View
239
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UDANG WINDU (Penaeus monodon)
(Studi Kasus : di Desa Panimbang, Serang, Banten)
SKRIPSI
AHMAD BANGUN H34076012
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
AHMAD BANGUN. Analisis Efisiensi Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon) di Desa Panimbang, Serang, Banten. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI).
Indonesia merupakan negara agraris, dengan dukungan kondisi alamnya menempatkan sektor perikanan sebagai salah satu sektor yang menunjang perekonomian nasional disamping sektor pertanian lainnya. Sampai saat ini udang windu masih menjadi komoditas perikanan yang memiliki peluang usaha cukup baik karena digemari konsumen lokal (domestik) dan luar negeri. Hasil perikanan yang melimpah akan mengalami kerugian apabila tanpa ada proses pemasaran yang cepat dan tepat. Arus pemasaran udang windu dari produsen ke konsumen melalui berbagai lembaga pemasaran sangat beragam. Banyak dan sedikitnya lembaga pemasran yang dilalui akan sangat berpengaruh terhadap share harga yang diterima produsen maupun yang harus dibayar konsumen. Di bidang pemasaran, khususnya udang windu merupakan salah satu komoditas perikanan yang mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2003, volume ekspor udang tercatat 92,1 ton dengan nilai US$ 11,28 per kg. Pada masa yang datang, jika kualitas udang nasional terus ditingkatkan dan memenuhi standar mutu produk yang dibutuhkan oleh negara-negara konsumen maka akan dapat meningkatkan permintaan akan udang windu diperkirakan akan meningkat.
Penelitian dilaksanakan di Desa Panimbang, Serang, Banten pada aktivitas kelompok petambak udang windu. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa Panimbang, Serang, Banten merupakan salah satu daerah produksi udang windu yang berkembang. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009. Responden penelitian adalah petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten sebanyak 20 orang, pedagang pengumpul lima orang dan pedagang pengecer tujuh orang. Penelitian ini menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah menganalisis saluran pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten, menganalisis lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran tersebut dan menganalisis struktur dan perilaku pasar pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten serta menganalisis saluran pemasaran udang windu yang efisien bagi petambak di Desa Panimbang, Serang, Banten
Jika dilihat dari saluran pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten maka dapat diketahui pada Saluran pemasaran pertama, terdapat margin pemasaran sebesar Rp 15.000 atau sekitar 17,2 persen dari harga jual akhir dari pedagang pengecer. Margin terbesar berada pada pedang pengecer yaitu sebesar Rp 10.000 atau sekitar 11,76 persen dari harga juual akhir. Sementara margin pemasaran yang terkecil terdapat pada pola ini diperoleh dari pedagang pengumpul sebesar Rp 5000 atau 6,67 persen dengan biaya hanya sebesar 200 per kilogram dari 800 kilogram udang windu. Pada dasarnya, para petambak menjual dengan harga udang size 30 Rp 70.000. Diantaranya komponen biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul adalah kebutuhan es yang telah
dihancurkan sebanya enam balok es berkisar Rp 160.000 sebanyak lima balok es per 800 kilogram udang windu, sementara ditingkat pedagang pengecer membutuhkan empat tenaga kerja masing-masing Rp 25.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan pedagang pengecer berkisar Rp 100.000 per 800 kilogram. Kemudian transportasi atau kendaraan bermotor dengan kebutuhan biaya bahan bakar dalam satu kali pemasaran Rp 30.000 per 800 kilogram udang windu. Kebutuhan es balok oleh pedang pengecer sebanyak empat balok Rp 60.000 per 800 kilogram, sewa lapk untuk usaha perhari dikenakan biaya sebesar Rp 10.000 per 800 kilgram dengan biaya retribusi sebesar Rp 1.000. Pada pola saluran dua, margin terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp 15.000 atau 17,64 persen dari harga jual akhir dengan biaya yang jauh lebih besar Rp 2.260 dari biaya yang harus dikeluarkan pedagang pengumpul sebesar 525.
Sehingga marjin yang diperoleh pedagang pengumpul lebih kecil dari perolehan pedagang pengecer dari harga jual akhir. Pada saluran ini, pedagang pengecer cukup memiliki mobilitas tinggi untuk mendistribusikan udang windu kebeberapa konsumen lembaga pemasaran di daerah Panimbang, sehingga menjadi suatu hal yang wajar pula terhadap margin pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer khususnya pada pola ini. Pada pola saluran pemasaran ke tiga, mobilitas yang cukup tinggi diperanankan oleh pedagang pengumpul sendiri yang mendistribusikan udang windu kebeberapa lembaga pemasaran khususnya diluar Desa Panimbang, Serang. Banten misalnya hotel laidien, hotel pertama karakatauhotel patra anyer, restauran jasa boga, restauran sari kuning indah, dan restauran riski. Dimana margin yangdiperoleh pedagang pengumpulpada pola saluran ini cukup tinggi dan sesuai dengan tingkat mobilitasnya, yaitu sebesar Rp 5.000 atau 6,67 persen dari harga jual akhir oleh pedagang pengumpul yang langsung kepada konsumen lembaga yang telah melakukan pesanan, berdasarkan perhitungan efisiensi bahwa saluran pemasaran yang efisien adalah pola saluran pemasaran satu, karena pola saluran satu memiliki keuntungan yang tinggi dibandingkan pola saluran lainnya.
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UDANG WINDU (Penaeus monodon )
(Studi Kasus : di Desa Panimbang Serang, Banten)
AHMAD BANGUN H34076012
Skrisi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon)
(Studi Kasus : di Desa Panimbang Serang, Banten)
Nama : Ahmad Bangun
NRP : H34076012
Disetujui, Pembimbing
Ir. Popong Nurhayati, MM NIP 19670211 199203 2002
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Efisiensi
Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon) Kasus di Desa Panimbang, Serang,
Banten “ adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2010
Ahmad Bangun H34076012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumatra Utara pada tanggal 4 Februari 1986, yang
merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Kerani Bangun dan Ibu Nurcahaya
Sitepu. Penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar di SD Negeri No 112320
Sumatera Utara dan lulus pada Tahun 1998. Pendidikan Madrasyah Sanawiah
Pesantren Darul Arafah Deli Serdang dapat penulis selesaikan dengan baik pada
tahun 2001. Setelah itu penulis langsung melanjutkan pendidikan Madrsyah
Aliyah di Pesantren Darul Arafah Deli Serdang dan lulus pada Tahun 2004.
Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program
Diploma III Manajemen Bisnis Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi
kamahasiswaan baik di program Studi Diploma III, Manajemen Bisnis Perikanan
dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan
lulus pada Tahun 2007. Penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Agribisnis
Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT atas segala berkat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul,
Analisis Efisiensi Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon) di Desa
Panimbang, Serang, Banten.
Penelitian ini bertujuan menganalisis saluran pemasaran udang windu serta
menganalisis fungsi-fungsi lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. Sangat
disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang
dihadapi.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada sekripsi ini sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2010 Ahmad Bangun
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... iv
I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 4 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 5 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 6
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 7 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Udang Windu ............................ 7
2.2 Morfologi Udang Windu ....................................................... 7 2.3 Sifat Udang Windu ................................................................ 8 2.4 Siklus Hidup .......................................................................... 9 2.5 Budidaya Udang Windu ........................................................ 9 2.6 Penelitian Sebelumnya............................................................. 10
2.7 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu ............................... 12 III KERANGKA PEMIKIRAN......................................................... 14 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis.................................................... 14 3.1.1 Konsep Pemasaran ....................................................... 14 3.1.2 Lembaga-lembaga pemasaran…………………………... 15 3.1.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran………………………………. 16 3.1.4 Saluran Pemasaran……………………………………… 17 3.1.5 Struktur Pasar…………………………………………... 19 3.1.6 Perilaku Pasar………………………………………….... 20 3.1.7 Keragaan Pasar ………………………………………... 21 3.1.8 Efisiensi Pemasaran…………………………………….. 22 3.1.8.1 Marjin Pemasaran ……………………………... 22 3.1.8.2 Farmer’s share………………………………… 23
3.1.8.3 Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C)……………. 24 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional……………………………. 25
VI METODE PENELITIAN.............................................................. 27
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 27 4.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 27 4.3 Metode Penentuan Responden ............................................... 31 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………. 31
4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran ..................................... 31 4.4.2 Analisis Fungsi-Fungsi Pemasaran ........................... 31 4.4.3 Analisis Struktur Pasar ............................................. 32
ii
4.4.4 Analisis Perilaku Pasar ............................................. 32 4.4.5 Marjin Pemasaran .................................................... 32 4.4.6 Analisis Farmer`s Share ........................................... 33 4.4.7 Analisis Rasio Keuntungan dan dan Biaya ............... 33
4.4 Definisi Operasional Data ………………………………….. 34
V GAMBARAN UMUM PENELITIAN ........................................ 35 5.1 Letak Geografis, Topografi, Curah Hujan, dan Jenis Tanah .... 35
5.2 Gambaran Umum Demografis ................................................ 36 5.1.1 Kondisi Perekonomian Daerah ...................................... 36 5.1.2 Fasilitas Umum dan Sosial ............................................. 37 5.1.3 Sarana dan Prasarana Pemukiman ................................. 39 5.1.4 Kelembagaan Desa dan Kemasyarakatan ....................... 39
VI HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................... 40 6.1 Karakteristik Responden Petambak........................................ 40 6.2 Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul (Bakul) ......... 42 6.3 Saluran Pemasaran ................................................................. 43 6.4 Fungsi Pemasaran ................................................................... 45
6.4.1 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Petambak...... 46 6.4.2 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengumpul..... 47 6.4.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pengecer ........................ 48
6.5 Analisis Struktur Pasar ........................................................... 51 6.5.1 Jumlah Lembaga Pemasaran ........................................... 51
6.5.2 Sifat Produk ................................................................. 53 6.5.3 Syarat Keluar Masuk Pasar .......................................... 57
6.5.4 Informasi Pasar ............................................................ 54 6.6 Perilaku Pasar Jumlah Lembaga Pemasaran ........................... 55
6.6.1 Kegiatan Penjualan dan Pembelian .............................. 55 6.6.2 Sistem Pembayaran Harga ............................................ 56 6.6.3 Penentuan Harga .......................................................... 57 6.6.4 Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran ........................... 58
6.7. Analisis Keragaan Pasar ...................................................... 59 6.7.1 Margin Pemasaran ........................................................ 60 6.7.2 Farmer’s Share ............................................................ 63 6.7.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ........................................ 64
6.8 Efisiensi Pemasaran ............................................................. 65
VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 67 7.1 Kesimpulan .......................................................................... 67 7.2 Saran .................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 72
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................. 73
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Ekspor Nasional Udang 2003 – 2007...... 2
2. Perkembangan Ekspor Nasional Udang 2003 – 2007...... 3
3. Perkembangan Konsumsi Nasional Udang 2003 – 2007.. 3 4. Karakteristik Struktur Pasar ........................................... 20
5. Kualitas Penduduk Berdasarkan Kualitas Pendidikan........... 38
6. Persentase Usia Petambak Udang Windu di Desa Panimbang.. .......................................................... 40 7. Persentase Tingkat Pendidikan Petambak Udang Windu
di Desa Panimbang ........................................................ 41 8. Data Responden Mengenai Pengalaman Petambak Udang Windu di Desa Panimbang……………………….. 41 9. Persentase Usia Pedagang Pengumpul Udang Windu di Desa Panimbang……………………………………………... 42
10. Fungsi- Fungsi Lembaga Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Kabupaten Serang. Banten................................... 50
11. Harga Beli Udang Windu di Masing-Masing Lembag Pemasaran di Desa Panimbang, Serang.Banten..................... 53
12. Komponen Biaya Pemasaran dari Pola Saluran Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Serang. Banten .............. 60
13. Biaya, Margin dan Keuntungan pemasaran dari masing-masing pola saluran.................................................. 62 14. Persentase Farmer’s Share Pada Setiap Saluran Pemasaran…………………………………………. 64
15. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pada Setiap Saluran Pemasaran Udang Windu di desa Panimbang, Serang.......... 64
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Jalur distribusi Pemasaran Komoditi Pertanian........................ 19
2. Hubungan antara Marjin Pemasaran dan Nilai Marjin Pemasaran Menurut Dahl dan Hammond, (1977) .................. 23
3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional .................................. 26
4. Saluran Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang.. ........... 44
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris, dengan dukungan kondisi alamnya,
menempatkan sektor perikanan sebagai salah satu sektor perekonomian nasional
disamping sektor lainnya. Sampai saat ini udang windu masih menjadi komoditas
perikanan yang memiliki peluang usaha cukup baik karena digemari konsumen
lokal (domestik) dan luar negeri. Hal ini disebabkan oleh rasa udang windu yang
enak dan gurih serta kandungan gizinya yang tinggi. Daging udang windu
diperkirakan mengandung 17-20 persen protein. Protein dalam daging udang
(termasuk udang windu) mengandung asam amino esensial yang lengkap, dan
kandungan lemaknya hanya sedikit. Di pasaran, udang windu yang dipilih sebagai
udang konsumsi, dimana udang yang dipasarkan terdiri dari udang yang masih
segar, udang beku, udang kupas beku (tanpa kepala), dan udang olahan. Udang
olahan tersedia dalam bentuk kalengan atau bentuk olahan lainnya. Udang segar
lebih banyak dipasarkan di dalam negeri (domestik), sementara udang beku
umumnya dipasarkan ke luar negeri (ekspor).
Hasil perikanan yang melimpah akan mengalami kerugian apabila tanpa
ada proses pemasaran yang cepat dan tepat. Arus pemasaran udang windu dari
produsen ke konsumen melalui berbagai lembaga pemasaran sangat beragam.
Banyak dan sedikitnya lembaga-lembaga pemasaran yang dilalui akan sangat
berpengaruh terhadap share harga yang diterima produsen maupun yang harus
dibayar konsumen
. Penangkapan sumberdaya kelautan yang masih dilakukan
secara langsung dari alam membuat kelangkaan pada komoditas udang di musim
tertentu. Oleh karena itu, sangat diperlukan beberapa unit pelaksanaan teknis
Daerah sekaligus penyuluhan yang berkaitan dengan peningkatan prosuktivitas
sumberdaya perikanan dan kelautan khususnya, di Daerah Panimbang, Serang,
Banten. Budidaya perikanan merupakan potensi yang cukup potensial untuk di
ekspor. Hingga saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai
prospek cukup baik, baik untuk konsumsi dalam negri maupun konsumsi luar
negri. Perkembangan produksi udang nasional dapat dilihat pada Tabel 1.
2
Tabel 1. Tahun
Perkembangan Produksi Nasional Udang Tahun 2003-2007 Volume (Ton) Pertumbuhan %
2003 368.190 -
2004 375.776 2,87
2005 416.000 9,669
2006 360.000 -15,555
2007 365.750 15,972
Jumlah 1.885.716 -
Sumber : BPS Serang, Banten (2007)
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa produksi udang Nasional
mengalami peningkatan setiap tahunnya, kondisi ini menunjukkan usaha tambak
udang memberikan nilai ekonomi yang layak dan menguntungkan dan menjadi
salah satu produk.
Di bidang pemasaran, khususnya udang windu merupakan salah satu
komoditas perikanan yang mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap
perekonomian nasional. Pada tahun 2003, volume ekspor udang tercatat 92,1 ton
dengan nilai US$ 11,28 per kg. Meski demikian pada tahun selanjutnya,
khususnya sejak tahun 2004, sebagai akibat menurunnya harga udang di pasaran
internasional menjadi US$ 6,08 per kg, nilai ekspor udang pada tahun 2007
mengalami penurunan menjadi US$ 127,3. Pada masa yang datang, jika kualitas
udang nasional terus ditingkatkan dan memenuhi standar mutu produk yang
dibutuhkan oleh negara-negara konsumen khususnya Jepang dan AS. Prospek
pemasaran udang nasional diperkirakan akan meningkat. Kedua negara itu, sangat
ketat terhadap produk makanan yang masuk ke negaranya. Untuk itu standar
manajemen mutu di Indonesia harus mampu dipenuhi oleh pengusaha tambak
udang nasional, sehingga mampu memiliki nilai kompetitif dengan produk udang
negara-negara lain. Perkembangan ekspor nasional dapat dilihat pada Tabel 2.
3
Tabel 2. Perkembangan Ekspor Nasional Udang Tahun 2003 – 2007
Tahun Volume (Ribu Ton) Nilai (US$)
2003 92,1 1.007 971,5
2004 140,5 1.007 231,8
2005 106,3 887 262,4
2006 114,0 887.625,4
2007 127,3 1.003 259,7
Sumber : BPS Serang, Banten (2007)
Sementara jika dilihat dari perkembangan konsumsi udang nasional yang
dilakukan dengan metoda produksi nasional ditambah impor dikurangi ekspor,
maka dapat dilihat pada tahun 2003, tingkat konsumsi nasional udang tercatat
276.607 ton, yang kemudian menurun menjadi 243.556 ton pada tahun 2004.
Tingkat konsumsi tersebut, menunjukkan bahwa selain sebagai komoditas pasar
internasional, udang windu memiliki peluang yang sangat baik untuk memenuhi
permintaan pasar domestik. Apalagi, seiring dengan perkembangan perekonomian
Indonesia yang diperkirakan membaik pada tahun-tahun yang akan datang,
sehingga memberikan peluang yang cukup besar bagi petambak udang karena
dengan terjadinya perbaikan perekonomian akan meningkatkan daya beli
masyarakat terhadap udang dan konsumsi udang pada masyarakat Indonesia akan
meningkat. Perkembangan konsumsi lokal dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Nasional Udang Tahun 2003 – 2007
Tahun Produksi ( Ton )
Ekspor ( Ton )
Impor ( Ton )
Konsumsi ( Ton )
2003 368.190 93.043 1.460 276.607
2004 375.776 140.158 7.938 243.556
2005 416.000 106.300 14.956 324.656
2006 360.000 114.000 13.450 259.450
2007 365.750 121.250 8.083 252.583
Jumlah 1.885.716 574.751 45.887 1.356.852
Sumber : BPS Serang, Banten (2007)
Semakin banyak permintaan konsumsi terhadap udang windu di pasar,
mengakibatkaan adanya persaingan yang ketat antara petambak dalam
4
berproduksi. Dalam menghadapi hal ini diperlukan setrategi pemasaran yang tepat
agar dapat bersaing dengan petambak lainnya dan dapat memperluas pasar. Salah
satu cara untuk dapat memperluas pasar yaitu dengan mengefektifkan pemasaran
yang efesiensi dan memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen, melalui
efesiensi pemasaran ini, harga udang windu akan meningkat dan akhirnya akan
meningkatkan keuntungan petambak udang windu yang terlibat.
1.2. Perumusan Masalah
Kabupaten Serang berjumlah 347.042 jiwa dan dapat digolongkan dalam
kelas Kota sedang, dimana berdasar kriteria BPS mengenai kelas Kota, Kota
Sedang adalah Kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000
jiwa. Luas wilayah Kabupaten Serang 2.492 Ha dan Desa Panimbang merupakan
salah satu Desa yang terdapat di Kabupaten Serang, Banten.
Desa Panimbang merupakan salah satu desa yang memiliki lahan subur di
di Kabupaten Serang, Sehingga sebagian lahannya digunakan untuk pertanian.
Disamping itu, Desa Panimbang memiliki pantai yang terbentang sepanjang 84,23
kilometer. Dalam hal ini yang menjadi pembahasan adalah salah satu sektor
migas, yaitu sektor perikanan, Khususnya pada perikanan tambak. Kondisi ini
dapat dilihat dari potensi tambak yang telah dimanfaatkan secara sempurna di
Propinsi Banten. Sehingga tidak heran sebagian besar horeka (Hotel, Restoran,
Kafe) di Banten memberikan harga yang cukup tinggi bagi hasil perikanan
tangkap dan perikanan budidaya yang dilakukan masyarakat serta dijual pada
pedagang pengumpul di masing-masing wilayah. Besarnya potensi ini tida dapat
dimanfaatkan bagi sebagian besar masyarakat Serang, Khususnya yang ada di
Desa Panimbang. Hal ini terkait dengan masih maraknya penggunaan induk dari
alam yang sebagian besar tidak seragam sehingga berdampak pada penurunan
produktivitas udang windu yang dihasilkan.
Udang windu merupakan jenis udang yang potensial dan merupakan
komoditas unggulan di sektor perikanan, sebagian besar petambak di Desa
Panimbang masih menggunakan tambak tradisional yang dibangun pada lahan
pasang surut dekat rawa hutan bakau, sehingga sangat rentan dengan penyebaran
virus yang tidak jarang menyebabkan kematian pada udang windu, sementara
tingginya permintaan udang windu pada horeka berbanding terbalik dengan
5
penerimaan petambak. Sebagai contoh, untuk harga jual udang windu di Desa
Panimbang, Serang, Banten dengan size 30 (30 ekor per kilogram) ditingkat
petambak sebagai produsen Rp 70.000 sedangkan ditingkat pedagang pengecer
sebesar Rp 85.000, sehingga
Harga udang windu dapat bersifat fluktuatif, karena komoditas ini termasuk
komoditas ekspor sehingga cukup tergantung pada nilai dolar terhadap rupiah.
Selain itu, fluktuasi pada permintaan dapat juga terjadi karena panjangnya rantai
pemasaran yang harus dilalui, kurangnya informasi pasar, yang dibutuhkan pelaku
pasar yang terlibat dalam aktifitas pemasaran. Begitu pula ketidak tepatan dalam
menentukan peluang pasar dan segmentasi pasar terhadap komoditas udang windu
yang bersifat segmented. Kondisi ini tentu saja akan menyebabkan timbulnya
marjin di tingkat petambak dan konsumen akhir,
posisi petambak udang windu sebagai produsen yang
paling tidak diuntungkan, disebabkan adanya perbedaan harga yang diterima
antara petambak dan pedagang pengecer yang jauh berbeda. Dalam hal ini
petambak udang windu tidak dapat berbuat banyak, karena petambak hanya
sebagai penerima harga (price taker), sehingga peranan pedang pengecer lebih
menonjol dan keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer lebih besar dari
keuntungan yang diterima petambak dan permasalahan ini menyebabkan kerugian
bagi petambak.
Oleh karena itu, diperlukan analisis untuk mengetahui seberapa besar marjin
yang terjadi akibat proses pemasaran terhadap komoditas udang windu dan
seberapa efesien saluran pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang,
Serang, Banten. Selain itu, di perjelas dengan alat analisis pemasaran melalui
pendekatan analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan studi kasus di Desa
Panimbang, Serang, Banten. Dari pendekatan ini dapat diketahui fungsi-fungsi
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang ada di Desa Panimbang,
Serang, Banten.
1. Bagaimana pemasaran Udang Windu dari petani produsen sampai konsumen
akhir di Desa Panimbang Serang, Banten?
Berdasarkan uraian, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
2. Bagaimana lembaga-lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi-fungsi
pemasaran tersebut?
6
3. Bagaimana struktur pasar dan Perilaku Pasar yang terjadi ?
4. Bagaimana Keragaan Pasar pada setiap saluran pemasaran?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :
1. Menganalisis saluran pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang
2. Menganalisis lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi-fungsi
pemasaran tersebut
3. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pemasaran Udang Windu di Desa
Panimbang
4. Menganalisis efisiensi pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang
1.4. Ruang lingkup dan Manfaat Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi kegiatan sistem pemasaran Udang Windu
yang ditinjau dari saluran pemasaran, lembaga dan fungsi pemasarann, analisis
struktur dan perilaku pasar, analisis keragaan pasar yang meliputi marjin, farmer’s
share dan rasio keuntungan dan biaya pemasaran. Pengamatan juga dilakukan
terhadap kegiatan budidaya udang windu seperti budidaya pembesaran yang siap
dipanen untuk dipasarkan serta menganalisis usaha pemasaran udang windu.
Pada analisis saluran pemasaran udang windu difokuskan pada sistem
pemasaran udang windu di Desa Panimbang Serang, Banten. Hal ini dilakukan
karena keterbatasan waktu dan materi yang dimiliki oleh peneliti. Untuk analisis
sistem pemasaran dilakukan dengan cara mengambil sampel rata-rata dari
petambak dengan penggunaan beberapa kreteria yang mendasar. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat sebagai masukan dan sebagai bahan pertimbangan bagi
kelompok tani di Desa Panimbang, Serang, Banten dalam memilih rantai
pemasaran udang windu. Hasil penelitian ini juga diharapkan akan memberikan
tambahan informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan dan dapat menjadi
masukan bagi para pengambil kebijakan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Komoditas Udang Windu
Udang windu merupakan komoditas perikanan dari Penaeus monodon dan
salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya yang potensial untuk
dikembangkan. Klasifikasi udang menurut Mujiman (1989) adalah sebagai
berikut:
Phylum : Arthopoda
Sub Phylum : Mandibulata
Class : Crustacea
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Nantantia
Famili : Penaeidea
Genus : Penaeus
Budidaya udang adalah kegiatan usaha pemeliharaan/pembesaran udang
mulai ukuran benih sampai ukuran layak untuk dikonsumsi (Mujiman 1989).
2.2. Morfologi Udang Windu
Bebarapa udang tambak yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah
udang windu yang lebih dikenal sebagai Penaeus monodon, sedangkan beberapa
jenis udang laut yang juga memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan
komoditi ekspor antara lain adalah Penaeus setiperus (udang putih), Penaeus
Aztecus (udang coklat), dan Penaeus duorarum (udang kesumba).
Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan
bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax
yang terdiri dari 13 ruas, yaitu lima ruas di bagian kepala dan delapan ruas di
bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari enam ruas, tiap-tiap ruas
(segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas
pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas empat lembar dan satu telson
yang berbentuk runcing.
Sementara bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala bagian depan
meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau
rostrum. Untuk bagian badan tertutup oleh enam ruas, yang satu sama lainnya
8
dihubungkan oleh selaput tipis. Ada lima pasang kaki renang (Pleopoda) yang
melekat pada ruas pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan pada ruas
keenam, kaki renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (Uropoda).
Di antara ekor kipas terdapat ekor yang meruncing pada bagian ujungnya yang
disebut telson. Organ dalam yang bisa diamati adalah usus (Intestine) yang
bermuara pada anus yang terletak pada ujung ruas keenam.
2.3 Sifat dan Karakteristik Udang Windu
Terdapat beberapa sifat dan karakteristik udang windu yang perlu untuk
diketahui. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pembudidayaan dan
dalam jangka panjang akan membahayakan keselamatan udang secara missal.
Diantara sifat dan karaktristik udang antara lain :
1. Sifat Nokturnal, yaitu sifat inatang yang aktif mencari makanan pada saat
malam hari. sedangkan pada siang hari lebih digunakan untuk beristirahat
dengan cara membenamkan diri ke dalam lumpur atau menempel pada
suatu benda. Dan dalam kondisi normal udang pada siang hari jarang
menampakkan diri.
2. Sifat kanibalisme, yaitu sifat saling memakan ketika terjadi kontak antara
sesame udang. Kondisi ini biasanya terjadi pada udang sehat denagn
mangsa udang lain yang seang ganti kulit.
3. Ganti kulit, yaitu kondisi ini terjadi pada setiap udang ketika ingin tumbuh
menjadi ukuran yang lebih besar, sehingga harus membuang kulit lama
yang cukup keras. udang muda biasanya lebih sering melakukan
pergantian kulit dibandingkan dengan udang dewasa.
2.4. Siklus Hidup Udang windu
Udang windu merupakan spesies Penaeus monodon, dimana udang windu
dewasa memijah di laut lepas, sedangkan udang windu muda bermigrasi ke daerah
pantai. Setelah telur-telur menetas, larva hidup di laut lepas menjadi bagian dari
zooplankton. Saat stadium post larva mereka bergerak ke daerah dekat pantai dan
perlahan-lahan turun ke dasar di daerah estuari dangkal. Perairan dangkal ini
memiliki kandungan nutrisi, salinitas dan suhu yang sangat bervariasi
dibandingkan dengan laut lepas. Setelah beberapa bulan hidup di daerah estuari,
9
udang dewasa kembali ke lingkungan laut dalam dimana kematangan sel kelamin,
perkawinan dan pemijahan terjadi.
2.5. Panen dan Pasca Panen
Panen akan dilakukan pada saat usia pemeliharaan 3-4 bulan, yang
harus diperhatikan adlah mutu dan kualitas udang windu yang akan berpindah ke
tangan konsumen. Hal ini dilakukan agar pembelian dapat berlangsung secara
kontiniu. kualitas udang dapat dilihat dari ukuran udang, semakin besar udang
maka semakin menjanjikan. Berkulit keras, bersih, licin, dan tidak terdapat cacat
pada tubuh udang, udang dalam kondisi segar, atau masih hidup maka harga yang
ditetapkan juga akan semakin tinggi. selain dari beberapa persyaratan ini, maka
udang akan ditolok khususnya oleh cold storage sebagai penampung komoditas
hasil perikanan. Waktu panen udang, pada umumnya dilakukan pada malam hari.
Hal ini terkait dengan sifat udang yang mencari makan pada malam hari dan
bergerak dipermukaan sekitar tambak, sehingga alat yang digunakan dalam panen
tidak begitu sulit mencari keberadaan udang
2.6. Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian tentang saluran dan sistem pemasaran yang pernah
dilakukan sebelumnya :
Simamora (2007), Mengenai Analisis Sistem Tataniaga Pisang di Desa
Suka Baru Buring, Kecamatan Panengahan, Kabupaten Lampung Selatan,
Propinsi Lampung. Berdasarkan hasil penelitian terdapat empat jalur tataniaga
yaitu : 1) Petani-PPD-Grosir I-Pengecer-Konsumen, 2) Petani-PPD-Grosir II-
Pedagang Pengecer-Konsumen, 3) Petani-PPD-Grosir 1-Grosir II-Pedagang
Pengecer-Konsumen, 4) Petani-Konsumen lokal. Dalam penelitian ini dapat
dihasilkan bahwa saluran satu merupakan saluran yang lebih efisien, dilihat dari
jumlah marjin, biaya, dan keuntungan maka karena keuntungan lebih besar,
marjin lebih kecil dan juga biaya lebih kecil. Rasio keuntungan terhadap biaya
saluran satu mempunyai nilai yang paling besar yaitu Rp 3,39 dan berada pada
tingkat pengecer 3,39 yang artinya setiap Rp 1,00 per kilogram biaya pemasaran
yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 3,39 per kilogram.
Dari ketiga saluran tersebut, terlihat bahwa petani selalu menjual hasil panennya
10
kepada pedagang pengumpu dengan cara memberitahukan terlebih dahulu pada
pedagang pengumpul waktu panen. Setelah itu pedagang pengumpul
mentranformasikan kembali produk kepada pedagang pengecer dan seterusnya.
Sehinga dalam penelitian ini dapat dihasilkan bahwa saluran pemasaran satu
merupakan saluran yang lebih efisien, dilihat dari jumlah marjin, biaya, dan
keuntungan, karena keuntungan lebih besar, marjin lebih kecil dan juga biaya
lebih kecil.
Melani (2002), Studi mengenai saluran pemasaran Ikan Koi di Kecamatan
Cisaat, Sukabumi menunjukkan bahwa saluran pemasaran Ikan Koi melibatkan
tengkulak kampung, tengkulak pasar, dan pedagang eceran. Rantai pemasaran
yang panjang diakibatkan oleh daerah pemasaran yang jauh, semakin jauh daerah
pemasaran akan melibatkan banyaknya lembaga pemasaran yang terkait.
Bertambahnya jarak daerah pemasaran dan lembaga pemasaran yang terlibat,
maka biaya pemasaran tinggi. Hal ini akan mendorong pedagang untuk
menetapkan harga jual Ikan Koi yang tinggi, sehingga pedagang mendapatkan
keuntungan yang besar, menunjukkan bahwa perbedaan yang tinggi antara harga
jual petani dengan harga beli konsumen mengakibatkan farmer’s share yang
rendah. Dari saluran pemasaran ikan Koi di Kecamatan Cisaat, Sukabumi
melibatkan beberapa lembaga pemasara diantaranya tengkulak, pedagang
pengumpul dan pedagang pengecer. Jauhnya Daerah pemasaran bagi petani Ikan
Koi, sehingga melibatkan beberapa lembaga pemasaran dan mengeluarkan biaya
pemasaran yang tinggi. Hal ini akan mendorong pedagang untuk menetapkan
harga jual Ikan Koi yang tinggi, sehingga pedagang mendapatkan keuntungan
yang besar, menunjukkan bahwa perbedaan yang tinggi antara harga jual petani
dengan harga beli konsumen mengakibatkan farmer’s share yang rendah.
Haris (2003) Penelitian yang dilakukan di Pasar Porda Juwana, Kecamatan
Juwana, Kabupaten Pati dengan judul Analisis Saluran Pemasaran Ikan Bandeng
menghasilkan beberapa informasi penting diantaranya terkait dengan pola saluran
pemasaran di daerah setempat, yaitu bandar, grosir dalam daerah, dan pengecer
luar daerah. Masing-masing lembaga pemasaran menyalurkan ikan bandeng dari
produsen petani ke konsumen. Saluran yang terbentuk dibedakan menjadi dua
aliran, yaitu saluran pemasaran dalam daerah Kabupaten Pati dan saluran
11
pemasaran luar daerah Kabupaten Pati. Diantara saluran pemasaran dalam daerah,
yaitu :
I. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen akhir
II. Petani – Bandar – Pengecer dalam daerah – Konsumen akhir III. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen Lembaga
Dan polasuran pemasaran yang terbentuk di luar daerah Kabupaten Pati, yaitu : I. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen akhir
II. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen lembaga Selain itu analisis fungsi yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat dalam proses
pemasaran adalah fungsi pertukaran antara petani, bandar, dan grosir. Biasanya,
para bandar di daerah setempat menawarkan jasa pelelangan kepada petani dalam
mematok komisi 3 – 5 persen dari petani dan grosir. Tidak jarang bandar
melakukan penjualan dengan grosir luar daerah untuk menjual panennya karena
pasokan tidak dapat lagi ditampung oleh grosir dalam daerah. Untuk menghemat
biaya pemasaran, bandar melakukan penjualan kepada grosir luar daerah ketika
tiba saat panen sekitar empat bulan sekali, sehingga ikan bandeng yang dipasok
dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini terkait dengan besarnya biaya transportasi
yang harus dikeluarkan bandar pada saat distribusi berlangsung. Pada saluran
pertama pemasaran dalam daerah, bandar memperoleh marjin pemasaran dari
komisi yang diberikan petani sebesar tiga persen. Hal ini dapat dilihat dari harga
ikan ukuran 5 – 7 ekor per kilogram dengan harga rata – rata Rp 6.200,00 menjadi
6.014,00 dipotong dengan biaya jasa pelelangan yang ditetapkan bandar pada
petani atas jasa pelelangan. Kemudian dijual kembali dengan pedagang grosir
sebesar Rp 7.200,00 sehingga marjin yang diperoleh pedagang grosir sebesar Rp
1.000,00. Begitu juga dengan saluran II dan III pada pemasaran dalam daerah
serta saluran I dan II pada saluran pemasaran luar Kabupaten Pati. Berbicara
marjin pasti terkait dengan keuntungan yang diperoleh masing – masing lembaga
pemasaran. Contoh pasara saluran I pada pemasaran dalam daerah Kabupaten
Pati, yaitu biaya pemasaran yang harus dikeluarkan petani terdiri dari biaya
angkut Rp 20,00 per kilogram atas sewa mobil, biaya retribusi angkutan Rp 1,00
per kilogram, pembayaran komisi 186,00 per kilogram, sehingga total biaya yang
dikeluarkan petani Rp 207, 00 per kilogram, dan keuntungan pun diperoleh dari
pengurangan antara marjin dengan biaya yang harus dikeluarkan. Keuntungan
12
bandar Rp 155,54, keuntungan grosir Rp 955,00 dan total keuntungan yang
diperoleh dalam satu saluran penuh sekitar Rp 1.110,54. pada saluran I, distribusi
marjin dan farmer’s share yang diperoleh cukup tinggi sebesar Rp 83,35 persen
karena penjualan yang dilakukan grosir pada konsumen lebih banya dengan
jumlah pembeli sedikit sehingga harga pun lebih tinggi dibandingkan penjualan
yang dilakukan kepada pedagang pengecer. Hal ini menunjukkan adanya
keuntungan bagi petani karena persentase harga jual yang cukup tinggi.
Sitompul (2007) Analisis usahatani dan tataniaga ikan hias mas koki
oranda di desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani,
pedagang pengumpul, supplier, dan konsumen akhir/hobbies. Harga jual anakan
Ikan mas koki oranda ditingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar
antara Rp 130 sampai dengan Rp 150/ekor. Harga jual Ikan mas koki oranda
ditingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800
sampai dengan Rp 900 per – ekor. Harga yang berlaku ditingkat supplier ke
pedagang pengecer berkisar antara Rp 1400 sampai dengan Rp 1500 per ekor,
sedangkan ditingkat pedagang pngecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp
2000 sampai dengan Rp 2500 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada
pola 1 dan pola 2 yaitu masing-masing sebesar 39,5 persen. Pada pola 3, rata-rata
harga jual petani adalah sebesar Rp. 1.116,7 per ekor, sedangkan rata-rata harga
yang dibayar oleh konsumen akhir adalah sebesar Rp. 1.250 per ekor. Farmer
share yang diterima oleh petani pada pola 3 adalah sebesar 89,3 persen
merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani, karena
saluran tataniaga ikan hias mas koki yang paling pendek dan efisien. Farmer’s
share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan saluran
pemasaran dan meningkatkan kualitas produknya.
13
2.7. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian tentang efisiensi saluran pemasaran udang windu
yang dikaji adalah saluran pemasaran dan fungsi-fungsi masing-masing lembaga
pemasaran dalam saluran pemasaran udang windu, struktur pasar yang terbentuk
pada setiap tingkat lembaga pemasaran, perilaku para pelaku pasar, dan keragaan
pasar yang diukur melalui margin pemasaran, bagian harga yang diterima petani,
rasio keuntungan dan biaya, serta keterpaduan pasar. Secara umum pemasaran
komoditas agribisnis belum mengarah kepada bentuk pasar yang efisien secara
keseluruhan, mengingat saluran tataniaga yang terbentuk menghasilkan margin
yang kurang merata, penentuan harga umumnya merugikan petani, dimana
penentuan harga dilakukan oleh lembaga pemasaran diatasnya dan petani hanya
bertindak sebagai penerima harga (Price taker).
Berdasrkan hasil penelitian-penelitian di atas, ada kesamaan dalam analisis
saluran pemasaran yaitu persamaan dalam penggunaan alat analisis untuk
menganalisis sistem pemasaran dan efisiensi saluran pemasaran. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada studi kasus, tempat serta
lokasi dilakukannya penelitian. Perbedaan lain terletak pada komoditas yang
diteliti adalah komoditas perikan tambak udang windu (Penaeus monodon) yang
merupakan salh satu komoditas unggulan dan tergantung pada fluktuasi mata uang
asing.
14
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Pemasaran
Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa pemasaran pertanian
adalah mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan
perpindahan hak milik dan fisik barang-barang hasil pertanian dan barang-barang
kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk
didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari
barang yang ditujukkan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberi
kepuasan yang lebih kepada konsumennya. Azzaino (1983) menyatakan bahwa
pemasaran disebut suatu proses pertukaran yang meliputi kegiatan pemindahan
barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran suatu proses sosial
dimana individu-individu atau kelompok-kelompok mendapatkan apa yang
dibutuhkan dan yang diinginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran
produk-produk yang bernilai.
Pemasaran merupakan kegiatan aliran barang dan jasa dari produsen ke
konsumen dengan tujuan untuk memberi kepuasan kepada konsumen. Untuk
menganalisis saluran pemasaran dapat dilkaukan tiga pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan Fungsi (Functional approach); merupakan pendekatan yang
mempelajari fungsi-fungsi yang ada dalam lembaga pemasaran yang terlibat
dalam tataniaga suatu komoditi. Pendekatan fungsi terdiri dari fungsi
pertukaran meliputi pembelian dan penjualan, fungsi fisik meliputi
penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan, dan fungsi fasilitas yang meliputi
standarisasi dan grading, penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi
pasar.
2. Pendekatan kelembagaan (Institutional approach), pendekatan kelembagaan ini
berguna untuk mempelajari atau mengamati peranan masing-masing lembaga
pemasaran dalam kegiatan pemasaran yang terdiri dari produsen, bandar,
pengecer, konsumen, dan lain-lain.
3. Pendekatan perilaku (Behavioral system approach), pendekatan ini merupakan
pelengkap dari kedua fungsi di atas, yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang
15
ada dalam proses pemasaran seperti perubahan dan perilaku lembaga
pemasaran. Pemasaran produk pertanian merupakan pemasaran produk yang
memerlukan penangan yang intesif hingga sampai ketangan konsumen. Hl ini
disebabkan oleh karaktristik produk pertanian yang mudah rusak,
membutuhkan ruang, di produksi dalm jumlah besar, dan lain sebagainya. Oleh
karena itu, dibutuhkan integrasi berbagai pihak agar produk yang dipasarkan
sampai ke tangan konsumen tanpa mengurangi kualitas produk yang
dihasilkan.
3.1.2 Lembaga-lembaga pemasaran
Hanafiah dan Saefuddin (1983), menjelaskan bahwa lembaga pemasaran
adalah badan-badan yang bertanggungjawab menyelenggarakan kegiatan atau
fungsi pemasaran dimana barang harus bergerak dari produsen sampai ke
konsumen. Lembaga pemasaran ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang
perantara dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga pemasaran adalah
menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen
semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga
pemasaran berupa marjin pemasaran.
Limbong dan Sitorus (1987) dalam pemasaran barang atau jasa terlibat
beberapa lembaga pemasaran mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara
dan konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa
sering berjauhan dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat
diharapkan kehadirannya untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa
tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi. Lembaga pemasaran merupakan
suatu lembaga dalam bentuk perorangan, perserikatan atau perseroan yang akan
melakukan fungsi– fungsi pemasaran yang berusaha untuk memperlancar arus
barang dari produsen sampai tingkat konsumen melalui berbagai
kegiatan/aktifitas. Lembaga–lembaga pemasaran tersebut juga berfungsi sebagai
sumber informasi mengenai suatu barang dan jasa. Dalam sistem tataniaga
terdapat lembaga-lembaga tataniaga yang cukup penting yaitu:
1. Pedagang pengumpul yaitu pedagang yang membeli atau mengumpulkan
barang–barang hasil pertanian dari produsen kemudian memasarkan dalam
16
partai besar kepada pedagang lain. Dalam hal ini pedagang pengumpul
bisanya ada disetiap desa.
2. Pedagang besar yaitu pedagang yang membeli dari pedagang pengumpul
dalam partai besar dan mendistribusikan kesetiap pedagang pengecer atupun
ke pasar.
3. Pengecer yaitu pedagang yang membeli barang dari pedagang besar dan
mendistribusikannya barang secara langsung ke konsumen akhir.
3.1.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran
Pendekatan fungsi menurut Khols dan Uhl (1985) adalah suatu pendekatan
yang mempelajari bagaimana system pemasaran dilakukan. Pendekatan ini untuk
menganalisis dan mempelajari berbagai gejala dalam proses pemasaran untuk
beberapa aspek , sehingga seluruh proses pemasaran dapat memberikan gambaran
yang ringkas dan lengkap. Fungsi tersebut terdisri dari :
1. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang berhubungan dengan perpindaha hak
milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fugsi pertukaran meliputi (a)
kegiatan pembelian dan (b) kegiatan penjualan. Pembelian merupakan kegiatan
melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang,
menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikut i
mencari pasar, menetapkan jumlah, kualitas serta menentukan saluran tataniaga
yang paling sesuai.
2. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang berhubungan langsung dengan barang
dan jasa yang menimbulkan kegunaan tempat, waktu dan bentuk. Fungsi ini
meliputi (a) penyimpanan, untuk menbuat komoditas selalu ada ketika
dibutuhkan konsumen, (b) pengolahan, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan nilai tambah dari produk tersebut, sehingga kepuasan, kebutuhan
konsumen dapat terpenuhi, (c) pengangkutan, pemindahan, merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk memindahkan barang dari suatu tempat
ketempat lain, yang akan memudahkan konsumen mendapatkan barang
tersebut.
3. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang mendukung dalam kegiatan
pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas
meliputi (a) fungsi standarisasi dan grading,merupakan fungsi mempermudah
17
pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya
pemasaran dan memperluas pasar, (b) fungsi penanggungan risiko, merupakan
fungsi menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang
disebabkan risiko, (c) fungsi pembayaran, merupakan kegiatan pembayaran
dalam bentuk uang untuk memperlancar proses tataniaga, dan (d) informasi
pasar, merupakan kegiatan dengan mengumpulkan sejumlah data sehingga
proses pemasaran menjadi lebih sempurna.
3.1.4 Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran merupakan cara atau sistem untuk menyampakai
produk yang dihasilkan oleh produsen kepada konsumen. Dalam saluran
pemasaran terdapat lembaga-lembaga pemasaran seperti produsen (petani),
pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang antar kota dan lain sebagainya.
Menurut Sudiono (2001), lembaga pemasaran menurut penguasaan
terhadap komoditi yang diperjual belikan dapat dibedakan atas tiga :
1. Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda, seperti agen, makelar
(broker, selling broker, buying broker)
2. Lembaga yang memiliki dan menguasai komodi-komodi pertanian yang
diperjualbelikan, seperti pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir dan
importir.
3. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komodi-komodi
pertanian yang diperjualbelikan. Seperti perusahan perusahaan yang
menyediakan fasilitas-fasilitas ternsportasi, asuransi pemasaran dan
perusahaan penentu kualitas produk pertanian (Surveyor).
Sehingga terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam
memilih saluran pemasaran yaitu:
1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli
potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan
pembeli.
2. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat
barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut
untuk memenuhi pesanan atau pasar.
18
3. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan,
kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan
pelayanan penjualan.
4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga
perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan
pertimbangan biaya.
Banyaknya lembaga yang terlibat dalam suatu saluran pemasaran
dipengaruhi oleh jarak dari produsen ke konsumen, sifat komoditas, skal produksi,
dan kekuatan modal yang dimiliki (Saefuddin dan Hanafiah 1986 ). Saluran
pemasaran yang dilalui oleh barang dan jasa akan sangat menentukan nilai
keuntungan suatu prodak dan berpengaruh terhadap pembagian penerimaan yang
diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalamnya. Pada
umumnya, semakin pendek saluran pemasaran akan memberikan keuntungan
yang lebih besar dibandingkan saluran pemasaran yang panjang. Lembaga yang
terlibat dalam pemasaran udang windu dari petambak sampai konsumen akhir
diantaranya, pedagang pengumpul, pedagang besar, perusahaan ekspor, konsumen
lembaga. Saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1 :
Gambar 1. Saluran Pemasaran Komoditi Pertanian Sumber : (Khols dan Downey, 1985)
Pedagang desa di pasar lokal
Agen Perantara
Pedagang pengecer (retailers)
Pedagang besar (Wholesalers)
Agen Processor
Konsumen
Petani
19
3.1.5 Struktur Pasar
Struktur pasar (Market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan
pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam
suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti size atau
concentration, deskripsi dan diferensiasi produk, syarat-syarat entry dan
sebagainya (Limbong, 1997). Pada struktur pasar dijelaskan bagaimana perilaku
penjual dan pembeli yang terlibat (Market conduct) dan selanjutnya akan
menunjukkan keragaan yang terjadi dari struktur dan perilaku pasar (Market
performance) yang ada di dalam sistem tataniaga tersebut.
Analisis struktur pasar mendorong studi tentang faktor teknik, motivasi,
institusi, dan organisasi yang mempengaruhi kebiasaan perusahaan dalam pasar.
Struktur pasar dicirikan oleh : (1) jumlah dan ukuran pasar, (2) diferensiasi
produk, (3) kebebasan keluar masuk pasar, dan (4) pengetahuan partisipan tentang
biaya, harga, dan kondisi pasar (Dahl dan Hammond, 1977). Tabel 4 menyajikan
karakteristik struktur pasar.
Tabel 4. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk
Karakteristik Struktur Pasar
Jumlah Perusahaan
Sifat Produk Dari Sudut Penjual Dari Sudut Pembeli
Banyak Homogen Persaingan Murni Persaingan Murni
Banyak Diferensiasi Persaingan Persaingan
Sedikit Homogen Monopolistik Monopolistik
Sedikit Diferensiasi Oligopoli Murni Oligopsoni Murni
Satu Unik Oligopoli diferensiasi Oligopsoni
Monopoli Diferensiasi
Monopsoni
Sumber : Dahl dan Hammond (1977)
Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1986) struktur pasar produk perikanan
yang banyak dijumpai dalam praktek adalah pasar persaingan monolistik dan
oligopoli, dimana struktur pasar produk pertanian cendrung berada pada pasar
20
persaingan tidak sempurna, baik berupa monopoli, oligopoli, maupun pasar
persaingan monopolistik. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal:
1. Bagaimana pangsa pasar (Market share) yang dimiliki petani umumnya
sangat kecil, sehingga petani dalam pemasaran produk pertanian bertindak
penerima harga (Price taker).
2. Produk pertanian pada umumnya diproduksi secara massal dan homogen,
sehingga apabila petani menaikkan harga komoditi yang akan dihasilkan
menyebabkan konsumen beralih untuk mengkonsumsi komodi yang
dihasilkan petani lainnya.
3. Komoditi yang dihasilkan mudah rusak (Perishable), sehingga harus
secepatnya dijual tanpa memperhitungkan harga.
4. Lokasi produksi terpencil dan sulit tercapai oleh alat tranportasi yang
mudah dan cepat.
5. Petani kekurangan informasi harga dan kualitan dan kuantitas yang
diinginkan konsumen, sehingga petani mudah diperdaya lembaga-lembaga
pemasaran yang berhubungan dengan petani langsung.
6. Adanya kredit dan pinjaman dari lembaga pemasaran kepada petani yang
bersifat meningkat.
3.1.6 Perilaku Pasar
Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar
tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang harus diambil dalam
menghadapi berbagai struktur pasar. Perilaku pasar meliputi kegiatan penjualan,
pembelian, penentuan harga, dan strategi tataniaga. Perilaku pasar dapat dilihat
dari proses pembentukan harga dan stabilitas harga, serta ada tidaknya praktek
jujur dari lembaga yang terlibat dalam tataniaga (Azzaino 1982).
Menurut Asmarantaka (1999), bahwa perilaku pasar ada tiga cara yaitu : (1)
penentuan harga dan setting level of output; menetapkan penentuan harga tidak
berpengaruh terhadap perusahaan lain, melainkan ditetapkan secara bersama-sama
oleh penjual atau penetapan harga berdasarkan pemimpin harga, (2) product
promotion policy; melalui pameran dan iklan atas nama perusahaan, (3) predatory
and exlusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong
perusahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi ini berusaha menguasai
21
bahan baku, sehingga perusahaan pesaing tidak berproduksi dengan menggunakan
bahan baku yang sama.
Perilaku pasar terkait dengan tindak tanduk serta langkah yang
diimplementasikan oleh penjual saat memasarkan. Tindakan yang dilakukan
dapat berpengaruh pada penetapan harga dan keragaan pasar di daerah yang
menjadi fokus penelitian. Perikalaku pasar dapat mencerminkan aliran suatu
produk mulai dari tangan produsen hingga ke tangan konsumen. Pada umumnya
perilaku pasar tercermin pada saat beroprasi. Seperti saat penentuan harga,
sosialisasi, penetapan pangsa pasar, serta aktifitas transaksi di pasar. Terdapat tiga
cara mengenal perilaku pasar, yaitu :
1. Penentuan Harga dan Setting of Output : Penentuan harga yang dilakukan
tanpa mempengaruhi perusahaan lain. Penetapan ini dilakukan secara bersama
– sama dengan para penjual yang lain, dan penetapan harga yang dilakukan
dipimpin oleh pemimpin harga.
2. Kebijakan atau Aturan Promosi Produk (Product Promotion Policy) : yaitu
promosi yang dilakukan penjual dengan cara mengikuti pemasaran atau
membuka stand produk atas nama perusahaan.
3. Peredatory and Exlusivenary Tactics : Strategi ini tidak cukup sehat karena
perusahaan yang satu berusaha untuk mengeluarkan perusahaan yang lain dari
pasar dengan menetapkan harga dibawah biaya marjin, sehingga perusahaan
lain tidak dapat melakukan kompetisi tersebut. Selain itu, cara lain juga dapat
dilakukan dengan menguasai bahan baku yang akan mengakibatkan
perusahaan lain tidak dapat menggunakan sumber bahan baku yang sama.
3.1.7 Keragaan Pasar
Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku
pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, volume
produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem
tataniaga (Dahl dan Hammond 1977). Menurut Sudiyono ( 2001 ) keragaan pasar
adalah hasil keputusan akhir yang diambil adalah hubungannya dengan proses
tawar menawar dan persaingan pasar.
Deskripsi keragaan pasar dapat dilihat dari: harga dan penyebarannya
ditingkat produsen dan ditingkat pasar, marjin pemasarn dan penybarannya pada
22
setiap tingkat harga. Selain itu analisis terhadap keragaan pasar dapat didekati
melalui analisis perkembangan harga, elastisitas tansmisi dan integrasi pasar.
3.1.8 Efisiensi Pemasaran
Pemasaran yang efesien merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam
sistem pemasaran, dimana sistem pemasarn memberikan kepuasan kepada setiap
pihak-pihak yang terlibat produsen, konsumen, dan lembaga-lembaga pemasaran .
Menurut Sudiono (2001) untuk mengukur efesiensi pemasaran dapat dilakukan
pendekatanstruktur, keragaan, dan tingkahlaku pasar. Upaya perbaikan efesiensi
pemasaran dapat dilakukan dengan meningkatkan output pemasaran dan
mengurangi biaya pemasaran.
Menurut Sudiyono (2001) secara sederhana konsep efisiensi ini didekati
dengan rasio output-input, suatu proses pemasarn dikatakan efesien apabila :
1. Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit.
2. Output meningkat sedanngkan input yang digunakan tetap konstan.
3. Output dan input sama-sama mengalami kenaikan, tetapi laju kenaikan output
lebih cepat dari pada input
4. Output dan input sama mengalami penurunan, tetapi penurunan output lebih
lambat dari pada input.
Efesiensi pemasarn dapat dibedakan atas efesiensi teknis (operasional) dan
efesiensi ekonomis (harga). Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1986) efesiensi
teknis berarti pengendalian fisik daripada produk dan dalam ”term” ini mencakup
dalam hal-hal: prosedur, teknis, dan besarnya skala operasi, dengan tujuan
penghematan fisik seperti mengurangi kurusakan (Waste), mencegah merosotnya
mutu produk dan penghematan tenaga kerja. Sedangkan dalam pengukuran
efesiensi ekonomis maka marjin pemasaran sering dipakai sebagai alat ukur.
3.1.8.1 Marjin Pemasaran
Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen
dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai
nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran sejak dari tingkat produsen
sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik
produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi.
23
Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke
konsumen disebut sebagai biaya tataniaga.
Menurut Dahl dan Hammond (1977) mendefenisikan marjin pemasaran
sebagai perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga pedagang pengecer
(Pr). Marjin pemasaran menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat
pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Nilai margin pemasaran
(Value of marketing margin) merupakan perkalian antara marjin pemasaran
dengan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung pengertian
marketing cost dan marketing charge seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Pendekatan terhadap nilai marjin pemasaran dapat melalui return to factor
(Marketing cost) yaitu penjumlahan dari biaya pemasaran, yang merupakan balas
jasa terhadap input yang digunakan seperti tenaga kerja, modal, investasi yang
diberikan untuk lancarnya proses pemasaran dan input-input lainnya, serta dengan
pendekatan return to institution (Marketing charge), yaitu pendekatan melalui
lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses penyaluran atau
pengolahan komoditi yang dipasarkan (pedagang pengumpul, pengolah, grosir,
agen, dan pengecer.
Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi
yang dilakukan antar lembaga biasanya berbeda-beda. Hal ini menyebabkan
perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat
konsumen akhir berbeda. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, akan
semakin besar perbedaan harga antar produsen dengan harga di tingkat konsumen.
Secara grafis marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar 2 :
Harga Sr
Pr Sf
C A Pf Dr
B Df
0 Qr, f
Gambar 2. Hubungan Antara Fungsi-fungsi Pertama dan Turunan Terhadap Marjin Pemasaran dan Nilai Marjin Pemasaran
Sumber : Dahl dan Hammond (1977)
24
Keterangan :
A = Nilai marjin pemasaran((Pr-Pf).Qr,f) B = Marketing cost and Marketing charge C = Marjin pemasaran (Pr-Pf) Pr = Harga di tingkat pedagang pengecer Pf = Harga di tingkat petani Sr = Supply di tingkat pengecer (Derived supply) Sf = Supply di tingkat petani (Primary supply) Dr = Demand di tingkat pengecer (Derived demand) Df = Demand di tingkat petani (Primary demand) Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer Besarnya marjin pemasaran pada suatu saluran pemasaran tertentu dapat
dinyatakan sebagai jumlah dari marjin pada masing-masing lembaga pemasaran
yang terlibat. Rendahnya biaya pemasaran suatu komoditi belum tentu dapat
mencerminkan efisiensi yang tinggi.
3.1.8.2 Farmer’s Share
Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan
pemasaran adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (Farmer’s
share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima
lembaga pemasaran sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan
Sitorus 1987).
3.1.8.3 Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C)
Berdasarkan nilai marjin pemasaran yang diperoleh dapat diketahui tingkat
rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Rasio
ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pemasaran
yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Semakin tinggi nilai
rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Rasio tersebut diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Limbong dan Sitorus 1987) :
Rasio Keuntungan/Biaya (%) = %100)(
)( xCiPemasaranBiaya
iKeuntungan π
Rasio keuntungan dan biaya pemasaran adalah besarnya keuntungan yang
diterima atas biaya pemasaran yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin
meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional
sistem pemasaran akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus 1987).
25
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk
memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen sehingga dalam
proses tersebut terjadi pemindaha kepemilikian. Dalam memasarkan suatu
komoditi baik barang atau jasa akan melibatkan beberapa faktor pemasaran,
anatara lain sistem pemasaran dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat
melakukan fungsi pemasaran dan serta struktur, perilaku pasar dan keragaan pasar
yang menentukan tingkat harga suatu komoditi.
Sistem pemasaran merupakan segala aktivitas yang diperlukan dalam
pemindahan hak miliki dan menyelenggarakan saluran fisiknya termasuk jasa-jasa
dan fungsi-fungsi pemasaran dalam menjalankan distribusi barang dari produsen
ke konsumen. Saluran pemasaran udang windu dari Desa Panimbang, Serang,
Banten melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu petambak, pedagang
pengumpul pedagang pengecer dan eksportir. Fungsi-fungsi pemasaran udang
windu dari Desa Panimbang, Serang, Banten dianalisis melalui pendekatan serba
fungsi yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Struktur pasar
dapat diketahui dengan melibatkan jumlah penjualan dan pembelian, informasi
pasar, jenis transaksi yang terjadi dan hambatan keluar masuk pasar. Perilaku
pasar dapat diketahui dengan melihat praktek penjualan dan pembelian, penentuan
harga, cara pembayaran dan kerjasama antar lembaga, sedangkan keragaan pasar
dapat diketahui dengan melihat marjin pemasaran dan keterpaduan pasar.
Berdasarkan teori pemasaran khususnya tentang efesiensi pemasaran yang
berdampak pada peningkatan keuntungan petani dan lembaga pemasaran yang
terlibat serta dalam rangka merangsang industri perikananagar kondusif, maka
peneliti perlu mengkaji tentang bagai mana pola saluran pemasaran udang windu
dari Desa Pnimbang, Serang, Banten nilai dari marjin pemasaran yang terbentuk
dari setiap fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran serta
dilihat dari struktur dan prilaku pasar, dan keterpaduan pasar yang terjadi dilihat
dari pembentukan harga yag terjadi akibat pembentukan harga antara lembaga
pemasaran yang satu dengan lainnya. Kerangka pemikiran yang melandasi
penelitian ini dapat di lihat pada Gambar 3.
26
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional, Analisis Efisiensi Pemsaran Udang Windu ( Studi Kasus : di Desa Panimbang, Serang, Banten )
Petani Udang Windu
Adanya perbedaan harga yang cukup besar antara harga jual udang windu di tingkat petani dan harga jual udang windu di tingkat konsumen
Analisis Kualitatif 1. Saluran Pemasaran dan
Lembaga Pemasaran 2. Fungsi-fungsi Pemsaran 3. Struktur Pemsaran 4. Keragaan Pemasaran
Analisis Kuantitaf 1. Marjin Pemasaran 2. Farmer’s Share 3. Rasio Keuntungan dan Biaya
Efisiensi Pemasaran
Efesiensi Operasional 1. Marjin Tataniaga 2. Farmer’s Share 3. Rasio keuntungan dan Biaya
Saluran Pemasaran yang Efisien
27
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Panimbang, Serang, Banten pada aktivitas
Kelompok Tani udang windu. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(Purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa Panimbang, Serang, Banten
merupakan salah satu daerah produksi udang windu yang berkembang. Penelitian
dilakukan pada bulan Desember 2009.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pembagian daftar pertanyaan yang telah
disiapkan dengan tehnik wawancara langsung kepada petani serta lembaga-
lembaga tataniaga yang terlibat seperti pedagang pengumpul, pedagang pengecer,
dan konsumen lembaga. Data sekunder dari instansi yang terkait dengan masalah
penelitian seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Perikanan dan
Peternakan Kesambi Serang, Banten, serta buku-buku literatur yang terkait
lainnya. Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk analisis lembaga dan saluran pemasaran, data yang dikumpulkan
meliputi:
a. Tingkat petani, yaitu: - Karakteristik petani: Umur, pendidikan dan pengalaman bertani. - Gambaran usahatani: Jumlah produksi, luas panen, tehnik serta peralatan
yang digunakan serta luas lahan. - Cara penjualan produk. - Tujuan penjualan produk (dijual kemana).
b. Tingkat pedagang perantara, yaitu : - Karakteristik pedagang: Umur, tingkat pendididikan, pengalaman
berdagang. - Cara pembelian produk: Sumber pembelian produk, frekuensi pembelian
dan jumlah yang dibeli, serta harga beli produk. - Tujuan penjualan produk (dijual kemana) - Volume penjualan dan harga jual.
28
2. Untuk menganalisis fungsi-fungsi pemasaran, dianalisis berdasarkan fungsi-
fungsi ditiap lembaga pemasaran. Data-data yang dikumpulkan meliputi :
1) Fungsi pertukaran :
a. Petani :
- Jumlah atau volume penjualan kepada pedagang
- Frekuensi penjualan
- Proses penjualan
b. Pedagang :
- Jumlah pembelian dari petani atau pedagang lain
- Frekuensi pembelian
- Jumlah/volume penjualan ke pedagang lain atau ke konsumen
- Frekuensi penjualan
2) Fungsi Fisik
a. Petani :
- Jumlah produk yang disimpan
- Lokasi penyimpanan hasil panen
- Lama penyimpanan.
- Biaya penyimpanan
- Biaya trasnportasi atau pengangkutan
b. Pedagang :
- Jumlah produk yang disimpan
- Lokasi penyimpanan produk
- Lama penyimpanan
- Biaya penyimpanan
- Biaya trasnportasi
- Alat transportasi yang digunakan
- Biaya pengolahan
- Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pengolahan
3) Fungsi fasilitas
a. Petani :
- Proses penyortiran dan grading
- Jumlah yang disortir
29
- Pembiayaan (persiapan lahan sampai panen)
- Biaya pengangkutan
- Biaya penyimpanan
- Biaya penyusutan
- Resiko yang ditanggung petani
- Sumber informasi pasar
- Cara memperoleh informasi pasar
b. Pedagang :
- Proses penyortiran dan grading
- Biaya-biaya yang dikeluarkan : biaya pengangkutan, biaya
penyimpanan, biaya pengemasan, biaya bongkar muat, biaya
penyusutan, biaya tenaga kerja dan lain-lain.
- Resiko usaha yang ditanggung pedagang
- Sumber informasi pasar
- Cara memperoleh informasi pasar
3. Untuk menganalisis struktur pasar, data yang dikumpulkan meliputi :
- Jumlah pelaku yang terlibat (jumlah pembeli dan penjual)
- Keragaman produk : Klasifikasi mutu udang windu
- Hambatan keluar masuk pasar:
Hambatan yang dialami petani
Hambatan yang dialami pedagang pengumpul
Hambatan yang dialami oleh pedagang besar
Hambatan yang dialami oleh pedagang pengecer
Modal yang diperlukan oleh masing-masing lembaga tataniaga
Jumlah pesaing dipasar
- Informasi pasar:
Sumber informasi pasar/harga
Cara memperoleh informasi harga ditingkat petani dan pedagang
Sarana informasi yang digunakan
30
4. Untuk menganalisis perilaku pasar data yang diperlukan adalah:
- Praktek pembelian dan penjualan antar lembaga-lembaga tataniaga
- Sistem penentuan harga
- Cara pembayaran harga dari pedagang ke petani
- Cara pembayaran harga diantara lembaga pemasaran
- Praktek kerjasama antar lembaga pemasaran
5. Untuk menganalisis margin pemasaran dan farmer’s share data yang
dikumpulkan adalah:
- Harga jual dari petani
- Harga beli dari pedagang pengumpul
- Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengumpul
- Keuntungan pedagang pengumpul
- Harga jual dari pedagang pengumpul
- Harga beli dari pedagang besar
- Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang besar
- Keuntungan pedagang besar
- Harga jual dari pedagang besar
- Harga beli dari pedagang pengecer
- Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer
- Keuntungan pedagang pengecer
- Harga jual dari pedagang pengecer ke konsumen
6. Untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian, data yang dikumpulkan
meliputi :
- Kondisi geografis daerah penelitian
- Tata guna lahan
- Sarana dan prasarana di daerah penelitian
- Kelembagaan Desa Kesambi Serang, Banten
- Keadaan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.
31
4.3. Metode Penentuan Responden
Produk yang diteliti adalah komoditas perikanan, tepatnya Udang Windu
(Penaeus monodon). Komoditas ini dapat dikatakan umggulan di Desa
Panimbang, Serang, Banten sehingga memudahkan akan kebutuhan data dan
informasi yang akan diperoleh dari lokasi tempat penelitian yang telah disurvei
sebelumnya. Metode penentuan populasi berdasarkan petambak yang berada
dalam satu komoditas dengan kepemilikan lahan yang seragam. Anggota
komoditas tersebut menggunakan empat petak dalam dua hektar lahan yang
dimiliki. Pemilihan responden petambak udang windu dilakukan dengan cara
keputusan (Judgement sample). Jumlah seluruh responden yang diambil sebanyak
20 petambak dan tambak yang digunakan merupakan tambak tradisional sebagian
petambak menggunakan polikultur pada empat petak tambak, lima orang
pedagang pengumpul, serta tujuh orang pedagang pengecer. Penentuan responden
pada saluran pemasaran dilakukan dengan penelusuran saluran pemasaran mulai
dari tingkat petambak sampai ke tingkat konsumen akhir.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Proses analisis data kualitatif
menggambarkan secara deskriptif saluran tataniaga , fungsi-fungsi pemasaran
serta struktur dan perilaku pasar. Sedangkan analisis data kuantitatif dipergunakan
untuk menganalisis besaran margin tataniaga, farmer share dan rasio keuntungan
dan biaya. Alat analisis data kuantitatif yang digunakan adalah berupa kalkulator,
program komputer dan tabulasi data.
4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran
Analisis saluran pemasaran komoditas udang windu (Penaeus monodon)
diamati melalui beberapa lembaga pemasaran yang turut berkontribusi pada
penyaluran atau transformasi hasil panen dari produsen ke konsumen akahir.
Saluran pemasaran yang diteliti meliputi produsen, pedagang pengumpul,
pedagang pengecer, konsumen lembaga, dan konsumen rumah tangga. Banyaknya
lembaga yang berkontribusi pada aktifitas pemasaran akan berpengaruh terhadap
penerimaan pendapatan yang diterima oleh masing – masing lembaga tersebut.
32
4.4.2 Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran
Fungsi-fungsi pemasaran dapat dilihat dari masing-masing fungsi yang
dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam menyalurkan udang windu dari
produsen ke konsumen akhir. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut dilakukan oleh
lembaga pemasaran meliputi fungsi fisik, fungsi pertukaran, dan fungsi fasilitas.
Analisis fungsi-fungsi pemasaran diperlukan karena untuk mengetahui fungsi-
fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat, penghitungan
kebutuhan biaya dan fasilitas yang dibutuhkan. Dari analisis fungsi pemasaran
dapat dihitung besarnya biaya marjin pemasaran.
4.4.3 Analisis Struktur Pasar
Analisis struktur pasar diperlukan untuk mengetahui apakah struktur pasar
yang ada cenderung mendekati pasar persaingan sempurna atau pasar persaingan
tidak sempurna dengan melihat komponen-komponen yang mengarahkan pasar ke
suatu struktur pasar tertentu. Apabila semakin banyak penjual dan pembeli dan
semakin kecilnya jumlah yang diperjualbelikan oleh setiap lembaga pemasaran,
maka struktur pasar tersebut masuk dalam pasar persaingan sempurna. Sedangkan
adanya kesepakatan antar sesama pelaku pemasaran dapat menimbulkan struktur
pasar yang cenderung tidak bersaing sempurna.
4.4.4 Analisis Perilaku Pasar
Perilaku pasar udang windu yang terjadi di Desa Panimbang, Serang.
Banten dapat dianalisis dengan mengamati sistem penjualan dan pembelian,
sistem penetuan harga dan pembayaran serta kerjasama diantara lembaga
tataniaga yang terbentuk.
4.4.5 Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran diperlukan untuk melihat efisiensi pemasaran udang
windu. Marjin pemasaran dihitun bedasarkan pengurangan harga penjualan
dengan harga pembelian pada setiap lembaga pemasaran. Besarnya marjin
pemasaran pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran
dan keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing lembaga pemasaran.
Secara matematik Limbong dan Sitorus (1985) merumuskan marjin
tataniaga sebagai berikut :
33
M=Ps-Pb...................................(1)
M=Ci-∏i...................................(2)
Dimana : M = Marjin pemasaran di tingkat ke-i
Ps = Harga jual di tingkat ke-i Pb = Harga beli di tingkat ke-i C = Biaya pemasaran tingkat ke-i ∏ = Keuntungan lembaga pemasaran pasar tingkat ke-i
Dengan penjumlahan persamaan (1) dan (2) maka diperoleh :
Ps-Pb=Ci-∏i...........................(3)
Berdasarkan persamaan tersebut, maka keuntungan lemabaga pemasaran pada
tingak ke-i adalah :
∏i=Ps-Pb-Ci..........................(4)
4.4.6 Analisis Farmer`s Share
Farmer`s share merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani
udang winsu dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Farmer`s share
memiliki korelasi yang negative dengan marjin pemasaran, artinya semakin
tinnggi marjin pemasaran maka bagian harga yang diterima petani udang winsu
semakin rendah. Farmer`s share dirumuskan sebagai berikut :
%100xPkPfFs …………..…(5)
Dimana : Fs = Farmer`s share (dalam persentase) Pf = Harga di tingkat petani udang windu (Rp) Pk = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir udang windu (Rp)
4.4.7 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Rasio keuntungan dan biaya (Analisis L/R rasio) adalah persentase
keuntungan pemasaran terhadap biayapemasaran secara teknis (operasional) untuk
mengetahui tingkat efisiennya. Untuk mengetahui ppenyebaran rasio keuntungan
dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai
berikut :
%100/ xCiLiCRasioB ....................(6)
Keterangan :
Li : Keuntungan lembaga pemasaran ke-i Ci : Biaya pemasaran lembaga ke-i
34
4.5 Definisi Operasional
Untuk menjelaskan pengertian mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
Lembaga pemasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-
fungsi pemasaran melalui proses pendistribusian udang windu dari produsen
ke konsumen akhir, seperti :
a) Petambak adalah sejumlah petani yang memiliki tambak uadng windu,
memproduksi dan melakukan penjualan udang windu
b) Pedagang pengecer adalah pedagang yang menerima produk dari
pedagang pengumpul dan pedagang grosir untuk kemudian dijual kepada
konsumen akhir.
c) Pedagang pengumpul adalah pedagang yang melakukan pembelian dari
petani dan menyalurkan produk kepada pedagang grosir atau langsung
menjualnya kepada pedagang pengecer.
d) Majin pemasaran adalah perbedaan harga yang terjadi ditingkat produsen
(petambak) dan ditingkat konsumen, baik konsumen rumah tangga
maupun konsumen antar (lembaga).
e) Harga jual petani (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk (per kilogram)
yang diterima petani.
f) Harga beli ditingkat pedagang (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per
kilogram yang dibeli dari petani atau dari pedagang perantara sebelumnya.
g) Harga jual ditingkat pedagang ( Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per
kilogram yang dijual pedagang kepada pedagang lainnya atau kepada
konsumen akhir.
35
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Letak Geografis, Topografi, Curah Hujan, dan Jenis Tanah
Secara geografis wilayah Kabupaten Serang terletak diantara 5°50' - 6°21'
Lintang Selatan dan 105°7' 106°22' Bujur Timur. Batas-batas wilayah
administrasi Kabupaten Serang, adalah:
a. sebagai berikut : Sebelah Utara : Laut Jawa
b. Sebelah Timur : Kabupaten Tangerang
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak
d. Sebelah Barat : Kota Serang dan Selat Sunda Secara geologi, wilayah
Secara umum wilayah Kabupaten Serang berada pada ketinggian kurang
dari 500 meter dpl dan tersebar pada semua wilayah. Kemiringan tanah atau
lereng selain mempengaruhi bentuk wilayah juga mempengaruhi tingginya
perkembangan erosi
Kabupaten Serang memiliki curah hujan antara 2.000 – 4.000 mm per
tahun. curah hujan 3.814 mm dan mempunyai 177 hari hujan rata-rata per tahun
serta memiliki tekanan udara rata-rata 1.010 milibar. Iklim di wilayah Kabupaten
Pandeglang dipengaruhi oleh Angin Monson (Monson Trade) dan Gelombang La
Nina atau El Nino (Banten Dalam Angka, 2004). Saat musim penghujan
(Nopember-Maret) cuaca didominasi oleh Angin Barat (dari Samudra Hindia
sebelah Selatan India) yang bergabung dengan angin dari Asia yang melewati
Laut Cina Selatan. Pada musim kemarau (Juni-Agustus), cuaca didominasi oleh
Angin Timur yang menyebabkan Kabupaten Pandeglang mengalami kekeringan,
terutama di wilayah bagian Utara, terlebih lagi bila berlangsung El Nino. Ditinjau
dari segi geologinya, Kabupaten Serang memiliki beberapa jenis bebatuan,
diantaranya :
a. Alluvium, terdapat di daerah gunung dan pinggiran pantai
b. Diocena, terdapat di daerah bagian Barat, tepatnya di kecamatan Cimanggu
dan Cigeulis;
c. Piocena Sedimen, di bagian Selatan di daerah kecamatan Bojong, Munjul,
Cikeusik, Cigeulis, Cibaliung dan Cimanggu;
d. Miocene Limestone, disekitar Kecamatan Cimanggu bagian utara;
36
e. Belerang dan sumber air panas di Kecamatan Banjar ;
f. Kapur/karang darat dan laut di Kecamatan Labuan, Cigeulis, Cimanggu,
Cibaliung, Cikeusik dan Cadasari;
g. Serat batu gift, terdapat di Kecamatan Cigeulis. Jenis tanah yang ada di
Kabupaten Serang dapat dikelompokan dalam beberapa jenis dengan
tingkat kesuburan dari rendah sampai dengan sedang. Diantara jenis tanah
tersebut adalah
a. Alluvial, terdapat di Kecamatan Panimbang, Sumur, Cikeusik, Pagelaran,
Picung, Labuan dan Munjul;
b. Grumosol, yang tersebar di Kecamatan Sumur dan Cimanggu;
c. Regosol, terdapat di Kecamatan Sumur, Labuan, Pagelaran, Cikeusik dan
Cimanggu;
d. Latosol, terdapat di sekitar Gunung Karang, Kecamatan Pandeglang,
Saketi, Cadasari, Banjar, Cimanuk, Mandalawangi, Bojong, Menes, Jiput,
Labuan dan Sumur;
e. Podsolik, terdapat di Kecamatan Labuan, Menes, Saketi, Bojong, Munjul,
Cikeusik, Cibaliung, Cimanggu, Cigeulis, Sumur, Panimbang dan
Angsana.
5.2. Gambaran Umum Demografis
Penduduk Kota Serang berdasarkan dari statistik Serang 2003 berjumlah
347.042 jiwa. Luas wilayah 2.492 Ha maka kepadatan penduduknya 112 jiwa/Ha.
Dari data kependudukan di atas maka Kota Serang dapat digolongkan dalam kelas
Kota sedang, dimana berdasar kriteria BPS mengenai kelas Kota, Kota Sedang
adalah Kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000 jiwa.
Sementara rata – rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 1,95 persen dengan
komposisi kependudukan sbagai berikut :
1. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin
Komposisi penduduk Kota Serang menurut jenis kelamin pada tahun 2003
dapat digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk laki – laki sebanyak
197.000 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanya 150.042 jiwa. Dengan
demikian berdasarkan gerder seimbang dengan rasio sebesar 98,02 persen.
37
2. Komposisi penduduk berdasarkan usia.
Komposisi penduduk Kota Serang berdasar usia pada tahaun 2003 sangat
variasi dimana mayoritas penduduknya berusia 5-9 tahun sebesar 13.704 jiwa atau
sekitar 8,94 persen dan 10 – 14 tahun sebesar 18.149 jiwa atau sekitar 8.91 persen.
Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada
pada usia sekolah dasar. Sedangkan usia produktif atau usia15 – 64 tahun sebesar
166.473 jiwa atau sekitar 66.48 persen.
3. Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan
Salah satu sisi dari keberhasilan pendidikan ditandai dengan meningkatnya
partisipasi sekolah pada semua kelompok usia sekolah. Angka Partisipasi Kasar
(APK) penduduk usia SD 7-12 tahun meningkat dan 92,30 persen pada tahun
1993 menjadi 120 persen pada tahun 1997. Angka Partisipasi Murni (APM)
sebesar 86,07 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi 100,19 persen pada
tahun 1997. Pada tingkat penduduk usia SLTP 13-15 tahun, APK meningkat dari
30,64 persen pada tahun 1993 menjadi 49,46 persen pada tahun 1997 sedangkan
APM AIM sebesar 23,84 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi 51,72
persen pada tahun 1997. Untuk penduduk usia SLTA 16-18 tahun, APK
meningkat dan 22,75 persen pada tahun 1993 menjadi 33,32 persen pada tahun
1997 sedangkan APM sebesar 16,38 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi
33,52 persen pada tahun 1997. Keberhasilan wajib belajar terlihat secara nyata
dengan penurunan persentase penduduk yang buta huruf dan peningkatan
penduduk yang bersekolah. (Pemerintah Daerah Kabupaten Serang: Pola dasar
pembangunan daerah Kabupaten Serang tahun 1999/2000-2003/2004) Guna
membangun berbagai pola pembangunan serta dalam upaya pembangunan sumber
daya manusia (human resources development) di Kabupaten Serang juga berdiri
berbagai perguruan tinggi, antara lain; Universitas Tirtayasa, Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Maulana Hasanuddin, Sekolah Tinggi Ilmu
Administrasi (STIA) Maulana Yusuf, Institut Agama Islam Banten (LAIB) serta
beberapa akademi setingkat D3 dan S1 pada tahun 1993 menjadi 33,32 persen
pada tahun 1997 sedangkan APM sebesar 14,38 persen pada tahun 1993
meningkat menjadi 28,52 persen pada tahun 1997.
38
Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kualitas Pendidikan
No Pendidikan Usia (Tahun) Persentase (%)
1 SD >12 120
2 SLTP 13-15 49,46
3 SLTA 16-18 33,32
4 D3/S1 >17 28,52
Sumber : Badan Pusat Statistik, Serang, Banten (2004)
5.2.1 Kondisi Perekonomian Daerah
Gambaran perkembangan hasil pembangunan ekonomi di Kabupaten
Serang secara makro dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). PDRB Kabupaten Serang pada tahun 1993 sebesar Rp. 4,299
Trilyun, sedangkan pada tahun 1996 atas harga konstans (1993) sebesar Rp. 5,419
Trilyun dan atas harga berlaku sebesar Rp. 6,539 Trilyun atau rata-rata PDRB per
tahun dari tahun 1993 sampai dengan 1996 adalah atas harga konstans Rp.
4.834.507,00 dan atas harga berlaku Rp. 5.350.204,86. Sedangkan PDRB tahun
1997 mengalami penurunan kontribusi sembilan lapangan usaha terhadap PDRB
berturut-turut menurut ranking. Dari angka-angka di atas, nampak bahwa
pembangunan ekonomi Kabupaten Serang lebih dari setengah kontribusi PDRB
didominasi lapangan usaha industri dan pengolahan sedangkan lapangan usaha
lainnya, telah dikuasai oleh sektor sekunder, seperti nampak pada kontribusi
kelompok sektor usaha rata-rata per tahun 1993-1996. Sebaran lapangan
pekerjaan kegiatan ekonomi masyarakat berdasarkan hasil susenas tahun1996
sampai dengan tahun1997 menyatakan bahwa sektor lapangan usaha utama
masyarakat Kota Serang pertanian dan perikanan 38,60 persen, industri 14,58
persen dan usaha lain 46,82 persen. Dari angka-angka di atas nampak bahwa
adanya ketidak seimbangan secara porposional, antara besaranya kontribusi tiap
lapangan usaha terhadap PDRB dengan besarnya lapangan pekerjaan utama pada
masyarakat. Tampak bahwa perekonomian Kabupaten Serang secara makro
dibangun oleh sektor sekunder, terutama industri dan pengolahan. Kegiatan
perekonomian masyarakat secara mikro masih berbasis pada sektor primer,
terutama pertanian.
39
5.1.2 Fasilitas Umum dan Sosial
Fasilitas Pendidikan
Sarana kesehatan merupakan sarana sosial yang sangat penting dalm
membentuk Sumber Daya Manusia yang sehat. Dengan luas wilayah Kabupaten
Serang 188.718,00 Hektar dan jumlah penduduk sebesar 1.638.812 jiwa pada
tahun 1996, dilayani oleh 10 unit Wahana Yankes Dasar yang tersebar di
sembilan Kecamatan di Kabupaten Serang. Untuk memberikan pelayanan
kesehatan pada masyarakat di setiap kecamatan terdapat Puskesmas dengan
jumlah seluruhnya 39 Puskesmas dan dibantu oleh 62 puskesmas Pembantu serta
29 buah Puskesmas Keliling. Sarana kesehatan ini didukung oleh 71 orang tenaga
Dokter dan 435 Bidan. Disamping itu terdapat pula 1.410 tenaga Dukun Bayi
terlatih yang sudah mendapatkan bimbingan/pengetahuan Kebidanan dari Dinas
Kesehatan Daerah Tingkat II Serang. Jenis dan jumlah sarana peribadatan di
wilayah Kota Serang sampai dengan akhir tahun 1996 meliputi:
1. Masjid 2.163 buah
2. Langgar 3.871 buah
3. Mushola 295 buah
4. Gereja 5 Buah
5. Vihara 4 buah
5.1.3 Sarana dan Prasarana Permukiman
Komponen Air Bersih
Kapasitas produksi air terpasang sampai dengan tahun 2003 sebesr 439,42
lt/dtk, yang tersebar pada beberapa instalasi pengolahan. Dari jumlah tersebut
yang terpakai hanya sebesar 76,23 persen sehingga masih terdapat sisa kapasitas
sebesar 104,44 liter/dtk yang belum dimanfaatkan. Mengingat potensi masyarakat
di Kota Serang per 31 Desember 2003 seluruhnya adalah 1.735.560 jiwa dengan
cakupan pelayanan baru mencapai 188.497 jiwa atau 10,86 persen maka
diupayakan untuk memanfaatkan kapasitas yang tersedia dengan pengembangan
jaringan distribusi pada tahun 2004 yaitu daerah Bojanegara, Kasemen dan
Kandayakan selain dengan cara mengusulkan pengembangan atau pembangunan
instalasi.
40
5.1.4 Kelembagaan Desa dan Kemasyarakatan
Panimbang dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh seorang
sekretaris desa, tiga kepala urusan yang meliputi kepala urusan pemerintah, kepala
urusan keuangan, kepala urusan ekonomi pembangunan serta kepala urusan
kesejahteraan rakyat, tiga orang kepala RW dan lapan orang ketua RT. Dalam
menghadapi era otonomi daerah, Desa Pnimbang, Serang, Banten membentu
badan perwakilan Daerah (BPD) desa yang dipilih oleh masyarakat Panimbang
dengan cara musyawarahyang mempunyai kedudukan yang terhormat dan ditaati
oleh masyarakat Panimbang. Tokoh masyarakat ini pada umumnya berasal dari
tokoh agama (para Ulama dan Ustadz) selain itu, terdapat pula kelembagaan-
kelembagaan lain yang ada dimasyarakat Panimbang seperti, adanya kelompok
tani khususnya petambak dan kelompok tani pertaniaan. Karena Desa Panimbang
lebih condong kepesisir sehingga kelompok tani petambak lebih aktif dari tani
pertanian,
41
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Responden Petambak
Pemilihan responden petambak udang windu dilakukan dengan cara
keputusan (Judgement sample). Jumlah seluruh responden yang diambil sebanyak
20 orang dan tambak yang digunakan merupakan tambak tradisional dimana
masing-masing petambak memiliki kesamaann dari lahan tambak yang
diusahakan sebanyak empat petak tambak dalam dua hektar lahan. Rata-rata usia
petambak adalah di atas 28 tahun dimana petambak memiliki pengalaman
dibidang perikanan tambak. Persentase petambak udang di Desa Panimbang,
Serang. Banten berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Persentase Usia Petambak Udang Windu di Desa Panimbang
No Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Petambak (Orang) Persentase (%)
1 28-34 4 14,25
2 38-44 6 29,75
3 48-54 5 25,23
4 58-64 5 25,23
5 >64 0 0,00
Jumlah 20 100
Berdasrkan Table 6 dapat diketahui bahwa masih banyak petambak udang
windu di Desa Panimbang, Serang, Banten dengan usia lanjut dan masih
melakukan kegiatan budidaya udang windu di Desa Panimbang, Serang. Banten
selain faktor usia petambak udang windu di Desa Panimbang memiliki tingkat
pendidikan yang relative rendah, yaitu umumnya petambak hanya mengenyam
pendidikan dasar saja bahkan sebahagian besar petambak udang windu di Desa
Panimbang, tidak tamat dalam pendidikan dasar. Persentase tingkat pendidikan
petambak udang windu di Desa Panimbang dapat diliha pada Tabel 7.
42
Tabel 7. Persentase Tingkat Pendidikan Petambak Udang Windu di Desa Panimbang
No Tingkat Pendidikan Jumlah Petambak (Orang) Persentase (%)
1 Tidak Tamat SD 11 55,35
2 Tamat SD 3 14,45
3 Tamat SLTP 3 14,45
4 Tamat SLTA 1 6,15
5 Diploma 0 0,00
6 Sarjana 2 9,05
Jumlah 20 100
Sementara berdasarkan pengalaman petambak responden yang ada di Desa
Panimbang, Serang. Banten dalam bertambak udang windu jumlah responden
petambak yang banyak pengalamannya adalah 6-10 tahun berjumlah 13 orang,
sedangkan yang petambak yang berpengalam selama 3-5 tahun sebanyak lima
responden. Responden yang memiliki pengalaman yang minim dalam kegiatan
budidaya udang windu (0-2 tahun) merupakan respon yang juga melakukan
kegiatan penangkapan ikan dilaut lepas. Data responden mengenai pengalaman
petambak udang windu di Desa Panimbang Serang. Banten dapat dilihat pada
Tabel 8
Tabel 8. Data Responden Mengenai Pengalaman Petambak Udang Windu Di Desa Panimbang
Pengalaman (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
0-2 2 10,00
3-5 5 25,00
6-10 13 65,00
Jumlah 20 100,00
43
6.2. Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul yang dipilih sebagai responden dalam penelitian ini
sebanyak lima orang yang terbagi atas tiga bagian, yaitu pedangang pengumpul
skala besar tiga orang, pedagang pengumpul skala menengah satu orang, dan
pedagang pengumpul skala kecil satu orang, perbedaan dari masing-masing
pedagang pengumpul berdasarkan kemampuan dalam melakukan aktifitas
pembelian atau transaksi pada para petambak. Untuk pedagang pengumpul skala
besar dalam setiap transaksi pembeliannya memiliki kemampuan sebesar 4-8
kwintal yang merupakan gabungan dari petambak yang ada di Desa Panimbang,
Serang. Banten.
Sementara untuk pedang pengumpul skala menengah dalam setiap
transaksi pembelian dapat mencapai 1-4 kwintal sementara pedagang pengumpul
skala kecil hanya melakukan transaksi minimal untuk satu kwintal udang windu
bahkan kurang dari itu. Pemilihan pedagang responden dilakukan berdasarkan
pedagang yang besar pengaruhnya dilokasi penelitian. Rata-rata umur pedangang
pengumpul responden yang dilakukan dalam penelitian ini adalah masih berusia
35-50 tahun. Seluruh pedagang pengumpul udang windu yang dijadikan
responden berjenis kelamin pria. Untuk persentase umur pedagang pengumpul
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Persentase Usia Pedagang Pengumpul Udang Windu di Desa Panimbang
No Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Pedagang(Orang) Persentase (%)
1 35-40 3 60
2 40-45 1 20
3 45-50 1 20
Jumlah 5 100 Karaktristik lain pada pedagang pengumpul udang windu di Desa Panimbang,
Serang. Banten adalah mobilitas yang dimiliki pedagang pengumpul cukup tinggi,
sehingga tidak jarang pedagang pengumpul sendirian dalam melakukan kegiatan
pembelian dan penjualan secara langsung ke konsumen rumah tangga. Hal ini
dilakukan agar kualitas udang windu dapat terjaga (Fresh) pada saat dijual ke
44
konsumen, proses penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul di Desa
Panimbang dengan menggunakan mobil sewaan berupa mobil pick up untuk
pesanan udang dalam jumlah yang besar, sementara pesanan udang dalam jumla
menengan pedagang pengumpul menggunakan kendaraan bermotor.
6.3. Saluran Pemasaran
Berdasarkan hasil pengamatan saluran pemasaran udang windu di Desa
Panimbang, Serang, Banten dari petambak hingga konsumen akhir melibatkan
beberapa lembaga pemasaran diantaranya perusahaan (Eksportir) udang windu,
pedagang pengumpul dan pedagang penggecer. Saluran pemasaran udang windu
di Desa Panimbang hingga sampai ke konsumen akhir terdapat beberapa saluran
pemasaran diantaranya sebagai berikut dan dapat dilihat pada Gambar 3.
1) Saluran Pemasara I : Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer Desa – Konsumen Lembaga – Konsumen Akhir
2) Saluran Pemasara II : Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer Desa-
Konsumen Akhir 3) Saluran Pemasara III : Petambak – Eksportir atau Cold Storage
Pada saluran pemasaran udang windu petambak melakukan penjualan
langsung kepada pedagang pengumpul yang ada di Desa Paimbang dan ada juga
sebagian petambak yang menjualan langsung ke eksportir kerena sebelumnya
petambak telah melakukan ikatan kontrak dengan pihak eksportir. Sementara
proses pemasaran udang windu dengan cara menjual langsung dilokasi
pemanenan. Petambak terlebih dahulu mengiformasikannya kepada pedagang
pengumpul dan pihak eksportir terhadap panen yang akan dilakukan. Kemudian
setelah terjadi kesepakan maka pihak eksportir akan menjualnya langsung ke
Negara yang merupakan pasar tujuan dari perusahaan eksportir, sementara
pedagang pengumpul akan menjual kembali ke beberapa pedagang pengecer yang
ada di Serang dan ada juga yang menjual langsung ke konsumen lembaga seperti
hotel laidien, restauran riski dan beberapa eksporti komoditas udang windu.
Petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten
hanya memiliki empat petak tambak dalam dua hektar lahan, sementara tambak
yang digunakan masih tambak tradisional dan jumlah benur yang yang ditebar
45
petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang. Banten berjumlah
40.000 benur untuk empat petak tambak atau dua hektar lahan dengan hasil panen
berjumlah 800 kilogram udang windu size 30 (30 ekor udang windu per
kilogram).
I = 20 %
II = 30 %
II = 45 %
III = 35 %
Gambar 4. Saluran Pemasaran Udang Windu di Deasa Panimbang, Serang
Gambar 4 menjelaskan saluran-saluran pemasaran yang dimulai dari
petani di Desa Panimbang hingga pada konsumen akhir dan sebagian petambak
masih menjual seluruh hasil panennya kepada pedagang pengumpul dan
Eksportir. Total penjualan Udang Windu dengan kepemilikan lahan rata-rata
petambak empat petak dalam dua hektar kepada pedagang pengumpul kurang
lebih 800 kilogram per dua hektar untuk satu kali transaksi, sehingga dapat
diperoleh persentase pengguna saluran pemasaran. Jumlah petambak yang terlibat
dalam saluran pemasaran yang ada yaitu sebanyak 20 petambak. Pada saluran
pemasaran I, petani yang memilih saluran pemasaran tersebut sebanyak empat
orang atau sebesar 20 persen. Petani yang menggunakan saluran pemasaran II
sebanyak 10 orang atau sebesar 45 persen. Pada saluran pemasaran III, petani
yang menggunakan saluran pemasaran tersebut sebanyak enam orang atau sebesar
35 persen. Mengenai harga, pedagang pengumpul memperoleh informasi melalui
jaringan yang telah terjalin sebelumnya, sehingga pedagang pengumpul tersebut
juga dapat dengan cepat menentukan kemana hasil panen petambak akan dijual
atas dasar kebutuhan karena hargapun akan lebih relative tinggi, jika harga tidak
jauh berbeda, maka pedagang pengumpul akan segera mengirim hasil panen
kepada perusahaan Eksportir yang terdapat di Desa Panimbang, Serang, Banten.
Berdasarkan pengamatan dilapang, ternyata pedagang pengumpul akan
jauh lebih menguntungkan jika udang windu dijual dalam bentuk eceran
Petmbak Udang Windu
Pedagang pengumpul
Konsumen Akhir
Pedagang pengecer
Konsumen Lembaga
Eksportir/Cold Storage
46
dibandingkan harus ke pabrik atau industry olahan. Harga per kilogram ditingkat
eceran berkisar pada Rp 85.000 sedangkan ditingkat pabrik atau industry olahan
Rp 75.000 karena mengalami sortir dan grading. Oleh karena itu, pada saat udang
windu diperoleh dalam jumlah yang sedikit, tidak jarang para pedagang
pengumpul sendiri yang mengantarkan langsung kebeberapa konsumen yang
sudah lama menjadi langganan. Sebagian pedagang pengumpul tidak melakukan
kontrak pada perusahaan eksporti karena keterbatasan udang yang diperoleh dari
para petambak, sebaliknya pedagang pengumpul melakukan pada sejumlah
pelanggan yang dilakukan dalam bentuk DP (Down payment) dan sisanya akan
dibayar pada saat produk berikutnya dikirim. Sistem ini diterpkan pedagang
pengumpul agar dapat mengikat pembeli dalam jumlah yang cukup besar,
pengiriman yang berlangsung sangat tergantung pada setiap seminggu sekali.
6.4. Fungsi Pemasaran
Fungsi pemasaran diperlukan dalam kegiatan pemasaran untuk
memperlancar distribusi barang dan jasa dari tiap lembaga pemasaran yang
terlibat. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), fungsi tataniaga merupakan
kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses
penyampaian barang atau jasa. Di dalam sistem pemasaran terdapat lembaga
tataniaga yang mempunyai peranan penting dalam memperlancar fungsi-fungsi
tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi
fasilitas.
Fungsi pertukaran meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat memperlancar
perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran
terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi fisik meliputi tindakan
yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan
kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi fisik meliputi kegiatan penyimpanan,
pengelolaan, dan pengangkutan. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi
dan grading, fungsi penanggungan resiko, pembiayaan, dan fungsi informasi
pasar. Berikut ini adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemmasaran oleh masing-
masing lembaga pemasaran.
47
6.4.1 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Petambak
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petambak udang windu di Desa
Panimbang, Serang, Banten adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian
dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengelolaan (pengemasan), dan fungsi
fasilitas berupa fungsi sortasi, grading/standarisasi, dan informasi pasar.
a. Fungsi pertukaran
Kegiatan fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petambak udang windu
meliputi pembelian dan penjualan.
1. Petambak udang windu melakukan kegiatan pembelian bibit udang windu dari
petambak pembenihan. Harga bibit udang windu ditentukan dengan tawar-
menawar yang berdasarkan harga pasar dan ukurannya. Jumlah pembelian
bibit udang windu disesuaikan dengan jumlah/kapasitas jaring yang kosong
dan modal yang dimiliki petambak udang windu.
2. Petambak udang windu menjual udang windu ke pedagang pengumpul.
Biasanya pihak petambak udang windu menawarkan udang windu ke
pedagang pengumpul. Harga ditentukan oleh kedua belah pihak dengan
berdasarkan harga pasar. Hal ini bertujuan untuk menghindari kerugian pada
salah satu pihak.
3. Penjualan yang dilakukan oleh petambak udang windu adalah dengan sistem
borongan. Sistem borongan dilakukan dengan membeli seluruh udang windu
yang ada di dalam tambak. Ukuran dan kualitas yang beragam menjadi
keuntungan dan kerugian masing-masing pihak. Penentuan sistem penjualan
lebih banyak ditentukan dengan sistem borongan. Sistem penjualan satuan
ekor dilakukan dengan cara disortir untuk menyamakan ukuran dan kualitas
udang windu.
b. Fungsi fisik
Fungsi fisik yang dilakukan oleh petambak udang windu berupa fungsi
pengemasan. Pengemasan yang dilakukan petambak udang windu hanya
diberikan pada pembeli konsumen akhir. Hal itu disebabkan konsumen akhir
membeli dalam jumlah terbatas/sedikit.
48
c. Fungsi fasilitas
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petambak udang windu meliput i
fungsi sortasi dan informasi pasar.
1. Sortasi dilakukan untuk memisahkan udang windu sesuai dengan ukuran dan
kualitas yang diminta. Sortasi dilakukan kedua belah pihak, yaitu antara
petambak udang windu dan pedagang pengumpul. Hal ini dilakukan agar
terjadi kesepakatan dalam hal kualitas, ukuran dan, harga udang windu.
2. Fungsi informasi pasar yang diperoleh petambak udang windu mengenai harga
yang berlaku di pasar. Informasi ini diperoleh dari sesama petambak dan juga
para pedagang pengumpul. Sebagian petambak ada juga yang mengecek harga
udang windu di pasar.
6.4.2 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengumpul
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul udang windu
adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik
berupa fungsi pengangkutan dan fungsi pengelolaan (pengemasan). Fungsi
fasilitas berupa fungsi sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan
informasi pasar.
a. Fungsi pertukaran
Kegiatan fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul
adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan.
1. Pedagang pengumpul terlebih dahulu menanyakan ke para petambak udang
windu apakah mereka telah siap panen. Kemudian pedagang pengumpul
melakukan pembelian setelah melakukan kesepakatan harga. Jumlah udang
windu yang dibeli tergantung persediaan yang memenuhi standar.
2. Pedagang pengumpul kemudian membawanya kepasa pedagang pengecer
untuk di jual dan ada juga yang memasarkannya langsung kepada konsumen
akhir seperti hotel dan restoran yang ada di serang.
b. Fungsi fisik
Kegiatan fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi
fungsi pengemasan dan pengangkutan.
1. Setelah melakukan pengumpulan dan pembelian, pedagang pengumpul
melakukan pengemasan pada pukul lima subuh. Udang windu di dalam di
49
masukkan kedalam keranjang dan telah diisi es secukupnya agar kualitas
udang windu tetap terjaga.
2. Setelah dikemas, udang windu siap untuk dikirim ke pedagang pengecer.
Pengangkutan sepenuhnya ditanggung oleh pedagang pengumpul, yang
diangkut dengan mobil pick-up.
c. Fungsi fasilitas
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi fungsi
sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar.
1. Sortasi dilakukan untuk menyamakan ukuran. Pedagang pengumpul
melakukan seleksi terhadap udang windu yang hendak dibeli. Biasanya
pedagang pengumpul lebih sering membeli udang windu dengan size 30.
Kegiatan grading dilakukan untuk menyamakan kualitas atau kelas dari udang
windu tersebut. Grading ini relatif sulit untuk dilakukan dan mempunyai
kriteria masing-masing dari pedagang pengumpul. Akan tetapi grading yang
dilakukan kebanyakan pedagang pengumpul mempunyai kriteria seperti ;
warna yang tidak pucat, sirip ekor yang tidak putus dan bentuk tubuh yang
bening.
2. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul, baik pada saat
membeli udang windu dari petambak maupun untuk biaya transportasi dibiaya
seluruhnya dari modal pedagang pengumpul, tanpa memperoleh pinjaman dari
pihak manapun.
3. Penanggungan resiko sepenuhnya menjadi tanggung jawab pedagang
pengumpul. Resiko yang bisa muncul seperti menurunnya kualitas udang
pada saat perjalanan maupun dalam proses penjualan ketika terjadi penurunan
harga udang windu secara tiba-tiba.
4. Informasi pasar diperoleh dari sesama pedagang pengumpul di pasar.
6.4.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengecer
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer udang windu
adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik
berupa fungsi pengangkutan dan pengelolaan. Fungsi fasilitas berupa fungsi
sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar.
50
a. Fungsi pertukaran
Kegiatan fungsi pemasaran yang dijalankan oleh pedagang pengecer
meliputi fungsi pembelian dan penjualan.
1. Pedagang pengecer mendapatkan udang windu langsung dari pedagang
pengumpul. Jumlah udang windu yang akan dibeli disesuaikan dengan
kebutuhan permintaan pasar. Pedagang pengecer mendapatkan langsung
udang windu dari pedagang pengumpul bertujuan untuk memperoleh kualitas
udang windu yang lebih baik.
2. Udang windu dijual ke perusahaan eksportir konsumen akhir seperti hotel
laidien, hotel pertama karakatauhotel patra anyer, restauran jasa boga,
restauran sari kuning indah, dan restauran riski
b. Fungsi Fisik
Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer meliputi fungsi
pengangkutan dan pengelolaan.
1. Pedagang pengecer tidak lagi melakukan pengangkutan karena pedagang
pengumpul mengantarkan udang windu dengan mobil pick up langsung ke
pedagang pengecer.
2. Pedagang pengecer melakukan pengelolaan dengan menempatkan udang
windu di dalam keranjang yang dilengkapi es untuk menjaga kualitas udang
windu.
c. Fungsi fasilitas
Fungsi fasilitas yang dilakukan berupa fungsi sortasi, grading, pembiayaan,
penanggungan resiko, dan informasi pasar.
1. Fungsi sortasi dan grading dilakukan kembali untuk menyamakan kembali
ukuran dan kualitas udang windu yang terlewatkan.
2. Pembiayaan pada saat pengangkutan dari pedagang pengumpul ditanggung
oleh pedagang pengecer dan menggunakan modal sendiri.
3. Resiko yang dialami oleh pedagang pengecer baik pada saat kerusakan dalam
perjalanan maupun pada saat harga turun menjadi tanggungan oleh pedagang
pengecer tersebut.
4. Informasi pasar tentang harga, trend, permintaan, dan penawaran diperoleh
dari sesama teman pedagang pengecer.
51
Berikut tabel rekapitulasi fungsi-fungsi tataniaga dari masing-masing
lembaga yang terlibat dalam pemasaran udang windu.
Tabel 10. Fungsi- Fungsi Lembaga Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Kabupaten Serang. Banten
Fungsi Tataniaga Lembaga Tataniaga
Petambak Pengumpul Pengecer
Fungsi Pertukuran
- Pembelian √ √ √
- Penjualan √ √ √
Fungsi Fisik
- Penyimpanan − √ −
- Pengangkutan √ √ √
- Pengelolaan − √ √
Fungsi Fasilitas
- Sortasi − √ √
- Standarisasi − − −
- Penanggungan resiko − √
- Pembiayaan − √ √
- Informasi pasar √ √ √
Keterangan : √ = Melakukan kegiatan fungsi pemasaran − = Tidak Melakukan kegiatan fungsi pemasaran
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat fungsi pertukaran yang dilakukan
petambak melakukan fungsi pembelian dan penjualan dan fungsi fisik berupa
fungsi pengangkutan. Fungsi yang dilakukan petambak jika hasil panen dijual ke
pedagang pengumpul yang berada di Serang. Banten dengan menggunakan
kendaraan bermotor yang dimiliki petambak, dan untuk pedagang pengumpul
hampir semua fungsi pemasaran dilakukan kecuali fungsi penyimpanan. Sebagian
besar pedagang pengumpul yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten tidak
melakukan fungsi standarisasi ini dikarenakan terbatasnya hasil tambak, hal ini
disebabkan petambak yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten masih
menggunakan tambak tradisional dan dilihat dari mortalitas udang windu yang
52
cukup tinggi akibat virus dan pinyat pada udang windu. Sehingga pedagang
pengumpul menerima hasil panen petambak berapapun panen dan ukuran yang
diyhasilkan petambak
Sama hal dengan pedagang pengumpul, namun pedagang pengecer dengan
pedagang pengumpul hanya terletak pada daya tampung terhadap hasil panen para
petambak, selain itu pedagang pengecer juga hampir melakukan semua kegiatan
fungsi pemasaran, kecuali fungsi standarisasi dan penyimpanan. Fungsi
penyimpanan yang tidak dilakukan pedagang pengecer karena sebagian besar
pedagang pengecer melakukan pembelian dengan skala lebih kecil sehingga
udang windu diusahakan habis dalam sekali pemasaran
6.5 Analisis Struktur Pasar
Struktur pasar (Market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan
pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam
suatu pasar (lembaga pemasaran), distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran
seperti size atau concentration, deskripsi produk dan diferensiasi produk (keadaan
produk), syarat-syarat entry dan sebagainya (Limbong, 1997).
Struktur pasar dalam hal ini dapat diamati melalui jumlah lembaga yang
terdapat pada satu pasar, konsentrasi pasar, differensiasi pasar, kemudahan keluar
masuk pasar, dan tingkat yang dimilki oleh partisipan. Lembaga-lembaga yang
terlibat dalam pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten dapat
dilihat pada sub bab berikut.
6.5.1 Jumlah Lembaga Pemasaran
Jumlah lembaga yang berkontribusi dalam pemasaran udang windu di Desa
Panimbang, Serang, Banten hingga sampai ke tangan konsumen akhir terdiri dari:
A. Petambak
Struktur pasar yang dihadapai petambak udang windu di Desa Panimbang,
Serang, Banten bersifat pasar oligopsoni, hal ini dapat dibuktikan dengan
banyaknya para petambak dibandingkan pegang pengumpul, tidak dapat
mempengaruri harga yang ada di pasar dan petambak bebas masuk keluar pasar.
Produk petambak bersipat homogen, hal ini dilihat dari keseragaman kualitas dari
produk udang windu yang dihasilkan para petambak udang windu. Informasi
53
harga yang dimiliki petambak kurang mengetahui sehingga petambak tidak
memiliki kekuatan untuk memperoleh informasi harga. Petambak mendapatkan
informasi harga dari pedagang pengumpul atau pun dari petambak lainnya, sistem
penentuan harga yang dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku
dipasar sehingga kedudukan petambak dalam saluran pemasaran sangat lemah,
petambak tidak memiliki pasisi tawar yang baik dan hanya bertindak sebagai
price taker.
B. Pedagang Pengumpul
Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul di Desa Panimbang
adalah persaingan oligopoli, karena jika dilihat dari jumlah pedagang pengumpul
sangat sedikit namun bersekala besar sehingga mempengaruhi penetapan harga
produk komoditas yang dalam hal ini adalah udang windu.
Pada dasarnya pedagang pengumpul memilki hubungan yang sangat erat
dengan petambak udang windu, setiap pedagang pengumpul telah memiliki
petambak langganan, meskipun demikian petambak mungki saja menjual produk
yang dihasilkannya kepada pedagang pengumpul lainnya yang bukan
langganannya. Jumlah pedagang pengumpul yang ada di Desa Panimbang sedikit
bila dibandingkan dengan petambak yang ada di Desa Panimbang pedagang
pengumpul memilki peranan besar dalam mempengaruhi harga yang berlaku di
Desa Panimbang sementara informasi harga diperoleh oleh pedagang pengumpul
dari hasil survei pasar dan dari sesama pedagang pengumpul lainnya.
C. Pedagang Pengecer
Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar
oligopoli jumlah konsumen lebih sedikit dibandingkan pedagang pengecer dan
pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga pedagang
penggecer bertindak sebagi price taker. Sistem pembayaran yang berlaku pada
pedagang pengecer dalah tunai (cash), harga udang windu ditentukan berdasarkan
harga yang berlaku pada pasar tetapi pembeli dapat melakukan tawar-menar
dengan pedagang pengecer. Informasi harga yang didapat pedagang pengecer
berdasarkan survei pasar dan pedagang pengecer lainnya, selain itu pedagang
pengecer dapat denagan mudah masuk dan keluar pasar, karena tidak terdapat
hambatan bagi pedagang pengecer lain untuk memasuki pasar.
54
6.5.2 Sifat Produk
Kondisi Udang windu yang diperjual belikan oleh petambak sebagian besar
masih dalam keadaan hidup. Petambak dapat mentrnsformasikan udang windu
kebeberapa lembaga pemasaran yang ada di Desa Panimbang mulai dari pedagang
pengumpu, pedagang pengcer, eksporti langsung dan konsumen lembaga.
Transaksi yang dilakukan petambak dengan pedagang pengumpul pada umumnya
dalam keadaan hidu. Sementara size pada udang windu dapat menetukan kemana
udang windu tersebut dipasarkan. Berdasarkan wawancara terhadap pedagang
pengumpul, bahwa udang windu dengan size 30 akan dijual kepada eksportir yang
ada di Serang, atau diluar Serang. Sedangkan yang size kurang dari 30 akn dijual
langsung ke konsumen lembaga terdekat atau konsumen lembaga yang telah
menjadi rekanan bagi para pedagang pengumpul di Desa Panimbang, Serang,
Banten. Size udang windu dapat menjadi patokan harga udang, dimana masing-
masing size memiliki silisih harga yang berbeda. Tergatung dari biaya
pendistribusianpada masing-masing lembaga dilihat dari permintaan udang windu
untuk harga beli udang windu berdasarkan ukuran dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Harga Beli Udang Windu Berdasarkan Ukuran di Masing-Masing Lembag Pemasaran di Desa Panimbang, Serang.Banten
Ukuran (Size) Hagra Beli (Rp/Kg)
Pengumpul Pengecer Konsumen
50 40.000 43.000 47.000
30 70.000 73.000 78.000
20 95.000 98.000 105.000
6.5.3 Syarat Keluar Masuk Pasar
Sebagian besar petambak memiliki keinginan untuk menjual langsung hasil
panennya kepada konsumen lembaga dan eksporti, namun keterbatasan dana dan
jaringan informasi yang minim menghambat keinginan petambak dalam
memasarkan hasil panennya tersebut. Hambatan utama yang dihadapi setiap
lembaga pemasaran yang ada di Desa Panimbang adalah masalah permodalan.
Besaran modal yang dimiliki dapat menentukan posisi rebut tawar seseorang atau
55
komunitas tertentu dalam hal penentuan harga, begitu juga dengan hambatan
permodalan yang dihadapi oleh pedagang pengumpul dapat menentukan seberapa
besar kemampuan atau daya tampum pedagang pengumpu terhadap hasil panen
petambak. Semakin besar modal yang dimiliki pedagang pengumpul semakin
besar pula pedagang pengumpul dapat menanpung hasil panenn petambak,
sehingga tidak jarang aktifitas pemanenan yang dilakukan petambak dibiayai oleh
pedagang pengumpul agar hasil panen tersebut dijual kepada pedagang
pengumpul tersebut atau pedagang pengumpul memberi bantuan subsidi pakan
dan benur, serta pinjaman modal yang akan ditawarkan pedagang pengumpul
terhadap para petambak, selain hambatan modal yang dihadapi oleh petambak dan
pedagang pengumpul, sementara pedagang pengecer juga memiliki hambatan
yang sama yaitu dari segi madal.
Modal pedagang pengecer yang diperlihatkan untuk membiayai beberapa
hal penting termasuk dalam hal pemasaran udang windu hingga ke tangan
konsumen akhir, hanya saja modal yang dibutuhkan pedagang pengecer jauh lebih
kecil dibandingkan dengan pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan kapasitas
penjualan pedagang pengecer yang juga relatif lebih kecil.
6.5.4 Informasi Pasar
Pemasaran udang windu yang dilakukan oleh lembaga pemasaran di Desa
Panimbang, Serang dapat melalui berbagai media, seperti media cetak dan
informasi anntar individu. Untuk petambak, informasi harga dan pasar dapat
diperoleh dari pedagang pengumpul atau masyarakat sekir sehingga petambak
mengetahiu dengan jelas perkembangan harga udang windu dipasaran. Sedangkan
pedagang pengumpul memperoleh informasi dari pedagang penggecer atau
pedagang pengumpul lainnya.
Perolehan informasi juga berdasarkan banyak sedikitnya permintaan
udang windu dipasar konsumen sehingga berkorelasi dengan penetapan harga.
Jika permintaan meningkat supply normal, maka harga akan meningkat,
sementara jika permintaan mengalami penurunan dan supply tetap maka harga
juga akan mengalami penurunan. Selain itu, naik turunnya permintaan terhadap
udang windu dapat pula didasari oleh kunjungan para wisatawan asing ke
56
beberapa Daerah yang menjadi tujuan berlibur, sehingga berpengaruh terhadap
permintaan udang windu pada, hotel, restoran.
6.6. Perilaku Pasar
Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar
tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang harus diambil dalam
menghadapi berbagai struktur pasar. Perilaku pasar meliputi kegiatan penjualan,
pembelian, penentuan harga dan strategi tataniaga (Azzaino, 1982). Perilaku pasar
dapat diamati melalui kegiatan pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh
setiap lembaga pemasaran, sistem pembayaran, sistem penentuan harga, dan
kerjasama yang terjadi antara lembaga tataniaga.
6.6.1 Kegiatan Penjualan dan Pembelian
Penjualan dan pembelian merupakan kegiatan dalam proses pemasaran
yang digunakan untuk mengalihkan barang/hak milik dari pihak penjual ke pihak
pembeli. Perpindahan hak milik atas barang merupakan suatu langkah yang
diperlukan dan resmi di dalam pemasaran yang disesuaikan dengan kesepakatan
antara penjualan dan pembeli. Kegiatan penjualan dan pembelian di setiap
lembaga pemasaran berbeda-beda.
a. Kegiatan Pembelian dan Penjualan di Tingkat Petambak
Hampir seluruh petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang
menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang ada di Desa
Panimbang, Serang. Banten. Jarak lokasi yang sangat dekat dapat meminimalkan
biaya pemasaran (transportasi) serta resiko yang dihadapi. Petambak udang windu
yang ada di Desa Panimbang, juga membeli atau menampung bibit udang windu
dari petambak pembenihan yang ada di Desa Panimbang.
b. Kegiatan Pembelian dan Penjualan di Tingkat Pedagang Pengumpul
Satu-satunya sumber pedagang pengumpul dalam mendapatkan/udang
windu adalah dari petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang. Biasanya
pedagang pengumpul mendatangi petambak untuk membeli hasil panen
petambak, atau justru sebaliknya petambak menawarkan udang windu yang siap
panen untuk dijual ke pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul memasarkan
udang windu kepada pedagang pengecer atau eksportir.
57
c. Kegiatan Pembelian dan Penjualan di Tingkat Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer udang windu membeli uadang windu dari para
pedagang pengumpul yang ada di Desa Panimbang. Tidak seluruhnya penjual
yang ada di Serang adalah pedagang pengumpul, ada juga sebagai petambak yang
langsung menjual hasil panennya sendiri. Begitu juga dengan udang windu yang
diperjualbelikan di Serang tidak seluruhnya hasil produksi dari Desa
Panimbangan. Pedagang pengecer yang diamati dalam transaksi jual beli adalah
pedagang pengumpul yang membeli udang windu dari pedagang pengumpul dari
Desa Panimbang. Setelah Pedagang pengumpul mendapatkan udang windu,
kemudian pedagang pengecer menjualnya kepada konsumen lembaga yang ada di
Serang, hotel laidien, hotel pertama karakatau, hotel patra anyer, restauran jasa
boga, restauran sari kuning indah, dan restauran riski.
6.6.2 Sistem Pembayaran Harga
Pembayaran yang dilakukan pedagang pengumpul kepada petambak
dibayar dengan tunai atau angsuran, pembayaran secara tunai yang dilakukan
pedagang pengumpul dengan membayar secara keseluruhan hasil panen dari
petambak. Sedangkan pembayaran secara angsuran yang dilakukan pedagang
pengumpul dalam jangka waktu minimal satu minggu, ementara untuk
pembayaran pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer umumnya
dilakukan secara tunai. Hal ini dikarenakan skala pembelian yang dilakukan
pedagang pengecer relati kecil sehingga pembayar sering dilakukan dengan cara
tunai. Pembayaran terhadap pesanan yang dilakukan konsumen lembga kepada
pedagang pengumpul lebih sering dilakukan dengan cara angsuran hingga stok
kembali pada pesanan berikutnya.
Sistem pembayaran yang diterapkanp pedagang pengumpul untuk
konsumen lembaga adalah dengan keterikatan sisa pembayaran, yaitu dengan
sistem pembayaran angsuran 2-3 kali hingga dilakukan pemesanan kembalioleh
konsumen lembga, sementar antara pedagang pengumpul dan konsumen lembaga
(langganan) pada umumnya tidak memiliki kesepakatan mengenai keterikatan
transaksi penjualan dan pembelian. Apabila, pedagang pengumpul dianggap tidak
memiliki kesesuaian dari segi standar kualitas dan harga udang windu maka
secara bebaas konsumen lembaga dapat mencari pedagang pengumpul lain yang
58
sesuai dengan ketentuannya, terdapat tiga jenis pembayaran antara pedagang
pengumpul dan konsumen lembaga dengan uraian sebagai berikut:
a. Sistem pembayaran pedagang pengumpul kepada petambak dapat
dilakukan dengan cara tunai dan DP (Down payment) dibayar di muka.
b. Sedangkan pembayaran pedagang pengcer kepada pedagang
pengumpul dengan cara (Cash and carry), yaitu ada uang ada barang.
c. Sistem pembayaran konsumen lembaga kepada pedagang pengumpul
juga dilakukan dengan cara DP (down payment) dibayar di muka dan
sisanya akan dibayar setelah pengiriman yang dilakukan atas pesanan
selanjutnya, tidak terdapat kesepakatan apapun dalam transaksi ini,
baik kesepakatan dmengenai harga produk ataupun waktu pengiriman.
6.6.3 Penentuan Harga
Harga terbentuk dari hasil kerjasama beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Jumlah permintaan dan penawaran terhadap suatu produk dan
faktor geografis menjadi beberapa faktor penentu pembentukan harga. Harga yang
terjadi harus dapat melindungi produsen dan konsumen.
a. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Petani
Sistem penentuan harga ditingkat petambak merupakan salah satu dilema
bagi petambak udang windu yang ada di Deasa Panimbangan, Serang. Disebabkan
posisi rebut tawar ditingkat petani sangat rendah, akibatnya petambak tidak
memiliki kekuatan dalam menentukan harga udang windu ditingkat petambak
ditentukan oleh pedagang pengumpul berdasarkan harga yang terjadi di pasar.
Pada saat penelitian dilakukan harga jual udang windu ditingkat petambak kepada
pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 70.000/Kg.
b. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengumpul
Harga yang berlaku di tingkat pedagang pengumpul berdasarkan tawar-
menawar dan mekanisme pasar. Harga dipengaruhi oleh supply dan demand yang
terjadi di pasar. Demand yang tinggi dan supply yang rendah di Pasar Serang
secara otomatis akan mempengaruhi harga di tingkat pedagang pengumpul di
Desa Panimbang. Sebaliknya akan berlaku, disaat Demand yang rendah dan
supply yang tinggi di Pasar Serang akan menurunkan harga di tingkat pedagang
pengumpul. Pedagang pengumpul memiliki sedikit kekuatan tawar atau
59
bergaining position terhadap petambang udang windu di Desa, Panimbang. Hal
ini disebabkan jumlah petambak lebih banyak dari pedagang pengumpul.
Penentuan harga antara pedagang pengumpul dan konsumen lembaga
berdasarkan tawar-menawar dan mekanisme pasar. Harga dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran di pasar. Pada saat penelitian dilakukan harga jual
udang windu di tingkat pedagang pengumpul berkisar antara Rp 75.000.
c. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengecer
Harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer berdasarkan mekanisme
pasar. Akan tetapi, pedagang pengecer memiliki posisi tawar lebih kuat dari
pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan karena jumlah pedagang pengecer lebih
banyak dari pedagang pengumpul. Di tingkat pedagang pengecer dan konsumen
akhir, penentuan harga ditentukan oleh pedagang pengecer yang bertindak sebagai
price maker. Pedagang pengecer sedikit lebih dominan dari konsumen dalam
penentuan harga, karena ada kerja sama diantara pedagang pengecer dalam
menetapkan standar harga di Pasar. Sehingga pedagang pengecer dapat lebih
mempermainkan harga bagi konsumen yang belum mengetahui harga pasar untuk
memperoleh keuntungan yang lebih besar. Harga yang berlaku di tingkat
pedagang pengecer berkisar anatara Rp 85.000.
6.6.4 Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran
Kerjasama antar lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran sangat
diperlukan untuk menunjang kelancaran dan kemudahan dalam pemasaran udang
windu. Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan dapat merugikan lembaga
pemasaran. Kerjasama antar lembaga pemasaran yang baik akan meminimalkan
biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran.
Kerjasama pemasaran antara petambak pembenihan dan petambak pembesaran
sudah sangat baik. Hubungan yang mereka jalin merupakan suatu hubungan mitra
usaha yang saling menguntungkan. Kebutuhan petambak pembesaran untuk
mendapatkan bibit udang wuindu dapat dipenuhi oleh petani pembenihan baik
secara kualitas, kuantitas dan harga yang sesuai.
Kerjasama pemasaran antara petambak udang windu dan pedagang
pengumpul juga sangat baik. Hubungan yang mereka jalin merupakan suatu
hubungan mitra usaha yang tidak hanya mengutamakan keuntungan akan tetapi
60
berlandaskan kekeluargaan. Hubungan kerjasama antara petambak udang windu
dan pedagang pengumpul dilakukan melalui kegiatan jual beli hasil produksi
petambak udang windu. Permainan spekulasi harga untuk menguntungkan
sepihak sangat jarang terjadi. Hal ini disebabkan hubungan kekeluargaan yang
sangat erat diantara petani dan pedagang pengumpul.
Kerjasama tataniaga yang terjalin antara pedagang pengumpul dengan
pedagang pengecer adalah dalam bentuk pelanggan. Pedagang pengumpul
menjual udang windu kepada pedagang pengecer.
6.7. Analisis Keragaan Pasar
Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku
pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, dan
volume produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu
sistem tataniaga (Dahl dan Hammond, 1977). Berdasarkan pengmatan di lokasi
penelitian sebagian besar lembaga pemasaran yang berkontribusi dalam aktifitas
penyaluran udang windu hingga ketangan konsumen akhir menggunakan
teknologo, seperti telepon seluler, dalam pembelian benur, pakan, dan obat-
obatan. Aktifitas budidaya, khususnya pada saat panen berlangsung sehingga
sangat membutuhkan tenaga kerja borongan atau tambahan, selain itu pada saat
penentuan calon pembeli atau pedagang pengumpul yang menjadi rekanan
petambak di Desa Panimbang, teknologi komukasi yang ada pada saat ini jelas
membantu kelancaran aktifiitas rutin para petambak dan lembaga pemasaran
udang windu atau produk perikanan lain.
Selain teknologi, telekomunikasi, dan transportasi, juga dilakukan
efesiensi melalui penggunaan pakan. Pada umumnya pakan diperoleh dari
pembelian secara kontinyu berupa stok atau persedian. Namun, agar dapat sedikit
menekan biaya produksi terhadap udang windu yang di budidayakan maka
kelompok petambak yang ada di Desa Panimbang melakukan kegiatan
pengelolaan terhadap pakan buatan sendiri yang digunakan untuk udang windu
lokasi pembuatan pakan tidak jauh dari lokasi tambak, sehingga tidak
memerlukan biaya angkut untuk pemberian pakan.
61
6.7.1 Marjin Pemasaran
Margin Pemasaran dilakukan untuk mengetahui efisiensi pemasaran suatu
produk dari tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Margin pemasaran
adalah perbedaan harga yang terjadi disetiap lembaga-lembaga pemasaran.
Besarnya margin pemasaran ditentukan oleh besarnya biaya pemasaran yang
terjadi dengan besarnya keuntungan disetiap lembaga pemasaran yang terlibat
dalam kegiatan pemasaran. Biaya pemasaran udang windu terdiri dari biaya
pengemasan, biaya pengangkutan, dan biaya retribusi. Sedangkan keuntungan
tataniaga diukur berdasarkan dari besarnya imbalan jasa yang diperoleh atas biaya
yang dikeluarkan dalam penyaluran suatu produk udang windu. Terdapat beberpa
komponen biaya yang berbeda dari masing-masing pola saluran pemasaran
sehingga berdampak pada margin pemasaran pada lembaga pemasaran yang ada
pada Desa Panimbang, Kabupaten Serang, dapat dilihat pada Tabel 12 berikut :
Tabel 12. Komponen Biaya Pemasaran dari Masing-Masing Pola Saluran Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Serang. Banten
Fungsi Tataniaga Lembaga Tataniaga
Petambak Pengumpul Pengecer
1. Saluran I - Tenaga Kerja 125 - Transportasi 20 - Es 200 75 - Sewa Lapak 14 - Retribusi 1 Total Biaya 200 200 2. Saluran II - Tenaga Kerja 125 125
- Transportasi 200 60 - Es 200 75 - Sewa Lapak 1.500 - Retribusi 500 Total Biaya 525 2.260
3. Saluran III 250 - Tenaga Kerja 150
- Transportasi 400 - Es 120 - Sewa Lapak - - Retribusi 20 Total Biaya 940
62
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa masing-masing lembaga pemasaran
memiliki kebutuhan akan biaya yang berbeda. Mulai dari pola saluran pertama,
yaitu petambak, pengumpul desa, pengecer, konsumen lembaga dan konsumen
akhir. Untuk pedagang pengumpul pada saluran ini hanya memerlukan transpotasi
berupa kendaraan bermotor untuk mengambil persediaan udang windu dari para
petambak per 800 kilogran yang di hasilkan petambak. Sedangkan pada pola
saluran kedua terdiri dari petambak, pengumpul Desa, pengecer Desa dan
konsumen Lokal Kabupaten Serang, Banten. Untuk pedagang pengecer
memerlukan biaya transportasi dalam memasarkan udang windu kebeberapa
konsumen setempat, kemudian akan kebutuhan tenaga kerja untuk pengangkutan,
es baloksebagai bahan yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran udang
windu selama proses pendistribusian berlangsung.
Pada saluran ketiga terdiri dari Petambak – Eksportir atau Cold Storage pada
umumnya pihak Eksportir sendiri yang mengambil langsung ke para petambak
sehingga para petambak yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten tidak harus
mengeluarkan biaya untuk pemasaran hasil panen.
Berdasarkan hasil wawancara langsung pada salah satu pedagang pengecer
skala besar, bahwa dari beragam ukuran udang windu, size 30 ( 30 ekor per
kilogram) adalah ukuran yang paling banyak diminati dan dihasilkan para
petambak yang ada di Desa Panimbang, Kabupaten Serang, Banten. Sehingga
penulis mengambil size 30 sebagai contoh untuk mengetahui nilai dari marjin
pemaran yang terbentuk. Dari beberapa komponen biaya tersebut, dapat terlihat
marjin pada masing-masing tingkat harga dibeberapa lembaga pemasaran dan
dapat dilihat pada Tabel 13.
63
Tabel 13. Biaya, Marjin dan Keuntungan pemasaran dari masing-masing pola saluran pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Serang. Banten
LEMBAGA TATANIAGA
Saluran I Saluran 2 Saluran 3 (Rp/Kg) (%) (Rp/Kg) (%) (Rp/Kg) (%)
1. Petambak - Harga Jual 70.000 93,33 70.000 93,33 70.000 93,33 2. Pedagang Pengumpul - Harga Beli 70.000 93,33 70.000 93,33 70.000 95,89 - Biaya Pemasaran 200 2,67 525 0,7 940 1,25 - Keuntungan 4.800 6,4 4.475 5,97 4.060 5,41 - Margin Tataniaga 5.000 6,67 5.000 6,67 5.000 6,67 - Harga Jual 75.000 88,23 75.000 88,23 75.000 88,23 3. Pedagang Pengecer - Harga Beli 75.000 93,58 75.000 93,58 - Biaya Pemasaran 200 0,23 2.260 2,89 - Keuntungan 9.800 11,52 7.740 9,10 - Margin Tataniaga 10.000 11,76 10.000 11,76 - Harga Jual 85.000 100 85.000 100 Jumlah - Biaya Pemasaran 400 0.47 2.785 3,27 940 1,10 - Keuntungan 14.600 17,2 12.215 14,37 4.060 4,77 - Margin tataniaga 15.000 17,64 15.000 17,64 5.000 5,87
Pada Saluran pemasaran pertama, terdapat margin pemasaran sebesar Rp
15.000 atau sekitar 17,2 persen dari harga jual akhir dari pedagang pengecer.
Margin terbesar berada pada pedang pengecer yaitu sebesar Rp 10.000 atau
sekitar 11,76 persen dari harga juual akhir. Sementara margin pemasaran yang
terkecil terdapat pada pola ini diperoleh dari pedagang pengumpul sebesar Rp
5000 atau 6,67 persen dengan biaya hanya sebesar 200 per kilogram dari 800
kilogram udang windu. Pada dasarnya, para petambak menjual dengan harga
udang size 30 Rp 70.000. Diantaranya komponen biaya yang dikeluarkan
pedagang pengumpul adalah kebutuhan es yang telah dihancurkan sebanya enam
balok es berkisar Rp 160.000 sebanyak lima balok es per 800 kilogram udang
windu, sementara ditingkat pedagang pengecer membutuhkan empat tenaga kerja
masing-masing Rp 25.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan pedagang
pengecer berkisar Rp 100.000 per 800 kilogram.
64
Kemudian transportasi atau kendaraan bermotor dengan kebutuhan biaya
bahan bakar dalam satu kali pemasaran Rp 30.000 per 800 kilogram udang windu.
Kebutuhan es balok oleh pedang pengecer sebanyak empat balok Rp 60.000 per
800 kilogram, sewa lapk untuk usaha perhari dikenakan biaya sebesar Rp 10.000
per 800 kilgram dengan biaya retribusi sebesar Rp 1.000
Pada pola saluran dua, margin terbesar diperoleh pedagang pengecer
sebesar Rp 15.000 atau 17,64 persen dari harga jual akhir dengan biaya yang jauh
lebih besar Rp 2.260 dari biaya yang harus dikeluarkan pedagang pengumpul
sebesar 525 sehingga margin yang diperoleh pedagang pengumpul lebih kecil dari
perolehan pedagang pengecer dari harga jual akhir. Pada pola ini, pedagang
pengecer cukup memiliki mobilitas tinggi untuk mendistribusikan udang windu
kebeberapa konsumen lembaga pemasaran di daerah Panimbang, sehingga
menjadi suatu hal yang wajar pula terhadap margin pemasaran yang diperoleh
pedagang pengecer khususnya pada pola ini.
Pada pola saluran pemasaran ke tiga, mobilitas yang cukup tinggi
diperanankan oleh pedagang pengumpul sendiri yang mendistribusikan udang
windu kebeberapa lembaga pemasaran khususnya diluar Desa Panimbang, Seran.
Banten misalnya hotel laidien, hotel pertama karakatauhotel patra anyer, restauran jasa
boga, restauran sari kuning indah, dan restauran riski. Dimana margin yangdiperoleh
pedagang pengumpulpada pola saluran ini cukup tinggi dan sesuai dengan tingkat
mobilitasnya, yaitu sebesar Rp 5.000 atau 6,67 persen dari harga jual akhir oleh
pedagang pengumpul yang langsung kepada konsumen lembaga yang telah
melakukan pesanan
6.7.2 Farmer’s Share
Untuk mengetahui hasil pembagian harga yang di terima oleh petambak
dibandingkan dengan harga di konsumen akhir digunakan analisis Farmer’s share
dimana pengertian dari Farmer’s Share itu sendiri adalah merupakan
perbandingan harga yang diterima oleh petambak dengan harga yang di bayarkan
oleh konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase (%). Farmer’s Share
memiliki hubungan negatif dengan margin pemasaran dimana semakin tinggi
margin pemasaran, maka bagian yang diperoleh petani semakin rendah.
65
Tabel 14. Persentase Farmer’s Share Pada Setiap Saluran Pemasaran
Saluran Tataniaga Farmer’s Share (%)
Saluran Pemasaran 1 93,33
Saluran Pemasaran 2 88,23
Saluran Pemasaran 3 88,23
Pada Tabel 14 tersebut diketahui farmer’s share saluran pemasaran
terbesar di peroleh petambak melalui saluran pemasaran satu, dengan persentase
sebesar 93,33 persen, sedangkan bagian terkecil diperoleh melalui saluran
pemasaran dua dan tiga dengan persentase sebesar 88,23 persen. Sehingga dapat
disimpulkan, bahwa saluran pemasaran yang menguntungkan petambak dari segi
pendapatan atau bagian yang diperoleh dari hasil pemasaran udang windu adalah
pada saluran pemasaran satu.
6.7.3 Rasio Keuntungan dan Biaya
Cara lain untuk mengukur effesiensi pemasaran udang windu adalah
dengan meganalisa kentungan terhadap biaya. Perhitungan ini diperlukan untuk
melihat penyebaran keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga
pemasaran terhadap setiap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga
pemasaran. Untuk melihat rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran udang
windu di Desa Panimbang, Serang. Banten dapatdilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pada Setiap Saluran Pemasaran Udang Windu di desa Panimbang, Serang, Banten.
Uraian Saluran Pemasaran
I II III
Biaya Keuntungan Rasio
400 14.600
36,5
2.785 12.215
4,59
940 4.060
4,31
66
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa dari ketiga saluran
pemasaran udang windu yang berada di Desa Panimbang, Serang, Banten maka
saluran pemasaran yang menunjukkan efisien adalah saluran pemasaran satu. Hal
ini disebabkan oleh tingginya tingkat rasio yang diperoleh, yaitu sebesar 36,5
sehingga pada pola saluran satu menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang
dikeluarkan petambak untuk biaya pemasaran udang windu maka
akanmemperoleh hasil sebesar 36,5. Pola saluran satu membuktikan bahwa
panjangnya alur pemasaran undang windu tidak membuat pola saluran ini menjadi
tidak efisien, bahkan sebaliknya sebaran keuntungan yang diperoleh masing-
masing lembaga dapat terdistribusikan dengan baik.
6.8 Efisiensi Pemasaran
Sistem pemasaran yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga
pemasaran yang terlibat dalam kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas
tataniaga tersebut. Penurunan biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tertentu
tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan output barang dan jasa, menunjukkan
efisiensi. Setiap kegiatan fungsi pemasaran memerlukan biaya yang selanjutnya
diperhitungkan kedalam harga produk. Lembaga pemasaran menaikkan harga per
satuan kepada konsumen atau menekan harga ditingkat konsumen. Dengan
demikian efisiensi pemasaran perlu dilakukan melalui penurunan biaya
pemasaran.
Efisiensi pemasaran dapat diukur melalui dua cara yaitu efisiensi
operasional dan harga. Menurut Dahl dan Hammond (1977) efisiensi operasional
menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar
pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi
dan aktivitas fisik dan fasilitas. Efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan
harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada
konsumen sebagai panduan dari pengunaan sumber daya produksi dari sisi
produksi dan tataniaga. Dengan menggunakan konsep biaya tataniaga, suatu
sistem tataniaga dikatakan efisiensi bila dapat dilaksanakan dengan biaya yang
rendah.
Berdasarkan perhitungan efisiensi pemasaran untuk komoditas udang
windu bahwa saluran pemasaran udang windu yang efisien adalah saluran
67
pemasaran satu. Saluran pemasaran tiga dikatakan efisien karena dengan
menggunakan konsep biaya pemasaran, sistem pemasaran dilakukan dengan biaya
yang terendah. Pada saluran pemasaran tiga memiliki marjin yang terkecil.
Keuntungan terbesar diperoleh pada saluran pemasarn satu karena petambak
langsung menjual produknya kepada konsumen. Dengan demikian petambak
sebaiknya menggunakan pola saluran tataniaga satu karena ditinjau dari segi
keuntungan dan biaya dimana keuntungan yang diperoleh sangat besar sedangkan
biaya yang dikeluarkan sangat kecil. Untuk menuju ke pola saluran satu petambak
terlebih dahulu harus memiliki kekuatan berupa modal yang besar supaya dapat
mewujudkan pola saluran pemasaran satu.
68
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Terdapat tiga saluran pemasaran udang windu yang terjadi di Desa Panimbang,
Serang, Banten hingga sampai ke konsumen dapat dilihat sebagai berikut :
Saluran Pemasara I : Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer Desa – Konsumen Lembaga – Konsumen Akhir
Saluran Pemasara II : Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer Desa – Konsumen Lembaga
Saluran Pemasara III : Petambak – Eksportir atau Cold Storage 2. Fungsi – fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran udang windu di desa
Panimbang, Serang, Banten adalah :
a) Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Petambak
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petambak udang windu di Desa
Panimbang, Serang, Banten adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian
dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengelolaan (pengemasan), dan
fungsi fasilitas berupa fungsi sortasi, grading/standarisasi, dan informasi
pasar.
b) Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengumpul
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul udang windu
adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik
berupa fungsi pengangkutan dan fungsi pengelolaan (pengemasan). Fungsi
fasilitas berupa fungsi sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan
informasi pasar.
c) Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengecer
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer udang windu adalah
fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa
fungsi pengangkutan dan pengelolaan. Fungsi fasilitas berupa fungsi sortasi,
grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar.
3. Struktur pasar dapat dilihat dari lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat
dalam kegiatan pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang.
Banten seperti petambak, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan
konsumen. Berdasarkan pengamatan di lapang struktur pasar yang dihadapai
69
setiap lembaga pemasaran memiliki perbedaan seperti, petambak menghadapi
struktur pasar bersifat pasar oligopsoni, sementara struktur pasar yang dihadapi
oleh pedagang pengumpul bersifat persaingan oligopoli, sedangkan struktur
pasar yang dihadapai pedagang pengecer adalah pasar oligopoli
Sementara perilaku pasar yang terjadi di Desa Panimbang, Serang, Banten
diamati melalui penjualan antara lembaga-lembaga yang terlibat dalam
pemasaran udang windu dan sistem pembayaran antara lembaga yang terkait
dalam pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang. Banten dimana ada
tiga system pembayaran yang berlaku :
Sistem pembayaran pedagang pengumpul kepada petambak dapat
dilakukan dengan cara tunai dan DP (Down payment) dibayar di muka.
Sedangkan pembayaran pedagang pengcer kepada pedagang pengumpul
dengan cara (Cash and carry), yaitu ada uang ada barang.
Sistem pembayaran konsumen lembaga kepada pedagang pengumpul juga
dilakukan dengan cara DP (Down payment) dibayar di muka dan sisanya
akan dibayar setelah pengiriman yang dilakukan atas pesanan selanjutnya,
tidak terdapat kesepakatan apapun dalam transaksi ini, baik kesepakatan
dmengenai harga produk ataupun waktu pengiriman.
4. Saluran pemasaran udang windu di Desa Panimbang yang efesien dapat dilihat
melalui marjin pemasaran, biaya pemasaran, peubah harga serta farmer’s share
jika dilihat dari saluran pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang,
Serang, Banten maka dapat diketahui berdasarkan perhitungan efisiensi bahwa
saluran pemasaran yang efisien adalah saluran pemasaran satu, karena pola
saluran satu memiliki keuntungan yang tinggi dibandingkan saluran lainnya.
70
7.2 Saran
1. Petambak dapat mengatur jadwal penebaran benur dan proses panen, sehingga
tidak terjadi kelangkaan dan nilai yang rendah karena melimpahnya hasil
udang untuk memenuhi permintaan.
2. Sebaiknya para petambak di Desa Panimbang, mengikuti petambak yang
menggunakan saluran pemasaran satu, dengan nilai farmer’s share 93,33 dan
perolehan keuntungan 36,5. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan pengaktifan
kembalikoperasi para petambak untuk mempertahankan harga jual udang
windu dan mempertahankan posisi tawar petambak pada saat proses
pemasaran kepada pedagang pengumpul.
71
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Haris (2003) Analisis Saluran Pemasaran Ikan Bandeng di Pasar Porda Juwana, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati (Skripsi). Manajemen Bisnis dan Ekonomi, Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan-Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Azzaino, Z. 1982. Pengantar Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Daelami, D. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Dahl, C. D. Hammond, J. W., 1977. Market Place Analysis The Agryculture Industry. MC. Graw-Hill Book Company. New York.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya., 2003. Strategi Ekspor Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Hanafiah, A. M. dan A. M. Saefudin, 1983. Tataniaga Hasil Perikanan. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Kertawi, Silthia. 2008. Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole : Studi Kasus Pada Desa Ciburial, Kabupaten Garut, Jawa Barat (skripsi). Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Khols LR dan Uhl NJ, 1985. Marketing of Agriculture Product. The Macmillan Company. New York.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Jilid 2. Edisi ke-9. PT Prenhalindo. Jakarta.
Limbong, W. H., Sitorus, P., 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Simamora, 2007. Analisis Sistem Tataniaga Pisang di Desa Suka Baru Buring, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung (Skripsi). Departemen Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sitompul, R.P. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga Ikan Hias Mas Koki Oranda di Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Skripsi). Manajemen Bisnis dan Ekonomi, Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan-Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sitorus dan Limbong. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sudiyono A. 2001. Pemasaran Pertanian. Malang. Universitas Muhammahdiyah Malang.
Melani, 2002. Saluran Pemasaran Ikan Koi, Kecamatan Cisaat, Sukabumi (Skripsi). Manajemen Bisnis dan Ekonomi, Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan-Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
72
Mujiman, A. 1989. Budidaya Udang Windu. Jakarta : Peneber Swadaya.
Vinifera, Nila. 2006. Analisis Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor : Studi Kasus Pada Desa Ngagel, Kabupaten Pati, Jawa Tengah (skripsi). Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
73
Lampiran 1. Kuisioner Pemasaran Udang Windu Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi Analisis Efesiensi Pemasaran Udang Windu (Kasus : di Desa Kesambi Serang, Banten) oleh Ahmad Bangun (H34076012), Mahasiswa Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. *) coret yang tidak perlu
A. Identitas dan Karakteristik Responden ( Petani )
1. Nama : ..................................................................... 2. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan* 3. Umur : ...........................tahun 4. Alamat : ...................................................................... 5. Pendidikan terakhir : SD/SLTP/SMU/Perguruan Tinggi/lainnya* 6. Pengalaman bertambak : 7. Status sebagai petamabak :
a. Pemilik penggarap b. Penyewa c. Penyakap/bagi hasil
8. Alasan menjadi petani udang windu…………………… a. Anggapan petani terhadap pekerjaan bertambak/usahataninya: Mata Pencaharian
Pokok b. Mata Pencaharian Sampingan
9. Alasan memilih budidaya udang windu a. Keuntungan lebih besar b. Pemasaran lebih mudah c. Usaha turun temurun d. Cocok untuk lahan local e. Dianjurkan pemerintah f. Lainnya………………………………………..
10. Luas lahan yang diusahakan = ………………………. Ha 11. Jumlah produksi / panen = ………………………kg/………ton 12. Berapa kali panen dalam setahun……………………………………. 13. Lama waktu panen berlangsung : 14. Apakah ktiteria panen sesuai dengan permintaan pasar? 15. Apakah jika harga di pasar turun, anda tetap melakukan kegiatan panen? 16. Alat yang digunakan dalam pemanenan :………………………………… 17. Kemana hasil panen selanjutnya ? (dijual langsungditempat/ disimpan/…………..) 18. Apakah anda mengeluarkan biaya pengangkutan? Jika ya, besarnya………… 19. Bagaimana menentukan harga jual?............................................. 20. Berapa kali dalam seminggu anda menjual udang windu? 21. Harga jual udang windu Rp……/kg. volume yang dijual………………. 22. Apakah tujuan selalu sama ? juka tidak sebutkan alternative lain…………………………. 23. Bagaimana tehnik penjualannya? (kontrak/langanan/langsung/lainnya……………...) 24. Bagaimana cara pembayarannya? (tunai/kredit/lainnya……………………………..)
74
25. Apakah bapak melakukan penghitungan/ pencatatan pembiayaan dari usahatani udang
windu ini? 26. Apakah kesulitan dalam memasarkan udang windu? ( ya/Tidak) 27. Sumber modal ( modal sendiri/dapat bantuan)
a. Besarnya modal Rp………………………. b. Jika dapat bantuan dalam bentuk………………………, jangka waktu……….tahun c. Apakah ada keterkaitan dengan pemilik modal?( ya/tidak) d. Jika ya apakah hasil panen harus dijual ke lembaga tersebut?
75
Lampiran 2. Kuisioner Pemasaran Udang Windu Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi Analisis Efesiensi Pemasaran Udang Windu (Kasus : di Desa Kesambi Serang, Banten) oleh Ahmad Bangun (H34076012), Mahasiswa Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. *) coret yang tidak perlu
B. Identitas dan Karakteristik Responden ( Pedagang ) 1. Nama : 2. Golongan pedagang : 3. Umur : 4. Alamat : 5. Pendidikan : 6. Pekerjaan utama………./sampingan……………
Cara Pembelian 1. Dari mana biasanya bapak/ibu membeli udang windu?
Nama Alamat Golongan Pembayaran Keterangan (sebelum/sesudah) penerimaan barang
2. Apakah bapak selalu membeli dari orang tersebut?(ya/tidak) Jika tidak dari siapa dibeli lagi?
Nama Alamat Golongan Alasan
3. Berapa frekuensi pembelian udang windu yang bapak/ibu beli? ( tiap hari/tiap
minggu/lainnya)……………………………………. 4. Berapa volume udang windu ……………..kg ,/……ton. 5. Bagaimana menentukan kualitas udang windu yang dibeli 6. Kegiatan apa saja yang bapak/ibu lakukan
a. Pembelian f. Penggradingan b. Penjualan g. Bongkar muat c. Pengangkutan h. Penyortiran d. Pengemasan i. Penanggungan resiko e. Penyimpanan j. Retribusi
7. Apakah anda melakukan kegiatan penyimpanan? a. Jumlah yang disimpan………………………………..
76
b. Lama penyimpanan………………………………….. c. Cara penyimpanan……………………………………. d. Lok\asi penyimpanan………………………………..
8. Besarnya biaya yang dikeluarkan: a. Biaya : - pengangkutan………………
- Tenaga kerja………………. - Pengemasan……………….. - Penyimpanan………………. - Penyusutan…………………. - Bongkarmuat……………….. - Sortasi……………………….. - Penimbangan……………….. - Retribusi……………………. - Lain-lain……………………
9. Apakah anda melakukan standarisasi/sortasi Bila tidak dijual apakah anda mengalami kerugian? Siapa yang menanggung?
10. Apakah anda menanggung biaya resiko dari kegiatan pembelian? *Cara Penjualan 1. Kemana biasanya anda melakukan kegiatan penjualan udang windu?
Nama Alamat Golongan Pembayaran Keterangan (sebelum/sesudah) penerimaan barang
2. Apakah anda selalu menjual ke orang yang sama? Jika tidak , alternative lain: Nama Alamat Golongan alasan
3. Bagaimana cara penjualannya ? ( kontrak, langganan, langsung, lainnya……,,) 4. Bagaimana cara pembayarannya? ( tunai,kredit,lainnya…………..) 5. Berapa bayak udang windu yang anda jual………… 6. Bagaimana frekuensi penjualan udang windu ini?............. 7. Kualitas udang windu yang dijual:
a……………… b……………… c……………….
77
8. Berapa harga jual pada saat panen besar/panen kecil? Kualitas Harga pembelian/kg/ton Harga pembelian /kg/ton
Panen besar Panen kecil Panen besar Panen kecil
9. Ada berapa banyak pedagang udang windu seperti bapak disini? 10. Apakah hambatan-hambatan yang anda alami dalam memasarkan udang windu ini? 11. Manakah dari pernyataan dibawah ini yang sesuai dengan keadaan anda sekarang?
a. Pembeli sedikit, penjual banyak (ya/tidak) b. Kualitas udang windu kurang bagus(ya/tidak) c. Biaya transportasi tinggi (ya/tidak) d. Ketersediaan udang winsu kontiniu(ya/tidak)
12. Bagaimana mendapatkan informasi mengenai jumlah, harga , dan mutu udang windu yang akan dijual?
13. Apakah anda mengeluarkan biaya sewa untuk berdagang?(ya/tidak), jika ya besarnya 14. Bagaimana cara anda menetukan harga jual?
a. Berdasarkan biaya yang dikeluarkan ditambah dengan persentase keuntungan b. Berdasarkan harga yang ditetapkan c. Tergantung pada permintaan d. Lainnya
15. Biaya yang dikeluarkan sewaktu menjual udang windu ? 16. Apakah ada perbedaan harga antara pasar atau lokasi penjualan?
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, saran, arahan dan dorongan kepada saya dalam
penyelesaikan skripsi ini.
2. Ayah dan Ibu saya tercinta yang selalu memberikan dukungan dalam
segala hal, terutama dalam doa dan nasehatnya.
3. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen Evaluator pada saat seminar
proposal yang telah memberikan masukan, perencanaan, serta perbaikan
dalam penelitian.
4. Semua Dosen Ekstensi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,
terimakasih atas formulasi, aplikasi, hingga evaluasi baik dalam
perkuliahan hingga proses penelitian berlangsung
5. Para petambak udang windu di Desa Panimbang, Serang, Bantenyang
telah memberikan pengarahan sewaktu di lapang
6. Amli Ramadhana atas kesediaannya selaku Pembahas dalam Seminar.
7. Farach Hanum yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi
ini.
8. Segenap Karyawan dan Staf Pegawai di Program Sarjana Agribisnis
Penyelenggaraan Khusus yang telah membantu penulis selama ini.
9. Teman seperjuanganku Nita dan Kinza atas kerjasama dalam
menyelesaikan skripsi.
10. Semua teman-teman di Wisma Kostim (Julianto, Aulia, Muyan, Iqbal,
Adit, Anggi, Jab, Lintar, Rizal, Irfan, Ali Nasution) atas kekompakannya
dan kerjasamanya selama ini.
Bogor, Maret 2010 Ahmad Bangun
Recommended