View
304
Download
10
Category
Preview:
Citation preview
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2014
ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBESARAN IKAN HIAS
NEON TETRA (Studi Kasus di Pengusaha Bapak Rodi,
Kecamatan Bojongsari, Kota Depok)
MUHAMAD NANANG SOFYUDIN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Berjudul Analisis Risiko
Produksi Pembesaran Ikan Hias Neon Tetra (Studi Kasus di Pengusaha Bapak
Rodi, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Muhamad Nanang Sofyudin
NRP. H34077031
ABSTRAK
MUHAMAD NANANG SOFYUDIN. Analisis Risiko Produksi
Pembesaran Ikan Hias Neon Tetra (Studi Kasus di Pengusaha Bapak Rodi,
Kecamatan Bojongsari, Kota Depok). Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.
Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai negara kepulauan di
dunia, sehingga sangat mendukung sektor perikanan dan memiliki potensi bagi
perkembangan perekonomian maritim bangsa. Salah satunya bisnis produk
perikanan non konsumsi di Indonesia, khususnya komoditas ikan hias yang
mengalami perkembangan yang cukup pesat disamping memiliki prospek yang
menjanjikan secara ekonomi.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber risiko produksi dan
menganalisis dampak resiko yang terdapat pada kegiatan usaha pembesaran ikan
hias neon tetra milik Bapak Rodi.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis manajemen risiko dan
analisis risiko berdasarkan ukuran yang menggunakan pendekatan Expected
Return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Berdasarkan hasil
penilaian risiko produksi pada usaha pembesaran ikan hias neon tetra diperoleh
nilai expected return sebesar 78.52 untuk satu kali periode. Artinya, Bapak Rodi
dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 78.52 persen survival rate dalam
usaha pembesaran ini untuk setiap periode panen. Sedangkan untuk nilai
coefficient variation diperoleh hasil sebesar 0,23. Dengan kata lain bahwa untuk
setiap satu persen tingkat keberhasilan ikan hias neon tetra yang diperoleh akan
mengalami risiko sebesar 0,23 persen pada saat terjadi risiko produksi. Beberapa
hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan investasi berupa pembelian
alat thermometer dan pH meter agar pengecekan suhu dan pH dapat dilakukan
secara rutin.
Kata Kunci : Survival rate, Expected Return, variance, standard deviation, dan
coefficient variation
ABSTRACT
MUHAMAD NANANG SOFYUDIN. Productionn Risk Analysis of
Enlargment Neon Tetra Fish (Case Studies in Entrepreneur Mr. Rodi, District
Bojongsari, Depok). Supervised by ANNA FARIYANTI.
Indonesia is the archipelago country and well-known in the world, So it
supports the fisheries sector and has the potential for economics development as
maritime country and nation. One of these, is the non-consumption of fishery
products business in Indonesia, in particulary is a commodity of ornamental fish.
It has developed quite rapidly besides having promising prospects economically.
The Objective of this study is to identify a source of risk production and to
analyze probability and impact of risk production in the rearing
operational business of ornamental fish neon tetra owned by Mr. Rodi.
The analytical method used is the analysis of risk management and risk
analysis based on the size of the Expected Return approach, variance,
standard deviation, and coefficient of variation. The result Based on the risk
assessment on the production of ornamental fish rearing business neon
tetra obtained the expected return value is 84.77 for a single period. That
Means is Mr. Rodi can expect as much the result of the acquisition of 84.77 per
cent survival rate in this enlargement effort for each harvest period. The
coefficient of variation values obtained results of 0.20. In other words, for
every one percent success rate ornamental fish neon tetra obtained will have a
risk of 0.20 percent at the time of production risk. Some things that can be done
is to make investments in the form of a purchase thermometers and pH meters
tool that checks the temperature and pH can be done routinely.
Key Word: Neon Tetra, Survival rate, Expected Return, variance, standard
deviation, and coefficient variation
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBESARAN IKAN HIAS
NEON TETRA (Studi Kasus di Pengusaha Bapak Rodi,
Kecamatan Bojongsari, Kota Depok)
MUHAMAD NANANG SOFYUDIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
Judul skripsi : Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Hias Neon Tetra (Studi Kasus di Pengusaha Bapak Rodi, Kecamatan
Bojongsari, Kota Depok) Nama
NRP
: Muhamad Nanang Sofyudin
: H34077031
Disetujui oleh
Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah mengenai Analisis Risiko Produksi Ikan Hias Neon
Tetra (Studi Kasus di Pengusaha Bapak Rodi, Kecamatan Bojongsari, Kota
Depok).
Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti MSi
selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan saran. Terimakasih
juga penulis sampaikan kepada keluarga Bapak Rodi Saputra dan Pokdakan
Curug Jaya 1 selaku pengusaha ikan hias neon tetra yang telah mebantu selama
proses penelitian ini. Ungkap terimakasih juga kepada orangtua dan seluruh
keluarga atas do’a, kasih sayang dan support yang telah diberikan selama ini,
teman-teman Ekstensi Agribisnis angkatan 4 atas kebersamaan selama
perkuliahan.
Semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin.
Bogor, Februari 2014
Muhamad Nanang Sofyudin
1
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvi
PENDAHULUAN ................................................................................ 1
Latar Belakang .......................................................................... 1
Rumusan Masalah ..................................................................... 4
Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
Kegunaan Penelitian ................................................................... 6
Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7 Prospek Usaha Budidaya Ikan Hias ............................................ 7
Ikan Neon Tetra ......................................................................... 7
Pembesaran Ikan Neon Tetra ..................................................... 8
Penelitian Terdahulu ................................................................. 9
Sumber-sumber Risiko Produksi Perikanan ......................... 12
Motode Analisis Risiko ....................................................... 12
Strategi Penanganan Risiko ................................................. 13
KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................. 13 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................... 13
Konsep Risiko ..................................................................... 13
Sumber-sumber Risiko ........................................................ 15
Strategi Pengelolaan Risiko ................................................ 15
Konsep Penanganan Risiko ................................................. 17
Kerangka Pemikiran Operasional .............................................. 19
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 20 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 20
Jenis dan sumber Data ............................................................... 21
Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 21
Analisis Manajemen Risiko ................................................ 22
Analisis Kuantitatif .............................................................. 22
GAMBARAN PROFIL USAHA ......................................................... 25
Profil Usaha ................................................................................ 25
Struktur Organisasi ..................................................................... 26
Lokasi Usaha ............................................................................. 27
Kegiatan Produksi Pembesaran .................................................. 27
Penyiapan akuarium ............................................................. 28
Penebaran Benih .................................................................. 28
Pemberian Pakan ................................................................. 29
Pengelolaan Air ................................................................... 29
Pengendalian Hama dan Penyakit ....................................... 30
Penyortiran Ikan Hias .......................................................... 31
2
Pengemasan ........................................................................ 31
Pemasaran ............................................................................ 31
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 32
Identifikasi Sumber-sumber Risiko ........................................... 32
Kondisi Cuaca dan Iklim .................................................... 34
Kualitas Pakan ..................................................................... 35
Hama dan Penyakit .............................................................. 36
Analisis Risiko Produksi Ikan Hias Neon Tetra ........................ 36
Strategi Pengelolaan Risiko Produksi ........................................ 38
Perencanaan Produksi ......................................................... 36
Pengorganisasian ................................................................ 39
Pelaksanaan ......................................................................... 39
Pengontrolan ....................................................................... 39
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 40
Kesimpulan ................................................................................ 38
Saran .......................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 39
LAMPIRAN ......................................................................................... 40
3
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. . PDB perikanan nasional indonesia atas dasar harga berlaku….. 1
2. . Volume produksi sektor perikanan tahun 2010-2011................. 2
3. . Nilai ekspor ikan hias tahun 2007-2010.................... …………. 3
4. Survival Rate pembesaranikan hias neon tetra Bapak Rodih
Tahun 2011 –2013 ………………………................................. 5
5. Tingkat survival rate pada pembesaran ikan hias neon tetra
di usaha Bapak Rodih ……………………….............................. 23
6. Harga jual ikan hias neon tetra di Pokdakan Curug Jaya
pada eksportir ………………………………............................ 28
7. Rata-rata produksi, survival rate ikan hias neon tetra dan
peluang yang dihadapi………………………............................. 33
8. Hasil penilaian risiko produksi pembesaran ikan hias neon tetra
pada usaha Bapak Rodi tahun 2011-2013.….............................. 37
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 .... Proses pengelolaan risiko perusahaan ……………………. 17
2 .... Kerangka pemikiran operasional…………………………. 20
3 .... Struktur organisasi ………………………………………... 26
LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 ... Nilai produksi perikanan budidaya menurut jenis
budidaya dan provinsi tahun 2011 ................................................ 41
2 ... Kerangka pemikiran operasional……………………………….. 42
3 ... Dokumentasi di pengusaha Bapak Rodi ………………………. 43
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai negara kepulauan di
dunia, sehingga sangat mendukung sektor perikanan dan memiliki potensi bagi
perkembangan perekonomian maritim bangsa. Perikanan budidaya merupakan
salah satu komponen yang penting pada sektor perikanan. Hal ini berkaitan
dengan perannya dalam menunjang persediaan pangan nasional, penciptaan
pendapatan dan lapangan kerja di usaha lain1.
Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari
fungsinya sebagai penyedia bahan baku pendorong agroindustri, penyumbang
devisa melalui penyediaan ekspor hasil perikanan, penyediaan kesempatan kerja,
sumber pendapatan nelayan atau petani ikan dan pembangunan daerah, serta
pendukung kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup (Direktorat
Jenderal Perikanan, 2004).
Peran serta sektor perikanan dalam perkembangan perekonomian Indonesia
dapat dilihat berdasarkan kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB). PDB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang
ditujukan untuk mengetahui peran dan kontribusi yang diberikan oleh suatu
produk terhadap pendapatan nasional. Hal tersebut dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1 PDB perikanan dan nasioanal indonesia atas dasar harga berlaku tahun
2008-2011
Tahun PDB Perikanan
(Miliar Rupiah) PDB Total
(Miliar Rupiah) Persentase PDB Perikanan
Terhadap PDB Total (Persen)
2004 53,010.8 2,295,826.2 2,309
2005 59,639.3 2,774,281.1 2,1497
2006 74,335.3 3,339,216.8 2,2261
2007 97,697.3 3,950,893.2 2,4728
2008 137,249.5 4,948,688.4 2,7734
2009 176,620.0 5,606,203.4 3,1504
2010* 199,383.4 6,436,270.8 3,0979
2011** 227,761.2 7,427,086.1 3,0666
Keterangan : ( * ) Angka sementara
( ** ) Angka sangat sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)
Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 2004 sampai dengan 2011 menunjukkan
bahwa pendapatan sektor perikanan secara keseluruhan memiliki kecenderungan
1http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia
[23 November 2012]
2
mengalami peningkatan dari tahun ketahun meskipun dilihat dari persentase
perbandingan antara pendapatan perikanan terhadap pendapatan nasisonal
berfluktuatif. Dengan kenaikan tersebut menunjukkan sektor kelautan dan
perikanan dari tahun ke tahun perannya semakin penting dalam pembentukan
pendapatan nasional.
Peran serta peningkatan pendapatan sektor perikanan terhadap pendapatan
nasional salah satunya didorong dengan meningkatnya nilai ekspor produk
perikanan Indonesia sendiri. Pada semester pertama 2012 tercatat sebesar USD
1,9 miliar atau meningkat sebesar 17,92 persen dibandingkan periode yang sama
2011.Sedangkan volume ekspor pada semester pertama tahun 2012 meningkat
sebesar 14,5 persen, dari 521,6 ribu ton tahun 2011 menjadi 597,2 ribu ton pada
2012. Peningkatan ekspor juga diikuti dengan peningkatan sebesar 26,32 persen
neraca perdagangan produk perikanan, dari sebesar USD 1,36 milyar pada 2011,
meningkat menjadi USD 1,72 miliar pada 20122.
Tahun 2011, realisasi ekspor hasil perikanan sebesar 3,5 miliar dollar AS
(Rp 33.250 triliun), dengan negara utama tujuan ekspor produk perikanan yakni
Amerika Serikat 1,07 miliar dollar AS atau Rp 10.165 triliun (30,4 persen),
Jepang 806 juta dollar AS atau Rp 7.657 triliun (22,9 persen), dan Eropa 459,8
juta dollar AS atau Rp 4.368 triliun (13,1 persen)3.
Klasifikasi dari sektor perikanandibagi menjadidua yaitu perikanan tangkap
yang terdiri dari perairan tangkap dilaut dan perairan umum.Volume produksi
sektor perikanan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Volume produksi sektor perikanan tahun 2010-2011
Rincian
Tahun (Ton) Kenaikan Rata-Rata
(%) 2010 2011
Penangkapan 5.348.418 5.409.100 0,46
Perikanan Laut 5.039.446 5.061.680 0,44
Perairan Umum 344.972 347.420 0,71
Budidaya 6.277.972 7.901.526 11,13
Budidaya Laut 3.514.702 3.735.585 6,28
Tambak 1.416.038 1.734.260 22,47
Kolam 819.809 955.511 16,55
Keramba 121.271 120.654 -0,51
Jaring Apung 309.499 331.936 7,25
Sawah 96.605 98.804 2,28
Jumlah 11.662.342 13.310.626 6,20
Sumber : KKP (2013)
2 http//:p2hp.go.id/Perencanaan Bulan Hasil Mutu
Perikanan 2012 [11 Oktober 2012]
3 loc.cit
3
Pada Tabel 2 menjelaskan sektor perikanan nasional mengalami
peningkatan volume produksi sebesar 6,20 persen per tahun. Salah satu sektor
yang memberikan kontribusi di dalam peningkatan perikanan nasional adalah
sektor perikanan budidaya dengan volume produksi lebih besar dibandingkan
dengan perikanan tangkap yaitu sebesar 11,13 persen per tahun.
Berdasarkan tabel nilai produksi perikanan budidaya menurut jenis
budidaya dan Provinsi tahun 2011 pada lampiran 1 memperlihatkan pulau Jawa
memiliki nilai produksi tertinggi yaitu sebesar 21.493.302.629.000 rupiah dan
Jawa Barat memberikan kontribusi tertinggi didalamnya yaitu sebesar
1.116.823.514.000 rupiah atau 51,2 persen dari total produksi di pulau Jawa.
Perikanan budidaya sendiri dapat terbagi menjadi dua yaitu ikan konsumsi
dan non konsumsi atau ikan hias. Saat ini, perkembangan bisnis produk perikanan
non konsumsi di Indonesia, khususnya komoditas ikan hias mengalami
perkembangan yang cukup pesat di samping memiliki prospek yang menjanjikan
secara ekonomi. Salah satu komoditas perikanan yang diminati pasar asing dan
memiliki potensi produksi di Indonesia adalah ikan hias. Hal ini terlihat dari
peningkatan nilai ekspor ikan hias Indonesia pada Tabel 3
Tabel 3 Nilai ekspor ikan hias periode tahun 2007-2010
Tahun Nilai Ekspor Ikan Hias (USD)
2007 7,3juta
2008 8,3juta
2009 10,0 juta
2010 19,6 juta Sumber : Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (2012)
Tabel 3 menunjukkan bahwa produksi ikan hias di Indonesia mengalami
peningkatan, yaitu sebesar 168,5 persen pada periode tahun 2007-2010. Tercatat,
trend volume ekspor ikan hias telah mencapai peningkatan hingga 11,56 persen.
Sedangkan data yang terakumulasi sejak 2007 hingga 2011 lalu nilai ekspor ikan
hias sudah mencapai peningkatan sebesar 23,36 persen pada periode yang sama,
selain itu nilai ekspor ikan hias pada tahun 2011 sebesar US$ 13,262 juta dan
hingga April 2012 sendiri nilai ekspornya sangat menjanjikan, yakni telah
mencapai sebesar US$ 5,241 juta. Sementara data Dewan Ikan Hias Indonesia
(DIHI) menyebutkan perdagangan global ikan hias mencapai turn over 5 miliar
dolar AS dengan pertumbuhan 8 persen per tahun. Sebagian besar ikan
hias tersebut, yakni 85 persennya merupakan ikan hias air tawar dan sisanya yaitu
15 persen merupakan ikan hias laut4. Semakin meningkatnya nilai ekspor tersebut
menunjukkan adanya potensi produksi ikan hias di Indonesia dan kebutuhan pasar
dunia akan ikan hias.
Pengusahaan ikan hias air tawar banyak dilakukan oleh petani-petani yang
tergabung kelompok pembudidaya. Salah satu pengusahaan yang bergerak di
bidang pembudidayaan ikan hias adalah kelompok pembudidaya ikan (pokdakan)
Curug Jaya 1 yang diketuai oleh BapakRodi yang merangkap sekaligus sebagai
Supplyer5 ikan hias di kota Depok.
Kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) Curug Jaya 1 merupakan salah
satu kelompok yang memanfaatkan potensi ikan hias melalui pembudidayaan ikan
4 http//:www.kkp.go.id/Mendulang Devisa dari Bisnis Ikan Hias.
[10 Oktober 2012] 5 http//:www.depokterkini.com/Perkampungan Ikan Neon Tetra
[27 November 2012]
4
hias air tawar di Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Jenis
ikan hias yang dibudiayakan Pokdakan Curug Jaya (PCJ) adalah tiga jenis ikan
hias air tawar keluarga Characidae yaitu Neon tetra , Cardinal Tetra dan Red
Nose. Alasan kelompok PCJ membudidayakan ikan hias air tawar keluarga
Characidae dikarenakan kesesuaian lingkungan sekitar atau kecamatan
Bojongsari dengan syarat kelayakan hidup ikan tersebut, terutama pH air yang
bersifat asam (kurang dari 6). Kelompok ini berhasil meraih penghargaan
Adibakti Mina Bahari dari Mentri Kelautan dan Perikanan sebagai Juara I Bidang
Perikanan Budidaya, Kategori Ikan Hias pada Desember 2010 karena sistem
penjualan satu pintu yang baik.Pemanfaatan potensi ikan hias di PCJ didukung
oleh adanya kontrak kerja dengan beberapa eksportir serta pemasarannya yang
sudah memiliki sistem penjualan satu pintu yaitu melalui Bapak Rodi sebagai
ketua sekaligus supplyer. Sistem tersebut memudahkan PCJ dalam memasarkan
ikan hiasnya, sehingga untuk pemasaran ikan hias air tawar PCJ tidak mengalami
kesulitan.
Pengusahaan pembudidadayaan ikan hias Bapak Rodi secara pribadi
memiliki beberapa pembagian usaha yaitu pembenihan, pembesaran dan
pemasaran. Ketiga usaha tersebut, pada usaha pembenihan memiliki tingkat risiko
yang sangat tinggi dimana tingkat keberhasilannya yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan pada unit usaha pembesaran. Akan tetapi pada unit usaha
pembesaran bukan berarti tidak memiliki risiko, hal ini ditandai dengan adanya
fluktuasi atau naik turunnya survival rate (SR) atau tingkat keberhasilan hidupikan
hias yang disebabkan oleh beberapa faktor diataranya adalah perubahan suhu yang
ekstrim, kualitas bibit, keterampilan atau keahlian tenaga kerja, serangan penyakit
dan kualitas pakan.
Kondisi iklim yang sulit diprediksi serta perubahan cuaca yang terlalu cepat
menjadi salah satu faktor risiko dalam pengusahaan pembenihan ikan hias. Hal ini
disebabkan kondisi tersebut dapat mempengaruhi perubahan pH air dan suhu di
sekitar lingkungan budidaya sehingga menyebabkan ketidak sesuaian dengan pH
air dan suhu yang sesuai dengan kebutuhan ikan hias. Selain itu, risiko yang juga
akan mempengaruhi tingkat produktivitas ikan hias adalah keterampilan tenaga
kerja baik dalam perawatan dan pemeliharaan. Perawatan dan pemeliharaan serta
pencegahan penyakit ikan hias membutuhkan kecermatan terutama dalam
pemberian pakan, vitamin dan obat-obatan yang digunakan.
Rumusan Masalah
Bapak Rodi adalah salah satu tokoh sekaligus pelopor yang memanfaatkan potensi
ikan hias melalui pembudidayaan ikan hias air tawar khususnya ikan jenis neon
tetra di Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Pada tahun
2006 Bapak Rodi memulai usahanya dengan empat buah akuarium, hingga saat
ini jumlah total akuarium yang Bapak Rodi miliki mencapai kurang lebih dua ribu
unit. Salah satu usaha yang saat ini diusahakan oleh Bapah Rodi adalah usaha
pembesaran ikan hias neon tetra yang dimulai pada awal tahun 2008 dengan
jumlah akuarium sebanyak tiga ratus unit. Usaha pembesaran ikan hias ini diawali
dengan ditebarnya bibit berukuran S (ukuran 1.2 cm) kedalam akuarium yang
sudah dipersiapkan sebelumnya, dan akan dipanen pada umur tiga bulan yang
5
akan menghasilkan ikan hias neon tetra yang berukuran lebih besar yaitu ukuran
M (ukuran 2 cm) sampai dengan ML (ukuran 2.3 cm). Perkembangan usahanya
Bapak Rodi selalu dihadapkan kepada risiko produksi. Risiko produksi dapat
disebabkan oleh kualitas pakan, kualitas bibit, perubahan suhu yang ekstrim,
serangan penyakit dan keterampilan tenaga kerja. Adanya risiko produksi
menimbulkan ketidakpastian terhadap keuntungan yang akan diperoleh. Jumlah
produksi ikan hias pada usaha Bapak Rodi mengalami kondisi yang berfluktuasi
setiap periode produksi. Hal ini dapat dilihat pada tingkat Survival Rate yang
Bapak Rodi alami Tabel 4.
Tabel 4 Survival rate pembesaran ikan hias neon tetra Bapak Rodi
tahun 2011-2013
No Bulan Tahun Bibit
ukuran S
(ekor)
Panen
(ekor) Survival rate pembesaran
1 Januari 2011 60000 52200 87%
2 Februari 2011 80500 75600 94%
3 Maret 2011 33000 17650 53%
4 Agustus 2011 60500 58725 97%
5 September 2011 60500 58600 97%
6 Oktober 2011 47000 45100 96%
7 Desember 2011 47500 44225 93%
8 Januari 2012 90500 85100 94%
9 Maret 2012 56000 47850 85%
10 Mei 2012 69000 57750 84%
11 Juni 2012 61000 59475 98%
12 September 2012 30000 19750 66%
13 Februari 2013 75000 57600 77%
14 Mei 2013 69000 68000 99%
15 Juni 2013 62000 44800 72%
16 Juli 2013 66000 56175 85%
17 September 2013 63000 41650 66%
Rata-rata 85%5 Sumber : Rodi (2012)
Perkembangan produksi ikan hias pada usaha pembesaran ikan hias neon
tetra Bapak Rodi mengalami kondisi yang fluktuaif setiap periode. Adanya
tingkat fluktuasi produksi yang terlihat pada Tabel 3, menggambarkan adanya
risiko produksi yang dihadapi oleh pengusaha pertahunnya. Berdasarkan Tabel
3, tingkat Survival Rate tertinggi terjadi pada bulan Mei 2013 yaitu 0,99 persen
dengan tebaran bibit 69.000 ekor dengan banyak ikan hias yang di panen 68.000
Ekor. Sedangkan untuk tingkat survival rate terendah terjadi pada bulan Maret
2011 yaitu 0,53 persen dengan tebaran benih 33.000 ekor dan banyaknya ikan hias
neon tetra yang dapat dipanen hanya 17.650 ekor. Selain itu adanya risiko juga
dapat dilihat dari adanya tingkat survival rate pada bulan yang sama dengan tahun
6
yang berbeda seperti pada bulan Maret 2011 dan 2012 atau pada bulan September
dengan tahun yang berbeda, terlihat adanya perbedaan tingkat survival rate yang
cukup jauh, banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perbedaan
tersebut diantaranya adalah pemilihan kualitas bibit, kualitas pakan, perubahan
suhu yang ekstrim, serangan hama dan penyakit, serta keterampilan tenaga kerja
menjadi beberapa risiko penyebab terjadinya fluktuasi produksi. Usahanya pada
beberapa waktu atau bulan tertentu Bapak Rodi melakukan usaha pembesaran
jenis ikan hias selain neon tetra karena adanya permintaan pasar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Sumber-sumber risiko apa saja yang dihadapi berkaitan dengan kegiatan
produksi pembesaran ikan hias neon tetra milik Bapak Rodi?
2. Berapa besarnya peluang dan dampak risiko pada usaha pembesaran ikan
hias neon tetra milik Bapak Rodi?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan
sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi sumber risiko produksi yang terdapat pada kegiatan usaha
pembesaran ikan hias neon tetra milik Bapak Rodi.
2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko produksi pada kegiatan usaha
pembesaran ikan hias neon tetra milik Bapak Rodi.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
1. Sebagai masukan bagi perusahaan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi
pengambil kebijakan di perusahaan dalam menjalankan usaha pada saat
menghadapi risiko.
2. Bagi penulis dapat menambah pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu-
ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, serta melatih kemampuan analisis
dalam pemecahan masalah.
3. Sebagai bahan masukan bagi pembaca untuk memperluas wawasan agar
dapat mengembangkan dan mengaplikasikan penelitian ini serta dapat
dijadikan sebagai salah satu bahan rujukan untuk mengadakan penelitian-
penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Bapak Rodi memiliki beberapa kegiatan usaha, diantaranya adalah usaha
pembibitan, pembesaran dan pemasaran ikan hias seperti neon tetra, red nose dan
cardinal. Di dalam penelitian ini komoditas yang dikaji adalah pada usaha
pembesaran ikan hias neon tetra saja. Usaha tersebut dikaji karena usaha tersebut
merupakan usaha yang sering dan rutin dilakukan oleh bapak Rodi, pertimbangn
lainnya adalah karena ketersediaan data yang memenuhi kebutuhan penelitian
7
yang sedang dilakukan. Usaha pembsaran ikan hias neon tetra ini rata-rata
berlangsung selama tiga bulan dan akan menghasilkan ikan hias dengan ukuran M
dan ML, ikan hias yang di luar dari ukuran tersebut seperti SM atau L tidak akan
di hitung dn dimasukkan kedalam data panen. Peneliatian ini menggunakan data
produksi per periode panen yang dimulai pada bulan Januari 2011 sampai dengan
bulan September 2013.
TINJAUAN PUSTAKA
Prospek Usaha Budidaya Ikan Hias
Salah satu kegiatan usaha pada sektor perikanan yang memiliki kontribusi
dalam peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional Indonesia yaitu
budidaya ikan hias air tawar. Hal ini tercermin dari peningkatan nilai ekspor ikan
hias air tawar yang mengalami peningkatan.
Saat ini, perkembangan bisnis produk perikanan non konsumsi di
Indonesia, khususnya komoditas ikan hias mengalami perkembangan yang cukup
pesat di samping memiliki prospek yang menjanjikan secara ekonomi. Tercatat,
trend volume ekspor ikan hias telah mencapai peningkatan hingga 11,56 persen.
Sedangkan, data yang terakumulasi sejak 2007 hingga 2011 lalu itu nilai ekspor
ikan hias sudah mencapai peningkatan sebesar 23,36 persen pada periode yang
sama selain itu, nilai ekspor ikan hias pada tahun 2011 sebesar US$ 13,262 juta
dan hingga April 2012 sendiri nilai ekspornya sangat menjanjikan, yakni telah
mencapai sebesar US$ 5,241 juta. Sementara data Dewan Ikan Hias Indonesia
(DIHI) menyebutkan perdagangan global ikan hias mencapai turn over 5 miliar
dolar AS dengan pertumbuhan 8 persen per tahun. Sebagian besar ikan
hias tersebut yakni 85 persennya merupakan ikan hias air tawar dan sisanya yaitu
15 persen merupakan ikan hias laut6.
Berdasarkan adanya peningkatan di sektor ekspor ikan hias air tawar
tersebut, maka usaha pembudidayaan ini memiliki potensi untuk dapat lebih
dikembangkan kembali. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan tingkat
produktivitas pembudidaya. Mengurangi risiko produksi merupakan cara yang
sedikit banyaknya dapat berpengaruh terhadap tingkat produktivitas
pembudidayaan ikan hias air tawar. Salah satu ikan hias air tawar yang memiliki
potensi pasar ekspor adalah ikan hias neon tetra .
Ikan Neon tetra
Neon tetra (Paracheirodon innesi) merupakan jenis ikan hias air tawar yang
termasuk keluarga characin (famili Characidae, ordo Characi formes). Jenis
Tetra dari genus Paracheirodon merupakan ikan-ikan asli perairan Amerika
Selatan. Warnanya yang cerah membuat jenis ikan ini dapat terlihat pada perairan
sungai pedalaman yang gelap dan hal ini merupakan salah satu sebab populernya
jenis ikan ini sebagai ikan hias. Neon tetra memiliki warna yang cerah, terdapat
garis horizontal berwama biru-hijau sepanjang kedua sisi ikan mulai dari hidung
hingga bagian depan ekor dan warna kemerah-merahan sepanjang setengah bagian
6 http://www.neraca.co.id/Pemerintah Terus Kembangkan
Bisnis Ikan Hias [11 Oktober 2012]
8
posterior bawah tubuh. Pada malam hari warna tubuhnya akan menghilang selama
ikan beristirahat dan akan muncul kembali ketika ikan aktif pada pagi harinya.
Neon tetra dapat tumbuh hingga 4 cm. Ikan betina memiliki perut yang sedikit
agak besar dibanding ikan jantan. Ikan Neon tetra merupakan salah satu jenis ikan
akuarium yang sangat dikenal dan telah dibudidayakan dalam jumlah yang besar
Meskipun Neon tetra dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan-
perubahan kondisi air, di alam ikan ini mendiami perairan yang sedikit asam (pH
agak rendah), kesadahan rendah, dan suhu antara 20 - 25 °C. Ikan Neon tetra
dapat hidup hingga lima tahun. Ikan Neon tetra sangat mudah dipelihara di
akuarium dengan air yang memiliki pH sekitar 5,0 - 7,0 dan kesadahan 1,0 - 2,0.
Karena ukurannya yang kecil, sebaiknya ikan ini tidak dipelihara bersama dengan
ikan yang berukuran besar atau ikan yang agresif. Neon tetra bersifat omnivora
dan menyukai makanan berupa flake food, udang-udang kecil, daphnia, cacing
darah beku, darah atau pelet berukuran kecil7.
Pembesaran Ikan Neon tetra
Dalam pembesaran ikan hias Neon tetra perlu diperhatikan beberapa
tahapan diantaranya adalah:
1. Persiapan Wadah
a. Persiapan wadah untuk pembesaran yaitu dengan mencuci akuarium
berukuran 100 x 50 x 35 cm kemudian air dikuras atau dikeringkan dengan
menggunakan busa kering.
b. Selanjutnya akuarium diisi dengan air tua yang didiamkan selama 3-5 hari
setinggi 25 cm kemudian memasukkan methylen blue sebanyak 3,75 ml,
serta 98,5 gram garam.
c. Apabila pengisian air dengan air baru, maka methylen blue yang
dimasukkan sebanyak 7,5 ml dan 98,5 gram garam, serta pemberian aerasi
2. Penebaran Benih
a. Sebelum benih ditebar, terlebih dahulu dilakukan penyortiran untuk
keseragaman ukuran.
b. Pemeliharaan benih dimulai pada ikan Neon tetra yang berukuran S
dengan panjang 1-1,5 cm. Benih biasanya ditebar sejumlah 500 ekor tiap
akuarium.
3. Pemberian Pakan
a. Pakan yang diberikan berupa kutu air, dan cacingdarah.
b. Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore
hari. Kutu air diberikan pada pagi dan sore hari sebanyak 170 ml dengan
kepadatan 220 ekor/ml, pada siang hari diberikan cacing Tubifex sp.
secukupnya. Pakan diberikan dengan cara ditebar secara merata dan
menyeluruh ke dalam akuarium.
c. Sebelum diberikan, kutu air dicuci terlebih dahulu di dalam sebuah bak
berisi air, kemudian disaring dan dibilas dengan air bersih, dengan tujuan
menghilangkan kotoran-kotoran atau lumpur yang terbawa saat
pengambilan kutu air di kolam. Kutu yang telah dibersihkan, sebagian
dipisahkan dan disimpan untuk pemberian pakan sore hari
7 http//:www.aquarium.com/Budidaya Neon Tetra [27
November 2012]
9
d. Begitu pula dengan cacing darahsebelum diberikan, dicuci/dibersihkan
terlebih dahulu di sebuah bak berisi air, kemudian dibilas, dan disaring
serta disimpan dalam akuarium berisi air yang diberi aerasi kecil.
cacing Darahyang dibeli dapat dimanfaatkan selama ±3 hari.
4. Pengelolaan Air
a. Kualitas air dipertahankan dengan cara penyiponan feses dan sisa pakan
setiap hari diikuti dengan pergantian air sebanyak 30% dan 50% volume
air secara bergantian setiap hari, serta pemberian aerasi.
b. Setiap pergantian air sebanyak 50% volume air, dimasukkan garam
sebanyak 8,5 gram (segenggam orang dewasa), yang bertujuan untuk
pencegahan terhadap penyakit.
5. Pencegahan Hama Dan Penyakit
a. Pengecekan kesehatan ikan dilakukan setiap pagi hari dengan tujuan agar
penyakit dapat segera terdeteksi dan dicegah penyebarannya. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam pengecekan kesehatan ikan yaitu; (1)
Melihat bagian ekor, apakah terlihat gejala penyakit seperti bintik putih,
(2) Melihat warna tubuh ikan, (3) Melihat gerakan renang ikan, (4)
Melihat reaksi/ respon terhadap pakan.
b. Hama dan penyakit yang biasa menyerang benih Neon tetra yaitu white
spot, buluk (velvet). Penyakitwhite spot menyerang organ kulit tubuh ikan,
sisik dan sirip ini ditandai dengan adanya bintik-bintik putih pada sirip,
sisik dan permukaan tubuh ikan, sedangkan untuk penyakit buluk (velvet)
yang juga menyerang organ sirip, sisik dan permukaan tubuh ikan ditandai
dengan warna ikan menjadi kurang cerah.
c. Obat-obatan yang digunakan antara lain garam, pura dan blitz icht. Untuk
penyakit white spot dapat diatasi dengan menggunakan 6 tetes blitz icht,
untuk pencegahan diberikan 4 tetes.
d. Sedangkan untuk penyakit buluk dapat diatasi dengan memasukkan garam
sebanyak 98,5 gram dan 1,25 gram pura.
e. Pengobatan terhadap penyakit, air dalam akuarium dikurangi sebanyak
50% volume air dan ikan sakit dipuasakan selama 3 hari.
f. Apabila ikan masih sakit lebih dan 3 hari, ikan diberi pakan dalam jumlah
yang sedikit.
6. Pemanenan
a. Pemanenan dilakukan pada saat ikan Neon tetra berukuran M atau bahkan
L karena tergantung permintaan dari konsumen.
b. Ikan Neon tetra ukuran M mempunyai panjang mencapai 1,5-2cm.
c. Untuk mencapai ukuran ini diperlukan pemeliharaan selama ± 1 bulan.
d. Sedangkan benih untuk mencapai ukuran L dengan panjang mencapai 3
cm diperlukan lama pemeliharaan hingga 2-3 bulan8.
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tema penelitian yang
dilakukan, diantaranya adalah mengenai sumber-sumber risiko agribisnis, metode
analisis risiko dan strategi pengelolaan risiko. Seperti penelitian yang dilakukan
oleh Siregar (2010), analisis risiko produksi pembenihan lele dumbo. Metode
8http//:www.aquarium.com/Budidaya Neon Tetra
[27 November 2012]
10
analisis yang digunakan adalah metode nilai standar (z-score) untuk menghitung
probabilitas risiko dan Value at risk (VaR) untuk menghitung dampak dari
terjadinya risiko. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat lima fakor yang
diidentifikasi sebagai sumber risiko produksi pada usaha pembenihan ikan lele
dumbo, yaitu kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk, perubahan
suhu air yang bersifat ekstrim, musim kemarau yang mempengaruhi indukan
dalam produktifitas telur, hama predator bagi benih yang sedang dipelihara, serta
serangan penyakit pada benih ikan lele dumbo. Berdasarkan hasil analisis
probabilitas dan dampak risiko diperoleh hasil bahwa probabilitas risiko terbesar
ada pada sumber hama dengan nilai sebesar 34,1 persen, sedangkan musim
kemarau merupakan sumber risiko produksi yang paling berisiko dan secara
berurutan diikut oleh perubahan suhu air, penyakit, hama, serta kesalahan dalam
seleksi induk ikan lele dumbo. Strategi penangan risikoyang dilakukan adalah
strategi preventif yaitu dengan pengendalian perubahan suhu yang ekstrim dan
pengendalian serangan hama. Untuk strategi mitigasi yang dilakukan adalah
mengatasi musim kemarau yang menyebabkan penurunan produksi telur yang
dihasilkan.
Silaban (2011), Analisis Risiko Produksi Ikan Hias. Penelitian ini
menggunakan metode analisis risiko yaitu variance, standard deviationdan
coefficientvariation serta melihat pengaruh diversifikasi (portofolio) untuk
mengendalikan risiko. Sumber-sumber risiko produksi budidaya ikan hias pada
PT. Taufan Fish Farm antara lain kondisi cuaca atau iklim, serangan penyakit,
kualitas pakan yang buruk dan tenaga kerja yang tidak terampil.Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi diperoleh nilai coefficient
variation pada ikan discus, lobster dan maanvis menunjukkan bahwa nilai
coefficientvariation ikan hias lobster lebih tinggi dibandingkan discus dan
maanvis, artinya bahwa usaha budidaya ikan hias lobster memiliki risiko lebih
tinggi dibanding ikan hias maanvis dan discus. Hal ini disebabkan karena survival
rate yang diperoleh rendah akibat dari proses budidaya yang relatif sulit serta
kondisi iklim atau cuaca yang tidak dapat diprediksi.
Pada usaha diversifikasi, analisis risiko produksi yang dilakukan untuk dua
jenis ikan hias meliputi diversifikasi maanvis dan lobster, maanvis dan discus
serta discus dan lobster. selain itu, analisis risiko portofolio dari kombinasi tiga
jenis ikan hias yaitu discus, maanvis, dan lobster. Nilai koefisien korelasi yang
digunakan pada kegiatan portofolio ini adalah positif satu (+1), hal ini
dikarenakan kombinasi kedua aset dilakukan bersamaan.
Berdasarkan nilai coefficientvariation pada portofolio dua jenis ikan hias
diperoleh hasil bahwa diversifikasi maanvis dan lobster memiliki risiko paling
tinggijika dibandingkan dengan diversifikasi discus dan lobster serta maanvis dan
discus. Sedangkan pada penilaian portofolio untuk ketiga gabungan komoditas
diperoleh risiko lebih rendah dibandingkan dengan diversifikasi maanvis dan
lobster serta discus dan lobster. Namun berbeda halnya dengan diversifikasi
maanvis dan discus yang memiliki risiko lebih rendah jika dibandingkan dengan
mengusahakan diversifikasi tiga jenis ikan hias. Akan tetapi secara keseluruhan
bahwa dengan mengusahakan lebih dari satu jenis ikan hias dapat meminimalkan
risiko yang ada.
11
Strategi penanganan risiko yang dikakukan adalah dengan kegiatan
diversifikasi untuk meminimalkan risiko sekaligus melindungi dari fluktuasi
survival rate. Selain itu, untuk penanganan risiko juga dapat dilakukan penerapan
teknologi terbaru untuk menghasilkan benih ikan hias unggul, serta peningkatan
manajemen pada PT. Taufan Fish Farm untuk melakukan fungsi manajemen yang
tepat dan terarah.
Purwitasari (2011), menganalisis mengenai manajemen risiko oprasional
pada pemasaran benih ikan patin di PT. Mitra Mina Nusantara, kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
nilai standar (Z-Score) untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko dan
metode Value at Risk(VaR) dipakai untuk mengetahui seberapa besar risiko yang
terjadi.Hasil penelitian menunjukan risiko yang teridentifikasipada unit PT.MMN
untuk komoditi benih ikan patin yang dikelompokan berdasarkan penyebab risiko
oprasional yaitu risiko SDM, teknologi, alam dan proses. Dihitung berdasarkan
metode nilai standar per kejadian didapat nilai probabilitas tertinggi yang menjadi
penyebab risiko adalah bencana alam, kesalahan dalam pemilihan kendaraan dan
kecelakaan saat pengiriman
Alternatif penanganan risiko oprasional yang terjadi pada PT. MMN
dilakukan dalam dua strategi penangan yaitu secara preventif dan mitigasi, secara
preventif dilakukan dengan membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur serta
mengembangkan sumber daya manusia, sedangkan secara mitigasi dapat
dilakukan dengan diversifikasi atau dengan menambah variasi komoditas yang
diusahakan.
Dewiaji (2011), menganalisi mengenai risiko produksiusaha pembesaran
lele dumbo di CV. Jumbo Bintang Lestari. Metode yang digunakan untuk
menganalisis probabilitas dengan metode nilai standar atau z-score dan analisis
dampak dengan metode Value at Risk (VaR). Hasil penelitian diketahui bahwa
sumber-sumber risiko produksi yang terdapat di CV. Jumbo Bintang Lestari
meliputi kualitas dan pasokan benih, mortalitas, kualitas pakan, penyakit, cuaca,
dan sumber daya manusia. Hasil analisis probabilitas dengan menggunakan
metode nilai standar secara keseluruhan didapat angka 0,352 yang artinya
kemungkinan CV. Jumbo Bintang Lestari untuk memproduksi lele dumbo
konsumsi lebih dari produksi normal, yaitu 20.901,71 kilogram adalah 0,352 atau
35,2 persen. Sedangkan hasil dari analisis dampak risiko dengan metode VaR
didapat hasil Rp. 24.965.886,00, yang artinya CV. Jumbo Bintang Lestari bisa
yakin 95 persen bahwa perusahaan tidak akan menderita kerugian akibat
kurangnya jumlah produksi ikan lele dari jumlah normal melebihi Rp.
24.965.886,00. Namun, ada kemungkinan 5 persen CV. Jumbo Bintang Lestari
menderita kerugian lebih besar dari Rp. 24.965.886,00. Strategi yang dilakukan
untuk mengatasi risiko adalah strategi preventif yang dilakukan yaitu produksi
benih ikan lele dumbo, pengawasan produksi benih ikan bagi petani mitra,
optimalisasi produksi benih, persiapan kolam, pemberian probiotik, pemberian
vitamin, penanganan benih tebar, peningkatan keamanan lokasi budidaya.
Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan yaitu menjalin kemitraan dengan
pembudidaya benih ikan lele dumbo, sistem kontrak dengan petani pembenihan,
melakukan pengukuran sampel ikan secara berkala, diversifikasi geografis, dan
kerjasama dengan supplier pakan.
12
Sumber-Sumber Risiko Produksi Perikanan
Siregar (2010), analisis risiko produksi pembenihan lele dumbo. Hasil
penelitian menunjukan bahwa terdapat lima fakor yang diidentifikasi sebagai
sumber risiko produksi pada usaha pembenihan ikan lele dumbo, yaitu kesalahan
pembudidaya dalam melakukan seleksi induk, perubahan suhu air yang bersifat
ekstrim, musim kemarau yang mempengaruhi indukan dalam produktifitas telur,
hama predator bagi benih yang sedang dipelihara, serta serangan penyakit pada
benih ikan lele dumbo.
Silaban (2011),mengemukakan sumber-sumber risiko produksi budidaya
ikan hias pada PT. Taufan Fish Farm antara lain kondisi cuaca atau iklim,
serangan penyakit, kualitas pakan yang buruk dan tenaga kerja yang tidak
terampil.
Dewiaji (2011), menganalisi mengenai risiko produksi usaha pembesaran
lele dumbo, sumber-sumber risiko produksi di CV. Jumbo Bintang
Lestarimeliputi kualitas dan pasokan benih, mortalitas, kualitas pakan, penyakit,
cuaca, dan sumber daya manusia.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2010), Silaban (2011) dan
Dewiaji (2011) dapat disimpulkan budidaya perikanan sangat rentan terhadap
risiko kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk,kualitas dan
pasokan benih, kualitas pakan, penyakit, cuaca, dan sumber daya manusia
merupakan sumber risiko perikanan. Sumber-sumber risiko ini akan menjadi
acuan penulis dalam penyelesaian penelitian ini.
Metode Analisis Risiko
Pada penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2010), Dewiaji (2011) dan
Purwitasari (2011) metode analisis risiko yang dipergunakan adalah analisis Z-
score dan Value at Risk (VaR).Metode nilai Z-Score ini untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya kerugian atau risiko akibat hasil yang diperoleh
menyimpang dari hasil standar sedangkan alat analisis Value at Risk (VaR) untuk
menganalisis dampak terjadinya risiko pada usaha yang sedang diteliti. VaR
adalah kerugian terbesar dalam rentang waktu atau periode yang diprediksikan
dengan tingkat kepercayaan tertentu. Konsep VaR berdiri atas data-data historis
sebelumnya. Pengukuran dampak dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko
pada kegiatan produksi dan penerimaan. Penggunaan alat analisis ini tentunya
bertujuan untuk memperkaya kajian dari penelitian yang dilakukan tidak hanya
sekedar menghitung besarnya probabilitas terjadinya risiko pada suatu usaha,
tetapi juga mengukur dampak yang ditimbulkan risiko tersebut bagi perusahaan.
Berbeda dengan penelitian Silaban (2011) tentang analisis risiko produksi
ikan hias pada PT. Taufan Fish Farm yang menggunakan variance, standard
deviation, dan coefficient variation. Silaban juga mencoba melihat pengaruh
diversifikasi (portofolio) untuk mengendalikan risiko dalam perusahaan yang
dikajinya.
Terdapat persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu
dengan metodeexpected return, variance, standard deviation, coefficient pada
kegiatan spesialisasi dan portofolio. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan
penelitian terdahulu adalah komoditas yang dianalisis yakni pada penelitian
13
terdahulu pada komoditas ikan hiasyang diusahakan. Adapun manfaat yang dapat
diperoleh dari penelitian terdahulu adalah mengetahui aspek-aspek yang akan
diteliti pada penelitian ini.
Strategi Penanganan Risiko
Pada dasarnya strategi penanganan risiko dalam pertanian terbadi atas dua
cara (Kountur, 2008), yaitu strategi preventif dan mitigasi. Siregar (2010),
Dewiaji (2011), Purwitasari (2011) dan Silaban (2011) mengemukakan perbedaan
pendapat masing-masing, hal ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat risiko
yang dihadapi tergantung dari persepsi masing-masing pemilik usaha dan peneliti
atas setiap permasalahan yang terjadi di dalam usaha yang diteliti. Tetapi dengan
hasil penelitian terdahulu akan menjadi acuan terhadap penelitian ini dalam
mengeksplorasi keadaan dilokasi penelitian.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Risiko
Risiko dalam bidang usaha memiliki berbagai kejadian yang kompleks
dengan pertimbangan variabel yang berpengaruh terhadap keputusan bagi
kelangsungan usaha tersebut. Ada banyak pendapat mengenai definisi risiko yang
dapat membantu pembaca untuk memahami konsep risiko dengan lebih jelas.
Risiko (risk) menurut Robison dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya
suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya
pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan
ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda.
Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat
diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan
risiko.
Suatu kejadian bisa berakibat merugikan ataupun menguntungkan.
Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, risiko dikategorikan menjadi dua yaitu
risiko murni dan risiko spekulatif. Apabila suatu kejadian bisa berakibat hanya
merugikan saja dan tidak memungkinkan adanya keuntungan maka risiko tersebut
disebut Risiko Murni. Misalnya risiko kebakaran, yang bisa terjadi hanya rugi dan
tidak memungkinkan adanya keuntungan. Sedangkan Risiko Spekulatif adalah
risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi juga
memungkinkan terjadinya keuntungan. Contohnya risiko investasi, jika
melakukan investasi bisa saja rugi dan bisa juga untung (Kountur, 2008).
Risk is posibility of adversity or loss, and refers to “uncertainty that
metters”. Consequently, risk management involves choosing among alternatives
to reduce that effects of risk (Harwood et al 1999).
14
Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kondisi situasi yang dapat
diukur oleh pembuat keputusan dimana terdapat lebih dari satu kemungkinan hasil
dari keputusan tersebut. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi
memiliki arti yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu
kejadian yang tidak dapat diramalkan, sedangkan adanya ketidakpastian
menyebabkan dapat menimbulkan risiko. Adanya risiko yang dapat memberikan
dampak negatif terhadap perkembangan usaha mengharuskan manager atau petani
memperhitungkan secara cermat strategi apa yang akan dilaksanakan. Hal ini
dimaksudkan agar maksimalisasi kepuasan terhadap setiap pengeluaran dalam
jumlah besar dapat diperoleh
Mengetahui besaran risiko dan tingkat pengembalian yang diperoleh dari
kegiatan usaha, pelaku usaha dapat mengambil keputusan untuk menentukan
sikap dalam memilih kegiatan usaha yang berisiko. Setiap individu memiliki
perilaku yang berbeda dalam menghadapi risiko. Berdasarkan sikap pengambil
keputusan dalam menghadapi risiko, maka perilaku menghadapi risiko dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut (Robison dan Barry,
1987):
a. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini
menunjukan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan
yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan.
b. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini
menunjukan bahwa jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat
keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang
diharapkan.
c. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini
menunjukan jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat
keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan
keuntungan yang diharapkan.
Risiko adalah suatu kondisi adanya kemungkinan penyimpangan terhadap
hasil yang diinginkan atau diharapkan. Kejadian sesungguhnya kadang
menyimpang dari perkiraan, ada kemungkinan penyimpangan yang
menguntungkan dan ada pula penyimpangan yang merugikan. Jika kedua
kemungkinan itu ada, maka dapat dikatakan bahwa risiko tersebut bersifat
spekulatif. Lawan dari risiko spekulatif adalah risiko murni, yaitu yang ada hanya
kemungkinan kerugian dan tidak mempunyai kemungkinan untung. Apakah risiko
tersebut spekulatif atau murni, bergantung pada pendekatan yang digunakan.
Risiko murni yang dihadapi seseorang, perusahaan atau organisasi dapat
digolongkan ke dalam risiko pribadi, risiko harta, dan risiko pertanggungjawaban
Setiap keputusan investasi menyajikan risiko dansreturn tertentu. Oleh
karena itu, semua keputusan penting harus ditinjau dari return yang diharapkan
(expected return) dan risiko yang dihadapi. Semakin tinggi risiko dari suatu
kegiatan usaha (investasi) maka semakin tinggi tingkat pengembalian.
Menurut Elton dan Gruber (1995) terdapat beberapa ukuran risiko
diantaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standard deviation)
dan keofisien variasi (coefficient variation). Ketiga ukuran tersebut saling
berkaitan satu sama lain, dan nilai variance sebagai penentu ukuran yang lainnya.
15
Nilai variance diperoleh dari hasil pendugaan fungsi produksi, standard deviation
diperoleh dari nilai kuadrat dari variance, sedangkan coefficient variation
merupakan rasio dari standard deviation dengan nilai expected return dari suatu
kegiatan usaha. Return yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi atau
harga.
Sumber-sumber Risiko
Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya risiko pada umunya berasal
dari dua sumber yakni sumber internal dan eksternal. Sumber internal umumnya
memiliki risiko lebih kecil. Hal ini dapat terjadi karena masalah internal umumnya
lebih mudah untuk dikendalikan dan bersifat pasti. Sumber eksternal umumnya
jauh di luar kendali pembuat keputusan, antara lain muncul dari pasar, ekonomi,
politik suatu negara, perkembangan teknologi, perubahan sosial budaya, kondisi
pemasok, kondisi geografi dan kependudukan, serta perubahan lingkungan
dimana perusahaan itu didirikan.
Menurut Harwood et al (1999), beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi
petani adalah :
1. Risiko produksi. Sumber risiko dari risiko produksi adalah hama dan
penyakit, cuaca, musim, bencana alam, teknologi, tenaga kerja, dan lain-lain,
yang dapat menyebabkan gagal panen, produktivitas yang rendah, dan
kualitas yang buruk.
2. Risiko pasar atau risiko harga. Risiko yang ditimbulkan oleh pasar
diantaranya barang tidak dapat dijual yang disebabkan oleh adanya
ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi,
daya beli masyarakat, persaingan ketat, banyak pesaing masuk, banyak
produk substitusi, daya tawar pembeli, dan strategi pemasaran yang tidak
baik. Sedangkan risiko yang ditimbulkan oleh harga adalah harga yang naik
karena adanya inflasi.
3. Risiko kelembagaan atau institusi. Risiko yang ditimbulkan adalah adanya
aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjdai kesulitan
untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksi.
4. Risiko kebijakan. Risiko yang ditimbulkan antara lain adanya kebijakan
tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan
tarif ekspor.
5. Risiko finansial atau keuangan. Risiko yang timbul antara lain perputaran
barang rendah, laba yang menurun yang disebabkan oleh adanya piutang tak
tertagih dan likuiditas yang rendah.
Strategi Pengelolaan Risiko
Strategi pengelolaan risiko merupakan siasat untuk melindungi asset dan
kemampuan perusahaan dalam memberikan hasil dengan mengurangi ancaman
kerugian akibat dari peristiwa yang tidak dapat dikendalikan. Fungsi-fungsi
manajemen sangat berperan dalam perumusan strategi pengelolaan risiko
sehingga penentuan strategi dapat dikonsep dalam manajemen risiko.
Darmawi (2004) menyatakan bahwa manajemen risiko merupakan suatu
usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap
16
kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi
yang lebih tinggi dalam pengambilan keputusan. Terdapat lima manfaat yang
diperoleh perusahaan dengan menerapkan manajemen risiko, yaitu :
1. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
Sebagian kerugian seperti hancurnya fasilitas produksi mungkin bisa
menyebabkan perusahaan harus ditutup, jika sebelumnya tidak ada
kesiapsediaan menghadapi hal seperti itu. Dengan manajemen risiko
perusahaan dapat terhindar dari kehancuran.
2. Karena laba dapat ditingkatkan dengan jalan mengurangi pengeluaran, maka
manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba. Misalnya
manajemen risiko dapat mengurangi pengeluaran dengan jalan mencegah atau
mengurangi kerugian.
3. Manajemen risiko dapat menyumbang secara tidak langsung laba dengan
cara mengurangi fluktuasi laba tahunan dan aliran kas, serta membuat
perusahaan melanjutkan kegiatannya walaupun telah mengalami kerugian,
jadi dengan demikian mencegah langganan pindah kepada saingan.
4. Memberikan ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya
perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi
perusahaan.
5. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni. Karena kreditur
pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka
secar tidak langsung menolong meningkatkan public image.
Secara khusus manajemen risiko diartikan sebagai pengelolaan variabilitas
pendapatan oleh manajer dengan menekan sekecil mungkin tingkat kerugian yang
diakibatkan oleh keputusan yang diambilnya dalam menghadapi situasi yang tidak
pasti. Pemahaman manajemen risiko yang baik akan dapat mengurangi kerugian.
Dengan kata lain, akan dapat menambah tingkat keyakinan bagi pembuat
keputusan dalam mengurangi risiko kerugian.
Menurut Kountur (2008), manajemen risiko perusahaan adalah cara
bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih
risiko-risiko tertentu saja. Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu
fungsi dari manajemen. Ada beberapa fungsi manajemen yang sudah dikenal yaitu
perencanaan (planning), mengorganisasi (organizing), mengarahkan (actuating),
dan mengandalikan (controlling). Dengan demikian, ditambahkan satu fungsi lagi
yang sangat penting yaitu menangani risiko. Manajemen risiko merupakan
langkah yang dapat dilakukan pengambil keputusan untuk menghadapi risiko
dengan cara meminimalkan kerugian yang terjadi. Tujuan manajemen risiko
adalah untuk mengelola risiko dengan membuat pelaku usaha sadar akan risiko,
sehingga laju organisasi bisa dikendalikan. Strategi pengelolaan risiko merupakan
proses yang berulang pada setiap periode produksi. Proses pengelolaan risiko
perusahaan dapat dilihat pada Gambar 1.
17
Gambar 1. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan
Sumber : Kountur, 2008
Proses pertama dalam pengelolaan risiko adalah pengidentifikasian risiko,
risiko yang dihadapi pengusaha sangat banyak dan beraneka ragam dimana
hampir di semua kegiatan memiliki risiko. Oleh karena itu perlu diadakan
pengidentifikasian risiko, hal ini dilakukan untuk mendapatkan suatu daftar risiko
atau risiko-risiko apa saja yang ada di dalam usaha yang dijalankan.
Menurut Kountur (2006), tujuan pengukuran risiko yaitu menghasilkan
apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran
yang menunjukkan tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui mana risiko yang
lebih krusial dari risiko lainnya. Peta risiko adalah gambaran sebaran risiko dalam
suatu peta sehingga dapat diketahui dimana posisi risiko terhadap peta.
Berdasarkan peta risiko dan status risiko kemudian dapat dilakukan penanganan
risiko sesuai dengan posisi risiko yang telah dipetakan dalam peta risiko, sehingga
proses penanganan risiko dapat dilakukan dengan tepat sesuai dengan status
risikonya.
Konsep Penanganan Risiko
Menurut Harwood, et al. (1999), di dalam lingkungan pertanian para petani
memiliki beberapa alternatif strategi dalam pengelolaan risiko pertanian. Beberapa
strategi pengelolaan risiko terdiri dari :
1. Diversifikasi Usaha (enterprise diversification)
Suatu strategi pengelolaan risiko yang sering digunakanyang melibatkan
partisipasi lebih dari satu aktivitas. Sehingga apabila satu unit usahamemiliki hasil
yang rendah maka diharapkan unit-unit usaha yang lain mungkin akan
memilikihasil yang lebih baik.
2. Integrasi Vertical (vertical Integration)
Merupakan salah satu strategi dalam cakupan koordinasivertical.
Koordinasi vertical meliputi seluruh cara yang mana output dari satutahapan
produksi dan distribusi ditransfer ke tahapan produksi lain. Sebuahperusahaan
melakukan integrasi vertical apabila memiliki control kepemilikan suatukomoditi
pada dua atau lebih tingkat kegiatan.
3. Kontrak produksi (Production Contract)
Kontrak produksi khusus memberi kontraktor (pembeli) melakukan
pengawasan atau kontrol yang cukup selama proses produksi (Perry,
1997).Kontrak ini biasanya menetapkan dengan rinci suplayinput produksi oleh
IDENTIFIKASI
RISIKO
PENGUKURAN
RISIKO
PENANGANAN
RISIKO
EVALUASI
18
pembeliyang dikelola oleh petani secara terintegrasi, kualitas dan kuantitas
komoditi tertentu yang akandiproduksi dimana pembeli memberikan kompensasi
yang akan dibayarkan kepada petani atas hasil dari proses produksi tersebut.
4. Kontrak Pemasaran (Marketing Contract)
Merupakan salah satu perjanjian baik itu berupa verbal ataupun tertulis
antara pembeli dan produsen (petani) mengenai penentuan harga suatu komoditas
sebelum panen atau sebelum komoditas tersebut siap untuk di jual. Kontrak
dimana kepemilikan komoditi saat diproduksi adalah milik petani, termasuk
keputusan petani (seperti menentukan varietas benih, penggunaan input dan
kapanwaktunya). Yang membedakan antara kontrak pemasaran dan kontrak
produksiadalah petani yang menggunakan kontrak pemasaran memiliki tanggung
jawabdalam keputusan manajemen yang lebih besar.
5. Perlindungan Nilai Masa Depan (hedgingin futures)
Merupakan perjanjian masa depan mengenai harga dalam menyiasati
perubahan harga pada masa yang akan datang. Pada dasarnya harga komoditas
primer sering berfluktuasi karenaketergantungannya pada faktor-faktor yang sulit
diprediksi seperti musim, bencanaalam dan lain-lain. Dengan kegiatan hedging
menggunakan kontrak berjangka di awal dalam menentukan harga, sehingga
hedger (pelaku bisnis) dapat mengurangi sekecil mungkin dampak risiko
yangdiakibatkan perubahan harga tersebut. Sehinggahedgingadalah instrumen
yang tepatuntuk mengurangi risiko kerugian terkait dengan fluktualitas harga
yang terjadi padasaat jual beli dilakukan di pasar fisik.
Sedangkan menurut Kountur (2006), berdasarkan peta risiko dapat
diketahui cara penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Terdapat dua
strategi penanganan risiko, yaitu :
1. Preventif
Preventif dilakukan sedemikian rupa sehingga risiko tidak terjadi,
preventif dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : (1) Membuat atau
memperbaiki sistem, (2) Mengembangkan sumber daya manusiadan (3)
Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.
2. Mitigasi
Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk
memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan
untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun
beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah :
a. Diversifikasi
Diversifikasi merupakan cara menempatkan aset atau harta di beberapa tempat
sehingga jika salah satu tempat terkena musibah tidak akan menhabiskan
semua aset yang dimiliki.
b. Penggabungan
Penggabungan (merger) adalah salah satu cara atau pola penanganan risiko
yaitu dengan cara penggabungan dengan pihak atau perusahaan lain.Strategi
ini adalah dengan melakukan penggabungan atau dengan cara melakukan
akuisisi.
c. Pengalihan Risiko
Pengalihan risiko merupakan cara untuk mengurangi dampak risiko yaitu
dengan cara mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Maksud dari
19
pengalihan risiko ini adalah mengalihkan risiko kepihak lain sehingga jika
terjadi kerugian, pihak lainlah yang menanggung kerugian. Ada beberapa cara
untuk mengalihkan risiko ke pihak lain antara lain : leasing, outsourcing,
hedging dan asuransi.
Leasing adalah cara dimana suatu aset digunakan, tetapi kepemilikannya
ada pada pihak lain. Jika terjadi sesuatu hal pada aset yang dijaminkan tersebut,
maka pemiliknya yang akan menanggung kerugian atas aset tersebut. Outsourcing
adalah cara lain untuk mentransfer kerugian kepihak lain jika terjadi risiko,
dimana pekerjaan diberikan kepihak lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan,
sehingga pemilik barang tidak menanggung kerugian.
Hedging adalah cara pengurangan dampak risiko yaitu dengan cara
pengurangan dampak risiko dengan cara mengalihkan risiko melalui transaksi
penjualan atau pembelian. Sedangkan asuransi juga merupakan salah satu cara
untuk mengalihkan risiko yaitu dengan cara mengasuransikan harta-harta
perusahaan yang dampak risikonya besar,yang artinya jika terjadi risiko pada
harta tersebut maka pihak asuransi akan menanggung risiko tersebut.
Kerangka Pemikiran Operasional
Adanya potensi yang terdapat di dalam usaha pembesaran ikan hias Neon
tetra yang menjanjikan keuntungan. Akan tetapi para pelaku usahanya tentu juga
tahu bahwa usaha ini tidak akan lepas dari adanya risiko sebagaimana usaha-usaha
lainnya secara umum risiko utama yang sering dihadapi oleh para pembudidaya
ikan hias air tawar ini adalah risiko produksi. Adanya risiko produksi tentu akan
menimbulkan hambatan untuk memproduksi ikan hias dengan kualitas dan
kuantitas yang diharapkan.
Usaha Bapak Rodi merupakan salah satu usaha yang mengusahakan ikan
hias Neon tetra . Adanya fluktuasi Survival Rate pada usaha pembesaran ikan
Neon tetra yang dibudidayakan mengakibatkan sulitnya memprediksi pendapatan,
hal ini diakibatkan karena adanya risiko produksi di dalam proses pembesaran
ikan hias. Adapun beberapa faktor yang terindikasi sebagai sumber risiko
produksi diantaranya adalah pengaruh tingkat curah hujan, kesalahan
pemudidayaan, serangan hama dan penyakit dan keterampilan tenaga kerja.
Adanya sumber-sumber risiko tersebut menyebabkan terjadinya fluktuasi
produksi ikan Neon tetra di Usaha Bapak Rodi.
Sumber-sumber risiko produksi yang dipaparkan diatas sebelumnya belum
dapat dipastikan dapat menggambarkan keseluruhan sumber risiko produksi yang
masih mungkin terdapat di dalam usaha pembesaran ikan hias yang dijalankan
Usaha bapak Rodi. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk
mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang benar-benar terdapat di
dalam usaha pembesaran ikan hias tersebut.
Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain, menganalisis
risiko produksi pembesaran ikan hias Neon tetra yang dihitung dari fluktuasi
produksi. Setelah dilakukan perhitungan analisis risiko produksi maka akan
diketahui tingkat risiko yang dihadapi. Untuk meminimalkan risiko yang ada,
dapat dilakukan analisis manajemen risiko dengan menggunakan analisis
deskriptif yaitu berupa observasi, wawancara dan diskusi dengan pihak
20
perusahaan. Selanjutnya dianalisis, strategi alur kerangka pemikiran operasional
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada usaha bapak Rodi yang merupakan salah satu
tokoh yang memanfaatkan potensi ikan hias melalui pembudidayaan ikan hias air
tawar di Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan
lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan dasar pertimbangan adanya
Potensi peluang pasar ekspor ikan hias yang sedang berkembang
Memaksimumkan keuntungan
Meminimumkan risiko produksi
Strategi Pengelolaan Risiko Produksi
Analisis Risiko
1. Expected return
2. Ragam (variance)
3. Simpangan baku (standard
deviation)
4. Koefisien variasi (coefficient
variation)
Analisis Deskriptif
Identifikasi Sumber-sumber
Risiko
Fluktuasi/variasi Survival Rate
(SR)
USAHA BAPAK RODI
21
ketersediaan data yang diperlukan dalam penelitian dan kesediaan manajemen
perusahaan menjadikan perusahaan tersebut menjadi lokasi penelitian.
Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan kepada kinerja dan pengalaman
Bapak Rodi selama sebelas tahun dalam usaha budidaya ikan hias air tawar
khususnya pada usaha pembesaran ikan hias jenis neon tetra , hal ini terbukti
dengan semakin berkembangnya usaha ini. Selain itu bapak Rodi merupakan
ketua kelompok pembudidaya ikan Pokdakan Curug Jaya 1 (PCJ) yang berada di
wilayah Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, kelompok ini
berhasil meraih penghargaan Adibakti Mina Bahari dari Menteri Kelautan dan
Perikanan sebagai Juara I Bidang Perikanan Budidaya, Kategori Ikan Hias pada
Desember 2010 karena sistem penjualan satu pintu yang baik serta kontribusinya
dalam mendorong budidaya ikan hias. Pengumpulan data dilakukan pada bulan
Oktober 2013 sampai dengan Bulan Desember 2013.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data kualitatif
merupakan data-data non angka berupa keterangan-keterangan mengenai
perkembangan usaha, kondisi usaha pembesaran ikan hias neon tetra , dan
sebagainya yang berhubungan dengan penelitian seperti jumlah akuarium dan aset
lainnya, biaya produksi, jumlah produksi, proses produksi serta data lainnya yang
berhubungan dengan kebutuhan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian
ini berdasarkan data produksi yang diperoleh dari data sekunder pengusaha bulan
Januari 2011 sampai September 2013. Data kuantatif merupakan data angka atau
numerik seperti, jumlah produksi per periode, data statistik, buku, jurnal.
Data primer merupakan data yang diperoleh dari pengamatan langsung di
lapangan (observasi) dan wawancara dengan pihak perusahaan baik pemilik dan
atau karyawan perusahaan untuk mengatahui proses produksi, mengetahui risiko
yang terjadi di perusahaan, dan penyebab risiko yang terjadi di perusahaan serta
dengan pihak luar seperti pegawai Penelitian dan Pengembangan (LITBANG)
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), penyuluh dari Dinas Pertanian dan
Perikanan, para pesaing dan konsumen dari pengusaha. Sedangkan data sekunder
merupakan data yang dipakai untuk menunjang data primer. Data sekunder
diperoleh dari penelusuran melalui literatur-literatur, seperti data yang dimiliki
oleh pihak perusahaan yaitu data produksi selama 1 tahun terakhir, bahan pustaka,
serta dari lembaga pemerintah yang terkait seperti Kementrian Kelautan dan
Perikanan (KKP), Badan Pusat Satatistik dan Dinas Pertanian, Perikanan Kota
Depok, internet dan Literatur yang relevan.
Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan
deskriptif, analisis ini untuk mengetahui gambaran mengenai keadaan umum
perusahaan dan mengidentifikasikan manajemen risiko yang diterapkan
22
perusahaan. Sedangkan analisis kuantitatif terdiri dari analisis risiko yang meliputi
analisis pendapatan dan analisis risiko pada kegiatan produksi.
Teknik pengambilan responden menggunakan metode purposive sampling,
yaitu dengan memilih secara sengaja sampel yang diteliti sebagai responden.
Responden yang dipilih berasal dari internal perusahaan yaitu bapak Rodi sebagai
pemilik dan satu orang pegawai pembembesaran ikan neon tetra. Alasan
pemilihan responden tersebut disebabkan responden yang dipilih merupakan
pihak yang mengetahui informasi mengenai faktor yang menyebabkan adanya
risiko produksi pada usaha pembesaran ikan neon tetra serta mengetahui kondisi
perusahaan pada saat ini secara menyeluruh.
Analisis Manajemen Risiko
Analisis manajemen risiko produksi yang diterapkan berdasarkan
penilaian pengambilan keputusan di perusahaan secara subjektif yang dilakukan
untuk melihat apakah manajemen risiko yang diterapkan efektif untuk
meminimalkan risiko produksi. Pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi penyebab-penyebab adanya risiko produksi, kemudian
melakukan pengukuran risiko, menangani risiko dan mengevaluasi risiko serta
melihat sejauh mana fungsi manajemen risiko yang diterapkan pada usaha
pembesaran ikan Neon tetra milik Bapak Rodi.
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dalam penelitian ini mencangkup analisis risiko yang
meliputi analisis pendapatan dan analisis risiko pada kegiatan spesialisasi.
Analisis kuantitatif dalam penilaian risiko yang dilakukan pada penelitian ini
didasarkan dengan pengukuran penyimpangan.
Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan
diantaranya adalah ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), dan
koefisien variasi (coefficient variation) untuk menghitung risiko usaha
spesialisasi.
Peluang merupakan kemungkinan terjadinya suatu peristiwa. Peluang hanya
suatu kemungkinan, jadi nilai dari suatu peluang bukan merupakan nilai mutlak
dalam suatu kondisi. Penentuan peluang diperoleh berdasarkan dari suatu kejadian
pada kegiatan budidaya yang dapat diukur dari pengalaman yang telah dialami
perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha. Nilai peluang ditentukan dengan
mengobservasi kejadian yang sudah terjadi. Peluang dari masing-masing kegiatan
akan diperoleh pada setiap kondisi yaitu tertinggi, normal dan terendah.
Kasidi (2010), menyatakan bahwa peluang merupakan kemungkinan
terjadinya suatu kejadian atau peristiwa dari serangkaian peristiwa yang mungkin
terjadi dan sifatnya adalah mutually exclusive (apabila dijumlahkan hasilnya sama
dengan satu). Dari sudut pandang empiris maka probabilitas atau peluang dapat
dipandang sebagai frekuensi terjadinya event dalam jangka panjang yang
dinyatakan dalam persentase. Probabilitas adalah nilai yang terletak antara 0 dan 1
yang diberikan kepada masing-masing kejadian. Apabila nilai suatu peluang
adalah 1, maka hal tersebut merupakan sebuah kepastian. Berarti peristiwa yang
diperkirakan pasti terjadi. Pengukuran peluang diperoleh dari frekuensi kejadian
23
setiap kondisi yang dibagi dengan periode waktu selama kegiatan berlangsung,
secara sistematis dapat dituliskan :
Dimana :
W = Frekuensi terjadinya peristiwa SR tertinggi, terendah dan normal
n = Banyaknya kejadian
Pada penelitian ini peluang yang akan dihitung adalah kemungkinan
terjadinya risiko produksi dalam budidaya pembesaran ikan hias pada usaha
Bapak Rodi. Penentuan peluang diperoleh berdasarkan dari suatu kejadian pada
kegiatan budidaya yang dapat diukur dari pengalaman yang telah dialami
perusahaan. Peluang yang ditentukan mencerminkan kemungkinan terjadinya
risiko produksi pembesaran ikan hias pada usaha BapakRodi.
Untuk menentukan berapa besar peluang yang akan terjadi maka
perluditetapkan kisaran survival rate ikan itu sendiri. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak Rodi, pegawainya dan beberapa petani lainnya yang
mengusahakan ikan sejenis, ikan yang dibudidayakan dalam kondisi yang baik
dan sesuai dengan lingkungannya sangat berpengaruh terhadap survival rate yang
akan terjadi. Ada banyak faktor yang menyebabkan survival rate tinggi ataupun
rendah, untuk kisaran survival rate pembesaran ikan neon tetra yang
dibudidayakan bapak Rodi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Tingkat survival rate pada pembesaran ikan neon tetra di usaha Bapak
Rodi (2012)
No Kondisi SR Kisaran SR (%)
1 Rendah < 80
2 Normal 80-94
3 Tinggi >95
Sumber : Pokdakan Curug Jaya (2013)
Pada Tabel 5 menjelaskan mengenai tingkat survival rate yang menjadi
patokan dalam penentuan kondisi usaha Bapak Rodi, penentuan tingkat survival
rate ini berdasarkan pertimbangan dimana pada saat usaha tersebut dalam kondisi
survival rate yang rendah yaitu dibawah 80 persen, maka pengusaha menganggap
usaha tersebut tidak memberikan keuntungan bagi pengusaha tersebut.
Penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung risiko dapat
dilakukan dengan menggunakan nilai harapan (expected return). Nilai harapan
adalah jumlah dari nilai-nilai yang diharapkan terjadi probabilitas (peluang)
masing-masing dari suatu kejadian tidak pasti. Nilai harapan dapat digunakan
sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan kegiatan
usaha.
24
Kasidi (2010), menyatakan bahwa suatu kejadian dapat ditentukan dengan
membuat tabel untuk hasil-hasil yang mungkin diperoleh dan menilai masing-
masing hasil tersebut berdasarkan probabilitasnya. Maka, dengan menambahkan
hasil dari masing-masing kejadian tersebut dapat diperoleh nilai harapannya.
Rumus expected return dituliskan sebagai berikut :
E(Ri)= Dimana :
E(Ri) = Expected Return
Pi = Peluang dari suatu kejadian SR tertinggi, terendah dan normal
Ri = Return Survival Rate
Analisis kuantitatif dalam penilaian risiko yang dilakukan pada penelitian
ini didasarkan dengan pengukuran penyimpangan. Beberapa ukuran dapat
digunakan untuk mengukur penyimpangan diantaranya adalah ragam (variance),
simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation).
a. Ragam (Variance)
Pengukuran variance dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat
dari return dengan Expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian.
Nilai variance dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut (Elton dan Gruber,
1995):
Dimana :
= Variance dari return
Pij = Peluang dari suatu kejadianSR tertinggi, terendah dan normal
Rij = Return
Ři = Expected return
Dari nilai variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance
maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko
yangdihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut.
b. Simpangan Baku (Standard Deviation)
Standard deviation dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai variance. Risiko
dalam penelitian ini berarti besarnya fluktuasi keuntungan, sehingga semakin
kecil nilai standard deviation maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam
kegiatan usaha. Rumus standard deviation adalah sebagai berikut (Elton dan
Gruber, 1995) :
Dimana :
= Variance
= Standard deviation
25
c. Koefisien Variasi (Coefficient Variation)
Coefficient variation diukur dari rasio standard deviation dengan return
yang diharapkan atau ekspektasi return (expected return). Semakin kecil nilai
coefficient variation maka akan semakin rendah risiko yang dihadapi. Rumus
coefficient variation adalah (Elton dan Gruber, 1995) :
Dimana:
CV = Coefficient variation
= Standard deviation
Ři = Expected return
GAMBARAN PROFIL USAHA
Profil Usaha
Usaha yang dilakukan oleh Bapak Rodi dimulai pada tahun 2000, diawali
dengan 4 buah akuarium dan tekad berusaha yang kuat usaha beliau semakin
berkembang dari tahun ke tahun. Bapak Rodi adalah salah satu tokoh sekaligus
pelopor yang memanfaatkan potensi ikan hias melalui pembudidayaan ikan hias
air tawar khususnya ikan jenis Neon tetra di jalan Indah RT 03 RW 06,
Kelurahan Curug, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. Saat ini jumlah total
akuarium yang Bapak Rodi miliki mencapai kurang lebih 2000 unit. Beberapa
unit usaha yang diusahakan oleh Bapak Rodi meliputi usaha pembenihan dengan
jumlah akuarium yang digunakan sebanyak 500 unit, usaha pembesaran ikan hias
neon tetra yang dimulai pada awal tahun 2008 dengan jumlah akuarium sebanyak
300 unit dan usaha pemasaran ikan hias neon tetra dengan jumlah akuarium yang
digunakan sebanyak 1200 unit. Volume produksi usaha pemasaran Bapak Rodi
sebesar 300.000 sampai dengan 400.000 ekor per bulan.
Pada tanggal 13 Mei 2006 Bapak Rodi memiliki ide untuk mendirikan suatu
wadah bagi para pembudidaya ikan hias serupa dengan nama Pokdakan Curug
Jaya (PCJ) bersama dengan sembilan belas orang pembudidaya ikan hias air tawar
yang bermukim serta melakukan usaha di Kelurahan Curug dan sekitarnya. Latar
belakang pendirian PCJ adalah keinginan para pendiri untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka melalui sebuah wadah kelompok sekaligus melanjutkan
hubungan kekeluargaan yang sudah terjalin di antara mereka. Para pendiri merasa
melakukan usaha budidaya dalam wadah kelompok dapat meningkatkan daya
tawar mereka terhadap konsumen serta memudahkan mereka dalam hal
operasional.
Nama Curug Jaya dipilih sebagai nama kelompok karena menggambarkan
harapan mereka bahwa PCJ akan membawa kejayaan kesejahteraan bagi para
anggota dan masyarakat sekitar khususnya di Kelurahan Curug. Bersamaan
dengan pemilihan nama kelompok, pemilihan ketua kelompok PCJ menghasilkan
26
keputusan bahwa BapakRodi yang merupakan seorang supplier merangkap
sebagai pembudidaya ikan hias air tawar menjadi ketua kelompok sementara.
Walaupun demikian, seiring berjalannya waktu, BapakRodi dikukuhkan sebagai
ketua kelompok resmi PCJ
Di tahun 2009 PCJ berhasil menjadi pemenang lomba kinerja kelompok
pembudidaya perikanan tingkat Kota Depok. Selanjutnya pada tahun 2010 PCJ
berhasil menjadi kelompok pembudidaya ikan hias terbaik tingkat Provinsi Jawa
Barat dan kemudian puncaknya pada bulan Desember 2010 PCJ berhasil
mendapatkan penghargaan Adibakti Mina Bahari dari Menteri Kelautan dan
Perikanan sebagai Juara I Bidang Perikanan Budidaya Kategori Ikan Hias yang
merupakan penghargaan puncak tingkat nasional. Menurut Ketua Penyuluh
Pertanian Kota Depok sebagai salah satu anggota tim penilai PCJ, alasan utama
terpilihnya PCJ sebagai pokdakan berprestasi diantaranya adalah kepedulian
sosial PCJ yang tinggi dan sistem penjualan satu pintu yang baik.
Hal ini membuktikan bahwa dengan pengalaman dan keahlian BapakRodi
dalam membudidayakan ikan hias neon tetra . selaku ketua PCJ telah berhasil
mensejahterakan anggota kelompok.
Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang berada dalam usaha yang dijalan Bapak Rodi
masih sangat sederhana, dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang
berasal dari dalam keluarganya sendiri. Diantaranya BapakRodi sebagai ketua,
istri sebagai tenaga administrasi dan beberapa pegawai/rekan yang berasal dari
keluarga besar Bapak Rodi adapun struktur organisasi tersebut dapat dilihat
seperti dibawah ini.
Gambar 3: Struktur Organisasi pada Usaha Bapak Rodi
Sistem pembayaran pada karyawan pada masa percobaan selama tiga bulan
Rp 500.000,-/bulan dengan uang mingguan (diluar gaji) sebesar Rp 25.000,- dan
setelah masa percobaan gaji pokok menjadi Rp 900.000,- dengan uang mingguan
sebesa Rp 50.000,-. Untuk rekanan menggunakan sistem berbentuk bagi hasil dari
Ketua
Administrasi
Rekan/pegawai
pembenihan
Rekan, usaha
pembesaran
Rekan/pegawai
pemasaran
27
keuntungan hasil penjualan ikan hias, bagi hasil pendapatan dapat berbentuk 50
persen pendapatan untuk pemilik, yaitu Bapak Rodi dan 50 persen pendapatan
untuk rekanan atau 60 persen pendapatan untuk pemilik dan 40 persen pendapatan
untuk rekanan. Hal tersebut didasarkan pada penanggungan biaya operasional.
Untuk usaha pembesaran sendiri Bapak Rodi mempercayakannya kepada
salah seorang keluarganya, yaitu Bapak Marpudin. Sistem kerjasama yang
dilakukan berupa bagi hasil 50 persen pendapatan untuk pemilik yaitu Bapak Rodi
dan 50 persen pendapatan untuk rekanan yaitu Bapak Marpudin. Hal ini dilakukan
karena lahan dan biaya operasional ditanggung oleh rekanan dan akuarium serta
benih berasal dari Bapak Rodi.
Lokasi Budidaya
Lokasi bangunan yang digunakan untuk usaha pembesaran ikan hias neon
tetra sendiri berada di rumah Bapak marpudin yang terletak di jalan Pelopor RT
01 RW 08, Kelurahan Curug, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. lahan yang
digunakan untuk budidaya pembesaran ikan hias neon tetra 200 m2, dengan
kapasitas akuarium sebanyak 300 unit dengan volume produksi kurang lebih .
Kegiatan Produksi Pembesaran
Benih ikan hias yang sudah dipindahkan pada akuarium pembesaran dapat
diberikan pakan cacing darah (Tubivex. sp) dengan takaran satu gelas campuran
cacing darah dan air ke dalam satu akuarium pembesaran. Pemberian pakan pellet
dapat dilakukan pada ikan hias yang sudah mencapai ukuran M ke atas, akan
tetapi para pembudidaya lebih sering menggunakan pakan cacing darah saja. Pada
umur dua bulan ikan hias akan dapat mencapai ukuran SM, kemudian pada umur
dua setengah bulan akan dapat mencapai ukuran M. Pada umur tiga bulan akan
dapat mencapai ukuran ML, pada umur empat bulan akan dapat mencapai ukuran
L, dan pada umur lima bulan ke atas akan dapat mencapai ukuran XL atau biasa
disebut ukuran jumbo. Sedangkan pada umur enam bulan akan dapat dijadikan
indukkan ikan hias. Masing-masing ukuran dan variasi panjang tubuh pada
masing-masing ukuran dapat dilihat pada tabel di bawah.
Usaha pembesaran ikan neon tetra yang dilakukan oleh Bapak Rodi dimulai
dengan benih ikan neon tetra dalam ukuran S sampai dengan ukuran yang
diinginkan, akan tetapi Bapak Rodi sendiri biasanya melakukan pembesaran
sampai ukuran yang disesuaikan dengan permintaan pasar, tapi Bapak Rodi lebih
sering menjual ikan hias neon tetra pada ukuran M atau ML. Penjualan ikan hias
Bapak Rodi dilakukan oleh sendiri selaku ketua dari Pokdakan Curug Jaya 1 yang
merangkap sebagai supplayer ikan hias, saat ini volume penjualan yang dilakukan
Bapak Rodi mencapai 300.000 sampai dengan 400.000 ekor per bulan. Jumlah
tersebut di dapat dari hasil menggabungkan ikan hias neon tetra dengan anggota
kelompok lainnya atau para petani ikan hias lainnya diluar dari anggota. Adapun
beberapa ukuran ikan hias neon tetra dapat dilihat dari Tabel 6.
28
Tabel 6 Harga jual ikan hias pokdakan curug jaya pada eksportir tahun 2013
Ukuran Neon Tetra Ukuran (cm) Harga (Rp/ekor)
S 1.2 100
SM 1.8 300
M 2 350
ML 2.3 450
L 2.5 600
XL 2.8 750
Sumber : Pokdakan Curug Jaya (2013)
Usaha pembesarn ikan hias Neon tetra diawali dengan beberapa tahap dari
mulai persiapan sampai dengan pemanenan.
Penyiapan Akuarium
Akuarium yang digunakan berukuran 100 x 50 x 35 cm. Persiapan wadah
dimulai dengan mencuci akuarium sampai bersih lalu dikeringkan dengan melap
seluruh dinding dan dasar bagian dalam akuarium dengan busa kering.
Selanjutnya akuarium diisi dengan air. Air yang biasa digunakan oleh Bapak Rodi
untuk pemeliharaan pembesaran ikan Neon tetra adalah air sumur yang disaring
dengan saringan kain halus. Sebaiknya sebelum digunakan air diendapkan terlebih
dulu selama 3 – 5 hari. Pengendapan air dapat dilakukan di dalam tandon air.
Akuarium diisi air sampai mencapai ketinggian 25 cm atau volume air dalam
akuarium mencapai 125 liter. Apabila menggunakan air yang telah diendapkan,
tambahkan larutan methylene blue atau bias dikenal oleh pembudidaya dengan
nama obat biru 0.2 ppm sebanyak 3,75 ml dan garam sebanyak 98,5 gram atau
segenggam orang dewasa. Apabila menggunakan air yang tidak diendapkan
terlebih dulu, tambahkan 7,5 ml larutan obat biru dan segenggam orang dewasa.
Aduk agar bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam air melarut dan tercampur
merata. Kemudian dipasang 1 sampai 2 titik aerasi.
Penebaran Benih
Penebaran benih dapat dilakukan setelah wadah pemeliharaan ikan selesai
dipersiapkan. Penebaran benih ikan hias tetra biasanya dimulai dari benih
berukuran S dengan panjang ikan 1 – 1.5 cm. Jumlah benih yang ditebarkan
adalah 500 ekor per akuarium. Untuk mendapatkan ukuran benih yang seragam
dilakukan penyortiran benih dengan menggunakan serok untuk memisahkan
ukuran benih yang berbeda.
Penebaran benih ikan neon tetra dapat dilakukan setiap saat. Cara
menebarkan benih adalah sebagai berikut : benih ikan ditempatkan dalam wadah
atau kantung plastik, lalu wadah yang berisi ikan tersebut diapungkan
29
dipermukaan air dalam wadah pemeliharaan beberapa waktu sampai suhu air di
kedua wadah tersebut sama. Lalu dengan perlahan wadah benih dimiringkan agar
terjadi pencampuran air dan ikan dengan sendirinya masuk ke air dalam wadah
pemeliharaan. Selama pemeliharaan ikan berlangsung dilakukan kegiatan
pemberian pakan, pengelolaan air dan pengendalian penyakit ikan setiap hari
secara rutin. Setelah dicapai ukuran yang diinginkan maka masa pemeliharaan
berakhir dan dilakukan kegiatan pemanenan ikan.
Pemberian Pakan
Selama pemeliharaan, benih ikan hias neon tetra harus diberi pakan. Pakan
yang diberikan adalah pakan alami, yaitu kutu air dan cacing darah dan pakan
tambahan atau selingan berupa pelet. Pakan alami untuk jenis pakan berupa kutu
air didapat dengan mencari ke alam atau secara alami, ciri-ciri pakan alami yang
memiliki kualitas baik yaitu warnanya yang cenderung berwarna merah cerah
sedangkan apabila pakan alami tersebut dalam keadaan tidak baik warnanya akan
terlihat pucat dan berbau tidak sedap. Sedangkan untuk pakan berupa pellet
biasanya memiliki kandungan nutrisi yang cukup. Pakan yang memiliki kualitas
baik dan sesuai dapat dilihat dari respon ikan terhadap pakan tersebut. Usaha yang
dijalankan oleh Bapak Rodi, kutu air di dapat dengan bekerjasama dengan
beberapa pembudidaya lele atau mencari langsung ke sungi-sungai yang berada di
dekat lingkungan budidaya. Sedangkan untuk pakan alami berupa pakan cacing
darah didapatkan dengan cara membeli, keduanya umumnya diberikan dalam
keadaan hidup. Frekuensi pemberian pakan adalah 3 (tiga) kali sehari, yaitu pagi
pukul 7.00, siang pukul 13.00, dan sore hari pukul 17.00. Kutu air diberikan pada
pagi dan sore hari, masing-masing pemberian sebanyak 170 ml atau sekitar dua
sendok makan kutu air untuk 500 ekor ikan hias dalam akuarium pemeliharaan.
Cacing darah diberikan pada siang hari secukupnya, biasanya berkisar antara 3 – 5
sendok makan. Untuk pakan buatan berupa pellet sendiri diberikan sebagai pakan
selingan, apabila pakan alami megalami kekurangan. Hal ini dilakukan dalam
upaya untuk menekan biaya produksi karena harga pakan pellet sendiri relative
lebih mahal dibandingkan dengan pakan buatan, selain itu pakan pellet tidak
menjamin dapat memberikan sumber nutrisi seperti yang didapat pada pakan
alami. Pakan alami diberikan dengan cara menebarkan pakan secara merata ke
seluruh media pemeliharaan ikan. Pakan alami yang diberikan adalah pakan yang
telah dicuci terlebih dulu dengan air, agar bersih dari kotoran, spora maupun
lumpur. Kutu air dan cacing darah dibersihkan dengan cara menempatkan masing-
masing pakan tersebut pada wadah terpisah yang berisi air bersih, kemudian
disaring dan dibilas dengan air bersih. Kutu air yang telah dibersihkan disimpan
sebagian untuk pemberian sore hari. Cacing darah yang telah dibersihkan dapat
digunakan untuk 3 (tiga) hari kemudian apabila diperlakukan dengan baik.
Pengelolaan Air
Selama pemeliharaan ikan hias tetra di dalam akuarium, air media
pemeliharaan harus dikelola agar kualitasnya tetap baik untuk kehidupan ikan.
Kualitas air yang cocok dengan kehidupan ikan hias neon tetra yaitu air yang
memiliki suhu berkisar antara 20 - 25°C dengan pH 5,5 – 7,0 (Anonim, 2005). Air
30
media pemeliharaan akan kotor dengan adanya aktivitas ikan dan pemberian
pakan. Hal ini dapat dilihat dengan semakin keruhnya air dan terdapat kotoran
yang mengendap di dasar akuarium. Air yang kotor dapat menimbulkan masalah
seperti peningkatan kandungan racun yang berbahaya bagi ikan. Kotoran berupa
feses ikan dan sisa pakan yang mati akan mengurai dalam air dan menghasilkan
racun. Kotoran dalam air media pemeliharaan dapat dikurangi jumlahnya dengan
cara penyiponan dan pergantian sebagian air. Penyiponan feses ikan dan sisa
pakan dapat dilakukan dengan menggunakan selang. Ujung selang yang satu di
tempatkan dalam akuarium dan yang satunya lagi ditaruh di lantai dengan bantuan
gravitasi atau gaya tarik bumi, air akan tersedot ke bawah. Ujung selang dalam
akuarium dapat diarahkan ke kotoran yang akan dibuang.
Kegiatan penyiponan dapat mengurangi jumlah air dalam akuarium,
sehingga perlu ditambahkan air baru dari tandon sejumlah air yang berkurang.
Biasanya pergantian air dilakukan sebanyak 30% dan 50 % dari volume air dalam
akuarium dan dilakukan secara bergantian setiap hari. Penambahan air baru ini
akan mengencerkan konsentrasi kotoran yang tidak terbuang saat penyiponan,
sehingga kualitas air layak untuk kehidupan ikan. Setiap dilakukan pergantian air
sebanyak 50% harus diikuti dengan penambahan garam ke dalam akuarium
sebanyak 98.5 gram. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit pada
ikan. Penambahan air baru ke dalam akuarium dapat menimbulkan stres pada
ikan. Oleh karena itu, cara menambahkan air harus sedikit demi sedikit dan tidak
menimbulkan gejolak air. Pemasangan aerasi juga merupakan satu cara untuk
menjaga kualitas air. Aerasi yang cukup dapat mengurangi kandungan racun yang
berbentuk gas.
Pengendalian Hama Penyakit
Di dalam pemeliharaannya, ikan hias tetra sering diserang oleh penyakit
bintik putih (white spot), penyakit buluk (velvet disease) dan penyakit Angsang.
Penyakit bintik putih menyerang kulit, sisik dan sirip ikan dengan tanda-tanda
adanya bintik-bintik putih pada organ yang diserang. Penyakit buluk juga
menyerang organ yang sama dengan mengakibatkan warna ikan menjadi kurang
cerah. Penyakit angsang menyerang bagian pernafasn ikan yaitu insang, apabila
ikan terkena penyakit ini maka insang nya akan terlihat membengkak dan keluar.
Ikan yang terserang penyakit memperlihatkan gerakan yang berbeda dari biasanya
dan kurang berminat terhadap pakan yang diberikan. Selama pemeliharaan ikan
perlu dilakukan pengecekan kesehatan ikan setiap pagi hari. Hal ini bertujuan agar
penyakit dapat segera diketahui dan dicegah penyebarannya. Langkah-langkah
yang dilakukan adalah mengamati bagian ekor ikan apakah terdapat bintik-bintik
putih, lalu mengamati warna tubuh ikan apakah berubah menjadi suram,
mengamati gerakan renang ikan dan melihat respons ikan terhadap pakan. Untuk
mengobati ikan hias tetra yang sakit akibat serangan penyakit bintik putih
digunakan obat biru sebanyak 6 (enam) tetes ke dalam air pemeliharaan,
sedangkan untuk pencegahannya digunakan obat yang sama sebanyak 4 (empat)
tetes. Untuk mengobati ikan yang terserang penyakit buluk digunakan garam
sebanyak 98,5 gram. Sebelum pengobatan dilakukan, air media pemeliharaan ikan
dikurangi 50% baru ditambahkan obat-obatan tersebut. Selama pengobatan, yaitu
31
3 (tiga) hari lamanya, ikan dipuasakan. Apabila diperlukan pengobatan yang lebih
lama waktunya, ikan diberi pakan sedikit saja.
Penyortiran Ikan Hias
Tahap terakhir dari proses produksi sebelum tahap pengemasan adalah tahap
penyortiran. Pada tahap ini, ikan hias disortir berdasarkan ukuran yang
diinginkan. Hal ini disebabkan oleh ketidak seragaman panjang tubuh ikan hias
walaupun memiliki umur yang sama. Panjang tubuh ikan hias dalam satu
akuarium yang berumur sama dapat lebih besar atau lebih kecil dari panjang tubuh
standar untuk ukuran yang diinginkan.
Penyeleksian dilakukan berdasarkan kesehatan ikan. Banyaknya jumlah
ikan hias juga menjadi perhatian dalam tahap penyortiran karena disesuaikan
dengan pesanan. Hal ini akan menentukan kualitas ikan hias. Selanjutnya
pemeriksaan penyortiran akhir akan dilakukan kembali oleh Bapak Rodi dan
pekerjanya saat ikan akan dikirim pada konsumen.
Pengemasan
Setelah ikan hias sudah tepat jumlah, tepat ukuran, dan baik kesehatannya,
ikan hias akan memasuki tahap pengemasan. Tahap ini dimulai dengan
dipindahkannya ikan hias ke dalam kantong plastik berisi air yang sudah
didiamkan semalaman dan dicampur daun ketapang. Kemudian gas oksigen murni
diisikan ke dalam kantong dengan perbandingan oksigen dan air 1:3. Setelah itu
ikan hias akan dipuasakan selama satu kali waktu makan. Kemudian tepat pada
saat ikan hias akan dikirimkan, air dan gas oksigen di dalam kantong akan
diperbaharui sekali lagi dengan cara memindahkan ikan hias dan air di dalam
kantung ke dalam suatu wadah. Kantong ikan hias yang sudah dikosongkan
tersebut selanjutnya diisi dengan air baru yang sudah didiamkan selama satu
malam dan juga sudah diberi daun ketapang. Ikan hias kemudian dimasukan
kembali ke dalam kantong dan kantong dikempiskan untuk kembali diisi gas
oksigen murni dengan perbandingan yang sama seperti sebelumnya.
Pemasaran
Proses pemasaran untuk ikan hias ini dilakukan oleh sendiri oleh Bapak
Rodi selaku ketua kelompok yang merupakan supplier merangkap sebagai
pembudidaya ikan hias air tawar di Pokdakan Curug Jaya (PCJ). Dengan
demikian, seluruh anggota termasuk rekanan akan menjual produknya pada Bapak
Rodi dan selanjutnya Bapak Rodi akan menjualnya pada konsumen. Bapak Rodi
akan membeli produk ikan hias anggota dan rekanan dengan harga yang relatif
stabil. Hal ini terlihat pada saat harga pasar sedang turun dan Bapak Rodi
mengusahakan membeli ikan hias anggota dan rekanan dengan harga yang tetap.
Berdasarkan pengelolaan sistem penjualan satu pintu, apabila terdapat konsumen
yang ingin membeli langsung produk ikan hias dari anggota, maka anggota dan
rekanan tersebut akan melaporkannya terlebih dahulu pada Bapak Rodi.
Selanjutnya apabila Bapak Rodi mendapat pemesanan dari konsumen, maka
Bapak Rodi akan mengelola pengumpulan ikan hias dari para anggota dan
rekanan. Dengan demikian, para anggota dan rekanan pembudidaya melalui
32
sistem penjualan satu pintu mendapatkan kepastian pasar dan harga yang lebih
stabil dari harga pasar, sedangkan Bapak Rodi mendapatkan kestabilan harga,
kuantitas suplai yang besar, dan juga kepastian kesinambungan suplai produk
yang merupakan keinginan konsume. Secara keseluruhan sistem ini membuat PCJ
bagaikan menjadi satu-kesatuan usaha dengan kapasitas produksi besar, selain itu
juga memiliki kualitas produk baik, dan produksi yang berkesinambungan. Hal
tersebut meningkatkan daya tawar Bapak Rodi terhadap konsumennya sehingga
kestabilan harga dapat diperoleh Bapak Rodi. Konsumen Bapak Rodi adalah para
eksportir dan supplier ikan hias yaitu eksportir ikan hias CV Indopisces Exotica di
Cinangka, eksportir ikan hias PT Indotropica Agung Lestari di Bekasi, serta
supplier-supplier ikan hias di Bogor, Depok, Bekasi, Jakarta, dan juga Surabaya.
Para konsumen Bapak Rodi terutama eksportir menginginkan produk ikan hias
yang berkualitas, berkesinambungan, dan memiliki kuantitas besar. Kriteria
kualitas ikan hias adalah ketepatan ukuran (size), ketepatan jumlah, dan kesehatan
yang baik. Bapak Rodi mampu memenuhi kriteria tersebut sehingga para
konsumennya setia.
Proporsi pemasaran produk ikan hias Bapak Rodi adalah 75 persen pada
eksportir dan 25 persen pada supplier. Pada umumnya supplier ikan hias membeli
ikan hias Bapak Rodi dengan harga lebih tinggi dari harga pembudidaya dan akan
menjualnya kembali pada eksportir ikan hias. Hal ini dilakukan oleh supplier
karena mereka tidak memiliki kepastian kesinambungan suplai produk dari para
pembudidaya yang tidak memiliki ikatan kontrak dengan mereka.
Ketidakmampuan memenuhi permintaan eksportir secara berkesinambungan
dalam kuantitas yang umumnya besar dapat mengurangi kepercayaan dan
kesetiaan eksportir pada supplier.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko
Risiko produksi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
terhadap keberhasilan suatu usaha termasuk di dalam usaha pembesaran ikan hias
Neon tetra yang dilakukan oleh Bapak Rodi. Risiko produksi sendiri dapat berupa
penurunan hasil panen atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Untuk
dapat mengantisipasinya perlu adanya manajemen risiko yang dilakukan oleh
pengusaha dalam hal ini Bapak Rodi. Langkah pertama yang dilakukan dalam
manajemen risiko adalah identifikasi risiko, hal ini dilakukan untuk memperoleh
informasi mengenai penyebab risiko dan kejadian-kejadian yang dapat
menyebabkan kerugian bagi pengambil keputusan. Usaha pembesaran ikan hias
neon tetra dihadapkan pada masalah risiko produksi. Risiko produksi akan
mempengaruhi tingkat survival rate yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari adanya
fluktuasi dalam survival rate ikan hias yang dipanen.
33
Produksi ikan hias neon tetra setiap kondisi dapat dilihat dari tingkat
survival rate yang diperoleh dengan dari data primer. Survival rate yang
berfluktuasi menunjukkan adanya tingkat survival ratetertinggi, terendah dan
normal. Peluang tertinggi, terendah dan normal diukur dari proporsi frekuensi atau
berapa kali perusahaan pernah mencapai Survival rate tertinggi, terendah dan
normal selama periode siklus produksi berlangsung.
Tingkat Survival rate dinilai dari perolehan hasil panen pada periode
produksi yang sudah terjadi yaitu pada bulan Januari 2011 sampai dengan bulan
Septembet 2013. Berdasarkan data yang diperoleh dari pemilik usaha, fluktuasi
survival rate ikan hias neon tetra dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 7 Rata-rata produksi, survival rate ikan hias neon tetra dan peluang yang
dihadapi pengusaha
No. Kondisi Survival rate (%) Peluang
1. Tertinggi >95 0,29
2. Normal 81-94 0,42
3. Terendah < 80 0,29
Tabel 7 menunjukkan kondisi survival rate pembesaran ikan neon tetra pada
kondisi tertinggi, terendah dan normal. Kondisi tertinggi merupakan kondisi
dimana pengusaha mendapat tingkat produksi tertinggi selama produksi
berlangsung, dalam hal ini pengusaha menganggap tingkat produksinya tertinggi
apabila pencapaian produksinya mencapai lebih dari 95 persen. Pada kondisi
normal dimana pengusaha menganggap tingkat produksinya yang sering terjadi
dalam proses produksi yaitu saat tingkat survival rate berkisar antara 80 persen
sampai dengan 94 persen. Sedangkan kondisi terendah merupakan kondisi dimana
pengusaha menganggap tingkat produksinya yang dibawah normal atau minimal
yaitu pada saat pengusaha mengalami tingkat survival rate dibawah 80 persen.
Dilihat berdasarkan Tabel 3 yaitu tabel tingkat survival rate yang dialami
bapak Rodi pada beberapa periode panen terjadi tingkat survival rate yang lebih
dari 95 persen atau mengalami kondisi maksimal sebanyak 5 kali dalam 17
periode panen yang diteliti, sehingga didapat nilai probabilitas atau peluang
sebesar 0,29 persen. Kondisi ini sama dengan tingkat peluang pada kondisi
minimal atau kondisi terendah yaitu saat pengusaha mengalami tingkat survival
rate kurang dari 80 persen, dimana pada kondisi ini pengusaha mengalami 5 kali
kejadian sehingga didapat nilai peluang 0,29 persen. Sedangkan pada kondisi
normal yaitu pada saat pengusaha mengalami tingkat survival rate berkisar antara
81 persen sampai dengan 94 persen. Pengusaha, dalam hal ini bapak Rodi
mengalami 7 kali kejadian dari 17 kali masa panen yang diteliti sehingga didapat
nilai peluang sebesar 0,42 persen.
Peluang yang terjadi di dalam usaha pembesaran ikan neon tetra mencapai
survival rate tertinggi sekitar 0,29 pesen yang dapat diartikan jika usaha
pembesaran ini dilakukan dalam 17 kali maka frekuensi mencapai Survival rate
34
tertinggi hampir sekitar 5 kali. Sedangkan peluang untuk mendapatkan Survival
rate terendah sebesar 0,29 dan normal sebesar 0,42. Jika memperhatikan angka
peluang dari tingkat survival rate yang diperoleh, dapat dilihat bahwa selama
pengusahaan pembesaran ikan neon tetra lebih sering memperoleh produktivitas
tertinggi dibandingkan dengan survival rate normal dan terendah.
Terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya risiko produksi
pada usaha pembesaran ikan hias Neon tetra . Sumber-sumber risiko produksi
dapat berasal dari dalam lingkungan perusahaan maupun dari lingkungan luar
perusahaan. Faktor-faktor tersebut antara lain :
Kondisi cuaca dan Iklim
Air merupakan media tempat hidup dalam budidaya ikan. Kondisi air harus
disesuaikan dengan kebutuhan optimal bagi pertumbuhan ikan yang dipelihara.
Keberhasilan budidaya ikan banyak ditentukan oleh keadaan kualitas dan kuantitas
air, parameter baik atau buruknya kualitas air untuk budidaya ikan hias neon tetra
adalah suhu dan pH. Suhu yang baik untuk ikan hias neon tetra berkisar antara 20 -
25°C dengan pH 5,5 – 7,0 (Anonim, 2005). Berdasarkan hasil wawancara kepada
pembudidaya ikan hias neon tetra antara suhu dan pH memiliki keterkaitan dimana
apabila terjadi peningkatan suhu biasanya diikuti oleh peningkatan pH, begitu juga
sebaliknya apabila terjadi penurunan suhu maka pH akan relative turun. suhu akan
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ikan bila suhu terlalu rendah maka
pertumbuhan ikan yang dipelihara akan lambat tumbuh, karena bila suhu rendah
maka proses metabolisme ikan akan menjadi lambat dan nafsu ikan akan menurun
sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi laju metabolisme meningkat, hingga
konsumsi oksigen juga meningkat.Tetapi dipihak lain, kandungan oksigen didalam air
juga alami penurunan dimana penurunan tersebut dapat berakibat terhadap kematian
ikan.
Salah satu indikator naik atau turunnya suhu air dipengaruhi oleh kondisi cuaca
dan iklim, oleh karena itu kondisi cuaca dan iklim menjadi salah satu faktor
munculnya risiko dalam produksi ikan hias, hal ini dikarenakan perubahan cuaca
yang sulit diprediksi. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan saat ini cuaca tidak
dapat dikendalikan karena selalu berubah-ubah tidak sesuai dengan siklus normal.
Kondisi cuaca sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan, cuaca yang ekstrim
dapat mengakibatkan ikan yang dibudidaya menjadi lambat pertumbuhannya dan atau
dapat mengakibatkan kematian. Pada dasarnya ikan hias dibudidayakan di ruangan
tertutup dengan menempatkan akuarium sebagai media lingkungan hidup ikan.
Musim kemarau menjadikan suhu udara menjadi tinggi, hal ini berpengaruh terhadap
suhu air di akuarium. Kemampuan ikan dalam penyesuaian suhu air di akuarium
sangat terbatas sehingga menjadikan pertumbuhan ikan menurun,sedangkan pada
musim hujan suhu lingkungan budidaya menjadi menurun dan berimplikasi terhadap
suhu air di akuarium akibatnya ikan tidak selera makan karena suhu yang berbeda
dari suhu normal.
Ciri-ciri yang biasa dipergunakan untuk melihat perubahan suhu dan pH
dengan melihat kebiasaan ikan yang dibandingkan dengan suhu yang terjadi pada saat
itu, apabila ikan berada di permukaan air secara berkelompok dan warna air berubah
menjadi lebih jernih/bukan berwarna kecoklatan. Ada beberapa alternative untuk
menyiasati perubahan pH yang diakibatkan perubahan suhu oleh petani, apabila suhu
tinggi akuarium diberikan satu sendok makan garam kasar ditambah 5 – 10 lembar
35
daun ketapang untuk membuat suasana asam pada air. Dan apabila suhu rendah dan
pH dianggap rendah maka air di dalam akuarium dikurangi dan keluarnya angin
ditambah atau dimasukkan batu karang sebanyak 1 krongkol (selebar kepalan tangan)
ke dalam akuarium, tujuannya supaya pH menjadi naik kembali.
Kualitas pakan
Didalam proses pembesaran ikan hias neon tetra ada beberapa macam jenis
pakan yang diberikan diantaranya adalah cacing darah segar, kutu air dan pelet.
Berdasarkan pengamatan peneliti Adapun frekuensi dalam pemberian pakan untuk
pembesaran ikan hias neon tetra dilakukan tiga kali sehari pada pagi hari sekitar
jam tujuh pagi diberikan dua sendok makan kutu air, pada siang hari sekitar jam
12 diberikan kombinasi antara satu sendok makan pelet dan satu sendok cacing
darah darah atau kutu air dan pada sore hari sekitar jam lima iken diberi pakan dua
sendok makan cacing darah. banyaknya pakan yang diberikan disesuaikan dengan
konsumsi ikan, semakin rakus ikan usahakan pakan yang diberikan diperbanyak.
Pakan alami yang diberikan dalam proses pembesaran ini biasanya
diberikan dalam keadaan hidup. Untuk pakan kutu air didapat dari kolam-kolam
ikan budidaya lele yang ada di sekitar lingkungan usaha yang pengambilannya
biasanya dilakukan pada pagi hari yaitu jam 4-5 subuh, sedangkan untuk pakan
cacing darah didapat dari pemasok dari bogor. Sebelum pakan cacing darah dan
kutu air diberikan pada ikan hias, terlebih dahulu kedua pakan tersebut diletakkan
di baskom atau wadah yang berisi air dan dalam keadaan diaerasi. Hal tersebut
ditujukan untuk membersihkan pakan dari kotoran-kotoran. Sedangkan pelet yang
akan diberikan pada ikan hias terlebih dahulu dicampur dengan air agar ukuran
butiran pelet menjadi lebih kecil dan dapat dikonsumsi ikan hias.
Meskipun perlakuan di dalam pemilihan pakan alami ini dilakukan secara
selektif dan hati-hati namun tidak menutup kemungkinan pakan tersebut terjangkit
spora, virus atau bakteri sehingga tidak jarang sumber penyakit ikan tidak hanya
berasal dari lingkungan budidayanya juga berasal dari pakan yang diberikan.
Pakan yang buruk biasanya cepat mati dan tidak tahan lama, sehingga selama
proses pembesaran ikan neon tetra , media pemeliharaan akan mengalami
penurunan kualitas. Kualitas air dapat dipertahankan dengan cara penyiponan sisa
pakan dan feses ikan yang mengendap di dasar akuarium setiap hari yang diikuti
dengan pergantian air. Metode penyiponan adalah pengambilan kotoran dan air
dengan memanfaatkan gravitasi bumi dan alat berupa selang plastik. Untuk
memfungsikan sistim sipon, masukkan satu ujung selang ke air dalam wadah yang
akan disipon dengan mulut selang tertutup jari dan ujung lainnya dijatuhkan ke
tempat yang lebih rendah dari kedudukan wadah. Air akan mengalir begitu tutup
selang dibuka menarik kotoran yang terdekat. Untuk memudahkan pembersihan
kotoran yang menempel di dasar wadah ujung selang diberi sikat kecil. Pergantian
air dilakukan untuk mengembalikan volume air wadah yang berkurang akibat
penyiponan dan menambahkan air baru yang lebih bersih sehingga kualitas air
kembali menjadi layak bagi ikan. Pergantian air dilakukan sebanyak 30% sampai
dengan 50% volume air, tergantung kebutuhan atau kondisi air setiap akuarium.
Setiap pergantian sebanyak 50% volume air dapat dimasukkan garam sebanyak
98,5 gram (segenggam tangan orang dewasa) yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit pada ikan yang dipelihara. Air yang ditambahkan ke dalam
36
wadah pemeliharaan adalah air tandon lama atau air tua. Untuk menjaga
ketersediaan oksigen di air maka pemberian aerasi harus dilakukan secara terus-
menerus.
Hama dan penyakit
Penyakit yang biasa menyerang neon tetra adalah bintik putih (white spot),
buluk (velvet disease) dan Angsang. Penyakit bintik putih menyerang permukaan
tubuh ikan (eksternal) yaitu pada bagian kulit/sisik dan sirip, penyakit ini ditandai
dengan munculnya bintik-bintik putih pada bagian yang terserang biasanya
dibagian sirip bawah dan ekor. Penyakit buluk menyerang permukaan tubuh yaitu
pada bagian kulit/sisik dan sirip yang ditandai dengan kurang cerahnya warna
tubuh ikan dan munculnya plek hitam di daerah yang terserang. Penyakit angsang
ditandai dengan keluar atau menonjolnya bagian insang ikan neon tetra .
Penyakit yang menyerang ikan ini akan timbul jika terjadi ketidak
seimbangan antara kondisi ikan, lingkungan dan patogen. Ikan yang kondisi
tubuhnya buruk kemungkinan besar akan terserang penyakit. Namun jika kondisi
tubuh ikan baik, maka sangat kecil kemungkinan terserang penyakit. Kondisi ikan
yang buruk ini bisa disebabkan oleh perubahan lingkungan secara mendadak atau
karena kondisi fisik ikan yang luka atau terjadi pendarahan pada tubuh ikan. Pertolongan pertama pada ketiga penyakit tersebut adalah dengan memberikan
daun ketapang dan garam ke dalam akuarium serta penggantian air akuarium hingga
setengah volume. Selain itu obat yang biasa digunakan pengusaha untuk penyakit-
penyakit tersebut adalah tetrasiklin, methylin blue, serta purasaridon. Selain obat-
obatan tersebut pegusaha juga menggunakan obat yang belum diketahui jenis dan
kandungannya, para pengusaha ikan hias biasa menyebutnya dengan nama obat biru.
Adapun penanggulangan yang dilakukan oleh pembudidaya saat ini adalah
memberikan perawatan khusus untuk akuarium yang terdapat ikan sakit dengan
membersihkan akuarium dari kotoran dan endapan sisa-sisa pakan dengan cara
penyiponan dan menambahkan air baru yang lebih bersih yang ditambahkan obat
seperti tetracyclin atau obat biru sebanyak 2 tetes, garam satu genggam dan
memasukkan daun ketapang kering sebanyak 5 sampai 10 lembar, hal ini
dilakukan dengan harapan kualitas air kembali menjadi layak dan sesuai bagi
ikan. Apabila cara penanggulangan tersebut dianggap tidak berpengaruh atau
dikhawatirkan akan menular ke ikan lainnya maka dilakukan pemisahkan atau
karantina ikan yang terjangkit penyakit ke dalam akuarium khusus yang sudah
diberi perlakuan khusus seperti pemberian dosis obat-obatan yang lebih banyak.
Analisis Risiko Produksi Ikan Hias Neon Tetra
Penilaian risiko produksi dapat dihitung menggunakan variance, standard
deviation, dan coefficient variation. Perhitungan pada proses penilaian risiko
menggunakan data berdasarkan tingkat Survival rate yang diperoleh dan peluang
yang dimiliki pengusaha dalam memperoleh tingkat Survival rate tertinggi,
terendah dan normal. Peluang dihitung berdasarkan pengalaman perusahaan
selama menjalankan usaha pembesaran ikan hias neon tetra . Setelah memperoleh
nilai peluang usaha dalam mendapatkan survival rate tertinggi, terendah dan
37
normal, selanjutnya dapat dilakukan penilaian terhadap tingkat risiko produksi
yang dihadapi perusahaan.
Setelah dilakukan pengukuran peluang pada kondisi tertinggi, terendah dan
normal maka dilakukan penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung
risiko dengan menggunakan expected return. Expected return dihitung
berdasarkan jumlah dari nilai yang diharapkan dengan peluang masing-masing
kejadian tertinggi, terendah dan normal dari pembesaran ikan hias neon tetra .
Expected return merupakan nilai harapan yang dihasilkan setelah
memperhitungkan risiko yang ada.
Penilaian risiko produksi juga dilakukan dengan mengukur nilai
penyimpangan yang terjadi. Terdapat beberapa ukuran risiko diantaranya adalah
nilai varian (variance), standar deviasi (standard deviation), dan koefisien variasi
(coefficient variation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai
variance sebagai penentu ukuran yang lainnya. Dalam kajian ini return yang
dihitung adalah survival rate Ikan hias neon tetra .
Ukuran yang tepat digunakan untuk melakukan penilaian terhadap risiko
produksi ikan hias neon tetra adalah coefficient variation. Karena ukuran variance
dan standard deviation belum memperhitungkan pendapatan, sedangkan
coefficient variation sudah memperhitungkan pendapatan yang diterima pada
usaha pembesaran ikan hias neon tetra . Hasil penilaian risiko produksi
pembesaran ikan hias neon tetra pada usaha yang dilakukan oleh Bapak Rodi
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Penilaian risiko produksi pembesaran ikan hias neon tetra pada usaha
Bapak Rodi tahun 2011-2013
No. Ukuran Nilai
1 Expected Return 78,52
2 Variance 315,59
3 Standard Deviation 17,76
4 Coefficient Variation 0,23
Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa penilaian risiko berdasarkan tingkat
survival rate diperoleh penilaian risiko produksi ikan hias neon tetra berdasarkan
nilai coefficient variation diperoleh hasil sebesar 0,23. Dengan kata lain bahwa
untuk setiap satu persen tingkat keberhasilan ikan hias neon tetra yang diperoleh
akan mengalami risiko sebesar 0,23 persen pada saat terjadi risiko produksi.
Risiko produksi yang dimaksud adalah pada saat kondisi cuaca dan iklim yang
sulit diprediksi, kurang baiknya kualitas pakan, dan adanya serangan hama dan
penyakit. Semakin besar nilai coefficient variation, maka semakin tinggi tingkat
risiko yang dihadapi.
Berdasarkan penilaian risiko produksi di dalam usaha Bapak Rodi dapat
diukur besarnya pendapatan yang diharapkan dari kegiatan pembesaran ikan hias
neon tetra . Besarnya pendapatan yang diharapkan dapat dilihat dari nilai expected
38
return yang diperoleh. Berdasarkan hasil penilaian risiko produksi pada usaha
pembesaran ikan hias neon tetra diperoleh nilai expected return sebesar 78,52
untuk satu kali periode. Artinya, Bapak Rodi dapat mengharapkan perolehan hasil
sebanyak 78,52 persen survival rate dalam usaha pembesaran ini untuk setiap
periode panen. Dengan mengetahui harapan pendapatan yang diperkirakan akan
didapatkan kembali dari kegiatan usaha pembesaran neon tetra berdasarkan
perhitungan risiko produksi, maka hal ini dapat digunakan sebagai pertimbangan
untuk kelanjutan usaha ataupun sebagai perencanaan untuk menentukan langkah
yang akan diambil dalam perkembangan usaha yang Bapak Rodi jalankan saat ini.
Risiko produksi yang dialami Bapak Rodi dalam menjalankan kegiatan
usaha pembesaran ikan hias neon tetra dapat menimbulkan kerugian. Kerugian
tersebut akan berpengaruh terhadap jumlah hasil produksi. Jika hasil produksi
berkurang maka penerimaan usaha juga akan berkurang, karena jumlah yang
dijual menjadi lebih sedikit. Brdasarkan perhitungan rata-rata harga jual ikan hias
ukuran ML pada harga Rp 350 per ekor dan dalam satu akuarium terdapat 500
ekor maka setiap satu akuarium yang dipanen, penerimaan yang diperoleh adalah
sebesar Rp 1.750.000,- dengan risiko produksi yang dihadapi adalah kurang lebih
sebesar Rp 400.000 per akuarium. Tetapi perhitungan tersebut tidak bersifat
mutlak karena tergantung dari ukuran ikan hias, semakin besar ikan akan dipanen
maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan dan semakin besar juga
kebutuhan pakan, biaya tenaga kerja dan biaya lainnya. Oleh karena itu, sebaiknya
dilakukan langkah penanganan yang sesuai untuk menghindari atau memperkecil
risiko yang dihadapi.
Strategi Pengelolaan Risiko Produksi
Usaha Bapak Rodi saat ini telah melakukan penanganan risiko secara
optimal untuk mengurangi risiko yang ada namun masih terdapat kendala yang
dihadapi pada saat proses produksi. Hal ini terlihat pada hasil Survival rateyang
fluktuatif apabila masih terjadi risiko terutama pada saat proses produksi. Dengan
mengetahui bahwa Usaha Bapak Rodi masih berpotensi untuk terjadinya risiko
produksi maka perencanaan penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan
pengawasan dan penerapan kesadaran akan risiko serta kesadaran untuk
melakukan penanganan risiko sehingga dapat meminimalkan kerugian yang
dialami.
Berdasarkan identifikasi risiko yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa
Usaha Bapak Rodi mengalami risiko dalam kegiatan pembesaran ikan hias neon
tetra . Risiko produksi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
perubahan cuaca dan iklim, kualitas pakan, serta serangan hama dan penyakit.
Setelah dilakukan pengukuran terhadap risiko tersebut, diperoleh hasil sebesar
0,20. Nilai tersebut merupakan kerugian yang dihadapi atas perolehan hasil
produksi dengan adanya risiko produksi. Maka dapat ditentukan strategi dalam
menangani risiko produksi pembesaran ikan hias neon tetra pada usaha Bapak
Rodi.
Upaya penanganan risiko dapat diterapkan dalam fungsi manajemen yang
dijalankan perusahaan yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengontrolan atau planning, organizing, actuating, controlling (POAC).
39
Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi yang dilakukan oleh Bapak Rodi dimulai pada saat
penanaman bibit ukuran S kedalam akuarium pembesaran sampai dengan
pemanenan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produksi komoditas yang
dihasilkan oleh pengusahaannya. Disamping itu perencanaan pencegahan penyakit
dan pemberian obat-obatan diperhatikan dengan baik terutama pada saat terjadi
perubahan cuaca yang ekstrim.Perencanaan penanaman bibit sebaiknya dilakukan
dengan mempertimbangkan trend pasar yang sedang terjadi, jika trend pasar
meningkat atas suatu komoditas maka sebaiknya merespon dengan cara
memproduksi lebih tinggi dibandingkan dengan produksi sebelumnya. Sebaliknya
jika trend pasar suatu komoditas menurun sebaiknya merespon dengan cara
mengurangi jumlah produksi. Selain itu perencanaan produksi juga
mempertimbangkan curah hujan dan suhu lingkungan budidaya. Jika curah hujan
relatif tinggi maka akan berimplikasi negatif terhadap produksi akhir ikan maka
seharusnya pihak dapat mengantisipasi dengan cara menambah jumlah heather
yang berfungsi sebagai penetral suhu air lingkungan budidaya.
Pengorganisasian
Pengorganisasian untuk para tenaga kerja yang terlibat langsung dengan
kegiatan produksi sangat penting, yaitu dengan mengkomunikasikan hak dan
kewajibannya dengan yang jelas termasuk pada saat pembagian hasil usaha. Hal
ini bertujuan agar semua tenaga kerja mempunyai peranan dan bertanggung jawab
atas hasil produksinya. Adanya pengorganisasian maka perawatan tehadap ikan
hias neon tetra akan semakin terkoordinir dengan baik.
Pelaksanaan
Dalam pelaksanaannya usaha ini dilakukan dengan cara bagi hasil sehingga
memiliki kapasitas yang hampir sama rata antara investor yaitu Bapak Rodi dan
pelaksana yaitu Bapak Marpudin, akan tetapi di dalam perjanjian awal diantara
keduanya sudah dijelaskan bahwa pelaksana bertanggung jawab kepada investor,
oleh karena itu Bapak Rodi memiliki kewenangan untuk dapat mengkoordinir
pelaksanaan usaha pembesaran ikan hiasnya. Bapak Rodi berupaya menjaga
komunikasi yang baik sehingga pada pelaksanaannya terjalin komunikasi yang
baik dalam memaksimal produksi dan meminimumkan risiko. Adanya
kooordinasi dalam pengelolaan bertujuan untuk menyinkronkan setiap kegiatan
produksi dalam masalah perawatan dan pemeliharaan seperti mengkoordinasikan
awal kegiatan produksi dan dalam tindakan pencegahan hama dan penyakit.
Pengontrolan
Proses pengontrolan yang dilakukan Bapak Rodi, pemilik tidak melakukan
pengontrolan secara khusus karena selalu melakukan penyeleksian rekan kerja
salah satunya dengan cara bekerja sama dengan keluarganya sendiri atau orang
yang sudah dikenalnya sejak lama, untuk mengantisipasi timbulnya tindakan
kecurangan (moral hazard) Bapak Rodi sendiri melakukan pengawasan dengan
melakukan pengecekan secara rutin ke rumah budidaya.
40
Strategi penanganan risiko yang dapat dijadikan sebagai alternatif
penanganan dalam kajian ini adalah strategi preventif. Strategi preventif
merupakan strategi penanganan yang dilakukan untuk menghindari risiko
produksi (Kountur, 2008). Strategi yang dapat dilakukan oleh usaha Bapak Rodi
adalah dengan menggunakan teknologi yang lebih modern. Perubahan cuaca dan
iklim yang tidak menentu menyebabkan pembesaran ikan hias neon tetra
mengalami pertumbuhan yang kurang baik. Peningkatan teknologi dalam hal
pengaturan suhu ruangan budidaya merupakan salah satu alternatif untuk
menghindari perubahan suhu yang berlebihan yang akan menyebabkan akuarium
tempat pembesaran ikan hias neon tetra tidak sesuai.
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
heater/pemanas. Hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan suhu ruangan, yaitu
berkisar 20oC-25
oC. dan melakukan pengecekan secara berkala terhadap kualitas
air terutama suhu dan pH, sehingga penulis menyaran kan untuk melakukan
investasi berupa pembelian alat thermometer dan pH meter agar pengecekan suhu
dan pH dapat dilakukan secara rutin.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Berdasarkan hasil analisis risiko yang dilakukan didalam usaha Bapak Rodi
mengalami risiko produksi. Indikasi adanya risiko produksi pada usaha
pembesaran ikan hias neon tetra dapat dilihat dari adanya fluktuasi atau variasi
tingkat survival rate yang dialami. Sumber-sumber yang menjadi penyebab
terjadinya risiko produksi adalah kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi,
kurang baiknya kualitas pakan, dan adanya serangan hama dan penyakit.
2. Berdasarkan hasil penilaian risiko produksi ikan hias neon tetra yang
dilakukan berdasarkan nilai coefficient variation diperoleh hasil sebesar
0,23. Dengan kata lain bahwa untuk setiap satu persen tingkat keberhasilan
ikan hias neon tetra yang diperoleh akan mengalami risiko sebesar 0,23
persen pada saat terjadi risiko produksi. Selain itu diperoleh nilai expected
return sebesar 78,52 untuk satu kali periode. Artinya, Bapak Rodi dapat
mengharapkan perolehan hasil sebanyak 78,52 persen survival rate dalam
usaha pembesaran ini untuk setiap periode panen. Risiko produksi yang
dimaksud adalah pada saat kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi,
kurang baiknya kualitas pakan, dan adanya serangan hama dan penyakit.
41
Saran
Alternative strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan oleh Bapak
Rodiadalah dengan menggunakan teknologi yang lebih modern.
Perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu menyebabkanpembesaran
ikan hias Neon tetra mengalami pertumbuhan yang kurang baik.
Peningkatan teknologi dalam hal pengaturan suhu ruangan budidaya
merupakan salah satu alternatif untuk menghindari perubahan suhu yang
berlebihan yang akan menyebabkan akuarium tempat pembesaran ikan
hias Neon tetra tidak sesuai. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah
dengan menggunakan heater/pemanas. Hal ini bertujuan untuk menjaga
kestabilan suhu rungan, yaitu berkisar 20oC-25
oC dan melakukan
pengecekan secar berkala terhadap kualitas air terutama suhu dan pH,
sehingga penulis menyarankan untuk melakukan investasi berupa
pembelian alat thermometer dan pH meter agar pengecekan suhu dan pH
dapat dilakukan secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Neon tetra (Paracheirodon innesi) profile. http://
badmanstropicalfish.com/profiles/ profile17.html. 24 November 2013
[BPS] BadanPusatStatistik. 2012. PDB Atas Dasar Berlaku Menurut Lapangan Usaha
Nasional. Jakarta. BPS Indonesia.
Darmawi H. 2006. ManajemenRisiko. Jakarta: PT BumiAksara.
Debertin D.L. 1986. Agricultural Production Economics. New York: Macmillan.
Publishing Company.
Dewiaji. 2011. Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Lele Dumbo(Clarias
gariepinus) di CV Jumbo Bintang Lestari Gunungsindur Kabupaten Bogor. [Skripsi].
Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Elton E. J., M. J. Gruber. 1995. Risk Reduction and Portfolio Size: An Analytical
Solution. Journal of Business 50: 415-37.
Hardaker, J. Brian, Raud B.M. Huirne, and Jock R. Anderson, Coping With Risk in
Agriculture, New York: CAB International, 1997.
Harwood. 1999. Managing Risk in Farming: Concepts, Research and Analysis.
Agricultural Economic Report No. 774. Market and Trade Economic Division and
Resource Economics Division, Economic Research Service U.S. Department of
Agriculture.
Kasidi.2010. ManajemenRisiko. Ghalia Indonesia. Bogor.
Kountur R. 2008. MudahMemahamiManajemenRisiko Perusahaan. Jakarta: PPM.
42
Purwitasari. 2011. Manajemen Risiko Oprasional pada Pemasaran Benih Ikan Patin PT
Mitra Mina Nusantara di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.[Skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Robison L.J, Barry P.J. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk.Macmillan
Publisher. London.
Silaban. 2011. Analisis Risiko Produksi Ikan Hias Pada PT Taufan Fish Farm di
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Siregar. 2010. Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Lele Dumbo Pada Family Jaya
1, Kecamatan Sawangan, Kota Depok.[Skripsi]. Bogor..Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
43
44
Lampiran 2 Perhitungan analisis risiko
No. Kondisi Survival Rate
(%) Peluang Pi.Ri Rij-Ri (Rij-Ri)^2 Pij(Rij-Ri)^2
1. Tertinggi >95 0,29 28,71 20,48 419,43 121,63
2. Normal 81-94 0,42 34,44 3,48 12,11 5,09
3. Terendah < 80 0,29 15,37 -25,52 651,27 188,87
E(Ri) 78,52 315,59
STDEV 17,76
CV 0,23
Lampiran 3 Dokumentasi di pengusaha Bapak Rodi
Ikan hias neon tetra Kondisi Budidaya
Pakan Pellet Obat Biru
45
penampungan Cacing darah Penampungan kutu air
Kutu Air Segar Kutu Air mati
Penyortiran Pengurangan air
1
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 21 Oktober 1986 dari ayah H.
Sohib Syarifudin dan ibu Hj. Aas Sayamah. Penulis adalah putra keenam dari
enam bersaudra.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri IV
Pasirkaliki, Bandung pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama
diselesaikan pada tahun 2001 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 25
Bandung. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cililin dan pada tahun
yang sama penulis diterima masuk Politeknik POS Indonesia dan diterima di
jurusan Pemasaran dan lulus pada tahun 2007.
Awal tahun 2008 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor
(IPB) dan diterima di Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Departemen
Agribisnin, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Recommended