View
8
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF DENGAN MASALAH INTOLERANSI AKTIVITAS DI
RUMAH SAKIT PANTI WALUYA SAWAHAN MALANG
Sugeng Santoso
Program Studi D-III Keperawatan Program RPL
STIKes Panti Waluya Malang
ABSTRAK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah penyakit yang ditandai dengan
keterbatasan aliran udara secara terus-menerus biasanya progresif dan
berhubungan dengan respon respon inflamasi kronis pada saluran napas dan
paru-paru. Sesak napas menjadi keluhan utama pada klien PPOK karena
terganggunya aktivitas fisik. Penelitian ini bertujuan memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan masalah intoleransi aktivitas di Rumah
Sakit Panti Waluya Sawahan Malang, menggunakan studi kasus dengan 1
klien sebagai responden bulan Juli 2020. Peneliti memberikan implementasi
tindakan Membantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan tingkat
energi klien, membantu klien untuk mobilisasi, menganjurkan klien untuk
melakukan aktivitas secara bertahap. Setelah dilakukan asuhan keperawatan
dalam 3x24 jam, pada klien didapatkan hasil evaluasi dapat melakukan
aktivitas secara bertahap, sehingga dengan manajemen energi klien dapat
mengenalitahapan-tahapan dalam aktivitas
Kata Kunci : Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Intoleransi aktivitas
2
NURSING CARE FOR CLIENTS OF OBSTRUCTIVE LUNGER DISEASE
WITH ACTIVITY INTOLERANCE PROBLEMS AT PANTI WALUYA
SAWAHAN HOSPITAL, MALANG
Sugeng Santoso
D-III Nursing Study Program, RPL Program
STIKes Panti Waluya Malang
ABSTRACT
Chronic Obstructive Pulmonary Disease is a disease characterized by a
persistently progressive limitation of airflow and is associated with a chronic
inflammatory response to the airways and lungs. Shortness of breath is the main
complaint in COPD clients due to disruption of physical activity. This study aims
to provide nursing care to clients with activity intolerance problems at Panti
Waluya Sawahan Hospital Malang, using a case study with 1 client as a
respondent in July 2020. Researchers provide action implementation Helping
clients choose activities that are appropriate to the client's energy level, helping
clients to mobilization, encouraging clients to carry out activities in stages. After
nursing care is carried out within 3x24 hours, the client can obtain the results of
the evaluation being able to carry out activities in stages, so that with energy
management the client can recognize the stages in the activity.
Keywords: Chronic Obstructive Pulmonary Disease, Activity intolerance
3
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obtruktif Kronik
adalah adalah penyakit yang ditandai
dengan keterbatasan aliran udara
secara terus-menerus biasanya
progresif dan berhubungan dengan
respons inflamasi kronis pada
saluran nafas dan paru-paru terhadap
partikel atau gas yang beracun
(Alvar, 2015). Pasien dengan PPOK
mengalami penurunan kapasitas
hidup serta ketidakmampuan
fisik.PPOK bisa disebabkan oleh
brokiolitis atau emfisema yang
dalam keadaan kronik (Alvar, 2015)
Sesak napas dan batuk biasanya
menjadi keluhan utama pada PPOK .
Faktor yang berperan dalam
perjalanan penyakit ini adalah factor
resiko yaitu merokok, polusi udara,
infeksi, genetic dan perubahan cuaca.
Pasien PPOK akan mengalami
kelemahan yang disebabkan
kurangnya suplai oksigen sehingga
menimbulkan intoleransi
aktivitas/kelemahan (Price &
Wilson, 2014). Intoleransi aktivitas
merupakan suatu keadaan seseorang
mengalami penurunan kemampuan
untuk melakukan aktivitasnya.
Menurut World Health Organzation
( WHO ) tahun 2016, angka kejadian
PPOK didunia mencapai 251 juta
jiwa. Data Riskesdas (2018)
menunjukkan bahwa prevalensi
PPOK sebanyak 4,5 %, dengan
propinsi Jawa Timur menduduki
peringkat 16, dengan jumlah
prevalensi 3,4 %, dengan
karakteristik usia 25-34 tahun
(3,6%), usia 35-44 tahun (3,7%), usia
> 65 tahun (5,8%) dengan proporsi
laki-laki 4,2% dan perempuan 3,9%.
Di Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang kasus PPOK di
rumah Sakit Panti Waluya Sawahan
Malang mencapai angka 210 kasus
2
atau 7,82 persen dari sepuluh
penyakit terbanyak yang ada di
Rumah Sakit (Data Statistik Rumah
Sakit Panti Waluya Sawahan
Malang, 2019). Intoleransi aktivitas
adalah kondisi terjadinya penurunan
kapasitas fisiologis seseorang untuk
mempertahankan aktivitas sampai
tingkat yang diinginkan (Somantri,
2012), Faktor-faktor yang
Mempengaruhi intoleransi aktivitas
pada penyakit paru obtruktif kronik
adalah 1. Usia, karena semakin
bertambah usia semakin besar resiko
menderita PPOK, 2. Jenis kelamin, 3.
Adanya gangguan fungsi paru sudah
terjadi atau infeksi pada masa
kanak-kanak, TBC dan bronkiektasis
( Ikawati, 2016).
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan
pada asuhan keperawatan ini
menggunakan desain studi kasus
yang menggunakan batasan istilan
yaitu pada satu pasien dengan
diagnose medis PPOK dengan
penyakit penyerta atau tanpa
penyakit penyerta, pasien yang
dirawat diruang inap dewasa, pasien
dewasa usia >25 tahun, hasil
pengukuran aktivitas diagnose PPOK
yang ditandaioleh 2 atau 3 tanda
gejala sebaberikut: memerlukan
bantuan alat, memerlukan bantuan
orang lain, ketidaknyamanan saat
beraktivitas, dan menyatakan lemah
dan letih. Penelitian dilakukan di
Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan
Malang di ruang rawat inap dewasa
pada tanggal 24 sampai dengan 26
Juni 2020.
HASIL
Pada hasil studi kasus ini didapatkan
hasil bahwa pada pengkajian pasien
mengatakan bahwa pada tanggal 22
Juni 2020 pasien mengeluh sesak
nafas dan batuk berdahak kuning
3
kental. Pasien juga mengatakan sesak
bertambah saat melakukan aktivitas.
Keluhan tersebut berlangsung 2 hari
dan tidak ada perbaikan akhirnya
pada tanggal 24 Juni 2020 pasien
datang ke IGD RS Panti Waluya .
Pasien mengatakan kalau 2 hari yang
lalu yaitu pada tanggal 22 Juni 2020
pasien mengeluh sesak. Di IGD
kemudian dilakukan pengkajian dan
pemeriksaan fisik, klien mengeluh
sesak, GCS E:4 V:5 M:6 dan
dilakukan pengukuran TTV: TD:
100/70 mmHg, S: 38,8°C, N:
88x/menit, RR:24 x/menit, SatO2 :
93 %, dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan foto thorak , pasien
mendapat terapi cairan futrolit 500ml
12 tpm, serta injeksi IV
Cefaperaxone 1 gr, Bricasma respul
hirup, Fartison 50 mg, juga diberikan
oksigen nasal 2 lpm. Pada pukul
12.00 pasien di pindahkan ke ruang
rawat inap PP kamar 109. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan bahwa
pasien tampak keadaan umum lemah,
kesadaran composmentis, GCS E4
V5 M6, pasien tampak sesak,
menggunakan otot bantu pernafasan ,
tampak pernafasan cuping hidung,
Sebagian aktivitas pasien dibantu
oleh perawat dan keluarga, TD :
100/70 mmHg, N : 88 x/menit, RR :
24 x/menit, S : 36,8 °C, SpO2 :
93%,
Pada hasil foto X-Ray didapatkan
hasil :
- Kedua Sinus/Diafragma Normal.
Bentuk dan besar Cor normal
- Tidak tampak infiltrt proses
- Corakan Bronchovaskuler paru
kasar
Setelah dilakukan pengkajian data
kepada pasien maka ditemukan
diagnosa keperawatan yaitu
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
4
ditandai dengan pasien sesak, sesak
bertambah saat melakukan aktivitas,
sesuai dengan Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia tahun 2017.
Setelah ditemukan diagnosa
Keperawatan maka pada pasien
tersebut ditetapkan rencana
keperawatan yaitu manajeman energi
sesuai dengan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia tahun
2017.Intervensi tersebut meliputi :
Manajemen energi
Observasi:
1. Identifikasi gangguan fungsi
tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
3. Monitor pola tidur dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Teraupetik:
5. Sediakan lingkungan yang
nyaman selama melakukan
aktivitas
6. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
7. Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur
Edukasi:
8. Anjurkan tirah baring
9. Ajarkan melakukan aktivitas
secara bertahap
Setelah ditetapkan rencana tindakan
kepada pasien PPOK dengan
masalah intoleransi maka telah
dilakukan implementasi kepada
pasien tersebut sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah
dibuat.
Tahap terakhir pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien adalah
dengan melakukan evaluasi kepada
pasien yang dilakukan selama 3 hari.
Evaluasi yang dilakukan terhadap
pasien adalah sesuai dengan kriteria
5
hasil yang sudah ditetapkan pada
rencana tindakan keperawatan yang
telah ditetapkan kepada pasien yaitu :
Konservasi Energi (SLKI, L.05040)
1. Aktivitas fisik yang tepat
meningkat
2. Pembatasan energy meningkat
3. Teknik konservasi meningkat
4. Pembatasan aktivitas menurun
5. Faktor-faktor yang meningkatkan
pengeluaran energy menurun
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian, pasien
mempunyai diagnosa PPOK dapat
dibuktikan dengan adanya sesak dan
batuk serta sesaknya bertambah saat
melakukan aktivitas, PPOK dengan
masalah intoleransi aktivitas. Pada
pasien pengkajian dilakukan melalui
perantara pembimbing klinik karena
suatu kondisi tertentu. Dengan
keluhan utama yaitu pasien
mengatakan sesak nafas dan disertai
adanya batuk, sesak bertambah saat
melakukan aktivitas. Dan pada
pemeriksaan pasien mengatakan
lemas dan tiduran aja, pola aktivitas
yaitu pasien dalam melakukan
aktivitas dibantu orang lain.
Ditemukan nafas cuping hidung serta
adanya ronchi serta frekuensi nafas
yang abnormal yaitu 24 x/mnt.
Menurut (Price & Wilson, 2014)
bahwa pada pasien PPOK
mengalami kelemahan yang
disebabkan karena kurang suplai
oksigen, jadi pasien PPOK dalam
beraktivitas perlu bantuan orang lain.
Pada intoleransi aktivitas ditandai
mengeluh lelah, merasa tidak
nyaman saat setelah beraktivitas,
merasa lelah. (PPNI, 2016).
6
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang ditemukan,
pasien memiliki masalah
keperawatan intoleransi aktivitas
yang berhubungan dengan adanya
ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen. Dengan etiologi
yaitu pasien mengalami sesak dan
batuk berdahak, serta sesak bertamah
saat melakukan aktivitas, mengalami
kelelahan, dan merasa lemah.
Sehingga peneliti menetapkan
diagnosa keperawatan intoleransi
aktivitas b/d ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan
oksigen.. Diagnosa keperawatan
yang dapat terjadi pada pasien
dengan PPOK adalah salah satunya
merasa tidak nyaman saat
beraktivitas,merasa lemah, mengeluh
lelah
3. Tujuan
Tujuan yang ditetapkan pada pasien
adalah pasien dapat melakukan
aktivitas secara mandiri. Tujuan yang
telah ditetapkan pada pasien, sesuai
dengan teori Tim Pokja SLKI DPP
PPNI (2018) yang memaparkan
bahwa penetapan tujuan rencana
keperawatan bagi pasien PPOK
dengan masalah intoleransi aktivitas
dapat melakukan aktivitas mandiri
setelah diberikan asuhan
keperawatan kepada pasien dalam
jangka waktu tertentu. Dalam
penatalaksanaan kasus PPOK secara
umum adalah bronkodilator
(pemberian hirup), oksigenasi,
fisioterapi
4. Kriteria Hasil
Berdasarkan data yang ditemukan,
kriteria hasil yang ditetapkan pada
pasien bertujuan untuk mengevaluasi
apakah pada setiap tindakan atau
asuhan keperawatan pada pasien
dapat meningkatkan kondisi pasien.
Kriteria hasil yang telah ditetapkan
7
pada pasien sudah sesuai dengan
teori penulis pada tinjauan pustaka.
Diharapkan setelah dilakukan asuhan
keperawatan maka pola nafas pasien
menjadi adekuat. Kriteria hasil yang
ditetapkan pada pasien sesuai
dengan Tim POKJA SLKI DPP
PPNI (2018) yang menyatakan
bahwa pasien yang mengalami
intoleransi aktivitas harus mencapai
kriteria hasil intoleransi aktivitas
sebagai berikut, aktifitas fisik yang
tepat meningkat, pembatasan energi
meningkat, pembatasan energi
menurun, factor-faktor yang
meningkatkan pengeluaran energi
menurun, yang akan dilakukan
disesuaikan dengan keadaan dan
kondisi terkini pasien yang didapat
saat pengkajian. Intervensi tersebut
bertujuan untuk melakukan aktivitas
mandiri. Intervensi yang telah
ditetapkan bagi pasien telah sesuai
dengan teori menurut TIM POKJA
SIKI DPP PPNI (2017) yaitu dengan
manajemen energi.
5. Implementasi
Pada pasien intervensi yang telah
direncanakan berjumlah 9, dan
dilakukan implementasi melalui
perantara dari pembimbing klinik.
Menurut pembimbing klinik pasien
sangat kooperatif sehingga
memudahkan peneliti dalam
melaksanakan implementasi
keperawatan. Implementasi adalah
pengelolahan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan
Setiadi (2012) Implementasi
keperawatan merupakan pelaksanaan
rencana tindakan yang ditentukan
dengan maksud agar kebutuhan
pasien terpenuhi secara maksimal
yang mencakup sapek peningkatan,
pencegahan, pemeliharaan serta
pemulihan kesehatan dengan
mengikut sertakan pasien dan
8
keluarganya,.(Maghfuri, 2015). serta
selama tahap implementasi perawat,
terus melakukan pengumpulan data
dan memilih asuhan keperawatan
yang paling sesuai dengan kebutuhan
pasien. Semua implementasi
didokumentasikan kedalam format
yang telah ditetapkan institusi.
Menurut Debora (2017),
implementasi merupakan tahap
perencanaan yang dibuat dan
diaplikasikan pada pasien. Tindakan
yang dilakukan mungkin sama,
mungkin juga berbeda, dengan
urutan yang telah dibuat pada
perencanaan. Aplikasi yang
digunakan pada pasien akan berbeda
disesuaikan dengan kondisi pasien
saat itu dan kebutuhan yang paling
dirasakan oleh pasien
6. Evaluasi
Pada pasien yang dirawat, setelah 3
hari dilakukan asuhan keperawatan,
masalah intoleransi aktivitas pada
pasien teratasi dengan pasien dapat
melakukan aktivitas mandiri
Tindakan keperawatan yang telah
dilakukan oleh peneliti, seperti
memberikan memonitor lokasi dan
ketidanyamanan selama melakukan
aktivitas, menyediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus,
menganjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap. Tindakan tersebut
pasien mengatakan bahwa pasien
dapat beraktivitas secara mandiri.
Menurut Maghfuri (2015) evaluasi
keperawatan dilakukan secara
periodic, sistematis dan terencana,
evaluasi keperawatan memuat
kriteria keberhasilan proses dan
keberhasilan tindakan keperawatan.
Keberhasilan tindakan dapat
dilihatdengan membandingkan
antara tingkat kemandirian pasien
dalam kehidupan sehari-hari dan
tingkat kemajuan kesehatan pasien
9
dengan tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alvar, G.(2015). Systematic Effect Of
Chronic Obstruktive
Pulmonary disease.
SpainHospital Universitario
vol. 2 .
GOLD ( Global Initiative for
Penyakit Paru Obstruktif
Kronis), Global
StrategyforThe Diagnosis,
Management, and
Prevention of Penyakit Paru
ObstruktifKronis, GOLD,
2010, WWW.goldppok.org.
Global Strategy for the Diagnisis
Management, And
Prevention of Chronic
Obstruktive Pulmonary
Lung Disease (GOLD.
2018)
Ikawati, Zullies. (2011). Penyakit
Sistem erapi dan
Tatalaksana Terapinya.
Yogyakarta
Maghfuri, (2015). Buku Pintar
Keperawatan konsep dan
aplikasi. Jakarta: TIM
Oemiati, R. (2013). Kajian
Epidemiologi Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK).
Jurnal Mdia Litbangkes
vol.23. No.2
Price, S. A. Dan Wilson, L. M.
(2014). Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-
proses
Riskesdas, (2018). Hasil Laporan
Riset Kesehatan Dasar
Tahun 2018. Jakarta:
Depaertemen Kesehatan RI
SDKI, 2016. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator
Diagnostik. 1st
ed. Jakarta:
DPPPPNI
Soeroto, A. Y. And Suryadinata, H.
(2014). Penyakit Paru
Obstruktif Kronik
(PPOK),Pedoman Diagnosis
& Penatalaksanaan di
Indonesia, 1, p. 32
10
11
Recommended