View
220
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman Jenis
Konsep keanekaragaman jenis (species diversity) berawal dari apa yang
disebutkan sebagai keanekaragaman hayati (biodiversity). Dalam definisi yang
luas keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman kehidupan dalam semua
bentuk dan tingkatan organisasi, termasuk struktur, fungsi dan proses-proses
ekologi disemua tingkatan. Indriyanto (2006 : 146) menyatakan bahwa : Suatu
komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika
komunitas itu disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya, suatu komunitas
dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitas itu
disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan.
Riberu (2002: 131) juga menyatakan bahwa :” Karakteristik komunitas pada suatu
lingkungan adalah keanekaragaman. Makin beranekaragaman komponen biotik
(Biodiversitas) maka makin tinggi keanekaragaman, makin kurang
beranekaragaman maka dikatakan keanekargaman rendah”.
Menurut Soenartono ketinggian mempengaruhi keanekaraman hayati. Pada
dataran rendah keanekaragaman hayati lebih tinggi dibanding dengan dataran
tinggi. Dengan semakin bertambahnya ketinggian, kelimpahan spesies akan
berkurang secara bertahap. Ketinggian bersama faktor lain seperti iklim dan
kesuburan tanah akan menentukan kekayaan spesies pada tinggat habitat.
(Indrawan, 2007: 442).
7
Keanekaragaman jenis yang terdapat dalam komunitas dapat diketahui dari
indeks keanekaragaman (Diversity) dengan menggunakan persamaan Shannon-
Wienner dengan rumus sebagai berikut:
H’ = -∑ni/N log ni/N atau -∑ Pi log Pi
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman
Pi = ୬୧
ni = Jumlah individu dari suatu jenis i
N = Jumlah total individu seluruh jenis
Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Jenis menurut Shannon-Wienner
didefinisikan tingkat Keanekaragaman Jenis sebagai berikut :
a. Nilai H’> 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis melimpah tinggi
b. Nilai 1 ≤ H’ ≤3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis sedang
c. Nilai H’ < 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis sedikit atau
rendah.
2.2 Kajian Tentang Lichen
Lichen merupakan tumbuhan rendah yang temasuk dalam divisi
Thallophyta yang merupakan tumbuhan komposit dan perpaduan fisiologik dari
dua makhluk, yakni antara fungi dan alga, Noer (2004). Lichen adalah asosiasi
simbiotik berjuta-juta mikroorganisme fotosintetik (fotobion) yang disatukan
dalam jaringan hifa fungi (mikobion) (Campbell, 2003;). Penyusun komponen
fungi disebut mycobiont yang pada umumnya berasal dari kelas Ascomycetes dan
dua atau tiga genus termasuk kelas Basidiomycetes, sedangkan penyusun
8
komponen alga disebut phycobiont, berasal dari divisi alga biru-hijau
(Chyanophyceae) atau alga hijau (Chlorophyta) (Pandey & Trivendi, 1977 dalam
Pratiwi, 2006 ). Fotobion dan mikobion membentuk “mikro-ekosistem” yang
sangat stabil dan tangguh. Oleh karena itu lichen mampu bertahan dalam kondisi
suhu sangat panas atau suhu sangat dingin. Lichen merupakan organisme ganda
yang khas, yang dihasilkan oleh asosiasi erat antara dua mikroorganisme, suatu
cendawan dengan suatu alga atau tumbuhan belah, dan oleh karenanya tergolong
dalam kelompok berlainan (Polunin,1990). Lichen ini hidup secara epifit pada
pohon-pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas batu
cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi.
Lichen merupakan gabungan antara fungi dan alga, ada yang menafsirkan
sebagai mutualisme, karena dipandang keduanya dapat memperoleh keuntungan
dari hidup bersama itu. Misalnya ganggang memberikan hasil-hasil fotosintesis
terutama yang berupa karbohidrat kepada cendawan, dan sebaliknya cendawan
memberikan air dan garam-garam kepada ganggang. Dapat juga hubungan antara
ganggang dan jamur itu dianggap sebagai suatu helotisme. Keuntungan yang
timbal balik itu hanya sementara, yaitu pada permulaannya saja (Sulisetjono,
2012). Fungi dan alga bersimbiosis membentuk lichen baru hanya jika bertemu
dengan jenis yang tepat.
2.2.1 Morfologi Lichen
Tubuh Lichen dinamakan Thallus yang secara vegetatif mempunyai
kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini berwarna abu-abu atau abu-abu
kehijauan. Menurut Fink (1961) dalam Pratiwi (2006), bagian utama lichen adalah
9
talus yang merupakan jaringan vegetatif. Keberadaan talus dapat terangkat atau
tegak lurus dari substratnya, terjumbai, tergantung atau talus juga dapat terlihat
tubuh secara rapat atau jarang pada substrat. Struktur morfologi lichen yang tidak
memiliki lapisan kutikula, stomata dan organ absorptif, memaksa lichen untuk
bertahan hidup di bawah cekaman polutan yang terdapat di udara. Jenis lichen
yang toleran dapat bertahan hidup di daerah dengan kondisi lingkungan yang
udaranya tercemar.
Talus lichen terdiri dari empat bentuk tubuh utama (Gambar 1) yaitu foliose,
crustose, squamulose, dan fructicose (Yurnaliza 2002).
a. Talus Foliose bentuknya seperti daun. Korteks bagian atas adalah bagian
lapisan terlindung yang terlapis dengan gelatin dan terlihat seperti
pseudoparenchymatous. Dibawahnya ada lapisan alga yang terdiri dari sel-sel
alga yang dibungkus oleh hifa dan pada banyak spesies terpenetrasi oleh jamur
haustoria. Medulla menempati bagian terbesar dari talus dan terletak persis
dibawah lapisan alga. Medula terdiri dari dari hifa yang beranyaman ke
prosenkim lebar dengan individu hifa yang berbeda. Korteks bawah, bila ada
terletak dibawah talus dan strukturnya menyerupai korteks atas namun lebih
tipis dan sering tertutup dengan hifa rhizoidal atau rambut-rambut yang
membentuk tomentum. Jadi struktur talus lichen foliose mirip dengan struktur
daun, dengan korteks atas dan bawah mewakili lapisan epidermal daun dan
dengan lapisan alga dan medulla mewakili mesofil. Contoh : Xantoria elegans,
Physcia apolia, Peltigera malacea, Parmelia sulcata dll.
10
b. Talus crustose bentuknya mirip dengan cangkang (crust) yang permukaannya
keras.Crustose bentuknya datar seperti kerak. Tumbuh pada kulit batang
pohon. Berbentuk seperti coret coret kecil dan pada batang kayu yang sudah
mati. Lichen yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis dan
selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini susah
untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya. Contoh : Graphis scipta,
Haematomma puniceum, carospora atau Pleopsidium (Sutiyo dan Perkerti.
2010)
c. Talus squamoluse bentuknya seperti neraca atau timbangan yang berbentuk
dari banyak lubang-lubang yang kecil (squamules). Talus ini memiliki bentuk
seperti talus crustose dengan pingiran yang terangkat ke atas di atas tempat
hidupnya. Contoh : Psora pseudorusselli, Cladonia carneola
d. Talus fruticose bentuknya seperti silinder, tegak dan bercabang. Pada tipe ini
mempunyai struktur umum yang hampir sama namun jaringannya cenderung
membentuk silinder dan bukan lapisan horizontal.Tumbuh menempel pada
substrat oleh satu atau lebih akar. Beberapa jenis dari lichen ini mempunyai
kandungan antibiotik dan anti kanker. Hidup bergelantungan di udara,
menempel pada pohon-pohon di pegunungan. Contoh : Usnea longissima,
Ramalina stenospora.
11
Gambar 1. Morfologi Talus Lichen
Sumber : Sharnoff (2002)
2.2.2 Klasifikasi Lichen
Menurut Tjitrosoepomo (2011), lichen diklasifikasikan menurut
cendawan yang menyusunnya dan dibedakan dalam dua kelas, yaitu :
1. Kelas Ascolichenes
a) Pyrenomucetales yang menghasilkan tubuh buah berupa perisetium, yang
berumur pendek dan dapat hidup bebas, misalnya Dermatocarpon
(Gambar 2) dan Verrucaria (Gambar 3), dengan klasifikasi sebagai
berikut :
Regnum : Fungi Devisi : Lichenes Kelas : Ascholicenes Ordo : Verrucariales Family : Verrucariaceae Genus : Dermatocarpon Spesies : Dermatocarpon miniatum
Gambar 2. Dermatocarpon miniatum Sumber : http://www.discoverlife.org
12
Regnum : Fungi Devisi : Lichenes Class : Ascolichenes Ordo : Verrucariales Family : Verrucariaceae Genus : Verrucaria Spesies : Verrucaria nigrescens
Gambar 3. Verrucaria nigrescens Sumber : http://www.dry-stone-wall-
flora.co.uk
b) Discomycetales yang membentuk tubuh buah berupa aposetium.
Aposetium pada lumut kerak ini berumur panjang, bersifat seperti tulang
rawan dan mempunyai aksus yang berdinding tebal, contoh : Usnea yang
berbentuk semak kecil dan banyak terdapat pada pohon-pohon dalam
hutan, lebih-lebih di daerah pegunungan (Gambar 4), dan Parmelia yang
berupa lembaran-lembaran seperti kulit yang hidup pada pohon-pohon dan
batu-batu (Gambar 5), dengan klasifikasi sebagai berikut :
Regnum : Fungi Devisi : Lichenes Kelas : Ascolichenes Ordo : Lecanorales Family : Usneaseae Genus : Usnea Spesies : Usnea australis
Gambar 4. Usnea australis Sumber : http://farm6.staticflickr.com
13
Regnum : Fungi Devisi : Lichenes Class : Ascolichenes Ordo : Lecanorales Family : Parmeliaceae Genus : Parmelia Spesies : Parmelia sulcata
Gambar 5. Parmelia sulcata Sumber : Sharnoff (2002)
2. Kelas Basidiolichenes
Kebanyakan lichen ini mempunyai talus yang berbentuk lembaran-
lembaran. Pada tubuh buah terbentuk lapisan himenium yang mengandung
basidium, yang sangat menyerupai tubuh buah Hymenomycetales, contohnya
adalah Cora pavonia (Gambar 6). Lichen dipisahkan dari fungi dan dijadikan
suatu golongan yang beridiri sendiri. Berasal dari jamur Basidiomycetes dan alga
Mycophyceae, Basidiomycetes yaitu dari famili : Thelephoraceae dengan tiga
genus Cora, Corella dan Dyctionema. Mycophyceae berupa filament yaitu
Scytonema dan tidak berbentuk filamen yaitu Chrococcus. Klasifikasi dari Cora
pavonia adalah :
Regnum : Fungi Devisi : Lichenes Class : Basidiolichenes Ordo : Polyporales Family : Thelephoraceae Genus : Cora Spesies : Cora pavonia
Gambar 6. Cora pavonia Sumber : http://luirig.altervista.org
14
Menurut Fink (1961) dalam Januardania (1995) menambahkan selain kedua
golongan tersebut terdapat golongan tersendiri, yaitu Lichen Imperfecti
(Deuterolichens). Golongan ini tidak membentuk spora fungi dan talus tersusun
dari hifa atau massa padat yang seringkali terlihat menyerupai sebuk atau bubuk
pada substrat yang ditumbuhinya.
2.2.3 Habitat Lichen
Lichen terdapat dalam jumlah yang berlimpah pada habitat yang berbeda-
beda, biasanya dalam lingkungan yang agak kering. Lichen tumbuh pada batang
dan cabang-cabang pohon, batu-batu dan tanah-tanah gundul dengan permukaan
yang stabil (Polunin, 1990).
Menurut Pandey & Trivendi (1977) dalam Pratiwi (2006) habitat lichen
dapat dibagi menjadi 3 katagori, yaitu :
1) Saxicolous adalah jenis lichen yang hidup di batu. Menempel pada substrat
yang padat dan di daerah dingin.
2) Corticolous adalah jenis lichen yang hidup pada kulit pohon. Jenis ini sangat
terbatas pada daerah tropis dan subtropis, yang sebagian besar kondisi
lingkungannya lembab.
3) Terricolous adalah jenis lichen terestrial, yang hidup pada permukaan tanah.
2.2.4 Pengaruh Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Lichen
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan lichen antara lain
sebagai berikut :
15
a. Suhu Udara
Faktor kondisi tempat tumbuh sangat berpengaruh terhadap nilai kerapatan
lichen serta jumlah jenis lichen tersebut. Lichen memiliki kisaran toleransi suhu
yang cukup luas. Lichen dapat hidup baik pada suhu yang sangat rendah atau pada
suhu yang sangat tinggi. Lichen akan segera menyesuaikan diri bila keadaan
lingkungannya kembali normal. Salah satu contohnya alga jenis Trebouxia
tumbuh baik pada kisaran suhu 12-24°C, dan fungi penyusun lichen pada
umumnya tumbuh baik pada suhu 18-21°C (Istam, 2007).
b. Kelembaban udara
Walaupun lichen tahan pada kekeringan dalam jangka waktu yang cukup
panjang, namun lichen tumbuh dengan optimal pada lingkungan yang lembab
(Nursal, 2005).
c. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya merupakan faktor penting yang membantu menentukan
penyebaran dan pembentukan keanekragaman tumbuhan. Berdasarkan
adaptasinya terhadap cahaya, ada jenis-jenis tumbuhan yang memerlukan cahaya
penuh, juga ada tumbuhan yang tidak memerlukan cahaya penuh. Beberapa lichen
yang termasuk ganggang cyanophyta (cynobacterium) yang tumbuh tersebar di
hutan tropika mampu hidup pada intensitas cahaya yang rendah (Nursal, 2005).
d. Ketinggian
Faktor ketinggian sangat berpengaruh pada pertumbuhan suatu tanaman
karena faktor ketinggian sangat berhubungan erat dengan faktor lingkungan yang
lain. Ketinggian tempat ini sangat mempengaruhi iklim, terutama curah hujan dan
16
suhu udara. Curah hujan sangat berkorelasi positif dengan ketinggian, sedangkan
suhu udara sangat berkorelasi negatif dengan ketinggian.
2.2.5 Peranan Lichen
Lichen memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia antara
lain sebagai berikut :
1) Lichen Sebagai Indikator Lingkungan
Salah satu organisme tanaman yang berfungsi sebagai indikator biologi
pencamaran udara adalah lichen, ini dapat dilihat dari kepekaannya terhadap
berbagai jenis polutan di udara dan reaksinya terhadap emisi-emisi polutan. Jenis
lichen yang paling peka terhadap SO2 adalah dari jenis Lobaria amplissima, hal
ini sejalan dengan penambahan jumlah konsentrasi SO2 yang diikuti oleh
berkurangnya keberadaan jenis lichen terutama dari jenis corticolous. Oleh karena
itu kita jarang menemukan lichen pada daerah yang tercemar. Tingkat sensitifitas
jenis-jenis lichen terhadap bahan pencemar berbeda-beda. Sensitifitas
lichen terhadap pencemaran udara dapat dilihat melalui perubahan keanekaragam-
annya dan akumulasi polutan pada talusnya (Pratiwi, 2006).
Menurut Clark et al. (1999) dalam Wijaya (2004), ada beberapa sifat lichen
yang ideal sebagai bioindikator antara lain :
a) Secara geografis penyebarannya luas
b) Morfologinya tetap meskipun terjadi perubahan musim
c) Tidak memiliki kutikula, sehingga mempermudah air, larutan dan logam
serta mineral diserap oleh lichen
d) Nutrisinya tergantung dari bahan-bahan yang diendapkan dari udara
17
e) Mampu menimbun pencemar selama bertahun-tahun.
2) Lichen Sebagai Bahan Makanan
Thallus dari lichen belum digunakan sebagai sumber makanan secara luas,
karena lichen memiliki suatu asam yang rasanya pahit dan dapat menimbulkan
gatal-gatal, khususnya asam fumarprotocetraric. Asam ini harus dibuang terlebih
dahulu dengan merebusnya dalam soda.
Tanaman ini mempunyai nilai, walaupun tidak sama dengan makanan dari
biji-bijian. Pada saat makanan sulit didapat, orang-orang menggunakan lichen
sebagai sumber karbohidrat dengan mencampurnya dengan tepung. Di Jepang
disebut Iwatake, dimana Umbilicaria dari jenis foliose lichen digoreng atau
dimakan mentah. Lichen juga dimakan oleh hewan rendah maupun tingkat tinggi
seperti siput, serangga, rusa dan lain-lain. Rusa karibu menjadikan sejumlah jenis
lichenes sebagai sumber makanan pada musim dingin, yang paling banyak
dimakan adalah Cladina stellaris. Kambing gunung di Tenggara Alaska memakan
lichen dari jenis Lobaria linita (Yurnaliza, 2002).
3) Lichen Sebagai Obat-Obatan
Pada abad pertengahan lichenes banyak digunakan oleh ahli pengobatan.
Lobaria pulmonaria digunakan untuk menyembuhkan penyakit paru-paru karena
Lobaria dapat membentuk lapisan tipis pada paru-paru. Selain itu lichen juga
digunakan sebagai ekspektoran dan obat liver. Sampai sekarang penggunaan
lichenes sebagai obat-obatan masih ada.
Dahulu di Timur Jauh, Usnea filipendula yang dihaluskan digunakan
sebagai obat luka dan terbukti bersifat antibakteri. Senyawa asam usnat (yang
18
terdapat dalam ekstrak spesis Usnea) saat ini telah digunakan pada salep
antibiotik, deodoran dan herbal tincture. Spesies Usnea juga digunakan dalam
pengobatan Cina, pengobatan homeopathic, obat tradisional di kepulauan Pasifik,
Selandia Baru dan lain benua selain Australia. Banyak jenis lichen telah
digunakan sebagai obat-obatan, diperkirakan sekitar 50% dari semua spesies
lichen memiliki sifat antibiotik. Penelitian bahan obat-obatan dari lichen terus
berkembang terutama di Jepang (Yurnaliza, 2002).
Substrat dari lichen yaitu pigmen kuning asam usnat digunakan sebagai
antibiotik yang ampu menghalangi pertumbuhan mycobacterium. Cara ini telah
digunakan secara komersil. Salah satu sumber dari asam usnat ini adalah Cladonia
dan antibiotik ini terbukti ampuh dari penisilin. Selain asam usnat terdapat juga
zat lain seperti sodium usnat, yang terbukti ampuh melawan kanker tomat. Virus
tembakau dapat dibendung dan dicegah oleh ekstrak lichen yaitu : lecanoric,
psoromic dan asam usnat (Yurnaliza, 2002).
Recommended