan
bawah yang disebut rofsing. Pada apendisitis restrokal atau
retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menemukan adanya rasa
nyeri (Sjamsuhidajat & De, 2005) dalam (Srirahayu, 2018).
5) Kecemasan/ ansietas dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar,
mungkin juga oleh bahaya dari dalam diri seseorang dan pada
umumnya ancaman itu samar-samar. Bahaya dari dalam timbul bila
ada sesuatu hal yang tidak dapat diterimanya, missal pikiran,
perasaan, keinginan, dan dorongan (Giatika & atutuk, 2017). Dari
pengertian di atas, untuk menentukan penilaian dengan
menggunakan skala kecemasan. Menurut (Saputro & Fazris, 2017)
dalam (Giatika & Tutuk, 2017) “Hamilton Anxyiety Rating Scale
(HARS), petama kali dikembangkan oleh Max Hamilton, untuk
11
mengukur semua tanda kecemasan baik psikis maupun somatic
HARS terdiri dari 14 item pertanyaan untuk mengukur tanda
adanya kecemasan pada anak dan orang dewasa”.
Skala HARS penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi :
a) Perasaan cemas, firasat buruk, takut atau pikiran sendiri,
mudah tersinggung.
b) Ketegangan : merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah
menangis, dan lesu, tidak bisa istirahat tenang, dan mudah
terkejut.
c) Ketakutan, takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila
ditinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu
lintas, dan pada kerumunan orang banyak.
d) Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam
hari, tidur tidak pulas, bangun dengan lesu, banyak mimpi
buruk dan mimpi menakutkan.
e) Gangguan kecerdasan : daya ingat buruk susak berkonsentrasi.
f) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan
hobi, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah-ubah
sepanjang hari.
g) Gejala somatik : sakit dana nyeri otot, kaku, kedutan otot, gigi
gemerutuk, suara tidak stabil.
h) Gejala sensorik : tinnitus, penglihatan kabur, muka merah atau
pucat, merasa lemas, dan perasaan ditusuk-tusuk.
i) Gejala kardiovaskuler : berdebar, nyeri di dada, denyut nadi
mengeras. Perasaan lesu lemas sperti mau pingsan, dan detak
jantung hilang sekejap.
j) Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, pernapasan tercekik,
sering menarik napas, napas pendek/ sesak.
k) Gejala gastrointestinal : sulit menelan, perut melilit, gangguan
pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan
terbakar diperut, kembung, mual, muntah buang air besar
lembek, berat badan turun, susah buang air besar.
12
l) Gejala urogenitas : sering kencing, tidak dapat menahan air
seni, amenorhoe, menorrhagia, figrid, ejakulasi praecocks,
ereksi lemah, dan impotensi.
m) Gejala otonom : mulut kering, muka merah, mudah
berkeringat, pusing, dan bulu roma berdiri.
n) Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, tidak tenang, jari
gemetar, kerut kening, muka tegang, tonus otot meningkat,
napas pendek, cepat, dan muka merah.
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori :
0 : tidak ada gejala sama sekali
1 : satu gejala yang ada
3 : berat/ lebih dari separogejala ada
4 : sangat berat semua gejala ada
Pemantauan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan skor 1
– 14 dengan hasil :
Skor kurang dari 14 : tidak ada kecemasan
Skor 14 – 20 : kecemasan ringan
Skor 21 – 27 : kecemasan sedang
Skor 28 – 42 : kecemasan berat
Skor 42 – 52 : kecemasan berat sekali
2. Masalah keperawatan dalam standar diagnosis keperawatan Indonesia
(PPNI, 2017)
a. Ansietas
b. Nyeri akut
c. Defisit pengetahuan
3. Rencana Keperawatan
a. Ansietas
Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifikasi akibat antisipasi bahaya yang
13
memungkinkan individu yang melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
Penyebab
Krisis situasi
Kebutuhan tidak terpenuhi
Krisis maturasional
Ancaman terhadap konsep diri
Ancaman terhadap kematian
Kekhawatiran mengalami kegagalan
Disfungsi system keluarga
Hubungan orang tua – anak tidak memuaskan
Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
Penyalahgunaan zat
Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan, dan lain-lain)
Data dan tanda mayor:
Subjektif
Merasa bingung
Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
Sulit berkonsentrasi
Objektif
Tampak gelisah
Tampak tegang
Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
Mengeluh pusing
Anoreksia
Palpitasi
Merasa tidak berdaya
Objektif
Frekuensi napas meningkat
Frekuensi nadi meningkat
14
Tekanan darah meningkat
Diaphoresis
Tremor
Muka pucat
Suara bergetar
Kontak mata buruk
Sering berkemih
Berorientasi pada masa lalu
Kondisi klinis terkait
Penyakit kronis progresif (mis: kanker, penyakit auto imun)
Penyakit akut
Tujuan menurut SLKI (PPNI, 2018):
Setelah dilakukan intervensi keperawatan ansietas menurun dengan
kriteria hasil:
Verbalilasasi kebingungan menurun (5)
Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun (5)
Perilaku tegang menurun (5)
Perilaku gelisah menurun (5)
Frekuensi pernapasan cukup menurun (4)
Frekuensi nadi cukup menurun (4)
Tekanan darah cukup menurun (4)
Pola tidur membaik (5)
Rencana intervensi menurut SIKI (PPNI, 2018):
Reduksi ansietas
Meminimalkan kondisi individu dan pengalaman subjektif terhadap
objekyang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
Tindakan
Observasi
Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi, waktu,
stressor)
15
Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Terapeutik
Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
Pahami situasi yang membuat ansietas
Dengarkan dengan penuh perhatian
Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
Motifasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datang
Edukasi
Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis.
Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
b. Nyeri akut
Definisi
Pengalaman sensorik ataua emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Penyebab
Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma).
16
Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Mengeluh nyeri
Objektif
Tampak meringis
Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindar nyeri)
Gelisah
Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur
Kondisi klinis terkait
Kondisi pembedahan
Cidera traumatis
Infeksi
Sindrom koroner akut
Glaukoma
Tujuan menurut SLKI (PPNI, 2018):
Setelah dilakukan intervensi keperawatan nyeri menurun dengan
kriteria hasil:
Kemampuan menutaskan aktivitas meningkat (5)
Keluhan nyeri menurun (5)
Meringis menurun (5)
Sikap protektif menurun (5)
Gelisah menurun (5)
Kesulitan tidur menurun (5)
Berfokus pada diri sendiri menurun (5)
Frekuensi nadi membaik (5)
Pola napas membaik (5)
Tekanan darah membaik (5)
17
Pola tidut membaik (5)
Rencana intervensi menurut SIKI (PPNI, 2018):
Manajemen nyeri
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan
Tindakan
Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
Identifikasiskala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sydah diberikan
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/
dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan kebisingan)
Fasilitas istirahat dan tidur
Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
18
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Defisit pengetahuan
Definisi
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan
topik.
Penyebab
Keterbatasan kognitif
Gangguan fungsi kognitif
Kekeliruan mengikuti anjuran
Kurang terpapar informasikurang minat dalam belajar
Kurang mampu mengingat
Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Menanyakan masalah yang dihadapi
Objektif
Menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran
Menunjukan persepsi yang keliru terhadap masalah
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
Menunjukan perilaku berlebihan (mis. apatis, bermusuhan,
agitasi, histeria)
Kondisi klinis terkait
Kondisi klinis yang baru dihadapi klien
Penyakit akut
Penyakit kronis
19
Tujuan menurut SLKI (PPNI, 2018):
Setelah dilakukan intervensi keperawatan pengetahuan klien
meningkat dengan kriteria hasil:
Perilaku sesuai anjuran meningkat (5)
Verbalisasi minat dalam belajar meningkat (5)
Kemampuan menjelaskan tentang suatu topik meningkat (5)
Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun (5)
Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun (5)
Perilaku membaik (5)
Rencana intervensi menurut SIKI (PPNI, 2018):
Edukasi pre operatif
Definisi
Memberikan informasi tentang persiapan operasi untuk meningkatkan
pemulihan pembedahan dan mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi akibat pembedahan.
Tindakan
Observasi
Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Identifikasi pengalaman pembedahan dan tingkat pengetahuan
tentang pembedahan
Identifikasi harapan akan pembedahan
Identifikasi kecemasan pasien dan keluarga
Terapeutik
Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Sediakan waktu untuk mengajukan pertanyaan dan
mendiskusikan masalah
Edukasi
Informasikan jadwal, lokasi operasi dan lama operasi akan
berlangsung
Informasikan hal-hal yang akan didengar, dicium, dilihat, atau
dorasakan selama operasi
20
Jelaskan rutinitas preoperasi (mis: anestesi, diet, persiapan usus,
tes laboratorium, persiapan kulit, terapi IV, pakaian, ruang tunggu
keluarga, transportasi ke ruang operasi)
Jelaskan tindakan pengendalian nyeri
Jelaskan pentingnya ambulasi dini
Anjurkan puasa , minimal 2 jam sebelum operasi
Ajarkan teknik batuk dan nafas dalam
Ajarkan teknik mobilisasi di tempat tidur
Ajarkan latihan kaki
Intra operatif
1. Pengkajian
Pengaturan pasien untuk memberikan keselamatan dan kenyamanan,
memberikan dukungan fisik dan psikologis pada pasien untuk
menenangkan pasien, mengkaji status emosional pasien (HIPKABI,
2014)
2. Masalah keperawatan
Pada intra operasi dalam standar diagnosis keperawatan Indonesia (PPNI,
2017):
a. Resiko perdarahan
b. Resiko hipotermi
3. Rencana keperawatan
a. Resiko perdarahan (D.0012)
Definisi
Beresiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi didalam
tubuh maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh).
Faktor resiko
1) Aneurisma
2) Gangguan gastrointestinal (mis. ulkus lambung, polip, varises)
3) Gangguan fungsi hati (mis. sirosis hepatis)
4) Komplikasi kehamilan (mis. ketuban pecah sebelum waktunya,
plasenta previa/ abrupsio, kehamilan kembar)
21
5) Komplikasi pasca partum (mis. atonia uterus, retensi plasenta)
6) Gangguan koagulasi (mis. trobositopenia)
7) Efek agen farmakologis
8) Tindakan pembedahan
9) Trauma
10) Kurang terpapar informasi tentang pencegahan perdarahan
11) Proses keganasan
Kondisi Klinis Terkait
1) Aneurisma
2) Koagulopati intravaskuler diseminata
3) Sirosis hepatis
4) Ulkus lambung
5) Varises
6) Trombisitopenia
7) Ketuban pecah sebelum waktunya
8) Plasenta previa/ abrupsio
9) Tindakan pembedahan
10) Kanker
11) Trauma
Tujuan menurut SLKI (PPNI, 2018):
Setelah dilakukan intervensi keperawatan tingkat perdarahan
menurun dengan kriteria hasil:
Kelembapan membran mukosa meningkat (5)
Kelembapan kulit meningkat (5)
Perdarahan abdomen menurun (5)
Hemoglobin membaik (5)
Mehatokrit membaik (5)
Denyut nadi apikal membaik (5)
Suhu tubuh membaik (5)
22
Rencana intervensi menurut SIKI (PPNI, 2018):
Manajemen perdarahan
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola kehilangan darah.
Tindakan
Observasi
Identifikasi penyebab perdarahan
Periksa adanya darah pada muntah, sputum, feses, urine,
pengeluaran NGT, dan drainase luka, jika perlu
Periksa ukuran dan karakteristik hematoma, jika ada
Monitor terjadinya perdarahan (sifat dan jumlah)
Monitor nilai hemoglobin dan nilai hematokrit sebelum dan
setelah kehilangan darah
Monitor tekanan dan parameter hemodinamik (tekanan vena
central dan tekanan baji kapiler, atau arteri pulmonal), jika ada
Monitor intake dan output cairan
Monitor koagulasi darah (prothrombin time (PT), partial
tromboplastin tima (PTT), fibrinogen, drgradasi fibrin, dan
jumlah trombosit, jika ada
Monitor deliveri oksigen jarinagn missal (mis. PaO2, SaO2,
hemoglobin dan curah jantung)
Monitor tanda dan gejala perdarahan masif
Terapeutik
Istirahatkan area yang mengalami perdarahan
Berikan kompres dingin, jika perlu
Tinggikan ektremitas yang mengalami perdarahan
Pertahankan akses IV
Edukasi
Jelaskan tanda-tanda perdarahan
Anjurkan melapor jika menemukan tanda-tanda perdarahan
Anjurkan membatasi aktivitas
23
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian caira, jika perlu
Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
b. Resiko hipotermi perioperatif
Definisi
Beresiko mengalami penurunan suhu tubuh di bawah 36°C secara
tiba-tiba yang terjadi satu jam sebelum pembedahan hingga 24 jam
setelah pembedahan.
Faktor resiko
Prosedur pembedahan
Kombinasi anestesi regional dan umum
Skor American Society of Anestesiologist (ASA) >1
Suhu pra-operasi rendah (<36°C)
Berat badab rendah
Neuropati diabetik
Komplikasi kardiovaskuler
Suhu lingkungan rendah
Transfer panas (mis. volume tinggi infuse yang tidak
dihangatkan, irigasi > 2 liter yang tidak dihangatkan)
Kondisi Klinis Terkait
Tindakan pembedahan
Tujuan menurut SLKI (PPNI, 2018):
Setelah dilakukan intervensi keperawatan termoregulasi membaik
dengan kriteria hasil:
Menggigil menurun (5)
Kulit merah menurun (5)
Kejang menurun (5)
Pucat menurun (5)
Takikardi menurun (5)
Takipnea menurun (5)
Bradikardi menurun (5)
Dasar kuku sianotik menurun (5)
24
Hipoksia menurun (5)
Suhu tubuh membaik (5)
Suhu kulit membaik (5)
Kadar glukosa darah membaik (5)
Pengisian kapiler membaik (5)
Ventilasi membaik (5)
Tekanan darah membaik (5)
Rencana intervensi menurut SIKI (PPNI, 2018):
Manajemen hipotermi
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola suhu tubuh dibawah rentang
normal.
Tindakan
Observasi
Monitor suhu tubuh
Identifikasi penyebab
Hypothermia (mis. terpapar suhu lingkungan rendah, pakaian
tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme,
kekurangan lemak subkutan).
Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (hipotermiaringan;
takipnea, disatria, menggigil, hipertensi, dieresis; hipotermia
sedang: aritmia, hipotensi, apatis, koagulopati, refleks menurun;
hipotermia berat: oliguria, refleks menghilang, edema paru;
asam-basa abdominal)
Terapeutik
Sediakan lingkungan yang hangat (mis. atur suhu ruangan,
incubator)
Ganti pakaian dan/ atau linen yang bsah
Lakukan penghangatan pasi (mis. selimut, menutup kepala,
pakaian tebal)
Lakukan penghangatan aktif (mis. kompres hangat, botol
hangat, selimut hangat, perawatan metode kangguru)
25
Lakukan penghangatan aktif internal (mis. infuse cairan hangat,
oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan hangat)
Edukasi
Anjurkan makan/ minum hangat
Post Operatif
1. Pengkajian
Menurut (Potter & Perry, 2010), pengkajian keperawatan pasien post
operasi, yaitu:
a. Sistem pernapasan
Kaji potensi jalan napas, laju napas, irama, kedalaman ventilasi,
simetris gerakan dinding dada, suara napas, dan warna mukosa.
b. Sirkulasi
Penderita beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler yang
disebabkan oleh hilangnya darah dari tempat pembedahan, efek
samping dari anestesi. Pengkajian yang telah diteliti terhadap
denyut dan irama jantung, bersama dengan tekanan darah,
mengungkapkan status kardiovaskuler penderita. Kaji sirkulasi
kapiler dengan mencatat pengisian kembali kapiler, denyut serta
warna kuku dan temperatur kulit. Masalah umum awal sirkulasi
adalah perdarahan. Kehilangan darah dapat terjadi secara
eksternal melalui saluran atau syatan internal.
c. Sistem persarafan
Kaji reflaks pupil dan muntah, cengkeraman tangan, gerakan kaki.
Jika penderita telah menjalani operasi melibatkan system saraf,
lakukan pangkajian neurologi secara menyeluruh.
d. Sistem perkemihan
Anestesi epidural atau spinal sering mencegah penderita dari
sensasi kandung kemih yang penuh. Raba perut bagian bawah
tepat diatas simfisis pubis untuk mengkaji distensi kandung
kemih. Jika penderita terpasanf kateter urine, harus ada aliran
urine terus- menerus sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa.
26
e. Sistem pencernaan
Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut kembung akibat
akumulasi gas. Perawat perlu memantau asupan oral awal
penderita yang beresiko menyebabkan aspirasi atau adanya mual
dan muntah.Kaji juga kembali peristaltik setiap 4 sampai 8 jam.
Auskultasi perut secara rutin untuk mendeteksi suara usus
kembali normal, 5-30 bunyi kieras permenit pada masing-masing
kuadran menunjukkan gerak peristaltic yang telah kembali.
Distensi perut menunjukkan bahwa usus tidak berfungsi baik.
Tanyakan apakah penderita membuang gas (flatus), ini
merupakan tanda penting yang menunjukan fungsi normal.
f. Modified Aldrete Score adalah suatu system yang dibuat oleh
Joerge Antonio Aldrete tahun 1967 skala ini digunakan untuk
mengukur kriteria penderita untuk dapat dipindahkan dari ruang
pulih sadar, apabila nilai total lebih dari 9. Nilai tersebut
menunjukkan keadaan penderita sudah sadar baik dan dalam
kondisi stabil (Mujiburrahman, 2017).
Secara terperinci Modified Aldrete Score beserta nilai dalah
sebagai berikut :
Kesadaran :
2 = sadar baik
1 = sadar dengan cara dipangggil
0 = tidak ada respon saat dipanggil
Pernapasan:
2 = mampu untuk napas dalam batuk
1 = dyspnea, napas dangkal dan kemampuan terbatas
0 = apnea
Sirkulasi:
2 = tekanan darah ±20 mmHg dari keadaan pre anestesi
1 = tekanan darah ±20-50 mmHg dari keadaan pre anestesi
0 = tekanan darah ± 50 mmHg dari keadaan pre anestesi
27
Saturasi oksigen
2 = Mampu mempertahankan saturasi O2 > 92% dengan
udara bebas
1 = Memerlukan oksigen inhalasi untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90%
0 = Dengan oksigen inhalasi saturasi O2 < 90%
Aktivitas
2 = Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas dengan
sendirinya
1 = Mampu menggerakkan ke-2 ekstremitas dengan
sendirinya
0 = Tidak mampu menggerakkan ekstremitas
Tujuan penggunaan kriteria ini adalah untuk melakukan observasi
penderita setelah operasi dan mempermudah proses memindahkan
penderita.
2. Diagnose keperawatan
Post operasi dalam standar diagnosis keperawatan Indonesia (PPNI,
2017):
a. Bersihan jalan napas tidak efektifNyeri akut
b. Resiko hipotermi
3. Rencana keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
Definisi
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
Batuk tidak efektif
Tidak mampu batuk
Sputum berlebih
28
Mengi, wheezing dan/ atau ronkhi kering.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
Dispnea
Sulit bicara
Ortopnea
Objektif
Gelisah
Sianosis
Bunyi napas menurun
Frekuensi napas berubah
Pola napas berubah
Tujuan menurut SLKI (PPNI, 2018):
Setelah dilakukan intervensi keperawatan bersihan jalan napas
meningkat dengan kriteria hasil:
Batuk efaktif meningkat (5)
Produksi sputum menurun (5)
Mengi menurun (5)
Wheezing menurun (5)
Dispnea membaik (5)
Orthopnea membaik (5)
Sulit bicara membaik (5)
Sianosis membaik (5)
Frekuensi napas membaik (5)
Pola napas membaik (5)
Rencana intervensi menurut SIKI (PPNI, 2018):
Manajemen jalan napas
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola kepatetan jalan napas
Penyebab
Fisiologis
Spasme jalan napas
29
Hipersekresi jalan napas
Disfungsi neuromuskuler
Benda asing dalam jalan napas
Adanya jalan napas buatan
Sekresi yang tertahan
Hiperplasia dinding jalan napas
Proses infeksi
Respon alergi
Efek agen farmakologis (mis. anestesi)
Situasional
Merokok aktif
Merokok pasif
Terpajan polutan
Tindakan
Observasi
Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering)
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curiga trauma servical)
Posisikan semi-fowler atau fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendirkurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan enditrakeal
Keluarkan sumbatanbenda padat dengan forcep McGill
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
30
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
b. Nyeri akut
Definisi
Pengalaman sensorik ataua emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab
Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma).
Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Mengeluh nyeri
Objektif
Tampak meringis
Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindar nyeri)
Gelisah
Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur
Kondisi klinis terkait
Kondisi pembedahan
Cidera traumatis
Infeksi
Sindrom koroner akut
Glaukoma
31
Tujuan menurut SLKI (PPNI, 2018):
Setelah dilakukan intervensi keperawatan nyeri menurun dengan
kriteria hasil:
Kemampuan menutaskan aktivitas meningkat (5)
Keluhan nyeri menurun (5)
Meringis menurun (5)
Sikap protektif menurun (5)
Gelisah menurun (5)
Kesulitan tidur menurun (5)
Berfokus pada diri sendiri menurun (5)
Frekuensi nadi membaik (5)
Pola napas membaik (5)
Tekanan darah membaik (5)
Pola tidut membaik (5)
Rencana intervensi menurut SIKI (PPNI, 2018):
Manajemen nyeri
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan
Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
Identifikasiskala nyeri.
Identifikasi respon nyeri non verbal.
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri.
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
32
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sydah
diberikan.
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/ dingin, terapi bermain).
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan kebisingan).
Fasilitas istirahat dan tidur.
Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
Jelaskan strategi meredakan nyeri.
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.
Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Resiko hipotermi perioperatif
Definisi
Beresiko mengalami penurunan suhu tubuh di bawah 36°C secara
tiba-tiba yang terjadi satu jam sebelum pembedahan hingga 24
jam setelah pembedahan.
Faktor resiko
Prosedur pembedahan
Kombinasi anestesi regional dan umum
Skor American Society of Anestesiologist (ASA) >1
Suhu pra-operasi rendah (<36°C)
Berat badab rendah
33
Neuropati diabetik
Komplikasi kardiovaskuler
Suhu lingkungan rendah
Transfer panas (mis. volume tinggi infuse yang tidak
dihangatkan, irigasi > 2 liter yang tidak dihangatkan)
Kondisi Klinis Terkait
Tindakan pembedahan
Tujuan menurut SLKI (PPNI, 2018):
Setelah dilakukan intervensi keperawatan termoregulasi membaik
dengan kriteria hasil:
Menggigil menurun (5)
Kulit merah menurun (5)
Kejang menurun (5)
Pucat menurun (5)
Takikardi menurun (5)
Takipnea menurun (5)
Bradikardi menurun (5)
Dasar kuku sianotik menurun (5)
Hipoksia menurun (5)
Suhu tubuh membaik (5)
Suhu kulit membaik (5)
Kadar glukosa darah membaik (5)
Pengisian kapiler membaik (5)
Ventilasi membaik (5)
Tekanan darah membaik (5)
Rencana intervensi menurut SIKI (PPNI, 2018):
Manajemen hipotermi
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola suhu tubuh dibawah rentang
normal.
34
Tindakan
Observasi
Monitor suhu tubuh
Identifikasi penyebab
Hypothermia (mis. terpapar suhu lingkungan rendah,
pakaian tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan laju
metabolisme, kekurangan lemak subkutan).
Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia
(hipotermiaringan; takipnea, disatria, menggigil, hipertensi,
dieresis; hipotermia sedang: aritmia, hipotensi, apatis,
koagulopati, refleks menurun; hipotermia berat: oliguria,
refleks menghilang, edema paru; asam-basa abdominal).
Terapeutik
Sediakan lingkungan yang hangat (mis. atur suhu ruangan,
incubator).
Ganti pakaian dan/ atau linen yang basah.
Lakukan penghangatan pasi (mis. selimut, menutup kepala,
pakaian tebal).
Lakukan penghangatan aktif (mis. kompres hangat, botol
hangat, selimut hangat, perawatan metode kangguru).
Lakukan penghangatan aktif internal (mis. infuse cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan
hangat).
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
35
C. Konsep Penyakit Apendisitis
1. Definisi
Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang tersembunyi dan kecil
yang berukuran 4 inchi (10 cm) yang buntu pada ujung seikum.
Apendiks dapat terobstruksi oleh massa feses yang keras yang akibatnya
akan terjadi inflamasi, infeksi, ganggren, dan mungkin perforasi. Apendiks
yang rupture merupakan gejala yang serius karena isi usus dapat masuk ke
dalam abdomen dan menyebabkan peritonitis atau abses (Rosdahl & Mary,
2017).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atai
umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenearnya adalah sekum (caecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga mmerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya (Wim, 2005) dalam (Nurarif & Hardhi, 2015).
2. Anatomi Fisiologis
Anatomi
Gambar 2. 1 Anatomi Apendiks
36
Fisiologi
Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml perhari. Lender itu secara normal
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran
cerna termasuk apendik ialah immunoglobulin A (Ig-A). Immunoglobulin
ini sangat efektif sabagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol
proliferasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun pengankatan
apendiks tidak mempengaruhi sostem imun tubuh sebab jumlah jaringan
sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh
tubuh (Irsan,2018).
3. Etiologi
Klasifikasi menurut (Nurarif & Hardhi, 2015)
a. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Dan
faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain
itu hyperplasia jaringan limfe, fekali (tinja/ batu), tumor apendik, dan
cacingaskaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi
mukosa apendiks karena parasit (E. Histolytica).
b. Apendisitis rekuren yaitu jika ada riwayat berulang di perut kanan
bawah yang mendorong dilakukan apendiktomi. kelainan ini terjadi bila
serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun
apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis
dan jaringan parut.
c. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks, sumbatan parsial
atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa
dan filtrasi sel inflamasi kronik, dan keluhan menghilang setelah
apendiktomi.
4. Tanda dan Gejala
Serangan apendisitis biasanya dimulai dengan nyeri abdomen
menyeluruh yang parah dan progresif. Kemudian, nyeri dan nyeri tekan
37
akan terlokalisasi di kuadaran kanan bawah pada pertengahan antara
umbilicus dan Krista ilium (titik McBurney). Serangan apendisitis dapat
mereda dan kemudian timbul kembali (Rosdahl & Mary, 2017)
Kualitas nyeri tekan berhubungan dengan lokasi apendiks yang tepat.
Biasanya mual, muntah, demam ringan sehingga demam sedang, dan
peningkatan leokosit menyertai nyeri. Apendiks yang rupture akan
menyebabkan gejala yang lebih berat yang berhubungan dengan peritonitis
(Rosdahl & Mary, 2017).
5. Patofisiologi
Menutut (Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2012) dalam (Irsan,
2018), apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karaena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
intralumen.
Tekanan intralumen yang meningkat tersebut akan menghambat aliran
limfe yang dapat mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium. Apabila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan
terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
akan meluas dan mengenai bagian peritonium setempat sehingga akan
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
38
6. WOC (WEB OF COUTION)
Gambar 2.2. (WOC) Web Of Coution
(Sumber: Nurarif & Hardhi, 2015).
Anestesi
Reflek Batuk
Akumulasi
Sekret
Kebersihan
jalan napas
tidak efektif
Apendisiti
Obstruksi lumen apendiks
Mucus terbendung Hiperplasi, folikel limfit,
Fekalit, benda asing
Mucus meningkat
Elastisitas Apendik
Meningkat
Intralumen Oksigen
Infark
Apendiks
Ganggren
Perforasi
Res
iko
per
fusi
Ga
stro
inte
stin
al
tid
ak
efe
kti
f
Menghambat
Aliran limfe
Nyeri
Epigastrium
Sekresi berlanjut
Tekanan
Obstruksi
menembus vena
Fibrosis
Inflamasi
Neoplasma
Operasi
Luka insisi
Kerusakan
Jaringan
Ujung saraf
Terputus
Nyeri Akut
Resiko cidera
Bakteri menembus
dinding
Resiko infeksi
Res
iko
Per
da
rah
an
Res
iko
Hip
ote
rm
i
Edema
An
siet
as
39
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) :
a. Pemeriksaan fisik.
1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan terasa nyeri
(blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnose
apendisitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai
diangkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri diperut semakin parah
(psoas sign)
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
5) Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla) lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
6) Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif
dan tanda perangsangan peritonium tidak begitu jelas, sedangkan
bila apendiks terletak di rongga pelvis maka obturator sign akan
positif dan perangsangan peritonium akan lebih menonjol.
b. Pemeriksaan laboratorium
Kenaikan sel darah putih (leokosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000
/mm3.
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan
apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu). Ultrasonografi (USG), Computerized Tomography Scan
(CT- Scan). Kasus kronik dapat dilakukan rongent foto abdomen,
USG abdomen dan apendikogram
8. Penatalaksaan
Pada penatalaksanaan apendisitis dibagi menjadi tiga (Brunner &
Suddarth, 2010) :
40
a. Observasi
Setelah munculnya keluhan dalam 8 – 12 jam perlu diobservasi ketat
karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah
baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai
adanya apendisitis. Diagnosis ditegakkan dengan lokasi nyeri pada
kuadran kanan bawah stelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apendisitis perforasi memerlukan
antibiotik, kecuali pendisitis tanpa komplikasi tidak memerlukan
antibiotic. Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotic
dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
c. Operasi
Menurut (Brunner & Suddarth, 2010) operasi atau pembedahan
untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi. Apendiktomi harus
segera dilakukan umtuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi
dapat dilakukan dibawah anestesi umum dengan pembedahan
abdomen bawah atau laparaskopi.
Apendiktomi dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode
pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan konvensional
laparatomi) atau dengan teknik laparaskopi yang merupakan teknik
pembedaha minimal invansive dengan metode terbaru yang sangat
efektif.
Recommended