View
446
Download
20
Category
Preview:
DESCRIPTION
Introduction of Signal and Dicrete System from Pak Suwadi
Citation preview
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 1
Bab 1
Sinyal dan Sistem Diskrit
1.1 Pendahuluan
Pada bab ini kita akan mempelajari pengolahan sinyal digital dengan menekankan pada
notasi sinyal dan sistem diskrit. Pada bagian ini kita akan konsentrasi pada
penyelesaian permasalahan yang berhubungan dengan representasi sinyal, manipulasi
sinyal, sifat-sifat sinyal, klasifikasi sistem dan sifat-sifat sistem diskrit. Pada bagian ini
juga ditunjukkan bahwa sistem yang linier – time invariant (LTI), bila diberi input maka
outputnya akan berlaku penjumlahan konvolusi. Penjumlahan konvolusi dan Sifat-
sifatnya akan didiskusikan, begitu juga sistem diskrit yang dinyatakan dengan
persamaan beda akan dibahas pada bab ini.
1.2 Sinyal Diskrit
Sinyal diskrit didefinisikan sebagai deretan bilangan real atau kompleks yang diberi
tanda (indeks) yang menyatakan deretan waktu. Selanjutnya sinyal diskrit dinyatakan
sebagai fungsi variabel integer 𝑛 yang dinotasikan dengan 𝑥(𝑛). Secara umum sinyal
diskrit 𝑥(𝑛) merupakan fungsi waktu 𝑛. Sinyal diskrit 𝑥(𝑛) tidak didefinisikan untuk
nilai 𝑛 non integer. Sebagai ilustrasi sinyal diskrit 𝑥(𝑛) dapat dilihat pada gambar 1.1.
Gambar 1.1 Representasi sinyal diskrit 𝑥(𝑛)
Sinyal diskrit 𝑥(𝑛) diperoleh dari sinyal analog/kontinyu yang disampling dengan
analog-to-digital (A/D) converter dengan laju sampling 1/𝑇, dimana 𝑇 merupakan
periode sampling. Sebagai contoh sinyal suara yang mempunyai spektrum 0 – 3400 Hz
disampling dengan laju sampling 8 kHz. Sinyal analog 𝑥𝑎(𝑡) yang disampling dengan
periode sampling 𝑇 menghasilkan sinyal diskrit 𝑥(𝑛) dari sinyal analog 𝑥𝑎 𝑡 sebagai
berikut
𝑥 𝑛 = 𝑥𝑎(𝑛𝑇) (1.1)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 −1 −2 −3 −4 𝑛
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 2
1.2.1 Sinyal diskrit kompleks
Secara umum sinyal diskrit bisa bernilai kompleks. Dalam kenyataanya, pada beberapa
aplikasi, seperti pada sistem komunikasi digital, sinyal diskrit kompleks muncul secara
natural. Sinyal diskrit kompleks dapat dinyatakan dalam bentuk lain yaitu bagian real
dan bagian imajiner,
𝑥 𝑛 = 𝑎 𝑛 + 𝑗𝑏 𝑛 = 𝐑𝐞 𝑥(𝑛) + 𝑗𝐈𝐦 𝑥(𝑛) (1.2)
atau dalam bentuk kompleks polar, yaitu dalam magnitud dan fasanya,
𝑥 𝑛 = 𝑥(𝑛) exp[𝑗𝐚𝐫𝐠 𝑥(𝑛) ] (1.3)
Magnitud sinyal diskrit dapat diturunkan dari bagian real dan imajinernya sebagai
berikut:
𝑥(𝑛) = 𝐑𝐞2 x n + 𝐈𝐦𝟐{x(n)} (1.4)
Sedangkan fasa sinyal diskrit dapat diperoleh dengan menggunakan,
𝐚𝐫𝐠{𝑥 𝑛 } = 𝑡𝑎𝑛−1 𝐈𝐦{𝑥(𝑛)
𝐑𝐞{𝑥(𝑛) (1.5)
Jika 𝑥(𝑛) merupakan urutan kompleks, maka kompleks konjuget dinyatakan dengan
notasi 𝑥∗(𝑛), yang diperoleh dengan cara mengubah tanda pada bagian imajiner dari
𝑥(𝑛) atau tanda argumennya apabila dalam bentuk kompleks polar,
𝑥∗ 𝑛 = 𝐑𝐞 𝑥 𝑛 − 𝐈𝐦{𝑥(𝑛)} = 𝑥(𝑛) exp[−𝑗𝐚𝐫𝐠 𝑥(𝑛) ] (1.6)
1.2.2 Beberapa sinyal diskrit dasar
Ada empat sinyal diskrit dasar yang biasa digunakan pada pengolahan sinyal digital,
diantaranya sinyal impuls (unit sample), sinyal unit step, sinyal eksponensial dan sinyal
sinusoida.
Sinyal impuls dinotasikan dengan 𝛿(𝑛) dan didefinisikan
𝛿 𝑛 = 1 𝑛 = 00 𝑛 ≠ 0
(1.7)
Bentuk sinyal impuls dapat dilihat pada gambar 1.2.
Gambar 1.2 Bentuk sinyal impuls
1
0 𝑛
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 3
Sinyal unit step (satuan tangga) dinotasikan dengan 𝑢(𝑛) dan didefinisikan
𝑢 𝑛 = 1 𝑛 ≥ 00 𝑛 < 0
(1.8)
Terdapat hubungan antara sinyal impuls dengan sinyal unit step yaitu
𝛿 𝑛 = 𝑢 𝑛 − 𝑢(𝑛 − 1).
Bentuk sinyal unit step dapat dilihat pada gambar 1.3.
Gambar 1.3 Bentuk sinyal unit step
Sinyal eksponensial didefinisikan
𝑥 𝑛 = 𝑎𝑛 (1.9)
𝑎 merupakan bilangan real atau komplek. Dalam kasus ini 𝑎 bisa berupa 𝑒𝑗𝜔0
sehingga sinyal eksponensial menjadi 𝑥 𝑛 = 𝑒𝑗𝜔0𝑛 , dimana 𝜔0 merupakan
bilanagan real. Sinyal 𝑥(𝑛) tersebut dinamakan sinyal eksponensial kompleks
dan dapat dinyatakan dalam bentuk lain
𝑥 𝑛 = 𝑒𝑗𝜔0𝑛 = 𝑐𝑜𝑠𝜔0𝑛 + j𝑠𝑖𝑛𝜔0𝑛.
Sinyal eksponensial kompleks merupakan sinyal sinus dengan komposisi
komponen bagian real dan imajiner. Ilustrasi sinyal ekponensial dengan 𝑎 real
dapat dilihat pada gambar 1.4. Pada gambar 1.4 nilai 𝑎 = ½.
Gambar 1.4 Sinyal eksponensial real dengan 𝑎 = 1/2
1
𝑛 0 1 2 3 4
0 1 𝑛
2 3 4 5 6 7
1
1/2
1/4
1/8
𝑥 𝑛 = 1/2 𝑛
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 4
Sinyal sinus mempunyai bentuk umum sebagai berikut
𝑥 𝑛 = 𝐴. cos(𝜔0𝑛 + ∅) (1.10)
Dimana 𝐴, 𝜔0, dan ∅ merupakan amplitudo sinyal, frekuensi digital dan fasa
sinyal. Sinyal sinus merupakan sinyal diskrit yang periodik dengan periode 2𝜋
sehingga kita cukup memperhatikan dalam domain frekuensi pada interval
−𝜋 ≤ 𝜔0 ≤ 𝜋 atau 0 ≤ 𝜔0 ≤ 2𝜋.
Periodesitas sinyal diskrit
Dalam kasus waktu diskrit, sinyal diskrit periodik bila memenuhi kondisi bahwa
𝑥 𝑛 = 𝑥(𝑛 + 𝑁) untuk semua 𝑛. Dimana 𝑁 adalah periode sinyal diskrit
(integer). Kondisi ini berlaku untuk sinyal sinus maka
𝐴. cos 𝜔0𝑛 + ∅ = 𝐴. cos(𝜔0𝑛 + 𝜔0𝑁 + ∅)
Sehingga harus memenuhi persyaratan bahwa
𝜔0𝑁 = 2𝜋𝑘 (1.11)
Dimana 𝑘 integer. Statemen tersebut berlaku juga untuk sinyal eksponensial
komplek 𝑥 𝑛 = 𝐶𝑒𝑗𝜔0𝑛 periodik dengan periode 𝑁 yang memenuhi syarat
𝑥 𝑛 = 𝑒𝑗𝜔0(𝑛+𝑁) = 𝑒𝑗𝜔0𝑛 (1.12)
Sinyal eksponensial kompleks tersebut hanya berlaku untuk 𝜔0𝑁 = 2𝜋𝑘 seperti
pada pers (1.11) sehingga berlaku persamaan
𝜔0
2𝜋=
𝑘
𝑁 (1.13)
Dimana 𝑘/𝑁 merupakan bilangan rasional, 𝑘 merupakan jumlah siklus dalam
satu periode. Beberapa contoh sinyal diskrit periodik seperti ditunjukkan pada
gambar 1.5.
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 5
(a) Frekuensi digital 𝜔0 = 𝜋
(b) Frekuensi digital 𝜔0 = 𝜋/4
0 2 4 6 8 10 12 14 16-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 2 4 6 8 10 12 14 16-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 6
(c) Frekuensi digital 𝜔0 = 𝜋/5
Pada gambar 5.a terlihat bahwa bentuk sinyal diskrit dalam satu periode ada 2
sampling, sehingga sinyal tersebut memiliki periode 𝑁 = 2, sedangkan pada
gambar 5.b terlihat bahwa bentuk sinyal diskrit dalam satu periode ada 8
sampling, sehingga sinyal tersebut memiliki periode 𝑁 = 8. Pada gambar 5.c
bentuk sinyal diskrit terdapat 10 sampling dalam satu periode, sehingga sinyal
tersebut memiliki periode 𝑁 = 10, sedangkan pada gambar 5.d bentuk sinyal
diskrit terdapat 32 sampling dalam satu periode, sehingga sinyal tersebut
memiliki periode 𝑁 = 32 dan dalam satu periode memiliki 3 siklus.
Jika sinyal diskrit 𝑥1(𝑛) merupakan sinyal periodik dengan periode 𝑁1 dan sinyal
diskrit 𝑥2(𝑛) merupakan sinyal diskrit periodik dengan periode 𝑁2, maka sinyal
diskrit hasil penjumlahan
𝑦 𝑛 = 𝑥1 𝑛 + 𝑥2(𝑛)
akan selalu periodik dengan periode dasar
𝑁 =𝑁1. 𝑁2
gcd(𝑁1, 𝑁2)
dimana gcd(𝑁1, 𝑁2) artinya the greatest common divisor dari 𝑁1 dan 𝑁2. Teori ni
berlaku juga untuk perkalian dua sinyal periodik yaitu sinyal diskrit 𝑥1(𝑛)
dengan periode 𝑁1 dan sinyal diskrit 𝑥2(𝑛) dengan periode 𝑁2, maka sinyal
diskrit hasil perkalian
𝑦 𝑛 = 𝑥1 𝑛 .𝑥2(𝑛)
0 2 4 6 8 10 12 14 16-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 7
(d) Frekuensi digital 𝜔0 = 3𝜋/16
Gambar 1.5 Bentuk sinyal periodik untuk berbagai frekuensi digital
0 10 20 30 40 50 60 70-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 8
Contoh 1.1
Tentukan periode sinyal diskrit berikut :
a. 𝑥 𝑛 = cos(0.5𝜋𝑛)
b. 𝑥 𝑛 = cos(0.75𝜋𝑛)
c. 𝑥 𝑛 = 𝑒𝑗0.25𝜋𝑛
d. 𝑥 𝑛 = cos 0.5𝜋𝑛 + cos(0.75𝜋𝑛)
e. 𝑥 𝑛 = cos 0.5𝜋𝑛 . cos(0.75𝜋𝑛)
f. 𝑥 𝑛 = 𝑒𝑗𝜋𝑛
16 . cos(𝜋𝑛
17)
g. 𝑥 𝑛 = 𝑅𝑒 𝑒𝑗𝜋𝑛
12 + 𝐼𝑚 𝑒𝑗𝜋𝑛
18
Penyelesaian:
a. 𝜔0 = 0.5𝜋, maka periode sinyal diskrit 𝑁 sebagai berikut
𝑘
𝑁=
𝜔0
2𝜋=
0.5𝜋
2𝜋=
1
4
Periode dasar sinyal 𝑁 = 4 dan terdapat satu siklus dalam satu periode dasar.
b. 𝜔0 = 0.75𝜋, maka periode sinyal diskrit 𝑁 sebagai berikut
𝑘
𝑁=
𝜔0
2𝜋=
0.75𝜋
2𝜋=
3
8
Periode dasar sinyal 𝑁 = 8 dan terdapat tiga siklus dalam satu periode dasar.
c. 𝜔0 = 0.25𝜋, maka periode sinyal diskrit eksponensial kompleks 𝑁 sebagai
berikut
𝑘
𝑁=
𝜔0
2𝜋=
0.25𝜋
2𝜋=
1
8
Periode dasar sinyal 𝑁 = 8 dan terdapat satu siklus dalam satu periode dasar.
d. Pada soal tersebut merupakan penjumlahan dua sinyal periodik dengan
periode 𝑁1 = 4 dan 𝑁2 = 8 sehingga periode sinyal dasar sinyal hasil
penjumlahan adalah
𝑁 =𝑁1. 𝑁2
gcd(𝑁1, 𝑁2)=
4 . (8)
gcd(4,8)=
32
4= 8
e. Karena berlaku juga untuk perkalian dua sinyal diskrit maka periode dasar
hasil perkalian dua sinyal diskrit periodik dengan periode 𝑁1 = 4 dan 𝑁2 = 8
adalah 𝑁 = 8.
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 9
f. Pada soal tersebut merupakan perkalian dua sinyal periodik dengan periode
𝑁1 = 32 dan 𝑁2 = 34 sehingga periode sinyal dasar hasil perkalian adalah
𝑁 =𝑁1. 𝑁2
gcd(𝑁1, 𝑁2)=
32 . (34)
gcd(32,34)=
32 . (34)
2= 544
g. Pada soal tersebut merupakan perkalian dua sinyal periodik dengan periode
𝑁1 = 24 dan 𝑁2 = 36 sehingga periode sinyal dasar hasil perkalian adalah
𝑁 =𝑁1. 𝑁2
gcd(𝑁1, 𝑁2)=
24 . (36)
gcd(24,36)=
24 . (36)
12= 72
1.2.3 Operasi dasar pada sinyal diskrit
Pada buku ini beberapa operasi dasar pada pengoalahan sinyal digital ditinjau lagi
secara garis besar, diantaranya penjumlahan dua sinyal diskrit, perkalian dua sinyal
diskrit, perkalian skalar terhadap sinyal diskrit, refleksi (pantulan), dan pergeseran
waktu (penundaan/delay).
a. Penjumlahan dua sinyal diskrit
Proses penjumlahan dua sinyal diskrit 𝑥1(𝑛) dan 𝑥2(𝑛) dilakukan dengan cara
menjumlahkan level (harga) pada setiap sampling yang sama. Secara matematis dapat
dituliskan dengan persamaan
𝑦 𝑛 = 𝑥1 𝑛 + 𝑥2(𝑛) (1.14)
Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 1.6. Harga level 𝑥1 0 = 1 dijumlahkan
dengan harga level 𝑥2 0 = 1 hasilnya 𝑦 0 = 2, berikutnya harga level 𝑥1 1 = 1/2
dijumlahkan dengan harga level 𝑥2 1 = 1/2 hasilnya 𝑦 1 = 1, dan seterusnya sampai
sampling terakhir, hasil penjumlahannya adalah sinyal diskrit 𝑦(𝑛).
Gambar 1.6 Proses penjumlahan dua sinyal diskrit
𝑛 0 1 2 3 4 5
𝑥1(𝑛)
1
1/2
𝑛 0 1 2 3 4 5
𝑦 𝑛 = 𝑥1 𝑛 + 𝑥2(𝑛)
2
1/2
1
3/2
1
𝑛 0 1 2 3 4 5
𝑥2(𝑛)
1
1/2
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 10
b. Perkalian dua sinyal diskrit
Proses perkalian dua sinyal diskrit 𝑥1(𝑛) dan 𝑥2(𝑛) dilakukan dengan cara mengalikan
level (harga) pada setiap sampling yang sama. Secara matematis dapat dituliskan
dengan persamaan
𝑦 𝑛 = 𝑥1 𝑛 .𝑥2(𝑛) (1.15)
Sebagai ilustrasi hasil perkalian sinyal diskrit 𝑥1(𝑛) dan 𝑥2(𝑛) yang ada pada gambar
1.6 dapat dilihat pada gambar 1.7. Level 𝑥1 0 = 1 dikalikan dengan harga level
𝑥2 0 = 1 hasilnya 𝑦 0 = 1, selanjutnya harga level 𝑥1 1 = 1/2 dikalikan dengan
harga level 𝑥2 1 = 1/2 hasilnya 𝑦 1 = 1/4, dan seterusnya sampai sampling terakhir,
hasil perkaliannya adalah sinyal diskrit 𝑦(𝑛).
Gambar 1.7 Hasil perkalian dua sinyal diskrit
c. Perkalian skalar
Proses perkalian skalar terhadap sinyal diskrit 𝑥(𝑛) dilakukan dengan cara mengalikan
level sinyal pada setiap sampling dengan bilangan pengali (konstanta). Secara
matematis dapat dituliskan dengan persamaan
𝑦 𝑛 = 𝑎. 𝑥 𝑛 (1.16)
Sebagai ilustrasi konstanta dimisalkan 𝑎 = 1/2 dan hasil perkalian skalar 𝑎 = 1/2
dengan 𝑥1(𝑛) yang ada pada gambar 1.6 dapat dilihat pada gambar 1.8. Setiap sampling
dari sinyal diskrit 𝑥1(𝑛) dikalikan dengan konstanta 𝑎 = 1/2.
Gambar 1.8 Hasil perkalian skalar dengan sinyal diskrit
𝑛 0 1 2 3 4 5
𝑦 𝑛 = 𝑥1 𝑛 .𝑥2(𝑛)
1
1/2 1/4 1/4
1
𝑛 0 1 2 3 4 5
𝑦 𝑛 = 1/2. 𝑥1(𝑛)
1/2
1/4
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 11
d. Refleksi
Proses refleksi suatu sinyal diskrit 𝑥(𝑛) adalah merefleksikan sinyal tersebut dalam
domain waktu terhadap 𝑛 = 0. Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan
𝑦 𝑛 = 𝑥 −𝑛 (1.17)
Sebagai ilustrasi sinyal diskrit 𝑥1(𝑛) mengalami proses refleksi menjadi 𝑦 𝑛 = 𝑥1(−𝑛),
maka bentuk sinyal hasil refleksi dapat dilihat pada gambar 1.8.
Gambar 1.9 Hasil proses refleksi sinyal diskrit
e. Pergeseran waktu
Proses pergeseran waktu dilakukan dengan menggeser sinyal diskrit tersebut dalam
domain waktu sebesar nilai penggeser (integer). Bila nilai penggesernya positif maka
sinyal tersebut digeser ke kanan, begitu sebaliknya. Secara matematis dapat dituliskan
dengan persamaan
𝑦 𝑛 = 𝑥 𝑛 − 𝑏 (1.18)
Sebagai ilustrasi sinyal diskrit 𝑥1(𝑛) pada gambar 1.6 digeser kekanan sebesar 𝑏 = 2
sampling, hasilnya dapat dilihat pada contoh 1.10, artinya bahwa sinyal diskrit 𝑥1(𝑛)
mengalami delay 2 sampling.
Gambar 1.10 Hasil proses pergeseran waktu dengan delay 2 sampling
1.3 Sistem Diskrit
Sistem diskrit merupakan operator matematik atau transformasi sinyal input menjadi
sinyal lain (output) sesuai dengan karakteristik atau sifat sistem tersebut. Notasi sistem
diskrit secara umum adalah 𝑇[. ] seperti ditunjukkan pada gambar 1.11. Sinyal input
𝑛 0 1 2 3 4 5
𝑦 𝑛 = 𝑥1(−𝑛)
1
1/2
𝑛 2 3 4 5 6 7
𝑦 𝑛 = 𝑥1(𝑛 − 2)
1
1/2
1 0
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 12
𝑥(𝑛) ditransformasi menjadi output 𝑦(𝑛) melalui transformasi 𝑇[. ]. Sebagai contoh
sistem diskrit yang dinyatakan dengan hubungan input-output seperti
𝑦 𝑛 = 𝑥 𝑛 + 0.5𝑦(𝑛 − 1) (1.19)
Sistem yang memiliki persamaan beda yang menyatakan hubungan input-ouput seperti
pada pers (1.19) menunjukkan bahwa sistem mempunyai algoritma seperti pada pers
(1.19), artinya bahwa utput sistem 𝑦(𝑛) tergantung pada sinyal input 𝑥(𝑛) saat yang
sama ditambah dengan setengah kali output satu sampling sebelumnya. Sebagai contoh
bila diinginkan output pada saat 𝑛 = 1 yaitu 𝑦(1), maka output ditentukan oleh input
𝑥(1) ditambah dengan setengah kali 𝑦(0).
Gambar 1.11 Blok sistem diskrit secara umum
Berdasarkan proses yang dapat terjadi pada sistem diskrit, maka sistem diskrit
mempunyai beberapa sifat diantaranya:
1.3.1 Sistem tanpa memori (memoryless)
Sistem dikatakan tanpa memori jika output sistem pada saat 𝑛 = 𝑛0 tergantung pada
input saat yang sama yaitu 𝑛 = 𝑛0.
Contoh 1.2.
Sistem diskrit mempunyai persamaan hubungan input-output 𝑦 𝑛 = 0.5. 𝑥(𝑛)
merupakan sistem tanpa memori karena output sistem pada saat 𝑛 = 𝑛0 tergantung
pada input saat 𝑛 = 𝑛0 .
Sistem diskrit 𝑦 𝑛 = 𝑥 𝑛 + 0.2𝑥(𝑛 − 1) merupakan sistem dengan memori karena
output sistem tergantung pada input saat yang sama 𝑛 = 𝑛0 dan saat satu sampling
sebelumnya 𝑛 = 𝑛0 − 1.
1.3.2 Sistem linier
Sistem diskrit dikatakan linier jika berlaku sifat superposisi
𝑇 𝑎𝑥1 𝑛 + 𝑏𝑥2 𝑛 = 𝑎𝑇 𝑥1 𝑛 + 𝑏𝑇[𝑥2 𝑛 ] (1.20)
Artinya bila sistem diberi input 𝑎𝑥1(𝑛) maka keluarannya 𝑦1 𝑛 = 𝑎𝑇 𝑥1 𝑛 dan bila
sistem diberi input 𝑏𝑥2(𝑛) maka keluarannya 𝑦2 𝑛 = 𝑏𝑇 𝑥2 𝑛 . Apabila diberi input
jumlahan kedua sinyal input tersebut 𝑥12 𝑛 = 𝑎𝑥1 𝑛 + 𝑏𝑥2(𝑛) maka output sistem
𝑦12 𝑛 = 𝑦1 𝑛 + 𝑦2(𝑛). Secara visual dapat diilustrasikan pada gambar 1.12.
𝑇[. ]
𝑥(𝑛) 𝑦 𝑛 = 𝑇[𝑥 𝑛 ]
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 13
Gambar 1.12. Ilustrasi proses sistem linier
Selain sifat superposisi, terdapat syarat perlu yaitu bila inputnya nol, maka outputnya
nol. Artinya bila sistem tidak diberi input maka keluaran sistem tidak ada.
Contoh 1.3
Sistem diskrit dinyatakan dengan persamaan beda sebagai berikut
a. 𝑦 𝑛 = 2 + 0.2𝑥 𝑛 + 𝑥(𝑛 − 1)
b. 𝑦 𝑛 = 0.3𝑥 𝑛 + 0.5𝑥(𝑛 − 1)
Apakah sistem tersebut linier?
Penyelesaian:
a. Pertama kita beri input nol 𝑥 𝑛 = 0, dari persamaan sistem soal 1.3.a diperoleh
output 𝑦 𝑛 = 2. Jadi sistem tersebut tidak linier.
b. Pertama kita beri input nol 𝑥 𝑛 = 0, dari persamaan sistem soal 1.3.b diperoleh
output 𝑦 𝑛 = 0. Selanjutnya kita cek dari sifat superposisi.
o Sistem diberi input 𝑥1(𝑛) maka outputnya
𝑦1 𝑛 = 0.3𝑥1 𝑛 + 0.5𝑥1(𝑛 − 1)
o Sistem diberi input 𝑥2(𝑛) maka outputnya
𝑦2 𝑛 = 0.3𝑥2 𝑛 + 0.5𝑥2(𝑛 − 1)
o Sistem diberi input 𝑥12 𝑛 = 𝑥1 𝑛 + 𝑥2(𝑛) maka outputnya
𝑦12 𝑛 = 0.3{𝑥1 𝑛 + 𝑥2 𝑛 } + 0.5{𝑥1 𝑛 − 1 + 𝑥2 𝑛 − 1 }
𝑦12 𝑛 = 0.3𝑥1 𝑛 + 0.5𝑥1 𝑛 − 1 + 𝑥2 𝑛 + 0.5𝑥2 𝑛 − 1
𝑦12 𝑛 = 𝑦1 𝑛 + 𝑦2 𝑛
Jadi sistem pada soal 1.3.b bersifat linier.
1.3.3 Sistem time-invariant
Sistem diskrit dikatakan time-invariant jika berlaku sifat
𝑇 𝑥 𝑛 − 𝑛0 = 𝑦(𝑛 − 𝑛0) (1.21)
Artinya sistem diberi input sama pada saat ini atau berikutnya, output sistem akan
tetap, dengan kata lain sistem tidak berubah terhadap waktu.
𝑇[. ]
𝑎𝑥1(𝑛) 𝑦1 𝑛 = 𝑎𝑇[𝑥1 𝑛 ]
𝑏𝑥2(𝑛) 𝑦2 𝑛 = 𝑏𝑇[𝑥2 𝑛 ]
𝑥12 𝑛 = 𝑎𝑥1 𝑛 + 𝑏𝑥2(𝑛) 𝑦12 𝑛 = 𝑦1 𝑛 + 𝑦2(𝑛)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 14
Contoh 1.4
Apakah sistem pada soal 1.3.b mempunyai sifat time-invariant?
Penyelesaian:
Secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sistem diberi input 𝑥1(𝑛) = 𝑥(𝑛 − 𝑛0) maka outputnya
𝑦1 𝑛 = 0.3𝑥1 𝑛 + 0.5𝑥1(𝑛 − 1)
𝑦1 𝑛 = 0.3𝑥(𝑛 − 𝑛0) + 0.5𝑥(𝑛 − 𝑛0 − 1)
Output sistem 𝑦2 𝑛 ditunda sebesar 𝑛0 maka 𝑦2 𝑛 = 𝑦(𝑛 − 𝑛0) sehingga
𝑦2 𝑛 = 𝑦(𝑛 − 𝑛0) = 0.3𝑥(𝑛 − 𝑛0) + 0.5𝑥(𝑛 − 𝑛0 − 1)
Karena 𝑦1(𝑛) = 𝑦2(𝑛), maka sistem tersebut time-invariant.
1.3.4 Sistem Kausal
Sistem diskrit dikatakan kausal jika output pada 𝑛 = 𝑛0 hanya tergantung pada input
pada saat 𝑛 ≤ 𝑛0, dengan kata lain output sistem hanya tergantung pada input saat yang
sama atau saat sebelumnya. Pengertian kausal dapat diartikan bahwa sistem kausal,
berarti sistem dapat direalisasikan.
Contoh 1.5
Apakah sistem diskrit pada soal 1.3.b mempunyai sifat kausal?
Penjelasan:
Pada sistem dengan persamaan beda 𝑦 𝑛 = 0.3𝑥 𝑛 + 0.5𝑥(𝑛 − 1) terlihat bahwa
output sistem hanya tergantung pada input saat yang sama dengan output dan input
satu sampling sebelumnya. Misalnya output sistem pada 𝑦(2) tergantung pada input
𝑥(2) dan 𝑥(1). Jadi sistem tersebut kausal.
1.3.5 Sistem Stabil
Sistem dikatakan stabil BIBO (bounded input-bounded output) jika sistem diberi sinyal
input terbatas maka akan menghasilkan sinyal output yang terbatas. Urutan input 𝑥(𝑛)
terbatas jika mempunyai nilai terbatas positif tetap untuk semua 𝑛
𝑥(𝑛) ≤ 𝐵𝑥 < ∞ untuk semua 𝑛 (1.22)
Untuk setiap urutan input akan menghasilkan urutan output dengan nilai terbatas
positif tetap untuk semua 𝑛 yaitu
𝑦(𝑛) ≤ 𝐵𝑦 < ∞ untuk semua 𝑛 (1.23)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 15
1.4 Sistem Linier Time-Invariant
Sistem diskrit yang mempunyai sifat linier dan time-invariant disebut sistem linier
time-invariant (LTI). Sistem LTI bila diberi input impuls 𝛿(𝑛) maka outputnya
dinamakan respons impuls (𝑛) seperti ditunjukkan pada gambar 1.13.
Gambar 1.13 Respons impuls pada sistem LTI
Sinyal diskrit 𝑥(𝑛) dapat dinyatakan dengan penjumlahan deretan impuls terdelay yang
diilustrasikan pada gambar 1.14 dinyatakan secara matematis sebagai berikut
𝑥 𝑛 = ⋯ + 𝑐. 𝛿 𝑛 + 2 + 𝑑. 𝛿 𝑛 + 1 + 𝑒. 𝛿 𝑛 + 𝑓. 𝛿 𝑛 − 1 + 𝑔. 𝛿 𝑛 − 2 + ⋯ (1.24)
𝑥 𝑛 = ⋯ + 𝑥(−1).𝛿 𝑛 + 1 + 𝑥(0).𝛿 𝑛 + 𝑥(1). 𝛿 𝑛 − 1 + ⋯ (1.25)
Secara umum dapat ditulis secara matematis
𝑥 𝑛 = 𝑥 𝑘 𝛿(𝑛 − 𝑘)
∞
𝑘=−∞
(1.26)
Gambar 1.14 Representasi sinyal diskrit dalam deretan impuls
Sistem LTI bila diberi input impuls terdelay 𝑘 atau dengan kata lain impuls pada saat
𝑛 = 𝑘 yaitu 𝑥 𝑛 = 𝛿(𝑛 − 𝑘) maka output sistem LTI adalah 𝑘 𝑛 = (𝑛 − 𝑘), dan
dapat ditulis
𝑘 𝑛 = 𝑛 − 𝑘 = 𝑇[𝛿 𝑛 − 𝑘 ] (1.27)
Bila sistem LTI diberi input sinyal diskrit 𝑥(𝑛) maka output sistem
𝑦 𝑛 = 𝑇[𝑥 𝑛 ] = 𝑇[ 𝑥 𝑘 𝛿(𝑛 − 𝑘)]
∞
𝑘=−∞
= 𝑇[𝑥 𝑘 𝛿(𝑛 − 𝑘)]
∞
𝑘=−∞
(1.28)
𝑇[. ]
𝑥 𝑛 = 𝛿(𝑛) 𝑦 𝑛 = (𝑛)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 −1 −2 −3 −4 𝑛
𝑎
𝑏
𝑐 d
𝑒 f
𝑔
𝑖 𝑗 𝑘
𝑙
𝑚 𝑛
𝑜
𝑥(𝑛)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 16
Koefisien 𝑥(𝑘) bernilai konstan maka
𝑦 𝑛 = 𝑥 𝑘 𝑇[𝛿(𝑛 − 𝑘)]
∞
𝑘=−∞
= 𝑥 𝑘 𝑘 𝑛 = 𝑥 𝑘 (𝑛 − 𝑘)
∞
𝑘=−∞
∞
𝑘=−∞
(1.29)
Persamaan (1.29) disebut sebagai penjumlahan konvolusi, secara matematis dapat
ditulis
𝑦 𝑛 = 𝑥 𝑘 (𝑛 − 𝑘)
∞
𝑘=−∞
= 𝑥 𝑛 ∗ (𝑛) (1.30)
Tanda * merupakan operator penjumlahan konvolusi atau konvolusi diskrit.
Contoh 1.6 : konvolusi dua sinyal terbatas
Sistem LTI kausal mempunyai respons impuls
𝑛 = 𝛿 𝑛 + 0.5𝛿 𝑛 − 1 + 𝛿(𝑛 − 2)
Tentukan ouput sistem bila inputnya:
a. 𝑥 𝑛 = 𝛿 𝑛 + 𝛿 𝑛 − 1 + 0.5𝛿(𝑛 − 2)
b. 𝑥 𝑛 = 𝛿 𝑛 + 2 + 0.5𝛿 𝑛 + 1 + 𝛿 𝑛 + 0.5𝛿 𝑛 − 1 + 𝛿(𝑛 − 2)
Penyelesaian:
a. Bentuk sinyal 𝑥 𝑛 dan (𝑛) sebagai berikut
𝑦 𝑛 = 𝑥 𝑘 𝑛 − 𝑘
∞
𝑘=−∞
𝑦 0 = 𝑥 𝑘 −𝑘 = 𝑥 −1 1 + 𝑥 0 0 + 𝑥 1 −1 = 1 (1) = 1
∞
𝑘=−∞
𝑦 1 = 𝑥 𝑘 1 − 𝑘 = 𝑥 0 1 + 𝑥 1 0 = 1 0.5 + 1 (1) = 3/2
∞
𝑘=−∞
3 𝑛
0 1 2 4 5
(𝑛)
1/2
1
𝑛 0 1 2 3 4 5
𝑥(𝑛)
1 1/2
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 17
𝑦 2 = 𝑥 𝑘 2 − 𝑘 = 𝑥 0 2 + 𝑥 1 1 + 𝑥 2 0
∞
𝑘=−∞
𝑦 2 = 1 1 + 1 0.5 + 0.5 1 = 1 + 0.5 + 0.5 = 2
𝑦 3 = 𝑥 𝑘 3 − 𝑘 = 𝑥 1 2 + 𝑥 2 1 = 1 1 + 0.5 0.5 = 5/4
∞
𝑘=−∞
𝑦 4 = 𝑥 𝑘 4 − 𝑘 = 𝑥 2 2 = 0.5 1 = 1/2
∞
𝑘=−∞
𝑦 5 = 0, 𝑦 6 = 0, dst
Bentuk hasil keluaran sistem pada contoh soal 1.6 a. sebagai berikut
b. Bentuk sinyal 𝑥 𝑛 dan (𝑛) sebagai berikut
𝑦 𝑛 = 𝑥 𝑘 𝑛 − 𝑘
∞
𝑘=−∞
𝑦 −2 = 𝑥 𝑘 −2 − 𝑘 = 𝑥 −2 0 + 𝑥 −1 −1 = 1 1 + 0 = 1
∞
𝑘=−∞
𝑛 0 1 2 3 4
𝑥(𝑛) 1
1/2
-1 -2 -3 3 𝑛
0 1 2 4 5
(𝑛)
1/2
1
𝑛 0 1 2 3 4 5
𝑦(𝑛)
1 1/2
3/2
2
5/4
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 18
𝑦 −1 = 𝑥 𝑘 −1 − 𝑘 = 𝑥 −2 1 + 𝑥 −1 0
∞
𝑘=−∞
𝑦 −1 = 1 0.5 + 0.5 1 = 1
𝑦 0 = 𝑥 𝑘 −𝑘 = 𝑥 −2 2 + 𝑥 −1 1 + 𝑥 0 0
∞
𝑘=−∞
𝑦 0 = 1 1 + 0.5 0.5 + 1 (1) = 2.25
𝑦 1 = 𝑥 𝑘 1 − 𝑘 = 𝑥 −2 3 + 𝑥 −1 2 + 𝑥 0 1 + 𝑥 1 (0)
∞
𝑘=−∞
𝑦 1 = 0 + 0.5 1 + 1 0.5 + 0.5 1 = 1.5
𝑦 2 = 𝑥 𝑘 2 − 𝑘 = 𝑥 −1 3 + 𝑥 0 2 + 𝑥 1 1 + 𝑥 2 (0)
∞
𝑘=−∞
𝑦 2 = 0 + 1 (1)+(0.5)(0.5)+(1)(1)=2.25
𝑦 3 = 𝑥 𝑘 3 − 𝑘 = 𝑥 0 3 + 𝑥 1 2 + 𝑥 2 1
∞
𝑘=−∞
𝑦 3 = 0 + 0.5 1 + 1 0.5 = 1
𝑦 4 = 𝑥 𝑘 4 − 𝑘 = 𝑥 1 3 + 𝑥 2 2 = 0 + 1 1 = 1
∞
𝑘=−∞
𝑦 5 = 𝑥 𝑘 5 − 𝑘 = 0,
∞
𝑘=−∞
𝑦 6 = 0, 𝑦 7 = 0, dst
Bentuk hasil keluaran sistem pada contoh soal 1.6.b sebagai berikut
𝑛 −2 −1 0 1 2 3
𝑦(𝑛)
1
2.25
1.5
4 −3 5
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 19
Contoh 1.7
Sistem LTI kausal mempunyai respons impuls
𝑛 = (1/2)𝑛
Tentukan ouput sistem bila inputnya:
a. 𝑥 𝑛 = 𝛿 𝑛 + 0.6𝛿 𝑛 − 1
b. 𝑥 𝑛 = (1/4)𝑛
c. 𝑥 𝑛 = (1/4)𝑛{𝑢 𝑛 − 𝑢 𝑛 − 21 }
d. 𝑥 𝑛 = (1/4)𝑛{𝑢 𝑛 − 5 − 𝑢 𝑛 − 21 }
Penyelesaian :
a. Output sistem adalah
𝑦 𝑛 = 𝛿 𝑛 + 0.6𝛿 𝑛 − 1 ∗ 𝑛 = 𝑛 + 0.6 𝑛 − 1
𝑦 𝑛 = 1
2 𝑛
+ 0.6 1
2 𝑛−1
b.
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 20
Sifat-sifat konvolusi diskrit
a. Komutatif
Secara matematis sifat komutatif
𝑥 𝑛 ∗ 𝑛 = 𝑛 ∗ 𝑥(𝑛) (1.31)
b. Asosiatif
Secara matematis sifat asosiatif
𝑥 𝑛 ∗ 1 𝑛 ∗ 2 𝑛 = 𝑥 𝑛 ∗ {1 𝑛 ∗ 2 𝑛 } (1.32)
c. Distributif
Secara matematis sifat distributif
𝑥 𝑛 ∗ {1 𝑛 + 2 𝑛 } = 𝑥 𝑛 ∗ 1 𝑛 + 𝑥 𝑛 ∗ 2 𝑛 (1.33)
Secara sistem dapat digambarkan pada gambar 1.15.
a. Sifat komutatif
b. Sifat asosiatif
c. Sifat distributif
Gambar 1.15 Interpretasi sifat konvolusi dari sistem diskrit
d. Urutan identitas
𝑥 𝑛 ∗ 𝛿 𝑛 = 𝛿 𝑛 ∗ 𝑥 𝑛 = 𝑥(𝑛) (1.34)
e. Konvolusi impuls terdelay dengan 𝑥(𝑛)
𝑥 𝑛 ∗ 𝛿 𝑛 − 𝑘 = 𝑥(𝑛 − 𝑘) (1.35)
(𝑛) 𝑥 𝑛 𝑦 𝑛 𝑥(𝑛) 𝑛 𝑦 𝑛
1(𝑛) 𝑥 𝑛 𝑦 𝑛
2(𝑛) 1 𝑛 ∗ 2(𝑛) 𝑥 𝑛 𝑦 𝑛
1 𝑛 + 2(𝑛) 𝑥 𝑛 𝑦 𝑛
1(𝑛)
𝑥 𝑛 𝑦 𝑛
2(𝑛)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 21
Kausalitas sistem LTI
Definisi :
Berdasarkan respons impulsnya, sistem LTI dikatakan kausal bila respons impuls
𝑛 = 0, untuk 𝑛 ≤ 0.
Stabilitas sistem LTI
Definisi :
Berdasarkan respons impulsnya, sistem LTI dikatakan stabil BIBO bila respons
impulsnya dapat dijumlahkan secara absolut.
𝑆 = (𝑛) < ∞
∞
𝑛=−∞
(1.33)
Pembuktian:
Output sistem LTI :
𝑦 𝑛 = 𝑥 𝑘 (𝑛 − 𝑘)
∞
𝑘=−∞
= 𝑥 𝑛 ∗ 𝑛 = 𝑛 ∗ 𝑥(𝑛) (1.34)
Kedua sisi kiri dan kanan diabsolutkan
𝑦 𝑛 = 𝑘 𝑥(𝑛 − 𝑘)
∞
𝑘=−∞
≤ 𝑘 𝑥(𝑛 − 𝑘)
∞
𝑘=−∞
(1.35)
𝑦 𝑛 ≤ (𝑘) . 𝑥(𝑛 − 𝑘)
∞
𝑘=−∞
(1.36)
Bila input terbatas
𝑥(𝑛 − 𝑘) ≤ 𝐵𝑥 < ∞
Maka output juga terbatas
𝑦(𝑛) ≤ 𝐵𝑦 < ∞
Apabila
𝑆 = (𝑘)
∞
𝑘=−∞
(1.37)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 22
1.5 Persamaan Beda Koefisien Konstan Linier
Sistem linear time-invariant (LTI) dapat dikarakterisasi dengan respons impuls (𝑛).
Selain itu. sistem LTI yang memiliki input 𝑥(𝑛) dan output 𝑦(𝑛) juga dapat
dikarakterisasi dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde ke-𝑁 sebagai
berikut
𝑎𝑘𝑦 𝑛 − 𝑘 = 𝑏𝑘𝑥(𝑛 − 𝑘)
𝑀
𝑘=0
𝑁
𝑘=0
(1.38)
Jika sistem tersebut kausal maka kita dapat menyusun persamaan (1.38) menjadi
𝑦 𝑛 = − 𝑎𝑘
𝑎0𝑦 𝑛 − 𝑘 +
𝑏𝑘
𝑎0𝑥(𝑛 − 𝑘)
𝑀
𝑘=0
𝑁
𝑘=1
(1.39)
Output sistem saat ke 𝑛 ditentukan oleh input saat ke 𝑛, input saat sebelumnya
𝑛 − 1, 𝑛 − 2, … , 𝑛 − 𝑀 dan output saat sebelumnya 𝑛 − 1, 𝑛 − 2, … , 𝑛 − 𝑁.
Contoh 1.8:
Sistem diskrit LTI dinyatakan dengan persamaan beda sebagai berikut :
𝑦 𝑛 − 0.5𝑦 𝑛 − 1 = 𝑥(𝑛)
Diasumsikan 𝑦 𝑛 = 0, untuk semua 𝑛 < 0
a. Berapa orde sistem LTI tersebut.
b. Tentukan respons impuls sistem (𝑛).
Penyelesaian :
a. Berdasarkan persamaan beda pada soal terlihat bahwa 𝑁 = 1, maka termasuk
orde ke-1
b. Evaluasi untuk 𝑥 𝑛 = 𝛿(𝑛) maka output sistem
Ditulis kembali
𝑦 𝑛 = 0.5𝑦 𝑛 − 1 + 𝑥(𝑛)
input siatem adalah impuls, maka
𝑛 = 0, 𝑦 0 = 0.5𝑦 −1 + 𝑥 0 = 0.5 0 + 1 = 1 = (0.5)0
𝑛 = 1, 𝑦 1 = 0.5𝑦 0 + 𝑥 1 = 0.5 . 1 + 0 = (0.5)1
𝑛 = 2, 𝑦 2 = 0.5𝑦 1 + 𝑥(2) = 0.5 . 0.5 + 0 = (0.5)2
𝑛 = 3, 𝑦 3 = 0.5𝑦 2 + 𝑥(3) = 0.5 . 0.5 2 + 0 = (0.5)3
𝑦 𝑛 = (0.5)𝑛 , untuk 𝑛 ≥ 0
𝑦 𝑛 = 0.5 𝑛𝑢(𝑛)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 23
1.6 Klasifikasi sistem diskrit berdasarkan respons impuls
Sistem diskrit LTI dapat dikarakterisasi dengan respons impuls (𝑛). Berdasarkan
durasi respons impuls atau dengan kata lain berdasarkan banyaknya sampling respons
impuls sistem, maka sistem LTI dapat dikelompokkan menjadi 2 macam:
1.6.1 Sistem IIR (Infinite-impuls respons)
Merupakan sistem diskrit yang mempunyai durasi respons impuls tak terbatas.
Contoh 1.9
Sistem diskrit dengan respons impuls 𝑛 = 1
4 𝑛
𝑢(𝑛)
Apakah sistem tersebut IIR?
Penyelesaian:
Respons impuls mempunyai harga dari 𝑛 = 0 sampai 𝑛 = ∞ maka sistem
tersebut tergolong IIR.
1.6.2 Sistem FIR (Finite-impuls respons)
Merupakan sistem diskrit yang mempunyai durasi respons impuls terbatas.
Contoh 1.10
Sistem diskrit dengan respons impuls 𝑛 = 1
4 𝑛
{𝑢 𝑛 − 𝑢 𝑛 − 101 }.
Penyelesaian:
Pada contoh tersebut respons impuls berdurasi terbatas dari 𝑛 = 0 sampai
𝑛 = 100, sehingga disebut sebagai sistem FIR.
Contoh 1.11
Sistem diskrit dengan input 𝑥(𝑛) dan output 𝑦(𝑛) dikarakterisasi dengan
persamaan beda koefisien konstan linier
𝑦 𝑛 = 𝑥 𝑛 + 0.3𝑥 𝑛 − 1 − 0.5𝑥 𝑛 − 2 + 1.5𝑥 𝑛 − 3 − 0.75𝑥(𝑛 − 4)
Penyelesaian:
Apabila sistem diberi input impuls 𝑥 𝑛 = 𝛿(𝑛) maka output sistem
𝑦 𝑛 = (𝑛) = 𝛿 𝑛 + 0.3𝛿 𝑛 − 1 − 0.5𝛿 𝑛 − 2 + 1.5𝛿 𝑛 − 3 − 0.75𝛿(𝑛 − 4)
Sehingga terlihat respons impuls berdurasi terbatas dari 𝑛 = 0 sampai 𝑛 = 4,
sehingga disebut sebagai sistem FIR.
𝑛 0 1 2 3 4
𝑥(𝑛)
1
1/4
(1/4)2
(1/4)𝑛
5 6
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 24
SOAL LATIHAN
1. Sinyal diskrit 𝑥(𝑛) berikut
Sketsa sinyal 𝑥(𝑛) setelah mengalami proses:
a. 𝑥 𝑛 − 2 d. 𝑥(−𝑛 + 2)
b. 𝑥 𝑛 + 2 e. 𝑥(−𝑛 − 2)
c. 𝑥 −𝑛 f. 𝑥(2𝑛)
2. Tentukan periode sinyal berikut
a. 𝑥 𝑛 = 2 Sin(𝜋
20𝑛)
b. 𝑥 𝑛 = 3 cos(0.055𝜋𝑛)
c. 𝑥 𝑛 = 2 sin 0.05𝜋𝑛 + 3 sin(0.12𝜋𝑛)
d. 𝑥 𝑛 = 2 sin 0.05𝜋𝑛 cos(0.05𝜋𝑛)
3. Sistem diskrit dengan input 𝑥(𝑛) dan output 𝑦(𝑛) mempunyai persamaan beda
𝑦 𝑛 = 𝑥 𝑛 − 0.3𝑥 𝑛 − 1 + 0.8𝑥(𝑛 − 2)
Buktikan bahwa sistem diskrit tersebut mempunyai sifat linear dan time invariant.
4. Sistem LTI mempunyai respons impuls 𝑛 = (0.25)𝑛{𝑢 𝑛 − 𝑢 𝑛 − 11 }
a. Apakah sistem tersebut kausal? Jelaskan.
b. Apakah sistem stabil BIBO? Jelaskan.
c. Tentukan output sistem bila inputnya
(i) 𝑥 𝑛 = 1
3 𝑛
𝑢(𝑛)
(ii) 𝑥 𝑛 = 1
3 𝑛
𝑢 𝑛 − 6
(iii) 𝑥 𝑛 = 1
3 𝑛
𝑢 𝑛 {𝑢 𝑛 − 6 − 𝑢 𝑛 − 56 }
𝑛 0 1 2 3 4
𝑥(𝑛)
1
1/2 1/4
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 25
5. Sistem diskrit mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier
𝑦 𝑛 − 0.5𝑦 𝑛 − 1 = 𝑥 𝑛 + 0.4𝑥 𝑛 − 1 + 0.2𝑥(𝑛 − 2)
Diasumsikan 𝑦 𝑛 = 0, untuk 𝑛 < 0.
a. Orde berapa sistem diskrit tersebut.
b. Tentukan respons impuls pada 𝑛 = 0; 1; 2; 3; 4; 5
c. Tentukan respons unit step pada 𝑛 = 0; 1; 2; 3; 4; 5
6. Sistem diskrit mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier
𝑦 𝑛 − 0.3𝑦 𝑛 − 1 = 𝑥 𝑛
Diasumsikan 𝑦 𝑛 = 0, untuk 𝑛 < 0.
a. Tentukan respons impuls sistem tersebut.
b. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Jelaskan.
c. Apakah sistem tersebut FIR atau IIR? Jelaskan.
==================================================
Rumus bantu:
𝑎𝑘 =𝑎𝑁1 − 𝑎𝑁2+1
1 − 𝑎
𝑁2
𝑘=𝑁1
, 𝑎 ≠ 1
Rumus trigonometri:
sin 𝐴 + 𝐵 = sin 𝐴 cos 𝐵 + cos 𝐴 sin 𝐵
cos 𝐴 + 𝐵 = cos 𝐴 cos 𝐵 − sin 𝐴 sin 𝐵
2cos 𝐴 cos 𝐵 = cos 𝐴 + 𝐵 + cos(𝐴 − 𝐵)
2cos 𝐴 sin 𝐵 = sin 𝐴 + 𝐵 − sin(𝐴 − 𝐵)
2sin 𝐴 cos 𝐵 = sin 𝐴 + 𝐵 + sin(𝐴 − 𝐵)
2sin 𝐴 sin 𝐵 = cos 𝐴 − 𝐵 − cos(𝐴 + 𝐵)
sin 2𝐴 = 2 sin 𝐴 cos 𝐴
𝑐𝑜𝑠2𝐴 + 𝑠𝑖𝑛2𝐴 = 1
Recommended