View
4.662
Download
33
Category
Preview:
Citation preview
Analisis - Pendahuluan
PENDAHULUAN
1.1 Sekilas tentang Teori Himpunan
Arti Himpunan
Kata himpunan dalam matematika merupakan istilah yang tidak didefinisikan.
Himpunan dicirikan oleh sifat objek atau benda (abstrak atau kongkrit) yang ada di
dalamnya yang dinyatakan dengan jelas. Dengan demikian suatu objek dapat ditentukan,
apakah ia berada di dalam himpunan ataukah ia berada di luar himpunan. Setiap objek
yang terletak di dalam himpunan atau mempunyai sifat yang telahditentukan terlebih
dahulu disebut elemen atau unsur atau anggota himpunan tersebut. Himpunan bilangan
bulat, himpunan kendaraan beroda empat, himpunan segitiga sama kaki adalah contoh-
contoh himpunan dengan sifat-sifat keanggotaan yang dapat dinyatakan dengan jelas.
Notasi
Unsur-unsur suatu himpunan biasa dilambangkan dengan menggunakan huruf
kecil, sedangkan himpunan biasanya dilambangkan dengan huruf besar. Simbol atau
lambang menyatakan keanggotaan suatu objek dalam suatu himpunan atau objek itu
merupakan anggota himpunan tersebut, sedangkan simbol atau lambang menyatakan
bahwa suatu objek terletak di luar himpunan atau bukan merupakan anggota atau unsur
himpunan tersebut. Jadi jika tertulis x A, artinya bahwa objek x anggota himpunan A,
dan y B menyatakan bahwa objek y bukan anggota himpunan B.
Menuliskan atau Menyatakan suatu Himpunan
Himpunan dapat dituliskan dalam berbagai cara. Himpunan yang jumlah
anggotanya sedikit atau hingga, biasanya dinyatakan dengan cara tabulasi yaitu unsure-
unsurnya dituliskan dengan cara didaftar satu-satu, diawali dan diakhiri dengan tanda
kurung kurawal seperti A = { a, I, u, e, o} atau B = {1, 4, 9, 16, 25, 36, 49}. Urutan
Analisis - Pendahuluan
dalam penulisan unsur-unsur suatu himpunan tidak diperhatikan. Jadi himpunan S = {b,
d, c, a} dan T = { a, b, c, d} menyatakan dua himpunan yang sama.
Cara yang lebih umum untuk menuliskan suatu himpunan adalah dengan
menyatakan sifat-sifat atau ciri keanggotaan himpunan tersebut. Misalnya C = {x│x
memiliki sifat P} artinya “himpunan C adalah himpunan semua objek x yang memiliki
sifat P. jadi unutk himpunan A dalam contoh di atas dapat dituliskan juga sebagai berikut:
A = { x│x huruf vokal dalam abjad} sedangkan himpunan B pada contoh di atas dapat
dinyatakan oleh B = { x│ x kuadrat bilangan bulat tidak nol, dan x < 50} dan S = T = { x
│x adalah empat huruf pertama dari abjad}
Hubungan antar Himpunan
1.1.1 Definisi
Himpunan A disebut himpunan bagian dari himpunan B jika dan hanya jika
setiap unsur/elemen himpunan A juga merupakan unsur/elemen himpunan B.
Dalam hal ini disebut juga himpunan A termuat di B, atau himpunan B memuat
himpunan A, dan biasa ditulis A B atau B A.
Jadi A B Untuk setiap x A, x B.
A disebut himpunan bagian murni dari B ditulis A B jika dan hanya jika A
merupakan himpunan bagian dari B dan terdapat x B, tetapi x 1.1.2 Deinisi
Himpunan A disebut sama dengan himpunan B, ditulis A = B jika dan hanya jika
A B dan B
1.1.3 Definisi
Dua himpunan A dan B disebut saling lepas (disjoint) jika dan hanya jika tidak
ada unsur himpunan A yang juga merupakan unsure himpunan B atau
sebaliknya.
1.1.4 Definisi
Himpunan A dan B disebut berpotongan (intersect/meet) jika dan hanya jika
terdapat paling sedikit satu unsure di A yang juga merupakan unsur di B atau
sebaliknya.
1.1.5 Definisi
Analisis - Pendahuluan
Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosongdan
dilambangkan oleh
Himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari setiap himpunan, atau
A untuk setiap himpunan A.
1.1.6 Definisi
Suatu himpunan S disebut himpunan semesta (universal set) jika dan hanya jika
himpunan S memuat setiap himpunan yang dibicarakan, atau S untuk
setiap himpunan A.
1.1.7 Definisi
(i) Suatu himpunan disebut himpunan berhingga ( funite) jika dan hanya jika
himpunan tersebut mempunyai banyak unsure berhingga.
(ii) Suatu himpunan disebut himpunan tak berhingga (infinite) jika dan hanya
jika himpunan tersebut mempunyai banyak unsure tak berhingga.
Oprasi-operasi pada Himpunan
1.1.8 Definisi
Gabungan dua himpunan A dan B ditulis A adalah himpunan yang unsure-
unsurnya merupakan unsure himpunan A atau unsure himpunan B.
Jadi A x │x A atau x B}
1.1.9 Definisi
Irisan dua himpunan A dan B ditulis A adalah himpunan yang unsure-
unsurnya merupakan unsure himpunn A dan unsur himpunan B.
Jadi A x │x A dan x B}
1.1.10 Definisi
Misalkan A1, A2, … , An masing-masing himpunan
= {x │x Ai untuk semua i, i = 1, 2, … n}
x │x Ai untuk semua i, i = 1, 2, … n}
Dengan cara yang sama unutk suatu koleksi tak hingga { A} didefinisikan
x │x Ai untuk semua }
A
Analisis - Pendahuluan
x │x Ai untuk semua }
1.1.11 Definisi
Himpunan A - B disebut komplemen B terhadap A, didefinisikan sebagai
himpunan yang unsur-unsurnya adalah himpunan A dan bukan unsure himpunan
B.
Jadi A - B = x │x A dan x B}
A – B sering ditulis juga dengan A\B. Jika A = S. maka A\B = S\B.
S – B atau S\B dapat juga ditulis dengan B` (dibaca komplemen B)
Hubungan-hubungan dan operasi-operasi yang diuraikan di atas dapat
digambarkan dengan menggunakan diagram yang disebut dengan diagram Venn,
seperti dapat dilihat di bawah ini;
B A,B
A B A B
A B
A
1.1.12 Contoh-contoh Soal dan Penyelesaiannya.
1. Misalkan A, B, dan C masing-masing himpunan.
Buktikan bahwa A C) C)
Bukti:
Akan diperlihatkan bahwa x A ( B – C), maka x A – (B C).
Misalkan x A ( B – C) . Berdasarkan definisi 1.1.9 berarti x A dan x
(B - C). x (B – C) menyatakan x B dan x C dan ini
mengakibatkan bahwa x B C.
Jadi x A dan x B C sehingga x A – ( B C )
Analisis - Pendahuluan
Dapat disimpulkan: A ( B - C ) A - ( B C)
2. Buktikan bahwa A B C) = (A B) (A C)
Bukti: Akan diperlihatkan bahwa : (1) A B C) (A B) (A
C)
(2) (A B) (A C) A B
C)
Bukti (1): Misalkan x A B C). Berdasarkan definisi 1.1.9 maka
x A dan x B C …(*). Berdasarkan definisi 1.1.8, x B C
menyatakan x B atau x C sehingga (*) dapat dinyatakan oleh x A
B atau x A C.
Jadi x (A B) A C).
Uraian di atas menghasilkan: A (B (A B) (A C).
Bukti (2): Diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Dari bukti (1) dan (2) disimpulkan A (B (A B) (A C)
3. Tunjukka bahwa : B – Ai = (B – Ai)
Bukti :
Akan ditunjukan : (1) B -
B – Ai)
Bukti (1) Misalkan x B Ai. Menurut definisi 1.1.11, artinya x B dan X A i atau
dengan kata lain x B dan x Ai atau dengan kata lain x B dan x Ai untuk setiap
Menurut definisi 1.1.11, hal ini menyatakan bahwa x B .i = 1, 2, …, n atau
secara singkat dapat ditulis x
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa : B
Bukti (2) diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
1.1.13 Bahan Diskusi
1. Diskusikan, apa arti dari ungkapan-ungkapan dibawah ini :
x A B , x A B , x (A – B)
x dan x
Analisis - Pendahuluan
2. Buktikan bahwa (A – B) C C), dan berika suatu contoh yang
menunjukkan bahwa (A – B) C ≠ C).
3. Buktikan kesamaan himpunana yang diberikan.
a) (A C) – (B D) = (A - B) C – D)
b) B -
1.1.14 Latihan
1. Misalkan S = {a, b, c, d, e, f, g, } : R = { a, b, c, d }; P = { c, d, e, f; } ; dan T
= { a, b, g}.
Tentukan : R`, P`, T`, R – P, P - R, R P, P P T, R` - T, R`
2. Tuliskan himpunan-himpunan berikut dengan cara mendaftarkan ( tabulasi )
unsur-unsurnya:
A = { x │x adalah akar-akar persamaan kuadrat x2 + 5x + 6 = 0}
B = { x │x adalah bilangan prima dan x < 27}
C = { x │x adalah huruf dalam kata “Missisippi}
3. Tentukan semua subset (himpunan bagian) dari tiap himpunan berikut :
S1 = {1}, S2 = {1, 2}, S3 = {1, 2, 3}, S4 = {1, 2, 3, 4}, Sn = {1, 2, …, n}.
4. Gambarlah diagram Venn dari tiap himpunan berikut dan arsirlah daerah
yang diberikan :
a. (A B) C b. (A B) C
c. A B C) d. A B C)
e. (A B) C f. (A C
g. A – (B C) h. A C)
i. (A B) C j. (A B) C
k. A (B C l. A (B C
Latihan 5 – 10 diselesaikan seperti pada soal bahan diskusi nomor 2.
5. (A B) C – D ) C ) – (B D)
6. (A B) A – C ) – (B C)
7. (A B) C (B C)
8. A C ) A B ) C
9. (A B) - (C D) (A C) (B D)
10. (A C) B – D ) B ) – (C D)
Analisis - Pendahuluan
Latihan 11 – 18, buktikan persamaan himpunan yang diberikan.
11. A B C) = B ) – C
12. (A B) C = A C)
13. (A B) - (A C) = A B C)
14. A - (B C) = (A B) A C)
15. A B C) = (A B) A C)
16. B -
17. B -
18. B -
1.2 Relasi dan Fungsi
1.2.1 Definisi (Hasilkali Cartesius)
Misalkan A dan B masing-masing himpunan yang tidak kosong. Hasilkali
Cartesius dari A dan B, ditulis A x B adalah himpunan pasangan reurut (a,b)
dengan a A dan b B.
Dengan menggunakan notasi himpunan, ditulis:
A x B = {(a,b)│a A dan bB}
1.2.2 Contoh :
Jika A = { a, b, c, d} dan B = {1, 2}, maka ;
A x B = {(a, 1), (a, 2), (b, 1), (c, 1), (c, 2), (d, 1), (d, 2) }
Di sini (a, 1) A x B, tetapi (1, a) A x B
Relasi
1.2.3 Definisi
Himpunan bagian tidak kosong dari A x B disebut relasi dari A ke B. jika
(x,y) , ditulis x y artinya “ x berelasi dengan y”.
Suatu relasi dari A ke A adalah himpunan bagian tidak kosong dari A xA, relasi
ini biasa disebut relasi dalam A.
Analisis - Pendahuluan
1.2.4 Contoh
1. Misalkan A = { 1, 2, 3 } dan B = { 1, 2, 3, 4 }. Didefinisikan = { (x, y) x >
y}. Jika suatu relasi dari A ke B, maka dapat pula dituliskan oleh :
= { (2, 1), (3, 1), (3, 2) }
2. Misalkan A = { 1, 2, 3, 4 } dan B = { 1, 2, 3, 4, 5}.
Definisikan {(x, y) │ (5x + 1)/ (2y + 1) adalah suatu bilangan bulat}
Jika suatu relasi dari A ke B, maka
3. Misalkan R menyatakan himpunan semua bilangan real.
Definisikan xy│ 4x2 + 9y2 ≤ 36, x, y R} .Dalam kasus ini
menyatakan suatu relasi dalam R.
Suatu relasi dapat diilustrasika dengan menggunakan diagram. Di bawah ini
ditunjukkan beberapa cara mengilustrasikan / menggambarkan relasi:
Cara I : Jika himpunan-himpunan A dan B mempunyai jumlah unsur sedikit atau
berhingga, maka suatu relasi dari A ke B dapat diilustrasikan seperti gambar 1.2.1
di bawah ini
Cara II : Jika suatu relasi dari A ke B, dengan A dan B masing-masing
menyatakan himpunan bagian dari himpunan bilangan real, maka tiap unsur (x, y)
di dicirikan dengan suatu bidang datar ( gambar 1.2.2). Grafik dari adalah
himpunan semua titik ( x, y) di.
Gambar 1.2.3 adalah sebuah contoh grafik relasi yang merupakan daerah
elips yang berpusat di titik (0,0).
Domain suatu relasi adalah himpunan semua unsur pertama dari pasangan
terurut ( x, y) yang terletak di range suatu relasi adalah himpunan semua unsure
dari pasangan terurut ( x, y) di .
Analisis - Pendahuluan
Secara formal dapat dituliskan ; domain { x │ untuk suatu y, (x, y) } dan
range .
Dalam contoh 1. 2. 4 (No.1), domain = {2,3} dan range = {1,2} ;
dalam contoh 1.2.4 ( No.2), domain = {1,2,4}, dan range = {1,3,5};
sedangkan dalam contoh 1.2.4 (No.3), domain x │-3 ≤ x ≤ 3},dan range
y│-2 ≤ y ≤ 2.
sb-y
sb-x
Gambar 1.2.2. Unsur suatu relasi Gambar .1.2.3. Grafik suatu relasi
Fungsi
1.2.5. Definisi
Suatu relasi dari A ke B disebut fungsi jika dan hanya jika memenuhi kondisi :
(1) Domain ρ = A
(2) Jika (x,y) є p dan (x,y) ρ, maka y = z
Dengan ungkapan lain ; suatu fungís dari A ke B hádala statu relasi dari A ke B
yang memasangkan / mengaitkan setiap unsur di A dengan tepat satu unsur di B.
Huruf – huruf f,g,h,F,G, dan H biasa di pakai untuk menyatakan suatu fungís.
Notasi f : A → B menyatakan bahwa f hádala suatu fungís dari A ke B.
1.2.6. Contoh
1. Diberikan himpunan – himpunan A = ( a1, a2, a3, a4 ) dan B ( b1, b2, b3 ).
Misalkan f = { (a1, b1), (a2, b1), (a3, b1), (a4, b3) }.
Relasi f hádala fungís dari A ke B karena setiap unsur di A berelasi dengan tepat satu
unsur di B ( Gambar 1.2.4 )
a1 •
a2 •
a3 •
a4 •
• b1
• b2
• b3
0
(x,y) ρ
sb-y
x sb-x-3 3
-2
2
Analisis - Pendahuluan
Gambar 1.2.4. Suatu Fungís dari A ke B
2. Dengan himpunan – himpunan yang sama seperti pada contoh 1, relasi p yang
ditunjukkan oleh gambar 1..2..5 di bawah, bukan suatu fungsi dari A ke B karena
unsur a3 di A tidak berelasi / dipasangkan dengan suatu unsur di B sehingga domain ρ
≠ A.
3. Sama halnya dengan contoh 2, relasi φ dari ganbar 1.2.6 bukan fungsi dari A ke B
karena unsur a1 di A berelasi dengan lebih satu unsur di B, (a1, b1) є φ dan (a1, b2) є φ
tetapi b1 ≠ b2
Gambar 1.2.5. ρ Bukan Fungsi Gambar 1.2.6. φ Bukan Fungsi
4. Relasi p = { 9x,y | x2 + y2 = 1 }bukan fungís dari R ke R, sebab pertama setiap unsur
pada interval ( -1, 1 ) R berelasi dengan dua unsur di R dan kedua unsur x R
dengan | x | > 1 tidak berelasi dengan setiap y di R.
5. Misalkan A = { x | x R dan -1 x 1 } bukan fungsi dari R ke R yang dinyatakan
oleh f = { x,y } y = ( 1 - x2 ) adalah suatu funsi dari A ke R ( setiap unsur di R tidak
perlu merupakan unsur di range f ).
a1 •
a2 •
a3 •
a4 •
• b1
• b2
• b3
a1 •
a2 •
a3 •
a4 •
• b1
• b2
• b3
Analisis - Pendahuluan
6. Relasi f = { (x,y) | y = a0 + a1x + … an xn } hádala funsi dari R ke R. Fungís ini disebut
fungís polinem.
Peta Langsung dan Peta Invers
Diberikan fungsi f : A → B, A R, B R
Notasi b = f(a), menyatakan bahwa (a,b) f, b disebut nilai f di a, atau b adalah
peta/ bayangan a oleh f.
1.2.7. Definisi
Misalkan f : A → B, suatu fungsi dan E A, Peta langsung ( direct image ) dari E
olah f adalah himpunan bagian f(E) dari B, dan ditulis f(E) = { F(x) | x E }.
Jadi jika diberikan E A, titik y1 B terletak di f(E) jika dan hanya jika terdapat x1
E sehingga y1 = f(x1) ( lihat gambar 1.2.7).
A f B
Gambar 1.2.7. Peta langsung f (E) dari E oleh f
1.2.8. Definisi
Misalkan f : A → B suatu fungsi dan H B Peta Invers ( invers image ) H oleh f
adalah himpunan bagian f -1 (H) dari A dan ditulis f -1(H) = { x A | f(x) H }.
Jika diberikan H B, titik x2 є A terletak di f -1 (H) jika dan hanya jika y2 = f(x2) є H
( Lihat gambar 1.2.7. dan gambar 1.2.8 )
x1 y1
E
f(E)
Analisis - Pendahuluan
A B
f
Gambar 1.2.7. Peta Invers f -1 (H) dari H oleh f
1.2.9. Contoh
1. Misalkan A = { 1,2,3,4 } dan B = ( 1,2,3 }
Definisikan f : A → B oleh f(1) = 1, f(2) = 1, f(3) = 1, dan f(4) = 3
Jika E = { 1,2 }, maka f(E) = { 1 }, dan jika F = { 3,4 }, maka f (F) = { 1,3 }
Jika G = { 1,2 }, maka f -1 (G) = { 1,2,3 } dan jika H = { 1 } maka
f -1 (H) = { 1,2,3 }.
Jika K = B, maka f -1 (K) = A, dan jika L = { 2 } maka f -1 (L) =
2. Misalkan f : R → R suatu fungsi dengan aturan f(x) = 6x - x2
Jika E = { x | 0 x 1 }, maka f ( E ) = { x | 0 x 5 }
Jika F = { x | 1 x 1 }, maka f ( F ) = { x | 5 x 9 }
Jika G = { x | 0 x 5 }, maka f -1 ( G ) = { x | 0 x 1 } { x | 5 x 6 }
Jika H = { x | 5 x 9 }, maka f -1 ( H ) = { x | 1 x 5 }
3. Misalkan E dan F masing – masing merupakan himpunan bagian dari A, sedangkan G
dan H masing – masing himpunan bagian dari B.
x1 Y2
EH
Analisis - Pendahuluan
Misalkan pula f : A → B adalah suatu fungsi.
Akan ditunjukkan bahwa : (a) f (E F) f (E) f (F)
(b) f -1 (G) f -1 (H) = f -1 (G H)
(c) E f -1 (f (E))
Bukti (a) :
Misalkan y f (E F). Dengan menggunakan definisi peta langsung, ini artinya
terdapat x E F sehingga ( x, y) f.
Dari x E F, maka x E dan y F.
Dari x E dan ( x, y) f mengakibatkan y f ( E ), dari x F dan ( x,y) f
mengakibatkan y f (F), sehingga y f (E) f (F).
Dari uraian di atas disimpulkan : f ( E F ) f (E) f (F)
Bukti (b) :
Harus ditunjukkan : (1) f -1 (G) f -1 (H) f -1 (G H)
(2) f -1 (G H) f -1 (G) f -1 (H)
Untuk (1) :
Misalkan x f -1 (G) f -1 (H). Ini menyatakan bahwa x f -1 (G) atau x f -1 (H).
Berdasarkan definisi peta invers, hal ini artinya terdapat y G sehingga (x,y) f atau
terdapat y H sehingga ( x,y ) f. Ungkapan lain dari ini adalah terdapat y G H
sehingga ( x,y) f, sehingga dengan demikian x f -1 (G H).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan : f -1 (G) f -1 (H) f -1 (G H).
Untuk (2) :
Diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Bukti (c) :
Analisis - Pendahuluan
Misalkan x E. Berdasarkan definisi fungsi, maka terdapat y B sehingga (x,y) f.
Selanjutnya jika x E dan (x,y) f maka y f (E) ( definisi peta langsung )
kemudian jika y f ( E ) dan (x,y) f maka x f -1 ( f (E)). Disimpulkan : E f -1 f -1 ( f (E) ).
Secara umum E = f -1 ( f (E) ). Sebagai contoh. Misalkan A = { 1,2,3,4 } dan B =
{ 1,2,3 }. Definisikan f : A → B oleh : f (1) = 1 , f (2) = 1, f(3) = 1, dan f(4) = 3. jira
E = { 1,2 }, maka f (E ) = { 1 }; sedangkan f -1 ( f (E) ) = f -1 ( { 1 }) = { 1,2,3 } ≠ E
Macam – macam Fungsi
1.2.10. Definisi
Suatu fungsí f : A → B disebut Injektif atau satu – satu jika dan hanya jika untuk
setiap x1, x2 A dan x1 ≠ x2 maka f (x1) ≠ f (x2).
Definisi di atas equivalen dengan pernyataan : suatu fungsí f : A → B injektif jika f
(x1) = f (x2) Maka x1 = x2
1.2.11. Contoh
Misalkan A = { x R | x ≠ 1 } dan f : A → R didefiniksikan oleh : f (x) = x / ( x –
1 ). Akan ditunjukkan bahwa fungís f satu – satu.
Misalkan x1 / ( x1 – 1 ) = x2 / ( x2 – 1 )
x1 / ( x2 – 1 ) = x2 / ( x1 – 1 ), sehingga x1 = x2
Akibatnya, berdasarkan definisi di atas maka fungsi f adalah fungsi satu – satu.
1.2.12. Definisi
Suatu fungsi f : A → B disebut surjektif jika dan hanya jika untuk setiap y B,
terdapat x A sehingga f (x) = y.
1.2.13. Definisi
Suatu fungsi f : A → B disebut bijektif jika dan hanya jika f injektif dan surjektif.
Analisis - Pendahuluan
Fungsi Invers
Jika f suatu fungsi dari A ke B ( himpunan bagian khusus dar A x B ). Maka
himpunan pasangan terurut dalam B x A yang ditentukan dengan mengubah / menukar
urutan pertama dan kedua dari pasangan terurut di f, secara umum bukan merupakan
fungsi. Jika f injektif maka penukaran seperti tersebut di atas merupakan suatu fungsi
yang disebut dengan fungsi invers dan merupakan invers dari f.
1.2.14. Definisi
Misalkan f : A → B suatu fungsi injektif dengan domain A dan range R (f)
di B. Jika g = { (b,a) B x A | (a,b) f }, maka g suatu fungsi injektif dengan domain
D (g) = R (f) dan range R (g) = A. Fungsi g disebut fungsi invers dari f dan
dinyatakan oleh f -1
Hubungan antara f -1 dan f hádala sebagai berikut : x = f -1(y) jika dan hanya jika y
= f(x).
Sebagai contoh, misalkan fungsi f dengan aturan f(x) = x (1 – x ) mendefinisikan untuk x
A = { x | x ≠ 1 } merupakan suatu fungsi injektif. Dalam hal ini range f atau R (f)
masih belum jelas, apakah R atau sebagian dari R ( himpunan bagian murni dari R ). Jika
y = f (x) dan persamaan y = x / ( 1 – x ) ditulis untuk x yang dinyatakan dalam y, akan
diperoleh bentuk x = y / ( 1+ y ). Dan bentuk ini. Barulah diperoleh bahwa range R (f) = {
y | y ≠ -1 } dan fungsi invers dari f mempunyai domain { y | y ≠ -1 } dan persamaannya
adalah f -1(y) = y / ( 1 + y ) atau dapat juga ditulis f -1(x) = x / ( 1 + x ).
Penting untuk digarisbawahi bahwa jika fungsi f adalah injektif, maka fungsi
invers dari f juga injektif ( ? ). Selanjutnya fungsi invers dari f -1 adalah f atau f -1 = f.
( mengapa ? ).
Fungsi Komposisi
Untuk mendapatkan komposisi dari dua fungsi f dan g, diasumsikan bahwa range f
atau R (f) termuat dalam domain g atau D (g ).
Analisis - Pendahuluan
1.2.15. Definisi
Misalkan diberikan fungsi – fungsi f : A → B dan g : C → D Fungsi komposisi g
o f adalah suatu fungsi dari A ke C yang didefinisikan oleh g o f (x) = g ( f (x) ) untuk x
A ( lihat gambar 1.2.9 ).
A B C
F g
g o f
Gambar 1.2.9. Fungsi Komposisi g o f
1.2.16. Contoh
1. Misalkan fungsi f : A → B dan g : C → D ditunjukkan seperti pada gambar
1.2.10. di bawah ini.
● x ● g (f (x))● f(x)g(f(x))
a1 •
a2 •
a3 •
a4 •
• b1
• b2
• b3
• b4
• b5
• c1
• c2
• c3
Analisis - Pendahuluan
Gambar 1.2.10. Contoh sebuah Fungís Komposisi.
g o f(a1) = g(f(a1) = g(b1) = c1
g o f(a2) = g(f(a2)) = g(b3) = c1
g o f(a4) = g(f(a4) = g(b5) = c3
g o f (A) = g(f(A)) = g({ b1, b5, b5 }) = { c1, c2, c3 }
g o f({ a1, a2 }) = g({ b1, b3 } = {c3 }
2. Misalkan f dan g dua fungsi dimana nilai – nilainya untuk x R diberikan oleh f(x) =
2x, g(x) = 3x2 – 1
Karena D(g0 = R dan R(f) R, maka D(g o f) juga R, dan funsi komposisi gof
diberikan oleh: g o f(x) = 3(2x)2 – 1
Disis lain domain fungsi komposisi f og juga R, tetpi dalam kasus ini didapat f o g(x0
= 2(3x2 – 1) = 6x2 – 2. Jadi g o f ≠ f o g
3. Misalkan fungsi f ; A→ B dan g : B→ C. Jika D C, tunjukan bahwa:(g o f)-1 (D) = f-
1 (g-1(D))
Bukti: (1) Akan ditunjukan (g of)-1(D) f-1(g-1(D))
Misalkan x (g o f) -1 (D). Berdasarkan definisi peta invers, maka terdapat z D,
sehingga (x, z) (g o f). Kemudian dari definisi fungsi komposisi maka terdapat y
B, sehingga (x, y) f dan (y, z) g.
Dari z D dan (y, z) g, berdasarkan peta invers maka y g -1 (D).
Dengan cara serupa, dari y g -1(D) dan (x, y) f, maka x f -1(g -1(D)).
Disimpulkan: (g o f)-1 (D) f -1 (g -1 (D))
(2). Akan ditunjukan f -1 (g -1(D)) (g o f)-1 (D).
Sebagai latihan, silahkan pembaca membuktikan sendiri.
1.2.17Teorema
Jika f: A→ B dan g: B→ C masing – masing injektif, maka komposisi
g o f: A→ C juga injektif.
Analisis - Pendahuluan
1.2.18Bahan Diskusi
1. Diberika fungsi f(x) = x2 – 4x + 4 yang didefinisikan pada R, Buatlah grafik f (cara
II) dan tentukan peta langsung dari intrval - interval berikut:
a. [0, 1] b. (0, 3) c. [3, 4)
tentukan peta invers dari:
d. [0, 1] e. (1,2) f. [-1, 0]
2. Misalkan f : S → T adalah suatu fungsi; misalkan A dan B himpunan bagian dari S,
dan D dan E himpunan bagian dari T.
Buktikan: (a) f(A) – f(B) f(A – B), dan berikan suatu contoh yang menunjukan
bahwa f(A) –f(B) f(A – B)
(b) f -1(D) – f -1(E) = f-1(D – E)
3. Berikan bukti lengkap dari teorema 2.1.17.
4. Berikan sutu contoh fungsi f dan g masing – masing dari R ke R sehingga f ≠ g,
tetapi f o g = g o f.
5. Misalkan f dan g masing – masing fungsi sehingga g o f(x) = x, x D(f).
Tunjukan bahwa f injektif dan R(f) D(g) dan R(g) D(f).
Latihan
1. Buatlah tabulasi unsure – unsure dari relasi R di bawah ini yang merupakan relasi
dari A ke B
a. A = {1, 2, 3, 4,}, B = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7}, dan R = {(x, y) y = x2 -3x +3}
b. A = {1, 2, 3}, B = {1, 2, 3, 4, 5}, dan R = {(x, y) 5x + 2y adalah
bilangan prima}
Analisis - Pendahuluan
2. Apakah relasi – relasi dalam soal latihan no 1merupakan fungsi dari A ke B?
Berikan penjelasan secukupnya atas jawaban yang diberikan !
3. Tiap persamaan di bawah ini mendefinisikan suatu relasi pada bilangan real.Yang
mana diantara relasi tersebut yang merupakan suatu fungsi dari sumbu –xke sumbu –
y?
a. y2 + x = 0 c. x + y = 0
b. y + x2 = 0 d. x + y = 0
4. Misalkan S = { 1, 2, 3, 4}, dan f: S → S didefinisika oleh :
f = {(1, 1), (2, 1), (3, 2), (4, 4)}
Gunakan cara I untuk mengilustrasikan f dan tentukan peta langsung dari himpunan –
himpunan berikut:
a. {1, 3} b. {1, 2} c. {1, 2, 3, 4}
Tentukan peta invers dari yang berikut:
d. {1} e. {1, 2, 4} f {3}
Dalam soal no 5 – 10, dimisalkan f :S → T adalah suatu fungsi ; misalkan A dan B
himpunan bagian dari S, dan D dan E himpunan bagian dari T.
Buktikan pernyataan – pernyataan berikut:
5. Jika A B, maka f(A) f(B)
6. Jika D E, maka f -1(D) f -1(E)
7. Buktikan bagian (2) dari contoh 1, 2, 6 soal no 3 (b)
8. f(AB) = f(A) f(B)
9. f -1(D) f -1(E) = f -1(DE)
10. f(f -1(D)) D dan berikan suatu contoh yang menunjukan f (f -1(D)) ≠ D
11. Misalkan A = {1, 2, 3, 4}, B = A, dan C = {1, 2, 3}
Didefinisikan f: A → B, dan g : B → C oleh: f = {(1, 2), (2, 3), (3, 3), (4, 4)} dan g =
{(1, 2), (2, 3), (3, 4), (4, 1)}.
Tabulasi unsur –unsur dari gof : A → C, dan tentukan range gof atau R(g o f).
12. Buktikan bagian (2) dari contoh 1.2.16 no 3.
Analisis - Pendahuluan
13. Misalkan f: R → R, dan g: R → R didefinisikan oleh f(x) = 3x2 + 2x dan g(x)
= x – 1. Tentukan formula untuk g o f dan f o g.
14. Misalkan A bilangan real negativ, B, C, menyatakan bilangan real positif.
Didefinisika f: A → B dan g : B→ C oleh f(x) = 1/(2 – x) dan g(x) = 1/(1 + x).
Tentukan formula untuk g o f dan range dari g o f dan R(g o f)
15. Misalkan f didefinisikan oleh f(x) = x/ √(x2 + 1), x R. Tunjukan bahwa f suatu
pemetaan bijektif dari R ke { y -1 < y < 1}.
16. Tunjukan bahwa f: A → B injektif dan E A,mak f -1(f(E)) = E. Berikan
contoh untuk menunjukan bahwa f -1 (f(E)) ≠ E Jika f tidak injektif.
17. Misalkan f pemetaan injektif,. Tunjukan bahwa (f -1 o f) (x) = x untuk setiap x
D(f) dan f o f -1(y) = y untuk setip y R(f).
18. Misalkan f, g masing – masing fungsi sehingga g o f(x) = x, x D (f) dan f o g
(y) = y, y D(g). Buktikan bahwa g = f -1
1.3 Induksi Matematik
Induksi Matematik adalah salah satu metode pembuktian dalam matematika yang
sangat penting, digunakan untuk menunjukan kebenaran suatu pernyataan yang berkaitan
dengan bilangan asli.
Dalam uraian di bawah ini , akan diperlihatkan prinsip Induksi Matematik dan
beberapa contoh pemakaian untuk menggambarkan proses penbuktianya.
1.3.1 Sifat Terutut Sempurna dari Himpunan Bilangan Asli N
Setiap himpunan bagian tak kosong dari himpunan bilngan asli N mempunyai
unsure terkecil.
Ungkapan dari pernyataan di atas adalah sebagai berikut: Jika S himpunan
bagian dari N dan S ≠ , maka terdapat suatu unsure m S sehingga m k untuk
semua k s.
1.3.2 Prisip Induksi Matematik
Analisis - Pendahuluan
Misalkan S himpunan bagian dari N. Jika S mempunyai sifat:
(1). 1 S:
(2). Jika k S, maka (k + 1) S,
maka S = N
Bukti:
Akan dibuktikan dengan cara tidak langsung.
Andaikan S ≠ N. Berati himpunan N – S adalah himpunan tidak kosong.
Berdasarkan sifat terutut sempurna dari N, maka N – s mempunyai unsur terkecil.
Misalkan unsur terkecil dari N – S adalah m. Menurut hipotesis 1 S, sehingga m ≠ 1,
oleh karena itu m 1. Karena m 1 dan m S (S N), maka m – 1 juga merupakan
bilangan asli dan m - 1 < m. Selanjutnya m adalah unsur terkecil dari N – S, sehingga m
S. Dalam hal ini haruslah m - 1 S.
Jika digunakan hipotesis yang kedua, dengan k = m – 1, maka k + 1 =
(m – 1) + 1 = m terletak di S. Ini kontradiksi dengan peryataan bahwa m S. Dengan
demikian pengandaian yang diambil yaitu S ≠ N adalah salah, Yang benar adalah S
= N.
Prinsip Induksi Matematik sering dinyatakan juga dengan pengungkapan yang
berbeda dengan yang ditulis di atas.
Misalkan P(n) suatu pernyataan (statement) tentang bilangan asli n N. P(n)
mungkin benar untuk suatu n dan mungkin salah untuk yang lainya. Sebagai contoh,
Jika P(N) : N, mak P(1) benar, sedan kan P(n) salah untuk n ≠ 1, n N.
Dalam kaitan ini Prinsip Induksi Matematik dapat di formulasikan sebagai
berikut:
Jika P(n) adalah suatu pernyataan bilangan asli tentang n, dan:
(1) P(1) benar ;
(2) Jika P(k) benar maka P(k+1) benar,
maka P (n) benar untuk semua n N
1.3.3 Contoh
1. Buktikan bahwa untuk setiap n N, jumlah dari n bilangan asli pertama diberikan
oleh:
Analisis - Pendahuluan
1+2+…+ n = ½ n( n + 1)
Bukti:
Misalkan S = { n N 1+2+…+ n = ½ n (n + 1)}
(i) untuk n = 1, maka 1 = ½ .1(1+1), sehingga 1 S. Jadi kondisi (1) dalam prinsip
Induksi Matemaatik dipenuhi.
(ii) misalkan k S, artinya:
1 +2+…+k = ½ k (k + 1).
Jika tiap ruas dalam persamaan di atasditambah dengan k + 1, maka:
1+2+…+k+ (k +1) = ½ k (k + 1) + (k + 1)
= ½ (k + 1) (k + 2)
Ini menyatakan bahwa (k + 1) S
Dari (i) dan (ii) disimpulkan : S = N
2. Buktikan bahwa untuk setiap n N, jumlah kuadrat dari n bilangan asli pertama
diberikan oleh:
12 +22+n 2 = 1/6 n (n + 1) ( 2 n + 1)
Misalkan S = { n N 12 + 22 +..n 2 = 1/6 n (n + 1)(2n + 1)}
(i) untuk n = 1, maka 12 = 1/6. 1 (1 + 1) (2. 1+ 1), sehingga 1 S.
Jadi kondisi (1) dalam prinsip Induksi matematik dipenuhi
(ii) misalkan k S, artinya:
12 + 22 + ..k2 = 1/6 k(k+1)(2k+1)
Jika tiap ruas dari persamaan di atas ditambah dengan (k + 1)2, maka:
12 + 22 + ..k2 +(k + 1)2 = 1/6k (k + 1) (2k + 1) + (k + 1)2
= 1/6 (k + 1) (2k2 + k + 6k 6)
= 1/6 (k + 1) ( k + 2) (2k + 3 )
Persamaan terakhir menyatkan bahwa (k + 1) S.
Dari (i) dan (ii) disimpulkan bahwa S = N
3. Diberikan bilangan – bilangan a R, b R.
Akan ditunjukan bahwa a- b adalah factor dari a n – b n, untuk setiap n N.
Bukti : Misalkan P(n) : - (a – b) adalah factor dari a n – b na
(i) P(1) benar, sebab (a- b) adalah factor dari (a – b)
Analisis - Pendahuluan
(ii) Misalkan P(k) benar, artinya (a – b) adalah factor dari a k – b k
a k+1 – b k+1 = a k+1 – abk = b k+1
= a(a k – bk) + bk ( a – b)
Karena a- b factor dari ak – bk, maka a-b juga factor dari :
a (ak – bk) +bk (a – b), sehingga a – b factor dari a k+1 – b k+1
Hal ini menyatakan bahwa P(k + 1) benar.
Dari (i) dan (ii) disimpulkan bahwa P(n) benar untuk setiap n N, atau dengan kata
lain a – b adlah factor dari a n – b n , untuk setiap n N.
4. Ketidaksamaan 2n ( n + 1 )! ., n N, dapat dibuktikan dengan menggunakan
Induksi Matematik.
Bukti : Misalkan P(n) : a 2 n ( n + 1)!”
(i) P (1) benar sebab 2 (1 +1)!
(ii) Misalkan P(k) benar, artinya : 2k (k + 1)!
Berdasarkan fakta bahwa 2 k + 2, maka:
2 k+1 = 2. 2 k 2 (k + 1)! (k + 2) (k + 1)! = (k + 2)!
Ini menyatakan bahwa P(k + 1) benar.
Dari (i) dan (ii) disimpulkan bahwa P(n) benar untuk setiap n N,atau dengan kata
lain: 2n (n + 1)!, n N.
1.3.4 Baha Diskusi
1. Buktikan Variasi dari prinsip Induksi Matematik berikut:
Misalkan S himpunan tak kosong dari N. Jika S mempunyai sifat:
(a) untuk suatu n0 N,benar bahwa no S, dan
(b) Jika k n0 dan k s, maka k + 1 S,
Maka S memuat himpunan {n N n n0}
2. Untuk bilangan asli yang mana n 2 < 2n ? Buktikan kebenaran atas jawaban yang
diberikan.
Analisis - Pendahuluan
3. Misalkan S himpunan bagian dari N sehingga (a) 2 k S, k N, dan (b) jika k S,
dan k 2, maka k – 1 S. Buktikan S = N.
1.3.5 Latihan
1. Buktikan bahwa: 1/1.2 + ½.3 +…+1/n(n +1) = n/(n + 1). n N.
2. Buktikan bahwa: 13 + 23 +…++ n3 = (1/2 n (n + 1))2, n N.
3. Buktikan bahwa: 12 – 22 + 32 -…+(-1)n+1 n2 = (-1)n+1 n(n + 1)/2,n N.
4. Buktikan bahwa: n3 + 5n habis dibagi oleh 6, n N.
5. Buktikan bahwa: 5 2n – 1 habis dibagi oleh 8, n N.
6. Buktikan bahwa: 5n – 4n – 1 habis dibagi oleh 16, n N.
7. Buktikan bahwa: n < 2n, n N.
8. Buatlah konjektur dari formula: 1/1.3 + 1/3.5 +…+ 1/(2n – 1) (2n + 1), dan periksa
kebenaranya dengan menggunakan Induksi Matematik.
9. Buatlah konjektur dari formula: 1 + 3 +…+(2n – 1), dan periksa kebenaranya
demgan menggunakan Induksi Matematik.
10. Buktikan bahwa : 2n < n! untuk smua n 4, n N.
11. Buktikan bahwa 2n – 3 2 n -2 , untuk semua n 5, n N.
12. Buktikan bahwa : 1/√1 + 1/ √2 +…+ 1/ √n √n, untuk n 2, n N.
1.4 Himpunan Berhingga dan Himpunan Tak Berhingga
Misalkan seseorang menghitung banyaknya unsure suatu himpunan dengan mengatakan,
“ satu, dua, tiga, … “, dan pada saat itu ia berhenti melakukan perhitungan itu. Secara
matematik, proses melakukan perhitungan seperti di atas, dapat dipandan g bahwa orang
itu sedang membuat pemetaan bijektif antara himpunan itu dengan suatu himpunan
bagian dari himpunan bilangan asli N. Pada uraian selanjutnya, himpunan seperti itu
disebut himpunan berhingga. Jika perhitungan tadi, dilakukan tanpa berakhir,secara
matematik, orang tersebut membuat suatu pemetaan bijektif antara himpunan itu dengan
himpunan semua bilangan asli N. Pada uraian berikutnya, himpunan seperti itu disebut
himpunan tak berhingga.
Di bawah ini akan didefinisikan secara lebih tepat dan formal mengenai istilah
himpunan berhingga. Selanjutnya dari pendefisian ini didapat suatu hasil yang sangat
Analisis - Pendahuluan
penting, yang merupakan beberapa teorema yang pembuktiannya cukup sulit ( beberapa
bukti ditampilkan dalam lampiran ).
1.4.1 Definisi
(a) Himpunan kosong disebut mempunyai 0 unsur
(b) Misalnya n N. Himpunan S disebut mempunyai unsur jika dan hanya jika
terdapat suatu pemetaan bijektif dari himpunan = { 1,2,…,n } ke
himpunan S
(c) Suatu himpunan S disebut berhingga jika dan hanya jika salah satu kondisi
berikut dipenuhi: himpunan S himpunan kosong atau mempunyai n unsur
untuk n N.
(d) Suatu himpunan S disebut taj berhingga jika dan hanya jika himpunan S
bukan merupakan himpunan berhingga.
Karena invers dari pemetaan bijektif adalah pemetaan bijektif, maka dapat
dikatakan dengan ungkapan lain bahwa himpunan S mempunyai n unsur jika dan hanya
jika terdapat pemetaan bijektif dari himpunan S ke himpunan = {1,2,…,n).
Demikian pula, karena komposisi dari dua pemetaan bijektif adalah pemetaan
bijektif, maka suatu himpunan mempunyai n unsur jika dan hanya jika terdapat suatu
pemetaan bijektif dari ke himpunan yang mempunyai n unsur. Selanjutnya, suatu
himpunan berhingga jika dan hanya jika terdapat pemetaan bijektif dari ke
himpunan lain yang berhingga.
Dari pendefisian di atas, diperoleh beberapa hasil yang merupakan sifat dasar dari
himpunan berhingga dan himpunan tak berhingga. Hasil itu diungkapkan dengan
teorema-teorema berikut:
Analisis - Pendahuluan
1.4.2 Teorema ( Ketunggalan )
Jika S suatu himpunan berhingga, maka banyaknya unsur dalam S adalah
bilangan unik ( tunggal ) di N.
Bukti: lihat lampiran
1.4.3 Teorema
Himpunan bilangan asli N merupakan himpunan tak berhingga.
Bukti: lihat lampiran
1.4.4 Teorema
Misalnya A, B himpunan yang berturut-turut mempunyai m dan n unsure.
(a) Jika A B = , maka A B mempunyai ( m+n ) unsur
(b) Jika C ⊆ A mempunyai satu unsur, maka A\C adalah himpunan yang
mempunyai ( m-1 ) unsur.
(c) Jika D himpunan tak berhingga, maka D\B merupakan himpunan tak
berhingga.
Bukti:
(a) Misalkan f suatu pemetaan bijektif dari ke A, dan g suatu pemetaan
bijektif dari ke B.
Definisikan pemetaan h pada oleh aturan:
h(i) =
Selanjutnya, dapat ditunjukan bahwa h adalah suatu pemetaan bijektif dari
ke A B ( silahkan pembaca membuktikan sendiri ).
Analisis - Pendahuluan
Bukti (b) dan (c) diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
1.4.5 Teorema
Misalnya S dan T masing-masing himpunan dan T (kurang) S.
Jika S himpunan berhingga, maka T juga merupakan himpunan berhingga.
Bukti:
Jika T= , maka T himpunan berhingga ( definisi 1.4.1 (c) )
Sekarang, misalkan T . Gunakan induksi matematik sebagai berikut:
(i) Jika s mempunyai unsur, maka himpunan bagian tak kosong T dari S adalah S
sendiri, sehingga T merupakan himpunan berhingga.
(ii) Misalkan setiap himpunan bagian tak kosong dari suatu himpunan dengan K
unsur adalah himpunan berhingga.
Selanjutnya, misalkan S suatu himpunan yang mempunyai ( k+1 ) unsur. Ini
berarti terdapat suatu pemetaan bijektif f dari ke S.
Jika f( k+1 ) T,maka T dapat dinyatakan sebagai himpunan bagian dari
himpunan = S\{f(k+1)} yang mempunyai k unsur ( teorema 1.4.4 (b) ).
Berdasarkan hipotesis (ii) maka T adalah himpunan berhingga.
Jika f(k+1) T, maka = T\{f(k+1)} adalah himpunan bagian dari .
Karena mempunyai unsur, maka menurut hipotesis (ii) maka merupakan
himpunan berhingga. Ini mengakibatkan T = { f(k+1) } juga himpunan
berhingga.
Catatan: Teorema 1.4.5 dapat pula dinyatakan dengan kontrapositifnya, yaitu:
Jika
Analisis - Pendahuluan
T ⊆ S dan T himpunan tak berhingga, maka S merupakan himpunan tak
berhingga.
Himpunan Terhitung
Dibawah ini dijelaskan mengenai jenis-jenis dari himpunan tak berhingga.
1.4.6 Definisi
(a) Suatu himpunan S disebut terbilang ( terhitung dan tak berhingga ) jika dan
hanya jika terdapat suatu pemetaan bijektif dari N ke S.
(b) Suatu himpunan S disebut terhitung jika dan hanya jika salah satu dari yang
berikut dipenuhi: himpunan S berhingga atau himpunan S terbilang.
(c) Suatu himpunan S disebut tak terhitung jika dan hanya jika S bukan
merupakan himpunan terhitung.
Berdasarkan sifat pemetaan bijektif, dapat juga dikatakan bahwa himpunan S
disebut terbilang jika dan hanya jika terdapat pemetaan bijektif dari S ke N. Atau dapat
pula diungkapkan bahwa suatu himpunan S: disebut terbilang jika dan hanya jika
terdapat pemetaan bijektif dari ke suatu himpunan yang terbilang. Selanjutnya,
suatu himpunan disebut terhitung jika dan hanya jika terdapat pemetaan bijektif dari
ke suatu himpunan lain yang terhitung.
1.4.7 Contoh
1. Himpunan bilangan asli genap G = {2n| n N } adalah terbilang. Karena pemetaan f :
N G yang didefinisikan oleh f(n) = 2n, adalah bujektif ( coba periksa ).
Analisis - Pendahuluan
Dengan cara yang serupa, himpunan bilangan asli ganjil J = {2n-1 n N} adalah
terbilang.
2. Himpunan semua bilangan bulat Z adalah terbilang.
Untuk menunjukannya, dapat dibuat suatu pemetaan bijektif dari N ke Z, dengan cara
sebagai berikut: 1 dipetakan ke 0, kemudian himpunan bilangan asli genap ke
himpunan bilangan bulat positif, dan himpunan bilangan asli ganjil ke himpunan
bilangan bulat negatif. Pemetaan ini dapat ditunjukan secara enuminasi ( satu
persatu ) sebagai berikut:
1 2 3 4 5 6 7 …
0 1 -1 2 -2 3 -3 …
Jadi himpunan semua bilangan bulat bisa dituliskan sebagai berikut:
Z = { 0, 1, -1, 2, -2, 3, -3,… }
3. Gabungan dua himpunan terbilang adalah himpunan terbilang
Jika A = { , , , … } dan B = { , , , … }, maka dapat ditunjukan secara
enumerasi unsur-unsur dari A B sebagai berikut:
A B = { , , , , , , … }
1.4.8 Teorema
Himpunan N N adalah terbilang.
Bukti: Diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
1.4.9 Teorema
Analisis - Pendahuluan
Misalkan S dan T masing-masing himpunan dan T S.
Jika S himpunan terhitung, maka T juga merupakan himpunan terhitung.
Pernyataan di atas ekuivalen dengan pernyataan: jika T himpunan tak terhitung, maka S
juga merupakan himpunan tak terhitung.
Bukti: Diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
1.4.10 Teorema
Pernyataan berikut ekuivalen:
(a) S himpunan terhitung
(b) Terdapat suatu pemetaan surjektif dari N ke (onto) S.
(c) Terdapat suatu pemetaan injektif dari S ke (into) N.
Bukti:
Akan ditunjukan kebenaran dari implikasi-implikasi: (a) (b), (b) (c), dan (c) (a).
(i) Untuk implikasi (a) (b).
Jika S himpunan berhingga, maka terdapat pemetaan bijektif h dari ke S
( untuk suatu n N ). Selanjutnya, didefinisikan pemetaan H pada N sebagai berikut:
H(i) =
Dari pendefinisian H, maka H adalah pemetaan surjektif dari N ke S.
(ii) Untuk implikasi (b) (c).
Analisis - Pendahuluan
Misalkan H suatu pemetaan surjektif dari N ke S. Didefinisikan pemetaan dari
S ke N dengan aturan : untuk setiap s S, (s0 adalah unsur terkecil dalam himpunan
(s) = { n N | = s}.
Jika s,t S dan (s) = (t) = , maka s = H ) = t. Jadi adalah pemetaan
bijektif dari S ke (into) N.
(iii) Untuk implikasi (c) (a).
Jika suatu pemetaan injektif dari S ke (into) N, maka merupakan pemetaan
bijektif dari S ke (S) ⊆ N.
Berdasarkan teorema 1.4.9, maka (S) terhitung, sehingga himpunan S
terhitung.
1.4.11 Teorema
Himpunan bilangan rasional Q adalah terbilang.
Bukti:
Ide untukpembuktian teorema di atas adalah, bahwa himpunan bilangan rasional
Q dapat ditulis : Q = { 0 } ; dengan himpunan bilangan rasional positif
dan himpunan bilangan rasional negative. Himpunan bilangan rasional positif
termuat dalam himpunan F yang ditulis secara enumerasi:
F = { 1/1, 1/2, 2/1, 1/3, 2/2, 3/1, 1/4, … }
Atau dengan “pemetaan diagonal” sebagai berikut:
1/1 2/1 3/1 4/1 …
Analisis - Pendahuluan
1/2 2/2 3/1 4/1 …
1/3 2/3 3/3 4/3 …
1/4 2/4 3/4 4/4 …
… … … … …
Bukti secara formal adalah sebagai berikut :
Karena N x N adalah himpunan terhitung ( teorema 1.4.8 ), maka terdapat suatu
pemetaan ssurjektif f dari N ke N x N (teorema 1.4.10). Jika g : N xN pemetaan
yang mengaitkan pasangan terurut ( m, n ) dengan bilangan rasional m/n, maka g
adalah pemetaan surjeektif. Oleh karena itu komposisi g o f adalah pemetaan surjektif
dari N ke . Berdasarkan teorema 1.4.10, maka adalah himpunan terhitung.
Dengan cara yang serupa, himpunan mjuga terhitung, sehingga himpunan
bilangan rasional Q = { 0 } adalah himpunan terhitung karena Q memuat
N, maka Q adalah himpunan terbilang.
1.4.12 Teorema
Jika himpunan terhitung unuk setiap m N, maka A = (kurang) adalah
himpunan terhitung.
Bukti:
Untuk setiap m N, misalkan adalah pemetaan surjektf dari N ke .
Definisikan Ψ : N x N A dengan aturan sebagai berikut :
Ψ( m, n )= (n).
Akan ditunjukan bahwa Ψ merupakan pemetaan surjektif dengan cara sebagai berikut :
Misalkan a A diambil sembarangan. Terdapat m terkecil, m N sehingga a .
Analisis - Pendahuluan
Selanjutnya, karena surjektif, maka terdapat n N sehingga a = (n). Oleh
karenanya a = Ψ( m, n ), sehingga dapat disimpulkan bahwa Ψ pemetaan surjektif.
Karena N x N terhitung, berdasarkan teorema 1.4.10, maka terdapat pemetaan
surjektif f : N N x N sehingga Ψ o f pemetaansurjektif dari N ke A. Akhirnya
gunakan teorema 1.4.10 sekali lagi sehingga diperoleh bahwa A adalah terhitung.
1.4.13 Bahan Diskusi
1. Berikan bukti dari teorema 1.4.2, Teorema 1.4.3 dan Teorema 1.4.8.
2. Perlihatkan suatu pemetaan bijketif dari N ke himpunan semua bilangan bulat ganjil
yang lebih besar dari 13.
3. Berikan suatu definisi eksplisit dari pemetaan bijektif f dari Nke Z yang ditentukan
dalam contoh 1.4.7 (b).
1.4.14 Latihan
1. Buktikan bahwa himpunan tak kosong adalah berhingga jika dan hanya jika
terdapat pemetaan bijektif dari ke suatu himpunan hngga .
2. Misalkan S = {1, 2 } dan T = { a, b, c }
(a) Tentukan banyaknya pemetaan bijektif yang berbeda dari S ke (into) T.
(b) Tentukan banyaknya pemetaan surjekti yang berbeda dari T ke S.
3. Berikan suatu contoh dari koleksi terhitung dari himpunan-himpunan berhingga
dimana gabungannyatidak berhingga.
4. Susun suatu pembuktian lengkap bahwa, jika S da T masing-masing himpunan
terbilang, maka S T merupkan himpunan terbilang.
5. Gunakan Induksi Matematik, bahwa jika himpunan S mempunyai n unsur , maka
P(S) ( koleksi semua bilangan dari S ) mempunyai unsur.
Analisis - Pendahuluan
2 SISTEM BILANGAN REAL
Himpunan bilangan real R dengan operasi biner + dan . ( berturut – turut
merupakan operasi tambah dan kali atau penjumlahan dan perkalian) membentuk
system bilangan real. Untuk memperkenalkan system bilangan real dapat
ditempuh dengan dua cara yaitu ( 1) cara kontruksi dan (2 ) cara aksiomatis. Cara
kontruksi dimulai dengan memperkenalkan system bilangan asli, dilanjutkan
dengan bilangan bulat, bilangan rasional, bilangan irrasional, dan sampai bilangan
Analisis - Pendahuluan
real. Cara aksioma dimulai dengan himpunan bilangan real itu sendiri. Dan
padanya diberikan aksioma – aksioma. Aksioma – aksioma ini dikembangkan
dan muncul perilaku atau sifat tertentu dari bilangan real itu. Sifat – sifat tertentu
itu diungkapkan dengan pernyataan – pernyataan yang disebut teorema.
Pembahasan pada buku ini, system bilangan real dikenalkan dengan cara
aksiomatis, masing – masing disebut aksioma lapangan ( field), aksioma urutan ,
dan aksioma kelengkapan. Oleh karena itu system bilangan real sering disebut
lapangan yang terurut secara lengkap.
Pada pasal 2 . 1 dalam bab ini dibahas secara detail mengenai sifat – sifat
aljabar, yang dalam aljabar abstrak disebut sifat lapangan. Sifat ini didasarkan
pada 2 operasi biner yaitu penjumlahan dan perkalian. Pada pasal 2 . 2 dan 2. 3
dilanjutkan dengan sifat urutan bilangan real yang memunculkan sifat – sifat
kepositifan, pertidaksamaan dan nilai mutlak. Pada pasal 2.4 pembahasan
dilanjutkan mengenai sifat –sifat kelengkapan bilangan real. Sifat kelengkapan
bilangan ini membedakan antara sifat bilangan real dan sifat bilangan rasional.
System bilangan real dengan semua sifat – sifatnya ini merupakan hal yang sangat
ensensial dalam pengembangan analis real selanjutnya.
Aplikasi dari sifat kelengkapan bilangan real, dibahas pada 2.5 yang
menghasilkan hal – hal yang mendasar diantaranya sifat Archimides, keberadaan
akar kuadrat dari suatu bilangan real dan sifat kepadatan bilangan rasioanal dalam
R. Pada pasal 2.6 dibahas mengenai sifat – sifat interval tersarang dan sifat – sifat
interval tersarang ini selanjutnya dipakai untuk menunjukkan
ketidakterhitungan( uncountability) dari R.
Sifat Aljabar Bilangan Real
Seperti yang sudah diutarakan di atas bahwa untuk memulai memperkenalkan
system bilangan real, dalam pembahasan buku ini, memakai cara aksiomatis.
Dimulai dengan menampilkan sifat – sifat aljabar yang merupakan sifat dasar dari
operasi penjumlahan dan perkalian duya bilangan real. Sifat – sifat dasar ini
dipandang sebagai aksioma dan aksioma ini dalam aljabar abstrak disenut
aksioma lapangan. Sifat – sifat aljabar yang muncul selanjutnya dipandang
sebagai teorema yang perlu dibuktikan kebenarannya.
Analisis - Pendahuluan
Operasi biner + dan . ( penjumlahan dan perkalian ) didefinisikan sebagai
suatu pemetaan yang menghubungkan antara pasangan terurut ( a, b) dengan hasil
yang unik yaitu +( a, b ) dan .(a, b) dan hasil ini sering ditulis dengan a+ b dan a .
b
2.1.1 Aksioma Lapangan Bilangan Real
Pada himpunan bilangan real R didefinisikan operasi dua biner, dinotasikan
dengan + dan . dan berturut – turut disebut operasi tambah dan kali atau
penjumlahan dan perkalian. Operasi – operasi ini memenuhi sifat – sifat berikut :
( T1 ) a + b = b + a, untuk setiap a, b € R ( sifat komulatif operasi tambah)
( T2 ) ( a + b ) +c = a + (b +c), untuk setiap a, b, c € R ( sifat asosiatif operasi
tambah)
( T3 ) Terdapat unsure 0 € R sehingga 0 + a = a + 0, untuk setiap a € R ( eksistensi
unsure 0)
( T4) Untuk setiap a € R, terdapat –a € R sehingga a + ( -a) = ( -a) + a = 0
( eksistensi unsure lawan/ invers tambah)
( K1) a . b = b . a ,untuk setiap a, b € R( sifat komulatif operasi kali)
( K2) ( a.b ).c = a. (b. c), untuk setiap a, b , c € R( sifat asosiatif operasi kali )
( K3) Terdapat unsure 1 € R, 1 ≠ 0 sehingga 1 . a = a. 1 = a, untuk setiap a € R
( eksitensi unsure satuan)
( K4) Untuk setiap a € R , a ≠ 0 terdapat 1/a €R sehingga a . (1/a) = (1/a) . a =1
(eksitensi unsure kebalikan / invers kali)
( D ) a. (b +c ) = ( a. b ) + ( a . c) dan
( b + c ) .a = ( b. a ) + ( b . c), untuk setiap a, b, c € R ( sifat distribusi
operasi kali terhadap operasi tambah)
Kesembilan sifat ini merupakan sifat dasar dan dikenal dengan sebutan
aksioma lapangan ( field).
Aksioma T3, T4 ,K3 dan K4 memunculkan unsure – unsure nol, invers
tambah atau lawan, satuan, dan kebalikan atau invers kali. Unsure –unsure ini
bersifat unik atau tunggal. Sifat keunikan atau ketunggalan dari unsure – unsure
ini diungkapkan dalam teorema – teorema berikut:
Analisis - Pendahuluan
2.1.2 Teorema ( keunikan unsure 0 dan 1 )
(a) jika z dan a unsure – unsure di R sehingga z + a= a , maka z =0
(b) jika u dan b≠ 0 unsur – unsure di R sehingga u .b =b, maka u = 1
Bukti :
(a) Dari hipotesis z + a = a, tambahkan pada masing – masing ruas dengan – a
sehingga diperoleh ;
( z + a ) + ( -a) = a + ( -a) ( keberadaan unsure (–a) didasarkan pada
aksioma T4). Jika digunakan T2, T3, T4 pada ruas kiri diperoleh :
( z+ a) + (-a) = z + ( a + (-a)) = z + 0 = z; dan jika digunakan T4
pada ruas kanan diperoleh: a + (-a) = 0 oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa z
= 0. bukti ( b) diserahkan pada pembaca sebagai latihan.
2.1.3 Teorema ( keunikan unsure invers)
(a) Jika a, b € R sehingga a + b = 0 maka b = -a
(b) Jika a, b € R dan a ≠ 0 sehingga a. b = 1 maka b = 1/a
Bukti :
(a) jika dari a+ b =0. pada ruas ditambahkan – a, maka diperoleh :
( -a) + ( a + b ) = (-a) + 0
Jika digunakan T2, T4, T3 pada ruas kiri maka diperoleh :
( -a) + (a +b) ={ (-a) +a) +b = 0+b =b ; dan jika digunakan T3 pada
ruas kanan maka diperoleh :
(-a) + 0 = -a
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa b = -a.
Bukti (b) diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Dibawah ini ditampilkan beberapa teorema yang merupkan sifat – sifat aljabar
dari R yang ditirunkan pada aksioma lapangan dan teorema sebelumnya. Sifat ini
sering dijumpai dan dipakai dalam perhitungan sehari – hari.
2.1.4 Teorema
Jika a € R maka :
Analisis - Pendahuluan
(a) a. 0 = 0
(b) (-1) . a = -a
(c) – (-a) = a
(d) (-1) .(-1) = 1
Bukti :
(a) dari K3 diketahui bahwa a. 1 = a. tambahkan a .0 dan gunakan D dan T3,
maka diperoleh :
a + a. 0 = a . 1 + a. 0
= a. ( 1 +0) = a. 1 = a
Dengan menggunakan teorema 2.1.2 tentang keunikan unsure nol, kita simpulkan
bahwa a . 0 =0
( b) Dengan menggunakan D, K3, T4 dan jawaban bagian a diperoleh
a +(-1).a = 1 .a + (-1) .a
= 1 + (-1)) .a
= 0. a = 0
Berdasarkan teoreme 2.1.3 (a) dapat disimpulkan bahwa (-1).a = -a
(c) Dengan menggunakan T4 diperoleh ( -a) + a = 0
Berdasarkan teorema 2.1.3 (a) diperoleh bahwa a = - (-a)
(d) Dalam bagian (b), subsitusikan a = -1, didapat
(-1).(-1) = -(-1)=1
(Berdasarkan bagian (c) dengan mengambil a = 1).
2.1.5. Teorema
Misalkan a, b, c € R
(a) Jika a ≠ 0, maka 1/a ≠ 0 dan 1/(1/a) = a
(b) Jika a.b = a.c dan a ≠ 0, maka b = c
(c) Jika a.b = 0, maka a = 0 atau b = 0
Bukti :
(a) Akan dibuktikan dengan cara tidak langsung yaitu dengan kontradiksi.
Diketahui a ≠ 0 dan ingin ditunjukkan 1/a = 0 (keberadaan 1/a dijamin pleh
(K4)). Karena akan dibuktikan dengan cara tidak langsung, maka langkah
Analisis - Pendahuluan
pertama adalah memisalkan 1/a = 0. Jadi 1/a = 0, maka 1 = a.(1/a)
= a.0 = 0, ini kontradiksi dengan (K3). Jadi 1/a ≠ 0 dan karena (1/a).a = 1,
teorema 2.1.3 bagian (b) mengakibatkan bahwa 1(1/a) = a.
(b) Jika kedua ruas dari persamaan a.b = a.c masing-masing dikalikan dengan 1/a
dan gunakan (K2), (K4) dan (K3) diperoleh :
((1/a).a).b = ((1/a).a).c
1.b = 1.c
b = c
(c) Ini cukup dengan memisalkan a ≠ 0 dan harus ditunjukkan b = 0. karena a . b
= 0 = a . 0, gunakan bagian (b) terhadap persamaan a . b = a . 0 sehingga dapat
disimpulkan b = 0 jika a = 0
Catatan :
Operasi “pengurangan” atau selisih didefinisikan oleh a – b = a +
(-b) untuk setiap a, b di R. Dengan cara yang serupa, pembagian didefinisikan
untuk a, b di R, b ≠ 0, oleh a b = a . (1/b)
Untuk selanjutnya, perkalian a . b dapat pula dinotasikan dengan ab dan a .
a = aa ditulis dengan a2, demikian pula untuk ( a2 ) a ditulis a3. secara umum,
untuk n € N, didefinisikan an-1=aman untuk setiap m, n € N. Jika a ≠ 0, akan
digunakan notasi a-1 untuk 1/a dan jika n € N, akan ditulis a-n untuk (1/a)n.
Bilangan Rasional dan Irrasional
Himpunan bilangan asli N dan himpunan bilangan bulat Z dipandang
masing-masing sebagai himpunan bagian dari R dengan mengidentifikasi
bilangan asli n € N sebagai penjumlahan berulang n suku dari unsur satuan 1 € R,
dan 0 € Z dipandang sebagai unsur 0 € R, serta bilangan bulat – n sebagai
penjumlahan berulang n suku dari -1 € R. Unsur-unsur di R yang dapat ditulis
dalam bentuk b/a dimana a, b € Z dan a ≠ 0 disebut bilangan rasional. Himpunan
semua bilangan rasional di R dinotasikan dengan Q.
Unsur-unsur di R yang tidak di Q disebut bilangan irrasional.
Sebagai akhir dari fasal ini, akan diperlihatkan bukti bahwa tidak terdapat
bilangan rasional yang kuadratnya sama dengan 2.
Analisis - Pendahuluan
2.1.6. Teorema
Tidak terdapat bilangan rasional r sehingga r2 = 2
Bukti :
Misalkan p dan q masing-masing bilangan bulat positif sehingga (p/q)2 = 2
dan tidak mempunyai faktor persekutuan selain 1 (mengapa?). karena p2 = 2q2,
maka p2 adalah bilangan genap. Ini mengakibatkan p juga bilangan genap (sebab
jika p = 2n + 1 atau bilangan ganjil maka p2 = 4n2 + 4n – 1 = 2(2n2 + 2n) + 1, juga
bilangan ganjil). Selanjutnya karena p dan q tidak mempunyai faktor persekutuan
2, maka q harus merupakan bilangan ganjil.
Karena p bilangan genap, maka p dapat ditulis dengan p = 2m untuk suatu
m € N, sehingga 4 m2 = 2q2, atau 2m2 = q2. Ini mengakibatkan bahwa q2 adalah
bilangan genap, sehingga q juga bilangan genap. Akibatnya terdapat kontradiksi,
karena suatu bilangan tidak mungkin sekaligus merupakan bilangan ganjil dan
bilangan genap.
2.1.7. Bahan Diskusi
1. a) Tuliskan pertanyaan yang merupakan invers, konvers dan kontrapositif
dari teorema 2.1.2
b) Apakah pertanyaan invers dan konvers dari soal a) merupakan pernyataan
yang benar?
c) Susunlah pembuktian dari teorema 2.1.2 (b) dan teorema 2.1.3 (b)
2. Diberikan pertanyaan :
“Jika a, b € R, maka persamaan a + x = b mempunyai solusi unik
x = (-a) + b”
Tunjukkan kebenaran dari pernyataan diatas dengan melakukan langkah-
langkah :
(1) Tunjukkan bahwa x = (-a) + b adalah solusi persamaan dan
Analisis - Pendahuluan
(2) Tunjukkan bahwa solusi itu unik (dimisalkan terdapat pula dua solusi dan
tunjukkan bahwa kedua solusi itu sama).
3. Dengan pertanyaan yang sama untuk pernyataan :
“Jika a, b € R dan a ≠ 0, maka persamaan a.x = b mempunyai solusi unik x =
(1/a).b”
4. Susun suatu pembuktian, untuk menunjukkan am+n = am.an, dan (am)n = amn
untuk setiap m, n € N (Gunakan Induksi Matematik).
2.1.8. Latihan
1. Buktikan, jika a, b € R, maka :
(a) – (a+b) = (-a) + (-b)
(b) (-a).(-b) = a.b
(c) 1/(-a) = - (1/a) jika a ≠ 0
(d) – (a/b) = (-a)/b jika b ≠ 0
2. Jika a € R memenuhi a.a = a, buktikan a = 0 atau a = 1
3. Jika a ≠ 0 dan b ≠ 0, tunjukkan : 1/(ab) = (1/a).(1/b)
4. Gunakan argumentasi dalam pembuktian teorema 2.1.7 untuk menunjukkan
tidak ada bilangan rasional s sehingga s2 = 6.
5. Tunjukkan jika € R adalah bilangan irrasional dan r ≠ 0 adalah bilangan
rasional, maka r + dan r adalah irrasional.
6. Jika x dan y masing-masing bilangan rasional, tunjukkan x + y dan xy
bilangan rasional.
7. Jika x dan y masing-masing bilangan irrasional, tunjukkan bahwa x + y dan xy
belum tentu merupakan bilangan irrasional.
8. Misalkan B suatu operasi biner pada R B disebut :
(i) komutatif jika B(a,b) = B (b,a), a, b, c di R.
(ii) assosiatif jika B(a.B(b,c)) = B(B(a.b).c), a, b, c di R
(iii) mempunyai suatu identitas jika terdapat suatu unsur e € R sehingga B
(a,e) = a = B(e,a), a, b, c di R.
Tentukan yang mana dari sifat-sifat di atas yang dipenuhi untuk operasi biner
yang didefiniskan untuk setiap a, b € R oleh :
Analisis - Pendahuluan
(a) B1(a,b) = ½(a+b)
(b) B2(a,b) = ½(ab)
(c) B3(a,b) = a – b
(d) B4(a,b) = 1 + ab
9. Suatu operasi biner B pada R disebut distributif terhadap penjumlahan jika
memenuhi B(a, b + c) = B(a,b) + B(a,c), a, b, c di R.
Yang mana (jika ada dari operasi biner yang diberikan dalam latihan no. 9
yang bersifat distributif terhadap penjumlahan?
2.2. Sifat Urutan Bilangan Real
Sifat urutan bilangan real R berkaitan dengan istilah kepositifan dan
ketidaksamaan antara bilangan-bilangan real. Seperti halnya dengan struktur
aljabar dari sisitem bilangan real, dalam sifat urutan bilangan real, terdapat
beberapa sifat dasar yang dipandang sebagai aksioma urutan yang dapat
dikembangkan menjadi sifat-sifat urutan lainnya dari bilangan real, diantaranya
sifat-sifat suatu ketidaksamaan.
Uraian di bawah ini, dimulai dengan mengetengahkan himpunan bagian
(khusus) dari R yaitu himpunan bilangan real positif.
2.2.1. Sifat Urutan (Dasar) Bilangan Real
Terdapat himpunan bagian tidak kosong P dari R yang disebut himpunan bilangan
real positif, yang memenuhi sifat-sifat sebagai berikut :
(i) Jika a, b unsur-unsur di P, maka a + b juga unsur di P.
(ii) Jika a, b unsur-unsur di P, maka a.b juga unsur di P.
(iii) Jika a € R, maka hanya satu dari yang berikut dipenuhi :
a € P, a = 0, -a € P
Dua sifat pertama (i) dan (ii) menyatakan kesesuaian antara urutan dan
operasi penjumlahan dan perkalian. Sifat (iii) disebut sifat trikhotomi, dapat
diartikan bahwa R merupakan gabungan dari tiga himpunan yang saling lepas,
yaitu , {0} dan . Himpunan selanjutnya disebut
himpunan bilangan real negatif.
Analisis - Pendahuluan
Jika a € P, a disebut bilangan real positif dan ditulis a > 0. Jika a
€ P {0}, a disebut bilangan real tak negatif, ditulis a ≥ 0. Kemudian jika – a € P,
a disebut bilangan real negatif dan di tulis a < 0, sedangkan jika – a € P {0}, a
disebut real tak positif, ditulis a ≤ 0.
Selanjutnya, ketidaksamaan antara dua bilangan real didefinisikan
berdasarkan aksioma di atas dan relasi biner < dan >.
2.2.2. Definisi
Misalkan a € R, b € R
(i) a – b € P jika dan hanya jika a > b (atau b < a)
(ii) a – b € P {0} jika dan hanya jika a ≥ b ( atau b ≤ a)
(iii) a < b < c, jika dan hanya jika a < b dan b < c
(iv) a ≤ b ≤ c jika dan hanya jika a ≤ b dan b ≤ c
Relasi a > b dibaca a “lebih besar daripada” b, sedangkan relasi a < b dibaca
a “lebih kecil daripada” b.
Berdasarkan pendefinisian di atas, sifat trikhotomi 2.2.1 (iii),
mengakibatkan bahwa untuk bilangan-bilangan real a dan b hanya satu dari
hubungan berikut dipenuhi : a > b, a = b atau a < b.
Dari aksioma dan definisi di atas dapat diturunkan beberapa teorema
tentang sifat urutan seperti berikut di bawah ini.
2.2.3. Teorema
Misalkan a, b, c €
(a) Jika a > b dan b > c, maka a > c
(b) Jika a ≥ b dan b ≥ a, maka a = b
Bukti :
(a) a > b artinya a – b € P; b > c artinya b – c € P
Berdasarkan aksioma 2.2.1 (i) di dapat :
(a – b) + (b – c) € P
a – c € P, sehingga a > c
(b) Dibuktikan dengan cara tidak langsung (kontrapositif)
Analisis - Pendahuluan
Misalkan a ≠ b, berarti a – b ≠ 0. Berdasarkan sifat trikhotomi 2.2.1 (iii), maka a –
b € P atau b – a € P, atau dengan kata lain a > b atau b > a. Ini berarti pernyataan
kontrapositif teorema itu terbukti.
2.2.4. Teorema
(a) Jika a € R, dan a ≠ 0, maka a2 > 0
(b) 1 > 0
(c) Jika n € N, maka n > 0
Bukti :
(a) Menurut sifat trikhotomi jika a ≠ 0, maka salah satu dipenuhi a € P atau - a €
P.
Jika a € P, maka a2 = a. a € P (aksioma 2.2.1 (ii)), sehingga a2 > 0
Jika - a € P, maka (-a).(-a) € P (aksioma 2.2.1 (ii)), sedangkan
(-a).(-a) = ((-1)a).((-1)a)
= (-1)(-1).a2
= 1.a2 = a2
Dengan demikian, jika - a € P, maka a2 € P atau dengan kata lain a2 > 0
Kesimpulan dari uraian di atas jika a = 0 maka a2 > 0
(b) Karena 1 = (1)2, dan berdasarkan (a), maka 1 > 0
(c) Gunakan Induksi Matematik :
Misalkan S N ; S =
(i) 1 € S, sebab 1 > 0 (berdasarkan (b))
(ii) Jika k € S, berarti k > 0, maka k + 1 > 0 (sebab k € P dan 1 € P)
Dari (i) dan (ii), maka S = N. Ini artinya jika n € N maka n > 0
2.2.5. Teorema
Misalkan a, b dan c masing-masing bilangan real
(a) Jika a > b, maka a + c > b + c
(b) Jika a > b dan c > d, maka a + c > b + d
(c) Jika a > b dan c > 0, maka c.a > c.b
Jika a > b dan c > 0, maka c.a < c.b
(d) Jika a > 0, maka 1/a > 0
Analisis - Pendahuluan
Jika a < 0, maka 1/a < 0
Bukti :
(a) Jika a > b artinya a – b € P, maka (a + c) – (b + c) = a – b € P
Jadi a + c > b + c
(b) Jika a > b artinya a – b € P, dan c > d artinya c – d € P, sehingga :
Y (a + c) – (b + d) = (a + b) +(c - d ) P
Jadi a + c > b + d
( c ) jika a – b P dan c P,maka c.a – c.b = c.(a – b) P
Jadi c.a >c.b jika c >0
Disisi lain, jika c < 0, maka – c P, sehingga c.b – c.a = - c. (a – b) P.
Dengan demikian c.b > c.a atau c.a <c.b jika c < 0
( d) Jika a>0, maka a ≠ 0 (sifat trikhotomi), sehingga 1/a ≠ 0 (teorema2.1.5 bagian (a))
Jika 1/a < 0, maka menurut (c) dengan c = 1/a berakibat 1 = a.(1/a) < 0, ini kontradiksi
dengan 2.2.5(b). Jadi haruslah 1/a > 0.
Dengan cara serupa jika a < 0, maka 1/a > 0 akan bertentangan ( kontradiksi ) bahwa 1 = a.
(1/a) < 0
2.2.6 Teorema
Jika a R sehingga 0 ≤ a < ε untuk setiap ε > 0, maka a = 0
Bukti :
Gunakan cara tidak langsung dengan memisalkan a> 0. Jika a > 0 maka 0 < ½ a < a
( mengapa ?). Kemudian dengan mengambil ε0 = ½ a, maka diperoleh 0 < ε0 < a. ini kontradiksi
dengan a < ε untuk setiap a > ε. Jadi pemisalan yang diambil adalah salah, yang benar haruslah a
= 0.
2.2.7 Teorema
Jika a. b R, dan a – ε < b untuk setiap ε > 0, maka a = 0
Bukti :
Gunakan cara tidak langsung , dengan memisalkan b < a, sehingga a – b > 0. ambil ε 0 = ½
(a + b). dari pemisalan b < a, diperoleh b < ½ (a + b) ( mengapa? ). Dari sini diperoleh b < a - ½
(a - b) = a - ε0. ini kontradiksi dengan hipotesis yaitu a – ε < b untuk setiap ε > ( jadi haruslah a ≤
b )
Analisis - Pendahuluan
2.2.8 Teorema
Jika a, b R dan a. b > 0, maka salah satu yang berikut dipenuhi :
( i ) a > 0 dan b > 0, atau
(ii ) a < 0 dan b < 0
Bukti :
( i ) karena a . b > 0, maka a ≠ 0 dan b ≠ 0 ( sebab jika salah satu a = 0 atau b = 0, maka a.
b = 0 ).
Dari sifat trikhotomi : jika a ≠ 0 maka a > 0 atau a < 0. Jika a > 0 maka 1/a > 0 (2.2.5(d) ),
selanjutnya: b = 1 .b = ((1/a). a) . b = (1/a).(a.b) > 0.
Dengan cara yang serupa, jika a<0 maka 1/a < 0, sehingga :
b = 1. b = ((1/a). a) . b = (1/a).(a.b) < 0.
Pertidaksamaan
Semua sifat – sifat urutan bilangan real yang telah diuraikan di atas, dapat digunakan
untuk menyelesaikan pertidaksamaan seperti yang akan di contohkan pada uraian berikut:
2.2.9 Contoh
1. Tentukan himpunan yang merupakan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan :
x2 + x > 2
Jawab :
: x2 + x > 2 > 0 (x – 1) (x +2) > 0
Gunakan teorema 2.2.8
(i) jika x – 1 > 0, maka x + 2 > 0
(ii) jika x – 1 < 0, maka x + 2 < 0
Jika (i) diselesaikan, diperoleh x > 1 dan x > -2, dan ini dipenuhi kedua – duanya jika dan
hanya jika x > 1
Jika (ii) diselesaikan, diperoleh x < 1 dan x < -2, dan ini dipenuhi kedua – duanya jika dan
hanya jika x < -2
Dari (i) dan (ii), diperoleh A = {x R│x > 1} {x R│ x < -2 }
2. Tentukan himpunan yang merupakan humpunan penyelesaian dari
pertidaksamaan : (2x + 1) ( x + 2 ) < 1
Analisis - Pendahuluan
Jawab : (2x +1) / (x +2) < 1 (2x + 1) / (x +2) – 1 < 0
(x – 1) / (x +2) < 0
Selanjutnya, (i) Jika (x – 1) < 0 maka (x +2) > 0
(ii) Jika (x – 1) > 0 maka (x +2) < 0
Jika (i) diselesaikan, diperoleh : x< 1 dan x> -2 dan ini dipenuhi kedua – duanya jika dan
hanya jika -2 < x < 1
Jika (ii) diselesaikan, diperoleh : x > 1 dan x < -2, dari sini tidak ada x yang memenuhi kedua
– duanya.
Dari (i) dan (ii), diperoleh B = { x R│-2 < x <1}
3. Jika a ≥ 0 dan b ≥0, maka buktikan bahwa :
a < b a2 < b2 <
Bukti : untuk membuktikan pernyataan diatas cukup ditunjukkan :
(a) a < b a2 < b2
(b) a < b <
(a) dibagi dua kasus.
Kasus (i). jika a = 0 dan b > 0, jawabannya trivial (silahkan periksa ).
Kasus (ii). Jika a > 0 dan b > 0
Di satu sisi berdasarkan aksioma 2.2.1 (i), a + b > 0.
Karena a < b maka b – a > 0, sehingga b2 – a2 = (b – a ) ( b + a) > 0
Dari b2 – a2 > 0 diperoleh a2 < b2
Disisi lain, jika a2 < b2 maka b2 – a2 = (b – a ) ( b + a) > 0
Dari teorema 2.2.8 diperoleh b – a > 0, sehingga a < b
(b) Disatu sisi, jik aa > 0 dan b > 0, maka > 0 dan > 0, sehingga + > 0
Karena b – a > 0 maka ( ) ² - ( )² > 0
( ) ² - ( )² = ( - ) ( + ) ; dari sini diperoleh bahwa ( - ) > 0, sehingga <
Sebaliknya, jika < maka ( - ) > 0
Selanjutnya b – a = ( ) ² - ( )² = ( - ) ( + ) > 0, sehingga a < b
Dari uraian diatas, disimpulkan bahwa : jika a ≥ 0 dan b ≥ 0, maka :
a < b a2 < b2 <
Analisis - Pendahuluan
4. Tunjukkan, jika a > 0, b > 0, maka
½ (a + b ) disebut rata – rata aritmetik ( rata – rata hitung ) dan disebut rata – rata
geometric ( rata – rata ukur )
Bukti : kasus (i) jika a ≠ b, a > 0 , b > 0, maka > 0 dan > 0 dan ≠ .
Dari 2.2.4 (a) : ( - )² > 0, sehingga diperoleh
a – 2 +b > 0
< ½ (a + b )
Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa, jika a > 0, b > 0, maka : < ½ (a + b )
5. Tunjukkan bahwa : Jika x > -1, maka : ( 1+ x)n ≥ 1 + nx, (Ketidaksamaan diatas
disebut ketidaksamaan Bernouli)
Bukti: Gunakan induksi matematik
Misalkan S N, S = {n N ( 1 + x )n ≥ + nx }
(i) 1 S, sebab ( 1 + x )1 ≥ 1 + 1x adalah pernyataan benar.
(ii) Jika k S, artinya : ( 1 + x )k ≥ 1+kx
(1+x)k+1
Uraian ini menyatakan bahwa k + 1 S.
Dari (i) dan (ii) dapat disimpulkan : S = N atau dengan kata lain: \
( 1 + x )n ≥ + nx,
2.2.10 Bahan Diskusi
1. Susunlsh sustu pembuktisn untuk pernystssn berikut ini :
(i) a < 0 dan b > 0, atau
(ii) a > 0 dan b < 0
2. Gunakan induksi matematik dan Ketidaksamaan Bernoulli, untuk menunjukkan
kebenaran dari pernyataan – pernyataan berikut ini :
(a) jika 0 < c < 1, maka cn ≤ c, untuk setiap n N.
(b) jika c > 1, maka cn ≥ c, untuk setiap n N.
3. Misalkan a,b R, a > 0, b > 0, dan n N.
Tunjukkan : a < b jika dan hanya jika an < bn
Analisis - Pendahuluan
2.2.11 Latihan
1. Jika a ≤ b dan c ≤ d, buktikan : a + c ≤ b + d
2. Jika 0< a< b dan 0 <c < d, buktikan 0 <acd <bd
3. Jika a < b dan c < d, buktikan : ad + bc < ac +bd
4. Jika a,b R, tunjukkan a² + b² = 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0.
5. Jika 0 ≤ a < b, tunjukkan a² ≤ ab ≤ b². Tunjukkan dengan contoh bahwa a² ≤ ab ≤ b²
belum tentu berlaku.
6. Tunjukkan, jika 0 < a < b, maka a < < b dan 0 <
7. Jika n N, tunjukkan n² ≥ n dan .
8. Tentukan himpunan bagian dari R yang merupakan himpunan penyelesaian dari
pertidaksamaan – pertidaksamaan berikut ini :
(a) x² > 3x + 4 (b) 1 < x² < 4
(c) 1/x < x (d) 1/x < x²
9. Misalkan a,b R, dan untuk setiap ε > 0 berlaku a ≤ b + ε
Tunjukkan a ≤ b
10. buktikan bahwa : (½ (a + b ))² ≤ (½ (a² + b² ) untuk setiap a,b R.
11. (a) Jika 0 <c < 1, tunjukkan 0 < c² <c < 1
(b) Jika 1 < c, tunjukkan 1 < c < c²
12. Jika c > 1 . m, n N, tunjukkan cm > cn jika dan hanya jika m > n
13. Jika 0 <c < 1, dan m, n N, tunjukkan cm < cn jika dan hanya jika m > n
2.3 Nilai Mutlak
Konsep nilai mutlak merupakan konsep yng esensial dalam analisis. Konsep ini berkaitan
dengan sifat urutan atau ketidaksamaan. Secara geometris nilai mutlak suatu bilangan real dapat
diinterprestasikan sebagai jarak dari titik x ke titik 0. jika diberikan suatu bilangan real x dan y,
nilai mutlak dari ( x – y ) dapat diinterprestasikan sebagai jarak dari titik x ke titik y.
Konsep nilai mutlak dan ketidaksamaan memotivasi lahirnya suatu konsep baru yang
banyak digunakan dalam analisis yaitu konsep lingkungan ( neighborhood ).
2.3.1 Definisi
Misalkan a R. Nilai mutlak dari a dinyatrakan oleh | a | , di definisikan sebagai berikut
Analisis - Pendahuluan
Sebagai contoh, | 3 | = 3 dan | -2 | = 2. Dari pendefisian diatas dapat dilihat bahwa |
a | ≥ 0, untuk setiap a R, dan | a | = 0 jika dan hanya jika a = 0. Demikian pula | -a | = | a |
untuk setiap a R.
Dibawah ini diberikan beberapa sifat nilai mutlak lainnya yang dinyatakan dalam bentuk
teorema – teorema.
2.3.2 Teorema
(a) | ab | = | a | | b | untuk setiap a, b R
(b) | a |² = a², untuk setiap a R
(c) Jika c ≥ 0, maka | a | ≤ c jika dan hanya jika –c ≤ a ≤ c
(d) -| a | ≤ a ≤ | a | , untuk setiap a R
(e) | a + b | ≤ | a | + | b | ( ketidaksamaan segitiga )
Bukti :
(a) Jika salah satu a = 0 atau b = 0, maka | ab | = 0 = | a | | b |
Jika a > 0 dan b > 0, maka ab = 0 = | a || b |.
Jika a > 0 dan b < 0, maka ab = - ab = a (-b) = | a | | b |.
Untuk kasus lainnya dilakukan dengan cara yang serupa.
(b) Karena a² ≥ 0, maka a² = | a |² = | aa | = | a | | a | = | a |²
(c) Misalkan | a | ≤ c. Dari sini diperoleh a ≤ c dan - a ≤ c. ketidaksamaan yang terakhir
ekuivalen dengan – c ≤ a, sehingga diperoleh – c ≤ a ≤ c. Sebaliknya, jika – c ≤ a ≤ c,
maka a ≤ c dan - a ≤ c, sehingga | a | ≤ c
(d) Ambillah c = | a | dalam bagian (c)
(e) Dari2.3.2 (d), didapat - | a | ≤ a ≤ a dan - | b | ≤ b ≤ b, sehingga
-( | a | - | b | ) ≤ a + b ≤ | a | + | b |
Oleh karena itu, dari bentuk terakhir ini, diperoleh :
| a – b | ≤ | a | + | b | ( dengan 2.3.2 (c) )
2.3.3 Teorema ( Akibat )
Untuk setiap a, b di R, berlaku :
(a) │| a | - | b |│ ≤ | a – b │
(b) │a - b│ ≤ │a│+│b│
Bukti :
(a) Jika ditulis a = a – b + b dan gunakan kesamaan segitiga, maka diperoleh :
Analisis - Pendahuluan
| a | = | (a – b) + b | ≤ | a – b | + │b│ Sehingga
│a│- │b│ ≤ | a – b |. … (*)
Dengan cara yang serupa, dari │b│= │b – a + a│≤ | b – a | + | a | diperoleh
-| a – b | = -│b – a │≤ │a│-│b│ … (**)
(a) Dari (*), (**) dan 2.3.2 (c), diperoleh : ││a│-│b││ ≤ │a - b│.
(b) │a - b│= │a +(- b)│ ≤│a│+│b│( ketidaksamaan segitiga )
Karena │-b│= │b│maka diperoleh │a - b│≤ │a│+│b│
2.3.4 Teorema ( Akibat)
Untuk a1,a2,…,an R, berlaku :
│ a1 + a2 + …,an │ ≤ │ a1│+ | a2 | + …+ │a +(- b)│ | an |.
Contoh – contoh dibawah ini menggambarkan bagaimana sifat – sifat dari nilai – mutlak
dapat digunakan
2.3.5 Contoh
1.Tentukan himpunan A R yang merupakan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan:
│2x + 3│< 6 ; x R
Jawab :
Dari 2.3.2 (c), sdidapat:
│2x + 3│< 6 -6 < 2x + 3 < 6
-9 < 2x <3
- 4 ½ < x < 1½
Jadi A = { x R │- 4 ½ < x < 1½ }
2. Tentukan himpunan B R yang merupakan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan:
│x - 1│< │x │
Jawab : Berdasarkan definisi nilai mutlak, maka:
│x - 1│= dan
│x│=
Sehingga untuk menyelesaikan pertidaksamaan di atas, maka nilai – nilai x dibagi dalam 3 kasus
yaitu :
Kasus (i) x ≥ 1; kasus (ii) 0 ≤ x < 1 ; dan kasus (iii) x < 0
Untuk kasus (i) , pertidaksamaan menjadi :
x – 1 < x, dan ini dipenuhi untuk setiap x ≥ 1
Analisis - Pendahuluan
B1 = { x R│x ≥ 1 }
Untuk kasus (ii), pertidaksamaan :
-x – 1 < x -2x < -1 x > ½
B2 = { x R│½ < x < 1}
Untuk kasus (iii), pertidaksamaan menjadi:
-x – 1 < -x, pertidaksamaan ini tidak dipenuhi oleh setiap x
Dari uraian diatas, didapat: B = { x R│x > ½ }
3. Misalkan fungsi f didefinisikan oleh : f (x) (2x² - 3x + 1 ) /(2x – 1 ) untuk 2 ≤ x ≤ 3
Tentukan suatu bilangan M sehingga | f (x) | ≤ M, untuk setisp x yang memenuhi 2 ≤ x ≤
3
Jawab :
| f (x) | = | 2x² - 3x + 1 | / |2x – 1 |
Dari ketidaksamaan tersebut, didapat :
Untuk pembilang : | 2x² - 3x + 1 | ≤ 2 | x² | + 3 | x | + 1
≤2 .3² + 3.3 + 1 = 28 ( karena x ≤ 3)
Untuk penyebut : |2x – 1 | ≥ 2| x | - 1
≥ 2.2 – 1 = 3 (karena 2 ≤ x )
Sehingga 1 / |2x – 1 | ≤ 1/3
Jadi untuk 2 ≤ x ≤ 3, diperoleh : | f (x) | ≤ 28/3, sehingga dapat diambil M = 28/3
Garis Real
Interprestasi geometris dari system bilangan real adalah garis lurus yang disebut garis real.
Dalam interprestasi ini, nilai mutlak | a | dari suatu bilangan real adapat dipandang sebagai
jarak dari a kepusat 0. Secara umum, jarak antara bilangan – bilangan real a dan b adalah
│a - b│( lihat gambar 2.3.1 )
-4
-3 -2
-1 0
1 2 3 4
│ │-2 –(3)│= 5 │
Analisis - Pendahuluan
Gambar 2.3.1 jarak antara a = -2 dan b =3
Dengan konsep ini dan ketidaksamaan, dibawah ini dikenalkan dengan suatu konsep baru
yang banyak digunakan dalam analisis yaitu konsep lingkungan yang didefinisikan sebagai
berikut :
2.3.6 Definisi
Misalkan a R dan ε > 0
Lingkungan – ε dari a adalah himpunan Va (a) = {x R ││x - a│< ε}
Untuk a R, pernyataan x Va (a) ekuivalen denag salah satu dari pernyataan
-ε < x – a < ε a – ε < x < a + ε ( lihat gambar 2.3.2)
a – ε a a + ε
Gambar 2.3.2 Suatu lingkaran – ε dari a
2.3.7 Teorema
Misalkan a R, jika x terletak dalam lingkungan Va (a) untuk setiap ε > 0, maka x = a
Bukti :
Jika x memenuhi | x – a | < ε untuk setiap ε > 0, maka berdasarkan teorema 2.2.6 diperoleh
bahwa | x – a | = 0, sehingga ini mengakibatkan x – a = 0 atau x = 0
2.3.8 Contoh
1. Misalkan U = {x│0 < x < 1 }. Jika a U. Misalakan a adalah
bilangan kecil antara 1 dan 1 – a, maka Vε (a) termuat di U. Jadi setiap unsure dari U
mempunyai suatu lingkungan – ε yang termuat di U.
2. Jika I = {x│0 ≤ x ≤ 1 }, mak untuk setiap ε > 0, lingkungan – ε
Vε (0) dari 0 memuat titik yang tidak terletak di I, sehingga Vε (0) tidak termuat di I.
Sebagai contoh, bilangan x ε = – ε/2 terletak di Vε (0) tetapi tidak di I.
2.3.9 Bahan Diskusi
1. Misalkan a, b R
Susunlah suatu pembuktian yang menunjukkan kebenaran pernyataan berikut implikasi
dua arah ( biimplikasi ) berikut ini :
│a + b│ = │a│+│b│jika dan hanya jika ab ≥ 0.
2. Misalkan x, y, z R dan x z
Analisis - Pendahuluan
(a). Pertanyaan sama dengan soal 1. untuk pernyataan:
x < y < z jika dan hanya jika
(b). Interpretasikan situasi diatas secara geometris.
3. Misalkan > 0, > 0, dan a R
Tunjukkan V (a) V (a) dan V (a) V (a) masing-masing merupakan
lingkungan - dari a untuk suatu
2.3.10 Latihan
1. Misalkan a R. Tunjukakan bahwa :
2. Jika a, b R dan b 0, tunjukkan bahwa
3. tentukan himpunan bagian dari R yan merupakan himpunan penyrlesaian dari
pertidaksamaan – pertidaksamaan berikut:
(a) (b)
(c) (d)
4. Jika a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa interpretasikan situasi
diatas secara geometris.
5. Gambar sketsa dari himpunan pasangan terurut (x,y) di R x R yang memenuhi:
(a) (b)
6. Gambar sketsa dari himpunan pasangan terurut (x,y) di R x R yang memenuhi
ketidaksamaan:
(a) (b)
7. Tunjukkan jika a, bR, dan a b maka terdapat lingkiungan - U dari a dan V dari b
sehingga UV=
2.4 Sifat Kelengakapan Bilangan Real
Sifat – sifat lain dari sitem bilangan real selain sifat aljabar dan sifat urutan adalah
yang disebut dengan sifat kelengakapan.
Seperti yang sudah diuraikan pada pembahasan esbelumnya, bahwa system
bilangan rasional Q memenuhi aksioma lapangan (2.1.1) dan aksioma urutan (2.2.1),
sehingga system bilangan rasional Q merupakan suatu lapangan terurut. Tetapi dapat
Analisis - Pendahuluan
dilihat pada pembahasan selanjutnya seperti yang akan diuraikan dibawah ini, bahwa
system bilangan rasional tidak memenuhi aksioma kelengkapan. Inilah yang
membedakan antara system bilangan real dengan system bilangan rasional (jadi sisswa
kelengkapan membedakan antara system bilangan real dengan bilangan rasional).
Aksioma kelengkapan system bilangan real dapat diungkapkan dengan pernyataan
sebagai berikut: “Setiap himpunan bilangan real yang tak kosong dan terbatas diatas
mempunyai suatu batas atas terkecil (supremum). ”
Supremum dan Infimum
Dibawah ini diperkenalkan beberapa istilah diantaranya seperti batas atas, batas
bawah, terbatas diatas, terbatas dibawah, supremum dan infimum dari suatu himpunan
bilangan real. Istilah – istilah ini sangat penting untuk mempelajari materi – materi
Analisis Real selanjutnya.
2.4.1 Definisi
Misalkan s R
(i). Suatu bilangan uR disebut batas atas dari S jika dan hanya jka s u,
sS.
(ii). Suatu bilangan wR disebut batas bawah dari S jika dan hanya jka w
s, sS.
Perlu dicatat bahwa himpunan bagian S dari R mungkin tidak mempunyai batas atas
(sebagai contoh, misalnya S = {xR x > 1}). Jika S mepunyai batas atasyang banyaknya
tak hingga sebab jika u batas atas dari s, maka senarang v dengan u < v juga batas atas
dari S (lihat gamabr 2.4.1).
Juga perlu dicatat bahwa mungkin suatu himpunan mempunyai bata bawah tetapi
tidak mempunyai batas atas (atau sebaliknya). Sebagai contoh, misalnya himpunan S1=
{x Rx 0}mempunyai batas bawah tetapi tidak mempunyai batas atas sedangkan
u v
s
Gambar 2.4.1 Batas atas dari S R
Analisis - Pendahuluan
himpunan S2= {x Rx < 0} mempunyai batas atas tetapi tidak mempunyai batas
bawah.
Suatu himpunan di R disebut terbatas diatas jika dan hanya jika himpunan tersebut
mempunyai suatu batas atas. Demikian pula halnya, suatu himpunan di R terbatas
dibawah jika dan hanya jika himpunan itu mempunyai suatu batas bawah. Suatu
himpunan di R disebut tak terbatas jika dan hanya jika himpunan itu tidak mempunyai
batas atas atau batas bawah. Sebagi contoh, himpunan {x Rx 2} terbatas (meskipun
mempunyai batas atas) sebab himpunan tersebut tak mempunyai batas bawah.
2.4.2 Definisi
Misalkan s R
(i). Suatu bilangan uR disebut batas atas dari S jika u disebut supremum
(batas atas terkecil) jika dan hanya jika tidak ada bilangan yang lebih
kecil dari u yang merupakan batas atas dari S.(lihat gambar 2.4.2).
(ii). Jika S terbatas di bawah , maka batas bawah w disebut infimum (batas
bawah terbesar) jika dan hanya jika tidak ada bilangan yang lebih besar
dari w yang merupakan batas atas dari S.(lihat gambar 2.4.2).
.
2.4.3 Lemma
Suatu bilangan real u adalah supremum dari himpunan tak kosong S dari R dab
hanya jika u memenuhi dua kondisi:
(1). su untuk setiap s S
(2). Jika v < u, maka terdapat s’ S sehingga v < s’
2.4.4 Lemma
Suatu batas atas u dari himpunan tak kosong S di R adalah supremum dari S jika
dan hanya jikauntuk setiap > 0 terdapat S S sehinnga u - < S.
Bukti:
s
Gambar 2.4.2 Inf S da Sup S
InfS SupS
Analisis - Pendahuluan
Misalkan u adalah batas atas dari S dan memenuhi kondisi yang diberikan. Akan
ditunjukkan bahwa u = sup S. Jika v < u dan diambil = u – v, maka >0. Karena
memenuhi kondisi yang diberikan, maka terdapat S S sehingga v = u- < S. Oleh
karena itu, v bukanlah batas atas dari S. karena v diambil sembarang dan lebih kecil dari
u, maka dapat disimpulkan bahwa u = sup S.
Sebaliknya, misalkan u = sup S dan misalkan > 0. Karena u - < u maka u-
bukan batas atas dari S sehingga u- < S (lihat gambar 2.4.3).
(iii). gambar 2.4.2).
.
.
2.4.5 Contoh
1. Jika himpunan tak kosong S1 mempunyai banyak unsure yang hingga, maka
dapat ditunjukkan (?) S1 mempunyai unsur terbesar u dan unsur terkecil w. u =
sup S1 dan w = inf S1, dan keduanya merupakan anggota dari S1.
2. Himpunan S2 = {x0 x 1} mempunyai 1 sebagai suatu batas atas. Akan
ditunjukkan, 1 adalah supremum dari S2.
Jika v < 1, maka dapat dibagi dalam dua kasus.
Kasus (i): vS2 dan kasus (ii): v S2.
Untuk kasus (i), tedapat suatu s’ S2 yaitu s’ = sehingga v < s’
Untuk kasus (ii), tedapat suatu s’ S2 dan v <1, ambillah yaitu s’ =
sehingga v < s’. Olek karenanya v bukanlah batas atas dari S2 dan karena v
diambil sembarang dan v <1, disimpulkan sup S2 = 1
Dengan cara yang serupa dapat ditunjukkan bahwa inf S2 = 0.
Sub S2 dan inf S2, keduanya termuat di S2.
Gambar 2.4.3 u = sup S
Su
Su-
Analisis - Pendahuluan
3. S3 = {x0 x 1}, mempunyai 1 sebagai suatu batas. Dengan menggunakan
argumentasi yang sama seperti pada penyelesaian soal nomor 2, maka sup S3
dan inf S3 = 0, tetapi keduanya tidak terletak di S3.
4. Setiap bilangan real adalah batas atas (sekaligus batas bawah) untuk himpunan
kosong, dan himpunan kosong tidak mempunyai supremum. Demikian pula,
himpunan kosong tidak mempunayi infimum.
2.4.6 Sifat Supremum untuk R
Setiap himpunan bilangan real yang tak kosong dan terbatas diatas, mempunyai
supreme di R.
Secara analogi, berdasarkan sifat supremum, sifat infimum untuk R dapat
dinyatakan sebagai berikut:
2.4.7 Sifat Infimum untuk R
Setiap himpunan bilangan real yang tak kosong dan terbatas dibawah, mempunyai
infimum di R.
2.4.8 Bahan Diskusi
1. Susunlah suatu pembuktian untuk menunjukkan kebenaran dari lemma 2.4.3
2. Misalkan S1={x Rx 0}. Tunjukkan secara detail bahwa himpunan S1
mempunyai batas bawah, tetapi tidak mempunyai batas atas.
3. Misalkan S4 = {(1(-1)n)/nn N}. Tentukan inf S4 dan sup S4.
4. Tunjukkan jika A dan B himpunan bagian dari R yang terbatas, maka AB terbatas.
Tunjukkan sup (AB) = sup {sup A. Sup B}
2.4.9 Latihan
1. Misalkan S2={x Rx > 0}. Apakah S2 mempunyai batas bawah?
Apakah S2 mempunyai batas atas? Apakah inf S2 ada?
Apakah sup S2 ada? Buktikan semua pernyataan yang diberikan!
2. Misalkan S3 = {(1/nn N}. Tentukan, sup S3 = 1 dan inf S3 0.
Analisis - Pendahuluan
3. Misalkan S himpunan bagian dari R yang tak kosong dan terbatas dibawah. Buktikan
bahwa inf S = -sup {-ssS}.
4. Jika S R memuat satu dari batas - batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas ini
adalah supremum dari S.
5. Misalkan S R, S tak kosong. Tunjukkan uR adalah suatu batas atas dari S jika
dan hanya jika untuk t R, t >u, maka t S.
6. Misalkan S R, S tak kosong. Tunjukkan jika u = sup S, maka untuk setiap n N,
(u - 1)/n bukan batas atas dari S, tetapi (u +1)/n adalah batas atas dari S.
7. Misalkan S himpunan terbatas dari R dan misalkan S0 himpunan bagian dari S yang
tak kosong. Tunjukkan inf S inf S0 sup S0 sup S.
2.5 Aplikasi Sifat – Sifat Supremum dan Infimum
Di bawah ini akan digambarkan bagaimana masalah – masalah yang berkaitan
dengan konsep supremum dan infimum diselesaikan. Dari penyelesaian masalah –
masalah itu mungkin muncul sifat – sifat lain yang mendasar dari system bilangan real.
2.5.1 Contoh
1. Misalkan S himpunan bagian dari R yang tak kosong dan terbatas diatas dan a R.
Didefinisan himpunan a + S = {a + xx S}.
Akan ditunjukkan:
Sup (a + S) = a + sup S
Misalkan u = sup S. Karena x u, untuk setiap x S, maka diperoleh
a + x a + u. Oleh karenanya, a + u adalah sautu batas atas dari a + S. Konsekuwensi
dari sini, maka sup (a + S) a + u….(*).
Selanjutnya jika v sebarang batas atas dari a + S, maka a + x v, x S atau x v
– a, untuk setiap x S. Ini membawa akibat bahwa u = sup S v – a, sehingga a + u
v. Karena v sebarang batas ats dari a + S, maka a + u sup (a + S)…..(**).
Dari (*) dan (**) dapat disimpulkan: sup (a + S) = a + u = a + sup S.
2. Misalkan f, g masing masing adalah fungsi dari domain D R. Range f(D) = {f
(x)x D}, range g(D) = {g(x)x D} masing – masing terbatas di R.
Analisis - Pendahuluan
(i). Jika f(x) g (x), untuk setiap x D, maka sup f(D) sup g(D). Sebagai bukti,
karena g (D) tebatas, maka f(x) g (x) sup g (D), untuk setiap x
Oleh karena sup f (D) sub g (D).
(ii). Jika f(x) g(y), untuk setiap x, y D, maka sub f(D) inf g(D).
Bukti itu kini terdiri dari dua langkah.
Pertama: Ambil sebarang y0 D.
Karena f(x) g (y0), untuk setiap x D, maka g(y0) adalah suatu batas atas dari
f (D). Oleh karena itu sup f(D) g (y0).
Kedua: karena y0 diambil sembarang, maka sup f(D) g(y), untuk setiap y D.
Dengan demikian maka sup f(D) merupakan suatu batas bawah dari g(D),
sehingga sup f(D) inf g(D).
Sifat Archimedes
Satu konsekuwensi yang sangat penting dari sifat supremum adalah bahwa
himpunan bilangan asli N tidak terbatas diats di R. Ini artinya, jika diberikan sebarang
bilangan real x, maka terdapat bilangan asli n sehingga x < n. Sifat ini dikenalkan
sebagai “Sifat Archimedes”.
2.5.2 Sifat Archimedes
Jika x R, maka terdapat nx N sehingga x < nx
Bukti:
Akan dibuktikan dengan cara tidak langsung. Misalkan tidak terdapat bilangan
asli nx yang memenuhi x < nx atau dengan kata lain untuk setiap n N berlaku n x. Ini
artinya bahwa x adalah suatu batas atas dari N. Berdasarkan sifat supremum, maka
himpunan N mempunyai supremum u R. Karena u – 1< u, berdasarkan Lemma 2.4.4
maka terdapat m N sehingga u – 1<m. Tetapi dari sini, diperoleh bahwa u < m + 1, dan
m + 1 N. Berarti terdapat kontradiksi dengan u sebagai supremum dari N. Hali ini
menyatakan bahwa penggadaian yang diambil adalah salah, yang benar adalah: terdapat
bilangan asli nx sehingga x < nx.
2.5.3 Teorema (Akibat)
Jika y dan zmenyatakan bilangan – bilangan real positif, maka:
Analisis - Pendahuluan
(a). Terdapat n N sehingga z < ny
(b). Terdapat n N sehingga 0 < 1/ n <y
(c). Terdapat n N sehingga n-1 z< n
Bukti:
(a). Karena z/y R, dan berdasarkan sifat archimede (2.5.2), maka terdapat n N
sehingga z/y < n atau z < ny
(b). Ambil z = 1 dalam (a) sehingga 1 < ny atau 0 < 1/n < y
(c). Misalnya A = {m Nz < m}. Himpunan A tidak kosong (sifat Archimedes
2.5.2). Misalkan n adalah unsure terkecil dari A, oleh karenanya n – 1 tidak terletak
di A. Dapat disimpulkan bahwa n – 1 z < n.
2.5.4 Teorema (Eksistensi 2)
Terdapat bilangan real positif x sehingga x2 =2 .
Bukti:
Misalkan S = {s R0 s, s2 < 2}
Karena 1 S, maka S tidak kosong. Demikian pula S terbatas diatas oleh 2,
sehingga S mempunyai supremum di R (sifat supremum). Misalkan x = sup S (x >
1). Akan dibuktikan bahwa x2 =2.
(i) Misalkan x2 < 2.
Akan ditunjukkan bahwa penulisan ini akan kontradiksi dengan fakta bahwa x =
sup S dengan mengajukan terdapat n N sehingga x + 1/n S. Untuk
menunjukkan bagaimana n didapat (ingat bahwa 1/n2 1/n) adalah sebagi
berikut:
Karena ,maka berdasarkan sifat Archimedes, akan didapat
nN sehingga 1/n atau 1/n
Jadi:(x+1/n)2=
Hal ini berarti bahwa (x+1/ n)S, dan ini kontradiksi dengan x adalah sup S. Jadi
pengadaian x2<2 adalah salah.
(ii) Sekarang misalkan x2 >2.
Analisis - Pendahuluan
Akan ditunjukkan bahwa ada m N sehingga (x – 1/m) suatu batas atas dari S,
dan ini akan kontradiksi dengan x sebagai sup S.
Karena x2- 2 >0 dan 2x > 0, maka (x2 – 2)/2x > 0, sehingga berdasarkan sifat
Archimedes, dapat diperoleh mN sehingga 1/m(x2- 2)/2x atau dengan kata lain,
terdapat mN sehingga 2x/m < x2- 2.
(x-1/m)2 = x2- 2x/m + 1/m2 > x2- 2x/m > x2 –(x2- 2) = 2.
Jika s S, maka s2< 2 < (x-1/m) 2.
Berdasarkan conoh 2.2.9 (3), maka s< x-1/m. Oleh karenanya: x -1/m adalah
suatu batas atas dari S. Hal ini bertentangan dengan x sebagai sup S. Jadi
pengandaian x2- 2 salah.
Akibat dari (i) dan (ii) maka kesimpulannya x2= 2
Kepadatan Bilangan Rasional di R
Seperti telah daiatas tadi, terdapat peling sedikit ada satu bilangan real irrasional,
katakanlah 2. Terdapat “lebih banyak” bilangan irrasional dibanding dengan bilangan
rasional dalam arti bahwa himpunan bilangan rasional adalah terhitung, sedangkan
himpunan bilangan irrasional tak terhitung.
Dibawah ini akan ditunjukkan bahwa himpunan bilangan rasional padat di R,
dalam arti bahwa suatu bilangan rasional dapat ditentukan diantara dua bilangan real
seimbang.
2.5.5 Teorema Kepadatan Q pada R
Jika x dan y bilangan – bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilangan
rasional r sehingga x < r < y.
Bukti:
Tanpa menghilangkan keumuman, diasumsikan bahwa x > 0. Berdasarkan sifat
Archimedes (2.5.2) terdapat nN sehingga n . 1/(y-x) atau ny - nx >1. Kemudian
gunakan akibat 2.5.3 ( c) terhadap nx > 0, terdapat m N sehingga m-1 nx <m. Juga
memenuhi m <ny, sebab m < nx +1 < ny. Jadi didapat nx <m <ny sehingga x<m/n<y.
Ambil bilangan rasional r = m/n sehingga x < r < y.
Analisis - Pendahuluan
2.5.6 Teorema (Akibat)
Jika x dan y bilangan – bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilangan
irrasional z sehingga x < z < y.
Bukti:
Gunakan teorema 2.5.5 terhadap bilangan – bilangan real x/2 dan y/2, didapat
bilangan rasional r0 sehingga x/2 < r < y/2. Ambil z = r2 diperoleh x<z<y.
2.5.7 Bahan Diskusi
1. Gunakan sifat Archimedes atau akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukan bahwa
inf { 1/n n N } = 0
2. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R.
Misalkan a > 0, dan didefinisikan aS = { as s S }.
Buktikan : inf (aS) = a inf S dan sup (aS) = a sup S
3. Misalkan A san B masing-masing himpunan bagian dari R yang tak kosong dan
terbatas, dan A + B = { a + b a A, b B }.
Buktikan bahwa :
(a) sup (A + B) = sup A + sup B
(b) inf (A + B) = inf A + inf B
2.5.8 Latihan
1. Jika S = { 1/n – 1/m n, m N }, carilah inf S dan sup S
2. Misalkan S R, S tidak kosong. Buktikan bahwa jika untuk suatu u R mempunyai
sifat : (i) untuk setiap n N, bilangan (u – 1/n) bukan batas atas dari S, dan (ii)
n N. bilangan u + 1/n adalah batas atas d ari S, maka
u = sup S.
3. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R.
Misalkan b < 0 dan bS = { bs s S }.
Buktikan: inf (bS) = b sup s dan sup (bS) = b inf S
4. Misalkan X himpunan tak kosong da f : X → R mempunyai range terbatas di R. Jika
a R, tunjukan bahwa contoh 2.5 1 (a) mengakibatkan :
(a) sup { a + f(x) x X } = a + sup { f(x) x X }
Analisis - Pendahuluan
(b) inf { a + f(x) x X } = a + inf { f(x) x X }
5. Misalkan X himpunan tak kosong, dan misalkan f dan g terdefinisi pada X dan
mempunyai range yang terbatas di R. Tunjukkan:
(a) sup { f(x) + g(x) x X } sup { f(x) x X } + sup { g(x) x X }
(b) inf { f(x) x X } + inf { g(x) x X } inf { f(x) + g(x) x X }
6. berikan x R, x sembarang. Tunjukkan terdapat n Z unik (tunggal), sehingga n –
1 x n.
7. Jika y > 0, tunjukkan terdapat n N, sehingga 1/2n < y
8. Jika u > 0 sembarang bilangan dan x <y, tunjukkan terdapat suatu bilangan rasional r
sehingga x< ru < y. (Oleh karenanya himpunan {ru│r Q} padat di R ).
2.6 Interval Tersarang
Pada uraian di bawah ini pertama-tama dibahas tentang suatu himpunan “khusus”
dari bilangan real yang disebut dengan interval. Lebih jauh lagi dibahas tentang barisan
interval yang disebut dengan interval tersarang. Sifat-sifat interval tersarang, selanjutnya
dipakai untuk menunjukkan ketidakterhitungan (ancountability) dari himpunan bilangan
real R.
Misalkan a, b R dan a b. Interval terbuka ditentukan oleh a dan b sebagai
berikut:
(a,b) = { x R a < x < b }
Titik-titik a dan b disebut titik ujung dari interval terbuka (a,b), titik-titik ini tidak
terletak pada interval itu.
Jika kedua titik ujung itu terletak pada interval, akan didapat interval tertutup:
(a,b) = { x R a x b }
Himpunan-himpunan:
(a, b) = { x R a x < b }
(a, b) = { x R a x < b }
masing-masing disebut interval setengah terbuka ( atau setengah tertutup ). Setiap
interval seperti di atas disebut interval terbatas dan mempunyai panjang yang
didefinisikan oleh (b-a).
Analisis Real – Sistem Bilangan Real
Analisis - Pendahuluan
Jika a= b, maka :
(a, a) = dan [a, a] = { a }
Terdapat lima jenis interval tak terbatas yang menggunakan lambang (atau +)
atau - yang ditempatkan pada ujung-ujung interval.
Misalkan a R. Himpunan-himpunan yang didefinisikan oleh :
(a, ) = { x R a x < b }
(- ,a) = { x R a x > b }
disebut interval terbuka tak hingga.
Dengan cara yang serupa, himpunan-himpunan yang disefinisikan oleh :
(a, ) = { x R a x b }
(- ,a) = { x R a x b }
Disebut interval tertutup tak hingga. Sedangkan himpunan yang didefinisikan oleh:
(- , ) = R
disebut interval tak terhingga.
Interval satuan adalah interval tertutup, [0, 1] = { x R 0 x 1 }.
Suatu sifat yang nyata dari interval adalah jika dua titik x, y dengan x < y terletak
pada suatu interval J, maka sembarang titik yang terletak antara keduanya juga terletak
pada J. Artinya, jika x < t < y, maka titik t terletak pada interval yang sama seperti halnya
x dan y. Dengan kata lain, jika x dan y terletak pada suatu interval J, maka interval [x, y]
termuat di J.
2.6.1 Teorema
Jika S suatu himpunan bagian dari R, memuat paling sedikit dua titik dan
mempunyai sifat: jika x, y S dan x < y, maka [x, y] S, maka S adalah suatu
interval.
Bukti:
Terdapat 4 kasus : (i) S terbatas, (ii) S terbatas di atas tetapi tidak terbatas di
bawah, (iii) S terbatas di bawah tetapi tidak terbatas di atas, dan (iv) S memenuhi salah
satu: terbatas di atas atau terbatas di bawah.
Kasus (i): Misalkan a = inf S dan b = sup S. diperoleh: S [a, b] dan akan
ditunjukkan (a, b) S.
1n =
I1
I2
I1
I2
n = 1
Analisis - Pendahuluan
Jika a < z < b, maka z bukan batas bawah dari S, sehingga terdapat x S dengan
x < z. juga z bukan batas dari S, sehingga terdapat y S dengan z < y. oleh karenanya z
[ x, y ], sehingga sifat (1) mengakibatkan z S. karena z unsur sembarang dari (a, b),
maka disimpulkan (a, b) S.
Sekarang, jika a S dan b S, maka S = [ a, b ](mengapa ? ). Jika a S dan b
S, maka S = ( a, b ) atau S = [ a, b ).
Kasus (ii): Misalkan b = sup S. didpat S (- , b] dan akan ditunjukkan bahwa
(- , b] S. Jika z < b, maka terdapat x, y S sehingga z [x, y] S. oleh karena itu
(- , b) S. jika b S, maka S = (- , b), dan jika b S, maka S = (- , b).
Kasus (iii) dan (iv) diserahkan pada pembaca sebagai latihan.
Interval Tersarang
Barisan interval In . n N, disebut tersarang (lihat gambar 2.6.1) jika
dan hanya jika kondisi-kondisi seperti berikut dipenuhi :
I1 I2 I3 ... In In + 1
…
[ [ [ [ [ ] ] ] ] ]
Gambar 2.6.1 Interval Tersarang
Sebagai contoh, jika In = [0, 1/ n], n N, maka In In + 1 untuk setiap n sehingga
interval-interval tersarang.
Dalam contoh ini unsur 0 terletak disetiap In dan sifat Archimedes (2.5.2) dapat
digunakan untuk membuktikan bahwa hanya 0 unsur yang terletak di setiap In dan ditulis
Secara umum barisan interval tersarang tidak perlu mempunyai titik sekutu. Sebagai
contoh, jika Jn = (0, 1/ n), n N, maka barisan ini merupakan interval tersarang yang
Analisis - Pendahuluan
tidak mempunyai titk sekutu. Ini adalah benar, sebab jika diberikan x > 0, terdapat m
N sehingga 1/m < x akibatnya x J.
Dengan cara yang serupa, barisan interval Kn = ( n, ), n N tersarang tetapi
tidak mempunyai titik sekutu.
Meskipun demikian, terdapat sifat yang sangat penting dari R, bahwa setiap
barisan dari interval tertutup terbatas mempunyai titik sekutu.
Sifat kelengkapan dari R sangat memegang peranan dalam menentukan sifat ini.
2.6.2 Sifat Interval Tersarang
Jika Ia = [ ao, b1 ], n M, merupakan barisan tersarang dari interval terbatas
tertutup, maka terdapat bilangan R sehingga In untuk setiap n N
Bukti :
Karena interval tersarang, didapat Io I1 untuk setiap n N, sehingga ao b1
untuk setiap n N. Oleh karena itu himpunan tak kosong { ao n N } terbatas di atas,
dan misalkan adalah supremumnya. Jelaslah bahwa an , untuk setiap n N.
Analisis - Pendahuluan
Akan ditunjukan pula bahwa bn, untuk setiap n N. Ambil n N, n sembarang.
Akan ditunjukan, bn merupakan suatu batas atas untuk himpunan
{ a1 k N }. Untuk akan di bagi dalam dua kasus. Kasus (i): Jika n k, karena Ik I1
maka ak bn. Kasus (ii): Jika k < n, karena In Ik , maka ak bk bn, (lihat gambar
2.6.2 ). Jadi dari (i) dan (ii) dapat disimpulkan bahwa ak bn , untuk setiap k, sehingga bn
merupakan suatu batas atas dari { a1 k N }. Oleh karenanya In , untuk setiap n
N. Karena an bn n N, diperoleh In ; untuk setiap n N
Gambar 2.6.2 Jika k < n, maka In Ik
2.6.3 Teorema
Jika In = [ an , bn ], n N barisan tersarang dari interval tertutup terbatas
sehingga panjang bn - an dari In memenuhi :
Inf { bn - an n N } = 0
Maka bilangan termuat di In untuk setiap n N dan adalah unik.
Bukti :
Jika = inf { bn n N }, maka suatu argumentasi yang serupa dengan bukti
2.6.2 dapat digunakan untuk menunjukan bahwa an untuk setiap n, dan oleh karena itu
. Jika inf { bn – an n N } = 0, maka untuk sebarang > 0 , terdapat m N
sehingga 0 - bm - am < . Karena ini dipenuhi
Analisis Real – Sistem Bilangan Real
untuk setiap > 0, maka dari teorema 2.2.9, didapat - = 0 atau = . Ini
menyatakan bahwa hanya (unik) yang terletak di In , n N.
Ketidakterhitungan Bilangan Rela
ak an bn bk
In
Ik
Analisis - Pendahuluan
Konsep himpunan terhitung dan ketidakterhitungan dari bilangan rasional Q telah
diperkenalkan pada Bab I bagian 1.4. Selanjutnya pada bahasan berikut ini akan
diperlihatkan penggunaan dari sifat Interval Tersarang untuk membuktikan bahwa
himunan bilangan real R adalah suatu himpunan yang tidak terhitung. Bukti ini telah
diberikan oleh George Cantor pada tahun 1847.
2.6.4 Teorema
Himpunan bilangan real R adalah tidak terhitung.
Bukti :
Akan dibuktikan bahwa interval satuan I = [ 0 , 1 ] adalah himpunan tak terhitung.
Ini membawa akibat bahwa himpunan real R adalah himpunan tak terhitung, sebab jika R
terhitung, maka berdasarkan teorema 1.4.9 (b), himpunan bagian I juga terhitung.
Bukti bahwa interval satuan I tak terhitung akan diperlihatkan dengan cara tidak
langsung (kontradiksi).
Misalkan I terhitung, maka I dapat dituliskan dengan cara enumerasi sebagai
berikut :
I = {x1, x2, …, xn, … }.
Selanjutnya pilihlah salah satu interval bagian tertutup I1 dari I sehingga x1 I1.
Kemudian pilih lagi interval bagian tertutp I2 dan I1 sehingga x2 I2 dan seterusnya.
Dengan cara seperti ini akan diperoleh interval-interval tertutup yang tak kosong I1 I2
… In … sehingga In I dan xn In untuk setiap n.
Berdasarkan Sifat Interval tersarang 2.6.2, maka terdapat suatu titik In sehingga
untuk setiap n. Selanjutnya xn untuk setiap n N, penulisan secara enumerasi dari
unsur-unsur I seperti diatas tidak lengkap. Jadi pemisalan I terhitung adalah salah. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa I suatu himpunan yang tak terhitung.
Bukti bahwa himpunan bilangan R tak terhitung membawa implikasi bahwa
himpunan bilangan irrasional adalah tak terhitung. Pada uraian terdahulu diperlihatkan
bahwa himpunan bilangan rasional Q adalah terhitung. Jika himpunan bilangan irrasional
Analisis - Pendahuluan
R/Q terhitung, maka R = Q (R/Q) terhitung (teorema 1.4.7 (c)), dan ini adalah
kontradiksi. Jadi himpunan bilangan irrasional adalah tidak terhitung.
Bentuk Biner Bilangan Real
Dalam uaraian dibawah ini dibahas mengenai bentuk biner bilangan real.
Bahasan ini cukup dibatasi untuk bilangan real antara 0 dan 1, sebab bentuk biner untuk
bilangan real lainya dapat ditentukan dengan menambahkan bilangan positif atau
bilangan negatif.
Jika x [ 0 , 1 ], maka akan digunakan prosedur “bagi dua” secara berulang
dengan mengaitkan dengan suatu barisan bilangan (an ) dari 0 sampai 1. Jika x ½
terletak di sub interval kiri [ 0, ½ ], ambillah a1 = 0, dan jika x terletak di subinterval
kanan, ambillah a2 = 1, jika x = ½ atau x = ¾ , ambillah a2 = 0 atau a2 = 1. Jadi untuk
kasus-kasus ini diperoleh :
a1/2 x (a2 + 1)/22
Selanjutnya, pandang interval [ ½ a1 , ½ ( a1 + 1 ) ]. Jika x bukan titik bagi
interval ini dan terletak di subinterval kiri. Ambillah a2 = 0 dan jika x terletak di sub
interval kanan, ambillah a2 = 1 . Jika x = ½ ambillah a1 = 0 atau a =1. Jadi diperoleh
a1/2 + a2/22 x a1/2 – (a2 + 1)/22
Jika prosedur bagi dua ini dilanjutkan sampai n kali dan ambillah a=0 jika x
bukan titik bagi dan terletak di sub interval kiri dan an =1 jika terletak di sub interval
kanan. Dengan cara seperti ini diperoleh suatu barisan (an) dari 0 atau 1. Ini berkaitan
dengan barisan interval tersarang yang emuat x. Untuk tiap n diperoleh ketidaksamaan :
a1/2 + a2/22 + … + an/2n x a1/2 + a2/22 + … + – (a2 + 1)/22 …..( * )
Jika x adalah titik bagi pada langkah ke n, maka x = m/2n dengan m bilangan
ganjil. Jadi pada kasus ini, harus dipilih salah satu subinterval kiri atau subinterval kanan.
Pada suatu saat,setelah subinterval dipilih , maka semua sub barisan subinterval-
subinterval dapat ditentukan.
Sabagai contoh, jika dipilih subinterval kiri, sehingga an = 0, maka x adalah titik
ujung kanan dari semua k n + 1. Pada sisi lain, jika dipilih subinterval kanan sehingga
Analisis - Pendahuluan
an = 1, maka x adalah titik ujung kiri dari semua sub barisan subinterval. Oleh karena itu
ak =0, untuk semua k n + 1.
Selanjutnya jika x = ¾ ( misalnya ), maka dua kemungkinan barisan untuk x
adalah 1, 0, 1, 1, 1, … dan 1, 1, 0, 0, 0, … .
Dapat disimpulkan bahwa jika x [0, 1], maka terdapat suatu barisan ( a ) dari 0
dan 1 sehingga ketidaksamaan ( * ) dipenuhi untuk setiap n N.
Dalam hal ini ditulis :
x = ( ,a1a2…an… )2
dan ini disebut bentuk biner dari x. Bentuk biner ini unik kecuali jika x = m/2n untuk m
bilangan ganjil, dan pada kasus ini x mempunyai dua bentuk :
x = ( ,a1a2…an – 1 1000… )2 = ( ,a1a2…an – 1 0111… )2
Satu berakhir pada 0 dan yang lainya berakhir pada 1.
Sebaliknya, tiap barisan dari 0 dan 1 adalah bentuk biner dari suatu bilangan real
di [ 0, 1 ].
Ketidaksamaan ( * ) menentukan suatu interval tertutup dengan panjang 1/2n dan
barisan dari interval tersarang.
Selanjutnya berdasakan teorema 2.6.3, maka terdapat bilangan real x ( unik ) yang
memenuhi ( * ) untuk setiap n N. Akibatnya x mempunyai bentuk biner ( ,a1a2…an… )2
Bentuk Desimal Blangan Real
Bentuk desimal bilangan real adalah serupa dengan bentuk biner, kecuali pada
pembagian interval menjadi subinterval. Dalam bentuk desimal, interval dibagi menjadi
10 subinterval dengan panajng yang sama.
Jika x [0, 1], maka x terletak pada suatu subinterval [b1/10, (b1+1)/10] untuk
bilangan bulat b1 { 0. 1, …, 9 }. Prosedurnya serupa seperti pada bentuk biner, dan
akan diperoleh suatu barisan (bn) dari bilangan bulat dengan 0 bn 9 untuk setiap n
N, sehingga x memenuhi :
b1/10 + b2/102 +…+ bn/10n x b1/102 +…+ (bn + 1 )/10n …( ** )
Dalam hal ini dikatakan bahwa, x mempunyai bentuk desimal yang diberikan oleh:
Analisis - Pendahuluan
x = ( , b1b2…bn…)
Untuk bilangan negatif, juga diperlakukan dengan cara yang serupa :
Bentuk desimal dari x [0,1] adalah unik kecuali x merupakan suatu titik bagi
pada suatu langkah tertentu, yang sama x = m/10n untuk suatu m, n N, 1 m 10n (m
tidak habis dibagi 10 ). Jika x merupakan suatu titik bagi pada langkah ke-n, maka suatu
pilihan untuk bn yaitu bn terletak pada subinterval kiri, sehingga bk = 9 untuk k n + 1.
Pilihan lainya adalah memandang bn terletak pada subinterval kanan, sehingga bk = 0
untuk k n + 1. Sebagai contoh, jika x = ½ maka x = , 4999… = , 5000…, dan jika
y = 38/100, maka y = ,3799… = ,38000… .
Desimal Berulang
Suatu bentuk desimal B,b1b2….bn… disebut desimal berulang jika terdapat k, n N
sehingga bn = bn + m untuk setiap n k. Bilangan m terkecil dengan sifat seperti diatas
disebut perioda desimal.
Sebagai contoh, 19/38 = 0,2159090…90… mempunyai periode m = 2 dengan
“blok perulangan” 90 pada k = 4. Suatu desimal yang mempunyai akhir ( terminating
decimal ) adalah desimal berulang denga angka perulangan adalah 0.
Dibawah ini akan diberikan bukti informal untuk pernyataan :
“Suatu bilangan real positif adalah rasional jika dan hanya jika mempunyai bentuk
desimal yang berulang”.
Misalkan x = p / q dengan p, q N dak tidak mempunyai faktor sekutu kecuali I.
Misalkan pula p < q. Proses “pembagian panjang” dari q kedalam p memberikan bentuk
desimal dari p / q. Tiap langkah dalam proses pembagian menghasilkan sisa bilanagn
bulat dari 0 sampai dengan ( q – 1 ). Selanjunya setelah paling banyak q langkah, sisa
akan sama pada saat kedua kalinya dan pada titik ini, angka dalam hasil bagi akan mulai
berulang membentuk suatu siklus. Oleh karena itu banyak bentuk desimal bilangan
rasional adalah berulang. Sebaliknya, jika suatu bilangan desimal adalah berulang, maka
ini menyatakan suatu bilangan rasional. Ide pembuktian diilustrasikan dengan contoh
sebagai berikut.
Misalkan x = 7,31414…14… . Kalkan dengan bilangan perpangkatan dari 10 untuk
menggerakkan koma desimal ke blok perulangan pertama. Dalam contoh ini di dapat 10x
= 73,1414… . Kemudian kalikan dengan perpangkatan dari 10 untuk menggerakkan satu
Analisis - Pendahuluan
blok perulangan ke kiri dari koma desimal sehingga didapat 1000 x = 7314,1414… .
Kurangkan atau selisihkan untuk mendapatkan suatu bilangan bulat sebagai berikut 1000
x – 10 x = 7314 – 73 = 7241. Akhirnya diperoleh x = 7241 / 990 sebagai bilangan
rasional.
Bukti Teorema Cantor Kedua
Di bawah ini akan ditunjukan bukti dan teorema kedua dari Cantor tentang
ketakterhitungan dari bilangan real R. Bukti didasarkan pada bentuk desimal dari
bilangan real.
2.6.5 Teorema
Interval Satuan [ 0, 1 ] = {x R 0 x 1 } adalah tak terhitung.
Bukti :
Akan ditunjukan dengan kontradiksi ( bukti tak langsung ).
Misalkan { x R 0 x 1} terhitung.
Gunakan fakta bahwa setiap bilangan real x [ 0,1 ] mempunyai bentuk desimal x = 0,
b1b2b3…, diman b = 0, 1, …., 9. Misalkan terdapat suatu enumerasi dari semua
bilangan di [ 0, 1 ], yang dapat dituliskan sebagai berikut :
x1 = 0,b11b12b13…b1n
x2 = 0,b21b22b23…b2n
x3 = 0,b31b32b33…b3n
Selanjutnya definisikan suatu bilanagn real y = 0,y1y2y3…yn…dengan kontruksi sebagai
berikut :
y1 =
Secara umum, misalkan yn =
Jadi y [0, 1]. Tetapi y xa, n N ( karena y berbeda dengan xn pada tempat
desimal ke-n ). Oleh karena itu y tidak termasuk dalam enumirasi dari [0,1] dan ini
kontradiksi dengan hipotesis. Berarti pemisalan {x R 0 x 1} terhitung adalah
salah, yang bernar adalah [ 0,1] = { x R 0 x 1} tak terhitung.
2.6.6 Bahan Diskusi
n
n = 1
n = 1
n = 1
n = 1
Analisis - Pendahuluan
1. Jika S R tak kosong, tunjukan bahwa S terbatas jika dan hanya jika terdapat suatu
interval tertutup terbatas I R sehingga S I.
2. Misalkan S R tak kosong dan terbatas. Misalkan pula I = [ inf S, sup S ].
Tunjukan bahwa S Is . Selanjutnya jika J sebarang interval tertutup terbatas di R
sehingga S J. tunjukan Is J
3. Misalkan In = [ 0, 1/n ]. n N. Buktikan bahwa jika x > 0, maka x In
2.6.7 Latihan
1. Jika I = [a, b] dan I’ = [a’, b’] interval-interval tertutup di R, tunjukan I I’ jika dan
hanya jika a’ a dan b’ b.
2. Tujukan bahwa jika I1 I2 … In … adalah barisan tersarang dari interval
tertutup di R, dan jika In = [ an , bn ], maka a1 a2 … an … dan b1 b2 …
bn …
3. Buktikan jika Jn = (0, 1/n), n N, maka Jn =
4. Buktikan jika Kn = (n, ), n N, maka Jn =
5. Gunakan notasi dalam bukti teorema 2.6.2 dan 2.6.3, untuk menunjukan bahwa
In juga tunjukan [ , ] In
6. Tunjukan bahwa interval yang ditentukan dari ketidaksamaan ( * ) membentuk suatu
barisan tersarang.
7. Berikan dua bentuk biner dari 3 / 8 dan 7 / 16
8. a) Berikan empat angka pertama dalam bentuk biner dari 1 / 3
b) Berikan bentuk lengkap dari 1 / 3
9. Tunjukan bahwa jika ak , bk { 0, 1,…9}dan jika a1/10 + a2/102 +…+ an/10n =
b1/10 + b2/10 + b2/102 +…+ bn/10n 0 maka n = m dan ak = bk untuk k = 1,…, n
10. Carilah bentuk desimal dari - 2 / 7
11. Nyatakan 1 / 7 dan -2 / 19 sebagai desimal berulang.
12. Bilangan rasional manakah yang dinyatakan dengan desimal berulang 1.25137…
137… dan 35,14653 … 653 …
Analisis - Pendahuluan
Recommended