View
226
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Menurut Slavin (Isjoni, 2011:15)
“In cooperative learning methods, students work together in four member teams
to master material initially presented by the teacher”. Ini berarti bahwa
cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil
berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik
lebih bergairah dalam belajar. Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009: 15)
menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih
baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.
Sejalan dengan penjelasan diatas, menurut Depdiknas (2003)
“Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi
pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Sedangkan
Suprijono Agus (2010) “Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih
luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin
oleh guru atau diarahkan oleh guru”.
Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang mendorong
siswa untuk aktif bertukar pikiran dengan sesamanya dalam memahami suatu
materi pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok. Belajar kooperatif menekankan pada kerjasama,
9
saling membantu dan berdiskusi bersama dalam menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan.
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble
Harjasurjana dan Mulyati dalam Rahayu (2007) “Mengemukakan
bahwa Istilah “Scramble” di pinjam dari bahasa inggris yang berarti perbuatan,
pertarungan, perjuangan.” Istilah ini digunakan untuk sejenis permainan kata,
dimana permainan menyususn huruf-huruf yang telah diacak susunannya menjadi
suatu kata yang tepat. Yang dimaksud dengan scramble adalah sebuah permainan
yang dapat dilakukan oleh 2 atau 4 orang dalam satu kelompok, dalam permainan
tersebut para pemainnya harus menyusun kembali kata-kata dari huruf-huruf,
kalimat dari kata-kata, dan wacana dari potongan kalimat-kalimat yang
susunannya telah diacak terlebih dahulu.Teknik ini digunakan untuk sejenis
permainan anak-anak. Melalui permainan ini, anak-anak berlomba untuk
menyusun kalimat dari kata-kata yang tersedia. Permainan ini dapat melatih anak-
anak untuk aktif.
Scramble berasal dari bahasa Inggris yang diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia berarti perebutan, pertarungan, perjuangan. Seperti yang
diungkapkan oleh Komalasari, (2010: 84) model pembelajaran scrambel
merupakan model yang mengajak siswa mencari jawaban terhadap suatu
pertanyaan atau pasangan dari suatu konsep secara kreatif dengan cara menyusun
huruf-huruf yang disusun secara acak sehingga membentuk suatu jawaban atau
pasangan konsep yang dimaksud, sedangkan Soeparno (1998) berpendapat
bahwa model scramble adalah salah satu permainan bahasa, pada hakikatnya
permainan bahasa merupakan suatu aktifitas untuk memperoleh keterampilan
tertentu dengan cara menggembirakan.
Scramble merupakan medel mengajar dengan membagikan lembar
soal dan lembar jawaban yang disertai dengan alternatif jawaban yang
disediakan. Siswa diharapkan mampu mencari jawaban dan cara penyelesaian dari
soal jawaban yang ada. Dijelaskan juga oleh Daud, (2010) bahwa istilah scramble
berasal dari bahasa inggris yang berarti “perebutan, pertarungan, perjuangan”
10
scramble dipakai untuk jenis permainan anak-anak yang merupakan latihan
pengembangan dan peningkatan wawasan pemikiran kosakata.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pemebelajaran kooperatif tipe scramble berbentuk permainan kelompok dengan
acak kata, kalimat, atau paragraf. Pembelajaran model scramble adalah sebuah
model yang menggunakan penekanan latihan soal acak kata berupa permainan
yang dikerjakan secara berkelompok. Dalam metode pembelajaran ini perlu
adanya kerja sama antar anggota kelompok untuk saling membantu teman
sekelompok untuk dapat berfikir kritis sehingga dapat lebih mudah mencari
penyelesaian soal. Model permainan ini diharapkan dapat memacu hasil belajar
siswa dalam pelajaran IPS.
1) Prosedur (langkah-langkah) Pembelajaran dengan Model Scramble
Pembelajaran metode scramble, memiliki kesamaan dengan model
pembelajaran lainnya, siswa dikelompokkan secara acak berdasarkan
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, atau jika memungkinkan, anggota
kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.
Pernyataan ini diungkapkan oleh Lestari (2009). Seperti yang dipaparkan oleh
Huda (2010) sintak model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe scramble
dapat dilakukan seorang guru dengan tahap-tahap berikut ini.
a) Guru menyajikan materi sesuai topik, misalkan guru menyajikan
materi pelajaran tentang “Kegiatan Ekonomi.”
b) Setelah selesai menjelaskan tentang Kegiatan Ekonomi, guru
membagikan lembar kerja dengan jawaban yang diacak susunanya.
c) Guru memberi durasi tertentu untuk pengerjaan soal.
d) Siswa dalam kelompok mengerjakan soal berdasarkan waktu yang
telah ditentukan guru.
e) Guru mengecek durasi waktu sambil memeriksa pekerjaan siswa.
f) Jika waktu pengerjaan soal sudah habis, kelompok wajib
mengumpulkan lembar jawaban kepada guru. Dalam hal ini, baik
siswa yang selesai maupun tidak selesai harus mengumpulkan jawaban
g) Guru melakukan penilaian berdasarkan seberapa benar soal yang
dikerjakan.
h) Guru memberikan apresiasi dan rekognisi kepada kelompok yang
berhasil, memberi semangat kepada kelompok yang belum cukup
berhasil menjawab dengan cepat dan benar.
11
Untuk membuat media pembelajan scramble guru dapat mengikuti langkah-
langkah berikut ini:
a) Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
b) Buatlah jawaban yang diacak hurufnya
No Soal Jawaban
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sebelum mengenal uang orang melakukan
pertukaran dengan cara...
... digunakan sebagai alat pembayaran sah.
Uang... saat ini banyak dipalsukan.
Nilai bahan pembuatan uang disebut nilai...
Kemampuan uang untuk ditukar dengan barang
atau jasa disebut nilai...
Nilai perbandingan uang dalam negari dengan
mata uang asing disebut...
Nilai yang tertulis pada uang disebut nilai...
Dorongan seseorang untuk menyimpan uang
disebut...
Perintah tertulis seseorang yang mempunyai
rekening bank untuk membayar sejumlah uang
disebut...
TARREB
GANU
TRASEK
KISTRINI
LIRI
SRUK
MINALON
SAKSITRAN
KEC
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa model pembelajaran scramble ini adalah model pembelajaran
kelompok yang membutuhkan kreativitas serta kerjasama siswa dalam
kelompok. Metode ini memberi sedikit sentuhan permainan acak kata, dengan
harapan dapat menarik perhatian siswa.
3. Kekurangan dan Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Scramble
Setiap model pembelajaran selalu memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing begitu juga model kooperatif tipe scramble. Menurut Huda(2010)
metode kooperatif tipe scramble memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu:
12
a. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble
1) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang dikerjakan dalam kelompoknya, setiap anggota kelompok
harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai
tujuan yang sama, setiap anggota kelompok harus membagi tugas
dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya,
setiap anggota kelompok akan dikenai evaluasi, setiap anggota
kelompok berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan setiap anggota
kelompok akan diminta pertanggung jawaban secara individual materi
yang ditangan dalam kelompok, sehingga dalam teknik ini setiap
siswa tidak ada yang diam karena setiap individu di kelompok diberi
tanggung jawab akan keberhasilan kelompoknya.
2) Metode pembelajaran ini akan memungkinkan siswa untuk belajar
sambil bermain. Mereka dapat berekreasi sekaligus belajar dan
berfikir, mempelajari sesuatu secara santai dan tidak membuatnya
stres atau tertekan.
3) Selain untuk menimbulkan kegembiraan dan melatih keterampilan
tertentu, metode scramble juga dapat memupuk rasa solidaritas dalam
kelompok.
4) Materi yang diberikan melalui salah satu metode permainan ini
biasanya mengesankan dan sulit untuk dilupakan.
5) Sifat kompetitif dalam metode ini dapat mendorong siswa
berlomba-lomba untuk maju.
b. Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble
1) Pembelajaran ini terkadang sulit dalam merencanakannya, oleh
karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
2) Terkadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu
yang panjang sehingga guru sulit menyesuaikannya dengan waktu
yang telah ditentukan.
3) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan
siswa menguasai materi pelajaran, maka pembelajaran ini akan sulit di
implementasikan oleh guru.
4) Metode permainan seperti ini biasanya menimbulkan suara gaduh. Hal
tersebut jelas akan menggangu kelas yang berdekatan
2.1.2 Hakekat Minat
Minat merupakan masalah yang paling penting di dalam pendidikan,
apalagi bila dikaitkan dengan aktivitas seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Minat yang ada pada diri seseorang akan memberi gambaran dalam aktivitas
untuk mencapai suatu tujuan.Minat merupakan suatu keinginan yang dimiliki
13
oleh seseorang secara sadar. Minat tersebut mendorong seseorang untuk
memperoleh subyek khusus, aktifitas, pemahaman, dan ketrampilan untuk
tujuan perhatian ataupun pencapaian yang diinginkan oleh oleh seseorang
tersebut. Minat juga berkaitan dengan perasaan seseorang tentang suka atau
senang terhadap suatu objek atau aktivitas. Dalam Kamus Besar bahasa
Indonesia (2006: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang
tinggi terhadap sesuatu.
Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan keterkaitan yang
kuat faktor-faktor internal lain pada diri siswa, seperti perhatian,
keingintahuan, motivasi dan kebutuhan terhadap sesuatu (Tim WRI: 2001).
Selanjutnya menurut Muhibbin Syah (2008) secara sederhana, minat (interest)
berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Painun (1994) minat adalah suatu perasaan dapat positif, dan
dapat juga negatif terhadap orang, aktivitas, maupun benda, apabila perasaannya
positif maka akan dilaksanakan dan apabila perasaanya negative maka
orang, aktifitas maupun benda itu akan ditinggalkan. Slameto (2010:180)
menyatakan bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada
suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh..
Minat merupakan masalah yang penting dalam pendidikan, apa lagi
dikaitkan dengan aktivitas seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Minat
yangada pada diri seseorang akan memberikan gambaran dalam aktivitas
untuk mencapai tujuan. Di dalam belajar banyak siswa yang kurang berminat
dan yang berminat terhadap pelajaran termasuk didalamnya adalah aktivitas
praktek maupun teori untuk mencapai suatu tujuan yang nantinya akan
menjadikan sisiwa menjadi kesulitan belajar.
Seperti pendapat Abu Ahmad (2004) Tidak adanya minat seseorang
anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Dengan diketahuinya
minat seseorang akan dapat menentukan aktivitas apa saja yang dipilihnya
dan akanmelakukannya dengan senang hati.Minat sangat besar pengaruhnya
14
terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai
dengan minat siswa maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya,
karena tidak ada daya tarik tersendiri baginya. Sehingga siswa malas untuk
belajar, siswa tidak memperoleh kepuasandari pelajaran tersebut. Bahan
pelajaran yang menarik minat siswa, lebih mudahdipelajari dan disimpan
karena minat menambah kegiatan belajar.
Minat merupakan salah satu aspek psikis yang membantu dan
mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, maka minat harus ada
dalam diri seseorang,sebab minat merupakan modal dasar untuk mencapai
tujuan. Dengan demikian minat itu adalah modal yang paling awal sebelum
kita melakukan sesuatu yang kita inginkan atau permulaan dari semua
aktivitas. Misalnya saja seseorang yang menaruh minat terhadap pelajaran
IPS akan mempunyai perhatian lebih dan keingintahuan yang lebih besar dari
pada siswa lainnya.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat di
simpulkan bahwa minat dalam penelitian ini adalah suatu kesukaan dari dalam
diri individu yang menyebabkan individu tersebut mempunyai sikap,
berkeinginan serta ketekunan dan mempunyai dorongan terhadap objek
tertentu tanpa ada yang menyuruh dalam mengikuti pembelajaran
1. Instrumen Minat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia indikator adalah sesuatu yang
dapat memberikan petunjuk/ keterangan (Depdiknas, 2001:430). Kaitannya
dengan minat maka indikator adalah sebagai alat pemantau yang dapat
memberikan petunjuk ke arah minat. Minat seseorang terhadap sesuatu akan
diekpresikan melalui kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan minatnya.
Untuk mengetahui indikator minat dapat dilihat dengan cara menganalisis
kegiaan-kegiatan yang dilakukan individu terhadap objek yang disenangi. Dengan
demikian untuk menganalisis minat belajar siswa dapat digunakan beberapa
indikator minat sebagai berikut :
15
Menurut Slameto (2010:180) “Suatu minat dapat diekspresikan melalui
pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal
daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu
aktivitas. Anak didik yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung
untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.”
Djamarah (2002:132) mengungkapkan bahwa minat dapat diekpresikan
anak didik melalui:
a. Perasaan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.
Unsur yang tak kalah pentingnya adalah perasaan dari siswa terhadap
pelajaran yang diajarkan oleh gurunya. Yang dimaksud dengan perasaan di sini
adalah perasaan senang dan perasaan tertarik. Perasaan merupakan aktivitas psikis
yang di dalamnya subjek menghayati nilai-ni lai dari suatu objek. Perasaan
sebagai faktor psikis non intelektual, yang khusus berpengaruh terhadap
semangat belajar. Jika seorang siswa mengadakan penilaian yang agak spontan
melalui perasaannya tentang pengalaman belajar di sekolah, dan penilaian itu
menghasilkan penilaian yang positif maka akan timbul perasaan senang di hatinya
akan tetapi jika penila iannya negatif maka timbul perasaan tidak senang.
b. Partisipasi dalam aktif dalam suatu kegiatan.
Aktifitas adalah keaktifan atau kegiatan. Aktifitas yang dimaksud adalah
partisipasi langsung dalam suatu kegiatan. Pendapat ini dikukung oleh Suryabrata
(dalam Rubiyo 2011) bahwa aktifitas adalah banyak sedikitnya orang yang
menyatakan diri, menjelmakan perasaan dan pikiran dalam tindakan yang
spontan, sesuai pendapat diatas aktifitas merupakan prilaku yang aktif dalam
melakukan tindakan.
c. Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang
diminatinya tanpa menghiraukan yang lain (fokus).
Perhatian sangatlah penting dalam mengikuti kegiatan dengan baik, dan
hal ini akan berpengaruh pula terhadap minat siswa dalam belajar. Orang yang
menaruh minat pada suatu aktivitas akan memberikan perhatian yang besar. Ia
16
tidak segan mengorbankan waktu dan tenaga demi aktivitas tersebut. Oleh karena
itu seorang siswa yang mempunyai perhatian terhadap suat u pelajaran, ia pasti
akan berusaha keras untuk memperoleh nilai yang bagus yaitu dengan belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, minat belajar siswa dapat dilihat dari
perhatian siswa yang lebih besar dalam melakukan aktivitas atau kegiatan yang
mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Mengacu pada indikator minat dari para ahli diatas maka indikator minat
yang digunakan sebagai acuan penelitian ini adalah indikator-indikator minat
sebagaimana diuraikan sebelumnya yakni meliputi perasaan senang dalam belajar,
rasa ingin tahu yang tinggi dalam belajar, konsentrasi/ perhatian dalam belajar,
dan ketertarikan dalam belajar. Minat yang diungkap melalui penelitian ini adalah
minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS khususnya pada materi
perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi.
2.1.3 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Menurut R. Gagne dalam Djamarah (1999:22) Belajar adalah suatu
proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan
dan tingkah laku . Sedangkan Menurut Slameto (2003:13), belajar merupakan
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Nasution (1995:35) bahwa kegiatan belajar membawa perubahan pada ondividu
yang belajar, perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan
juga dalam bentuk kecakapan , kebiasaan, sikap, ketrampilan wawasan dan pola
fikir mengenai segala aspek organism atau secara pribadi bagi siswa.
Ingkel (1991) dalam Haling (2006) menjelaskan bahwa belajar pada
manusia merupakan suatu proses psikologi yang berlangsung dalam interaksi aktif
subjek dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bersifat konstan/menetap.
17
Dari pengertian di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa terjadinya proses
belajar atau terjadinya perubahan tingkah laku sebelum kegiatan belajar mengajar
di kelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman
belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses belajar itu terjadi secara internal
dan bersifat pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut mengarah
padatercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan dengan
seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan
perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktifitas guru
untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung
optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain pembelajaran
adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar
dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan
mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi
pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa
berlangsung optimal. Dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara
bertujuan dan terkontrol.
2. Hasil Belajar
Menurut Arifin (2001) hasil belajar merupakan indikator dari perubahan
yang terjadi pada individu setelah mengalami proses belajar mengajar, dimana
untuk mengungkapkannya menggunakan suatu alat penilaian yang disusun oleh
guru,seperti tes evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
siswa tersebut memahami dan mengrti pelajarn yang diberikan. Hasil belajar juga
merupakan prestasi yang dicapai oleh siswa dalam bidang studi tertentu untuk
memperolehnya menggunakan standar sebagai pengukuran keberhasialn
seseorang. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan mencakup
bidang kognitif, afektif dan psikomotoris yang berorientasi pada proses belajar
mengajar yang dialami siswa (Sudjana, 2005). Sementara menurut Gronlund
(1985) hasil belajar adalah suatu bagian pelajaran misalnya suatu unit, bagian
ataupun bab tertentu mengenai materi tertentu yang telah dikuasai oleh siswa.
18
Sudjana (2005) mengatakan bahwa hasil belajar itu berhubungan dengan tujuan
instruksional dan pengalaman belajar yang dialami siswa. Adanya tujuan
instruksional merupakan panduan tertulis akan perubahan perilaku yang
diinginkan pada diri siswa , sementara pengalaman belajar meliputi apa-apa yang
dialami siswa baik itu kegiatan mengobservasi, mengobservasi, membaca, meniru,
mencoba sesuatu sendiri, mendengar, mengikuti perintah (Spears, dalam
Sardiman, 2000).
Sistem pendidikan nasional dan rumusan tujuan pendidikan; baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional pada umumnya menggunakan klasifikasi
hasil belajar Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah,
ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil
belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: knowledge (pengetahuan),
comprehension (pemahaman), aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua
aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya
termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang
terdiri dari lima aspek, yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,
organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri atas enam aspek, yakni:
gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan
ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2005).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan pada kognitif, afektif dan psikomotor sebagai pengaruh pengalaman
belajar yang dialami siswa baik berupa suatu bagian, unit, atau bab materi tertentu
yang telah diajarkan. Bloom (dalam Sudjana 2010) membagi hasil belajar dalam
tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.
1) Ranah kognitif
Ranah ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni:
a. Pengetahuan (knowledge)
Tipe hasil pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah. Namun, tipe
hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar yang
19
berikutnya. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi pelajaran. Misalnya
hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana mengguankan
rumus tersebut.
b. Pemahaman
Pemahaman dapat dilihat dari kemampuan individu dalam menjelaskan
sesuatu masalah atau pertanyaan.
c. Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi
khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk
teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi.
Mengulangulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih
menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.
d. Analisis
Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur
atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya.
Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan
kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya.
e. Sintesis
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh
disebut sintesis. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen dimana
menyatukan unsur-unsur menjadi integritas.
f. Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang
mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan
metode, dll.
2) Ranah afekif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar
afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
perhatiaannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai
guru, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
3) Ranah psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill)
dan kemampuan bertindak individu.
Dari berbagai pernyataan ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah penilaian hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam ranah kognitif,
afektif dan psikomotor yang diperoleh sebagai akibat usaha kegiatan belajar
dan dinilai dalam periode tertentu. Di antara ketiga ranah tersebut, ranah
kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena
berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran (Nana Sudjana, 2005: 23). Dalam pembatasan hasil pembelajaran
20
yang akan diukur, peneliti mengambil ranah kognitif pada jenjang pengetahuan
(C1), pemahaman (C2) dan aplikasi (C3).
2.1.4 Hakekat dan Tujuan IPS SD
1. Hakekat IPS SD
Nama Ilmu Pengetahuan Sosial dalam dunia pendidikan dasar dan
menengah di negara kita muncul bersamaan dengan berlakunya kurikulum
SD, SMP, dan SMA tahun 1975. Dilihat pada sisi ini maka bidang studi Ilmu
Pengetahuan Sosial masih “baru” karena bahan yang dikaji sebetulnya bukanlah
baru. Namun cara pandang yang dianutnya memang dapat dianggap baru.
Dalam Sakdan Akbar dkk (2010) terdapat beberapa pendapat tentang pengertian
IPS:
1) Jean Jarolimek (1967): IPS adalah mengkaji manusia dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial dan fisiknya.
2) Wesley: IPS sebagai bagian dari nilai-nilai sosial yang dipilih untuk tujuan
pendidikan.
3) Binning: IPS suatu pelajaran yang berhubungan langsung dengan
perkembangan dan organisasi masyarakat manusia dan manusia sebagai
anggota dari kelompok sosial (1952).
4) Michaelis (1957): IPS dihubungkan dengan manusia dan interaksinya
dengan lingkungan fisik dan sosialnya yang menyangkut hubungan
kemanusiaan.
5) Prof. Dr. D. Nasution, MA. (1975): IPS adalah Suatu program
pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan, yang pada pokoknya
mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan
sosialnya, dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu-ilmu sosial:
geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik dan psikologi
sosial.
Dari penjelasan ahli mengenai pengertian IPS dapat disimpulkan bahwa
IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial.
Merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi
budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia,
yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang
disederhanakan agar mudah dipelajari.
21
Istilah pendidikan IPS dalam menyelenggarakan pendidikan di
Indonesia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan
dari social studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah
tersebut pertama kali digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama
lembaga social studies yang mengembangkan kurikulum AS (Marsh, 1980;
Martoella, 1976).
Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan
oleh Hamid Hasan (1990), mengatakan bahwa pembelajaran Pendidikan IPS
lebih menekankan pada aspek “pendidikan” dari pada “transfer konsep”, karena
dalam pembelajaran pendidikan IPS peserta didik diharapkan memperoleh
pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih
sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah
dimilikinya. Dengan demikian pembelajaran pendidikan IPS harus
diformulasikannya pada aspek kependidikan. Konsep IPS, yaitu: (1) interaksi,
(2) saling ketergantungan, (3) kesinambungan dan perubahan, (4)
keragaman/kesamaan/perbedaan, (5) konflik dan konsesus, (6) pola (patron),
(7) tempat, (8) kekuasaan (power), (9) nilai kepercayaan, (10) keadilan dan
pemerataan, (11) kelangkaan (scarcity), (12) kekhususan, (13) budaya
(culture), dan (14) nasionalisme.
2. Tujuan IPS SD
Mengenai tujuan ilmu pengetahuan sosial, para ahli sering mengaitkannya
dengan berbagai sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan
tersebut. Hamid Hasan (2007) mengatakan bahwa tujuan dari IPS adalah untuk:
mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai
individu maupun sosial dan budaya.
Di sisi lain, melalui pembelajaran IPS diharapkan mampu dikembangkan
aspek pengetahuan dan pengertian (knowledge and understanding), aspek sikap
dan nilai (atitude and value), dan aspek keterampilan (skill) (Skeel, 1995;
22
Jarolimek, 1993). Untuk skala Indonesia, maka tujuan IPS khususnya
pembelajaran IPS pada jenjang sekolah dasar sebagimana tecantum dalam
Kurikulum IPS-SD Tahun 2006 adalah agar peserta didik mampu
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya
dalam kehidupannya sehari-hari (Depdiknas, 2006). Ilmu pengetahuan sosial juga
membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya, yaitu lingkungan
masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari
masyarakat, dan dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di
lingkungan sekitarnya.
Pembelajaran IPS berusaha membantu siswa dalam memecahkan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi, sehingga akan menjadikannya
semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya (Cleaf, 1991).
Ilmu pengetahuan sosial dibelajarkan di sekolah dasar, dimaksudkan agar siswa
menjadi manusia dan warga negara yang baik, seperti yang diharapkan oleh
dirinya, orang tua, masyarakat, dan agama (Somantri, 2004). Kosasih
(Waterworth, 2007) dengan penekanan yang agak berbeda mengatakan bahwa
pembelajaran IPS di sekolah dasar pada dasarnya dimaksudkan untuk
pengembangan pengetahuan, sikap, nilai-moral, dan keterampilan siswa agar
menjadi manusia yang mampu memasyarakat (civic-community).
Menurut Sa’dun Akbar dkk (2010: 78) mata pelajaran IPS bertujuan agar
siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Siswa dapat mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat dan lingkunganya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial.
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan
global.
23
Berdasarkan uraian di atas pada dasarnya tujuan dari IPS adalah mendidik
dan memberi bekal kemampuan kepada siswa untuk mengembangkan dirinya
sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang dimilikinya. IPS merupakan
salah satu mata pelajaran yang melatih siswa untuk menjadi siswa yang
menghargai, menjaga dan menjujung tinggi nilai-nilai dalam kehidupan
masyarakat ini dapat dilatih sejak siswa duduk dibangku Sekolah Dasar
dengan memberikan pembelajaran yang bervariasi seperti dengan kelompok-
kelompok dalam proses belajar di kelompok.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut diibutuhkan suatu pola pembelajaran
yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Sehingga kemampuan
dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode,
dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan (Lasmawan 2008) agar
pembelajaran IPS di sekolah dasar benar-benar mampu mengkondisikan upaya
pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi siswa untuk menjadi
manusia dan warga negara yang baik. Karena pengkondisian iklim belajar
merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan.
Pola pembelajaran IPS di SD hendaknya lebih menekankan pada unsur
pendidikan dan pembekalan pemahaman, nilai-moral, dan keterampilan-
keterampilan sosial pada siswa. Untuk itu, penekanan pembelajarannya bukan
sebatas pada upaya mencekoki atau menjejali siswa dengan sejumlah konsep yang
bersifat hapalan belaka, melainkan terletak pada upaya menjadikan siswa
memiliki seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan agar mereka
mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami
dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya, serta
sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Disinilah sebenarnya penekanan misi dari pembelajaran IPS di sekolah
dasar.
Rancangan pembelajaran guru, hendaknya diarahkan dan di fokuskan
sesuai dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang
24
dilakukannya benar-benar berguna dan bermanfaat bagi siswa (Kagan, 2004;
Hasan, 2007). Dengan demikian pembelajaran Pendidikan IPS semestinya
diarahkan diarahkan pada upaya pengembangan iklim yang kondusif bagi siswa
untuk belajar sekaligus melatih pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilannya
selama pembelajaran (Waterworth, 2007; Welton and Mallan, 1996), disamping
memungkinkan siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses belajar
mengajar. Dalam kedudukannya sebagai pengembang dan pelaksana proses
belajar-mengajar, guru diharapkan mampu memilih dan merancang program
pembelajarannya sebaik mungkin bagi pengembangan potensi diri siswanya
(Meyer, 2008; Hasan, 2006). Pengembangan dan perancangan program
pembelajaran ini harus di sesuaikan dengan tujuan dan esensi dari mata pelajaran
yang akan di ajarkan pada siswanya. IPS merupakan mata pelajaran yang
mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam usaha pembentukan
warga negara yang baik dan handal sesuai dengan tujuan pembangunan nasional.
Dalam pembelajaran IPS di SD memuat berbagai macam hal yang
berkaitan dengan keadaan sosial dimasyarakat. Seperti pada silabus IPS SD kelas
IV semester dua ini ada 1 standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa yaitu
mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi dan kemajuan teknologi di
lingkungan kabupaten / kota dan provinsi. Didalam standar kompetensi dibagi
menjadi berbagai kompetensi dasar seperti pada tabel 2.1.
25
Tabel 2.1
SK dan KD IPS Kelas IV
Smt Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
I
II
SK:
1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku
bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
KD
1.1 Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota,
provinsi) dengan menggunakan skala sederhana
1.2 Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan
kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya dengan
keragaman sosial dan budaya
1.3 Menunjukkan jenis dan persebaran sumber daya alam serta
pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan
setempat
1.4 Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat
(kabupaten/kota, provinsi)
1.5 Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan
setempat (kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga
kelestariannya
1.6 Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh di
lingkungannyaUlangan harian
SK:
2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan
teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
KD:
2.1. Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber
daya alam dan potensi lain di daerahnya
2.2. Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
2.3. Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi,
dan transportasi serta pengalaman menggunakannya
2.4. Mengenal permasalahan sosial di daerahnya
26
Pada kesempatan ini kompetensi yang akan digunakan dalam penelitian adalah
Tabel 2.2
SK dan KD Materi Penelitian
Smt Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
II SK
2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi dan kemajuan
teknologi di lingkungan kabupaten kota dan provinsi
KD
2.3 mengenal perkembangan teknollogi komunikasi dan transportasi
serta pengalaman menggunakannya
Cakupan materi dari KD 2.3 merupakan perkembangan teknologi dari
tradisional beralih ke modern. Terdapat 3 teknologi yang berkembang yaitu
teknologi produksi, komunikasi dan transportasi, serta pengalaman dari siswa
dalam menggunakan alat-alat tersebut juga akan dipelajari.
2.2 Kaitan Model Pembelajara Kooperatif Tipe Scramble terhadap IPS dan
Minat Balajar
1. Kaitan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble terhadap IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) lahir dari pakar para pakar pendidikan
untuk membekali para siswa supaya mampu menghadapi dan menangani
kompleksitas kehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang secara tidak
terduga dan menimbulkan masalah sosial. Dengan pembelajaran IPS di
Sekolah Dasar diharapkan siswa dapat lebih peka dan tanggap terhadap berbagai
masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
Djodjo Suradisastra, dkk (1991:5), berpendapat bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangannya, siswa Sekolah Dasar belum mampu memahami secara
luas dan dalam masalahmasalah sosial secara utuh. Akan tetapi siswa dapat
diperkenalkan kepada masalahmasalah tersebut. Melalui pelajaran IPS siswa
dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepekaan untuk
27
menghadapi hidup. Untuk memperoleh hal tersebut perlu guru menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe scramble karena pada model pembelajaran ini
menambahkan unsur unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Model
pembelajaran kooperatif tipe scramble dalam praktiknya harus memuat
hubungan sosial untuk mencapai tujuan bersama. Anggota kelompok harus
memiliki kemampuan untuk berinteraksi, bekerja sama, dan bertanggung jawab
dalam mencapai tujuan yang sama. Setiap siswa mempunyai tanggung jawab
secara individu dan kelompok dalam evaluasi atau penghargaan. Melalui
pembelajaran kooperatif yang mencakup unsurunsur sosial, siswa dapat
memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar
2. Kaitan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble terhadap Minat
Belajar IPS
Sharan (Isjoni, 2009:43), berpendapat bahwa siswa yang belajar
dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif akan memiliki minat
yang tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya. Pembelajaran
kooperatif juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik,
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan,
menimba berbagai informasi, dan meningkatkan minat siswa, memperbaiki
sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi perilaku yang kurang baik. Begitu
juga untuk belajar sangat diperlukan adanya minat. Makin tepat minat yang
diberikan, maka pembelajaran yang diaksanakan makin berhasil (Sardiman,
2011:84).
Minat belajar penting artinya dalam proses belajar siswa, karena
fungsinya yang mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar
(Oemar Hamalik, 2001). Minat belajar siswa dapat tumbuh dalam
pembelajaran yang menyenangkan. Model Pembelajaran Kooperatif yang dapat
digunakan untuk meningkatkan minat belajar siswa salah satunya adalah
Scramble. Siswa dengan model kooperatif tipe scramble dapat menyusun
jawaban sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang
28
menyenangkan (Miftahul Huda, 2011: 135). Scramble dapat diterapkan dalam
semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
merupakan mata pelajaran yang memuat konsep dan topik materi yang sangat
luas. Scramble dapat digunakan untuk meningkatkan minat belajar siswa terhadap
pelajaran IPS.
2.3 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Febri Belandina L. (2010) menunjukkan
adanya peningkatan hasil belajar . Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai
berikut; presentase minat belajar siswa sebesar 51,53% dalam kategori cukup
sedangkan pada siklus II sebesar 67,12% dalam kategori baik, nilai rata-rata
siswa pada siklus I adalah 69,54%, sebanyak 11 siswa (33,33%) belum tuntas
karena masih berada dibawah kriteria penilaian, sebanyak 22 siswa (66,66%)
tuntas karena sudah mencapai kriteria ketuntasan oleh karena itu perlu diadakan
perbaikan pada siklus II.
Pada siklus II nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas VA SDN
Madyopuro 4 adalah 74,54%, sebanyak 9 siswa (27,27%) yang belum tuntas atau
belum mencapai kriteria ketuntasan, sedangkan sebanyak 24 siswa (72,72%) yang
sudah tuntas karena telah mencapai kriteria ketuntasan. Dengan melihat pada nilai
rata-rata siswa pada tiap siklus maka pada siklus II nilai siswa mengalami
peningkatan. Disimpulkan bahwa model pembelajaran Scramble ini dapat
meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas VA SDN Madyopuro 4 Kota Malang.
Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristianti (2011) di
SDN Keting 01 Jombang Kabupaten Jember pada siklus I, presentase minat
belajar siswa sebesar 46,63% dalam kategori cukup sedangkan pada siklus II
sebesar 62,02% dalam baik. Presentase hasil belajar siswa pada siklus I mencapai
61,35% dan presentase ketuntasan klasikal sebesar 53,85%. Pada siklus II, hasil
belajar siswa secara klasikal mencapai 71,35%, dan persentase ketuntasan klasikal
sebesar 92,31% sehingga secara klasikal memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) SDN Keting 01 Jombang Kabupaten Jember. Kesimpulan dari penelitian
ini adalah siswa mengalami peningkatan aktivitas dan hasil belajar serta
29
ketuntasan hasil belajar pada pokok bahasan kenampakan alam dan sosial budaya.
Peningkatan persentase aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 15,39%,
sedangan peningkatan persentase hasil belajar sebesar 10% dan ketuntasannya
sebesar 38,46%. Oleh karena itu penelitian di SDN Keting 01 Jombang
Kabupaten Jember tuntas. Saran untuk penelitian ini adalah model pembelajaran
kooperatif tipe scramble dapat digunakan sebagai model alternatif untuk
mengembangkan model pembelajaran IPS.
Penelitian yang dilakukan penulis memiliki kesamaan dengan penelitian
yang telah dilakukan diatas. Penelitian ini memiliki objek penilitian yaitu
peningkatan minat dan hasil belajar yang akan dilakukan dengan model
kooperatif tipe scramble.
2.4 Kerangka Berfikir
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti
menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru masing
menggunakan cara yang konvensional. Ceramah merupakan metode yang
dianggap paling mudah dan efektif. Penggunaan metode ini secara terus menerus
menimbulkan siswa belum bermioinat dalam mengikuti pembelajaran, dampaknya
hasil belajar mereka menurun dibawah KKM yang telah ditetapkan.
Perubahan paradigma pendidikan yang menuntut siswa yang pasif menjadi
siswa yang aktif dan kreatif menumbuhkan berbagai macam inovasi yang
dilakukan oleh lembaga pendidikan. Salah satunya hasilnya yaitu inovasi dan
modifikasi model pembelajaran, Untuk mendapatkan siswa yang aktif dan kreatif
perlu adanya metode yang mendorong siswa timbulnya prilaku tersebut. Model
pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran koopratif tipe
scramble. Pada model ini siswa dituntut aktif dan kreatif dalam berkerjasama
kelompok dalam penyusunan jawaban yang telah diacak sebelumnya. Penyusunan
jawaban membutuhkan tingkat penguasaan konsep yang baik. Kegiatan dalam
pembelajaran inilah yang memupuk minat siswa yang awalnya kurang menyukai
pelajaran IPS secara berlahan akan menyukai pelajaran tersebut.
29
Gambar 2.1 Alur Kerangka Berfikir
Kondisi awal
Pra siklus: Guru
menggunakan model
pembelajan konvensinal
1. Minat belajar rendah
2. Hasil belajar belum mencapai
KKM
Tindakan
Siklus I dan siklus II:
Menggunakan model
pembelajaran
kooperatif tipe
scramble
Tahap pelaksanaan
penelitian:
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan tindakan
3. Pengamatan/observasi
4. refleksi
Kondisi akhir
Langkah model pembelajaran scramble:
1. Menyajikan materi sesuai topik
2. Membagiakan LKS
3. Siswa mengerjakan secara kelompok
4. Penilaian hasil LKS
5. Pemberian apresiasi dan rekognisi
Siklus I
1. Minat belajar meningkat, belum
mencapai indikator
2. Hasil belajar meningkat, KKM
belum tercapai
Siklus II
1. Minat belajar meningkat, sudah
mencapai indikator
2. Hasil belajar meningkat, KKM
sudah tercapai
30
2.5 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berfikir dan penelitian yang relevan dapat
disimpulkan hipotesis tindakan
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe scramble akan meningkatkan
minat belajar IPS di SDN Tingkir Tengah 01 pada semester II pada tahun
ajaran 2013/2014.
2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe scramble akan meningkatkan
hasil belajar IPS di SDN Tingkir Tengah 01 pada semester II pada tahun
ajaran 2013/2014.
Recommended