View
2
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
37
Analisis Perbandingan Harga Jual Menggunakan Metode
Cost Plus Pricing dan Mark Up Pricing.
(Studi Kasus pada Toko Bumbu Borneng dan Toko Bumbu Nainggolan
Di Pasar Horas Gedung IV Lantai I Pematangsiantar)
Oleh :
Eva Sriwiyanti, SE, Ak., CA, M.Si.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Simalungun, Pematangsiantar, Indonesia
eva.sriwiyanti@yahoo.co.id
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan harga jual
menggunakan metode cost plus pricing dan mark up pricing yang hasilnya akan
digunakan untuk mengevaluasi harga jual yang berlaku saat ini
Jenis penelitian ini adalah studi kasus terhadap penentuan harga jual yang
berlaku di Toko Bumbu Borneng dan Toko Bumbu Nainggolan. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan observasi lapangan,
wawancara dan dokumentasi. Sumber data penelitian ini adalah pemilik &
karyawan Toko Bumbu Borneng dan Toko Bumbu Nainggolan. Metode analisis
data yang digunakan adalah metode analisis data kuantitatif, dimana penentuan
harga jual dilakukan dengan menggunakan metode cost plus pricing & mark up
pricing yang rumusnya sudah ditentukan.
Hasil penelitian ini adalah : 1) Toko Borneng lebih menguntungkan
menerapkan Metode MUP daripada menerapkan Metode CPP. 2) Toko Nainggolan
lebih menguntungkan untuk terus menerapkan harga yang berlaku saat ini karena
masih tetap bisa memperoleh laba yang jauh lebih tinggi dibandingkan jika
menggunakan kedua metode yang ada.
Kata kunci : Harga Jual, Cost Plus Pricing , Mark Up Pricing
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Toko Bumbu Borneng dan Toko Bumbu Nainggolan merupakan toko yang
menjual bumbu jadi, rempah-rempah dan bahan dapur. Toko Bumbu Borneng
didirikan sejak tahun 1999 dan Toko Bumbu Nainggolan berdiri sejak tahun 2012.
Pemilik kedua toko ini memiliki hubungan saudara dan memiliki usaha yang sama
yaitu menjual bumbu jadi, rempah-rempah dan bahan dapur, dan juga memiliki
kesamaan dalam hal cara pengelolaan, pemasok bahan baku, jumlah pekerja, tetapi
dari segi harga jual bumbu jadi kedua toko tersebut sangatlah jauh berbeda. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk menganalisis mengapa terjadi perbedaan harga
yang cukup jauh padahal penentu biaya produksinya (bahan baku, tenaga kerja dan
overhead pabrik) hampir sama? Apakah perbedaan tersebut disebabkan karena
penggunaan metode penentuan harga jual yang dipakai? Metode manakah yang
dipakai dalam penentuan harga jual yang diterapkan saat ini? Apakah harga jual
yang berlaku saat ini sudah mengacu atau mendekati metode penentuan harga jual
yang di pakai? Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis melakukan
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
38
penelitian dengan judul : Analisis Perbandingan Harga Jual Menggunakan
Metode Cost Plus Pricing dan Mark Up Pricing.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan harga
jual menggunakan metode cost plus pricing dan mark up pricing yang hasilnya akan
digunakan untuk mengevaluasi harga jual yang berlaku saat ini
Manfaat penelitian ini adalah dengan mengetahui perbandingan harga
menggunakan kedua metode ini, maka pemilik dapat memilih salah satu dari
metode ini untuk digunakan sebagai dasar penentuan harga jual kepada konsumen
dan juga dapat menentukan berapa laba yang diharapkan oleh pemilik dari
penjualan yang dilakukannya.
URAIAN TEORITIS
A. Harga Jual
1. Pengertian Harga Jual Kotler & Amstrong (2016), “Price the amount of money charged for a
product or service, or the sum of the value that customers exchange for the benefits
or having or using the product or service”. (harga adalah sejumlah uang yang
dikeluarkan untuk mendapatkan barang atau jasa, atau sejumlah nilai yang
dikeluarkan oleh pelanggan untuk memperoleh manfaat atau mendapatkan atau
menggunakan barang atau jasa).
Hansen dan Mowen (2005), harga jual adalah s e jumlah uang yang
dibebankan oleh penjual kepada pembeli atau pelanggan atas barang atau jasa yang
dijual atau diserahkan.
Mulyadi (2007), harga jual adalah nilai dari semua biaya ditambah dengan
laba yang wajar yang harus dibayar oleh konsumen.
Sedangkan menurut Monroe (2000), harga adalah rasio formal yang menunjukkan
jumlah uang atau barang atau jasa, yang diperlukan untuk mendapatkan sejumlah
barang atau jasa tertentu.
2. Sasaran Penetapan Harga Jual Menurut Boone dan Kurtz (2002), ada empat sasaran penetapan harga,
yaitu :
1) Profitabilitas
Para pemasar mengerti bahwa laba diperoleh dari selisih pendapatan
dan beban. Pendapatan merupakan harga jual dikalikan dengan jumlah yang
terjual. Berbagai teori ekonomi mendasari prinsip maksimalisasi keuntungan
(profit maximization). Akan tetapi pada kenyatannya prinsip ini masih sulit
diterapkan. Maka banyak perusahaan beralih pada sasaran profitabilitas yang
lebih sederhana, yaitu Target Return Goal, dimana perusahaan menetapkan
harga dengan tingkat profitabilitas yang diinginkan sebagai pengembalian
finansial atas penjualan ataupun investasi.
2) Volume
Para manajer menetapkan tingkat minimum profitabilitas yang dapat
diterima dan kemudian menetapkan harga yang akan menghasilkan volume
penjualan tertinggi tanpa menyebabkan laba turun di bawah level itu.
Strategi ini memandang ekspansi penjualan sebagai suatu prioritas yang
lebih penting bagi posisi persaingan jangka panjang perusahaan daripada laba
jangka pendek.
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
39
3) Tingkat kompetisi
Sasaran penetapan harga ini untuk menyamakan harga dengan pesaing.
Jadi perusahaan berusaha untuk menghindari perang harga dengan tidak
menekankan elemen harga dari bauran pemasaran dan memfokuskan usaha
persaingannya pada variabel selain harga seperti menambah nilai,
meningkatkan kualitas, mendidik konsumen, dan menciptakan hubungan.
4) Prestise.
Pengaruh harga pada prestise membuat sebuah harga menjadi relatif
tinggi untuk mengembangkan dan menjaga sebuah citra dari kualitas dan
eksklusivitas. Para pemasar menetapkan sasaran tersebut karena mereka
mengakui peran harga dalam mengkomunikasikan citra suatu perusahaan dan
produk- produknya.
3. Strategi Penetapan Harga
Sukirno (2006), berpendapat bahwa ada enam strategi penetapan
harga, yaitu :
1) Penetapan harga kompetitif
Hal ini berlaku pada pasar dimana terdapat produsen atau penjual. Dalam pasar
seperti ini untuk menjual barangnya, perusahaan harus menetapkan harga pada
tingkat yang bersamaan dengan barang yang sejenis yang dipasarkan.
2) Menentukan harga terobosan
Cara ini sering dipakai ketika meluncurkan barang baru, yang menetapkan
harga pada tingkat yang rendah atau murah dengan harapan dapat
memaksimalkan volume penjualan.
3) Menetapkan harga berdasarkan permintaan
Penentuan harga barang ini terutama dipraktekkan oleh perusahaan jasa seperti
pengangkutan Kereta Api, Jasa Penerbangan, Restoran dan Bioskop.
Perusahaan Kereta Api misalnya, menawarkan tiket murah untuk orang yang
selalu berpergian bagi pelajar dan orang tua yang sudah pensiun.
4) Kepemimpinan harga
Penentuan harga seperti ini berlaku dalam pasar barang yang bersifat
oligopoli yang merupakan struktur pasar, dimana terdapat perusahaan yang
dominan yang mempunyai persaingan yang lebih kukuh dari pada perusahaan
lainya.
5) Menjual barang berkualitas dengan harga rendah
Kebijakan ini dapat dilakukan oleh perusahaan industri manufaktur atau
Hypermarket seperti Makro dan Carrefour. Srategi penentuan harga mereka
lebih menekankan kepada peningkatan volume barang yang terjual dan bukan
memperoleh keuntungan yang tinggi.
6) Kebijakan harga tinggi jangka pendek
Kebijakan harga (price skimming) adalah cara untuk menetapkan harga tinggi
yang bersifat sementara, yaitu pada waktu barang yang dihasilkan mulai
dipasarkan. Pada periode itu, perusahaan belum menghadapi persaingan dan
akan menetapkan harga yang tinggi supaya pengembalian modal dapat
dipercepat.
Boone dan Kurtz (2002), menyatakan ada tiga alternatif strategi penetapan
harga :
1) Strategi penetapan harga skimming, strategi ini sengaja menetapkan harga
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga produk-produk pesaing.
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
40
2) Strategi penetapan harga penetrasi, menetapkan suatu harga rendah sebagai
senjata utama pemasaran. Penetapan harga penetrasi mengasumsikan bahwa
menetapkan harga di bawah harga pasar akan menarik para pembeli dan
menggeser sebuah merek pendatang.
3) Strategi penetapan harga kompetitif, organisasi-organisasi mencoba
mengurangi tekanan persaingan harga dengan menyamakan harga dengan
perusahaan lain dan mengkonsentrasikan usaha pemasaran mereka pada
elemen produk, distribusi, dan unsur-unsur promosi.
4. Metode Penetapan Harga Tjiptono (2009), metode penetapan harga dikelompokkan menjadi empat
kategori yaitu:
a. Metode penetapan berbasis permintaan
Metode ini lebih menekankan faktor-faktor yang mempengaruhi selera dan
preferensi pelanggan daripada faktor-faktor seperti biaya, laba dan persaingan.
Permintaan pelanggan sendiri didasarkan pada berbagai pertimbangan yaitu:
kemampuan para pelanggan untuk membeli (daya beli), kemauan pelanggan
untuk membeli, posisi suatu produk dalam gaya hidup pelanggan yakni
menyangkut apakah produk tersebut merupakan simbol status atau hanya
produk yang digunakan sehari-hari, manfaat yang diberikan produk tersebut
kepada pelanggan, harga produk subsitusi, pasar potensial bagi produk
tersebut, sifat persaingan non harga, perilaku konsumen secara umum dan
segmen-segmen dalam pasar.
b. Metode penetapan harga berbasis biaya
Dalam metode ini faktor penentu yang utama adalah aspek penawaran atau
biaya, bukan aspek permintaan. Harga ditentukan berdasarkan biaya produksi
dan pemasaran yang ditambah dengan jumlah tertentu sehingga menutupi
biaya-biaya langsung, biaya overhead dan laba.
c. Metode penetapan harga berbasis laba
Metode ini berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya dalam penetapan
harga. Upaya ini dilakukan atas dasar target volume laba spesifik atau
dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap penjualan atau investasi.
d. Metode penetapan harga berbasis persaingan
Selain berdasarkan berbasis pada biaya, permintaan atau laba harga juga dapat
ditetapkan atas dasar persaingan yaitu apa yang dilakukan pesaing.
Menurut Gitosudarmo (2000), prinsip penentuan Cost Plus Pricing dan
Mark Up Pricing adalah dengan menambahkan presentase tertentu yang diinginkan
sebagai keuntungan diatas biaya atau harga perolehannya atau harga pokoknya.
a. Cost plus pricing method
Pada penentuan harga jual cost plus pricing, biaya yang digunakan sebagai
dasar penentuan dapat didefinisikan sesuai dengan metode penentuan harga
produk yang digunakan. Dalam metode ini, penjual atau produsen menetapkan
harga untuk satu unit barang yang besarnya sama dengan jumlah biaya per unit
ditambah dengan suatu jumlah laba yang diinginkan. Dalam menghitung cost
plus pricing digunakan rumus:
Harga Jual = Biaya Total + Margin
b. Mark Up Pricing Method
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
41
Mark Up adalah jumlah kenaikan harga atas biaya unit total. Mark up pricing
banyak digunakan oleh para pedagang. Para pedagang akan menentukan harga
jualnya dengan cara menambahkan mark up yang diinginkan pada harga beli
persatuan. Persentase yang ditetapkan berbeda untuk setiap jenis barang.
Dalam menghitung harga jual digunakan rumus:
Harga Jual = Harga Beli + Mark Up
5. Tujuan Penetapan Harga Ada empat tujuan penetapan harga, yaitu:
a. Tujuan berorientasi pada laba
Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu
memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi. Tujuan ini dikenal
dengan istilah maksimisasi laba. Ada pula perusahaan yang menggunakan
pendekatan target laba, yakni tingkat laba yang sesuai atau pantas sebagai
sasaran laba. Ada dua jenis target laba yang biasa digunakan, yaitu target
marjin dan target ROI (return on investment)
b. Tujuan berorientasi pada volume
Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan
harganya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau yang
biasa dikenal dengan istilah volume pricing objective. Harga ditetapkan
sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan atau pangsa
pasar. Tujuan ini banyak diterapkan oleh perusahaan- perusahaan penerbangan.
c. Tujuan berorientasi pada citra (image)
Suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Perusahaan
dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra
prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra
nilai tertentu (image of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa
harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu. Pada
hakekatnya baik penetapan harga tinggi maupun rendah bertujuan untuk
meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran produk yang
ditawarkan perusahaan.
d. Tujuan stabilisasi harga
Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu
perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan
pula harga mereka. Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan
stabilisasi harga dalam industri-industri tertentu (misalnya minyak bumi).
Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk
mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan
harga pemimpin industri (industry leader).
e. Tujuan-tujuan lainnya
Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing,
mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau
menghindari campur tangan pemerintah.(Secapramana, 2000)
B. Harga Pokok Produksi
Menurut Pirmaningsih (2016), biaya produksi adalah biaya-biaya yang
terjadi karena melakukan aktivitas memproduksi barang. Biaya produksi terdiri dari
:
1. Bahan baku
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
42
Bahan baku adalah bahan yang secara keseluruhan membentuk produk jadi.
2. Tenaga kerja
Biaya tenaga kerja merupakan harga atau jumlah rupiah tertentu yang
dibayarkan kepada para pekerja atau karyawan yang bekerja pada bagian
produksi. Biaya ini terdiri atas dua elemen utama, yaitu :
• Biaya tenaga kerja langsung (direct labour)
Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya tenaga kerja yang dapat
diidentifikasikan dengan suatu operasi atau proses tertentu yang diperlukan
untuk menyelesaikan produk-produk dari perusahaan.
• Biaya tenaga kerja tidak langsung (indirect labour)
Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah semua biaya tenaga kerja yang
secara tidak langsung terlibat dalam proses produksi, dengan demikian
biaya ini tidak dapat didefenisikan secara khusus kepada suatu operasi atau
proses produksi tertentu.
3. Biaya overhead pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung; yang mencakup fasilitas, sarana dan prasarana.
Untuk menghitung tarif biaya overhead pabrik (BOP):
Tarif BOP = ∑ BOP yang digunakan dalam 1 periode
Kapasitas normal
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi kasus terhadap penentuan harga jual yang
berlaku di Toko Bumbu Borneng dan Toko Bumbu Nainggolan. Dalam penelitian
ini dicari penyebab terjadi perbedaan harga jual, apakah karena perbedaan metode
penentuan harga yang digunakan? Metode penentuan harga yang mana yang paling
mendekati dengan harga jual yang berlaku saat ini?
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Toko Bumbu Borneng dan Toko Bumbu Nainggolan
yang berada di Pasar Horas Gedung IV Lantai I Jalan Merdeka Pematangsiantar.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan
observasi lapangan, wawancara dan dokumentasi.
D. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh dari pemilik & karyawan badan usaha tersebut.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis data kuantitatif,
dimana penentuan harga jual dilakukan dengan menggunakan metode cost plus
pricing & mark up pricing yang rumusnya sudah ditentukan.
F. Definisi Operasional Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah :
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
43
1. Harga jual merupakan sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau
jasa atau jumlah yang ditukarkan konsumen atas manfaat–manfaat karena
memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut.
2. Cost plus pricing merupakan penentuan harga jual dengan cara menambahkan
laba yang diharapkan atas biaya total untuk memproduksi dan memasarkan
produk.
Harga Jual = Biaya Total + Margin
3. Mark up pricing merupakan jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya suatu
produk untuk menghasilkan harga jual.
Harga Jual = Harga Beli + Mark Up
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Pada penelitian ini penulis mengambil 5 jenis produk yang akan di jadikan
objek yaitu Bumbu Rendang, Bumbu Gule, Bumbu Arsik, Bumbu Rica-Rica,
Bumbu Masak Gota/Darah. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2019. Berikut
ini akan disajikan data produksi masing-masing jenis bumbu jadi :
Tabel 4.1
Jumlah Pemakaian Bahan Baku Langsung Pembuatan Bumbu Jadi
Toko Bumbu Borneng Pada Bulan Juli 2019
Sumber : Toko Bumbu Borneng, Juli 2019.
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat jumlah total biaya dalam pembuatan
Bumbu Rendang, Bumbu Gulai, Bumbu Arsik, Bumbu Rica-Rica, Bumbu
Gota/Darah selama bulan Juli 2019 pada Toko Bumbu Borneng sebesar Rp
35.550.000,- dengan total penjualan sebesar Rp 44.850.000,-.
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
44
Tabel 4.2
Jumlah Pemakaian Bahan Baku Langsung Pembuatan Bumbu Jadi
Toko Bumbu Nainggolan Pada Bulan Juli 2019
Sumber : Toko Bumbu Nainggolan, Juli 2019.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat total biaya dalam pembuatan Bumbu
Rendang, Bumbu Gulai, Bumbu Arsik, Bumbu Rica-Rica, Bumbu Gota/Darah
pada bulan Juli 2019 sebesar Rp 32.400.000,- dengan total penjualan Rp
44.265.000,-
Tabel 4.3
Total Biaya Produksi Pada Toko Bumbu Borneng dan Toko Bumbu
Nainggolan
Bulan Juli 2019
Sumber : Toko Bumbu Borneng & Toko Bumbu Nainggolan, Juli 2019.
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
45
Berdasarkan pada tabel 4.3 total biaya bahan baku di Toko Bumbu Borneng
lebih besar disebabkan jumlah permintaan konsumen terhadap bumbu jadi di Toko
Bumbu Borneng lebih banyak.
Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan bulan Juli 2019 pada Toko Bumbu
Borneng sebesar Rp 4.800.000,- sedangkan Toko Bumbu Nainggolan memiliki
pengeluaran upah tenaga kerja lebih sedikit dengan jumlah pekerja yang sama
sebesar Rp 3.900.000,- hal ini dikarenakan pada Toko Bumbu Nainggolan terdapat
1 pekerja yang bekerja hanya 10 jam kerja sehari dengan upah Rp.50.000/hari,
sedangkan pekerja lainnya bekerja 12 jam per harinya dengan upah Rp. 80.000/hari.
Biaya overhead yang dikeluarkan Toko Bumbu Borneng pada bulan Juli
2019 sebesar Rp 1.425.000,- sedang Toko Bumbu Nainggolan sebesar Rp
1.965.000,- hal ini disebabkan penggunaan kios yang lebih banyak menyebabkan
konsumsi listrik juga lebih besar. Toko Bumbu Borneng, menggunakan 2 kios
sedangkan Toko Bumbu Nainggolan menggunakan 4 kios.
Hasil perhitungan biaya bahan baku, upah tenaga kerja, biaya overhead
dapat disimpulkan bahwa total keseluruhan biaya produksi pada Toko Bumbu
Borneng di bulan Juli 2019 adalah sebesar Rp.41.775.000,- sedangkan total biaya
produksi pada Toko Bumbu Nainggolan di bulan Juli 2019 adalah sebesar
Rp.38.265.000,-.
Tabel 4.4
Biaya Produksi dan Harga Jual Per Kg Pada Toko Bumbu Borneng & Toko
Bumbu Nainggolan Bulan Juli 2019
No Keterangan Toko Bumbu
Borneng
Harga
Produk
/Kg
Toko Bumbu
Nainggolan
Harga
Produk
/Kg
1.
Total Biaya
Produksi /
Total Produksi
Rp.41.775.000
1.860 Kg Rp.22.400
Rp.38.265.000
1.695 Kg Rp.22.500
2.
Total
Penjualan
/Total Produksi
Rp.44.850.000
1.860 Kg Rp.24.100
Rp.44.265.000
1.695 Kg Rp.26.100
Sumber : Toko Bumbu Borneng & Toko Bumbu Nainggolan, Juli 2019
Berdasarkan Tabel 4.4 biaya produksi Toko Bumbu Borneng Rp.22.400/kg
sedangkan Toko Bumbu Nainggolan adalah Rp.22.500/kg dengan demikian dapat
dilihat perbandingan biaya produksi pada kedua toko adalah sebesar Rp.100/kg.
Bila dilihat dari perhitungan total penjualan 1 bulan dibagi total produksi, harga jual
pada Toko Bumbu Borneng sebesar Rp.24.100/kg sedangkan pada Toko Bumbu
Nainggolan Rp.26.100/kg maka diketahui perbandigan harga jual pada kedua toko
adalah sebesar Rp.2.000/kg.
Penentuan harga jual pada Toko Bumbu Borneng menggunakan metode Cost
Plus & Mark Up Pricing.
1. Cost Plus Pricing
Jika laba yang ditentukan adalah Rp. 2000/kg maka :
Harga Jual Cost Plus Pricing = Total Biaya + Margin
= Rp.22.400,- + 2.000,-
= Rp.24.400,-/kg
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
46
2. Mark Up Pricing
Jika kebijakan pemilik toko menentukan mark up sebesar 30%, maka :
Harga Jual 1 bulan = Harga Beli + Mark Up
= Rp. 35.550.000 + ( 30% x Rp. 35.550.000)
= Rp. 46.215.000
Harga jual/kg = Rp. 46.215.000/1860
= Rp. 24.850
Penentuan harga jual pada Toko Bumbu Nainggolan menggunakan metode
Cost Plus & Mark Up Pricing.
1. Cost Plus Pricing
Jika laba yang ditentukan adalah Rp. 2000/kg maka :
Harga Jual Cost Plus Pricing = Total Biaya + Margin
= Rp.22.500,- + 2.000,-
= Rp.24.500,-/kg
2. Mark Up Pricing
Jika kebijakan pemilik toko menentukan mark up sebesar 30%, maka :
Harga Jual 1 bulan = Harga Beli + Mark Up
= Rp. 32.400.000 + ( 30% x Rp. 32.400.000)
= Rp. 42.120.000
Harga jual/kg = Rp. 42.120.000/1695
= Rp. 24.850
Tabel 4.5
Perbandingan Harga Jual Saat ini, Harga Jual Menggunakan
Metode CPP dan Metode MUP Toko Bumbu Borneng dan Toko Bumbu
Nainggolan
Sumber : Toko Bumbu Borneng & Toko Bumbu Nainggolan, Juli 2019
B. Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian ini ditinjau dari harga jual (yang ada saat ini,
yang menggunakan metode CPP dan yang menggunakan metode MUP) serta tiga
faktor penentu yang menyebabkan perbedaan dalam penentuan harga jual yaitu
biaya produksi, laba dan mark up yang ditetapkan oleh pengusaha.
1) Harga jual
Harga jual yang berlaku saat ini di Toko Borneng lebih rendah sebesar Rp.
2.000 dibanding Toko Nainggolan, hal ini menjadi peluang besar bagi Toko
Borneng untuk mendapatkan pelanggan yang lebih banyak, dibuktikan dengan
volume penjualan di Toko Borneng sebesar 1.860 kg sedangkan di Toko
Naingolan hanya sebesar 1.695 kg.
Jika menggunakan metode CPP, kedua toko yang menetapkan laba Rp.
2.000/kg, dapat dilihat bahwa harga jual di Toko Borneng lebih murah Rp. 100
dibanding Toko Nainggolan, namun tidaklah mungkin Toko Nainggolan mau
menurunkan harga jual yang berlaku saat ini Rp. 26.100 menjadi Rp. 24.500
karena akan menyebabkan penurunan laba Rp. 1.600/kg.
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
47
Jika menggunakan metode MUP, kedua toko yang menetapkan mark up
sebesar 30%, dapat dilihat bahwa harga jual di Toko Borneng sama dengan
Toko Nainggolan sebesar Rp. 24.850, namun tidaklah mungkin Toko
Nainggolan mau menurunkan harga jual yang berlaku saat ini Rp. 26.100
menjadi Rp. 24.850 karena akan menyebabkan penurunan laba Rp. 1.250/kg.
2) Biaya produksi
Biaya produksi Toko Borneng lebih rendah Rp 100 dari Toko Nainggolan. Hal
ini disebabkan karena :
a. Bahan baku yang dibeli Toko Borneng sebesar 1860 kg lebih banyak
dibanding Toko Nainggolan sebesar 1695 kg. sementara angka pembagi
adalah total biaya produksi yang salah satunya adalah unsur biaya bahan
baku.
b. Tenaga kerja sebanyak 2 orang di Toko Borneng di gaji Rp. 2.400.000 per
bulan sedangkan di Toko Nainggolan ada 1 orang tenaga kerja yang hanya
digaji Rp. 1.500.000. sehingga gaji tenaga kerja di Toko Nainggolan lebih
kecil dibanding Toko Borneng.
c. Biaya overhead di Toko Borneng hanya menyewa 2 kios sedang Toko
Nainggolan menyewa 4 kios dengan demikian pemakaian listrik untuk
penerangan kios lebih banyak digunakan oleh Toko Nainggolan.
3) Laba
Laba Toko Borneng lebih rendah karena harga jual pun jauh dari harga jual
Toko Nainggolan. Jika Toko Borneng ingin menyamai besar laba Toko
Nainggolan maka Toko Borneng harus menaikkan harga jualnya. Hal ini
memungkinkan namun beresiko terhadap penurunan volume penjualan dan
beralihnya pelanggan ke toko yang lain.
4) Mark up
Mark up yang ditetapkan 30% menyebabkan harga jual yang sama di kedua
toko, namun laba yang diperoleh Toko Borneng lebih besar Rp. 100/kg.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Toko Borneng masih bisa menaikkan harga jualnya mendekati harga Jual Toko
Nainggolan agar bisa menaikkan laba penjualannya. Namun harus siap dengan
resiko berkurangnya volume penjualan dan jumlah pelanggan.
2. Jika menggunakan metode CPP dengan menetapkan laba Rp. 2000/kg, Toko
Borneng masih mungkin menaikkan harganya, namun Toko Nainggolan tidak
akan mungkin mau menurunkan harganya dibawah harga yang berlaku saat ini.
3. Jika menggunakan metode MUP dengan menetapkan mark up 30% dari harga
beli, Toko Borneng masih mungkin menaikkan harganya, namun Toko
Nainggolan tidak akan mungkin mau menurunkan harganya dibawah harga
yang berlaku saat ini.
4. Bagi Toko Borneng lebih menguntungkan menerapkan Metode MUP daripada
menerapkan Metode CPP.
5. Bagi Toko Nainggolan lebih menguntungkan untuk terus menerapkan harga
yang berlaku saat ini karena masih tetap bisa memperoleh laba yang jauh lebih
tinggi dibandingkan jika menggunakan kedua metode yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Jurakunman Vol.13, No. 1, Januari 2020 P-ISSN: 2086-681X www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id O-ISSN:2654-8216
48
Boone, Louise E, dan David L. Kurtz., (2002), Pengantar Bisnis, Jilid 2. Buku
Dua, Edisi Pertama, Jakarta : Salemba Empat
Gitosudarmo, Indriyo, 2000, Manajemen Pemasaran, Cetakan Keenam,
Yogyakarta : BPFE.
Hansen, Don R. dan Maryanne M.Mowen. 2005, Akuntansi Manajemen, Jakarta:
Erlangga
Kotler Philip, Gary Armstrong, (2016), Principles Of Marketing, Harlow: Pearson
Education
Monroe, Kent.B, (2000), Pricing Making Profitable Decision, Jakarta : PT. Gra
media
Mulyadi, (2007), Akuntansi Biaya, Yogyakarta : BPFE UGM
Pirmaningsih, Lilik, (2016), Akuntansi Biaya, Cetakan Pertama,Yogyakarta :
INDOMEDIA PUSTAKA (KDT).
Secapramana, V. (2000), Model Dalam Strategi Penetapan Harga, Unitas, 9(1),
30–43.
Sukirno, (2006), Strategi Penetapan Harga, Jakarta.: Rajawali Pres
Tjiptono, Fandy. (2009), Manajemen Pemasaran, Edisi Ketigabelas. Yogyakarta:
ANDI.
Recommended