View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ii
ANALISIS PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA
TENTANG WANPRESTASI AKAD MURABAHAH
STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA NOMOR
0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam
Oleh :
ILYAS HANAFI
NIM : 214–12–029
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARI„AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : ILYAS HANAFI
NIM : 214-12-029
Jurusan : S1-Hukum Ekonomi Syariah (HES)
Fakultas : Syariah
Menyetakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini adalah asli hasil
karya atau penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi dari karya orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam penelitian ini dan disebutkan dalam acuan daftar
pustaka.
Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 06 April 2017
Penulis
ILYAS HANAFI
NIM. 214-12-029
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar Salatiga, 2 Februari2017
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada :
Yth. Dekan Fakultas Syariah
Di Salatiga
Assalamualaikum Wr.wb
Setelah di adakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan
perbaikan seperlunya, maka skripsi saudara :
Nama : ILYAS HANAFI
NIM : 214-12-029
Judul : “Analisis Putusan Pengadilan Agama Purbalingga
Tentang Wanprestasi Akad Murabahah Studi Kasus
Putusan Perkara Nomor 0311/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg"
Dapat diajukan dalam sidang munaqasyah.
Demikian untuk menjadikan periksa.
Wassalamualaikum Wr.wb
Pembimbing
Prof. Dr. H. Muh Zuhri, MA
NIP.19530326 197803 1 001
iv
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
“ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA
TENTANG WANPRESTASI AKAD MURABAHAH STUDI KASUS
PUTUSAN PERKARA NOMOR 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg"
DISUSUN OLEH
ILYAS HANAFI
241-12-29
Telah dipertahankan di depan Dewan Panitia Penguji Skripsi Fakultas
Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin tanggal 11
September 2017 dan dinyatakan LULUS, sehingga dapat diterima sebagai salah
satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Hukum Islam.
Salatiga, 13 September 2017
v
MOTTO
“Kerjakanlah, Wujudkanlah, Raihlah Cita-Citamu
Dengan Memulainya Dari Bekerja
Bukan Hanya Menjadi Beban Didalam Impianmu”
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini kepada:
Ayahanda Anas Charis danIbunda Zubaedah
Yang tidakhenti-hentinya selalu mendo’akan, membimbing dan
mendukungku.
Adiku yang selalu menyemangati dan mendukung dalam setiap
langkah: Imam Ardiansyah
Untuk bapak ibu dosen fakultas syariah iain salatiga
Untuk My Love Retno Nugraheni Yang Tak kenal lelah
Mendukung, Mendampingi, dan Menyemangati Dalam Setiap
Langkahku
Terimakasih juga Untuk Wahyu Gumelar S.H yang Banyak
Membantuku dalam Megrjakan skripsi ini
Teman-Teman Remaja Masjid Baitussalam Karangrejo
Yang Selalu Mendukungkungku
Untuk Teman-teman dan keluargaku SMC (SENI MUSIC
CLUB) IAIN SALATIGA terimakasih kalian telah
memberikan aku pengetahuan tentang organisasi, musik dan paduan
suara.
Teman-teman Jurusan HukumEkonomi Syariah Angkatan 2012
vii
ABSTRAK
Hanafi, Ilyas. 2017. Analisis Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Tentang
Wanprestasi Akad Murabahah Studi Kasus Putusan Perkara Nomor
0311/Pdt.G/2014/Pa.Pbg. Skripsi. Progam Studi Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Prof.
Dr H. Muh Zuhri. MA
Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa Ekomomi Syariah Wanprestasi Murabahah.
Pada tanggal 18 Februari 2014 Pengadilan Agama Purbalingga menerima
gugatan tentang pemenuhan kewajiban akad pembiayaan murabahah dengan
nomor perkara 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg, yang diajukan oleh PT Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah Buana Mitra Perwira, yang berkedudukan hukum di
jalan MT Haryono No. 267 Purbalingga, dalam hal ini diwakili oleh H. Aman
Walyudin, SE., MSI. Dalam kedudukanya selaku direktur utma PT. BPRS Buana
Mitra Perwira , yang dalam hal ini memberi kuasa kepada H. Sugeng SH., MSI.,
advokat yang ber alamat di jalan DI. Panjaitan No. 111 Purbalingga. Disini
menggugat Kusworo, umur 39 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat
kediaman di Jalan Onje RT.001 RW. 006 No. 6 Kelurahan Purbalingga Lor,
Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga selaku nasabah.
Berdasarkan permasalahan diatas, telah dilakukan penelitian di Pengadilan
Agama Purbalingga, terhadap Putusan Nomor 0311/Pb.G/2014/PA.Pbg., antara
lain apa yang menjadi pokok perkara nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg., apa yang
menjadi dasar pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Purbalingga dalam
memutus perkara sengketa ekonomi syariah Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg,
dan apa keputusan Hakim nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg tentang Wanprestasi
akad murabahah,
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis dengan metode analisis putusan yaitu dengan cara dokumetasi
terkait putusan nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg di Pengadilan Agama
Purbalingga.
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa putusan Hakim
atas perkara nomor 0311/Pdt.G/2014/PA/Pbg adalah menyatakan sah akad
Murabahah No : 57/765-1/10/11, Tergugat terbukti melakukan wanprestasi dan
membayar ganti rugi materiil Rp 138.456.486 dan membayar biaya perkara. Dasar
hukum yang digunakan Majelis Hakim addalah Undang-undang No 7 tahun 1989
sebagaimana di ubah dengan Undang-undang No 3 tahun 2006 dan perubahan ke
(2) dua Undang-undang N omor 50 tahun 2000 tentang peradilan Agama memuat
mengenai wewenang absolut Pengadilan Agama Undang-undang No 1 Tahun
viii
1995 sebagaimana di ubah dengan Undang-undang No 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (PT) memuat mengenai kedudukan direksi dalam bertanggung
jawab atas kepentingan perusahaan sebagai wakil di dalam maupun luar
Pengadilan. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah memuat mengenai Akad-akad
yang dibentuk secara sah berlaku Nash Syariah. Dan HIR (Herzien Inlandsch
Reglement) memuat mengenai putusan Verstek dan pembebanan biaya perkara.
Dalam pokok perkara pihak penggugat memohon dinyatakan sah sita jaminan atas
barang milik tergugat, menyatakan sah Akad Murabahah No 57/756-1/10/11
menyatakan tergugat telah melakukan wanprestasi dan menghukum tergugat
untuk membayar ganti rugi materiil dan biaya yang timbul dari perkara tersebut.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil`alamin, segala puji bagi Allah yang telah
memberikan segala nikmat kepada makhluk yang ada di alam semesta ini. Berkat
qudrat, iradat serta izin-Nyalah penulis bisa menyelesaikan laporan penelitian
yang berjudul “Analisis Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Tentang
Wanprestasi Akad Murabahah Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 0311/Pdt.G/
2014/PA.Pbg"
Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul
anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari
gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang.
Banyak pihak yang telah banyak memberikan konstribusi dalam
penyelesaian karya ini. Kami menghaturkan terimakasih yang tulus kepada
mereka semua yang telah berjasa untuk ini semua:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama
Islam Negeri Salatiga.
3. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES).
4. Bapak Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, MA selaku pembimbing yang selalu
memberikan saran danmasukan kepada penulis.
5. Bapak H. Hasanudin, S.H.,M.H., selaku Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga.
6. Bapak Drs. H. Mahmud HD., M.H., selaku Wakil Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga yang sekaligus memberikan data dan penjelasan mengenai skripsi
ini.
7. Bapak danIbu Hakim dan Panitera Pengadilan Agama Purbalingga.
8. Bapak dan Ibu Pegawai Struktural Pengadilan Agama Purbalingga.
9. Ayahanda Anas Charis, Ibunda Zubaedah tercinta dan Adikku Imam
Ardiansyah serta keluarga besar saya yang telah mengorbankan segalanya
dengan tulus dan ikhlas dan kebesaran jiwa
x
10. Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2012, Keluargaku
dan Teman-temanku SMC (Seni Music Club) IAIN Salatiga
11. Rekan-rekan Remaja Masjid Baitussalam Karangrejo
12. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian ini
yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.
Harapan bagi penulis semoga apa yang sudah disuguhkan dapat
bermanfaat bagi semua orang khususnya saya selaku penulis. Walaupun jauh dari
kesempurnaan tapi semoga mendekati kepada kebenaran. Semoga Allah SWT
ridha denganapa yang kita lakukan. Amin.
م الطريقوق أىل إ موفق ـواهلل ال
Salatiga, 6 April 2017
Penulis
ILYAS HANAFI
NIM. 214-12-029
xi
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN .............................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................. iv
MOTTO .......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN .......................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................ 6
D. Penegasan Istilah ..................................................................................... 7
E. Kajian Pustaka ........................................................................................ 8
F. Kerangka Teoritik ................................................................................... 9
G. Metode Penelitian ................................................................................... 11
H. Sistematika Penulisan ............................................................................. 12
BAB II PEMBAHASAN TEORITIK
A. Hakim ..................................................................................................... 13
B. Putusan .................................................................................................... 17
C. Pengadilan Agama ................................................................................. 25
D. Akad Murabahah .................................................................................... 35
E. Wanprestasi ............................................................................................. 41
F. Ta‟widh (Ganti Rugi) ............................................................................. 46
G. Sita Jaminan (conservatoir beslag) ......................................................... 49
xii
BAB III PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA
A. Sejarah ..................................................................................................... 55
B. Visi dan Misi ........................................................................................... 73
C. Tugas dan Fungsi .................................................................................... 75
D. Wilayah Hukum ...................................................................................... 80
E. Struktur Organisasi ................................................................................. 80
BAB IV ANALISIS PUTUSAN WANPRESTASI SENGKETA
EKONOMI SYARIAH NOMOR 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg DI
PENGDILAN AGAMA PURBALINGGA
A. Pokok Perkara Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang Akad
Murabahah Pengadilan Agama Purbalingga ........................................... 81
B. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dalam
memutus perkara nomor 0311/Pdt.G/2014/PA/Pbg ............................... 84
C. Keputusan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga Nomor
0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg ........................................................................ 92
D. Analisis Terhadap Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Nomor
0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg ....................................................................... 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 96
B. Saran-saran ............................................................................................. 98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 100
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 102
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Salinan Putusan Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg
2. Surat Keterangan Observasi
3. Surat Permohonan Izin Penelitian
4. Lembar Konsultasi Skripsi
5. Daftar Nilai SKK
6. Curriculum Vitae
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam, sebagai agama yang paripurna memiliki perhatian serius
terhadap dinamika sosial- ekonomi umat. Sebab aktifitas sosial-ekonomi
merupakan salah satu dari enam asas primer kehidupan (al mabadi‟ asittah),
yang menjadi cita-cita Islam (al maqoshid asy-syari‟ah), dimana islam hadir
untuk melindunginya.yaitu perlindungan agama ( hifdhu ad-din), perlindungan
jiwa (hifdhu an-nafs), perlindungan intelektual (hifdhu al-„aqli), perlindungan
garis geneologi ( hifdhu an-nasli), perlindungan properti (hifdhu al-mal), dan
perlindungan harga diri (hifdhu al-„irdli). (Pelangi. 2013: 1)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. )Q.S. al-Ahzab [33] 21)
Peradilan Agama pada tahun 1989, telah diundangkan Undang-undang
nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama. Undang-undang ini di
sempurnakan atau diubah pada tahun 2006 dengan Undang-undang nomor 3
tahun 2006, tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun1989
tentang Peradilan Agama. Dalam Undang-undang no 7 tahun 1989, pengertian
Perdilan Agama disebutkan dalam pasal 1 angka 1 bahwa Peradilan Agama
2
adalah Peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.pengertian undang-
undang yang diberikan oleh Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tersebut
menggambarkan seolah-olah Peradilan Agama sebagai Peradilan Islam yang
bersifat Universal. Menurut konsep Islam secara Universal, Peradilan Agama
Islam meliputi segala jenis perkara menurut ajaran Islam secara Universal.
Peradilan Agama adalah Peradilan Islam karena jenis-jenis perkara
menjadi kompetensinya adalah jenis perkara menurut agama Islam, namun
Peradilan Agama adalah Peradilan-peradilan Islam yang bersifat Limitatif
sebagaimana ketentuan pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-undang nomer 7 tahun
1989, sehingga kompetensi Peradilan Agama tidak mencakup kompetensi
menurut Peradilan Islam secara universal. Perdailan Agama merupakan
merupakan salah satu badan Peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk
menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari
keadilan dalam perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam
dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sedekah, dan
ekonomi syariah.
Dengan penegasan kewenangan Peradilan Agama dalam
menyelesaikan perkara tertentu tersebut, termasuk pelanggaran atas Undang-
undang perkawinan dan peraturan atas pelaksanaanya dan memperkuat
landasan hukum Mahkamah Syariah dalam melaksanakan kewenangan
dibidang jinayah berdasarkan qanun.
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah adalah termasuk kewenangan
Pengadilan Agama yang sudah di atur dalam undang-undang nomor 7 tahun
3
1989. Ekonomi syariah atau di sebut juga dengan ekonomi islam, yaitu
ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dan yang dimaksut dengan
ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan
menurut prinsip syariah yang meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro
syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syraiah, obligasi
syariah, dan surat berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan
syariah, pergadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan
bisnis syariah.
Ekonomi syariah berbeda dari ekonomi konvensional, yang
berkembang di dunia ini yang hanya berdasarkan nilai-nilai sekuler yang
terlepas dari Agama. Berdsasarkan pasal 49 huruf (i) undang-undang nomor 3
tahun 2006 yang pasal dan isinya tidak diubah dalam Undang-undang no 50
tahun 2009 tentang perubahan kedua nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan
agama, bahwa Perdilan Agama bertugas dan berwenang memriksan
mengadili, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang bergama
Islam dalam bidang ekonomi syariah yang meliputi hal-hal yang telah
disebutkan diatas.
Sehubungan dengan Ekonomi Syariah yang disebut dalam pasal 49
Undang-undang nomor 3 tahun 2006 huruf (i) diatas, bahwa Ekonomi Syariah
dalam perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip
syariah. Kata antara lain yang menunjukan bahwa jenis yang disebutkan diatas
adalah bukan dalam arti liminatif, tetapi hanya sebagai contoh. Di samping itu
mungki saja ada bentuk-bentuk lain dari Ekonomi Syariah yang tidak dapat
4
atau belum dapat disebutkan ketika merumuskan pengertian ekonomi syariah.
Subjek Hukum pelaku Ekonomi Syariah menurut penjelasan pasal tersebut
diatas antara lain disebutkan bahea yang dimaksud dengan orang-orang yang
beraga Islam adalah termasuk orang atau badan Hukum yang dengan
sendirinya menundukan diri dengan suka rela kepada Hukum Islam mengenai
hal-hal yang menjadi kewengangan Pengadilan Agama sesuai dengan
ketentuan pasal ini. Berdasarkan penjelasan pasal 49 undang-undang no 3
tahun 2006 tersebut, maka seluruh nasabah lembaga dan keuangan
pembiayaan syariah atau bank konvensional yang membuka sektor usaha
syariah maka dengan sendirinya terikat keuntungan ekonomi syariah. Baik
dalam hal pelaksanaan akadnya maupun dalam penyelesaian perselisihanya.
Pada tanggal 18 Februari 2014 Pengadilan Agama Purbalingga
menerima gugatan tentang pemenuhan kewajiban akad pembiayaan
murabahah dengan nomor perkara 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg, yang diajukan
oleh PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Buana Mitra Perwira, yang
berkedudukan hukum di jalan MT Haryono No. 267 Purbalingga, dalam hal
ini diwakili oleh H. Aman Walyudin, SE., MSI. Dalam kedudukanya selaku
direktur utma PT. BPRS Buana Mitra Perwira , yang dalam hal ini memberi
kuasa kepada H. Sugeng SH., MSI., advokat yang ber alamat di jalan DI.
Panjaitan No. 111 Purbalingga. Disini menggugat Kusworo, umur 39 tahun,
agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat kediaman di Jalan Onje RT.001
RW. 006 No. 6 Kelurahan Purbalingga Lor, Kecamatan Purbalingga,
Kabupaten Purbalingga selaku nasabah.
5
Berkaitan dengan Akad Jual Beli Murabahah Nomor : 51/765-
1/10/11, Tergugat telah mendapat fasilitas piutang Murabahah sebesarRp.
142.400.000,- (seratus empat puluh dua juta empat ratus ribu rupiah), dengan
perhitungan Harga Pokok/Perolehan sebesar Rp. 80.000.000,- (delapan puluh
juta rupiah), Margin/Keuntungan Bank Rp. 62.400.000,- (enam puluh dua juta
empat ratus ribu rupiah) sehingga Harga Jual sebesar Rp. 142.400.000,-
(seratus empat puluh dua juta empat ratus ribu rupiah).
Akhirnya pihak Penggugat menganggap bahwa Tergugat telah
melakukan perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap Akad
Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11 tertanggal 21 Oktober 2011, yang sangat
merugikan Penggugat, yaitu berupa kerugian materiil sebesar Rp.
138.456.468,- (seratus tiga puluh delapan juta empat ratus lima puluh enam
ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah).
Penggugat telah melakukan berbagai upaya penagihan, Peringatan
maupun pendekatan secara kekeluargaan kepada Tergugat akan tetapi
Tergugat tetap tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban-
kewajibannya, oleh karenanya sangatlah beralasan Penggugat mengajukan
Gugatan Sengketa Ekonomi Syariah kepada Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 huruf (i) UU No.3 Tahun
2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama jo. Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah.
6
Dari latar belakang diatas maka kami penulis mencoba meneliti dari
permasalahan diatas yang kami simpulkan dengan judul ”Putusan Pengadilan
Agama Purbalingga Tentang Akad Murabahah Studi Kasus Putusan Perkara
Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka skripsi ini akan mengacu pada
permasalahn pokok, sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi pokok perkara nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg
pengadilan agama purbalingga tentang wanprestasi akad murabahah ?
2. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama
Purbalingga dalam memutus perkara sengketa ekonomi syariah nomor
0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg?
3. Apa keputusan Hakim tentang Wanprestasi akad murabahah Nomor
0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg?
C. Tujuan dan kegunaan penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Objektif
Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim
Pengadilan Agama Purbalingga dalam memutus perkara sengketa
ekonomi syariah dengan nomor perkara 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg
tentang akad murabahah.
7
b. Tujuan Subjektif
Untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan
penulis dibidang hukum ekonomi syariah atau muamalat dan guna
memnuhi persyaratan akademis untuk memperolah gelar S1 dalam
bidang Hukum Ekonomi Syariah atau muamalat di Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
2. Kegunaan penelitian
a. Kegunaan teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pembangunan ilmu pengetahuan dibidang hukum ekonomi syariah
atau muamalat dan dapat memperkaya refensi dan literatur keputakaan
terkait dengan kajian mengenai hukum acara Peradilan Agama
khususnya mengenai putusan Peradilan Agama dalam perkara
ekonomi syariah dan sebagai acuan penelitian selanjutnya.
b. Kegunaan praktis
Guna mengembangkan penalaran ilimiah dan wacana keilmuan
penulisan serta untuk mengetahui kemampuan penuli dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh melalui bangku perkuliahan.
D. Penegasan Istilah
Penegasan istilah judul ini bermaksut menghindari adanya interprestasi
lain yang dapat menibulkan kesalah pahaman dalam memahaminya. Adapun
pengertian istilah judul tersebut adalah sebagai berikut:
8
1. Murabahah adalah tranksaksi jual beli menginformasikan harga pokok
ditambahkan sejumlah keuntungan tertentu yang disepakati ketika akad.
2. Akad atau Perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antara
seseorang atau beberapa orang lainya untuk melakukan sesuatu atau
perbuatan tertentu (Pasaribu dan Lubis, 1996:1).
E. Kajian pustaka
Sebenarnya permasalahan mengenai analisis putusan-putusan Hakim
mengenai sengketa ekonomi syariah sudah banyak yang meneliti antara lain
yaitu skripsi karya Nafila Rahmawati yang berjudul : „Tinjuan Yuridis
Pengelolaan Resiko Dan Penyelesaian Sengaketa Wanprestasi Dalam
Pembiyayaan Murabahah antara Bank Syariah X dan PT. Z Pada Badan
Arbitrase Syariah Nasional dan Pengadilan Agama (Analisis Putusan
Pengadilan Agama Nomor 729/pdt.G/2009/PA.JP)” skripsi ini membahas
mengenai komparasi kesesuaian Putusan Pengadilan Agama nomor
729/Pdt.G/2009/PA.JP. dengan peraturan terkait Perbankan Syariah dan
Hukum Islam. penelitian ini dilakuakan secara deskriptif dengan
menggunakan teknis analisi data melelui pendekatan kualitatif. Dalam
penelitian hasil penelitian bahwa terdapat penyimpangan atas hukum islam
serta Prodential Banking yang dilakukan Bank Syariah X dan terdapat pula
peyimpangan atas Hukum Islam dan asas keadilan dalam putusan Pengadilan
Agama Nomor 729/Pdt.G/2009/PA.JP. (suriyantinasutionumy.files.wordpres
dikases pada tanggal 9 november 2016).
9
Kemudian tesis yang berjudul: Penyelesaian sengketa akad Al
Murabahah Bank Bukopin Syriah oleh Pengadilan Agama Bukittinggi kaya
M.yenis, tesis ini membahas mengenai dengan hasil Pengadilan Agama
Bukittinggi mendasarkan putusanya kepada; KUH Perdata fatwa MUI, dan Al
Qur‟an dan Al Hadits. Penyelesaian sengketa wanprestasi sebaiknya dengan
putusan pengadilan. Perlunya Undang-undang tentang Ekonomi Syariah
disamping Al Qur‟an dan al hadis sebagai pedoman bagi pelaku ekonomi
syariah. Bank sayariah harus melaksanakan Hukum Islam secara Kaffah
sebagai bagian dari ibadah. (repositry.unand.ac.id diakses pada tanggal 9
november 2016).
Skirpsi karya Dini Nuraini Wulyadi yang berjudul “ Analisi Putusan
Hakim Pengadilan Agama Bukittinggi nomor 284/Pdt.G/2006/PA.Bkt. tenteng
sengketa akad murabahah menurut Fiqih Muamalah, skripsi ini membahas
mengenaiperjanjian Akad Murabahah yang dilakuakan Nasabah dengan pihak
Bank Syariah Bukittinggi menyimpang dengan ketentuan yang berlaku. Dan
melalui pengadilan agama Bukittinggi, oleh Hakim Pengadilan memutuskan
bahwa perjanjian yang dilakukan batal demi Hukum dan berdasarkan tinjuan
Fiqih Mulamalah Putusan yang di putuskan oleh Pengadilan Agama telah
sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam Muamalah.
(http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/7205 diakses pada tanggal 9
november 2016).
Dari penelitian-penelitian sebelumnya yang juga membahas mengenai
analisis putusan tersebut terdapat perbedaan dengan penelitian yang di
10
lakukanpenulis yaitu mengenai Analisis Putusan Hakim Nomor
0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg. mengenai akad murabahah di Pengadilan Agama
Purbalingga.
F. Kerangka Teoritik
Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari suati perkara yang di
pertimbangkan dengan masak-masak yang dapat berbentuk putusan tertulis
maupun lisan (Hamzah, 1986: 485).
Ijtihad adalahHakim dalam memutusakan perkara selain dari dasar
peraturan perundangan-undangan juga melalui metode ijtihad, dimana hakim
mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara bersungguh-sungguh untuk
menetapkan suatu hukum sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan
suatu perkara.
Bai‟ Murabahah adalah tranksaksi jual-beli dengan prosedur penjual
menyatakan modal pembelian barang, kemudian menetukan margin profit
(ribh) yang disepakati dari modal. Laba dalam bai‟ murabahah boleh bukan
dari jenis modal contoh: “aku jual barang ini kepadamu dengan sistem
murabahah yakni modalku Rp 1.000.000 dengan margin keuntungan tiap dari
Rp 100.000-nya adalah Rp. 10.000 atau pakaian sekian”.
Versi mayoritas bai‟ murabahah hukumnya sah dan diperbolehkan
berdasarkan keumunan firman Allah swt. Dalam QS.Albaqarah :275 diatas,
Versi ibn Abbassah namun makruh, dan versi Ishaq bin Rawahih tidak boleh
dan tidak sah, karena tsaman dinilai majnul dan rawan ketidak jujuran para
11
pihak penjual dalam menyatakan modal pembelian (Tim Laskar Pelangi,
2013: 15-16).
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analisis putusan dengan pendekatan
yuridis normatif. Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian ialah
putusan perkara nomor 0311/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg.Tentang akad
murabahah di Pengadilan Agama Purbalingga.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian skripsi ini mengacu pada penelitian primer
dan penelitian sekunder. Adapun penelitian primer yaitu; peneliti langsung
turun ke lapangan, berhubungan langsung dengan nara sumber Hakim
pengadilan agama purbalingga. Sedangkan penelitian sekunder mengacu
pada isi berkas putusan nomer 0311/Pdg.G/2014/PA.Pbg. dan literatur
lainya yang berkaitan dengan isi putusan tersebut.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode dokumentasi. Dengan metode ini diharapkan
peneliti mendapatkan informasi berupa berkas putusan dan foto yang
berkaitan dengan pokok penelitian.
12
4. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul peneliti melakukan analisis isi putusan
hakim nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg. menggunakan literatur yang
berkaitan dengan isi putusan yakni peraturan perundang-undangan.
H. Sistematika Penulisan
Sekilas gambaran umum tentang sistematika penulisan dalam skripsi
ini dengan menggunakan sistem sebagai berikut:
Bab I: pendahuluan yang membahas mengenai sub bab antara lain
latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan
istilah, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: pembahasan teoritik yang membahas sub bab antara lain
gambaran umum hakim, putusan, pengadilan agama, akad murabahah,
wanprestasi, ta‟widh dan sita jaminan (conservatoir belag)
Bab III: gambaran umum, yang di dalamnya akad di bahas mengenai
gambaran umum Pengadilan Agama Purbalingga yang memuat sejarah, visi
misi. tugas dan fungsi. wilayah hukum dan struktur organisasi.
Bab IV: dalam bab ini akan memaparkan pokok perkara nomor
0311/Pdt.G/2014/Pbg, dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara
nomor 0311/Pdt.G/2014/Pbg, dan utusan Hakim nomor 0311/Pdt.G/
2014/PA.Pbg,
Bab V: dalam bab ini akan di paparkan kesimpulan dan saran-saran.
13
BAB II
KERANGKA TEORITIK
A. HAKIM
1. Pengertian Hakim
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP). Sedangkan
istilah hakim artinya orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau
Mahkamah; Hakim juga berarti pengadilan, jika orang berkata
“perkaranya telah diserahkan kepada Hakim”. Kekuasaan kehakiman
adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila,
demi terselengaranya negara hukum Republik Indonesia (Pasal 24 UUD
1945 dan Pasal 1 UUD No.48/2009).
Berdasarkan pengertian hakim diatas dapat disimpulkan bahwa
adalah seorang pejabat negara yang diberi wewenang untuk mengadili
perkara dalam pengadilan atau mahkamah diberi wewenang oleh undang-
undang guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila.
2. Kewajiban Hakim
a. Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara (mengadili),
mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima,
memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur
14
dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 Ayat (9) KUHAP).
b. Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela, jujur, adil profesional, dan berpengalaman di bidang
hukum. Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim (Pasal 5 Undang-Undang No.48 Tahun
2009).
c. Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari
persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak
langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas
kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
(pasal 17 Ayat (3-5) Undang-Undang No.48 Tahun 2009).
d. Hakim ketua dalam memeriksa perkara di sidang pengadilan harus
menggunakan bahasa Indonesia yang dapat dimengerti oleh para
penggugat dan tergugat atau terdakwa dan saksi (Pasal 153 KUHP).
Berdasarkan kewajiban hakim diatas hakim dalam menjalankan
tugasnya berkewajiban antara lain tidak menolak untuk memeriksa
perkara, harus memiliki integritas dan kepribadian baik dan
berpengalaman dibidang hukum. Wajib mengundurkan diri di
persidangan apabila yang mempunyai kepentingan yang sedang di
periksa, dan dalam persidangan harus menggunakan bahasa indonesia.
15
3. Tanggung jawab Hakim dalam Menjatuhkan Putusan
Ada lima hal menjadi tanggung jawab Hakim (dewantoro,
1987:149) yaitu:
a. Justisialis Hukum; yang dimaksud justisialis adalah meng-adilkan. Jadi
putusan Hakim yang dalam praktiknya memperhitungkan kemanfaatan
doel matigheid perlu di-adilkan.
b. Penjiwaan Hukum; dalam berhukum recht doen tidak boleh merosot
menjadi suatu adat yang hampa tanpa jiwa, melainkan senantiasa
diresapi oleh jiwa untuk berhukum.
c. Pengintegrasian Hukum; hukum perlu senantiasa sadar bahwa hukum
dalam kasus tertentu merupakan ungkapan daripada hukum pada
umumnya.
d. Totalitas Hukum; maksudnya menempatkan hukum keputusan Hakim
dalam keseluruhan kenyataan.
e. Personalisasi Hukum; personalisasi hukum ini mengkhususkan
keputusan pada personal (kepribadian) dari para pihak yang mencari
keadilan dalam proses.
Ketika hakim dihadapkan oleh suatu perkara, dalam dirinya
berlangsung suatu proses pemikiran untuk kemudian memberikan
keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut:
1) Keputsanya mengenai perististiwanya, yaitu apakah terdakwa
telah melakukan perbuatan yang telah dituduhkan kepadanya
16
2) Keputusan mengenai hukumya, yaitu apakah perbuatan yang
dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah
terdakwa bersalah serta dapat dipidana.
3) Keputusan mengenai pidananya, yaitu terdakwa memang dapat
dipidana.Sebelum menjatuhkan putusan, hakim akan menilai
dengan arif dan bijaksana serta penuh kecermatan kekuatan
pembuktian dari memeriksa dan kesaksian dalam sidang
pengadilan (Pasal 188 Ayat (3) KUHAP), sesudah itu hakim akan
mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan
yang didasarkan atas surat dakwaan dan didasarkan atas surat
dakwaan dan segala sesuatu yang telah terbukti dalam
pemeriksaan sidang.
Dari penjelasan diatas hakim dalam mejatuhkan putusanya harus
berjiwa keadilan; harus memperkuat hukum, harus dapat di integrasikan
dalam hukum positif; harus totalitas hukum dari segi moral dan religi dan
harus memunculkan tanggung jawab sebagai pengayom yang mana akan
menimbulkan proses pemikiran tang dituangkan melalui putusanya
mengenai peristiwanya, hukumnya dan pidananya.
17
B. PUTUSAN
1. Pengertian Putusan
Putusan yaitu keputusan pengadilan atas perkara gugatan
berdasarkan adanya suatu sengketa atau perselisihan, dalam arti putusan
merupakan produk pengadilan dalam perkara-perkara contentiosa, yaitu
produk pengadilan yang sesungguhnya. Disebut jurisdictio contentiosa,
karena adanya 2 (dua) pihak yang berlawanan dalam perkara (penggugat
dan tergugat/ atau pemohon dan termohon. (mardani, 2009: 118)
Bisa disimpulkan dari pengertian putusan di atas putusan adalah
keputusan yang dikeluarkan hakim lewat pengadilan berdasarkan suatu
perselisihan atau sengketa
2. Macam-macam putusan
Macam putusan terbagi dari beberapa segi antara lain dari segi
fungsinya, dari segi hadir tidak para pihak, dari segi isinya, dari segi
sifatnya. (Mardani, 2009: 118-121). Penjelasanya sebagai berikut:
Dilihat dari fungsinya putusan hakim terdiri atas:
a. Putusan akhir (eind vonnis), yaitu putusan yang mengakhiri di
persidangan dam putusan putusan ini merupakan produkyang utama
dari suatu persidangan.
b. Putusan sela (tussen vonnis), yaitu putusan yang dijatuhkan masih
dalam proses persidangan sebelum putusan akhir dibacakan dengan
tujuan untuk memperjelas dan memperlancar persidangan.Putusan sela
dibedakan menjadi bebrapa macam yaitu:
18
1) Putusan provisional ( provisioniele vonnis), yaitu putusan yang
dijatuhkan untuk memberikan jawaban tuntutan pihak yang
ber[erkara agar dilakukan tndakan pendahuluan guna kepentingan
pihak pemohon sebelum dijatuhkan putusan akhir, misalnya
putusan akhir tentang jaminan.
2) Putusan prepatoir (prepatoir vonnis), yaitu putusan persiapan
sebelum putusan akhir. Putusan prepatoir tidak menyinggung
pokok perkara. Putusan tersebut lebih tertuju pada jalanya acara
persidangan seperti putusan tentang penundaan siding, putusan
agar penggugat/pemohon prinsipil data sendiri ke muka sidang.
3) Putusan Insidentil (incidentiele Vonnis), yaitu putusan yang
berhubungan dengan peristiwa (insiden) yang untuk sementara
,mengehentikan pemeriksaan sidang tetapi tetapi belum
berhubungan dengan pokok perkara misalnya putusan tentang
gugat prodeo, eksepsi tidak berwenang, putusan tentang hakim,
dan lain-lain.
4) Putusan interlokotoir (interlocotoir Vonnis), yaitu putusan yang
isinya memrintahkan pembuktian, misalnya putusan pemeriksaan
setempat, putusan pemeriksaan saksi-saksi.
c. Putusan serta merta, yaitu putusan pengadilan agama yang putusan
tersebut oleh salah satu pihak atau para pihak yang berkara dilakukan
upaya hukum baik verzet, banding banding maupun kasasi dan
memakan waktu yang relative lama, lalu ada suatu gugatan dari salah
19
satu puhak, agar putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan agama
dilaksanakan terlebih dahulu, tidak lagi menunggu putusan
yang,mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan
dijatuhkan, putusan dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu
a. Putusan verstek, yaitu putusan yang dijatuhkan karena
tergugat/termohon tidak hadir dalam persidangan padahal sudah
dipanggil secara resmi, sedengkan penggugat/pemohon hadir.
b. Putusan gugur, yaitu putusan yang menyatakan bahwa
gugatan/pemohon gugur karena penggugat /pemohon tidak pernah
hadir meskipun sudah dipanggil secara resmi dan tergugat /termohon
hadir dalam sidang dan mohon putusan.
c. Putusan kontradiktoir, yaitu putusan akhir yang pada saat dijatuhkan
diucapkan dalam sidang tidak dihadiri slah satu pihak atau para pihak.
Dilihat dari segi isinya terhadap gugatan/perkara, putusan dibagi
kepada 4 (empat) macam yaitu:
a. Putusan tidak menerima gugatan penggugat, yaitu gugatan penggugat/
permohonan pemohon tidak diterima karena tidak terpenuhinya syarat
hukum baik formil maupunmateril (putusan negatif).
b. Putusan menolak gugatan penggugat. Yaitu putusan akhir yang
dijatuhkan setelah menenmpuh semua tahap pemeriksaan, tetapi
ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti (putusan negatif).
20
c. Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak
tidak menerima selebihnya, yaitu putusan akhir yang dalil gugat ada
yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak memulai
syarat (putusan campuran positif dan negatif).
d. Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, yaitu putusan
yang terpenuhinya syarat dan terbuktinya dalil-dalil gugat (putusan
positif).
Dilihat dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan,
putusan terbagi terbagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu
a. Diklatoir, yaitu putusan yang menyatakan suatu keadaan yang sah
menurut hukum, karena itu amar putusan diklatoir bebunyi
“menetapkan….”. Putusan diklatoir terjadi dalam putusan sebagai
berikut:
1) Permohonan talak.
2) Gugat cerai karena perjanjian ta‟lik talak.
3) Penetapan hak perawatan anak oleh ibunya.
4) Penetapan ahli waris yang sah.
5) Penetapan adanya harta bersama.
6) Perkara-perkara valunter dan seterusanya.
b. Putusan konstitutif, yaitu putusan yang menciptakan keadaan hukum
baru yang sah menurut hukum sebelunya memang belum terjadi
keadaan hukum tersebut. Amar putusan konstitutif berbunyi “
21
Menyatakan….” Dan putusan konstitutif terdapat pada putusan-pitisan
sebagai berikut:
1) Putusan gugur, di tolak dan putusan tidak diterima.
2) Gugatan cerai bukan karena ta‟lik talak.
3) Putusan verstek.
4) Putusan pembatalan perkawinan dan seterusnya.
c. Putusan kondemnatoir, yaitu putusan yang bersifat meghukum kepada
salah satu pihak untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu, atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan untuk
memnuhi prestasi. Amar putusan kondemnatoir berbunyi “
Menghukum ……” putusan ini mempunyai kekuatan eksekutorial,
yang bila terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan secara
sukarela, maka atas permohonan penggugat, putusan dapat
dilaksanakan dengan paksa (executin force) oleh pengadilan agama
yang memutuskanya. Amar putusan kondemnatoir yang ditetapkan di
pengadilan agama antara lain:
1) Penyerahan pembagian harta bersama;
2) Penyerahan hak nafkah iddah, mut‟ah;
3) Penyerahan hak biaya alimentasi anak dan sebagainya.
Pada prinsipnya putusan kondemnatoir merupakan putusan
penghukuman untuk
1) Menyerahkan suatu barang;
2) Membayar sejumlah uang;
22
3) Melakukan suatu perbuatan tertentu;
4) Mengentikan suatu perbuatan/keadaan;
5) Mengosongkan tanah/rumah lain-lain.
3. Bentuk dan isi putusan
Suatu putusan terdiri dari 5 (lima) yaitu sebagai berikut.
a. Kepala putusan
Pada bagian kepala putusan tertulis judul putusan dan nomor
putusan dibawahnya. Di bawahnya lagi tertulis
“BISMILLAHIRROHMAANIRROHIM” dengan huruf besar huruf
besar diikuti dengan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KEADILAN YANG MAHA ESA” dengan huruf besar.
b. Nama pengadilan dan jenis perkara, misalnya:
Pengadilan Agama Jakarta Timur mengadili perkara perdata
pada tingkat pertama dalam persidangan majelis telah menjatuhkan
putusan dalam perkara cerai gugat.
c. Identitas para pihak
Bagian ini berisi tentang identitas penggugat dan tergugat aatau
pemohon dan termohon dan kuasa hukumnya secra lengkap.
d. Tentang duduk perkara
Bagian ini menggambarkan dengan singkat, jelas dan
kronologis persidangan mulai dari usaha, perdamaian, dalil gugatan,
jawaban tergugat,replik, duplik, bukti, saksi, hasil pemeriksaan stempat
23
lain bila ada, hasil pemeriksaan jaminan bila ada , dan kesimpulan para
pihak.
e. Kaki putusan
Kaki putusan berisi tentang hari dan tanngal putusan, nama
majelis hakim, panitera pengganti, jumlah biaya perkara, dan
penanggung biaya perkara (Mardani,2009:121-122).
4. Kekuatan hukum putusan
Putusan pengadilan mempunyai 3 (tiga) kekuatan
(Mardani,2009:122), yaitu sebagai berikut.
a. Kekuatan mengikat
Putusan hakim mengikat para pihak yang berperkara dan
kekuatan mengikat suatu putusan ada yang dalam arti positif dan
dalam arti negatif. Dalam arti positif, yaitu bahwa yang telah diputus
hakim harus dianggap benar (res judicato pro veriatate habetur).
Dalam arti negatif, yaitu bahwa hakim tidak boleh memutus lagi
perkara yang sama, pokok perkara yang sama, dan pihak yang sama
(nebis in idem)
b. Kekuatan pembuktian
Artinya putusan hakim telah memperoleh kepastian hukum,
bukti kebenaran hukum, dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta
dapat dijadikan bukti dalam sengketa perdata yang sama.
c. Kekuatan eksekutorial
24
Yaitu kekuatan untuk dilaksanakan putusan peradilan itu secara
paksa oleh aparat Negara (executorial e kracht, exetorial power).
5. Penetapan
Adapun yang dimaksut dengan penetapan adalah keputusan
pengadilan atas perkara permohonan (valunter), misalnya penetapan dalam
perkara dispensasi nikah, izin nikah \, wali, adhal, poligami, perwalian,
itsbat nikah, dan sebagainya. Penetapan merupakan jurisdiction valuntaria
(bukan peradilan yang sesungguhnya). Karena pada penetapan hanya ada
permohonan tidak ada namun cukup dengan menggunakan kata
“Menetapkan”.
a. Bentuk dan isi penetapan
Bentuk pentapan hamper sama dengan putusan, yang
membedakannya adalah sebagai berikut.
1) Hanya mengandung satu pihak yang berperkara
2) Tidak ada kata” Berlawanan dengan” seperti pada putusan
3) Tidak ada kata “ tentang duduk perkaranya “ seperti pada putusan,
melaikan langsung diuraikan apa permohonan pemohon.
4) Amarnya hanya terbentuk deklatoir atau konstitutif
5) Menggunakan kata “menetapkan”
6) Biaya perkara selalu dibebankan kepada pemohon
7) Tidak ada reconventive dan intervensi
8) Tidak mempunyai kekuatan pembuktian dan kekuatan eksepsi.
b. Kekuatan Hukum Penetapan
25
Putusan volunteer hanya mempunyai kekuatan hukum sepihak,
pihak lain tidak dapat dipaksakan untuk mengikuti kebenaran hal-hal
yang dideklarasikan dalam putusan volunter, karena itu pula maka
putusan volunteer tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai
pembuktian. (mardani,2009:123).
C. PENGADILAN AGAMA
1. Pengertian Pengadilan Agama
Menurut Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa (1990) bahwa pengadilan menurut bahasa adalah dewan atau
majelis yang mengadili perkara, mahkamah, proses mengadili keputusan
hakim ketika mengadili perkara (bangunan tempat mengadili perkara).
Sedangkan pengadilan agama merupakan terjemahan dari Godsdienstige
Rechtspraak yang berarti Pengadilan Agama. Pengadilan Agama adalah
daya upaya untuk mencari keadilan atau penyelesaian perselisisihan
hukum yang dilakukan menurut peraturan – peraturan dalam agama
(Ramulyo. 1999:12 ).
Pengadilan agama adalah sebutan (titelateur) resmi bagi salah satu
diantara empat lingkungan peradilan negara atau kekuasaan kehakiman
yang sah di Indonesia. Pengadilan Agama juga salah satu diantara tiga
peradilan khusus di Indonesia . dua peradilan khusus lainnya adalah
Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Dikatakan peradilan
khusus karena Pengadilan Agama mengadili perkara – perkara tertentu
26
atau mengenai golongan rakyat tertentu (yang beragama Islam) (Rasyid.
2000:5).
Dalam Undang – Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan
Agama dalam Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : “ Peradilan Agama adalah
peradilan bagi orang – orang yang beragama Islam.
Dapat disimpulkan bahwa Pengadilan Agama adalah salah satu
dari peradilan negara Indonesia yang sah, yang bersifat peradilan khusus,
yang berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu, hanya untuk
orang – orang yang beragama Islam.Pengadilan Agama sebagai
pengadilan tingkat pertama ialah pengadilan yang bertindak menerima,
memeriksa, dan memutus setiap permohonan atau gugatan pada tahap
paling awal dan paling bawah. Pengadilan Agama bertindak sebagai
peradilan sehari hari menampung pada tahap awal dan memutus atau
mengadili pada tahap awal segala perkara yang diajukan masyarakat
mencari keadilan. Tidak boleh mengajukan suatu permohonan atau
gugatan langsung ke Pengadilan Tinggi Agama. Semua jenis perkara
terlebih dahulu mesti melalui Pengadilan Agama dalam kedudukan
hierarki sebagai pengadilan tingkat pertama. Terhadap semua permohonan
atau gugat perkara yang diajukan kepadanya dalam kedudukan sebagai
instansi pengadilan tingkat pertama, harus menerima, memeriksa, dan
memutusnya, dilarang menolak untuk menerima, memeriksa, dan
memutus perkara yang diajukan kepada nya dengan dalih apapun. Hal ini
ditegas kan dalam Pasal 56 yang bunyinya : “ Pengadilan tidak boleh
27
menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas,melainkan wajib
memeriksa dan wajib memutus nya”.
Kekuasaan dan kewenangan mengadili Pengadilan Agama adalah
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara
orang – orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan,
wasiat, hibah, wakaf, dan sadaqah berdasarkan hukum islam.
2. Asas Hukum Umum
Menurut P.Scholten menjelaskan asas hukum bukanlah sebuah
aturan hukum (rechtsegel). Untuk dapat dikatakan sebagai aturan hukum,
sebuah asas hukum adalah terlalu umum, sehingga ia atau sama sekali
tidak atau terlalu banyak berbicara (of niets of veel zeide). Penerapan asas
hukum secara langsung melalui jalan subsumsi atau pengelompokan
sebagai aturan tidak mungkin , kaarena untuk itu terlebih dahulu perlu
dibentuk isi yang konkret (Attamimi. 1990:331).
Berikut asas – asas hukum (Rumokoy. 2014:144) , yaitu :
a. Juris praecepta sunt haec: honeste vivere, alterum non laedere, suum
cuique tribuere (peraturan – peraturan dasar dari hukum adalah hidup
dengan patut, tidak merugikan orang lain, memberikan kepada orang
lain apa yang menjadi bagiannya)
b. Eenieder wordt geacht de wet te kennen (tiap orang dianggap tau
undang - undang) . di Indonesia dalam undang – undangnya yang
tertera pada Lembaran Negara Republik Indonesia selalu menjelaskan
28
“Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang – undang ini dengan penempatanya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia”. Dengan hal ini maka setiap orang dianggap yahu
tentang adanya undang – undang yang bersangkutan.
c. Icorpus iurus civis (undang – undang hanya mengikat kedepan dan
tidak berlaku surut). Asas ini juga tertera pada Pasal 2 Ketentuan
Umum Perundang – undangan untuk Indonesia yang menentukan
bahwa undang – undang hanya berlaku untuk waktu kemudian
dantidak berlaku surut. Asas dalam Pasal 2 ini berlaku untuk peraturan
perundang – undangan perdata, pidana, administrasi negara, dan
sebagainya.
d. Lex superior derogat legi inferiori (ketentuan yang lebih tinggi
mengesampingkan ketentuan yang lebih rendah) . Asas ini sesuai
dengan teori tangga perundang – undangan dari Hans Kelsen dimana
kekuatan mengikat suatu peraturan terletak pada peraturan yang lebih
tinggi, peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi yang menjadi dasar kekuatan mengikatnya.
e. Lex posteriore derogat legi priori (ketentuan yang kemudian
mengesampingkan ketentuan yang terlebih dahulu). Undang – undang
yang lebih baru mengesampingkan undang – undang yang lebih lama,
namun ini berlaku untuk perundang – undangan yang sederajat.
f. Lex spesialis derogat legi generali (ketentuan khusus
mengesampingkan ketentuan umum).
29
g. Pacta sunt servanda (perjanjian adalah mengikat). Asas ini merupakan
dasar pikiran dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan
bahwa tiap perjanjian yang telah dibuat secara sah berlaku sebagai
undang – undang bagi para pihak yang membuatnya.
h. Nemo plus juris ad alium transferre potest, quam ipse haberet (tidak
seorangpun dapat memberikan hak pada orang lain lebih daripada yang
dimilikinya).
i. Nullum crime, nulla poena sine praevia lege poenali (tiada kejahatan,
tiada pidana tanpa adanya undang – undang pidana terlebih dahulu).
j. Actus non facit reum nisi mens sit rea (perbuatan tidak membentuk
kejahatan kecuali jika jiwanya bersalah).
Sedangkan mengenai asas dalam perundang – undangan, Purnadi
dan Soerjono Soekanto menjelaskan mengenai asas perundang – undangan
,antara lain sebagai berikut (Purbacaraka. 1979: 15-19) :
a. Undang – undang tidak boleh berlaku surut;
b. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi
mempunyai derajat lebih tinggi sehingga terhadap peraturan yang lebih
rendah dan mengatur objek yang sama maka hakim menetapkan
peraturan yang lebih tinggi;
c. Undang-Undang yang bersifat khusus mengenyampingkan Undang-
Undang yang bersifat umum. (Lex spesialis derogat legi generali);
d. Undang – undang yang berlaku belakangan membatalkan undang –
undang yang berlaku terdahulu (Lex posteriore derogat legi priori);
30
e. Undang – undang tidak dapat diganggu gugat;
f. Undang – undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat
mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun
individu, melalui pembaruan dan pelestarian (Asas welvaarstaat).
3. Kepastian Hukum
Kepastian hukum adalah kepastian mengenai hak dan kewajiban,
mengenai apa yang menurut hukum boleh dan tidak boleh (Algra. 1983:
44). Menurut Alpeldoon, kepastian hukum mempunyai dua segi, yaitu :
a. Dapat ditentukanya hukum dalam hal – hal konkret. Aspek penting
dari kepastian hukum adalah putusan hakim itu dapat diramalkan lebih
dahulu. Hukum dalam hal – hal yang konkret yakni pihak – pihak yang
mencari keadilan ingin mengetahui yang menjadi hukumnya dalam hal
yang khusus sebelum berperkara.
b. Kepastian hukum berarti keamanan hukum artinya perlindungan bagi
para pihak terhadap kesewenangan hakim.
Kepastian hukum merupakan suatu hal yang bersifat normatif
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan
sosiologis, tapi kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu
peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara
jelas dan logis dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-
tafsir) dan logis dalam arti menjadi sistem norma dengan norma yang lain
sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma yang
ditimbulkan dari ketidakpastian. Kepastian hukum merupakan suatu
31
keadaan dimana perilaku manusia baik individu, kelompok maupun
organisasi terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh
aturan hukum.
Kepastian hukum dapat kita lihat dari dua sudut, yaitu kepastian
dalam hukum itu sendiri dan kepastian karena hukum. Kepastian dalam
hukum dimaksudkan bahwa setiap norma hukum itu harus dapat
dirumuskan dengan kalimat-kalimat di dalamnya tidak mengandung
penafsiran yang berbeda-beda. Akibatnya akan membawa perilaku patuh
atau tidak patuh terhadap hukum.
Sedangkan kepastian karena hukum dimaksudkan bahwa karena
hukum itu sendirilah adanya kepastian, misalnya hukum menentukan
adanya lembaga daluarsa, dengan lewat waktu seseorang akan
mendapatkan hak atau kehilangan hak. Berarti hukum dapat menjamin
adanya kepastian bagi seseorang dengan lembaga daluarsa akan
mendapatkan sesuatu hak tertentu atau akan kehilangan sesuatu hak
tertentu.
Kepastian hukum merupakan nilai lebih dari peraturan tertulis
daripada yang tidak tertulis. Dengan perturan yang tertulis orang dapat
lebih mudah untuk menemukan, membaca, dan memastikan bagaimana
yang tertera pada hukum.
4. Kekuasaan Peradilan Agama
Kekuasaan lingkungan Peradilan Agama dalam kedudukanya
sebagai salah satu kekuasaan kehakiman diatur dalam ketentuan pasal -
32
pasal yang terdapat pada Bab III . yang mana pada Bab III khusus
mengatur hal – hal yang berkenaan dengan kekuasaan Pengadilan yang
terdapat dalam lingkungan Peradilan Agama, berdasarkan pada bahasan
dari Bab III tersebut ada lima tugas dan kewenangan yang diamanatkan
meliputi, fungsi kewenangan mengadili, memberi keterangan,
pertimbangan , dan nasihattentang hukum Islam kepada instansi
pemerintah, kewenangan lain oleh undang – undang atau berdasar pada
undang – undang, kewenangan Pengadilan Tinggi Agama mengadili
dalam tingkat banding, dan mengadili sengketa kompetensi relatif serta
mengawasi jalanya peradilan (Ali. 1997: 332).
Kekuasaan atau biasa disebut kompetensi peradilan menyangkut
dua hal, yaitu tentang kekuasaan relatif dan kekuasaan absolut. Kekuasaan
absolut yang disebut juga atribusi kekuasaan adalah semua ketentuan
tentang perkara apa yang termasuk dalam kekuasaan suatu lembaga
peradilan. Kekuasaan ini biasanya diatur di dalam Undang-Undang yang
mengatur perkara dan kekuasaan lembaga peradilan yang bersangkutan.
Sedangkan kekuasaan relatif (relative competentie) adalah pembagian
kewenangan atau kekuasaan mengadili antar Pengadilan Agama. Berikut
ini penjelasan rincinya :
a. Kekuasaan Relatif
Kekuasaan relatif diartikan sebagai kekuasaan pengadilan
yang satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan
kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatan lainnya .
33
misalnya Pengadilan Agama Muara Enim dengan Pengadilan Agama
Baturaja, pengadilan ini satu tingkatan sama – sama tingkat pertama.
Kekuasaan relatif (Relative Competentie) adalah kekuasaan dan
wewenang yang diberikan antara pengadilan dalam lingkungan
peradilan yang sama atau wewenang yang berhubungan dengan
wilayah hukum antar pengadilan agama dalam lingkungan Peradilan
Agama (Soetantio. 1997:11).
Setiap pengadilan agama mempunyai wilayah hukum tertentu
atau dikatakan mempunyai yurisdiksi relatif tertentu dalam hal ini
meliputi satu kotamadya atau satu kabupaten. yurisdiksi relatif ini
mempunyai arti penting sehubungan dengan ke Pengadilan Agama
mana orang akan mengajukan perkaranya dan sehubungan dengan hak
eksepsi tergugat. Setiap permohonan atau gugatan berdasarkan Pasal
118 HIR diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi :
1) Gugatan diajukan kepada Pengadilan yang wilayah hukumnya
meliputi wilayah kediaman tergugat. Apabila tidak diketahui
tempat kediamannya maka pengadilan dimana tergugat bertempat
tinggal.
2) Apabila tergugat lebih dari satu orang maka gugatan dapat
diajukan kepada Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi
wilayah salah satu kediaman tergugat.
3) Apabila tempat kediaman tergugat tidak diketahui atau tempat
tinggalnya tidak diketahui atau jika tergugat tidak dikenal (tidak
34
diketahui) maka gugatan diajukan ke Pengadilan yang wilayah
hukumnya meliputi tempat tinggal penggugat.
4) Apabila objek perkara adalah benda tidak bergerak, gugatan dapat
diajukan ke Pengadilan yang wilayah hukumnya melipti letak
benda tidak bergerak.
5) Apabila dalam suatu akta tertulis ditentukan domisili pilihan,
gugatan diajukan kepada Pengadilan yang domisilinya dipilih.
b. Kekuasaan Absolut
Kekuasaan absolut adalah kekuasaan Pengadilan yang
berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan
pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis
pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya. Kompetensi absolut
(absolute competentie) atau kekuasaan mutlak adalah kewenangan
suatu badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang
secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan Pengadilan lain
(Mahkamah Agung. 2011: 67).
Pengadilan Agama berkuasa atas perdata Islam tertentu khusus
bagi orang – orang Islam. Sedangkan untuk yang beragama lain adalah
di Pengadilan Umum. Pengadilan Agama berkuasa memeriksa dan
mengadili perkara dalam tingkat pertama, tidak boleh langsung
berperkara di Pengadilan Tinggi Agama atau di Mahkamah Agung.
Terhadap kekuasaan absolut ini, Pengadilan Agama diharuskan
meneliti perkara yang diajukan kepadanya apakah termasuk kekuasaan
35
absolutnya atau bukan. Peradilan agama menurut Bab I pasal 2 jo Bab
III pasal 49 UU No. 7 tahun 1989 ditetapkan tugas kewenangannya
yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara
perdata bidang Perkawinan; Kewarisan, wasiat, dan hibah yang
dilakukan berdasarkan hukum Islam; Wakaf dan sedekah.
Dengan perkataan lain, bidang-bidang tertentu dari hukum
perdata yang menjadi kewenangan absolut peradilan agama adalah
bidang hukum keluarga dari orang-orang yang beragama islam. Oleh
karena itu, menurut Prof. Busthanul Arifin, perdilan agama dapat
dikatakan sebagai peradilan keluarga bagi orang-orang yang beragama
islam, seperti yang terdapat dibeberapa negara lain. Sebagai suatu
peradilan keluarga, yaitu peradilan yang menangani perkara-perkara
dibidang Hukum Keluarga, tentulah jangkauan tugasnya berbeda
dengan peradilan umum. Oleh karena itu, segala syarat yang harus
dipenuhi oleh para hakim, panitera dan sekretaris harus sesuai dengan
tugas-tugas yang diemban peradilan agama.
D. AKAD MURABAHAH
1. Pengertian murabahah
Murabahah adalah akad jual beli brang tertentu, dimana penjual
menyebutkan dengan barang yang diperjualbelikan, termasuk harga
pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atasnya
laba/keuntungan dalam jumlah tertentu.(Muhamad, 2013: 256).
36
Dari uraian diatas dapat di jelaskan murabahah adalah akad jual
beli barang dimana penjual menyebutkan dengan barang beserta harga
yang di jual belikan dan menyebutkan pula keuntungan harga barang
tersebut.
2. Dasar hukum akad murabahah
Dasar hukum akad murabahah berdasarkan fatwa dsn MUI NO:
04/DSN-MUI/IV/2000Tentang akad murabahah adalah sebagai berikut:
a. Al-Quran
…..
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu....
(Q.S. an-Nisaa‟ [4]: 29)
… ….
… Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, … (Q.S. al-Baqarah
[2]: 275)
…
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu… (Q.S. al-
Maidah [5]: 1)
…
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah
tangguh sampai Dia berkelapangan….(Q.S. al-Baqarah [2]: 280)
37
b. Hadits
ــــــــــو صلى اهلل عليو عن أب سعيد الـخدري رضي اهلل عنو أن رسول اللر اه البيهقي ابن مـــــــــــــــــــ جو )إنـم الــبــيــع عـن تـراض : االو سل ل
( صححو ابن حب ن
Dari Abu Sa‟id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda:
sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka (H.R. al-
Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
...مطل الغن ظل Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu
adalah suatu kezaliman….(H.R. Jama‟ah).
. ل الواجد لل عرضو عقوبـ و Menunda-nunda (pembayaran)yang dilakukan oleh orang mampu
menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya (H.R.
Nasa‟I, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).
.أنو س ل رسول اهلل صلى اهلل عليو سل عن العرب ن البـيع حلو Rasulullah SAW ditanya tentang „urban (uang muka) dalam jual beli,
maka beliau menghalalkan. (HR. Abd al-Raziq dari Zaid bin Aslam).
c. Ijma' Mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli Murabahah
d. Kaidah Ushul Fiqih
ب حة إل أن يدل دليل على تـحريـمه .الصل الـمع ملت ال
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.
38
3. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari‟ah
Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah seperti dijelaskan
dalamfatwa DSN MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang akad
murabahah adalah sebagai berikut:
a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebasriba.
b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ahIslam.
c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barangyang
telah disepakati kualifikasinya.
d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama banksendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan denganpembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah(pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli pluskeuntungannya. Dalam kaitan ini
Bank harus memberitahusecara jujur harga pokok barang kepada nasabah
berikut biayayang diperlukan.
g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebutpada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan
akadtersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khususdengan
nasabah.
i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membelibarang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harusdilakukan setelah barang,
secara prinsip, menjadi milik bank.
39
4. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah
Ketentuan murabahah kepada nasabah sebagaimana fatwa DSN MUI
NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang akad murabahah adalah sebagai
berikut:
a. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu bar
b. ang atau aset kepada bank.
c. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih
dahulu aset yang dipesannya secara sah denganpedagang.
d. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dannasabah
harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yangtelah
disepakatinya, karena secara hukum janji tersebutmengikat; kemudian
kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
e. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untukmembayar
uang muka saat menandatangani kesepakatan awalpemesanan.
f. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biayariil bank
harus dibayar dari uang muka tersebut.
g. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harusditanggung oleh
bank, bank dapat meminta kembali sisakerugiannya kepada nasabah.
h. Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dariuang
muka, maka
1) jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, iatinggal
membayar sisa harga.
2) jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik
bankmaksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bankakibat
40
pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidakmencukupi, nasabah
wajib melunasi kekurangannya.
5. Utang dalam Murabahah
Utang dalam murabahah dalamfatwa DSN MUI NO: 04/DSN-
MUI/IV/2000 Tentang akad murabahah adalah sebagai berikut:
a. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah
tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah
dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali
barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban
untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.
b. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir,
ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
c. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap
harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh
memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu
diperhitungkan.
6. Penundaan Pembayaran dalam Murabahah
Penundaaan pembayaran dalam murabahah menurut penjelasanfatwa
DSN MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang akad murabahah adalah
sebagai berikut:
a. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan
menundapenyelesaian utangnya.
b. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, ataujika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, makapenyelesaiannya
41
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ahsetelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
7. Bangkrut dalam Murabahah
Bangkrut dalam murabahah berdasarkan fatwa DSN MUI NO:
04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang akad murabahah adalah jika nasabah telah
dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikanutangnya, bank harus menunda
tagihan utang sampai ia menjadisanggup kembali, atau berdasarkan
kesepakatan.
E. WANPRESTASI
1. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi atau cidera janji adalah suatu kondisi dimana debitur
tidak melaksanakan kewajiban yang ditentukan didalam perikatan,
khususnya perjanjian (kewajiaban kontraktual). Wanprestasi dalam hukum
perjanjian mempunyai makna yaitu debitor tidak melaksanakan kewajiban
prestasinya atau tidak memperoleh apa yang dijanjikan oleh pihak lawan.
Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
“wanprestatie”. Wan berarti buruk atau jelek dan prestatie berarti
kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Jadi
wanprestasi adalah prestasi yang buruk atau jelek. Secara umum artinya
tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik
perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul
karena undang-undang (Khairandy, 2013: 278-279).
42
2. Bentuk Wanprestasi
Bentuk-bentuk wanprestasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Debitur Sama Sekali Tidak Berprestasi
Dalam hal ini debitor sama sekali tidak memberikan
prestasinya. Hal itu bisa disebabkan karena debitor memang tidak mau
berprestasi atau bisa juga disebabkan karena memang kreditor objektif
tidak mungkin berprestasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya
lagi untuk berprestasi. Pada peristiwa yang pertama memang kreditor
tidak bisa lagi berprestasi, sekalipun ia mau.
b. Debitur Keliru Berprestasi
Disini debitor memang dalam pemikirannya telah memberikan
prestasinya, tetapi dalam kenyataannya. yang diterima kreditor lain
daripada yang diperjanjikan. Kreditor membeli bawang putih, ternyata
yang dikirim bawang merah. Dalam hal demikian kita tetap
beranggapan bahwa debitor tidak berprestasi. Jadi dalam kelompok ini
(tidak berprestasi) termasuk “penyerahan yang tidak sebagaimana
mestinya” dalam arti tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
c. Debitur Terlambat Berprestasi
Di sini debitor berprestasi, objek prestasinya betul, tetapi tidak
sebagaimana diperjanjikan. Sebagimana sudah disebutkan diatas,
debitor digolongkan ke dalam kelompok “terlambat berprestasi” kalau
objek prestasinya masih berguna bagi kreditur. Orang yang terlambat
43
berprestasi dikatakan dalam keadaan lalai atau mora (Khairandy, 2013:
280-281).
3. Wanprestasi dan Kaitannya Kesalahan Debitor
Timbulnya wanprestasi berasal dari kesalahan (schuld) debitor.
yakni tidak melaksanakan kewajibannya konraktual yang seharusnya
ditunaikan. Kesalahan tersebut adalah dalam arti luas, yakni berupa
kesengajaan (opzet) atau kealfaan (onachtzaamheid). Dalam arti sempit
kesalahan hanya bermakna kesengajaan.
Kesalahan dalam wanprestasi adalah kesalahan yang menimbulkan
kerugian bagi kreditur. Perbuatan berupa wanprestasi tersebut
menimbulkan kerugian terhadap kreditur, dan perbuatan itu harus dapat
dipersalahkan kepada debitur.
Kerugian tersebut harus dapat dipersalahkan kepada debitor. Jika
unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang menimbulkan
kerugian pada diri kreditor dan dapat dipertanggungjawabkan pada
debitor. Kerugian yang diderta kreditor tersebut dapat berupa biaya-biaya
(ongkos-ongkos) yang telah dikeluarkan kreditor, kerugian yang menimpa
harta benda milik kreditor, atau hilangnya keuntungan yang diharapkan
(Khairandy, 2013: 281).
4. Hak Kreditor terhadap Debitor Yang Wanprestasi
Dalam Pasal 1267 KUHPerdata dapat disimpulkan apabila seorang
kreditor yang menderita kerugian karena debitor melakukan wanprestasi,
44
kreditur memiliki alternatif untuk melakukan upaya hukum atau hak
sebagi berikut:
a. Meminta pelaksanaan perjanjian; atau
b. meminta ganti rugi; atau
c. meminta pelaksanaan perjanjian sekaligus meminta ganti rugi; atau
d. dalam perjanjian timbal balik, dapat diminta pembatalan perjanjian
sekaligus meminta ganti rugi (Khairandy, 2013: 282).
5. Pembatalan Perjanjian Karena Wanprestasi
Apabila kreditor yang dirugikan akibat tindakan debitor tersebut,
maka kreditor harus membuktikan kesalahan debitor (yakni kesalahan
tidak berprestasi) kerugian yang diderita, dan hubungan kausal antara
kerugian dan wanprestasi. Masalah pembatalan perjanjian karena kelalaian
atau wanprestasi telah diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata. Pasal 1266
ayat (1) menentukan bahwa syarat batal selalu dicantumkan dalam
perjanjian, jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Pembatalan perjanjian harus diminta kepada hakim, tidak mungkin
perjanjian sudah batal dengan sendirinya pada waktu debitor nyata-nyata
melalaikan kewajibannya, kalau itu mungkin, permintaan pembatalan
kepada hakim tidak ada artinya. Disebutkan juga oleh ayat 2 bahwa
perjanjian itu tidak batal demi hukum.
Dengan demikian, hakim seharusnya tidak hanya berpegang pada
asas keabsahan berkontrak, konsensualisme, dan kekuatan mengikat
kontrak, tetapi seharusnya hakim harus memegang teguh asas itikad baik.
45
Inti itikad baik adalah keadilan. Keadilan adalah tujuan tertinggi hukum.
Jadi kalau ada debitor yang keberatan terhadap pembatalan dimaksud dan
melakukan gugatan dimaksud, hakim harus menolak pengesampingan
tersebut, hakim atau pengadilan lah yang memutuskan pembatalan tersebut
dengan mempertimbangkan asas itikad baik (Khairandy, 2013: 282-285).
6. Ganti Rugi
Apabila seorang debitur telah diperingatkan atau sudah dengan
tegas ditagih janjinya, maka jika ia tetap tidak melaksanakan prestainya ia
berada dalam keadaan lalai. Terhadap debitur yang demikian, kreditur
dapat menjatuhkan sanksinya kepada debitor. Salah satu sanksi tersebut
adalah ganti rugi.
Pasal 1243 KUHPerdata memerinci ganti rugi yang mencakup
biaya (konsten), kerugian (schade), dan bunga (intresten). Dimana biaya
adalah semua pengeluaran atau ongkos yang telah yang secara riil
dikeluarkan oleh pihak dalam perjanjian. Adapun kerugian yang dimaksud
di sini adalah kerugian yang secara nyata derita yang menimpa harta benda
kreditur. Kerugian terhadap harta benda tersebut terjadi akibat kelalaian
debitor. Dan yang dimaksud dengan bunga adalah kerugian terhadap
hilangnya keuntungan yang diharapkan (winstderving) andai debitor tidak
wanprestasi (Khairandy, 2013: 287-288)
46
F. TA’WIDH (GANTI RUGI)
1. Pengertian
Berdasarkan fatwa dsn MUI NO: 43/DSN-MUI/VIII/2008
Tentang ta‟widh (ganti rugi) Ganti rugi ta‟wid hanya boleh dikenakan atas
pihak yangdengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang
menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pihak lain.
Kerugian riil sebgaimana dimaksut ayat 2 adalah biaya-biaya riil yang
dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dinayarkan.
Besar ganti rugi ta‟wid adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss)
yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan
kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya
peluang yang hilang (opportunity loss atau al- furshah al-dha-i‟ah).
Ganti rugi ta‟wid hanya dikenakan pada transaksi (akad) yang
menimbulkan utang piutang (dain) seperti salam,istisna‟ serta murabahah
dan ijarah. Dalam akad mudarabah dan musyarakah, ganti rugi hanya
boleh dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak dalam
musyarakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak di
bayarkan.
2. Dasar Hukum
Dasar hukum ta‟widh (ganti rugi) berdasarkan fatwa dsn MUI NO:
43/DSN-MUI/VIII/2008 Tentang ta‟widh (ganti rugi) adalah sebagai
berikut:
47
a. Al-Qur‟an
….
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu… (Q.S. al-
Maaidah [5]: 1)
…
… dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya. (Q.S. al-Israa [17]: 34)
….
… Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-
orang yang bertakwa. (Q.S. al-Baqarah [2]: 194).
…
279. …. Kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
280. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka
berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui. (Q.S. al-Baqarah [2]: 194).
b. Al-Hadits
...مطل الغن ظل Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu
adalah suatu kezaliman….(HR. Bukhari dari Abu Hurairah, Muslim
dari Abu Hurairah, Tirmidzi dari Abu Hurairah, Abu Dawud dari Abu
48
Hurairah dan Ibnu Umar, Nasa‟I dari Abu Hurairah, Abu Dawud dari
Abu Hurairah, Ibnu Majah dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar, Ahmad
dari Darami dari Abu Hurairah).
. ل الواجد لل عرضو عقوبـ و Menunda-nunda (pembayaran)yang dilakukan oleh orang mampu
menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya (H.R.
Nasa‟I dari Syuraid bin Suwaid, Abu Dawud, Ibnu Majah dari Syuraid
bin Suwaid dan Ahmad dari Syuraid bin Suwaid).
لضرر ل ضرار Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh mebahayakan
orang lain (HR. Ibnu Majah dari „Ubadah bin Shamit riwayat Ahmad
dari Ibnu Abbas dan Malik dari Yahya)
c. Kaidah Ushul Fiqh
ب حة إل أن يدل دليل على تـحريـمه .الصل الـمع ملت ال Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.
.اللرر يـ ال Bahaya (beban berat) harus dihilangkan
3. Ketentuan khusus
a. Ganti rugi yang diterima di transaksi LKS dapat diakui sebagai hak
(pendapatan) bagi pihak yang menerimanya.
b. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan
tata cara pembayaranya harus sesuai dengan kesepakatan para pihak.
c. Besar ganti rugi tidak boleh di cantumkan dalam akad.
d. Pihak yang cidera janji harus bertanggung jawab atas biaya perkara
dan biaya lainya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara.
49
4. Penyelesaian perselisihan
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibanya atau terjadi
perselisihan antara kedua belah pihak, maka penyelesaianya dilakukan
melalui badan Arbitrase Syariah setelah tidak mencapai kesepakatan
melalui musyawarah.
G. SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG)
1. Pengertian Sita Jaminan
Sita atau penyitaan (beslag) mengandung pengertian tindakan
menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada dalam
penjagaan secara resmi berdasarkan perintah Pengadilan atau Hakim.
Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses
pemeriksaan sampai adanya putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap yang menyatakan sah atau tidaknya penyitaan tersebut
(Harahap,2006:282).
Penyitaan ini merupakan tindakan persiapan penggugat dalam
bentuk permohonan kepada Pengadilan untuk menjamin dapat
dilaksanakannya putusan perdata. Barang-barang yang disita untuk
kepentingan penggugat dibekukan, disimpan (disconserveer) untuk
jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual, sebab dihawatirkan ada
kemungkinan bahwa pihak lawan atau tergugat, selama sidang berjalan,
mengalihkan harta kekayaannya pada orang lain sehingga apabila
kemudian gugatan penggugat dikabulkan oleh pengadilan, putusan
50
pengadilan tersebut tidak dapat dilaksanakan, disebabkan tergugat tidak
mempunyai harta kekayaan lagi (Mertokusumo,2002:83).
2. Dasar hukum Sita Jaminan
Dasar hukum sita jaminan (conservatoir beslag) adalah sebagai
berikut:
a. HIR Pasal 227 ayat (1) Jo RBg Pasal 261 ayat(1)
b. SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor. 05 Tahun 1975
Perihal Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) (Muhammad,2000:57).
3. Macam-macam Sita Jaminan
Ada dua macam sita jaminan, yaitu :
a. Sita Jaminan terhadap Barang Miliknya Sendiri
Sita jaminan terhadap miliknya sendiri ini ada dua macam :
1) Sita Revindicatoir
2) Sita Maritaal
b. Sita Jaminan terhadap Barang Milik Debitur
Yang dapat disita secara conservatoir ialah:
1) Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur.
2) Sita conservatoir atas barang tetap milik debitur.
3) Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur yang ada di
tangan orang lain (Mertokusumo,2002).
4. Objek Sita Jaminan
a. Dalam sengketa hak milik, terbatas atas barang yang disengketakan
51
Kebolehan meletakkan sita jaminan atas harta kekayaan
tergugat dalam sengketa hak milik atas benda tidak bergerak:
1) hanya terbatas atas obyek barang yang diperkirakan, dan
2) tidak boleh melebihi obyek tersebut.
Pelanggaran atas prinsip itu, dianggap sebagai penyalahgunaan
wewenang (abuse of authority) dan sekaligus merupakan pelanggaran
atas tata tertib beracara, sehingga penyitaan tersebut dikategorikan
sebagai undue process atau tidak sesuai dengan hukum acara.
b. Terhadap obyek dalam sengketa utang atau ganti rugi.
Dalam perkara utang piutang atau ganti rugi dapat diterapkan
alternatif sebagai berikut:
1) Meliputi seluruh harta kekayaan tergugat
2) Terbatas pada barang agunan (Harahap,2006:341).
5. Tujuan Sita Jaminan
Sita jaminan pada dasarnya bertujuan untuk melindungi atau
menjamin agar putusan Hakim sekiranya tuntutan dalam pokok perkara
dikabulkan, dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tidak hampanya
putusan Hakim karena barang yang disengketakan telah tiada, rusak atau
dipindah tangankan pada pihak ketiga.
Supaya hak-hak penggugat dari tergugat atas barang-barang yang
dijatuhi sita jaminan tidak dapat diuangkan atau dijual oleh salah satu pihak
yang bersengketa. Dalam keterangan yang lain disebutkan tujuan sita
jaminan sebagai berikut:
52
a. Agar gugatan tidak illusoir
b. Obyek eksekusi sudah pasti (Arto,2005).
6. Prosedur Sita Jaminan
a. Permohonan diajukan bersamaan dengan pokok perkara.
Penggugat mengajukan permohonan sita kepada Pengadilan
bersama- sama dengan surat gugatan beserta alasan yang cukup kenapa
harus dimohonkan penyitaan, maka Ketua Majlis Hakim mempelajari
permohonan tersebut apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku atau tidak, dan apakah ada hubungan hukum dengan
perkara yang sedang diajukan oleh penggugat kepada Pengadilan.
Apabila ketentuan tersebut sudah terpenuhi, maka Majelis Hakim yang
memeriksa perkara tersebut dapat menempuh salah satu alternatif,
yaitu:
1) Majelis Hakim secara langsung mengeluarkan penetapan yang
berisi mengabulkan permohonan sita tersebut tanpa dilaksanakan
sidang insidental terlebih dahulu. Perintah ini disertai dengan
pnetapan hari sidang dan memerintahkan para pihak yang
berperkara untuk menghadap sidang sebagaimana yang telah
ditentukan.
2) Majelis Hakim secara langsung mengeluarkan penetapan yang
berisi penolakan permohonan sita tersebut apabila tidak ditemukan
alasan- alasan dalam permohonan sita tersebut. Kemudian
merintahkan panitera atau jurusita untuk memanggil para pihak
53
untuk menghadiri sidang sebagaimana yang telah ditentukan. Dan
juga tanpa dilaksanakan sidang insidentil.
3) Majelis Hakim secara langsung mengeluarkan penetapan yang
berisi menangguhkan pelaksanaan sita dan sekaligus menetapkan
hari sidang dan memerintahkan para pihak yang berperkara untuk
menghadiri sidang. Terhadap ketentuan ini diperlukan sidang
insidentil terlebih dahulu dan harus dibuat putusan sela (Manan,
2003: 103).
b. Permohonan diajukan terpisah dengan pokok perkara.
Terdapat dua kemungkinan, yaitu:
1) diajukan tertulis yang terpisah dari surat gugatan, biasanya dalam
pemeriksaan persidangan Pengadilan atau selama putusan belum
mempunyai kekuatan hukum tetap.
2) diajukan secar lisan dalam persidangan Pengadilan. Apabila
permohonan sita diajukan dalam bentuk tertulis pada saat
berlangsungnya pemeriksaan perkara, maka Majelis Hakim
menunda Persidangan dan memerintahkan Penggugat untuk
mendaftarkan permohonan sita di kepaniteraan. Apabila
permohonan sita diajukan dalam bentuk lisan, Majelis Hakim
membuat cacatan permohonan sita tersebut dan memerintahkan
panitera untuk mencatatnya dalam Berita Acara Persidangan,
setelah itu sidang ditunda dan memerintahkan Penggugat
mendaftarkan permohonan sita tersebut di kepaniteraan. Terhadap
54
hal ini diadakan sidang insidental untuk menetapkan sita serta
dibuat putusan sela (Manan, 2003: 103)
.
55
BAB III
PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA
A. Sejarah
Islam masuk di nusantara pada abad ke-VII Masehi yang dibawa
langsung oleh para saudagar dari Makkah dan Madinah. Perkembangan dari
awal keberadaan sampai saat ini telah mengalami pasang surut sesuai dengan
keadaan masa-masa yang ada pada zaman yang selalu berjalan, yakni masa
sebelum penjajahan, kemudian keadaan pada masa penjajahan Belanda dan
Jepang, dan berlanjut pada masa kemerdekaan,bahkan pada tahun 2009
mengalami kemapanan dalam hal kewenangan yang diberikan oleh undang-
undang.
Namun demikian tidak mudah untuk melacak keberadaan Pengadilan
Agama Purbalingga sejak masuknya Islam di Purbalingga (www.pa-
purbalingga.go.id., diakses pada 22 agustus 2016).
1. Masa Sebelum Penjajahan.
Kabupaten Purbalingga berdiri pada tanggal 18 Desember 1831.
Setelah kerajaan Pajang runtuh maka Kabupaten Purbalingga berada di
bawah kekuasaan Kerajaan Mataram.
Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-VII Masehi
dibawa langsung oleh para saudagar dari Makkah dan Madinah. Kemudian
masyarakat mulai melaksanakan aturan-aturan agama Islam, dan hal ini
membawa pengaruh kepada tata hukum pada waktu itu.
56
Sultan Agung raja Mataram yang pertama kali mengadakan
perubahan di dalam tata hukum di bawah pengaruh agama Islam.
Perubahan tersebut pertama-tama diwujudkan khusus dalam norma
Pengadilan, semula bernama Pengadilan Pradata diganti dengan nama
Pengadilan Serambi. Begitu juga dengan tempat yang semula di sitihinggil
dan dilaksanakan oleh Raja, kemudian dialihkan ke serambi Masjid Agung
dan dilaksanakan oleh para Penghulu dan dibantu oleh para Alim Ulama.
Sebagai bagian dari pemerintahan umum pada kerajaan Mataram,
terdapat jabatan keagamaan di tingkat desa yang disebut Kaum, Amil,
Modin, Kayim, Lebai dan sebagainya, selalu ada di tingkat desa. Pada
tingkat kecamatan atau kawedanan selalu ada jabatan Penghulu Naib. Pada
tingkat kabupaten seorang Bupati didampingi oleh seorang Patih untuk
bidang kepemerintahan umum dan seorang penghulu kabupaten untuk
bidang keagamaan. Pada tingkat pusat Kerajaan Mataram dijumpai jabatan
Kanjeng Penghulu atau Penghulu Ageng. Penghulu Ageng dan Penghulu
Kabupaten berfungsi pula sebagai Hakim pada Majlis Pengadilan Agama
yang ada pada waktu itu dengan pola masyarakat kerajaan Mataram.
Dengan demikian dapat dipastikan bahwa di Kabupaten Purbalingga ini
telah ada pula Pengadilan Agama yang melaksanakan tugas untuk
menyelesaikan sengketa antara umat Islam di bidang perkara-perkara
tertentu dan yang bertindak sebagai Hakim adalah Penghulu Kabupaten.
Pada perkembangan berikutnya yakni pada masa akhir pemerintahan
57
Mataram muncul 3 (tiga) macam peradilan, yaitu Pengadilan Agama,
Pengadilan Drigama dan Pengadilan Cilaga.
Pengadilan Agama mengadili perkara atas dasar hukum Islam,
Pengadilan Drigama mengadili perkara berdasarkan hukum Jawa Kuno
yang telah disesuaikan dengan adat setempat. Sedangkan Pengadilan
Cilaga adalah semacam Pengadilan Wasit, khusus mengenai sengketa
perniagaan. Keadaan hal ini berlangsung sampai VOC masuk ke Indonesia
(www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 agustus 2016).
2. Masa Penjajahan Belanda
Pengadilan Agama sebagai lembaga penegak hukum mempunyai
kedudukan yang kuat dalam masyarakat, hal ini terbukti dengan
munculnya kerajaan-kerajaan Islam di wilayah nusantara dengan
melaksanakan hukum Islam dan melembagakan sistem peradilan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dengan keseluruhan sistem pemerintahan di
wilayah kekuasaannya.
Pengadilan Agama Purbalingga yang wilayah hukumnya
meliputi wilayah Kabupaten Purbalingga, termasuk di wilayah tanah Jawa
kemudian menjadi daerah jajahan Belanda.
Berdasarkan Statsblad Tahun 1882 Nomor 152 tentang
Pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura dinyatakan mulai
berlaku pada tanggal 1 Agustus 1882. Pembentukan tersebut merupakan
legitimasi terhadap Pengadilan Agama yang memang sudah ada semenjak
sebelum kedatangan penjajah Belanda.
58
Dengan terbitnya Statsblad Tahun 1882 Nomor 152 tersebut
maka secara resmi Pengadilan Agama diakui sebagai Pengadilan yang sah
di wilayah jajahan Belanda, ketika itu pimpinan Pengadilan Agama dijabat
oleh seorang Ketua yang dirangkap oleh seorang pejabat Adviseur Bij De
Landrad atau yang populer dengan sebutan Penghulu Landrad. Mahkamah
Islam Tinggi berdiri sejak tanggal 1 Januari 1937 berdasarkan surat
Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 12 Nopember 1937 Nomor 18
dan mengadakan sidang pertama kali pada tanggal 7 Maret 1938.
Daerah yurisdiksi Mahkamah Islam Tinggi berdasarkan Statsblad
Tahun 1882 Nomor 152 adalah meliputi Pengadilan Agama di seluruh
Jawa dan Madura. Sedangkan daerah luar Jawa dan Madura untuk daerah
sekitar Banjarmasin dan Kalimantan Selatan adalah dengan nama
Kerapatan Qadi bagi Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iyah untuk
tingkat pertama, dan Kerapatan Qadi Besar bagi Pengadilan Tinggi
Agama/Mahkamah Syar‟iyah Propinsi untuk tingkat Banding.
Kemudian berdasarkan Statsblad tahun 1937 Nomor116
kekuasaan dan kewenangan Pengadlan Agama yang sebelumnya juga
meliputi masalah kewarisan dan kebendaan yang berkaitan dengan
perkawinan telah dikurangi. Kekuasaan dan kewenangan Pengadilan
Agama terbatas pada hal-hal sebagai berikut :
a. Memeriksa perselisihan-perselisihan antara suami istri yang beragama
Islam.
59
b. Memeriksa perkara-perkara lain tentang Nikah, Talak, Rujuk dan
Percerian antara orang yang beragama Islam.
c. Memeriksa dan memutus perceraian dan menyatakan bahwa syarat
untuk jatuh talak sudah ada atau memenuhi syarat.
d. Memeriksa dan memutus gugatan nafkah dan mas kawin yang belum
dibayar serta hak-hak bekas istri yang diceraikan seperti nafkah dan
mut‟ah.
Di samping adanya pengurangan wewenang Pengadilan Agama
tersebut, Pemerintah Hindia Belanda juga menghapus kedudukan Ketua
Pengadilan Agama sebagai Penasehat Landraad (www.pa-
purbalingga.go.id., diakses pada 22 agustus 2016).
3. Masa Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang Pengadilan Agama tetap
dipertahankan, meskipun pada waktu itu Mahkamah Islam Tinggi pada
tanggal 7 Maret 1942 harus ditutup dan tidak diperbolehkan untuk
melaksanakan persidangan dan kantor disegel. Baru dapat dibuka kembali
pada tanggal 18 April 1942 dengan nama Koikyoo Kaatoo Hooin,
sedangkan Pengadilan Agama diberi nama Sooryo Hooin.
Berdasarkan Peraturan Peralihan pasal 3 Undang-undang Bala
Tentara Jepang (Osamu Soire) Nomor 1 tanggal 7 Maret 1942, Pengadilan
Agama masuk dalam Kementerian Kehakiman (Shihobu) dengan nama
Soooryo Hooin tersebut (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22
agustus 2016).
60
4. Masa Kemerdekaan
Pada saat permulaan Indonesia Merdeka, Pengadilan Agama
berada di bawah Kementerian Kehakiman. Setelah berdiri Kementerian
Agama pada tanggal 3 Januari 1946, maka berdasarkan Penetapan
Pemerintah Nomor 5/SD tanggal 25 Maret 1946, Pengadilan Agama
dipindahkan dari Kementerian Kehakiman dan masuk Kementerian
Agama.
Peraturan yang mengatur Pengadilan Agama di Jawa dan Madura
yakni Peraturan Sementara yang tercantum dalam Verordering tanggal 8
Nopember 1946, dan Pengadilan Agama di Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Timur tetap tunduk kepada peraturan lama yaitu Statsblad
1937 Nomor 610, sedangkan Mahkamah Islam Tinggi (Hoof Voor
Islamtische Zaken) baru mulai lagi melaksanakan tugas persidangan.
Pada tahun 1948 keluarlah Undang-undang Nomor 19 Tahun
1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Kehakiman dan Kejaksaan. Dalam
Undang-undang ini kedudukan dan kewenangan Pangadilan Agama
dimasukkan dalam Pengadilan Umum secara istimewa yang diatur dalam
pasal 33, 35 ayat (2) dan pasal 75.
Undang-undang ini bermaksud untuk mengatur tentang
peradilan dan sekaligus menyempurnakan isi Undang-undang Nomor 7
Tahun 1947 tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung dan
Kejaksaan yang mulai berlaku tanggal 3 Maret 1947.Lahirnya Undang-
undang ini mendapat reaksi dari berbagai pihak terutama dari para Ulama
61
Sumatra seperti Aceh, Sumatra Barat dan Sumatra Selatan, sepakat
menolak kehadiran Undang-undang tersebut dan mengusulkan agar
Mahkamah Syar‟iyah yang sudah ada tetap berjalan.
Pada tahun 1951 di dalam lingkungan peradilan diadakan
perubahan penting dengan diundangkannya Undang-Undang Darurat
Nomor 1 Tahun 1951. Undang-undang ini berisi antara lain tentang
kelanjutan Peradilan Agama dan Peradilan Desa.
Dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 24 Undang-undang
Dasar 1945 pada tahun 1964 keluarlah Undang-undang Nomor 19 Tahun
1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang
kemudian diganti dan disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 14
Tahun 1970. Pasal 10 Undang-undang Nomor 14 Tahun 190 menentukan
bahwa kekuasaan Kehakiman dilaksanakan oleh 4 (empat) lingkungan
peradilan yaitu : Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara.
Mengenai keberadaan Pengadilan Agama Purbalingga memang
jauh sebelum masa kemerdekan bahkan seiring dengan masuknya agama
Islam di Purbalingga sudah berjalan. Namun baru dapat diketahui
keberadaan tersebut secara struktural mulai tahun 1947, yakni pada masa
Ketua Pengadilan Agama Purbalingga dijabat oleh KH Iskandar dengan
Hakim Anggota terdiri dari : KH Abdul Muin, KH Ahmad Bahori, KH
Sobrowi, KH Taftazani, KH Syahri, KH M. Hisyam Karimullah, KH
Baidlowi dan KH Ahmad Danun.
62
Pada waktu itu masih berkantor di rumah pribadi KH Iskandar
Jalan Mayjen Panjaitan Nomor 65 Purbalingga dan pada tahun 1979 baru
pindah di gedung Jalan Mayjen Panjaitan Nomor 117 Purbalingga.
Semenjak itu secara pereodik Pengadilan Agama Purbalingga dipimpin
oleh Ketuasecara berturut-turut : KH Iskandar (1947 - 1960); KH Siradj
Chazin (1960 - 1970); Drs. Solihin (1970 - 1981); Drs. Amir Hasan Asy -
Plt. 4 th. (1981 - 1987); Drs. H. Agus Salim, S.H (1987 - 1992); Drs. H.
Muhaimin MS., S.H. (1992 - 2003); Drs. H. Nawawi Kholil, S.H. (2003 -
2005); Dra. Hj. Siti Muniroh, S.H. – Plt. (2005 - 2007); Drs. H. Syadzali
Musthofa, S.H. (2007 - 2010); Drs. H. Noor Kholil, MH. (2010 - 2012)
dan H. Hasanuddin, SH., MH. (2012 - Sekarang).
Sedangkan untuk jabatan Wakil Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga baru dapat diketahui sejak KH A. Miftah Idris. Semenjak itu
secara pereodik Wakil Ketua dijabat secara berturut-turut : KH. A. Miftah
Idris (1984 – 2000); Dra. Hj. Siti Muniroh, S.H. (2000 - 2007); Drs. H.
Sudarmadi, S.H (2007 - 2010); Drs, Abd. Rozaq, MH. (2010 - 2013) dan
Drs. H. Mahmud Hd. MH. (2013 - sekarang) (www.pa-purbalingga.go.id.,
diakses pada 22 agustus 2016).
5. Masa Berlaku Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
Pada tanggal 2 Januari 1974 telah disahkan dan diundangkan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Setelah
Undang-undang tersebut berlaku secara efektif dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, maka tugas-tugas Pengadilan
63
Agama Purbalingga semakin besar, karena perkara perceraian yang
dijatuhkan oleh suami kepada istri yakni cerai talak yang selama itu tidak
harus dilakukan di muka sidang Pengadilan Agama menjadi harus
dilakukan di muka sidang Pengadilan Agama. Demikian pula perkara-
perkara lain seperti izin poligami, dispensasi kawin, gugat cerai dari istri
terhadap suami.
Perkembangan berikut sehubungan dengan peranan Pengadilan
Agama dalam pereode 1974 itu lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Apabila terjadi sengketa
perwakafan tanah milik maka Pengadilan Agama diberi kewenangan
untuk memeriksa dan mengadili sengketa tersebut (www.pa-
purbalingga.go.id., diakses pada 22 agustus 2016).
6. Masa berlaku Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, sesuai pasal 106 disebutkan bahwa semua Badan
Peradilan Agama yang telah ada dinyatakan sebagai Badan Peradilan
Agama menurut Undang-undang tersebut. Oleh karena itu Pengadilan
Agama pada umumnya dan Pengadilan Agama Purbalingga khususnya
menjadi Pengadilan mandiri dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Hukum Acara dilaksanakan dengan baik dan benar.
a. Tertib dalam melaksanakan administrasi perkara.
b. Putusan dilaksanakan sendiri dan tanpa ada lagi pengukuhan terhadap
putusan yang telah dijatuhkan.
64
Pada masa itu pula lahir Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasan Kehakiman. Dalam Undang-
undang tersebut ditentukan :
a. Badan-badan Peradilan secara organisatoris, administrativ, dan
finansial berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Ini berarti
kekuasaan Depatemen Agama terhadap PeradilanAgama dalam
bidang-bidang tersebut, yang sudah berjalan sejak proklamasi, beralih
ke Mahkamah Agung.
b. Peralihan organisasi dan finansial dari lingkungan-lingkungan :
Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara
ke Mahkamah Agung dan ketentuan pengalihan untuk masing-masing
lingkungan peradilan diatur lebih lanjut dengan Undang-undang sesuai
dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-masing serta
dilaksanakan secara bertahap selambat-lambatnya selama 5 (lima)
tahun. Sedangkan bagi lingkungan Peradilan Agama waktunya tidak
ditentukan.
c. Ketentuan mengenai tata cara peralihan secara bertahap tersebut
ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Selama rentang waktu 5 (lima)
tahun itu Mahkamah Agung membentuk Tim Kerja, untuk
mempersiapkan segala sesuatunya termasuk perangkat peraturan
perundang-undangan yang akan mengatur lebih lanjut tentang
peralihan organisasi, administrasi dan finansial Badan Peradilan ke
65
Mahkamah Agung (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22
agustus 2016).
7. Masa Berlaku Undang-undang Nomr 4 Tahun 2004.
Setelah selama rentang waktu 5 (lima) tahun, Mahkamah Agung
membentuk tim kerja untuk mempersiapkan segala sesuatunya termasuk
perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur lebih lanjut
tentang peralihan badan peradilan ke Mahkamah Agung maka Pengadilan
Agama saat itu sedang proses memerankan eksistensi yang lebih mapan
menuju keberadaan dalam satu atap di bawah Mahkamah Agung.
Begitu disahkan dan diundangkannya Undang-undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, secara tegas sesuai pasal 2
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
penyelenggaraan kekuasan kehakiman dimaksud dalam pasal 1 Undang-
undang tersebut dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Pada tahun 2004 itu pelaksanaan pengalihan organisasi,
administrasi dan finansial badan-badan peradilan ke Mahkamah Agung
dilakukan. Sebagaimana disebutkan pada pasal 2 ayat (2) Keputusan
Presiden Nomor 21 Tahun 2004 maka terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004
Pengadilan Agama dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah
Agung (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 agustus 2016).
66
8. Masa Berlaku Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009.
Pada tanggal 29 Oktober 2009 telah disahkan Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dengan
disahkannya Undang-undang ini maka Undang-undang Nomor 4 Tahun
2004 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi kecuali semua ketentuan
yang merupakan pelaksanaan yang berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini. Padadasarnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang kekuasaan Kehakiman sudah sesuai denganperubahan Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, namun Undang-
undang tersebut belum mengatur secara komprehensif tentang
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, yang merupakan kekuasaan yang
merdeka yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Badan Peradilan
yang berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, limgkungan
Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan peradilan Tata
Usaha Negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Selain pengaturan secara komprehensif, Undang-Undang ini juga
untuk memenuhi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU/2006,
yang salah satu amarnya telah membatalkan Pasal 34 Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut juga telah membatalkan ketentuan yang terkait dengan
67
pengawasan hakim dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang
Komisi Yudisial.
Sehubungan dengan hal tersebut, sebagai upaya untuk
memperkuat penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dan mewujudkan
sistem peradilan terpadu ( integrated justice system), maka Undang-
undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai
dasar penyelenggaraan kekuasaan kehakiman perlu diganti.
Hal - hal penting dalam Undang-Undang ini antara lain sebagai
berikut:
a. Mereformasi sistematika Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman terkait dengan pengaturan secara
komprehensif dalam Undang-Undang ini, misalnya adanya bab
tersendiri mengenai asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.
b. Pengaturan umum mengenai pengawasan hakim dan hakim konstitusi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.
c. Pengaturan umum mengenai pengangkatan dan pemberhentian hakim
dan hakim konstitusi.
d. Pengaturan mengenai pengadilan khusus yang mempunyai
kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara
tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkunganbadan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung.
68
e. Pengaturan mengenai hakim ad hoc yang bersifat sementara dan
memiliki keahlian serta pengalaman di bidang tertentu untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara.
f. Pengaturan umum mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa di luar pengadilan.
g. Pengaturan umum mengenai bantuan hukum bagi pencari keadilan
yang tidak mampu dan pengaturan mengenai pos bantuan hukum pada
setiap pengadilan.
h. Pengaturan umum mengenai jaminan keamanan dan kesejahteraan
hakim dan hakim konstitusi (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada
22 agustus 2016).
9. Masa Berlaku Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.
Pada tanggal 20 Maret 2006 telah disahkan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dengan telah disahkannya Undang-
undang tersebut terjadilah perubahan-perubahan mendasar yakni
memperkuat dan memperluas kewenangan Peradilan Agama, antara lain :
a. Pembinaan tehnis peradilan, organisasi dan finansial Pengadilan
Agama dilakukan oleh Mahkamah Agung.
b. Apabila terjadi sengketa hak milik yang subyeknya antara orang-orang
yang beragama Islam, obyek tersebut diputus oleh Pengadilan Agama
bersama-sama perkara yang sedang diperiksanya.
69
c. Ketentuan adanya pilihan hukum bagi para pihak berperkara yang
selama ini masih berlaku, dinyatakan dihapus.
d. Pengadilan Agama berwenang untuk menetapkan tentang
pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam.
e. Sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat
khususnya masyarakat muslim, Pengadilan Agama selain berwenang
menangani perkara-perkara dalam bidang Perkawinan, Waris, Wasiat,
Hibah, Wakaf, Zakat, Infak, Shadaqah juga berwenang menangani
perkara dalam bidang Ekonomi Syariah yang meliputi antara lain
tentang sengketa dalam : Perbankan Syari‟ah, Lembaga Keuangan
Mikro Syari‟ah, Asuransi Syari‟ah, Reasuransi Syari‟ah, Reksa Dana
Syari‟ah, Obligasi Syari‟ah, Surat Berjangka Menengah Syari‟ah,
Sekuritas Syari‟ah, Pembiayaan Syari‟ah, Pegadaian Syari‟ah, Dana
Pensiun Lembaga Keuangan Syari‟ah, Bisnis Syari‟ah.
f. Pengertian antara orang-orang yang beragama Islam pasal 49 Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 diperluas termasuk orang atau badan
hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan suka rela
kepada Hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan
Pengadilan Agama.
Setelah Pengadilan Agama diberikan kewenangan mengadili
sengketa ekonomi syari‟ah berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006, sampai tahun 2008 Pengadilan Agama Purbalingga telah
mengadili dan menyelesaikan perkara sengketa perbankan. Dari 4 (empat)
70
perkara sengketa perbankan yang didaftarkan di Pengadilan Agama
Purbalingga telah dapat diselesaikan secara damai 1 ( satu ) perkara, 2 (
dua ) perkara dicabut dan 1 (satu) perkara sudah diputus dan telah
mempunyai kekuatan hukum tetap bahkan telah diselesaikan sampai
tingkat eksekusi yakni dengan pelaksanan lelang terhadap obyek sengketa
melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Purwokerto
(www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 agustus 2016).
10. Masa Berlaku Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama dilatarbelakangi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
:005/PUU.IV/2006,dimana dalam putusan tersebut menyatakan bahwa
Pasal 34 ayat 3 Undang-undangNomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman dan ketentuan-ketentuan pasal-pasal yang menyangkut
mengenai pengawasan hakim dalam Undang-undang Nomor :L22 Tahun
2004 tentang Komisi Yudisial bertentangan dengan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 1945 dan karenanya tiudak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Perubahan kedua Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989,
tentang Poeradilan Agama telah meletakkan dasar kebijakan bahwa segala
urusan mengenai PeradilanAgama, pengawasan tertinggi baik menyangkut
teknis yudisial maupun non yudisial, yaitu urusan organisasi,administrasi
dan funansial berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung,sedangkan
untuk menjaga dan menegakkan kehoirmatan, keluhuran martabat, serta
71
perilaku hakim, pengawasan eksternal dilakukan oleh Lomisi Yudisial.
Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama dimaksudkan untukmemperkuat prinsip dasar dalam
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, yaitu agar prinsip kemandirian
peradilan dan prinsip kebebasan hakim dapat berjalan paralel dengan
prinsip integritas dan akuntabilitas hakim.
Perubahan penting lainnya atas Undang-undang Nomor 7 tahun
1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama antara lain sebagai
berikut :
a. Penguatan pengawasan hakim, baik pengawasan internal oleh
Mahkamah Agung maupun pengawasan eksternal atas perilaku hakim
yang dilakukan oleh Komosi Yudisial dalam menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabatserta perilaku hakim.
b. Memperketat persyaratan pengangkatan hakim. Baik hakim pada
pengadilan agama maupun hakimpada pengadilan tinggi agama,antara
lain melalui proses seleksi hakim yang dilakukan secara secara
transparan, akuntabel, dan partisipatif serta harus melalui proses atau
lulus pendidikan hakim.
c. Pengaturan mengenai pengadilan khusus dan hakim ad hoc.
d. Pengaturan mekanisme dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian
hakim.
e. Keamanan dan kesejahteraan hakim.
72
f. Transparansi putusan dan limitasi pemberian salinan putusan.
g. Transparansi biaya perkara serta pemeriksaan pengelolaan dan
pertanggungjawaban biaya perkara.
h. Bantuan hukum, dan
i. Majelis Lehormatan Hakim dan kewajiban hakim untuk menaati Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Perubahan secara umum atas Undang-undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama padadasarnya
untukmewujudkan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka
dan peradilan yang bersih serta berwibawa,yang dilakukan
melaluipenataan sistem peradilan yang terpadu (integratedjustice system),
terlebih peradilan agama secara konstitusional merupakan badan peradilan
di bawah Mahkamah Agung (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22
agustus 2016).
73
B. Visi dan Misi
VISI :
“ Terwujudnya Pengadilan Agama Purbalingga Yang Agung Dan
Profesional”
Visi Pengadilan Agama Purbalingga tersebut merupakan kondisi atau
gambaran keadaan masa depan yang ingin diwujudkan dan diharapkan dapat
memotivasi seluruh fungsionaris Pengadilan Agama Purbalingga dalam
melakukan aktivitasnya.
Pernyataan visi Pengadilan Agama Purbalingga mengandung
beberapa pengertian sebagai berikut :Peradilan Agama Purbalingga
mengandung arti secarakelembagaandan secara organisasional.
Pengertian secara kelembagaan: Pengadilan Agama Purbalingga
adalah merupakan Pengadilan Tingkat Pertama yang berkedudukan di ibukota
Kabupaten Purbalingga yang daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten
Purbalingga.
Pengertian secara organisasional: Pengadilan Agama Purbalingga
adalah Pengadilan Agama Purbalingga yang susunannya terdiri dari unsur
Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim, Panitera/Sekretaris, Seluruh
pejabat Kepaniteraan dan Kesekretariatan, Jurusita serta seluruh staf (pejabat
struktural/Fungsional/Non Struktural), sekaligus kinerja masing-masing
fungsionaris tersebut.
Agung maksudnya berwibawamengandung arti, kekuasaannya diakui
dan ditaati serta ada pembawaan untuk dapat menguasai dan mempengaruhi,
74
dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung
kepemimpinan dan penuh daya tarik.
Profesional artinya dalam melakukan tugas dan fungsi untuk
menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara, senantiasa
dilakukan dengan penuh tanggungjawab, jujur, tidak memihak, berdasarkan
hukum dan keadilan, dengan cara cermat, efektif dan efisien (sederhana),
cepat dan biaya ringan serta mampu memenuhi harapan pencari keadilan,
dengan didukung pengawasan yang efektif terhadap perilaku, administrasi dan
jalannya peradilan.
MISI:
1. Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari campur
tangan pihak lain,
2. Meningkatkan profesionalisme aparatur Pengadilan Agama Purbalingga
dalam memberikan pelayanan hukum dan keadilan.
3. Mewujudkan manajemen Pengadilan Agama Purbalingga yang modern,
kredibel dan transparan.
4. Meningkatkan kualitas sistem administrasi perkara berbasis Teknologi
Informasi Terpadu (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 agustus
2016).
75
C. Tugas dan Fungsi
Pengadilan Agama Purbalingga melaksanakan tugasnya sesuai dengan
ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tertentu
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: Perkawinan, Waris,
Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, Ekonomi syari'ah.
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal -hal yang diatur
dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang
berlaku yang dilakukan menurut syari'ah, antara lain:
1. Izin beristri lebih dari seorang;
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orangyangbelum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis
lurus ada perbedaan pendapat;
3. Dispensasi kawin;
4. Pencegahan perkawinan;
5. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah;
6. Pembatalan perkawinan;
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8. Perceraian karena talak;
9. Gugatan perceraian;
10. Penyelesaian harta bersama;
76
11. Penguasaan anak-anak;
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana
bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada
bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16. Pencabutan kekuasaan wali;
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan
seorang walldicabut;
18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cult-up
umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang
ada di bawah kekuasaannya;
20. Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum islam;
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan
perkawinan campuran;
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum undang-
undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan dijalankan
menurut peraturan yang lain.
Yang dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi
ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian
77
masing- masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalap
tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang
penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-
masing ahli waris.
Yang dimaksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang
memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan
hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
Yang dimaksud dengan "hibah" adalah pembe gan suatu benda
secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum
kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.
Yang dimaksud dengan "wakaf' adalah perbuatan seseorang atau
sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harts benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syari'ah.
Yang dimaksud dengan "zakat" adalah harta yang wajib disisihkan
oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim
sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.
Yang dimaksud dengan "infaq" adalah perbuatan seseorang
memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik
berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia),
78
atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas,
dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.
Yang dimaksud dengan "shadaqah" adalah perbuatar; seseorang
memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara
spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan
mengharap ridho Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala semata.
Yang dimaksud dengan "ekonomi syari'ah" adalah perbuatan atau
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain
meliputi: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah,
Ekonomi syari'ah.
Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama
mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut :
1. Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili
dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan
Agama dalam tingkat pertama (vide : Pasal 49 Undang-undang Nomor 3
Tahun 2006).
2. Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan
petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya,
baik menyangkut teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun
administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan
pembangunan. (vide : Pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor No. 3
Tahun 2006 jo. KMANomor KMA/080/VIII/2006).
79
3. Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas
pelaksanaan tugas dantingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera
Pengganti, dan Jurusita/ Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar
peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya (vide : Pasal
53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006) dan
terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta
pembangunan. (vide: KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).
4. Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangandan nasehat tentang
hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila
diminta. (vide : Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun
2006).
5. Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan
(teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian,
keuangan,dan umum/perlengakapan) (vide : KMA Nomor KMA/080/
VIII/2006).
Dalam Undang undang Nomor 3 tahun 2006 Pengadilan Agama yang
merupakan Pengadilan tingkat Pertama mempunyai susunan Organisasi
Pengadilan Agama yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Hakim,
Panitera/Sekretaris, Wakil Panitera, Wakil Sekretaris,Panitera Muda Gugatan,
Panitera Muda Permohonan, Panitera Muda Hukum, Kasubbag Umum,
Kasubbag Kepegawaian, Kasubbag Keuangan, Panitera Pengganti dan
Jurusita /Jurusita Pengganti (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22
agustus 2016).
80
D. Wilayah Hukum
Wilayah hukum Pengadilan Agama Purbalingga mewilayahi daerah
Kabupaten Purbalingga terdiri dari Letak Geografis: 109° 11' BT - 109° 35'
BT7° 10' LS - 7° 29' LS, Luas Wilayah : 77.764,122 ha / 777,64 Km2, Jumlah
Penduduk: 848.952 Jiwa, Tahun 2010 dan wilayahnya terdiri dari 18
Kecamatan, 224 Desa, 15 Kelurahan dengan batas wilayah sebelah utara :
Kab. Pemalang, sebelah timur: Kab. Banjarnegara. sebelah selatan: Kab.
Banyumas, sebelah barat: Kab. Brebes(www.pa-purbalingga.go.id di akses
pada 22 Agustus 2016).
E. Struktur Organisasi
(www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 agustus 2016)
81
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN WANPRESTASI SENGKETA EKONOMI
SYARIAH NOMOR 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg DI PENGDILAN AGAMA
PURBALINGGA
A. Pokok Perkara Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang Akad
Murabahah Pengadilan Agama Purbalingga
Bagaimaupun pendekatan secara kekeluargaan kepada Tergugat akan
Penggugat telah mengajukan surat gugatan pada tanggal 18 februari 2014 di
Kepaniteraan Pengadilan Agama Purbalingga dengan nomor perkara
0311/Pdt,G/2014/PA.Pbg yang pada pokoknya menerangkan telah melakukan
pejanjian akad jual beli murabahah nomor 51/765-1/10/11. Bahwa pihak
tergugat telah mendapatkan fasilitas Murabahah sebesar Rp 142.400.000,-
oleh pihak tergugat akan digunakan untuk pembelian tanah seluas 360m2
yang
terletak di Desa Patemon Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga.
Adapun piutang murabahah tersebut sebesar Rp. 142.400.000,- dengan
perhitungan harga pokok sebesar Rp 80.000.000,- dengan margin keuntungan
sebesar Rp. 62.400.000,- jangka waktu (masa) piutang tersebut berlangsung
selama 60 bulan, terhitung sejak tanggal penandatanganan akad yaitu tanggal
21 oktober 2011 sampai dengan 21 oktober 2016. Namun seirimg berjalanya
waktu ternuata pihak tergugat melakukan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi
kemudian dari pihak penggugat telah melayangkan bebrapa kali surat
peringatan danmemberikan kesempatan kepada pihak tergugat, namun sampai
82
gugatan ini diajukan pihak tergugat tidak dapat menyelesaikan kewajibanya
kepada pihak penggugat.
Berdasarkan akad pasal 2 Murabahah pihak tergugat tidak
mengembalikan piutang sesuai dengan jadwal yang telah di tentukan. Atas
kelalaian dan pelanggaran pihak tergugat tersebut, maka pihak penggugat
berhak untuk menuntut dan menagih pembayaran atas seluruh jumlah piutang
harga pokok dan margin/keuntungan Bank kepada pihak Tergugat secara
seketika dan sekaligus.
Akibat perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi tersebut pihak
penggugat sesuai dengan Akad Pembiayaan Murabahah Nomor 51/765-
1/10/11 yang perinciannya pertanggal 31 Januari 2014 sebagai berikut:
Sisa Kewajiban : Rp. 127.821.468.-
Biaya Denda Keterlambatan : Rp. 425.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 210.000.-
Biaya Kuasa Hukum (Akad Pasal 6) : Rp. 10.000.000.- +
Total Kewajiban Tergugat sebesar :Rp. 138.456.468.-
Untuk menjamin gugatannya, pihak penggugat mohon kepada Ketua
Pengadilan Agama purbalingga berkenan kiranya meletakkan Sita Jaminan
(conservatoir beslaag) atas barang tetap milik Tergugat yang diletakan oleh
Pengadilan Agama Purbalingga yaitu berupa Tanah pekarangan Hak Milik
Nomor: 00496, Luas 360 M2, terletak di Desa Patemon Kecamatan
Bojongsari, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah, sebagaimana
diuraikan dalam Surat Ukur No. 0003/2009, tertanggal 14 Oktober 2009,
83
Sertifikat tertanggal 21 Oktober 2009, tertulis atas nama KUSWORO, dengan
batas-batas :
- Sebelah Utara : TANAH MILIK SUJADI
- Sebelah Timur : JALAN DESA
- Sebelah Selatan : JALAN DESA
- Sebelah Barat : TANAH MILIK RETNO N
Penggugat telah melakukan berbagai upaya penagihan, Peringatan
tetapi Tergugat tetap tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban-
kewajibannya, oleh karenanya sangatlah beralasan Penggugat mengajukan
Gugatan Sengketa Ekonomi Syariah kepada Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 huruf (i) UU No.3 Tahun
2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama jo. Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah.
84
B. Pertimbangan Hakim pengadilan Agama peurbalingga dalam memutus
perkara nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg
Dalam memutus perkara sengketa ekonomi syariah nomor
0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg Hakim Pengadilan Agama purbalingga memiliki
beberapa pertimbangan dalam memtus perkara antara lain sebagai berikut:
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana diuraikan dalam duduk perkaranya;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Akad Pembiayaan
Murabahahyang ditandatangani Penggugat dan Tergugat bahwa alamat
Tergugat merupakan alamat tetap, yakni di wilayah hukum Penggadilan
Agama Purbalingga dan juga sesuai bukti P.1 H. Aman Waliyudin, SE., MSI.,
dalam kedudukannya selaku Direktur Utama Perseroan berdomisili di wilayah
hukum Pengadilan Agama Purbalingga, oleh karena itu perkara ini menjadi
wewenang relatif Pengadilan Agama Purbalingga;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 pasal 12 tentang
Penyelesaian Perselisihan, para pihak sepakat bahwa penyelesaian perselisihan
para pihak melalui Pengadilan Agama Purbalingga, sehingga oleh karenanya
sesuai dengan pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan
kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, perkara ini menjadi
wewenang absolut Pengadilan Agama Purbalingga;
Menimbang, bahwa oleh karena ternyata Tergugat meskipun telah
dipanggil dengan patut tidak datang menghadap, dan tidak ternyata, bahwa
85
tidak datangnya itu disebabkan oleh sesuatu halangan yang sah, Tergugat
harus dinyatakan tidak hadir, maka perkara ini diperiksa dan diadili tanpa
hadirnya Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.4, yang berupa Akta
Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perseroan
Terbatas Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah Buana Mitra Perwira Nomor 05
tanggal 14 Juli 2011, telah menetapkan dan mengangkat H. Aman Waliyudin,
SE., MSI., sebagai Direktur Utama Perseroan;
Menimbang, bahwa Pasal 1 huruf 4 Undang Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Direksi adalah organ
perseroan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroaan baik di dalam
maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas H.
Aman Waliyudin, SE., MSI., Selaku Direktur Utama Bank Pembiayaan
Rakyat Syari‟ah Buana Mitra Perwira mempunyai kedudukan hukum (legal
standing) untuk mengajukan gugatan dalam perkara ini ;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Pasal 3 diperjanjikan
adanya jaminan yang berupa sebidang tanah dengan sertifikat Hak Milik
Nomor 00496/Purbalingga, bukti mana diperkuat oleh bukti P.6 yang berupa
Sertifikat Hak Milik dan P.7 yang berupa Sertifikat Hak Tanggungan;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut serta keterangan
Penggugat di persidangan, ternyata barang yang dimohonkan untuk
86
dilaksanakan sita jaminan ( Conservatoir Beslaag ), telah dijadikan sebagai
hak tanggungan yang pemegangnya adalah PT. Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) Buana Mitra Perwira dan untuk permohonan sita jaminan
tersebut Penggugat tidak menyertainya dengan bukti permulaan sehingga tidak
ada alasan dan tanda-tanda atau kekawatiran barang tersebut akan dialihkan
oleh Tergugat ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis
Hakim telah memberikan Penetapan Nomor 311/Pdt.G/2014/PA. Pbg tanggal
8 Mei 2014, bahwa permohonan Penggugat dalam hal sita jaminan ditolak ;
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok gugatan Penggugat adalah
bahwa Tergugat telah cidera janji/ingkar janji/wanprestasi yang akibatnya
Penggugat merasa dirugikan secara materiil yaitu sesuai dengan Akad
Pembiayaan Murabahah Nomor51/765-1/10/11yang perinciannya pertanggal
31 Januari 2014 sebagai berikut:
Sisa Kewajiban : Rp. 127.821.468.-
Biaya Denda Keterlambatan : Rp. 425.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 210.000.-
Biaya Kuasa Hukum (Akad Pasal 6) : Rp. 10.000.000.-
Total Kewajiban Tergugat sebesar :Rp. 138.456.468.-
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan
terlebih dahulu hal-hal yang berkaitan dengan akad, sesuai pasal 20 angka 1
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah bahwa akad adalah kesepakatan dalam
87
suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak
melakukan perbuatan hukum tertentu;
Menimbang, bahwa pasal 20 angka 6 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari‟ah menyebutkan bahwa Murabahah adalah pembiayaan saling
menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang
membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga
pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan
keuntungan atau laba bagi shahib almal dan pengembaliannya dilakukan
secara tunai atau angsuran;
Menimbang, bahwa sesuai pasal 22 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari‟ah bahwa rukun akad terdiri dari Pihak-pihak yang berakad, Obyek
akad, Tujuan pokok akad, dan Kesepakatan;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 yang berupa Akad Jual Beli
Murabahah No. 51/765-1/10/11, ternyatalah bahwa akad tersebut telah dibuat
dan diwaarmerking oleh Sri Wahyono SH., MH., M.Kn. Notaris di
Purbalingga serta ditandatangani oleh para pihak antara PT. Bank Pembiayaan
Rakyat Syari‟ah Buana Mitra Perwira yang diwakili oleh Aman Waliyudin,
SE., MSI. selaku direktur utama dengan Kusworo dengan obyek, tujuan dan
isi kesepakatan sebagaimana tertuang dalam akad tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut telah terbukti
bahwa PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah (BPRS) Buana Mitra Perwira
telah mengadakan akad Murabahah untuk keperluan pembelian tanah seluas
360 M2 yang terletak di Desa Patemon Kecamatan Bojongsari Kabupaten
88
Purbalingga dengan kesepakatan-kesepakatan dalam akadnya, oleh karena itu
akad dimaksud telah memenuhi syarat dan rukun akad, sehingga akad
Murabahah Nomor 51/765-1/10/11 yang dibuat Penggugat dengan Tergugat
harus tersebut dinyatakan sah;
Menimbang, bahwa sesuai dengan akad yang dibuat oleh Penggugat
dan Tergugat bahwa jangka waktu pembiyaan yang diberikan Penggugat
kepada Tergugat selama 60 (enam puluh) bulan yaitu sejak ditandatanganinya
akad tersebut, yakni tanggal 21 Oktober 2011 sampai dengan 21 Oktober
2016, dengan cara mengangsur setiap bulan sesuai dengan jadwal angsuran
yang telah ditetapkan, namun ternyata Tergugat telah tidak menjalankan
kewajibannya sesuai dengan isi akad dan untuk hal tersebut Penggugat telah
menyampaikan beberapa kali somasi (bukti P.8, P.9 dan P.10), namun sampai
gugatan ini didaftarkan ke Pengadilan Tergugat belum memenuhi
kewajibannya tersebut;
Menimbang, bahwa sesuai pasal pasal 44 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari‟ah bahwa semua akad yang dibentuk secara sah berlaku nash syari‟ah
bagi mereka yang mengadakan akad, demikian juga pasal 46 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari‟ah menyebutkan bahwa suatu akad hanya berlaku
antara pihak-pihak yang mengadakan akad;
Menimbang, bahwa sesuai pasal 21 huruf (b) Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari‟ah bahwa akad dilakukan berdasarkan asas amanah/menepati
janji, setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan
89
kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama
terhindar dari cidera-janji;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim juga mendasarkan kepada firman
Allah dalam surat Al Maidah ayat 1 yang berbunyi :
…
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[388].
Dan hadits riwayat Abu Daud, Ahmad, Tirmidzi dan Daruqutni yang
berbunyi :
المسلمىن على شروطهمOrang-orang Islam terikat pada akad perjanjian yang mereka buat;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka harus
dinyatakanterbukti Tergugat telah tidak melaksanakan isi perjanjian untuk
mengembalikan piutang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (Akad
Pasal 2), sehingga harus dinyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan
cidera janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap akad Murabahah Nomor 51/765-
1/10/11 tersebut;
Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat dinyatakan telah melakukan
perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap akad Murabahah
Nomor 51/765-1/10/11 tersebut, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 7 akad
tersebut Penggugat berhak untuk menuntut dan menagih pembayaran atas
seluruh jumlah piutang harga pokok dan margin/keuntungan Bank kepada
Tergugat;
90
Menimbang, bahwa berdasarkan rincian yang dikemukakan Penggugat
ternyata bahwa kerugian yang dialami pihak Penggugat per 31 Januari 2014
akibat wanprestasi Tergugat tersebut adalah berupa sisa kewajiban yakni
sebesar Rp. 127.821.468.- (seratus dua puluh tujuh juta delapan ratus dua
puluh satu ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah), maka berdasarkan
pasal 6 Akad Murabahah Nomor 51/765-1/10/11 Tergugat patut dihukum
untuk membayar sisa kewajiban yakni sebesar Rp. 127.821.468.- (seratus dua
puluh tujuh juta delapan ratus dua puluh satu ribu empat ratus enam puluh
delapan rupiah);
Menimbang, bahwa oleh karena Para Tergugat telah tidak
melaksanakan sisa kewajiban yakni sebesar Rp. 127.821.468.- (seratus dua
puluh tujuh juta delapan ratus dua puluh satu ribu empat ratus enam puluh
delapan rupiah), maka Tergugat patut dihukum untuk membayar denda
keterlambatan sesuai dengan peraturan perusahaan (bank) yang ditetapkan
sebesar Rp. 425.000.- (empat ratus dua puluh lima ribu rupiah;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 5 Akad Murabahah Nomor
51/765-1/10/11 yang dibuat antara Penggugat dengan Tergugat telah
disepakati bahwa dalam hal nasabah ingkar janji sehingga bank memerlukan
jasa penasehat hukum dan kunjungan petugas, maka biaya jasa penasehat
hukum tersebut ditanggung oleh nasabah ;
Menimbang, bahwa Penggugat dalam perkara ini telah menggunakan
jasa kuasa hukum, sebesar Rp. 10.000.000.- (sepuluh juta rupiah), (bukti
91
P.11) dan biaya kunjungan sebesar Rp. 210.000.- (dua ratus sepuluh ribu
rupiah);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut
di atas, maka harus dinyatakan terbukti Penggugat telah mengalami kerugian
Material berupa :
Sisa Kewajiban : Rp. 127.821.468.-
Biaya Denda Keterlambatan : Rp. 425.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 210.000.-
Biaya Kuasa Hukum (Akad Pasal 6) : Rp. 10.000.000.-
Total Kewajiban Tergugat sebesar :Rp. 138.456.468.-
Menimbang, bahwa dengan telah terbuktinya Tergugat ingkar
janji/cidera tidak melaksanakan akad Akad Murabahah tersebut, maka
Tergugat dihukum untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp.
138.456.468.- (seratus tiga puluh delapan juta empat ratus lima puluh enam
ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut
di atas, maka berdasarkan pasal 125 HIR gugatan Penggugat dapat dikabulkan
dengan verstek sebagian dan ditolak selebihnya ;
Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat adalah pihak yang kalah,
maka berdasarkan pasal 181 HIR biaya yang timbul dalam perkara ini
dibebankan kepada Tergugat;
92
C. Keputusan hakim pengadilan agama purbalingga nomor
0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg
Majelis Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dimana sebagai ketua
majelis Drs. H. Mahmud HD., MH., Hakim Anggota I Dra. Hj. Muli‟ah Sirry,
Hakim Anggota II Drs. Syamsul Falah, MH dan sebagai Panitera Pengganti
Rosiful, S. Ag. Dimana kasus ini diajukan oleh Pihak Penggugat dalam hal ini
PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ( BPRS ) Buana Mitra Perwira, yang
berkedudukan hukum di Jalan MT Haryono No. 267 Purbalingga, dalam hal
ini diwakili oleh H. Aman Walyudin, SE., MSI. Dalam kedudukannya selaku
direktur utama PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Buana Mitra
Perwira, yang dalam hal ini memberi kuasa kepada H. Sugeng SH., MSI.,
advokat yang beralamat di Jl. DI. Panjaitan No.111, Purbalingga dan Pihak
Tergugat Kusworo, umur 39 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat
kediaman di Jalan Onje RT.001 RW. 006 No. 6 Kelurahan Purbalingga Lor,
Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, yang selanjutnya disebut
sebagai Tergugat. Dengan putusan sebagai berikut:
a. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara sah dan patut untuk
datang menghadap di persidangan, tidak hadir;
b. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek untuk sebagian dan
menolak selebihnya;
c. Menyatakan sah secara hukum Akad Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11
tanggal 21 Oktober 2011 yang dibuat dan ditandatangani oleh Penggugat
dengan Tergugat yang di waarmerking oleh Sri Wachyono, SH, MH, MKn
93
Notaris PPAT di Purbalingga Nomor : 688/w/2011 tertanggal 27 Oktober
2011;
d. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji/ingkar
janji/wanprestasi terhadap Akad Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11
tanggal 21 Oktober 2011, yang merugikan Penggugat yaitu berupa
kerugian materiil sebesar Rp. 138.456.468,- (seratus tiga puluh delapan
juta empat ratus lima puluh enam ribu empat ratus enam puluh delapan
rupiah);
e. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp.
138.456.468,- (seratus tiga puluh delapan juta empat ratus lima puluh
enam ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah)kepada Penggugat;
f. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini yang hingga kini
dihitung sebesar Rp.491.000,- (Empat ratus sembilan puluh satu ribu
rupiah);
94
D. Analisis Terhadap Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Nomor
0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg
Berikut ini penulis akan mencoba menganalisis putusan mengenai
perkara wanprestasi akad murbahah sebagaimana tertuang dalam putusan
pengadilan agama purbalingga nomor perkara 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg
1. Berdasarkan dalam putusan yang dijatuhkan dengan putusan verstek
dimana dalam hal ini pihak tergugat tidak menghadiri persidangan maka,
berdasarkan pasal 125 HIR hakim telah sesuai memutus perkara tersebut
dengan putusan verstek.
2. Pihak tergugat telah melakukan wanprestasi dimana pihak terbukti tidak
memenuhi kewajibannya sebagaimana telah di cantumkan dalam akad
murabahahm berdasarkan pasal 1338 KUH perdata yang berbunyi :
“semua perjanjian yang dibuat secra sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik
kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak. Suatu perjanjian harus
dilakukan dengan itikad baik”.
3. Berdasarkan pasal 1243 KUH Perdata Majelis Hakim memutus agar pihak
tergugat membayar ganti rugi biaya karena telah terbukti imgkar
janji/cidera janji/wanprestasi terhadap akad pejanjian akad Murabahah.
4. Berkenaan dengan sita jaminan (conservatoir beslagh)Berdasarkan Firman
Allah dalam Surat an-Nisa (4): 29
95
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan
membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri
sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
Maka Hakim berkesimpulan/berpendapat bahwa pihak tergugat telah
melakukan wanprestasi dimana tidak memenuhi kewajibannya dalam
perjanjian yang telah disepakatinya dengan pihak penggugat.
Dari hasil pemaparan diatas dapat di simpulkan bahwa yang menjadi
pertimbangan Hakim dalam putusan nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg sumer
hukum yang digunakan adalah Undang-Undang nomor 7 Tahun 1989
sebgaimana yang telah diubah dengan pasal Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009,
undang-Undang Nomor : 1 Thun 1995 tentang perseroan terbatas, kompilasi
Hukum Ekonomi syariah (KHES) dan HIR.
96
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Dari pemaparaan diatas berkenaan dengan analisis putusan Pengadilan
Agama Purbalingga tentang wanprestasi akad murabahah studi kasus putusan
perkara nomor 0311/Pdt.g/2014/PA.Pbg, sebagai berikut:
1. Pokok perkara wanprestasi akad murabahah nomor
0311/Pdt.G/2014/PA/Pbg adalah Akad Jual Beli Murabahah Nomor:
51/765-1/10/11 dimana tergugat telah mendapat fasilitas piutang
murabahah dari pihak penggugat dengan perhitungan harga pokok dan
margin keuntungan dengan jangka waktu piutang selama 60 bulan
terhitung sejak tanggal penandatangan akad. Pembiayaan tersebut
digunakan tergugat untuk membeli tanah seluas 360 m2 di Desa Patemon
Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga. Dalam perjalananya pihak
tergugat melakukan wanprestasi dan pihak penggugat telah memberikan
surat peringatan dan memberikan kesempatan kepada tergugat namun
tidak di hiraukan/lalai tidak mengembalikan piutang sesuai dengan jadwal
yang telah di tetapkan dalam akad. Akibat perbuatan wanprestasi pihak
penggugat merasa dirugikan secara materiil
2. Sebagai pertimbangan dalam menangani perkara ini hakim merujuk pada
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua
97
dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Pengadilan
Agama, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan
Terbatas (PT), Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari‟ah (KHES).
3. Majelis Hakim memutuskan dengan menyatakan Tergugat yang telah
dipanggil secara sah dan patut untuk datang menghadap di persidangan,
tidak hadir; mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek untuk
sebagian dan menolak selebihnya; Menyatakan sah secara hukum Akad
Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11 tanggal 21 Oktober 2011 yang dibuat
dan ditandatangani oleh Penggugat dengan Tergugat yang di waarmerking
oleh Sri Wachyono, SH, MH, MKn Notaris PPAT di Purbalingga Nomor :
688/w/2011 tertanggal 27 Oktober 2011; Menyatakan Tergugat telah
melakukan perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap Akad
Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11 tanggal 21 Oktober 2011, yang
merugikan Penggugat yaitu berupa kerugian materiil sebesar Rp.
138.456.468,- (seratus tiga puluh delapan juta empat ratus lima puluh
enam ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah); Menghukum Tergugat
untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp. 138.456.468,- (seratus tiga
puluh delapan juta empat ratus lima puluh enam ribu empat ratus enam
puluh delapan rupiah)kepada Penggugat; dan Menghukum Tergugat untuk
membayar biaya perkara ini yang hingga kini dihitung sebesar
Rp.491.000,- (Empat ratus sembilan puluh satu ribu rupiah);
98
4. Dari hasil analisis yang dilakukan mengenai pertimbangan Majelis
Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dalam memutus perkara
nomor 0311/pdt.G/2014/PA/Pbg. yang menjadi sumber dasar hukum
pertimbangannya adalah sebagai berikut: undang-undang nomor 7
tahun 1989 sebagaimana telah di ubah dengan undang-undang tahun
2006 dan perubahan ke 2 dengan undang-undang nomor 50 tahun
2009, undang-undang tahun 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
(PT). Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah KHES. HIR (herzien
inlandsch reglement).
B. Saran-saran
1. Untuk Pengadilan Agama Purbalingga
KedepanyaPengadilan Agama Purbalingga agar lebih
memaksimalkan dalam menangani perkara ekonomi syariah dengan
menambah wawasan keilmuan tentang sengketa ekonomi syariah.
Selain itu untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat
mengenai wewenang pengadilan agama dalam hal ekonomi syariah
sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 3 tahun 2006
tantang Pengadilan Agama melalui sosialisi. Sehingga pengadilan
agama purbalingga menjadi peradilan contoh dan rujukan bagi
peradilan lainya.
99
2. Untuk Pihak Bank
Sebagai upaya mensosialisasikan undang-undang nomer 3
tahun 2006 tentang peradilan agama mengenai wewenang dalam
memutus perkara ekonomi syariah, pihak Bank diharapkan
berpartisipasi dan mengawal dengan menyelesaikan sengketa
perbankan syariah dalam hal ini mengenai sengketa ekonomi syariah
di Pengadilan Agama.
3. Untuk Nasabah dan Mayarakat
Masyarkat dalam meyelesaikan sengekta perbankan syariah di
selesaikan di pengadilan agama. Masyarakat juga diharap mengawasi,
dan ikut mengawal perkara-perkara ekonomi syariah yang terjadi di
sekelilingnya.
100
DAFTAR PUSTAKA
Algra. N E , 1983, Mula Hukum, Jakarta: Binacipta
Ali. Mohammad Daud, 1997, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Arto, Mukti, 2005, Praktek Perkra Perdata Pada Pengadilan Agama,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Attamimi. A.Hamid S, 1990, Peranan Keputusan Presiden Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintah Negara, Disertasi Universitas Indonesia,
Jakarta,
Dewantoro, Nanda Agung. 1987. Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani
Suatu Perkara Pidana. Jakarta: Aksara Persada
Hakim. Atang Abd dan Jain Mubarok. 2000. Metodologi Studi Islam. Bandung:
PT. Remaja Pesdakarya.
Hamzah, Andi. 1996. KUHP dan KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta
Hamzah. Andi. 1986. Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty.
Harahap, M. Yahya, 2006, Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika
Mahkamah Agung-Badilag, 2011, Pedoman Pelaksaan Tugas dan Administrasi
Peradilan Agama: Buku II, Jakarta: MA-RI, Badilag
Manan, Abdul, 2005, Penerapan Hukum Acara Perdata Dilingkungan
Pengadilan Agama. Jakarta: Kencana
Mardani, 2009. Hukum acara perdata peradilan dan mahkamah syariah. Jakarta:
sinar grafika.
101
Mertokusumo, Sudikno, 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:
Liberty
Muhamad, 2013. Manajemen keuangan syariah.yogyakarta.
Muhammad, Abdulkadir, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: Citra
Adtya Bakti.
Pasaribu,chairuman & suhrawati K Lubis. 1996. Hukum Perjanjian dalam Islam.
Jakarta: Sinar Grafika Offset
Pelangi, Tim Laskar. 2013. Metodologi Fiqih Muamalah Diskursus
Purbacaraka. Purnadi dan Soerjono Soekanto, 1979, Perundang- undangan dan
Yurisprudensi, Bandung: Alumni
Ramulyo. M Idris, , 1999 Beberapa Masalah tentang Hukum Acara Perdata
Peradilan Agama, Jakarta: Ind Hill Co,
Rasyid. Roihan A, 2000, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja
Grafindo
Rumokoy. Donald Albert dan Frans Maramis, 2014, Pengantar Ilmu Hukum,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soetantio. Retnowulan, 1997, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek,
Bandung: Mandar Maju
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
http//dandyhernadipahusa.blogspot.com diakses pada tanggal 9 november 2016.
http//responsitori.unand.ac.id.diakses pada tanggal 9 november 2016.
http//responsitory.uin-suka.ac.id diakses pada tanggal 9 november 2016.
1
SALINAN;--------------------------------------------------------------------------------------
PUTUSAN
Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg
BISMILLAHIRRAMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Purbalingga yang memeriksa dan mengadili perkara
tertentu pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam
perkara gugatan pihak-pihak antara ;
PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ( BPRS ) Buana Mitra Perwira, yang
berkedudukan hukum di Jalan MT Haryono No. 267 Purbalingga,
dalam hal ini diwakili oleh H. Aman Walyudin, SE., MSI. Dalam
kedudukannya selaku direktur utama PT. Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) Buana Mitra Perwira, yang dalam hal ini
memberi kuasa kepada H. Sugeng SH., MSI., advokat yang
beralamat di Jl. DI. Panjaitan No.111, Purbalingga, yang
selanjutnya disebut sebagai Penggugat ;
melawan
Kusworo, umur 39 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat kediaman di
Jalan Onje RT.001 RW. 006 No. 6 Kelurahan Purbalingga Lor,
Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, yang selanjutnya
disebut sebagai Tergugat ;
Pengadilan Agama tersebut ;
- Setelah membaca surat-surat perkara;
- Setelah mendengar keterangan Penggugat dan saksi-saksi ;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 18
Februari 2014 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Purbalingga
pada tanggal 18 Februari 2014 Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg, telah mengajukan
alasan-alasan sebagai berikut ;
1. Bahwa berdasarkan Akad Jual Beli Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11,
Tergugat telah mendapat fasilitas piutang Murabahah sebesar Rp. 142.400.000,-
2
(seratus empat puluh dua juta empat ratus ribu rupiah), dengan perhitungan
Harga Pokok/Perolehan sebesar Rp. 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah),
Margin/Keuntungan Bank Rp. 62.400.000,- (enam puluh dua juta empat ratus
ribu rupiah) sehingga Harga Jual sebesar Rp. 142.400.000,- (seratus empat
puluh dua juta empat ratus ribu rupiah) ;
2. Bahwa jangka waktu (masa) piutang tersebut oleh Tergugat berlangsung
selama 60 (enam puluh) bulan, terhitung sejak mulai tanggal penandatanganan
Akad yaitu tanggal 21 Oktober 2011 sampai dengan 21 Oktober 2016 ;
3. Bahwa pembiayaan (piutang) tersebut oleh Tergugat akan digunakan untuk
Pembelian tanah seluas 360 M2 yang terletak di Desa Patemon Kecamatan
Bojongsari Kabupaten Purbalingga ;
4. Bahwa ternyata dalam perjalanannya ternyata Tergugat melakukan cidera janji,
kemudian Penggugat melayangkan beberapa kali Surat Peringatan ;
5. Bahwa Penggugat sebenarnya telah memberikan kesempatan lagi kepada
Tergugat namun sampai gugatan ini diajukan Tergugat tidak dapat
menyelesaikan kewajibannya kepada Penggugat ;
6. Bahwa Tergugat lalai tidak mengembalikan piutang sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan (Akad Pasal 2) ;
7. Bahwa atas kelalaian dan pelanggaran Tergugat tersebut pada posita 6, maka
Penggugat berhak untuk menuntut dan menagih pembayaran atas seluruh
jumlah piutang harga pokok dan margin/keuntungan Bank kepada Tergugat
secara seketika dan sekaligus ;
8. Bahwa berdasarkan apa yang termuat dalam posita 7, maka Tergugat telah
dianggap melakukan perbuatan cidera janji / ingkar janji / wanprestasi yang
sangat merugikan Penggugat ;
9. Bahwa akibat perbuatan cidera janji / ingkar janji / wanprestasi tersebut
Penggugat merasa dirugikan secara materiil yaitu sesuai dengan Akad
Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11 yang perinciannya per 31 Januari 2014
sebagai berikut:
Sisa Kewajiban : Rp. 127.821.468.-
Biaya Denda Keterlambatan : Rp. 425.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 210.000.-
Biaya Kuasa Hukum (Akad Pasal 6) : Rp. 10.000.000.-
3
Total Kewajiban Tergugat sebesar : Rp. 138.456.468.-
10. Bahwa karena Tergugat telah wanprestasi maka Penggugat melayangkan Surat
Peringatan III tertanggal 2 November 2012, dan atas Surat Peringatan tersebut
Tergugat tetap tidak mau melunasi kewajibannya ;
11. Bahwa untuk menjamin gugatannya, Penggugat mohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Purbalingga berkenan kiranya meletakan Sita Jaminan
( conservatoir beslaag ) atas barang-barang milik Tergugat yang dalam hal ini
barang tetap milik Tergugat yang telah diikat Hak Tanggungan Nomor :
03593/2011, yaitu sebagai berikut :
• Tanah pekarangan Hak Milik Nomor: 00496, Luas 360 M2, terletak di Desa
Patemon Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa
Tengah, sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur No. 0003/2009,
tertanggal 14 Oktober 2009, Sertifikat tertanggal 21 Oktober 2009, tertulis
atas nama KUSWORO, dengan batas-batas :
- Sebelah Utara : Tanah Milik SUJADI
- Sebelah Timur : Jalan Desa
- Sebelah Selatan : Jalan Desa
- Sebelah Barat : Tanah Milik Retno N
12. Bahwa Penggugat telah melakukan berbagai upaya penagihan, Peringatan
maupun pendekatan secara kekeluargaan kepada Tergugat akan tetapi Tergugat
tetap tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban-kewajibannya, oleh
karenanya sangatlah beralasan Penggugat mengajukan Gugatan Sengketa
Ekonomi Syariah kepada Ketua Pengadilan Agama Purbalingga hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 49 huruf (i) UU No.3 Tahun 2006 Tentang Amandemen
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Pasal 55
ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Penggugat mohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Purbalingga berkenan kiranya memanggil para pihak, memeriksa
dan mengadili perkara ini selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai berikut :
PRIMAIR :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;
4
2. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan ( conservatoir beslaag ) atas barang
tetap milik Tergugat yang diletakan oleh Pengadilan Agama Purbalingga yaitu
berupa:
• Tanah pekarangan Hak Milik Nomor: 00496, Luas 360 M2, terletak di Desa
Patemon Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa
Tengah, sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur No. 0003/2009,
tertanggal 14 Oktober 2009, Sertifikat tertanggal 21 Oktober 2009, tertulis
atas nama KUSWORO, dengan batas-batas :
- Sebelah Utara : TANAH MILIK SUJADI
- Sebelah Timur : JALAN DESA
- Sebelah Selatan : JALAN DESA
- Sebelah Barat : TANAH MILIK RETNO N
3. Menyatakan sah menurut hukum Akad Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11
tertanggal 21 Oktober 2011 yang dibuat dan ditandatangani oleh Penggugat
dengan Tergugat yang di waarmerking oleh SRI WACHYONO, SH, MH, MKn
Notaris PPAT di Purbalingga Nomor : 688/w/2011 tertanggal 27 Oktober 2011;
4. Menyatakan hukumnya Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji/ingkar
janji/wanprestasi terhadap Akad Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11
tertanggal 21 Oktober 2011, yang sangat merugikan Penggugat, yaitu berupa
kerugian materiil sebesar Rp. 138.456.468,- (seratus tiga puluh delapan juta
empat ratus lima puluh enam ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah) ;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp.
138.456.468,-(seratus tiga puluh delapan juta empat ratus lima puluh enam ribu
empat ratus enam puluh delapan rupiah) kepada Penggugat langsung seketika
setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap ;
6. Menghukum Tergugat untuk membayar semua biaya yang timbul dalam perkara
ini.
Atau apabila Pengadilan Agama Purbalingga berpendapat lain, maka:
SUBSIDAIR :
Dalam peradilan yang baik, mohon putusan yang seadil-adilnya.
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Penggugat
telah datang menghadap dalam persidangan, sedangkan Tergugat tidak datang
menghadap dan tidak menyuruh orang lain untuk menghadap sebagai kuasanya,
5
meskipun berdasarkan relaas panggilan telah dipanggil secara patut, sedang tidak
ternyata bahwa ketidakhadirannya itu disebabkan oleh suatu halangan yang sah;
Menimbang bahwa oleh karena Tergugat tidak datang menghadap di
persidangan, maka tidak dapat dilaksanakan perdamaian, kemudian Majelis Hakim
membacakan surat gugatan Penggugat yang isinya tetap dipertahankan oleh
Penggugat;
Menimbang, bahwa Penggugat di persidangan untuk menguatkan dalil-dalil
gugatannya dengan mengajukan bukti surat-surat berupa:
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk No. 3303010602650001 tanggal 26 Agustus
2012 atas nama H. Aman Waliyudin,SE,MSI, yang aslinya dikeluarkan oleh
Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Purbalingga, yang setelah
dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.1;
2. Fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor C-02375 HT.01.01.TH.2004 tentang Pengesahan Akta
Pendirian Perseroan Terbatas, yang setelah dicocokkan dengan aslinya diberi
tanda P.2;
3. Fotokopi Akta Pernyataan Keputusan rapat Umum Pemegang Saham No 2
tanggal 7 Juni 2009, yang aslinya dibuat dihadapan Agung Diharto SH, notaris
Kabupaten Purbalingga, yang setelah dicocokkan dengan aslinya diberi tanda
P.3;
4. Fotokopi Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang saham Luar Biasa
Perseroan terbatas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Buana Mitra Perwira No
05 tanggal 14 Juli 2011, yang dibuat dihadapan Dyah Saraswati SH, notaris
Kabupaten Purbalingga, yang setelah dicocokkan dengan aslinya diberi tanda
P.4;
5. Fotokopi Akad Pembiayaan Murabahah No. 51/765-1/10/11 antara BPRS
Buana Mitra Perwira dengan Kusworo, yang diwaarmerking oleh Sri Wahyono
SH., MH., M.Kn. Notaris di Purbalingga, yang setelah dicocokkan dengan aslinya
diberi tanda P.5;
6. Fotokopi Sertifikat Tanah Pekarangan Hak Milik Nomor: 00496 luas 360 M2
sesuai surat ukur nomor 0003/2009 tanggal 14 Oktober 2009, sertifikat
tertanggal 21 Oktober 2009 atas nama Kusworo, yang aslinya dikeluarkan oleh
6
Kantor Pertanahan Kabupaten Purbalingga, yang setelah dicocokkan dengan
aslinya diberi tanda P.6;
7. Fotokopi Sertifikat Hak Tanggungan Nomor 03593/2011 yang aslinya
dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Purbalingga, yang setelah
dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.7;
8. Fotokopi tembusan Surat Peringatan ( SP I ) yang dilayangkan oleh PT BPRS
Buana Mitra Perwira kepada Kusworo tanggal 03 Agustus 2012, yang setelah
dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.8;
9. Fotokopi tembusan Surat Peringatan (SP II) yang dilayangkan oleh PT BPRS
Buana Mitra Perwira kepada Kusworo tanggal 06 September 2012, yang setelah
dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.9;
10. Fotokopi tembusan Surat Peringatan (SP III) yang dilayangkan oleh PT BPRS
Buana Mitra Perwira kepada Kusworo tanggal 02 November 2012, yang setelah
dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.10;
11. Fotokopi Kuitansi biaya kuasa hukum yang dikeluarkan oleh Kantor Advokat H.
Sugeng,SH,MSI & Rekan tanggal 31 Januari 2014, yang setelah dicocokkan
dengan aslinya diberi tanda P.11;
12. Fotokopi Perincian Kewajiban Pembiayaan atas nama Kusworo tanggal 31
Januari 2014, yang setelah dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.12;
Menimbang bahwa selanjutnya Penggugat telah memberikan kesimpulan
yang pada pokok tetap pada gugatannya mohon putusan;
Menimbang, bahwa segala sesuatu yang menyangkut pemeriksaan dalam
persidangan telah dicatat dalam Berita Acara Sidang, maka untuk menyingkat uraian
putusan ini cukup kiranya Majelis Hakim menunjuk Berita Acara Sidang tersebut
sebagai bagian dari putusan ini;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana diuraikan dalam duduk perkaranya;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Akad Pembiayaan Murabahah
yang ditandatangani Penggugat dan Tergugat bahwa alamat Tergugat merupakan
alamat tetap, yakni di wilayah hukum Penggadilan Agama Purbalingga dan juga
sesuai bukti P.1 H. Aman Waliyudin, SE., MSI., dalam kedudukannya selaku Direktur
7
Utama Perseroan berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Agama Purbalingga,
oleh karena itu perkara ini menjadi wewenang relatif Pengadilan Agama
Purbalingga;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 pasal 12 tentang Penyelesaian
Perselisihan, para pihak sepakat bahwa penyelesaian perselisihan para pihak
melalui Pengadilan Agama Purbalingga, sehingga oleh karenanya sesuai dengan
pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-
undang Nomor 50 Tahun 2009, perkara ini menjadi wewenang absolut Pengadilan
Agama Purbalingga;
Menimbang, bahwa oleh karena ternyata Tergugat meskipun telah
dipanggil dengan patut tidak datang menghadap, dan tidak ternyata, bahwa tidak
datangnya itu disebabkan oleh sesuatu halangan yang sah, Tergugat harus
dinyatakan tidak hadir, maka perkara ini diperiksa dan diadili tanpa hadirnya
Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.4, yang berupa Akta Pernyataan
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perseroan Terbatas Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah Buana Mitra Perwira Nomor 05 tanggal 14 Juli 2011,
telah menetapkan dan mengangkat H. Aman Waliyudin, SE., MSI., sebagai Direktur
Utama Perseroan;
Menimbang, bahwa Pasal 1 huruf 4 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Direksi adalah organ perseroan
yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroaan baik di dalam maupun di luar
Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas H. Aman
Waliyudin, SE., MSI., Selaku Direktur Utama Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah
Buana Mitra Perwira mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk
mengajukan gugatan dalam perkara ini ;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Pasal 3 diperjanjikan adanya
jaminan yang berupa sebidang tanah dengan sertifikat Hak Milik Nomor
00496/Purbalingga, bukti mana diperkuat oleh bukti P.6 yang berupa Sertifikat Hak
Milik dan P.7 yang berupa Sertifikat Hak Tanggungan;
8
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut serta keterangan
Penggugat di persidangan, ternyata barang yang dimohonkan untuk dilaksanakan
sita jaminan (Conservatoir Beslaag ), telah dijadikan sebagai hak tanggungan yang
pemegangnya adalah PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Buana Mitra
Perwira dan untuk permohonan sita jaminan tersebut Penggugat tidak
menyertainya dengan bukti permulaan sehingga tidak ada alasan dan tanda-tanda
atau kekawatiran barang tersebut akan dialihkan oleh Tergugat ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis
Hakim telah memberikan Penetapan Nomor 311/Pdt.G/2014/PA. Pbg tanggal 8 Mei
2014, bahwa permohonan Penggugat dalam hal sita jaminan ditolak ;
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok gugatan Penggugat adalah bahwa
Tergugat telah cidera janji/ingkar janji/wanprestasi yang akibatnya Penggugat
merasa dirugikan secara materiil yaitu sesuai dengan Akad Pembiayaan Murabahah
Nomor 51/765-1/10/11 yang perinciannya pertanggal 31 Januari 2014 sebagai
berikut:
Sisa Kewajiban : Rp. 127.821.468.-
Biaya Denda Keterlambatan : Rp. 425.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 210.000.-
Biaya Kuasa Hukum (Akad Pasal 6) : Rp. 10.000.000.-
Total Kewajiban Tergugat sebesar :Rp. 138.456.468.-
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan terlebih
dahulu hal-hal yang berkaitan dengan akad, sesuai pasal 20 angka 1 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari’ah bahwa akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian
antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan
hukum tertentu;
Menimbang, bahwa pasal 20 angka 6 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah
menyebutkan bahwa Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang
dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi
jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat
nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib almal dan
pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsuran;
9
Menimbang, bahwa sesuai pasal 22 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah
bahwa rukun akad terdiri dari Pihak-pihak yang berakad, Obyek akad, Tujuan pokok
akad, dan Kesepakatan;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 yang berupa Akad Jual Beli
Murabahah No. 51/765-1/10/11, ternyatalah bahwa akad tersebut telah dibuat dan
diwaarmerking oleh Sri Wahyono SH., MH., M.Kn. Notaris di Purbalingga serta
ditandatangani oleh para pihak antara PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah Buana
Mitra Perwira yang diwakili oleh Aman Waliyudin, SE., MSI. selaku direktur utama
dengan Kusworo dengan obyek, tujuan dan isi kesepakatan sebagaimana tertuang
dalam akad tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut telah terbukti
bahwa PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) Buana Mitra Perwira telah
mengadakan akad Murabahah untuk keperluan pembelian tanah seluas 360 M2
yang terletak di Desa Patemon Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga
dengan kesepakatan-kesepakatan dalam akadnya, oleh karena itu akad dimaksud
telah memenuhi syarat dan rukun akad, sehingga akad Murabahah Nomor 51/765-
1/10/11 yang dibuat Penggugat dengan Tergugat harus tersebut dinyatakan sah;
Menimbang, bahwa sesuai dengan akad yang dibuat oleh Penggugat dan
Tergugat bahwa jangka waktu pembiyaan yang diberikan Penggugat kepada
Tergugat selama 60 (enam puluh) bulan yaitu sejak ditandatanganinya akad
tersebut, yakni tanggal 21 Oktober 2011 sampai dengan 21 Oktober 2016, dengan
cara mengangsur setiap bulan sesuai dengan jadwal angsuran yang telah ditetapkan,
namun ternyata Tergugat telah tidak menjalankan kewajibannya sesuai dengan isi
akad dan untuk hal tersebut Penggugat telah menyampaikan beberapa kali somasi
(bukti P.8, P.9 dan P.10), namun sampai gugatan ini didaftarkan ke Pengadilan
Tergugat belum memenuhi kewajibannya tersebut;
Menimbang, bahwa sesuai pasal pasal 44 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah bahwa semua akad yang dibentuk secara sah berlaku nash syari’ah bagi
mereka yang mengadakan akad, demikian juga pasal 46 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah menyebutkan bahwa suatu akad hanya berlaku antara pihak-pihak yang
mengadakan akad;
Menimbang, bahwa sesuai pasal 21 huruf (b) Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah bahwa akad dilakukan berdasarkan asas amanah/menepati janji, setiap
10
akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan yang
ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera-
janji;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim juga mendasarkan kepada firman Allah
dalam surat Al Maidah ayat 1 yang berbunyi :
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”;
Dan hadits riwayat Abu Daud, Ahmad, Tirmidzi dan Daruqutni yang berbunyi :
شروطهم على المسلمون
Artinya; “ orang-orang Islam terikat pada akad perjanjian yang mereka
buat”;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka harus
dinyatakan terbukti Tergugat telah tidak melaksanakan isi perjanjian untuk
mengembalikan piutang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (Akad Pasal 2),
sehingga harus dinyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji/ingkar
janji/wanprestasi terhadap akad Murabahah Nomor 51/765-1/10/11 tersebut;
Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat dinyatakan telah melakukan
perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap akad Murabahah Nomor
51/765-1/10/11 tersebut, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 7 akad tersebut
Penggugat berhak untuk menuntut dan menagih pembayaran atas seluruh jumlah
piutang harga pokok dan margin/keuntungan Bank kepada Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan rincian yang dikemukakan Penggugat
ternyata bahwa kerugian yang dialami pihak Penggugat per 31 Januari 2014 akibat
wanprestasi Tergugat tersebut adalah berupa sisa kewajiban yakni sebesar Rp.
127.821.468.- (seratus dua puluh tujuh juta delapan ratus dua puluh satu ribu
empat ratus enam puluh delapan rupiah), maka berdasarkan pasal 6 Akad
Murabahah Nomor 51/765-1/10/11 Tergugat patut dihukum untuk membayar sisa
kewajiban yakni sebesar Rp. 127.821.468.- (seratus dua puluh tujuh juta delapan
ratus dua puluh satu ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah);
Menimbang, bahwa oleh karena Para Tergugat telah tidak melaksanakan
sisa kewajiban yakni sebesar Rp. 127.821.468.- (seratus dua puluh tujuh juta
11
delapan ratus dua puluh satu ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah), maka
Tergugat patut dihukum untuk membayar denda keterlambatan sesuai dengan
peraturan perusahaan (bank) yang ditetapkan sebesar Rp. 425.000.- (empat ratus
dua puluh lima ribu rupiah;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 5 Akad Murabahah Nomor 51/765-
1/10/11 yang dibuat antara Penggugat dengan Tergugat telah disepakati bahwa
dalam hal nasabah ingkar janji sehingga bank memerlukan jasa penasehat hukum
dan kunjungan petugas, maka biaya jasa penasehat hukum tersebut ditanggung oleh
nasabah ;
Menimbang, bahwa Penggugat dalam perkara ini telah menggunakan jasa
kuasa hukum, sebesar Rp. 10.000.000.- (sepuluh juta rupiah), (bukti P.11) dan
biaya kunjungan sebesar Rp. 210.000.- (dua ratus sepuluh ribu rupiah);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut di
atas, maka harus dinyatakan terbukti Penggugat telah mengalami kerugian Material
berupa :
Sisa Kewajiban : Rp. 127.821.468.-
Biaya Denda Keterlambatan : Rp. 425.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 210.000.-
Biaya Kuasa Hukum (Akad Pasal 6) : Rp. 10.000.000.-
Total Kewajiban Tergugat sebesar :Rp. 138.456.468.-
Menimbang, bahwa dengan telah terbuktinya Tergugat ingkar janji/cidera
tidak melaksanakan akad Akad Murabahah tersebut, maka Tergugat dihukum untuk
membayar kerugian materiil sebesar Rp. 138.456.468.- (seratus tiga puluh delapan
juta empat ratus lima puluh enam ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut di
atas, maka berdasarkan pasal 125 HIR gugatan Penggugat dapat dikabulkan dengan
verstek sebagian dan ditolak selebihnya ;
Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat adalah pihak yang kalah, maka
berdasarkan pasal 181 HIR biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada
Tergugat;
Memperhatikan segala ketentuan Perundang- undangan dan dalil syar'i
yang berkaitan dengan perkara ini;
12
MENGADILI
1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara sah dan patut untuk datang
menghadap di persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek untuk sebagian dan menolak
selebihnya;
3. Menyatakan sah secara hukum Akad Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11
tanggal 21 Oktober 2011 yang dibuat dan ditandatangani oleh Penggugat
dengan Tergugat yang di waarmerking oleh Sri Wachyono, SH, MH, MKn Notaris
PPAT di Purbalingga Nomor : 688/w/2011 tertanggal 27 Oktober 2011;
4. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji/ingkar
janji/wanprestasi terhadap Akad Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11 tanggal
21 Oktober 2011, yang merugikan Penggugat yaitu berupa kerugian materiil
sebesar Rp. 138.456.468,- (seratus tiga puluh delapan juta empat ratus lima
puluh enam ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah);
5. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp.
138.456.468,- (seratus tiga puluh delapan juta empat ratus lima puluh enam
ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah)kepada Penggugat;
6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini yang hingga kini
dihitung sebesar Rp.491.000,- (Empat ratus sembilan puluh satu ribu rupiah);
Demikian putusan ini dijatuhkan di Purbalingga pada hari Kamis, tanggal 5
Juni 2014 M, bertepatan dengan tanggal 7 Sya’ban 1435 H., oleh Kami Drs. H.
Mahmud HD., MH. sebagai Hakim Ketua Majelis, Dra. Hj. Muli’ah Sirry dan
Drs.Syamsul Falah, MH. sebagai Hakim Anggota. Putusan mana diucapkan oleh
Hakim Ketua Majelis tersebut dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga,
dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut dan Rosiful, S. Ag sebagai
panitera Pengganti serta dihadiri pula oleh Penggugat tanpa hadirnya Tergugat ;
13
Hakim Ketua
ttd
Drs. H. Mahmud HD., MH.
Hakim Anggota I Hakim Anggota II
ttd
ttd
Dra. Hj. Muli’ah Sirry Drs. Syamsul Falah, MH
Panitera Pengganti
ttd
Rosiful, S. Ag
Perincian Biaya :
1. Pendaftaran Rp 30.000,-
2. Biaya Proses Rp 50.000,-
3. Panggilan sidang Rp 550.000,-
4. Redaksi Rp 5.000,-
5. Materai Rp. 6.000,-
J u m l a h Rp.641.000,- (enam ratus empat puluh
satu ribu rupiah);
Untuk salinan yang sama bunyinya oleh :
PANITERA PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA
Drs. H. AKHSIN MUNTHOHAR
Putusan ini berkekuatan hukum tetap tanggal 02 Juli 2014
1
1
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id
Nomor : B-773/In.21/D1.2/PP.05.02/08/2016 04 Agustus 2016
Lamp : -
Hal : Permohonan Izin Penelitian
Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Agama Purbalingga
Di – Tempat
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Dengan ini kami menerangkan bahwa mahasiswa Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga berikut:
Nama : Ilyas Hanafi
NIM : 214-12-029
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Dalam rangka penyelesaian studi Program S.1 di IAIN Salatiga, diwajibkan
memenuhi salah satu persyaratan yang berupa pembuatan Skripsi.
Adapun judul yang diambil adalah:
“Analisis Putusan Perkara Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg. Tentang
Akad Murabahah di Pengadilan Agama Purbalingga”
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, MA.
untuk menyelesaikan Skripsi tersebut, kami mohon Bapak memberi izin
kepada mahasiswa tersebut untuk mengadakan penelitian di Pengadilan
Agama Purbalingga, guna memperoleh data atau keterangan dan bahan yang
diperlukan.
Kemudian atas pemberian izin Bapak, kami sampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
1
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI*
Nama : ILYAS HANAFI
Jurusan : HUKUM EKONOMI SYARIAH
Judul : Analisis Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Tentang
Wanprestasi Akad Murabahah Studi Kasus Putusan Perkara
Nomor 0311/Pdt.G/2014/Pa.Pbg
Pembimbing : Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, MA.
No Hari/Tanggal Isi Konsultasi Catatan Pembimbing Paraf
*) Lembar konsultasi ini harus dibawa setiap berkonsultasi dengan pembimbing
Salatiga,
Pembimbing
Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, MA.
NIP. NIP.19530326 197803 1 001
1
DAFTAR SKK
Nama : ILYAS HANAFI Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Nim : 214-12-029 Fakultas : Syariah
No Nama Kegiatan Tanggal Status Nilai
1.
OPAK STAIN Salatiga 2012 dengan
tema “Progresifitas Kaum Muda
Kunci Perubahan Indonesia”
5-7
September
2012
Peserta 3
2.
Orientasi Mahasiswa Syariah
(ORMAS) 2012 dengan tema
“Membangun Pribadi Mahasiswa
Melalui Analisa Sosial Ke-Syari‟ah-
an”
8-9
September
2012
Peserta 3
3.
Orientasi Dasar Keislaman (ODK)
dengan tema “Membangun Karakter
Keislaman Bertaraf Internasional di
Era Globalisasi Bahasa”
10
September
2012
Peserta 2
4.
Seminar Entrepreneurship dan
Perkoperasian 2012 dengan tema
“Ekplore Your Entrepreneurship
Talent”
11
September
2012
Peserta 2
5.
Achievment Motivation Training
“Dengan AMT, Bangun Karakter
Raih Prestasi”
12
September
2012
Peserta 2
6. Library User Education (Pendidikan
Pemakai Perpustakaan)
13
September
2012
Peserta 2
7
Seminar Nasional “Perjuangan
Kaum Perempuan dalam Kesetaraan
Hukum Islam di Indonesia”
30
April 2013 Peserta 6
8
Tafsir Tematik dengan tema “Sihir
dalam perspektif Al-Qur‟an dan
Hukum Negara”
4 Mei 2013 Peserta 2
9
Pelatihan Advokasi Dengan Tema
“Membangun, Peduli Dan Sadar
Sebgai Agen Of Change
23-24
Mei 2014 Peserta 3
10 Sharia Economic Intelectual Moslem Panitia 8
2
Of Stain (Seiman) “Analisa Sosial
Dengan Memaksimalkan Potensi
Nasional Untuk Kesejahteraan
Indonesia
Januari
2017
11 Seminar Nasional “Berkontribusi
Untuk Negeri Melalui Televisi/Tv
5
November
2014
Peserta 6
12 Pendidikan Anggota Dasar “ Pad Al
Hikmah Kampus Kota Salatiga
6-7
Desember
2014
Panitia 3
13 Ngabuburit Dan Dialog Lintas
Agama
28 Juni
2015 Panitia 2
14
Internacional seminar “ ASEAN
economic community 2015 :
prospects and challange for islamic
higher education
28 Februari
2015 Peserta 10
15 Pelatihan yanbu‟a “ bimbingan
muqri‟ pengajar yanbu‟a
15 Oktober
206 Peserta 3
16
Makesta Masa Kesetiaan Anggota
IPNU-IPPNU Kec. Pabelan
Revitailasi Khittah Pelajar NU ,
Ikhtiar Membangun Integritas Dan
Loyalitas Arah Gerak Kader
30 Mei
2010 Peserta 3
17
Seminar Nasional Dengan Tema
“Peran Lembaga Pebankan Syariah
Dengan Adanya Otoritas Jasa
Keuangan (Uu No 21 Tahun 2011
Tentang OJK)”
29
November
2012
Peserta 8
18
Seminar Nasional Sharial Economic
Festival “Indonesia Will Grow And
Shine With Sharia Economic”
4 Juni 2013 Peserta 8
19
Seminar Nasional Politik “Peran
Nyata Mahasiswa Dalam Menyikapi
Perpolitikan Indonesia
1 Juni 2013 Peserta 6
20
Seminar Nasional “Mengawal
Pengendalian BBM Bersubsidi ,
Kebijakan BLSM Yang Tepat
Sasaran Seta Pengendalian Inflasi
Dalam Negeri Sebagai Dampak
Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
8 Juli 2013 Peserta 8
3
21
Peserta Kuliah Kuliah Umum
“Peran Partai Politik Islam Dalam
Pentas Politik Nasional Untuk
Mewujudkan Indonesia Emas
19
September Peserta 2
22
Surat Keterangan “Pelatihan
Pemuda Kamtibmas
„Polres Semarang
26 Februari
2013 Peserta 3
23
Seminar Nasional “ Mencapai
Kesejahteraan Masa Depan Bersama
Asuransi Syariah
16
November Peserta 8
Jumlah Nilai 103
Salatiga, April 2017
Mengetahui,
Dr. Ilyya Muhsin, S.H.I.,M.S.i
NIP. 19790930 200312 1 001
1
CURRICULUM VITAE
NAMA : ILYAS HANAFI
TEMPAT, TGL
LAHIR
:
Banjarnegara, 29 November 1992
ALAMAT : Karangrejo 4/2 Desa Pabelan,
Kecamatan Pabelan, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
NAMA AYAH : ANAS CHARIS
NAMA IBU : ZUBAEDAH
PENDIDIKAN
1. SDN 1 Pabelan (2006)
2. SMPN 1 Pabelan (2009)
3. SMK Muhammadiyah Salatiga (2012)
4. IAIN Fakultas Syariah (2017)
ORGANISASI
1. Ketua REMAS Baitussalam Karangrejo Pabelan (2015-
2017)
2. Humas PAC IPNU/IPPNU Kecamatan Pabelan (2008 s/d
2011)
3. Anggota SLANKERS STONE COMPLEX (2007-2009)
4. Humas SMC (Seni Music Club) IAIN Salatiga (2014-2015)
5. Humas Karang Taruna Desa Pabelan (2014-…….)
MOTTO : Kerjakanlan, Wujudkanlah, Railah Cita-Citamu Dengan Memulainya Bukan Hanya Menjadi Beban Di Dalam Impianmu
Salatiga, Juni 2017 M
Syawal 1438 H
Hormat Saya,
ILYAS HANAFI
Recommended