View
381
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan
suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional.
Pembangunan nasional adalah kegiataan yang berlangsung terus menerus dan
bersinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik yang
bersifat material maupun spritual. Untuk itu pemerintah harus berusaha meningkatkan
pendapatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Dalam menunjang
keberhasilan pembanguan diperlukan penerimaan yang kuat, dimana sumber
pembiayaan diusahakan tetep bertumpu pada penerimaan dalam negeri dan penerimaan
dari sumber-sumber luar negeri hanya sebagai pelengkap.
Kemandirian pembangunan diperlukan baik ditingkat pusat maupun ditingkat
daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi
maupun kabupaten/kota yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pemerintah pusat dengan kebijaksanaannya. Kebijakan tentang keuangan daerah
ditempuh oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah mempunyai kemampuan
membiayai pembagunan daerahnya sesuai dengan prinsip daerah otonomi yang nyata.
Setelah pemerintah pusat megeluarkan Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan
diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah yang terfokus pada otonomi daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999
1
yang diperbaharui dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, maka pemerintah daerah diberi
kekuasaan yang lebih besar untuk mengatur anggaran daerahnya.
Untuk mendukung pelaksanaan otonomi yang maksimal pemerintah
mengeluarkan kebijaksanaan dibidang penerimaan daerah yang berorientasi pada
peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri dan
diprioritaskan pada penggalian dana mobilisasi sumber-sumber daerah. Sumber
pendapatan daerah menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 adalah :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari:
Hasil pajak daerah.
Hasil retribusi daerah.
Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
Pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana perimbangan.
3. Pinjaman daerah.
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang
secara bebas dapat digunakan oleh masing-masing daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan dan pembangunan daerah. Tapi pada kenyataannya kontribusi
Pendapatan Asli Daerah terhadap pendapatan dan belanja daerah masih kecil. Selama
ini dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah masih besar. Oleh karenanya
2
untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu
berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang salah satunya dengan
penggalian potensi daerah.
Untuk itu pemerintah perlu berupaya meningkatkan penerimaan pajak Hotel,
agar penerimaan pemerintah terus meningkat sehingga dapat mempelancar
pembangunan. Untuk mencapai ini pemerintah harus melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam bidang keuangan daerah yang dikelola secara efektif dan
efesien. Dengan dasar pertimbangan ini, maka Pemerintah Kota Bengkulu harus secara
aktif melakukan upaya pengembangan sumber-sumber pendapatan daerah yang salah
satunya adalah pajak Hotel. Berdasarkan pemikiran dan keadaan tersebut, maka
penulis memilih judul “Kontribusi Pajak Hotel Dan Restoran Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Di Kota Bengkulu ”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan dalam latar belakang, maka dapatlah dirumuskan
suatu permasalahan dari penelitian ini sebagai berikut : Bagaimana Kontribusi Pajak
Hotel Dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kota Bengkulu?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut : untuk mengetahui Bagaimana Kontribusi Pajak Hotel Dan Restoran Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Di Kota Bengkulu
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perpajakan di Indonesia
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan
bersinambungan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara
material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak
memperhatikan masalah pembiayaan. Salah satu usaha dalam pembiayaan
pembangunan yaitu dengan menggali sumber-sumber dana yang berasal dari dalam
negeri yaitu pajak.
Pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah. Banyak ahli
memberikan batasan tentang pajak, definisi pajak menurut para pakar adalah:
a) Mr. Dr .N. J. Feldmann, pajak adalah “prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terutang kepada penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
umum), tanpa ada kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum”.
b) Prof. Dr. Rachmat Soemitro, S.H., pajak adalah “iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan Undang-Undang (yang dipaksakan) dengan tiada pendapat jasa-
timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pegeluaran umum”.
c) Prof. Dr. M. J. H Smeets, pajak adalah “prestasi pada pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa ada kontra-
4
prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah
untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.
d) Dr. Soeparman Soemahamidjaja, pajak adalah “iuran wajib, berupa uang atau
barang, yang dipunggut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum”.
Dari pengertian pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur yang
melekat dalam pengertian pajak adalah :
a. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang.
b. Sifatnya dapat dipaksakan.
c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh
pembayar pajak.
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat
maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta)
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah
(rutin dan pembangunan) bagi kepentigan masyarakat umum.
B. Aspek Ekonomi Perpajakan
Pembiayaan belanja riil Pemerintah memerlukan uang untuk membiayai hutang-
hutangnya. Untuk itu diperoleh dari pemungutan pajak dan digunakan untuk
membiayai belanjanya. Hanya saja dalam pembanguan sebuah kapal, rumah sakit
maupun sarana umum lainnya pemerintah tidak semata-mata hanya memelukan uang,
5
akan tetapi juga sumber daya ekonomi yang riil. Untuk itu pemerintah juga memelukan
baja dan tenaga terdidik, singkatnya pemerintah membutuhkan pemenfaatan persediaan
masyarakat akan tenaga kerja, tanah dan barang modal yang langka.
Sebenarnya masyarakat dalam menentukan cara membebani dirinya dengan
pajak, juga menetapkan bagaimana memperoleh sumber-sumber daya yang diperlukan
dari berbagai keluarga dan badan usaha yang ada dalam masyarakat tersebut, agar
dapat dimanfaatkan untuk barang dan jasa umum disamping untuk program transfer
pendapatan.
Konsep tentang “manfaat” (benefit) dan kemampuan membayar (ability to pay)
merupakan dua prinsip dari teori perpajakan. Norma keadilan menyiratkan agar
mengunakan pajak yang sama. Suatu pajak dapat di sebut progresif, proporsional, atau
regresif jika membebani pendapatan orang kaya dibanding mereka yang miskin dalam
proporsi yang lebih besar, sama atau lebih kecil.
C. Hubungan Antara Pajak dengan Pendapatan
Dalam suatu jenis pajak kita akan mengenal istilah pajak proporsional, pajak
progresif, dan pajak regresif yang tentunya berkaitan dengan masalah pendapatan.
Suatu pajak akan disebut proporsional jika mengenakan tarif presentase yang sama
tanpa melihat pendapatan seseorang. Sehingga setiap pembayaran pajak dikenakan
tarif pajak dalam proporsi yang sama dari pendapatannya. Sedangkan untuk pajak
progresif berbeda sama sekali dengan pajak proporsional.
6
Pajak progresif adalah pajak yang mengenakan tarif dalam persentase yang
meningkat menurut bertambah tingginya pendapatan seseorang. Sedangkan pajak
regresif adalah pajak yang mengenakan tarif persentase yang lebih rendah pada mereka
yang berpendapatan tinggi. Istilah progresif dan regresif mungkin akan menimbulkan
kekacauan pengertian. Kata-kata itu merupakan istilah teknis yang berkaitan dengan
proporsi pajak terhadap berbagai pendapatan.
D. Pajak Daerah
Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah disamping retribusi
daerah. Pengertian pajak menurut M.Suparmoko dirumuskan sebagai berikut pajak
adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah, yang dapat dipaksakan
dengan tanpa balas jasa yang secara langsung dapat ditunjuk. Misalnya pajak
kendaraan bermotor, pajak penghasilan.
Pengaturan lebih lanjut dikeluarkan melalui sumber-sumber pendapatan daerah,
khususnya mengenai pajak daerah (Undang-Undang Darurat No.11 tahun 1957). Inti
dari UU No 11 Tahun 1957 tersebut menjelaskan tentang peraturan umum pajak
daerah dan menyebutkan beberapa hal sebagai berikut :
a. Pengertian dari pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan pajak
yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan
hukum politik.
b. Mengadakan, megubah, dan meniadakan pajak daerah yang ditetapkan dengan
peraturan daerah.
7
c. Lapangan pajak daerah adalah lapangan pajak yang belum digunakan oleh
negara. Lapangan pajak tingkat bawahan adalah lapangan pajak yang belum
digunakan oleh negara atau daerah tingkat atasan.
d. Apabila suatu daerah tingkat atasan telah mengunakan suatu lapangan pajak,
daerah tingkat bawahannya tidak dipekenankan memasuki lapangan pajak itu,
akan tetapi dalam peraturan pajak tingkat atasan itu dapat ditentukan bahwa
daerah tingkat bawahannya dipekenankan memungut opsen atas pajak daerah
tingkat atasannya.
E. Pajak Hotel dan Restoran
Sesuai dengan peraturan pemerintah No. 62 tahun 2001 pengertian pajak hotel
dan restoran adalah :
Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat
menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan fasilitas lainnya dengan dipunggut
bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak
yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.
Retoran adalah tempat menyantap makanan minuman yang disediakan dengan di
pungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa baga dan katering.
Berdasarkan Perda No.3 tahun 2003 tentang pajak hotel dan Perda No. 4 tahun 2003
tentang restoran dijelaskan mengenai nama, objek, dan subjek pajak hotel dan restoran.
a. Dengan nama pajak hotel, restoran dan usaha sejenis dipungut atas pelayanan
yang disediakan dengan pembayaran di hotel, restoran dan usaha sejenis.
8
b. Subjek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di
hotel, restoran dan usaha sejenis.
c. subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas
pelayanan hotel, restoran dan usaha sejenis.
Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel,
restoran dan usaha sejenis. Tarif pajak hotel dan restoran ditetapkan 10% dari jumlah
pembayaran yang dilakukan kepada pengusaha hotel, restoran dan usaha sejenis.
F. Administrasi Pajak
1. Pengukuhan Wajib Pajak
Wajib Pajak Hotel wajib mendaftarkan usahanya kepada bupati/walikota,
dalam praktik umumnyakepada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota dalam
jangka waktu tertentu, misalnya selambat-lambatnya tiga puluh hari sebelum
dimulainya kegiatan usaha, untuk dikukuhkan dan diberikan NomorPokok Wajib Pajak
Daerah (NPWPD). Jangka waktu ini sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh
bupati atau walikota di mana Pajak Hotel dipungut.
Surat Keputusan Pengukuhan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pendapatan
Daerah tidak merupakan dasaruntuk menentukan mulai sat terutang Pajak Hotel, tetapi
hanya merupakan sarana administrasi dan pengawasan bagi petugasDinas Pendapatan
Daerah. Apabila pengusaha hotel atau penginapan tidak mendaftarkan usahanya dalam
jangka waktuyang ditentukan, Kepala Dinas Pendapatan Daerah akan menetapkan
pengusaha tersebut sebagai wajib pajak secara jabatan. Penetapan secara jabatan
9
dimaksudkan untuk pemberian nomor pengukuhan dan NPWPD dan bukan merupakan
penetapan besarnya pajak terutang.Tata cara pelaporan dan pengukuhan wajib pajak
ditetapkan oleh bupati/walikota dan surat keputusan.
2. Pendaftaran dan Pendataan
Kegiatan pendaftaran dan pendataan diawali dengan mempersiapkan dokumen
yang dilakukan, berupa formulir pendaftaran dan pendataan, kemudian diberikan
kepada wajib pajak. Setelah dokumen disiapkan kepada wajib pajak, wajib pajak
mengisi formulir pendaftaran dengan jelas, lengkap, serta mengembalikan kepada
petugas pajak. Selanjutnya, petugas pajak mencatat formulir pendaftaran dan
pendataan yang dikembalikan oleh wajib pajak, dalam Daftar Induk Wajib Pajak
berdasarka nomor urut yang digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan NPWPD.
16. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)
Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan
menggunakan SPTPD sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pemungutan pajak hotel dapat dilakukan dengan Official Assessment yakni
berdasarkan penetapan kepala daerah melalui penerbitan surat ketetapan pajak daerah.
Atau, secara Self assessment yakni dibayar sendiri oleh wajib pajak dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).
Walikota dapat menerbitkan SPTPD jika :
a. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak terutang tidak
atau kurang dibayar;
10
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat
salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan atau denda 2% tiap
bulannya dan paling lambat 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak
yang ditagih melaui SPTPD.
d. Jika SPTPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
e. Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung
secara jabatan
Tata Cara Pembayaran dan Penagihan pajak terutang sesuai dengan Pasal 73
dalam Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 04 Tahun 2013 adalah :
1) Walikota menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya
pajak dan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh
Wajib Pajak.
2) SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus
dilunasi jangka waktu paling lama satu (1) bulan sejak tanggal diterbitkan.
3) Walikota atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur
11
atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua
persen) sebulan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat
pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan
Peraturan Walikota.
12
BAB III
DATA
A. Definisi Operasional
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan Hotel. Pengeritan hotel disini termasuk
juga rumah penginapan yang memungut bayaran pada Hotel di Bengkulu .
Wajib Pajak Hotel adalah pemilik dari Hotel di Bengkulu .
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel di Bengkulu
dengan pembayaran, termasuk pelayanan sebagaimana di bawah ini :
a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek, yang antara lain: gubuk
pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen,
dan rumah penginapan.
b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat
tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyaman,
antara lain telepon faksimili, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi dan
pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola Hotel di Bengkulu .
c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan
untuk umum, antara lain pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tennis,
golf, karaoke, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola oleh Hotel di
Bengkulu .
d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
13
Pada Pajak Hotel, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan
yang melakukan pembayaran atas palayanan hotel. Secara sederhana yang menjadi
subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang
diberikan oleh Hotel di Bengkulu . Sementara itu, yang menjadi wajib pajak adalah
pengusaha hotel, yaitu pemilik dari Hotel di Bengkulu .
Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili oleh
pihak tertentu yang diperkenan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang
Pajak Hotel. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara pajak
tanggung rentang atas pembayaran pajak terutang. Tarif Pajak Hotel ditetapkan sebesar
10 % (sepuluh persen).
B. Jangkauan Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada Hotel di Bengkulu Dalam penelitian ini
penulis membahas perhitungan pajak hotel terutang yang dibayar
C. Jenis Dan Sumber – Sumber Data
Jenis data yang digunakan oleh peneliti dalam meneliti kasus di Hotel di
Bengkulu yaitu Data Primer yang mencakup sebagai berikut :
a. Data mengenai gambaran umum perusahaan dan struktur organisasi.
b. Data-data yang meliputi jumlah kamar penginapan yang disewa dan fasilitas
hotel yang digunakan oleh konsumen pada saat menginap yang terjadi bulan
September 2013.
14
Sumber data diperoleh dari wawancara dengan pihak perusahaan, pengamatan
langsung terhadap objek yang diteliti.
D. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data di lokasi
penelitian dengan jalan mengadakan tanya jawab atau wawancara langsung dengan
pegawai serta pihak yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.
E. Teknik Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan dan setelah data-data yang diperlukan dalam
penelitian ini terkumpul, maka penulis akan menggunakan teknik analisis data sebagai
berikut :
Perhitungan Pajak Hotel Terutang dengan metode Self Assessment :
Alat Analisis Yang Digunakan
Jadi penelitian ini, penulis akan menggunakan metode analisis pajak hotel
dengan metode Self Assessment.
15
Pajak hotel terutang = Penghasilan Bruto dalam 1 bulan × Tarif Pajak
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis
Berdasarkan hasil penelitian pada bab terdahulu dan dilandasi dengan dasar teori
yang dikemukakan pada bab II, maka dalam bab ini penulis akan menganalisis sesuai
dengan alat analisis pada bab III yakni analisis pajak hotel berdasarkan rumus-rumus
yang telah dikemukakan sebelumnya.
Dengan menggunakan rumus-rumus pada alat analisis, maka pajak hotel yang
dibayar oleh Mesra Business & Resort Hotel pada bulan September 2013 dari
penggunaan kamar dapat diketahui sebagai berikut :
Suite Room sebanyak 28 hari
Deluxe I Room sebanyak 27 hari
Deluxe II Room sebanyak 29 hari
Superior Room sebanyak 30 hari
Cottage Room sebanyak 28 hari
Standard Room sebanyak 30 hari
Junior Standard Room sebanyak 30 hari
Pembayaran dari kamar selama bulan September 2013
=(28 x Rp 1.750.000) + (27 x Rp 950.000) + (29 x Rp. 950.000) + (30 x Rp 400.000) + (28 x Rp 1.250.000) + (30 x Rp 400.000) + (30x Rp 450.000)
= Rp 49.000.000 + Rp 25.650.000 + Rp 27.550.000 + Rp 12.000.000 + Rp 35.000.000 + Rp 12.000.000 + Rp 13.500.000
= Rp 174.700.000
16
Jadi, penghasilan bruto hotel bulan September 2013 adalah Rp 174.700.000.
Dari hasil perhitungan pembayaran kamar hotel maka, besarnya penghasilan
bruto hotel untuk bulan September 2013 sebesar Rp 94.700.000. Sehingga dapat
diketahui pajak hotel yang dibebankan pada bulan September 2013 adalah :
Pajak Hotel bulan September 2013
= Penghasilan Bruto dalam Bulan September x Tarif Pajak
= Rp 94.700.000 x 10 %= Rp 17.470.000
Jadi, Hotel di Bengkulu pada bulan September 2013 membayar pajak hotel sebesar Rp
17.470.000.
B. Pembahasan
Berdasarkan pada analisis yang penulis lakukan telah diketahui bahwa :
1. Penghasilan bruto hotel yang didapat dari pembayaran kamar hotel selama bulan
September 2013 yang menjadi dasar perhitungan pajak hotel adalah Rp
174.700.000.
2. Setelah diketahui penghasilan bruto, maka diperoleh hasil beban pajak hotel
dengan ketentuan tarif pajak hotel sebesar 10% bulan September 2013 adalah Rp
17.470.000.
3. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan pajak terutang sesuai dengan Pasal 73
dalam Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 04 Tahun 2013 adalah :
17
a. Walikota menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya
pajak dan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh
Wajib Pajak.
b. SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus
dilunasi jangka waktu paling lama satu (1) bulan sejak tanggal diterbitkan.
c. Walikota atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur
atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua
persen) sebulan.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat
pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan
Peraturan Walikota.
18
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bab satu sampai lima,
maka pada bab ini penulis mencoba mengambil beberapa kesimpulan terutama yang
terkait dengan pemecahan masalah yang telah dirumuskan dalam skripsi ini. Adapun
kesimpulan tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Dari hasil perhitungan jumlah pembayaran dari kamar yang disewa oleh
pengunjung hotel, maka didapat penghasilan bruto hotel bulan September 2013
adalah Rp 174.700.000.
2. Berdasarkan perhitungan dari penghasilan bruto hotel bulan September 2013
yang dikalikan dengan tariff pajak hotel yang telah ditetapkan Pemerintah
sebesar 10%, maka dapat diketahui jumlah beban pajak hotel terutang yang harus
dibayar sebesar Rp 17.470.000.
3. Hipotesis yang diajukan yaitu bahwa diduga perhitungan pajak hotel dan
pengisian SPTPD unutk Hotel di Bengkulu sesuai peraturan dan ketentuan yang
berlaku dari Pemerintah di terima, karena seperti penjelasan dalam Pajak Hotel
pasal (5) dan (6) untuk perhitungan dasar pengenaan Pajak Hotel dan tarif pajak
hotel. Dan untuk pengisian SPTPD sesuai dengan tata cara pembayaran dan
penagihan.
19
B. Saran
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka dapat digunakan sebagai suatu
pedoman dalam pengambilan keputusan, adapun saran-saran yang dapat penulis
berikan kepada pihak yang berkepentigan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pelayanan prima dan faslitas hotel untuk terus ditingkatkan, agar
tarif tidak memberatkan apabila ada biaya yang harus dikeluarkan pengunjung
hotel.
2. Dalam usaha perhotelan di Bengkulu cukup bersaing, Hotel di Bengkulu
disarankankan untuk mencoba lebih memberikan dan menambah sarana dan
prasarana hotel berupa fasilitas yang memungkinkan manarik pengunjung untuk
datang menyewa kamar maupun menikmati fasilitas hotel yang dapat digunakan
untuk pengunjung hotel maupun masyarakat umum.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiyansyah, Indra Widhi (2005), analisis kontribusi pajak hotel dan restoran
terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten purworejo Tahun 1989 – 2003,
Skripsi Sarjana, FE UII, Yogyakarta.
Divisi HRD Hotel Mesra, 2013. Profil Hotel Mesra International
Marihot P Siahaan, S.E 2005. Pajak daerah dan Retribusi Daerah Edisi Pertama,
Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
M. Husin, “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan pajak
Hotel dan Restoran (studi kasus pada Pemkot Surabaya)”, Skripsi sarjana (Tidak
dipublikasikan), FE UII, Yogjakarta.
M. Suparmoko, 1987. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, BPFE, Yogyakarta.
Nugroho, Afriyanto (2000), “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Kabupaten Dati II Klaten Tahun Anggaran 1983/1984-
1999/2000”, Skripsi sarjana (Tidak dipublikasikan), FE UII, Yogyakarta.
Peraturan Daerah Kota Bengkulu, 2013. Lembar Daerah Kota Bengkulu tentang pajak
daerah Nomor 04.
21
Recommended