View
10
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
aplikasi
Citation preview
BAB II
31
2.3 AVSWAT 2000 (Arc View Soil and Water Assessment Tool)
AVSWAT 2000 (Arc View Soil and Water Assessment Tool) adalah sebuah software yang berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView 3.1 atau 3.2 (ESRI) sebagai ekstensi (graphical user interface) di dalamnya. Program ini di keluarkan oleh Texas Water Resources Institute, College Station, Texas, USA. ArcView sendiri adalah salah satu dari sekitar banyak program yang berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).
Program AVSWAT 2000 merupakan perkembangan dari versi sebelumnya, SWAT (Soil and Water Assessment Tool) yang tidak bekerja dalam software ArcView. AVSWAT dirancang untuk memprediksi pengaruh manajemen lahan pada aliran air, sedimen, dan lahan pertanian dalam suatu hubungan yang kompleks pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) termasuk di dalamnya jenis tanah, tata guna lahan dan manajemen kondisi lahan secara periodik. Untuk tujuan pemodelan, program AVSWAT memudahkan pengguna (user) dengan melakukan pembagian suatu wilayah DAS yang luas menjadi beberapa bagian sub DAS-sub DAS untuk memudahkan dalam perhitungan. Struktur data yang digunakan sebagai representasi dari kondisi asli kenampakan objek yang ada di bumi. Di dalam pengolahan database, AVSWAT 2000 dibagi dalam dua kelompok database : jenis data spasial yaitu basis data dalam struktur vektor dan basis data dalam struktur grid/raster. Berbagai aplikasi yang sering memanfaatkan struktur data dalam bentuk grid antara lain adalah representasi kondisi elevasi (DEM), kemiringan (slope), atau juga sebaran dari distribusi curah hujan.2.3.1 Input Data AVSWAT 2000
AVSWAT 2000 membutuhkan informasi-informasi mengenai komponen-komponen suatu DAS antara lain hujan, iklim,tata guna lahan, jenis tanah,dan topografi. Informasi-informasi itu dihimpun dalam basis data masukan yang dinamakan input data.
Dalam AVSWAT data curah hujan harian selama 10 tahun dimasukkan dalam file *.wgn (Weather Generation). Dalam Weather Generation berisi data statistic yang dibutuhkan untuk membangkitkan data curah hujan harian dalam suatu subbasin. Idealnya data yang tersedia paling sedikit 10 tahun yang digunakan untuk menghitung parameter dalam file *.wgn (Weather Generation). Data curah hujan akan membangkitkan dalam dua hal, dimana digunakan dalam simulasi dan untuk menelusuri data yang salah.
Adapun penjelasan dalam mengolah input data Weather Generation adalah sebagai berikut :
1. Rata-rata total presipitasi bulanan (PCPMM)
2. Standar deviasi presipitasi bulanan (PCPSTD)
3. Kepencengan presipitasi bulanan (PCPSKW)
4. Probabilitas hari hujan terhadap hari kering (PR_W1)
5. Probabilitas hari hujan terhadap hari hujan (PR_W2)
6. Rata-rata jumlah hari hujan bulanan (PCPD)
7. Hujan maksimum bulanan (RAINHHMX)
Keterangan Weather Generation :
a. PCPMM
Rata-rata total presipitasi bulanan (mm), yang dirumuskan sebagai berikut :
dimana :
= Hujan rata-rata bulanan (mm)
Rday, yrs= Jumlah hujan harian tahun ke-i bulan ke-b (mm)
N= Jumlah tahunb. PCPSTD
Standar deviasi presipitasi bulanan (mm). Parameter ini menjumlahkan variabel hujan tiap bulan, yang dirumuskan sebagai berikut :
dimana :
= Standar deviasi hujan harian dalam bulan (mm)
= Hujan rata-rata bulanan (mm)
Rday, yrs= Jumlah hujan harian tahun ke-i bulan ke-b (mm)
N= Jumlah tahunc. PCPSKW
Kepencengan presipitasi bulanan. Parameter ini menentukan suatu nilai ketidak simetrisan suatu distribusi. Koefisien skewness dirumuskan sebagai berikut :
dimana :
= Koefisien skewness hujan dalam bulan
= Standar deviasi hujan harian dalam bulan (mm)
= Hujan rata-rata bulanan (mm)
Rday, yrs= Jumlah hujan harian tahun ke-i bulan ke-b (mm)
N= Jumlah data curah hujan harian dalam buland. PR_W1
Probabilitas hari hujan mengikuti hari kering dalam bulan, yang dirumuskan sebagai berikut :
dimana :
= Hari hujan yang mengikuti hari kering dalam bulan
= Jumlah waktu hari hujan yang mengikuti hari kering untuk data
tiap periode
= Jumlah hari hujan dalam bulan ke-i selama periode
Catatan :
Setiap hari kering dimana nilai curah hujan sama dengan 0 mm, sedangkan hari hujan minimal curah hujan > 0 mm
e. PR_W2
Probabilitas hari hujan yang mengukuti hari basah dalam bulan, yang dirumuskan sebagai berikut :
dimana :
= Hari hujan yang mengikuti hari basah dalam bulan
= Jumlah waktu hari hujan yang mengikuti hari basah untuk data
tiap periode
= Jumlah hari hujan dalam bulan ke-i selama periodef. PCPD
Jumlah rata-rata hujan harian dalam bulan, parameter ini dirumuskan sebagai berikut :
dimana :
= Jumlah rata-rata hujan harian dalam bulan ke-i
= Jumlah hari hujan dalam bulan ke-i selama seluruh periode
= Jumlah tahun
g. RAINHHMX
Hujan harian maksimum seluruh periode dalam bulan, nilai ini mewakili dari satu hari hujan maksimum dalam seluruh periode dalam bulan.2.4 Teori Dasar Dalam AVSWAT 2000
2.4.1 Automatic DeliniationAutomatic Deliniation digunakan untuk mendapatkan sungai sintetis dan definisi outlet yang ada pada suatu DAS. Sungai Sintesis didapat dari pengolahan input data peta kontur yang sudah dikonversi dalam bentuk grid dengan metode TIN (Triangulated Irregular Network). Di Dalam menu ini terdapat perintah untuk membangkitkan sungai sintesis lengkap dengan dimensinya (panjang, lebar, kedalaman sungai) dan menentukan lokasi outlet secara otomatis oleh program berdasarkan percabangan anak sungai sintesis untuk membagi DAS ke dalam sub-sub DAS. Program melambangkan lokasi outlet dengan titik. Titik-titik outlet dapat ditentukan secara manual oleh pengguna. Pengguna dapat memodifikasi (menambah atau mengurangi) titik outlet bahkan menghapus titik outlet yang tidak dikehendaki dalam gambar. Pengguna dapat mendefinisikan suatu titik outlet sebagai point source (waduk/dam/bendungan), atau dapat pula juga didefinisikan sebagai inlet.
Untuk mempresentasikan bentuk permukaan bumi, software AVSWAT 2000 menggunakan model DEM (Digital Elevation Model). DEM atau DTM (Digital Terrain Model) adalah salah satu metode pendekatan yang biasa dipakai untuk memodelkan relief permukaan bumi dalam bentuk 3 dimensi. Penggunaan model permukaan digital dalam proses analisis limpasan permukaan merupakan langkah yang tepat dimana model permukaan digital yang mempresentasikan permukaan relief bumi akan membantu ketelitian dan mengidentifikasi kemiringan lahan, arah aliran, akumulasi aliran, panjang lintasan aliran, dan penentuan daerah aliran. Terdapat beberapa metode untuk menggambarkan bentuk permukaan bumi dalam model permukaan digital, yaitu model grid dalam bentuk persegi, model TIN (Triangulated Irregular Network) dalam bentuk segitiga yang tidak beraturan dan yang terakhir adalah CA (Cellular Automata) yaitu dalam bentuk segitiga, segi empat atau segi enam beraturan. Dan berbagai metode yang ada, metode persegi merupakan metode yang paling banyak digunakan, (Laurini 1992, dalam Sutan Haji) hal ini dikarenakan bentuk persegi mempunyai kemudahan dalam perhitungan dan visualisasinya apabila dibandingkan dengan bentuk lainnya.
Gambar 2.3 Tipe model Digital Elevation Model (DEM)
Sumber : Tarboton, 2000
2.4.2 Landuse & soil definition
Di dalam Landuse & soil definition, program AVSWAT 2000 akan mengklasifikasi serta mendefinisikan kombinasi dan distribusi penggunaaan lahan, jenis tanah dengan meng-overlay-kan peta tata guna lahan dan peta jenis tanah untuk menentukan daerah dan parameter hidrologi setiap kategori lahan-lahan yang ada pada setiap sub-sub DAS. Program ini akan meminta input data peta digital tataguna lahan dan peta jenis tanah beserta data-data spasialnya.2.4.3 HRU Distribution
HRU (Hydrologic respon unit) digunakan untuk menghitung evapotranspirasi pada lahan di DAS. Lahan DAS yang dimaksud adalah penutup lahan/ tanaman dan jenis tanah. Pembagian DAS kedalam sub-sub DAS mengakibatkan setiap sub-sub DAS mempunyai informasi tata guna lahan dan klasifikasi tanah yang berbeda-beda. Hal ini memudahkan program untuk merefleksikan perbedaaan evapotranspirasi dan kondisi-kondisi hidrologi lainya untuk setiap tanaman/penutup lahan dan jenis tanah pada setiap sub-sub DAS..2.5 Limpasan Permukaan (Surface Runoff)
Limpasan permukaan adalah semua air yang bergerak diatas permukaan tanah dari daerah yang lebih tinggi menuju daerah yang lebih rendah. Limpasan permukaan terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan bisa dikelompokkan ke dalam faktor-faktor yang berhubungan dengan curah hujan dan yang berhubungan karateristik daerah aliran sungai. Lama waktu hujan, intesitas dan penyebaran hujan mempengaruhi laju dan volume limpasan permukaan. Pengaruh DAS terhadap limpasan permukaan adalah melalui bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi, dan keadaan tata guna lahan.
Ada banyak metode yang dapat dipakai untuk menganalisa dan memprediksi besaran limpasan permukaan,dalam studi ini menggunakan persamaan Metode SCS, Metode SCS berusaha mengaitkan karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi, dan tata guna lahan dengan bilangan kurva air larian CN (runoff curve number) yang menunjukkan potensi air larian untuk curah hujan tertentu (Chay Asdak, 2002:182). Secara terinci perumusan dari metode ini adalah sebagai berikut :
Qsurf=
dimana :
Qsurf= Volume Limpasan permukaan (mm)
Ia= Abstraksi awal (initial abstraction)
Rday= Hujan harian (mm)
S=Volume dari total simpanan permukaan (retention parameter) (mm)
Dimana persamaan (2.9) merupakan persamaan yang dipakai untuk menentukan kedalaman dari curah hujan berlebih (depth excess rainfall) atau limpasan permukaan. Korelasi antara nilai Ia dengan S adalah : (Chow, 1988:148)
Ia= 0,2 S
Untuk memudahkan perhitungan kelembaban awal (antecedent moisture condition), tataguna guna lahan, dan konservasi tanah, Dinas Konservasi Tanah Amerika menentukan besarnya S sebagai berikut :
S= 25.4
dimana :
CN= Bilangan kurva air larian, bervariasi dari hingga 100
Dengan mengeplotkan nilai dari Rday dan Qsurf pada kurva SCS maka nilai CN dapat ditentukan. Metode SCS mengelompokkan jenis tanah dalam 4 (empat) jenis yaitu berdasar tipe tanah dan tataguna lahannya (hydrology soil group).
Pada abstraksi awal, Ia biasanya menggunakan pendekatan 0.2 S sehingga persamaan (2.5) menjadi :
Qsurf =
Limpasan permukaan akan terjadi bila Rday > Ia. Grafik penyelesaian dari rumus diatas untuk nilai CN yang berbeda dapat dilihat pada gambar 2.5
Gambar 2.4 Grafik hubungan limpasan permukaan dengan curah hujan pada
metode SCS Curve NumberSumber : (AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:95)2.5.1 SCS Curve NumberNilai CN didapat atas dasar dari parameter-perameter Jenis Tanah, Tata guna Lahan/Land Use dan kondisi kandungan air dalam tanah.Tabel dibawah ini menunjukan nilai-nilai dari CNTabel 2.1. Typikal Curve Number CN (SCS Engineering Division, 1986)Tataguna LahanCara bercocok tanam Keadaan Kelompok tanah
HidrologiABCD
Tidak dikerjakan Gundul/kosong..77869194
Tanah kosong bekas dikerjakan Buruk76859093
Baik74838890
Tanaman berjajar Larikan lurus Buruk72818891
Baik67788589
Larikan lurus ada bekas ditanami Buruk71808790
Baik64758285
Kontur Buruk70798488
Baik65758286
Kontur ada bekas ditanami Buruk69788387
Baik64748185
Kontur dan teras Buruk66748082
Baik62717881
Kontur dan teras ada bekas Buruk65737981
ditanami Baik61707780
Padi, Gandum Larikan lurus Buruk65768488
Baik63758387
Larikan lurus ada bekas ditanami Buruk64758386
Baik60728084
Kontur Buruk63748285
Baik61738184
Kontur ada bekas ditanami Buruk62738184
Baik60728083
Kontur dan teras Buruk61727982
Baik59707881
Kontur dan teras ada bekas Buruk60717881
ditanami Baik58697780
Tanaman Legum Larikan lurus Buruk66778589
Baik58728185
Kontur Buruk64758385
Baik55697883
Kontur dan teras Buruk63738083
Baik51677680
Sumber : AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:95Tabel 2.2 Bilangan kurva air larian (CN) pada tanah pertanian yang lain (SCS Engineering Division, 1986)Tataguna Lahan Keadaan Kelompok tanah
HidrologiABCD
Padang rumput terus-menerus untuk tempat Buruk68798689
penggembalaan ternak Cukup49697984
Baik39617480
Padang rumput - terlindung dari ternak, untuk dipanen ..30587178
Semak-semak - rerumputen dengan tumbuhan semak- Buruk48677783
semaknya yang dominan Cukup35567077
Baik30486573
Buruk57738286
Tanaman kayu - kombinasi rumput dan perkebunan Cukup43657682
Baik32587279
Buruk45667783
Tegakan hutan tidak rapat Cukup36607379
Baik30557077
Tanah pertanian ..59748286
Sumber : AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:96
2.5.2 Soil Hydrologic GroupsNRCS (The U.S. Natural Resource Conservation Service) mengklasifikasi tanah menjadi 4 kelas grup hidrologi tanah. Propertis tanah yang mempengaruhi potensi runoff adalah tanah yang memiliki pengaruh kuat terhadap minimalnya besar infiltrasi pada kondisi tanah jenuh. Propertis tanah tersebut adalah kedalaman tanah hingga batas permukaan air tanah pada setiap musimnya, saturated hydraulic conductivity, dan kedalaman lapisan permiable. Maka tanah dibagi menjadi kelas grup : A,B,C,D, atau menjadi 3 kelas yaitu A/D, B/D, dan C/D, dengan definisi sebagai berikut :Tabel 2.3 Kelompok tanah menurut NRCSKelompok TanahKeteranganLaju Infiltrasi
(mm/jam)
A
B
C
DPotensi air larian paling kecil, termasuk tanah pasir dalam dengan unsur debu dan liat. Laju infiltrasi tinggi
Potensi air larian kecil, tanah berpasir lebih dangkal dari A. Tekstur halus sampai sedang. Laju infiltrasi sedang.
Potensi air larian sedang, tanah dangkal dan mengandung cukup liat. Tekstur sedang sampai halus. Laju infiltrasi rendah
Potensi air larian tinggi, kebanyakan tanah liat, dangkal dengan lapisan kedap air dekat permukaan tanah. Infiltrasi paling rendah8 12
4 8
1 4
0 - 1
Sumber : Asdak, 2002:184
Kelompok tanah rangkap diberikan untuk lahan basah tertentu yang mendapatkan cukup aliran, initial pertama merupakan kondisi adanya aliran air, sedangkan yang kedua merupakan kondisi tanpa aliran.
2.6 Debit Puncak Limpasan (Peak Runoff Rate)
Nilai limpasan puncak atau debit puncak adalah nilai maksimum dari limpasan yang terjadi karena disebabkan oleh intensitas hujan yang turun. Nilai ini merupakan indikator dari kekuatan erosi yang dapat ditimbulkan pada lahan dan dapat digunakan untuk memprediksi angkutan sedimen. Perhitungan SWAT untuk nilai debit puncak ini adalah dengan menggunakan modifikasi metode rasional.
Metode rasional dapat digunakan untuk mendesain saluran dengan bentang yang lebar dan sistem saluran pengendali banjir. Metode rasional bedasar pada anggapanbahwa hujan yang jatuh dengan intensitas i pada waktu t = 0 secara kontinu akan terus meningkat sampai pada waktu konsentrasi t = tconc, anggapan ini dengan melibatkan seluruh daerah pengaliran yang mengarah pada badan sungai (outlet).
Debit puncak dihitung berdasarkan rumus Rasional (CD, soemarto 1986:15). Persamaan metode rasional adalah sebagai berikut:
Q = 0.278 C . I . A
dengan:
Q = limpasan permukaan puncak (m3/dt)
C = koefisien limpasan
i = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas wilayah DAS (km2)2.7 Waktu Kosentrasi (Time of Concentration)
Waktu kosentrasi adalah waktu yang dihitung dari mulai jatuhnya hujan pada suatu sub DAS sampai air tersebut mengalir ke outlet dari sub DAS tersebut. Waktu kosentrasi adalah waktu perjalanan yang dibutuhkan oleh air dari tempat yang paling jauh (hulu sub DAS) sampai ke outlet sungai dari sub DAS tersebut. Waktu kosentrasi dihitung dengan menjumlahkan lamanya waktu yang dilalui oleh air hujan yang jatuh pada suatu titik kemudian mengalir di lahan sampai ke sungai dan akhirnya mengalir di sungai sampai ke outlet sungai dari sub DAS tersebut. Persamaannya sebagai berikut :
t = tov + tch
dimana :
tconc= Waktu konsentrasi di sub DAS jam (jam)
tov = Waktu konsentrasi untuk aliran di lahan (jam)
tch= Waktu konsentrasi untuk aliran di sungai (jam)
1. Waktu konsentrasi di lahan (overland flow time of concertration)
tov =
dimana :
tov= Waktu konsetrasi untuk aliran di lahan (jam)
Lslp= Panjang lereng di sub DAS (m)
Vov= Kecepatan aliran di lahan (overland flow velocity) (m/dt)
3600 = Faktor konservasi (unit conservasion factor)
Kecepatan aliran di lahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning untuk setiap 1 meter panjang sepanjang garis miring permukaan lahan :
Vov =
dimana :
Vov= Kecepatan aliran di lahan (overland flow velocity) (m/dt)
qov= Debit aliran rata-rata di lahan (average overland flow rate) (m3/dtk)
slp= Kemiringan rata-rata di sub DAS (m/m)
n= Angka kekasaran manningTabel 2.4 Angka kekasaran manning (n) untuk aliran di lahan (Engman,1983)
Karakteristik Permukaan LahanMedianRange
Tanah kosong, gundul-tanpa sisa tanaman
Pengolahan tanah konvensional-tanpa sisa tanaman
Pengolahan tanah konvensional-ada sisa tanaman
Pengolahan tanah dengan dibajak-tanpa sisa tanaman
Pengolahan tanah dengan dibajak-ada sisa tanaman
Tanaman musiman-ada sisa tanaman
Tanah tidak dikerjakan-tanpa sisa tanaman
Tanah tidak dikerjakan-ada sisa tanaman 0.5-1 ton/ha
Tanah tidak dikerjakan-ada sisa tanaman 2-9 ton/ha
Tanah berteras, 20 % ditanami
Padang rumput pendek yang luas
Rumput tebal
Rumput bermuda0.010
0.090
0.190
0.090
0.130
0.400
0.070
0.120
0.300
0.600
0.150
0.240
0.4100.008-0.012
0.060-0.120
0.160-0.220
0.060-0.120
0.100-0.160
0.300-0.500
0.040-0.100
0.070-0.170
0.170-0.470
0.100-0.200
0.170-0.300
0.300-0.480
Sumber : AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:105
2. Waktu konsentrasi aliran di sungai/saluran (channel flow time of concentration)
Tch =
dimana :
tch= Waktu konsentrasi untuk aliran di sungai (jam)
Lc= Panjang rata-rata di sub DAS (km)
Vc= Kecepatan aliran di sungai (channel flow velocity) (m/dt)
3,6= Faktor konservasi (unit conversion faktor)
Panjang rata-rata saluran dihitung dengan persamaan :
Lc =
dimana :
Lc= Panjang rata-rata saluran di sub DAS (km)
L= Panjang saluran dari titik terjauh sampau ke outlet sub DAS (km)
Lcen= Jarak antara sepanjang saluran dengan titik tengah sub DAS (km)
Diasumsikan Lcen = 0,5 L, maka panjang rata-rata saluran di sub DAS adalah :
Lc = 0,71 . L
Kecepatan rata-rata dapat dihitung dengan rumus manning, dengan asumsi penampang melintang saluran terbentuk trapesium, kemiringan tebing saluran 2:1, dan rasio perbandingan lebar dasar saluran dengan tinggi saluran adalah 10:1, sehingga akan di dapatkan persamaan :
Vc =
dimana :
Vc= Kecepatan rata-rata aliran saluran (average channel velocity) (m/dt)
qch= Debit rata-rata di saluran (average channel rate) (m3/dt)
slpch= Kemiringan saluran (m/m)
n= Koefisien kekasaran manning di saluran
Untuk menghitung debit rata-rata aliran di saluran menggunakan rumus :
qch =
dimana :
Area= Luas sub DAS (km2)
qch= Debit rata-rata di saluran (mm/jam)
qch merupakan debit yang terjadi pada unit satuan luas (unit satuan luas = 1 ha),dihitung dengan persamaan :
qch = q0 . (100 . Area)-0,5
dimana :
q0= Debit pada satu unit satuan luas (mm/jam)
100 = Faktor konversi2.8Koefisien Aliran Angka koefisien aliran (C) merupakan bilangan perbandingan laju debit puncak dengan intensitas hujan dan merupakan bilangan tanpa satuan. Dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
C =
dimana :
Qsurf= Kedalaman hujan berlebih (accumulated runoff/rainfall excess) (mm)
Rday= Jumlah hujan pada suatu hari (mm H2O)2.9 Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah jumlah hujan persatuan waktu, dihitung dengan rumus :
i =
dimana :
i= Intensitas hujan (mm/jam)
Rtc= Tinggi hujan selama waktu konsentrasi (mm)
tconc= Waktu konsentrasi di sub DAS (jam)
Suatu analisa data curah hujan yang dikumpulkan oleh Hershfield (1961) dalam jangka waktu dan frekwensi yang berbeda-beda menunjukkan bahwa jumlah hujan yang jatuh sepanjang waktu konsentrasinya sebanding dengan hujan yang jatuh selama periode 24 jam.
Rtc = tc . Rday
dimana :
tc= Fraksi curah hujan harian yang terjadi selama waktu konsentrasinya
Rday= Jumlah hujan yang terjadi dalam 1 hari (mm)
Untuk durasi hujan pendek, semua hujan yang jatuh sepanjang waktu konsentrasinya menyebabkan tc mendekati batas atasnya 1. Nilai minimum tc terjadi jika intensitas hujan yang terjadi seragam (i24 = i).
Nilai minimum ini dapat didefinisikan dengan mensubstitusikan persamaan Rumus i dan i24 = i ke dalam persamaan Rtc :
tc, min = = =
dimana besarnya tc adalah tconc / 24 tc 1,0
AVSWAT memperkirakan fraksi dari curah hujan yang terjadi dalam waktu kosentrasi tertentu sebagai fungsi fraksi dari durah hujan harian dengan waktu setengah jam dari itensitas hujan maksimumnya :
tc = 1 - exp[2 . tconc . ln(1 0.5)]
dimana :
tconc= Fraksi curah hujan harian selama waktu setengah jam dari itensitas
hujan tertingginya.
0.5= Waktu kosentrasi di sub DAS (jam)
2.10 Modifikasi Rumus Rasional
Modifikasi rumus rasional digunakan untuk memperkirakan besarnya debit puncak limpasan, didapatkan dengan menggunakan rumus :
qpeak=
dimana : qpeak= Debit puncak limpasan (peak runoff rate) (m3/dt)
tc
= Fraksi curah hujan harian yang terjadi selama waktu kosentrasinya
Area= Luas wilayah sub DAS (km2)
tconc= Waktu kosentrasi di sub DAS (jam)
3.6= Faktor konversi
Qsurf= Kedalaman hujan berlebih (accumulated runoff/rainfall excess) (mm)2.11Erosi dan sedimentasi Lahan
Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air ataupun angin. Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar dari pada daya tahan tanah.Sedimen merupakan hasil proses erosi yang tejadi akibat erosi permukaan, erosi parit,atau erosi lainya. Hasil sediment tergantung pada besarnya erosi total di suatu DAS atau Sub-DAS dan tergantung pula pada traspor partikel-partikel tanah yang tererosi tersebut keluar dari daerah tangkapan air suatu DAS atau Sub-DAS. Hanya sebagian saja dari sedimen yang akan sampai dan masuk ke dalam sungai dan terbawa ke luar dari DAS. Nisbah jumlah sedimen yang betu-betul terbawa oleh sungai dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi dari daerah tersebut, disebut Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) atau disebut Sediment Delivery Ratio (SDR). Oleh sebab itu kita perlu melihat beberapa persamaan SDR yang berbeda-beda sesuai dengan faktor pendukungnyaTabel 2.5 Contoh beberapa persamaan Sediment Delivery Ratio (SDR)NoPengarangDaerah StudiPersamaan
1Maner (1958)Kansas, USAlog SDR = 2962+0.869 Log Rb - 0,854 Log L
2Rohl (1962)Rohllog SDR = 4.5 - 0.23 Log A - 0,0.510 colog (Rb/L) - 2.786 Log B
3William and Berndt(1972)Brushy Creek, Texas., USASDR = 0.627 Slp^0.403
4Mutchler and Bowie (1975)Piegeon Roost Creek, Miss., USASDR = 0.488 - 0.006 A + 0.010 Qwa
510. Boyce (1975)SDR =0.41 a^-0.3
6Williams (1977) Texas, USASDR = 1.366 x 10^(-11) x A^(-009981) x (rb/L)^(0.3629) x (CN)^(5.444)
7Williams (1977) Little Elm Creek, USASDR = 4.4 x 10^(-12) x A^(-0.217) x (rb/L)^(0.3940) x (CN)^(5.680)
10Auerwald (1992)Barvarian WatershedsSDR = -0.02 + 0.385 A ^ (-0.2)
11Suripin (2002)Upper SoloLog SDR = 2,31 + 3,07 Log Rb + 0,41 Log S - 1,26 Log (fl+Fw)
Sumber : Suripin, 2002:83 Besarnya SDR sangat bervariasi antara satu DAS dengan DAS lainnya dan bervariasi dari tahun ke tahun. SDR tidak hanya dipengaruhi oleh faktor luas DAS tetapi juga faktor-faktor lain, diantaranya geomorfologi, faktor lingkungan, lokasi sumber sedimen, karakteristik relief dan kemiringan pola drainase dan kondisi saluran, penutup lahan, tata guna lahan, dan tekstur tanah.
Begitu air hujan mengenai kulit bumi, maka secara langsung hal ini akan menyebabkan hancurnya agregat tanah. Pada keadaan ini, penghancuran agregat tanah dipercepat dengan adanya daya penghancuran dan daya urai dari air itu sendiri. Hancuran dari agregat tanah ini akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga kapasitas infiltrasi akan berkurang. Sebagai akibat lebih lanjut, akan mengalir di permukaan tanah, yang disebut sebagai limpasan permukaan tanah (run off). Air yang mengalir pada permukaan kulit bumi ini mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel-partikel yang telah hancur, baik oleh air hujan maupun oleh adanya limpasan permukaan itu sendiri. Mengingat bahwa harga nisbah pengangkutan sedimen (Sediment Delivery Ratio = SDR) tidak menentu dan harganya bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya (Suripin 2002:84). Maka pada studi ini besaran erosi dihitung berdasarkan rumus Modifikasi USLE (AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:216) :sed = 11.8 (Qsurf x q peak x a hru )0.56 K x C x P x LS x CFRG
dimana sed =sediment yied (ton)
Qsurf = volume limpasan permukaan (mm/ha)
q. peak= debit puncak (m3/det)
a hru= luas DAS (ha)
K = erodibilitas tanah
C = faktor tanaman
P = faktor pengelolaan lahan
LS = faktor lereng
CFRG = faktor kekasaran material tanah2.11.1 Faktor Erodibilitas Tanah
Beberapa tanah tererosi lebih mudah dari pada yang lain meskipun faktor-faktor lainnya memiliki kesamaan. Perbedaan ini dinamakan sebagai Erodibilitas tanah dan yang disebabkan oleh propertis tanah itu sendiri. Wischmeier dan Smith mendefinisikan faktor erodibiltas tanah adalah besar kehilangan tanah per unit indeks erosi untuk tanah yang telah terspesifikasi melalui pengukuran pada satuan unit plot. Satu unit plot adalah sepanjang 22.1 m, dengan keseragaman kemiringan sebesar 9 %, tanah kosong tanpa penutup, dengan diberikan perlakuan peninggian dan penurunan kemiringan. Perlakuan pada tanah kosong ini adalah dimaksudkan sebagai lahan dalam kondisi yang telah diolah dan terjaga dari vegetasi selama lebih dari 2 tahun. Satuan faktor erodibilitas tanah USLE dalam MUSLE adalah ekuvalen secara numerik terhadap satuan Inggris sebesar 0.01 (ton acre hr) atau (acre ft-inch).
Wischmeier dan Smith mencatat bahwa beberapa type tanah umumnya memiliki erodibilitas yang kecil seiring dengan menurunnya kandungan silt, yang berhubungan dengan peningkatan kandungan pasir dan lempung. Sehubungan dengan pengukuran faktor erodibilitas tanah sangat membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi, maka Wischmeier dan Smith (1971) mengembangkan persamaan umum untuk menghitung faktor erodibilitas sebagai berikut (AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:217):
dimana :
KUSLE = faktor erodibilitas tanah USLE
M
= persentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus) (100 - % liat)
OM
= persen unsur organik
csoilstr = kode klasifikasi strusktur tanah (granular, platy, massive, dll)
cperm = kelas permeabilitas tanah
dimana :
msilt = persentase debu (silt) (diameter partikel 0.002-0.05 mm)mvfs = persentase pasir sangat halus (very fine sand)
(diameter partikel 0.05-0.10 mm)
mc = persentase liat (clay) (diameter partikel < 0.002 mm)OM dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
dimana :
orgC = persentase karbon organik
Pembagian kelas tanah berdasarkan kriteria ukuran partikel tanahnya dapat berbeda-beda sesuai dengan struktur tanahnya, ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 2.6 Kode yang dimaksud pada faktor csoilstr adalah sebagi berikut :Tabel 2.6. Klasifikasi Struktur TanahKelasKeterangan
1
2
3
4Granuler sangat halus (very fine granular)
Granuler halus (fine granular)
Granuler sedang-kasar (medium or coarse granular)
Massif kubus, lempeng (blocky, platy, prismlike or massive)
Sumber : Utomo, 1987: 74 (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 218)Tabel 2.7. Klasifikasi Ukuran Partikel Struktur TanahKlasifikasi Bentuk Struktur
UkuranPlatyPrismatic dan ColumnarBlockyGranular
Very fine< 1 mm< 10 mm< 5 mm< 1 mm
Fine1-2 mm10-20 mm5-10 mm1-2 mm
Medium2-5 mm20-50 mm10-20 mm2-5 mm
Coarse5-10 mm50-100 mm20-50 mm5-10 mm
Very coarse> 10 mm> 100 mm> 50 mm> 10 mm
Sumber : (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 218)
Kode yang dimaksud pada faktor cperm adalah sebagi berikut :
Tabel 2.8. Klasifikasi PermebilitasKelasKeteranganPermeabilitas (cm/jam)
(Utomo, 1987)Permeabilitas (mm/jam)
(SWAT 2000, 2003)
1
2
3
4
5
6Cepat
Agak cepat
Sedang
Agak lambat
Lambat
Sangat lambat( 12,5
6,25 12,5
2,00 6,25
0,50 2,00
0,125 0,50
( 0,125> 150
50-150
15-50
5-15
1-5
< 1
Sumber : Utomo, 1987: 76 (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 219)Williams (1995) melakukan perubahan persamaan dalam melakukan perhitungan erodibilitas tanah sebgai berikut :
KUSLE = fcsand * fcl-si * forgc * fhisand
dimana :fcsand= faktor untuk erodibilitas tanah yang tergantung pada besarnya kadar
coarse sand dan akan bernilai tinggi pada tanah yang sedikit berpasirfcl-si = faktor yang akan berpengaruh terhadap rendahnya nilai erodibilitas
tanah untuk tanah dengan perbandingan clay lebih tinggi dari silt.
forgc= faktor penurun erodibilitas tanah, untuk tanah dengan kdar karbon
organik tinggifhisand= faktor penurunan erodibilitas tanah, untuk tanah dengan kadar pasir
( sand) yang sangat tinggi
Faktor-faktor tersebut dihitung dengan persamaan sebagi berikut :
fcsand=
fcl-si =
forgc=
fhisand=
dimana :
ms= prosentase pasir (sand) (diameter butiran 0.005 2.00 mm)
msilt= prosentase debu (silt) (diameter butiran 0.002 0.05 mm)
mc= prosentase liat (clay) (diameter butiran < 0.002 mm)
orgC= prosentase karbon organik
Tabel 2.9. Perkiraan besarnya nilai K pada beberapa tanah di Jawa
TanahNilai KSumber
Regosol, Jatiluhur0.23 0.31Ambar
Litosol, Jatiluhur0.16 0.29Dan Syarifudin, 1979
Latosol Merah, Jatiluhur0.12
Latosol Merah Kuning0.26 0.31
Latosol Coklat0.31
Grumosol, Jatiluhur0.21
Glay Humic, Jatiluhur0.2
Aluvial Kelabu0.2
Mediteran, Yogyakarta0.26Kurnia dan Suwarjo
1977
Litosol, Yogyakarta0.19
Grumosol, Yogyakarta0.24 0.31
Mediteran, Caruban0.21 0.32Bols, 1979
Grumosol, Caruban0.26PSLH Unibraw, 1984
Andosol, Batu0.08 0.10
Andosol, Pujon0.04 0.10
Kambisol, Pujon0.12 0.16
Mediteran, Ngantang0.20 0.30
Litosol, Malang Selatan0.26 0.30
Regosol, Malang Selatan0.16 0.28
Kambisol, Malang Selatan0.17 0.30
Mediteran, Dampit0.21 0.30
Latosol, Malang Selatan0.14 0.20
Sumber : Utomo, 1994 : 542.11.2 Faktor Pengolahan Tanaman
Faktor C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Oleh karenanya, besarnya angka C tidak selalu sama dalam kurun waktu satu tahun. Meskipun kedudukan C dalam persamaan USLE ditentukan sebagai faktor independen, nilai sebenarnya dari faktor C ini kemungkinan besar tergantung pada faktor-faktor lain yang termasuk dalam persamaan USLE.
Faktor C yang merupakan salah satu parameter dalam rumus USLE saat ini telah dimodifikasi untuk dapat dimanfaatkan untuk menentukan besarnya erosi di daerah berhutan atau lahan dengan dominasi vegetasi berkayu. Sembilan parameter telah ditentukan sebagai faktor yang berpengaruh dalam menentukan besarnya erosi di daerah bervegetasi kayu tersebut. Kesembilan unsur tersebut adalah konsolidasi tanah, sisa-sisa tanaman, tajuk vegetasi, sistem perakaran, efek sisa perakaran dari kegiatan pengelolaan lahan, faktor kontur, kekasaran permukaan tanah, gulma dan rumput-rumputan.
Vegetasi yang tumbuh pada suatu lahan dapat bervariasi sesuai dengan pola tata tanam dan masa pertumbuhan tanaman, sehingga SWAT merubah CUSLE dengan persamaan sebagai berikut :
dimana :
= nilai minimum faktor pengelolaan tanaman
= jumlah residue (mulsa, sisa-sisa tanaman) di permukaan tanah (kg/ha)
Nilai minimum faktor pengelolaan tanaman dapat dihitung dari nilai rata-rata tahunan faktor C dengan menggunakan persamaan (Arnold and Williams, 1995) :
dimana :
= nilai rata-rata tahunan faktor C
Pada Tabel 2.10 di bawah ini ditunjukkan beberapa angka C yang diperoleh dari hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah, Bogor di beberapa daerah di Jawa. Pada penelitian tersebut, pengelolaan tanaman, pemilihan bibit, pengolahan tanah, waktu tanam, dan pemeliharaan semuanya sesuai dengan anjuran Dinas Pertanian.Tabel 2.10. Nilai C Untuk Berbagai Jenis Tanaman dan Pengolahan Tanaman No.Macam Penggunaan LahanNilai Faktor C
1Tanah terbuka, tanpa tanaman1
2Hutan atau semak belukar0,001
3Savanah dan prairie dalam kondisi baik0,01
4Savanah dan prairie yang rusak untuk gembalaan0,1
5Sawah0,01
6Tegalan tidak dispesifikasi0,7
7Ubi kayu0,8
8jagung0,7
9Kedelai0,399
10Kentang0,4
11Kacang tanah0,2
12Padi gogo0,561
13Tebu0,2
14Pisang0,6
15Akar wangi (sereh wangi)0,4
16Rumput bede (tahun pertama)0,287
17Rumput bede (tahun kedua)0,002
18Kopi dengan penutup tanah buruk0,2
19Talas0,85
20Kebun campuran
- Kerapatan tinggi0,1
- Kerapatan sedang0,2
- Kerapatan rendah0,5
21Perladangan0,4
22Hutan alam
-Seresah banyak0,001
-Seresah sedikit0,005
23Hutan produksi
-Tebang habis0,5
-Tebang pilih0,2
24Semak belukar, Padang rumput0,3
25Ubi kayu + Kedelai0,181
26Ubi Kayu + kacang tanah0,195
27Padi-Sorgum0,345
28Padi-Kedelai0,417
29Kacang tanah-Gude0,495
30Kacang tanah + kacang tunggak0,571
31Kacang tanah + mulsa jerami 4 t/ha0,049
32Padi + mulsa jerami 4 t/ha0,096
33Kacang tanah + mulsa jagung 4t/ha0,128
34Kacang tanah + mulsa clotalaria 3t/ha0,136
35Kacang tanah + mulsa kacang tunggak0,256
36kacang tanah + mulsa jerami 2t/ha0,377
37Padi + mulsa clotalaria 3t/ha0,387
38Pola tanaman tumpang gilir + mulsa jerami0,079
39Pola tanaman berurutan + mulsa sisa tanaman0,357
40Alang-alang murni subur 0,001
41Padang rumput (stepa) dan savana0,001
42Rumpur Brachiaria0,002
Sumber : Suripin, 2002 :79
2.11.3 Faktor Pengolahan Lahan
Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman (C), oleh karenanya, dalam rumus USLE faktor P tersebut dipisahkan dari faktor C. Tingkat erosi yang terjadi sebagai akibat pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) bervariasi, terutama tergantung pada kemiringan lereng.
Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan catatan faktor-faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah. Praktek bercocok tanam yang kondusif terhadap penurunan kecepatan limpasan permukaan dan yang memberikan kecenderungan bagi limpasan permukaan untuk mengalir langsung ke tempat yang lebih rendah dapat memperkecil nilai P. Di ladang pertanian, besarnya harga faktor P menunjukkan jenis aktivitas pengolahan tanah (pencangkulan dan persiapan tanah lainnya). Dalam pemakaian di bidang konstruksi, besarnya P menunjukkan kekasaran permukaan tanah sebagai akibat cara kerja traktor dan mesin-mesin pertanian lainnya. Besarnya faktor P yang telah berhasil ditentukan berdasarkan penelitian di Pulau Jawa adalah seperti tersebut pada Tabel 2.11 dibawah ini :Tabel 2.11. Nilai Faktor P Pada Berbagai Aktifitas Konservasi Tanah di Jawa Teknik Konservasi TanahNilai P
1. Teras bangku :
a. Konstruksi baik
b. Konstruksi sedang
c. Konstruksi kurang baik
d. Teras Tradisional
2. Strip tanaman rumput Bahia
3. Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur :
a. kemiringan 0-8 %
b. kemiringan 9-20 %
c. kemiringan >20 %
4. Tanpa tindakan konservasi0,04
0,15
0,35
0,40
0,40
0,50
0,75
0,90
1,00
Sumber : Arsyad, 2000 : 259
2.11.4 Faktor Topografi Panjang Lereng (L) Kemiringan Lahan (S)
Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Pada umumnya, kemiringan lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam. Besarnya nilai LS (faktor topografi) dihitung dengan menggunakan rumus : (AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 222)
dimana :
= panjang lereng (m)
m = syarat eksponensial
= sudut lereng
Syarat eksponensial m dihitung dengan :
dimana :
slp= kemiringan lereng HRU (Hydrologic Response Unit)
=
Hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di DAS/sub-DAS dan tergantung pada transport partikel-partikel tanah yang tererosi tersebut keluar dari daerah tangkapan air DAS/sub-DAS. Produksi sedimen umumnya mengacu kepada besarnya laju sedimen yang mengalir melewati satu titik pengamatan tertentu dalam suatu sistem DAS. Tidak semua tanah yang tererosi di permukaan daerah tersebut akan terdeposisi di cekungan-cekungan permukaan tanah, di kaki-kaki lereng dan bentuk-bentuk penampungan sedimen lainnya. Oleh karenanya, besarnya hasil sedimen biasanya bervariasi mengikuti karakteristik fisik DAS/sub DAS.
2.11.5 Faktor Pecahan Batuan Kasar (Croarse Fragment Factor)Faktor pecahan batuan kasar ini dihitung dengan persamaan sebagi berikut (AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:220) :CFRG = exp (-0,053 . rock)
dimana:rock = prosentase batuan pada lapisan tanah2.12 Hasil Simulasi Program AVSWAT 2000Terdapat 3 file utama untuk output running simulation AVSWAT yang masing-masing mempunyai penjelasan yang berbeda-beda. File-filenya adalah:
1. Subbasin Output File(*.BSB)
File ini berisi tentang informasi yang ada pada masing-masing sub DAS atau juga ringkasan pada HRU pada setiap sub DAS. Parameter-parameter penting yang mengacu dengan studi ini adalah:
- SUR Q
= Limpasan permukaan sub DAS yang masuk ke badan
saluran.
- SYLD
= Sedimen yang tertranspor selama periode tertentu2. Main Channel Output File(*.RCH)
File ini berisi ringkasan informasi muatan komponen-komponen DAS yang masuk dan keluar saluran. Parameter-parameter penting yang mengacu dengan studi ini adalah:
- FLOW_IN
= Rata-rata debit perhari yang masuk.
- FLOW_OUT
= Rata-rata debit perhari yang keluar.
- SED_IN
= Jumlah sediment yang tertransport masuk selama periode waktu tertentu.
- SED_OUT
= Jumlah sediment yang tertransport keluar selama
periode waktu tertentu.
- SEDCONC
= Konsentrasi sediment selama periode waktu tertentu.3. HRU Output File(*.SBS) Parameter-parameter penting yang mengacu dengan studi ini adalah:
- SUR Q
= Limpasan permukaan sub DAS yang masuk ke badan
saluran.
- SYLD
=Sedimen yang tertranspor selama periode tertentu - USLE
= Erosi yang dihitung dengan rumus USLE selama
periode tertentu 2.13. Erosi yang diperbolehkan
Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan, adalah perlu karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng (Arsyad, 2000).
Laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/thn yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tananaman yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan disebut nilai T.
Beberapa cara menetapkan nilai T dikemukaan,dan besarnya nilai T tanah pada beberapa negara telah ditetapkan. Arsyad (1989) menyarankan sebagai pedoman penetapan nilai T di indonesia,seperti yang tertera pada tabel 2.12 dibawah ini ;Tabel 2.12 Pedoman Penetapan Nilai T berdasarkan Arsyad
Sumber : hardjowigeno, 202Catatan :
Berat volume tanah berkisar antara 0,8 sampai 1,6 gr/cc akan tetapi pada umumnya tanah tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat volume antara 1,0 sampai 1,2 gr/cc
Hasil penelitian Hardjowigeno (1987) dapat ditetapkan besarnta T maksimum untuk tanah-tanah di indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu untuk tanah dalam dengan lapisan yang tidak terkonsolidasi. Tanah-tanah yang kedalaman kurang atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak diatas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad, 2000).Sedangkan karateristik tanah dalam studi ini : Aluvial Tanah ini merupakan tanah-tanah yang berkembang dari bahan alluvium muda (recen), mempunyai susunan berlapis tidak teratur dengan kedalaman (kecuali tertimbun oleh 50 cm atau lebih bahan baru) pada kedalaman antara 25 90cm dari permukaan tanah mineral (Pusat Penelitian Tanah, 1993).
Litosol : Tanah yang Tebalnya kurang dari 10 cm atau kurang di bawahnya terdapat lapisan batuan yang padu. Hardjowigeno (1987)
Mediteran : Tanah dengan penimbunan liat dengan kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone). Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun. Rendzina : Tanah dengan warna gelap kandunga norganik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih 50%, di bawahnya terdiri atas batun kapur.2.14Indeks Bahaya Erosi
Indeks bahaya erosi merupakan petunjuk besarnya bahaya erosi pada suatu lahan, yang didefinisikan sebagai berikut ( Hammer 1981 dalam Arsyad, 2000) ;Indeks Bahaya Erosi =
Dengan T adalah besarnya erosi yang masih dibiarkan. Indeks bahaya erosi dapat ditentukan sebagaimana tertera pada tabel 2. 13Tabel 2.13 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi Menurut Hammer
Sumber : Arsyad, 2000 2.15 Usaha Konservasi
Konservasi tanah adalah usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah erosi,untuk ditingkatkan produktivitas tanah sehingga bisa digunakan sesuai dengan kemampuanya.metode konservasi tanah di bagi dalam tiga golongan utama, yaitu Metode Vegetatif, Metode Mekanik, Metode kimia.2.15.1 Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah metode yang digunakan untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh sehingga menyebabkan aliran permukaan dan erosi dengan memanfaatkan tanaman atau tumbuhan dan sisa-sisanya. Beberapa teknik dikenal adalah :a. Penanaman tumbuhan atau tanaman yang menutupi tanah Dilakukan dengan menanam tanaman yang mempunyai sifat tumbuh rendah dan melebar dengan naungan daun yang cukup luas, dengan maksud membatasi evaporasi dan melindungi permukaan tanah dari terpaan air hujan.
b. Penanaman dalam strip (strip cropping), yaitu suatu sistem bercocok tanam dimana beberapa jenis tanaman ditanam dalam strip-strip yang berselang-seling pada sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur dengan maksud mengurangi laju aliran permukaan sehingga dapat mencegah erosi.c. Reboisasi dan PenghijauanPenghutanan kembali tanah-tanah gundul di daerah hutan dengan menggunakan tanaman-tanaman keras (jati, mahoni, pinus), sedangkan untuk penghijauan Penghutanan kembali didaerah tanah-tanah rakyat untuk ditanamai dengan tanaman produksi (cengkeh, kayumanis, nangka, durian). d. Pemanfaatan sisa-sisa tanaman atau tumbuhan (residue management)
Menutupi tanah dengan sisa-sisa tanaman atau tumbuhan dengan tujuan untuk
melindungi tanah dari air hujan.e. Pergiliran tanaman (crop rotation)
Penanaman tanaman secara bergilir dengan maksud meningkatkan intensitas penggunaan lahan.2.15.2 Metode Mekanik
Metode mekanik adalah adalah metode yang digunakan untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh sehingga menyebabkan aliran permukaan dan erosi dengan perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan. Termasuk dalam metode ini adalah :
a. SPA (saluran pembuang air)Saluran yang digunakan untuk menampung dan mengalirkan limpasan permukaan, saluran ini dibangun searah lereng. agar saluran tidak terkikis oleh air hujan maka dasar saluran dilengkapi dengan pasangan batu (utomo, 1989:89)
b. TerraseringTerras berfungsi mengurangi panjang lereng serta menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, sehingga memungkinkan penyerapan air oleh tanah
c. Dam penghambat (check dam)Dam penghambat adalah dam yang terbuat dari kayu, bata, batu atau gundukan tanah pada alur atau parit sehingga kecepatan air terhambat dan tanah terendapkan pada tempat tersebut.d. Sumur resapan
Sumur yang terbuat dari beton, besi, tanah dibuat dengan kedalaman tertentu sehingga dapat menyerap air limpasan permukaan ke dalam tanah.e. Waduk
Waduk adalah bangunan yang terbuat dari beton, besi atau gundukan tanah pada suatu sungai untuk menyimpan air dan digunakan sesuai kebutuhan.2.15.3 Metode Kimia
Yang dimaksud dengan metode kimia adalah pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah, yang digunakan antara lain larutan PVA (Poly Vind Alkohol), PAM (Polacrylamide) dalam hal untuk memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi. Beberapa cara penggunaan bahan pemantapan tanah (soil conditioner) dapat dilakukan sebagai berikut :a. Pemakaian di permukaan tanah (surface application)Larutan atau emulsi zat kimia pemantap tanah pada pengenceran yang dikehendaki disemprotkan langsung ke permukaan tanah dengan alat sprayer.b. Pemakaian secara dicampur (incorporation treatment)Larutan atau emulsi zat kimia pemantap tanah pada pengenceran yang dikehendaki disemprotkan ke dalam tanah, kemudian tanah tersebut dicampur dengan bahan kimia tadi sampai merata, biasanya sampai kedalaman 0 25 cm.
c. Pemakaian setempat/lubang (local/pit treatment)Pemakaian bahan kimia disemprotkan secara setempat-setempat pada tanah atau terbatas pada lubang-lubang tanaman saja.
GRID
TIN
4
_1304435731.unknown
_1304435748.unknown
_1304435756.unknown
_1304435764.unknown
_1304435768.unknown
_1304435770.unknown
_1304435772.unknown
_1304435773.unknown
_1304435774.unknown
_1304435771.unknown
_1304435769.unknown
_1304435766.unknown
_1304435767.unknown
_1304435765.unknown
_1304435760.unknown
_1304435762.unknown
_1304435763.unknown
_1304435761.unknown
_1304435758.unknown
_1304435759.unknown
_1304435757.unknown
_1304435752.unknown
_1304435754.unknown
_1304435755.unknown
_1304435753.unknown
_1304435750.unknown
_1304435751.unknown
_1304435749.unknown
_1304435739.unknown
_1304435743.unknown
_1304435745.unknown
_1304435746.unknown
_1304435744.unknown
_1304435741.unknown
_1304435742.unknown
_1304435740.unknown
_1304435735.unknown
_1304435737.unknown
_1304435738.unknown
_1304435736.unknown
_1304435733.unknown
_1304435734.unknown
_1304435732.unknown
_1304435723.unknown
_1304435727.unknown
_1304435729.unknown
_1304435730.unknown
_1304435728.unknown
_1304435725.unknown
_1304435726.unknown
_1304435724.unknown
_1304435719.unknown
_1304435721.unknown
_1304435722.unknown
_1304435720.unknown
_1304435717.unknown
_1304435718.unknown
_1304435716.unknown
Recommended