View
219
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia menurut Mathis dan Jackson (2006, p3) adalah
rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan
bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.
Sedangkan, manajemen sumber daya manusia menurut Sofyandi (2008, p6)
didefinisikan sebagai suatu strategi dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu
planning, organizing, leading & controlling, dalam setiap aktifitas/fungsi operasional
SDM mulai dari proses penarikan, seleksi, pelatihan dan pengembangan, penempatan
yang meliputi promosi, demosi & transfer, penilaian kinerja, pemberian kompensasi,
hubungan industrial, hingga pemutusan hubungan kerja, yang ditujukan bagi
peningkatan kontribusi produktif dari SDM organisasi terhadap pencapaian tujuan
organisasi secara lebih efektif dan efisien.
Jadi manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan sumber daya manusia
dengan menerapkan fungsi manajemen dalam aktifitas operasional untuk mencapai
tujuan organisasi.
2.1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia berdasarkan pendapat Sofyandi
(2008, pp11-13) adalah:
9
1. Tujuan Organisasional. Ditujukan untuk dapat mengenali keberadaan manajemen
sumber daya manusia dalam pencapaian efektivitas organisasi
2. Tujuan Fungsional. Ditujukan untuk mempertahankan kontribusi departemen pada
tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
3. Tujuan Sosial. Ditujukan secara etis dan sosial merespon terhadap kebutuhan-
kebutuhan dan tantangan-tantangan masyarakat melalui tindakan meminimasi
dampak negatif terhadap organisasi.
4. Tujuan Personal. Ditujukan untuk membantu karyawan dalam pencapaian
tujuannya, minimal tujuan-tujuan yang dapat mempertinggi kontribusi individual
terhadap organisasi.
2.1.3 Perekrutan Karyawan
2.1.3.1 Pengertian Perekrutan
Menurut Mathis dan Jackson (2006, p227), perekrutan adalah proses
menghasilkan satu kelompok pelamar yang memenuhi pelamar yang memenuhi syarat
untuk pekerjaan-pekerjaan organisasional.
Menurut Mondy (2008, p132), perekrutan adalah proses menarik orang-orang
pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang cukup, dan dengan persyaratan yang layak
untuk melamar kerja dalam organisasi.
Jadi perekrutan adalah proses pencarian dan penarikan karyawan untuk melamar
lowongan kerja yang ada di perusahaan.
10
2.1.3.2 Proses Penarikan Karyawan
Proses penarikan karyawan (Hasibuan, 2002, pp41-44) adalah sebagai berikut:
1. Penentuan dasar penarikan.
Dasar penarikan harus berpedoman kepada spesifikasi pekerjaan yang telah
ditentukan untuk menduduki jabatan tertentu.
2. Penentuan sumber-sumber penarikan.
Sumber-sumber perekrutan atau penarikan calon karyawan bisa berasal dari internal
dan eksternal perusahaan, yaitu sebagai berikut :
a. Sumber internal, adalah karyawan yang akan mengisi lowongan kerja yang
lowong diambil dari dalam perusahaan tersebut, yakni dengan cara memutasikan
atau memindahkan karyawan yang memenuhi spesifikasi pekerjaan jabatan itu.
b. Sumber eksternal, adalah karyawan yang akan mengisi jabatan yang lowong
dilakukan penarikan atau perekrutan dari sumber-sumber tenaga kerja di luar
perusahaan, antara lain berasal dari kantor penempatan tenaga kerja, lembaga
lembaga pendidikan, referensi karyawan atau rekanan, serikat-serikat buruh,
pencangkokan dari perusahaan lain, nepotisme dan leasing, pasar tenaga kerja
dengan memasang iklan pada media massa dan sumber-sumber lainnya
3. Metode-metode penarikan.
Metode-metode penarikan calon karyawan baru antara lain :
a. Metode tertutup, adalah ketika penarikan hanya diinformasikan kepada para
karyawan atau orang-orang tertentu saja.
b. Metode terbuka, adalah ketika penarikan diinformasikan secara luas dengan
memasang iklan pada media cetak maupun elektronik.
11
2..1.4 Seleksi Karyawan
2.1.4.1 Pengertian Seleksi
Menurut Rivai dan Sagala (2009, p159), seleksi adalah kegiatan dalam
manajemen SDM yang dilakukan setelah proses rekrutmen selesai dilaksanakan. Proses
seleksi merupakan rangkaian tahap-tahap khusus yang digunakan untuk memutuskan
pelamar mana yang akan diterima. Proses tersebut dimulai ketika pelamar melamar kerja
dan diakhiri dengan keputusan penerimaan.
Menurut Mathis dan Jackson (2006, p261), seleksi adalah proses pemilihan
orang-orang yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan untuk mengisi lowongan
pekerjaan di sebuah organisasi.
Jadi seleksi adalah proses memilih dan memutuskan calon karyawan yang paling
memenuhi syarat pada posisi jabatan tertentu.
2.1.4.2 Jenis-jenis seleksi
Jenis-jenis seleksi (Rivai dan Sagala, 2009, p181) meliputi:
1. Seleksi Administrasi, yaitu seleksi berupa surat-surat yang dimiliki pelamar untuk
menentukan apakah sudah sesuai dengan persyaratan yang diminta organisasi
perusahaan,
2. Seleksi secara tertulis, terdiri dari tes kecerdasan, tes kepribadian, tes bakat, tes
minat, tes prestasi
3. Seleksi tidak tertulis, terdiri dari wawancara, praktik, kesehatan/medis
12
2.1.4.3 Proses Seleksi
Didalam proses seleksi dikenal dua sistem atau filosofi yaitu sistem gugur
(sucessive hurdles) dan sistem kompensatori (compensatory approach). Pada sistem
yang pertama, seorang peserta mengikuti tahap seleksi satu demi satu secara bertahap.
Jika tidak lulus pada satu tahap, maka peserta dinyatakan gugur dan tidak dapat
mengikuti tahap seleksi berikutnya. Pada sistem kompensatori, peserta mengikuti
seluruh tahap seleksi atau seluruh tes yang diberikan. Kelulusan peserta ditentukan
dengan mengevaluasi nilai atau hasil seluruh tahap atau tes itu. Nilai tinggi pada satu
tahap atau tes dapat mengkompensasi nilai rendah pada tahap atau tes yang lain.
(Sofyandi, 2008, p105)
2.1.5 Penilaian Kinerja Karyawan
2.1.5.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan pada umumnya untuk kebanyakan
pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut : kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil,
ketepatan waktu dari hasil, kehadiran, kemampuan bekerja sama. (Mathis dan Jackson,
2006, p378)
Menurut Rivai dan Sagala (2009, p549), penilaian prestasi adalah merupakan
hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya.
Menurut Sofyandi (2008, p122), penilaian kinerja adalah proses organisasi dalam
mengevaluasi pelaksanaan kinerja karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi
karyawan kepada organisasi selama periode tertentu.Penilaian kinerja memberikan dasar
13
bagi keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan,
trasnsfer dan kondisi-kondisi kepegawaian lainnya.
Jadi penilaian kinerja adalah sebuah proses peninjauan ulang kinerja karyawan
selama periode tertentu yang dapat menjadi dasar bagi keputusan-keputusan personalia.
Hal ini dapat menjadi motivasi untuk setiap karyawan melakukan pekerjaan lebih baik
lagi.
2.1.5.2 Metode Penilaian Kinerja
Metode penilaian kinerja (Dessler, 2011, pp328-340) sebagai berikut :
1. Metode Skala Peringkat Grafis
Skala peringkat grafis adalah tehnik penilaian yang paling sederhana dan paling
populer. Skala peringkat grafis mencatat ciri-ciri (seperti kualitas dan
keterpercayaan) dan jangkauan nilai kinerja (dari tidak memuaskan sampai luar
biasa) untuk setiap ciri. Penyelia menyusun penilaian untuk setiap bawahan
dengan melingkari atau menandai nilai yang paling baik mendeskripsikan kinerja
karyawannya untuk setiap ciri.
2. Metode Peringkat Alternasi
Memberikan peringkat kepada karyawan dari yang terbaik sampai yang terburuk
berdasarkan ciri tertentu, dengan memilih yang terbaik, lalu yang terburuk,
sampai semua telah diberi peringkat.
3. Metode Perbandingan Berpasangan
Melakukan pemeringkatan karyawan dengan membuat diagram dari semua
pasangan karyawan yang mungkin untuk setiap ciri dan menentukan karyawan
mana yang lebih baik pada setiap pasangan.
14
4. Metode Distribusi Kekuatan
Sama dengan menilai sebuah kurva; presentase dugaan dari yang dinilai
ditempatkan dalam berbagai kategori kinerja.
5. Metode Kejadian Kritis
Menyimpan catatan tentang contoh-contoh hal baik yang tidak umum atau hal
buruk yang tidak dikehendaki atas perilaku karyawan yang berhubungan dengan
pekerjaan dan meninjau catatan itu dengan karyawan pada waktu yang
ditentukan. Namun, tanpa suatu peringkat numerik, metode ini tidak terlalu
bermanfaat untuk membandingkan karyawan atau membuat keputusan gaji.
6. Bentuk Naratif
Penilaian akhir tertulis sering dalam bentuk naratif. Penyelia yang bersangkutan
bertanggung jawab untuk memberikan penilaian pada kinerja masa lalu
karyawan dan bidang-bidang yang membutuhkan peningkatan. Ini membantu
karyawan memahami di mana kinerja yang baik atau buruk, dan bagaimana
meningkatkan kinerja tersebut.
7. Skala Peringkat Standar perilaku (Behaviorally Anchored Rating Scale/BARS)
Metode penilaian yang mengunakan kombinasi antara narasi kejadian penting
dan penilaian kuantitatif dengan patokan skala kuantitatif dan contoh naratif dari
kinerja baik dan buruk.
Meskipun BARS lebih menyita waktu daripada alat penilaian lainnya, BARS
juga memiliki beberapa keuntungan :
a. Ukuran lebih akurat
b. Standar yang lebih jelas
c. Umpan balik
15
d. Dimensi independen
e. Konsistensi
8. Manajemen Tujuan (Management by Objectives/MBO)
Melibatkan penetapan tujuan-tujuan terukur yang spesifik dengan setiap
karyawan, kemudian secara berkala menentukan peninjauan kembali terhadap
kemajuan yang telah dibuat.
9. Penilaian kinerja terkomputerisasi dan berbasis web
Pengawasan kinerja elektronik (Electronic Performance Monitoring–EPM).
Memungkinkan penyelia mengawasi secara elektronic sejumlah data yang
terkomputerisasi yang sedang diproses oleh karyawan setiap hari, dan oleh
karena itu,juga dapat mengawasi kinerjanya.
10. Penggabungan metode.
Sebagian besar perusahaan menggabungkan beberapa perangkat penilaian. Pada
dasarnya, ini adalah skala penilaian grafik,dengan fase deskriptif yang
dimasukkan untuk setiap ciri. Bagaimanapun, skala ini juga memiliki bagian
untuk memberi komentar di bawah setiap ciri. Ini memungkinkan penilai
menjabarkan beberapa kejadian kritis. Penilaian yang dapat dikuantifikasikan
memfasilitasi perbandingan karyawan, dan ini berguna untuk keputusan
mengenai gaji, transfer dan promosi. Kejadian kritis memberikan contoh khusus
untuk diskusi perkembangan.
2.1.5.3 Masalah-masalah dalam Penilaian Kinerja
Masalah-masalah umum dalam penilaian kinerja (Mondy, 2008, pp271-274)
adalah :
16
1. Ketidak nyamanan penilai. Jika penilaian kinerja memiliki desain yang
salah/pelaksanaan yang tidak tepat,karyawan akan takut mendapatkan penilaian
dan para manajer tidak akan suka melakukannya.
2. Ketiadaan Objektivitas. Penilaian kinerja tradisional mempunyai kelemahan
potensial adalah tidak adanya objektivitas. Faktor-faktor umum seperti : sikap,
penampilan dan kepribadian sulit diukur.
3. Halo/Horn Error. Halo error adalah kesalah evaluasi yang muncul ketika
manajer menggeneralisasikan satu unsur atau insiden kinerja positif kepada
seluruh aspek kinerja karyawan, menghasilkan nilai yang lebih tinggi. Sedangkan
Horn error adalah kesalahan evaluasi yang muncul ketika manajer
menggeneralisasikan satu unsur atau insiden kinerja negatif kepada seluruh aspek
kinerja karyawan, menghasilkan niai yang lebih rendah.
4. Sikap lunak/ Sikap keras. Sikap lunak adalah memberikan nilai tingi tanpa alasan
yang bisa diterima. Sedangkan sikap keras adalah terlalu kritis terhadap kinerja
karyawan dalam bekerja. Hal ini akan memiliki pengaruh merugukan kepada
semangat kerja dan motivasi orang-orang berprestasi terbaik.
5. Central Tendency Error. Kesalahan penilaian evaluasi yang muncul ketika para
karyawan tidak benar dinilai mendekati rata-rata atau pertengahan skala.
6. Bias perilaku terakhir (recent behaviour bias). Hampir semua karyawan
mengetahui dengan tepat kapan penilaian kinerja dijadwalkan. Meskipun
tindakan mereka mungkin tidak disadari, perilaku karyawan seringkali menjadi
lebih baik dan produktivitas cenderung meningkat beberapa hari atau minggu
sebelum evaluasi terjadwal. Memelihara catatan kinerja sepanjang periode
penilaian menghindari masalah ini.
17
7. Bias Pribadi (Stereotyping). Kekurangan ini muncul ketika para manajer
membiarkan perbedaan-perbedaan individual seperti gender, atau usia
mempengaruhi penilaian yang mereka berikan.
8. Manipulasi Evaluasi. Sebuah studi mengungkapkan bahwa lebih dari 70 persen
manajer yang memberi respon yakin bahwa nilai yang ditinggikan dan
direndahkan diberikan secara sengaja.
9. Kecemasan karyawan. Proses penilian juga bisa mencemaskan karyawan yang
dinilai. Peluang-peluang promosi, penugasan-penugasan kerja yang lebih baik,
dan peningkatan kompensasi bisa bergantung pada penialian.
2.1.5.4 Cara Menghindari Masalah Penilaian
Cara menghindari masalah penilaian (Dessler, 2011, pp342-343) adalah:
1. Pelajari dan pahami potensi masalah dan solusi (seperti kualifikasi standar) untuk
setiap masalah.
2. Gunakan peringkat metode yang benar. Setiap peringkat memiliki pro dan kontra
masing-masing.
3. Latihlah penyelia untuk mengurangi kesalahan peringkat seperti efek halo,
kelonggran dan kecenderungan terpusat.
4. Menyimpan catatan harian-seimbang dengan usahanya. Program ini menjelaskan
peran kejadian kritis, dan bagaimana para penyelia dapat menyusun kejadian ini
ke dalam sebuah catatan harian/ file kejadian, untuk menggunakan sebagai
referansi untuk penilaian bawahan.
18
2.1.6 Pelatihan Karyawan
2.1.6.1 Pengertian Pelatihan
Pelatihan menurut Mondy (2008, p210) adalah aktivitas-aktivitas yang dirancang
untuk memberi pada para pembelajar pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan
untuk pekerjaan mereka saat ini.
Sedangkan, pelatihan menurut Rivai dan Sagala (2009, p212) adalah proses
secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi.
Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan
pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk
mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Jadi dapat disimpulkan, pelatihan adalah suatu kegiatan dan proses untuk
meningkatkan keahlian dan kemampuan dalam pekerjaannya saat ini agar tercapainya
tujuan organisasi.
2.1.6.2 Tujuan Pelatihan Karyawan
Tujuan dari pelatihan menurut Beach dalam buku Sofyandi (2008, p114) adalah:
1. Reduce learning time to teach acceptable performance, maksudnya dengan adanya
pelatihan maka jangka waktu yang digunakan karyawan untuk memperoleh
keterampilan akan lebih cepat. Karyawan akan lebih cepat pula menyesuaikan diri
dengan pekerjaan yang dihadapinya.
2. Improve performance on present job, pelatihan bertujuan untuk meningkatkan
prestasi kerja karyawan dalam menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang sedang
dihadapi.
19
3. Attitude formation,pelatihan diharapkan dapat membentuk sikap dan tingkah laku
para karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Dititikberatkan pada peningkatan
partisipasi dari para karyawan, kerjasama antar karyawan dan loyalitas terhadap
perusahaan.
4. Aid in solving operating problem,pelatihan membantu memecahkan masalah-
masalah operational perusahaan sehari-hari seperti mengurangi kecelakaan kerja,
mengurangi absen, mengurangi labor turnover, dan lain-lain.
5. Fill manpower needs, pelatihan tidak hanya mempunyai tujuan jangka pendek tetapi
juga jangka panjang yaitu mempersiapkan karyawan memperoleh keahlian dalam
bidang tertentu yang dibutuhkan perusahaan.
6. Benefits to employee themselves, dengan pelatihan diharapkan para karyawan akan
mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang tinggi sehingga karyawan tersebut
akan semakin berharga bagi perusahaan. Selain itu juga akan menambah nilai dari
karyawan tersebut yang akan membuat karyawan yang bersangkutan memperoleh
rasa aman dalam melakukan pekerjaannya sehingga menimbulkan kepuasan dalam
dirinya.
2.1.6.3 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan
dan pengembangan.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan dan
pengembangan (Rivai dan Sagala, 2009, p226):
1. Cost-efectiveness (Efektivitas biaya).
2. Materi program yang dibutuhkan.
3. Prinsip-prinsip pembelajaran.
20
4. Ketepatan dan kesesuaian fasilitas.
5. Kemampuan dan preferansi peserta pelatihan.
6. Kemampuan dan preferansi infrastruktur pelatihan.
Alasan latihan personel perlu diselenggarakan oleh organisasi/perusahaan
(Wexley & Yulk dalam buku Sutrisno (2009, pp72-73)):
1. Seleksi personel tidak selalu menjamin akan personel tersebut cukup terlatih dan
bisa memenuhi persyaratan pekerjaannya secara tepat. Kenyataannya, banyak
diantara mereka harus mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap
yang diperlukan setelah mereka diterima dalam pekerjaan.
2. Bagi personel yang sudah senior kadang-kadang perlu ada penyegaran dengan
latihan-latihan kerja. Hal ini disebabkan berkembangnya kapasitas pekerjaan,
cara mengoperasikan mesin-mesin dan teknisnya, untuk promosi maupun mutasi.
3. Manajemen sendiri menyadari bahwa program pelatihan yang efektif dapat
berakibat : peningkatan produktivitas, mengurangi absen, mengurangi labor turn
over dan peningkatan kepuasan kerja.
2.1.6.4 Metode Pelatihan Karyawan
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelatihan
organisasi dan mencapai tujuannya (Byars dan Rue, 2006, pp167-169) :
1. On-the-Job Training dan Job Rotation.
On-the-job training (OJT) biasanya diberikan oleh karyawan senior atau
manajer. Karyawan diperlihatkan cara melakukan pekerjaan dan diperbolehkan
untuk melakukannya di bawah pengawasan pelatih. Salah satu dari dari on-the-
job training adalah job rotation, disebut juga sebagai cross training. Dalam job
21
rotation, individu belajar beberapa pekerjaan yang berbeda dalam unit kerja atau
departemen dan melakukan setiap pekerjaan untuk periode waktu tertentu.
2. Apprenticeship Training
Memberikan instruksi, baik di dalam dan di luar pekerjaan, dalam aspek praktis
dan teoritis dari kebutuhan kerja dalam suatu pekerjaan yang sangat terampil.
3. Classroom Training
Metode pelatihan yang paling terkenal, berguna untuk dapat cepat
menyampaikan informasi kepada kelompok besar dengan sedikit atau tanpa
pengetahuan subjek.
4. Virtual Classroom
Virtual Classroom adalah mengajar online dan lingkungan belajar yang
mengintegrasikan chat room, desktop video conferencing. Situs web dan
distribusi e-mail ke dalam sistem berbasis kuliah.
2.1.6.5 Evaluasi Pelatihan
Program pelatihan bisa dievaluasi berdasarkan informasi yang bisa diperoleh pada
lima tingkatan (Faustino Cardoso Gomes dalam buku Yuniarsih dan Suwatno (2009,
pp138-139)):
a. Reaction
Ukuran mengenai reaksi ini didesain untuk mengetahui opini dari para peserta
mengenai program pelatihan. Usaha untuk mendapatkan opini para peserta
tentang pelatihan ini, terutama didasarkan pada beberapa alasan utama seperti :
• Untuk mengetahui sejauh mana para peserta merasa puas dengan program
22
• Untuk maksud diadakannya beberapa revisi atas program pelatihan.
• Untuk menjamin agar para peserta yang lain bersikap reseptif untuk
program pelatihan.
b. Learning
Informasi yang ingin diperoleh melalui jenis evaluasi ini adalah untuk
mengetahui seberapa jauh para peserta menguasai konsep-konsep, pengetahuan
dan keterampilan-keterampilan yang diberikan selama pelatihan. Ini biasanya
dilakukan dengan mengadakan tes tertulis (essay atau multiple choice), tes
performasi dan latihan-latihan simulasi. Pertanyaan disusun sedemikian rupa
sehingga mencakup semua isi materi dari semua program pelatihan.
c. Behaviors
Perilaku dari peserta, sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dibandingkan guna
mengetahui tingkat pengaruh pelatihan terhadap perubahan performasi mereka.
Perilaku atau performansi dari para peserta dapat diukur berdasarkan sistem
evaluasi performansi guna mendapatkan tingkat performansi para peserta yang
dikumpulkan oleh para supervisor masing-masing untuk dibandingkan dengan
performansi sesudah pelatihan.
d. Organizational Result
Tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji dampak
pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan. Data bisa
dikumpulkan sebelum dan sesudah pelatihan atas dasar kriteria produktivitas,
pergantian absen, kecelakaan-kecelakaan, keluhan-keluhan, perbaikan kualitas,
kepuasan klien, dan sejenis lainnya.
23
e. Cost Creativity
Ini dimaksud untuk mengetahui besarnya biaya yang dihabiskan bagi program
pelatihan, dan apakah besarnya biaya untuk pelatihan tersebut terhitung kecil
atau besar dibandingkan biaya yang timbul dari permasalahan yang dialami
organisasi. Kriteria ini diukur dengan membantu biaya program dengan biaya
permasalahan. Biaya permasalahan (problem cost) adalah biaya yang dapat
dilihat, kerugian-kerugian ekonomi yang dialami oleh suatu instansi sebagai
akibat dari penggunaan pegawai yang tidak terlatih.
2.1.7 Pengembangan Karier
2.1.7.2 Pengertian Pengembangan Karier
Perencanaan karier adalah proses berkelanjutan di mana seseorang menetapkan
tujuan-tujuan karir dan mengidentifikasi cara-cara mencapainya. Perencanaan karier
organisasional adalah suksesi terncana dari pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan oleh
perusahaan untuk mengembangkan karyawannya. (Mondy, 2008, p243)
Menurut Sofyandi (2008, p149), pengembangan karir organisasi adalah hasil yang
muncul dari interaksi antara perencanaan karier individu dan proses manajemen karier
institusional.
Menurut Mondy (2008, p243), pengembangan karier merupakan pendekatan formal
yang digunakan organisasi untuk menjamin bahwa pegawai dengan kualifikasi tepat dan
berpengalaman tersedia pada saat dibutuhkan.
Jadi pengembangan karir adalah aktivitas yang mengatur jalur karier karyawan
dengan tahapan yang telah ditetapkan untuk inventaris kualifikasi yang dipersyaratkan
pada posisi atau jabatan tertentu pada saat organisasi membutuhkan.
24
2.1.7.3 Metode-metode Perencanaan dan Pengembangan Karier
Ada sejumlah metode untuk perencaan dan pengembangan karir. Beberapa
metode yang saat ini digunakan, sebagian besar digunakan dalam kombinasi,
berdasarkan pendapat Mondy (2008, pp249-250) akan dibahas berikutnya :
1. Manager / Employee Self-Service
Banyak perusahaan yang memberi manajer dengan kemampuan online untuk
membantu karyawan dalam merencanakan jalur karir mereka dan
mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan. Melalui employee
self-service online, para karyawan diberi kemampuan untuk memutakhirkan
tujuan-tujuan kinerja secara online dan mendaftarkan pada kelas-kelas pelatihan.
2. Diskusi dengan orang-orang berpengalaman.
Dalam diskusi formal, superior dan bawahan karyawan bisa sama-sama
menyepakati aktivitas-aktivitas perencanaan dan pengembangan karir yang
terbaik. Sumber daya yang disediakan untuk mencapai tujuan tersebut bisa
termasuk program-program pengembangan. Dalam beberapa organisasi, para
profesional sumber daya manusia merupakan titik pusat untuk memberikan
bantuan topik.
3. Material Perusahaan
Beberapa perusahaan memberikan material yang dikembangkan khusus khusus
untuk membantu para karyawannya dalam perencanaan dan pengembangan karir.
membantu dalam pengembangan karir. Material tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan khusus perusahaan. Disamping itu, deskripsi-deskripsi
pekerjaan memberikan petujuk kepada para karyawan mengenai ada tidaknya
kecocokan antara kekuatan dan kelemahan mereka pada posisi tertentu.
25
4. Performance-appraisal system
Sistem penilaian kinerja perusahaan juga dapat menjadi alat yang berguna dalam
pengembangan karir. Mencatat dan mendiskusikan kekuatan dan kelemahan
seorang karyawan dengan atasannya bisa mengungkap kebutuhan
pengembangan. Jika mengatasi kelemahan tertentu tampaknya sulit atau bahkan
tidak mungkin, suatu jalur karier alternatif dapat menjadi solusi.
5. Lokakarya
Beberapa organisasi melakukan lokakarya yang berlangsung dua atau tiga hari
untuk tujuan membantu mengembangkan karir dalam perusahaan. Para karyawan
mendefinisikan dan mencocokan tujuan karir spesifik mereka dengan kebutuhan-
kebutuhan perusahaan.
2.1.8 Penempatan
Menurut Rivai dan Sagala (2009, p198), penempatan adalah penugasan atau
penugasan kembali seorang karyawan kepada pekerjaan barunya. Dalam alur ini terdapat
tiga jenis penting dari penempatan yaitu promosi, mutasi dan demosi.
Promosi berdasarkan pendapat Hasibuan (2002, p108) adalah perpindahan yang
memperbesar authority dan responsibility karyawan ke jabatan yang lebih tinggi di
dalam satu organisasi sehingga kewajiban, hak, status dan penghasilan semakin besar.
Transfer berdasarkan pendapat Rivai dan Sagala (2009, p200) terjadi kalau
seorang karyawan dipindahkan dari satu bidang tugas ke bidang tugas lainnya yang
tingkatannya hampir sama baik tingkat gaji, tanggung jawab maupun tingkat
strukturalnya.
26
Demosi berdasarkan pendapat Hasibuan (2002, p115) adalah perpindahan
karyawan dari suatu jabatan ke jabatan yang lebih rendah di dalam satu organisasi,
wewenang, tanggung jawab, pendapatan, serta statusnya semakin rendah .
2.2 Audit SDM
2.2.1 Pengertian Audit SDM
Menurut Susilo (2002, p63), audit SDM adalah pemeriksaan dan penilaian secara
sistematis objektif dan terdokumentasi terhadap fungsi-fungsi organisasi yang
terpengaruh oleh manajemen SDM (Sumber Daya Manusia) dengan tujuan memastikan
dipenuhinya azas kesesuaian, efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya
manusia untuk mendukung tercapainya sasaran fungsional meupun tujuan organisasi
secara keseluruhan baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka
panjang.
Menurut Bayangkara (2008, p60), audit SDM menekankan penilaian (evaluasi)
terhadap berbagai aktivitas SDM yang terjadi pada perusahaan dalam rangka
memastikan apakah aktivitas tersebut telah berjalan secara ekonomis, efisien dan efektif
dalam mencapai tujuannya dan memberikan rekomendasi perbaikan atas berbagai
kekurangan yang masih terjadi pada aktivitas SDM yang diaudit untuk meningkatkan
kinerja dari program/aktivitas tersebut.
Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006, p98), audit SDM adalah usaha
riset formal yang mengevaluasi keadaan saat ini manajemen SDM dalam sebuah
organisasi.
Jadi Audit SDM adalah penilaian dan analisis terhadap program-program SDM
dengan memastikan apakah program tersebut sudah mencapai tujuan organisasi.
27
2.2.2 Tujuan Audit SDM
Ada beberapa hal yang ingin dicapai melalui audit SDM yang merupakan tujuan dari
dilakukannya audit tersebut berdasarkan pendapat Bayangkara (2008, p61) antara lain :
• Menilai efektivitas dari fungsi SDM
• Menilai apakah program/aktivitas SDM telah berjalan secara ekonomis, efektif,
dan efisien.
• Memastikan ketaatan berbagai program/aktifitas SDM terhadap ketaatan hukum,
peraturan dan kebijakan yang berlaku di perusahaan.
• Mengidentifikasi berbagai hal yang masih dapat ditingkatkan terhadap aktivitas
SDM dalam menunjang kontribusinya terhadap perusahaan
• Merumuskan beberapa langkah perbaikan yang tepat untuk meningkatkan
ekonomisasi, efisiensi dan efektivitas berbagai program/aktivitas SDM.
2.2.3 Manfaat Audit MSDM
Beberapa manfaat yang dihasilkan dari audit SDM berdasarkan pendapat
(Aswathappa, 2005, p612) adalah:
• Identifikasi kontribusi dari departemen SDM untuk organisasi,
• Peningkatan citra profesional dari departemen SDM,
• Mendorong tanggung jawab yang lebih besar dan profesionalisme di antara
anggota departemen SDM,
• Mengklarifikasi tugas dan tanggung jawab departemen SDM,
• Stimulasi keseragaman kebijakan dan praktek SDM,
• Menemukan masalah kritis personil,
28
• Memastikan pemenuhan tepat waktu dengan persyaratan hukum,
• Pengurangan biaya SDM melalui prosedur personil lebih efektif,
• Menciptaan peningkatan penerimaan perubahan kebutuhan di departemen SDM,
• Melalui penelaahan/review dari departemen sistem informasi.
2.2.4 Keterkaitan Audit SDM dengan Strategi Perusahaan
Audit merupakan kendali memeriksa kualitas keseluruhan kegiatan SDM dalam
suatu divisi atau evaluasi perusahaan tentang bagaimana kegiatan ini mendukung
strategi organisasi (Aswathappa, 2005, p612). Gambar 2.1 berikut menjelaskan
keterkaitan audit SDM dengan strategi perusahaan.
Gambar 2.1 The HR Audit Sumber : Aswathappa (2005, p612)
2.2.5 Lingkup Audit
Secara khusus, audit SDM meliputi bidang-bidang berikut (Aswathappa, 2005,
pp613-617) :
29
1. Audit of human resource function
Ini melibatkan audit terhadap semua kegiatan SDM. Untuk setiap aktivitas,
auditor harus (i) menentukan tujuan untuk setiap aktivitas, (ii) mengidentifikasi
siapa yang bertanggung jawab atas kinerjanya, (iii) meninjau kinerja, (iv)
mengembangkan rencana aksi untuk memperbaiki penyimpangan, jika ada,
antara hasil dan tujuan, dan (v) menindaklanjuti rencana aksi.
Evaluasi fungsi SDM adalah berguna untuk membenarkan keberadaan
departemen dan beban yang terjadi di atasnya. Jika departemen gagal untuk
berkontribusi pada bottom line perusahaan, ini tidak memiliki alasan untuk
berfungsi. Demikian pula, jika beban yang terjadi pada departemen SDM jauh
melebihi manfaat kepada organisasi, mereka harus dipangkas drastis untuk
membuat departemen ekonomis.
2. Audit of managerial compliance
Melibatkan audit kepatuhan manajerial dari kebijakan personil, prosedur dan
ketentuan hukum. Seberapa baik ini dipenuhi harus ditemukan oleh audit
sehingga tindakan perbaikan dapat diambil. Kepatuhan terhadap ketentuan
hukum sangat penting sebagaimana pelanggaran apapun membuat pengelolaan
bersalah karena melakukan kejahatan.
3. Audit of the human resource climate
Iklim SDM memiliki dampak pada motivasi kerja, moral dan kepuasan kerja.
Kualitas iklim ini dapat diukur dengan pemeriksaan turnover karyawan, absensi,
catatan keselamatan dan survei sikap.
30
4. Audit of corporate strategy
Selain fungsi, kepatuhan dan kepuasan, audit dapat mencakup strategi
perusahaan juga. Profesional SDM tidak menentukan strategi perusahaan, Tetapi
mereka sangat menentukan keberhasilan. Strategi perusahaan membantu
memperoleh keuntungan organisasi yang kompetitif. Dengan menilai kekuatan
dan kelemahan internal perusahaan dan ancaman dan peluang eksternal,
manajemen senior merencanakan cara-cara mendapatkan suatu keuntungan.
Apakah perusahaan menekankan saluran pemasaran superior, pelayanan, inovasi,
produksi rendah biaya, atau pendekatan lain, SDM akan terpengaruh. Memahami
strategi memiliki implikasi yang kuat untuk perencanaan SDM, kepegawaian,
remunerasi, hubungan industrial, dan kegiatan SDM lainnya.
2.2.6 Audit dan Penelitian Personalia
Auditor SDM tergantung pada personil atau penelitian SDM untuk data.
Penelitian ini dipahami sebagai sistematika dan berorientasi pada tujuan penyelidikan
fakta untuk membangun hubungan antara dua atau lebih fenomena. Secara khusus,
penelitian dapat menyebabkan pemahaman peningkatan dan perbaikan dalam praktek
SDM. Topik yang besar yang tercakup dalam penelitian SDM adalah (Aswathappa,
2005, p617):
• Survei upah,
• Efektivitas berbagai sumber rekrutmen,
• Efektivitas upaya pelatihan,
• Survei efektivitas pengawas,
31
• Permukiman industri terkini,
• Analisis jabatan,
• Survei kepuasan kerja,
• Survei kebutuhan karyawan,
• Sikap survei terhadap sistem penghargaan, dan
• Daerah frekuensi kecelakaan tinggi.
Menemukan pada topik yang tercantum di atas dan bidang terkait lainnya merupakan
dasar untuk audit SDM.
2.2.7 Pelaksanaan Audit SDM
Contoh- contoh kegiatan yang bisa dilakukan oleh auditor untuk memperoleh
data dan informasi berdasarkan pendapat Susilo (2002, pp149-155) :
1. Mengamati kegiatan
Melalui pengamatan ini auditor dapat mengumpulkan data/informasi dan
mendeteksi apakah terdapat gejala-gejala adanya penyimpangan atau
kesenjangan yang bersifat kritis atau signifikan sehingga memerlukan perhatian
lebih mendalam
2. Meminta penjelasan atau menanyakan
Auditor dapat menggali informasi dengan cara meminta penjelasan dari auditte
mengenai objek-objek audit yang telah direncanakan dalam lingkup audit.
32
3. Meminta peragaan
Auditor dapat meminta auditte memperagakan suatu kegiatan yang sedang
diamati. Misalnya, dengan meminta seorang karyawan untuk memberikan contoh
perhitungan lembur
4. Menelaah dokumen
Bila perusahaan telah memiliki manual manajemen SDM yang memuat
penjelasan mengenai mekanisme kegiatan manajemen SDM, termasuk program-
program pengembangan SDM secara lengkap dan terdokumentasi. Auditor dapat
meminjam dokumen-dokumen tersebut untuk dipelajari atau ditelaah apakah
terdapat azas-azas yang tidak dipatuhi atau sudah usang, tidak relevan lagi
dengan perkembangan keadaan atau kebutuhan organisasi.
5. Memeriksa dengan daftar periksa
Auditor menyiapkan daftar periksa yang mencakup objek-objek audit atau
permasalahan yang ingin diketahui.
Auditor dapat merancang sebuah daftar periksa yang sangat spesifik, namun
auditor boleh saja membuat daftar periksa secara umum. (Susilo, 2002, p110)
6. Mencari bukti-bukti
Bukti objektif dapat berupa catatan, dokumen, atau kondisi faktual yang dapat
dianalisa dan dibuktikan kebenarannya.
7. Memeriksa silang
Auditor dapat mengumpulkan data dan informasi dari bagian-bagian lain sebagai
bahan untuk menilai fakta-fakta yang ada pada suatu fungsi yang tengah diaudit.
33
8. Mewawancarai auditee
Auditor dapat mewawancarai beberapa personil pada unit yang sedang diperiksa
untuk meminta penjelasan, menanyakan, mengklarifikasi permasalahan untuk
memperoleh data informasi. Metode wawancara dapat menggunakan model
terpimpin, bisa juga model bebas.
9. Melakukan survei dengan angket
Cara survei melalui angket seperti ini tidak langsung menghasilkan informasi.
Data yang masuk perlu diolah dan hasilnya di analisa. Dari hasil analisa bisa
diketahui apakah ada indikasi awal mengenai aspek-aspek yang ingin diketahui.
10. Melengkapi informasi dari sumber luar
Auditor dapat mengumpulkan data primer secara internal dari karyawan dengan
pendekatan-pendekatan tertentu. Atau auditor mengupayakan memperoleh data
primer secara eksternal dari mantan karyawan.
11. Menilai data dan fakta (menganalisa)
Auditor melakukan penilaian atas data dan informasi yang telah dikumpulkan
sampai dapat ditarik suatu kesimpulan.
12. Menyimpulkan
Data yang telah dikumpulkan dari berbagai kegiatan selama proses audit, dioleh
menjadi informasi dan akhirnya auditor harus menyimpulkan. Kesimpulan dapat
bersifat positif atau kesimpulan signifikan yang merupakan temuan audit yang
mengandung nilai substansial untuk ditindaklanjuti.
34
2.3 Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
2.3.1 Pengertian Sistem
Menurut O’Brien dan Marakas (2008, p24), sistem didefinisikan sebagai
sekumpulan komponen yang saling terkait, dengan batas jelas, bekerja bersama untuk
mencapai seperangkat tujuan dengan menerima input dan menghasilkan output dalam
proses transformasi terorganisir.
Menurut Bentley dan Whitten (2007, p6), sebuah sistem adalah sekelompok
komponen yang saling terkait yang fungsinya bersama-sama untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
Jadi sistem adalah sekumpulan komponen yang menjalankan pola yang terpadu
dengan menerima input dan menghasilkan output untuk mencapai tujuan tertentu.
2.3.2 Pengertian Informasi
Informasi menurut O’Brien dan Marakas (2008, p32) sebagai data yang telah
dikonversi menjadi konteks yang bermakna dan berguna bagi pengguna akhir tertentu.
Sedangkan, menurut McLeod dan Schell (2007, p9) informasi adalah pemrosesan
data dengan berarti, itu biasanya menyatakan sesuatu yang pengguna belum ketahui.
Informasi menurut Laudon (2010, p46) adalah data yang telah dibentuk menjadi
bentuk yang bermakna dan berguna untuk umat manusia.
Jadi informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna untuk para
pengguna.
35
2.3.3 Pengertian Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
Menurut Rivai dan Sagala (2009, p1015), sistem informasi sumber daya manusia
adalah prosedur sistematik untuk pengumpulan, menyimpan, mempertahankan, menarik
dan memvalidasi data yang dibutuhkan oleh sebuah perusahaan untuk meningkatkan
keputusan SDM.
HRIS Menurut Kavangh dan Thite (2009, p13) didefinisikan sebagai Sistem yang
digunakan untuk memperoleh, menyimpan, memanipulasi, menganalisis,
mengumpulkan, dan mendistribusikan informasi mengenai sumber daya manusia
organisasi. Sebuah HRIS bukan hanya komputer hardware dan software HR yang terkait
terkait. Meskipun HRIS meliputi hardware dan software, juga termasuk orang, bentuk,
kebijakan dan prosedur, dan data.
Jadi sistem informasi sumber daya mausia adalah sebuah sistem yang yang
digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola dan mendistribusikan data
yang berhubungan dengan sumber daya manusia untuk mendukung keputusan SDM.
2.3.4 Manfaat Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
Manfaat sistem informasi SDM adalah menilai suplai SDM berdasarkan
pendapat Rivai dan Sagala (2009, p1021) meliputi:
1. Memeriksa kapabilitas-kapabilitas karyawan-karyawan saat ini guna mengisi
kekosongan-kekosongan yang diproyeksikan di dalam perusahaan.
2. Menyoroti posisi-posisi yang para pemegang jabatannya diperkirakan akan
dipromosikan, pensiun atau diberhentikan.
36
3. Menggambarkan pekerjaan-pekerjaan yang spesifik atau kelas-kelas
pekerjaan yang mempunyai tingkat perputaran, pemecatan, ketidakhadiran,
kinerja, dan masalah yang tinggi yang melebihi kadar normal.
4. Mempelajari komposisi usia, suku dan jenis kelamin dari berbagai pekerjaan
guna memastikan apakah semua itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan rekrutmen, seleksi, pelatihan, dan
pengembangan dalam rangka memastikan penempatan yang tepat waktu
karyawan-karyawan bermutu ke dalam lowongan-lowongan pekerjaan.
6. Perencanaan sumber daya manusia untuk mengantisipasi pergantian-
pergantian dan promosi-promosi.
7. Laporan-laporan kompensasi untuk memperoleh informasi menyangkut
seberapa besar setiap karyawan dibayar, biaya-biaya kompensasi
keseluruhan, dan biaya-biaya finansial dari setiap kenaikan-kenaikan gaji dan
perubahan-perubahan kompensasi.
8. Riset sumber daya manusia untuk melaksanakan penelitian dalam
permasalahan, seperti perputaran karyawan dan ketidakhadiran, atau
menemukan tempat yang paling produktif guna mencapai calon-calon baru.
9. Penilaian kebutuhan pelatihan untuk menganalisis kinerja individu dan
menentukan karyawan-karyawan mana yang memerlukan pelatihan lebih
lanjut.
2.3.5 Komponen Sistem Informasi SDM
Komponen sistem informasi sumber daya manusia berdasarkan pendapat Rivai
dan Sagala (2009, p1025) adalah:
37
1. Fungsi masukan, yaitu memasukkan informasi karyawan ke dalam sistem
informasi.
2. Fungsi pemeliharaan data, setelah data dimasukkan ke dalam sistem
informasi, fungsi pemeliharaan data (data maintenance function) akan
memperbaharui dan menambahkan data baru ke dalam basis data yang
ada.
3. Fungsi keluaran, fungsi yang paling terlihat jelas dari sebuah sistem
informasi SDM adalah keluaran yang dihasilkan. Untuk menghasilkan
keluaran yang bernilai bagi pemakai-pemakai komputer, sistem informasi
SDM harus memproses keluaran tersebut, membuat kalkulasi-kalkulasi
yang diperlukan, dan setelah itu memformat presentasinya dalam cara
yang dapat dimengerti oleh para pemakai.
2.3.6 Sumber-sumber Sistem Informasi SDM
Sumber-sumber sistem informasi SDM berdasarkan pendapat Rivai dan Sagala
(2009, p1026) adalah:
1. Borang lamaran
2. Evaluasi-evaluasi kinerja
3. Maklumat-maklumat perubahan karyawan
4. Tindakan-tindakan indisipliner
5. Daftar gaji
38
2.4 Konsep Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
2.4.1 Pengertian Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Menurut Mathiassen et al. (2000, p135), Object Oriented Analysis and Design
(OOAD) adalah metode untuk menganalisis dan merancang sistem dengan pendekatan
berorientasi objek.
2.4.2.Keuntungan Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Keuntungan menggunakan OOAD berdasarkan pendapat Mathiassen et al.
(2000,pp5-6) adalah:
a) OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem.
b) Dapat menangani data yang seragam dalam jumlah yang besar dan
mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.
c) Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan berorientasi
objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.
2.4.3 Aktivitas utama dalam Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Menurut Mathiassen et al. (2000, pp14-15) menjelaskan empat buah aktivitas
utama dalam analisis dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan dalam
Gambar 2.2 dibawah ini :
39
Gambar 2.2 Aktivitas Utama dalam OOAD
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p15)
2.4.4 System Definition
System Definition menurut Mathiassen et al. (2000, p24) adalah suatu gambaran
secara umum dari sistem yang terkomputerisasi yang digambarkan dalam bahasa alami.
System definition menyatakan properti fundamental untuk pengembangan sistem dan
penggunaanya. System definition juga menggambarkan hubungan dalam sistem,
informasi yang harus dikandungnya, fungsi yang harus disediakan, dimana akan
digunakan dan kondisi pengembangan yang akan diterapkan.
Dalam system definition, dikenal FACTOR sebagai standar kriteria dalam
penentuan sistem definisi. FACTOR terdiri dari enam elemen, yaitu :
• Functionality: fungsi-fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application
domain.
• Application domain: bagian dari organisasi yang mengadministrasikan,
memonitor,dan mengontrol sebuah problem domain.
• Conditions: kondisi yang mendasari sistem yang akan dikembangkan dan
40
digunakan.
• Technology: teknologi yang akan digunakan dalam pengembangan sistem dan
teknologi yang akan menjalankan sistem.
• Objects: objek utama dalam problem domain.
• Responsibility: Tanggung jawab keseluruhan sistem dalam hubungannya
dengan konteks.
2.4.5 Rich Picture
Rich picture menurut Mathiassen et al. (2000, p26) adalah sebuah gambaran
informal yang digunakan oleh pengembang sistem untuk menyatakan pemahaman
mereka terhadap situasi dari sistem yang sedang berlangsung. Rich picture juga dapat
digunakan sebagai alat yang berguna untuk memfasilitasi dan menggambarkan
komunikasi yang baik antara pengguna dengan sistem. Rich picture difokuskan pada
aspek-aspek penting dari sistem tersebut, yang ditentukan oleh pengembang dengan
mengunjungi perusahaan untuk melihat bagaimana sistem itu beroperasi, berbicara
dengan orang – orang yang mengerti apa yang terjadi atau seharusnya terjadi, dan
mungkin melakukan beberapa wawancara informal maupun formal.
2.4.6 Problem Domain Analysis
Problem domain analysis menurut Mathiassen et al. (2000, p6) merupakan
analisis terhadap sistem bisnis dalam dunia nyata yang dapat diatur, dimonitor, atau
dikendalikan oleh sistem dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan membuat model dari
problem domain.
41
Tujuan dari problem-domain analysis adalah untuk membangun sebuah model
yang dapat digunakan untuk merancang dan mengimplementasikan sebuah sistem yang
dapat memproses, berkomunikasi, dan menyajikan informasi mengenai problem domain
(Mathiassen et al., 2000, p46). Aktivitas dalam problem domain analysis dapat dilihat
pada Gambar 2.3 dibawah ini.
Gambar 2.3 Aktivitas dalam Problem Domain Analysis Sumber: Mathiassen et al.(2000, p46)
2.4.6.1 Classes
Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), class adalah sebuah deskripsi dari
kumpulan objek-objek yang mempunyai struktur, behavioural pattern dan attribute
yang sama.
Sedangkan Object adalah suatu entitas yang memiliki identitas, state dan
behaviour. Event adalah kejadian yang melibatkan satu atau lebih objek. (Mathiassen et
al., 2000, p51)
Mengacu pada Mathiassen et al. (2000, p49) kegiatan class akan menghasilkan
event table. Dalam tabel ini dimensi horizontal dari event table menggambarkan class-
42
class yang terpilih, sementara dimensi vertikal berisi event-event terpilih dan tanda cek
digunakan untuk mengindikasikan objek-objek dari class yang berhubungan dalam event
tertentu. Contoh event table dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Contoh Event Table Event Su
rat P
erm
inta
an
Tena
ga K
erja
Pela
ma r
Sura
t Pan
ggila
n Te
s
Tes P
elam
a r
Nila
i Tes
Sura
t Pen
gang
kata
n K
raya
wan
Kar
yaw
an
meminta_tenaga_kerja + melamar + + memanggil_tes * + melakukan_tes_ * + + menilai_tes * + * mengangkat + + mendaftar_karyawan + +
Class
2.4.6.2 Structure
Menurut Mathiassen et al. (2000, p69), dalam kegiatan structure bertujuan untuk
menggambarkan tambahan hubungan struktural diantra object dan class. Hasil dari
kegiatan ini adalah class diagram dengan hubungan struktural antara class dan object.
Structure dibagi menjadi 2 tipe (Mathiassen et al., 2000, pp72-77), yaitu:
1. Class structure,meliputi :
a. Generalization adalah suatu kelas yang umum (kelas super) yang menggambarkan
properti umum untuk suatu group yang memiliki kelas khusus (sub kelas). Contoh
generalization structure diperlihatkan pada Gambar 2.4 dibawah ini.
43
cd Class Diagram
Karyawan
Personnel_Staff Training_Staff
Gambar 2.4 Contoh Generalization Structure
b. Cluster adalah kumpulan dari kelas yang berhubungan. Contoh cluster structure
diperlihatkan pada Gambar 2.5 dibawah ini.
cd Cluster
Pelatihan
+ Detail_Usulan_Karyawan+ Evaluasi_Pelatihan+ Jadwal_Pelatihan+ Kuota_Departemen+ Pelatihan+ Usulan_Pelatihan
Penilaian Kinerja
+ Catatan_Kejadian+ Critical_Incident_Method+ Detail_Penilaian_Kinerja+ Indikator_Penilaian_Kinerja+ Penilaian_Kinerja
Gambar 2.5 Contoh Cluster Structure
2. Object structure, meliputi:
a. Aggregation adalah suatu objek superior (keseluruhan) yang berisi jumlah dari
objek atau bagiannya. Contoh agregation structure diperlihatkan pada Gambar
2.6 dibawah ini.
cd Class Diagram
PelatihanJadwal_Pelatihan
11..*
Gambar 2.6 Contoh Agregation Structure
44
b. Association adalah sutu hubungan yang berarti antara sejumlah object. Contoh
association structure diperlihatkan pada Gambar 2.7 dibawah ini.
cd Class Diagram
Surat_Pengangkatan_KaryawanPelamar1 1
Gambar 2.7 Contoh Association Structure
2.4.6.3 Behaviour
Menurut Mathiassen et al. (2000, p89), tujuan behaviour adalah untuk untuk
memberi model dinamis pada problem domain.Tugas utama dalam kegiatan ini,
menggambarkan pola perilaku (behaviour pattern)dan attributes dari setiap class. Hasil
dari kegiatan ini adalah statechart diagram yang dapat dilihat pada Gambar 2.8 dibawah
ini.
sm Nilai _Tes
Valued
[tidak_lulus]
[lulus]/menilai_tes
/menilai_tes
Gambar 2.8 Contoh State Chart Nilai Tes
Ada 3 notasi untuk behavioural pattern (Mathiassen et al., 2000, p93), yaitu:
• Sequence, dimana event muncul satu per satu secara berurutan.
• Selection, dimana terjadi pemilihan satu event dari sekumpulan event yang muncul.
• Iteration, dimana sebuah event muncul sebanyak nol atau beberapa kali.
45
2.4.7 Application Domain Analysis
Application domain menurut Mathiassen et al. (2000, p115) adalah suatu bagian
dari organisasi yang mengatur, memonitor, atau mengendalikan problem domain.
Tujuannya adalah untuk menentukan kebutuhan pemakaian sistem (user requirement).
Aktivitas dalam application domain analysis dapat dilihat pada Gambar 2.9 di bawah
ini.
Gambar 2.9 Aktivitas dalam Application Domain Analysis
Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p117)
2.4.7.1 Usage
Menurut Mathiassen et al. (2000, p119) tujuan dari kegiatan usage adalah untuk
menentukan bagaimana actor berinteraksi dengan sebuah sistem. Definisi actor adalah
suatu abstraksi dari pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem yang
dituju, sedangkan use case adalah suatu pola dari interaksi antara sistem dan actor dalam
application domain. Hasil dari kegiatan usage adalah deskripsi semua use case dan aktor
yang terlihat pada actor table.
46
2.4.7.2 Function
Menurut Mathiassen et al. (2000, p138) function adalah fasilitas untuk membuat
sebuah model menjadi berguna bagi actor. Ada 4 tipe function, yaitu:
• Update function adalah fungsi yang diaktifkan oleh event dari problem domain
dan menghasilkan perubahan dari state model.
• Signal function adalah fungsi yang diaktifkan oleh perubahan state model dan
menghasilkan reaksi dalam konteks. Reaksi ini mungkin sebuah tampilan kepada
actor di application domain.
• Read function adalah fungsi yang diaktifkan dengan adanya kebutuhan informasi
pada sebuah tugas kerja pada actor dan sistem akan menampilkan informasi yang
berhubungan dengan bagian model.
• Compute function adalah fungsi yang diaktifkan oleh adanya kebutuhan
informasi pada sebuah tugas kerja pada actor dan terdiri dari perhitungan
sejumlah informasi.
2.4.7.3 Interface
Menurut Mathiassen et al. (2000, p151), interface adalah fasilitas untuk membuat
sebuah model menjadi berguna bagi actor. Ada dua jenis interface yaitu :
• User interface adalah interface yang menghubungkan sistem dengan user.
• System interface adalah interface yang menghubungkan sistem dengan sistem
lainnya.
47
2.4.7.4 Sequence Diagram
Menurut Bennett et al. (2010, p262), sequence diagram adalah ekuivalen
semantic untuk mengkomunikasi diagram dalam interaksi yang sederhana. Sebuah
sequence diagram menunjukkan sebuah interaksi diantara objek-objek yang disusun
dalam sebauah urutan waktu. Aplikasi umum dari sebuah sequence diagram adalah
untuk mewakili obyek rinci interaksi yang terjadi untuk satu use case atau untuk satu
operasi.
Dalam sequence diagram terdapat satu buah notasi yang disebut fragment.
Fragment yang digunakan pada sequence diagram dimaksudkan untuk memperjelas
bagaimana sequence ini saling dikombinasikan. Tipe interaksi operator yang dapat
digunakan dalam fragment dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.2 Tipe Interaksi Operator yang Dapat Digunakan dalam Fragment Interaction Operator Penjelasan dan Kegunaan
alt Alternatives mewakili alternatif behaviour, setiap behaviour ditampilkan dalam operasi yang terpisah.
opt Option merupakan pilihan tunggal atas operasi yang hanya akan dieksekusi apabila batasan interaksi bernilai true
break Break mengindikasi bahwa dalam combined fragment ditampilkan sementara oleh sisa dari interaction fragment yang terlampir.
par Paralel mengindikasi bahwa eksekusi operasi dalam combined fragment dapat digabungkan dalam sequence manapun.
seq Weak Sequencing menghasilkan urutan dari tiap operasi yang telah di-maintain tetapi terjadinya suatu event berbeda operasinya dalam perbedaan lifeline yang dapat terjadi dalam urutan apapun.
strict Strict Sequencing membuat sebuah strict sequence berada dalam eksekusi sebuah operasi tetapi tidak termasuk urutan dalam operasi.
neg Negative menggambarkan sebuah operasi yang bersifat invalid.
critical Critical Region mengadakan sebuah batasan dalam sebuah operasi yang tidak memiliki event yang terjadi dalam lifeline.
ignore Ignore menandakan tipe pesan, spesifikasi sebagai parameter, yang seharusnya diabaikan dalam sebuah interaksi.
consider Consider merupakan keadaan dimana pesan-pesan seharusnya dipertimbangkan dalam sebuah interaksi.
48
assert Assertion merupakan keadaan bahwa sebuah sequence dari pesanan dalam operasi hanya satu-satunya yang memiliki lanjutan yang bersifat sah.
loop Loop digunakan untuk mengindikasi sebuah operasi yang diulang berkali-kali sampai batasan interaksi untuk perulangan berakhir.
Sumber : Bennett et al. (2010, p279)
2.4.8 Architectural Design
Tujuan dari architectural design menurut Mathiassen et al. (2000, p173) adalah
untuk mengstrukturisasi sebuah sistem yang terkomputerisasi. Hasil yang diperoleh
berupa struktur untuk komponen-kompenen dari sebuah sistem dan proses. Aktivitas
dalam architectural design dapat dilihat pada Gambar 2.10 dibawah ini.
Gambar 2.10 Aktivitas dalam Architectural Design
Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p176)
2.4.8.1 Criterion
Menurut Mathiassen et al. (2000, p177) tujuan dari criteria adalah untuk
mengatur prioritas perancangan. Criteria klasik untuk kualiatas software dapat dilihat
pada Tabel 2.3 dibawah ini.
49
Tabel 2.3 Criteria Klasik untuk Kualitas Software Criteria Pengukuran dari
Usable Kemampuan adaptasi sistem terhadap konteks organisasi, hubungan kerja dan teknikal.
Secure Pencegahan melawan akses yang tidak terotorisasi terhadap data dan fasilitas.
Efficient Eksploitasi secara ekonomis dari fasilitas technical platform. Correct Pemenuhan terhadap persyaratan. Reliable Pemenuhan terhadap ketelitian eksekusi function. Maintainable Biaya untuk menempatkan dan memperbaiki sistem yang rusak.
Testable Biaya untuk memastikan bahwa sistem yang dikembangkan dapat menjalankan fungsi-fungsinya.
Flexible Biaya untuk memodifikasi sistem yang dikembangkan.
Comprehensible Usaha yang dibutuhkan untuk mendapatkan pemahaman dari sistem.
Reusable Berpotensi untuk menggunakan bagian sistem dalam sistem lain yang berhubungan.
Portable Biaya untuk memindahkan sistem ke teknikal platform yang lain. Interoperable Biaya untuk menggabungkan suatu sistem ke sistem lain.
Sumber : Mathiassen et al. (2000, p178)
2.4.8.2 Component Architecture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p190) component architecture merupakan
struktur sistem yang saling berhubungan dengan komponen-komponen. Sedangkan
komponen adalah sekumpulan dari bagian program yang membentuk sebuah kesatuan
dan memiliki tanggung jawab yang jelas. Ada tiga pola umum dalam desain komponen
arsitektur yaitu arsitektur layered, arsitektur generic dan arsitektur client-server. Pada
architecture client-servert terdapat beberapa jenis distribusi yang dapat dilihat pada
Tabel 2.4 dibawah ini.
50
Tabel 2.4 Jenis Distribusi Architecture Client-Server Client Server Architecture
U U + F + M Distributed Presentation U F + M Local Presentation U + F F + M Distributed Functionality U + F M Centralized Data U + F + M M Distributed Data
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p200) 2.4.8.3 Process Architecture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p209) process architecture merupakan sebuah
struktur eksekusi sistem yang terdiri dari prose-proses yang saling bergantungan.
Sedangkan processor adalah alat yang akan menjalankan program. Tujuan dari proses
ini adalah untuk menetapkan struktur fisik dalam sistem dan hasilnya berupa deployment
diagram. Pola untuk menempatkan komponen pada processor terdiri dari centralized
pattern, distribution patten, dan decentralization pattern.
2.4.9 Component Design
Tujuan dari component design menurut Mathiassen et al. (2000, p231) adalah
untuk menetapkan sebuah implementasi dari kebutuhan pada sebuah kerangka kerja
arsitektur. Aktivitas dalam component design dapat dilihat pada Gambar 2.11 dibawah
ini.
Gambar 2.11 Aktivitas dalam Component Design
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p232)
51
2.4.10 Model Component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p235) model component adalah suatu bagian
dari sistem yang mengimplementasikan problem domain. Tujuan dari model component
adalah untuk mengirimkan data sekarang dan historic ke function, interface dan
pengguna dan sistem yang lain. Hasil dari model component berupa revised class
diagram dari aktivitas analisis.
Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam model component adalah
mempresentasikan private event, mempresentasikan common event dan restrukturisasi
class. Private events adalah event yang hanya melibatkan hanya satu object problem-
domain. Tabel 2.5 dibawah ini merupakan pedoman untuk merepresentasikan private
events.
Tabel 2.5 Pedoman untuk Merepresentasikan Private Events Event-event yang hanya terjadi pada sequence dan selection
• Representasikan event-event ini sebagai state attribute pada class yang digambarkan oleh statechart diagram. Setiap kali ada salah satu dari events yang terlibat timbul, maka sistem akan menugaskan nilai yang baru kepada state attribute.
• Integrasikan attribute dari event yang terlibat ke dalam class. Event-event yang terjadi berulangulang (iteration)
• Representasikan event-event ini sebagai suatu class baru dan hubungkan class tersebut dengan class yang dijabarkan pada statechart diagram dengan menggunakan struktur aggregation. Untuk setiap iterasi, sistem akan menghasilkan suatu object baru dari class.
• Integrasikan attribute event ke dalam class yang baru.
Jika suatu event adalah common sehingga mempengaruhi beberapa objek, maka
event tersebut perlu dihubungkan dengan salah satu objek dan dibuat hubungan
structural dengan objek lain agar tetap dapat mengaksesnya. Tabel 2.6 dibawah ini
merupakan pedoman untuk merepesentasikan common events.
52
Tabel 2.6 Pedoman untuk Merepresentasikan Common Events Common event • Jika event yang terlibat dalam statechart diagram dalam cara
yang berbeda, representasikan event tersebut dalam hubungannya ke class yang menawarkan representasi paling sederhana
• Jika event yang terlibat dalam statechart diagram dalam cara yang sama, pertimbangkan alternatif representasi yang mungkin antara satu sama lain.
2.4.11 Function Component
Function Component menurut Mathiassen et al. (2000, p251) merupakan bagian
dari sebuah sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuannya adalah
untuk memberikan user interface dan komponen sistem lain untuk mengakses model.
Hasilnya adalah sebuah class diagram dengan operasi dan spesifikasi operasi yang
kompleks.
Berikut adalah sub kegiatan dalam component function (Mathiassen et al., 2000,
p253) :
1. Merancang function sebagai operation berdasarkan tipenya.
2. Menelusuri pola yang dapat membantu dalam implementasi function sebagai
operation.
3. Spesifikasikan operasi yang kompleks.
2.4.12 Connecting Components
Tujuan dari connecting components menurut pendapat Mathiassen et al. (2000,
p271) adalah menghubungkan komponen sistem yang akan menghasilkan class
diagram dari komponen tersebut. Jadi pada aktivitas ini, hubungan antar komponen
dirancang untuk mendapatkan desain yang fleksibel dan comprehensible. Untuk itu
53
dibutuhkan evaluasi dari coupling dan cohesion. Coupling adalah ukuran tentang
seberapa dekat dua class atau component dihubungkan. Cohesion adalah ukuran tentang
seberapa baik sebuah class atau component terikat bersama. Hasil dari aktivitas
connecting components ini adalah class diagram yang mana ketergantungannya berubah
menjadi connection.
Tiga bentuk connections menurut Mathiassen et al. (2000, p275) adalah:
1. Class aggregation, yaitu mengagregasikan kelas-kelas dari component lain.
Koneksi ini berguna ketika class definition sudah ada di dalam component lain.
Umumnya coupling-nya rendah, namun sulit mencapai cohesive.
2. Class specialization, yaitu menspesialisasikan public class dari component lain.
3. Operation call, yaitu memanggil public operations di dalam object-object dari
component lain. Umumnya coupling-nya rendah dan cohesion tinggi.
54
2.5 Kerangka Pikir
Gambar 2.12 Kerangka Pikir
Recommended