View
10
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. 1 Kajian Teori
2.1.1 Modul Pembelajaran
2.1.1.1.Pengertian Modul Pembelajaran
Modul pembelajaran satuan program belajar yang terkecil yang dapat
dipelajari oleh peserta didiksendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh peserta
didikkepada dirinya sendiri “self-instructional” pendapat ini mengacu menurut
(Winkel, 2009:472). Sedangkan menurut (Ilham Anwar, 2010: 46) modul
pembelajaran merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dan menarik
dimana didalam modul pembelajaran tersebut mencakup isi materi, metode dan
evaluasi yang dapat digunakan secara mandiri (belajar sendiri) untuk dapat mencapai
kompetensi yang diharapkan secara mandiri.
Berdasarkan pengertian modul pembelajaran yang telah diutarakan oleh
Winkel dan Ilham Anwar di atas maka penulis menyimpulkan bahwa modul
pembelajaran adalah salah satu bentuk bahan ajar cetak yang memiliki sifat “self-
instructional” dimana didalam modul tersebut memuat suatu konsep yang mencakup
seluruh materi yang akan dipelajari, metode yang digunakan dalam proses
pembelajaran dan evaluasi yang dapat memberikan penilaian dari hasil pembelajaran.
Selain itu modul pembelajaran dapat digunakan secara mandiri dan dikemas secara
sistematis agar dapat membuat modul tersebut terlihat menarik sehingga dapat
menarik minat peserta didikuntuk belajar. Dari modul tersebut berharap dapat
meningkatkan hasil belajar dan rasa suka terhadap pelajaran matematika bertambah.
2.1.1.2.Karakteristik Modul
Menurut Syauqi (2012 dalam Chosim S. Widodo dan Jasmadi 2008:50) agar
modul mampu meningkatkan motivasi dan efektifitas penggunaanya, modul harus
memiliki kriteria yang dapat menarik minat siswa. Kriteria modul pembelajaran
dibedakan menjadi lima jenis, kelima jenis tersebut diantaranya: Self instructional,
salf contained, berdiri sendiri “Stand Alone”, Adaptif, Bersahabat “User Friendly”.
7
Dari kelima karakteristik modul tersebut penulis memilih salahsatu karakteristik yang
disebutkan yaitu karakteristik “Self instructional” karena karakter ini dirasa cocok
untuk diterapkan dalam Modul Pembelajaran Matematika Khususnya Pada Materi
Pecahan untuk Kelas 5 SD N 01 Jumo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan.
Modul dapat dikatakan mempunyai karakteristik “Self instructional” apa bila
peserta didikdapat belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain
(teman, guru atau pun yang lainnya) pada saat melakukan proses belajar. Untuk
memenuhi karakter self instruction tersebut maka peneliti harus: (1) membuat tujuan
yang pembelajaran yang jelas dan dapat menggambarkan pencapaian Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar, (2) memuat materi pembelajaran yang dikemas
dalam unit-unit kegiatan yang kecil/ spesifik dan menarik, sehingga memudahkan
peserta didikuntuk mempelajari dan peserta didikakan belajar hingga materi selesai,
(3) menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan materi yang akan
dipaparan pada saat pembelajaran. (4) menyantumkan berbagai macam soal-soal
latihan, tugas, dan sejenisnya yang yang dapat mengukur penguasaan materi siswa.
(5) kontektual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana yang dialami
(sebenarnya), tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan siswa. (6) menggunakan
bahasa yang sederhana dan komunikatif agar peserta didiklebih mudah memahami
maksud dari setiap perintah yang ada di dalam modul pembelajaran. (7)
menyantumkan rangkuman materi pembelajaran (8) menuliskan instrument
penilaian, yang memungkinkan peserta didikmelakukan penilaian sendiri (self
assessment). (9) selalu memberikan umpan balik atas apa yang telah dikerjakan oleh
siswa, sehingga peserta didikmengetahui seberapa tinggi tingkat mereka dapat
menguasai materi. (10) memberikan informasi tentang rujukan/ pengayaan/ referensi
yang mendukung materi pembelajaran yang telah disajikan.
2.1.1.3.Komponen-Komponen Modul Pembelajaran
Menurut Mustaji (2008: 30-32) komponen-komponen modul pembelajaran
dibagi menjadi tujuh. Dari kebujuh komponen tersebut: (a) perumusan tujuan
instruksional yang eksplisit dan spesifik, tujuan tersebut dirumuskan dalam bentuk
8
tingkah laku yang diharapkan dari peserta didiksetelah mereka mempelajari modul,
(b) petunjuk guru. Petunjuk guru ini memuat tenyang penjelasan bagi cara untuk
mengajarkan sebuah materi kepada peserta didikagar dapat terlaksana dengan
efisien, memberikan penjelasan tentang macam-macam kegiatan yang dilaksanakan
oleh peserta didik. Modul pembelajaran berisi materi-materi pelajaran yang harus
dikuasai oleh peserta didikserta dicantumkan buku sumber yang harus dipelajari
peserta didikuntuk melengkapi materi, (d) Lembar Kerja Siswa (LKS) ini berisikan
pertanyaan-pertanyaan yang ada pada lembar kegiatan yang harus dikerjakan peserta
didiksetelah mereka selesai menguasai materi, (e) kunci lembar kerja peserta
didikdigunakan untuk mengoreksi sendiri jawabannya dengan menggunakan kunci
lembar kerja setelah mereka berhasil mengerjakan lembar kerja, (f) lembar evaluasi
ini berupa pest test dan rating scale, hasil dari post-test inilah yang dijadikan guru
untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan modul pembelajaran yang mana membantu
proses pembelajaran siswa, (g) kunci lembar evaluasi test dan rating scale beserta
kunci jawaban yang tercantum pada lembaran evaluasi. Lembar evaluasi tersebut
digunakan untuk mengetahui apakah modul pembelajaran matematika layak
digunakan atau tidak.
2.1.1.4.Prosedur Penyusunan Modul
Modul Pembelajaran Matematika disusun berdasarkan prosedur
pengembangan suatu modul pembelajaran. ,dalam prosedur penyusunan modul
pembelajaran diantaranya; 1) analisis kebutuhan, 2) pengembangan desain modul, 3)
implementasi, (4) penilaian, evaluasi dan validasi, serta jaminan kualitas.
Pengembangan desain modul pembelajaran dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu
menetapkan strategi pembelajaran dengan menggunakan media, memproduksi modul,
dan mengembangkan perangkat penilaian suatu produk. Dengan demikian, modul
disusun dengan desain yang telah ditetapkan. Dalam konteks ini, desain modul
ditetapkan berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun
oleh guru dengan modul pembelajaran dibuat sesuai dengan kebutuhan peserta
didikyang telah dianalisis oleh guru.
9
Materi atau isi modul pembelajaran yang ditulis harus sesuai dengan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Isi modul pembelajaran harus
mencakup substansi yang dibutuhkan untuk menguasai suatu kompetensi. Satu modul
pembelajaran disarankan terdiri dari 2-4 kegiatan pembelajaran. Apabila pada Standar
Kompetensi yang ada pada KTSP/ Silabus/ RPP ternyata memiliki lebih dari 4
kompetensi dasar, maka sebaiknya dilakukan reorganisasi Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) terlebih dahulu. Berikut ini langkah-lngkah penyusunan
modul pembelajaran.
1. Analisis kebutuhan modul
Analisis kebutuhan modul merupakan kegiatan menganalisis silabus dan RPP
untuk memperoleh informasi mengenai materi yang dibutuhkan oleh peserta didik.
Selain itu penilis dapat mengetahui kedalaman materi yang telah diprogramkan.
Nama atau judul modul sebaiknya disesuaikan dengan kompetensi yang terdapat
pada silabus dan RPP. Pada dasarnya pada setiap satu Standar Kompetensi
dikembangkan menjadi satu modul dan satu modul terdiri dari 2-4 kegiatan
pembelajran.
Tujuan dari analisis kebutuhan modul pembelajaran itu sendiri adalah untuk
mengidentifikasi dan menetapkan jumlah modul yang harus dikembangkan dalam
satu satuan program tertentu. Satuan program tertentu dapat diartikan sebagai satu
tahun pelajaran, satu semester, satu mata pelajaran atau yang lainnya.
Analisis kebutuhan modul pembelajaran itu sendiri dapat dilakukan dengan
enam langkah-langkah. Keenam langkah tersebut diantaranya sebagai berikut: (a)
tetapkan satuan program yang akan dijadikan batas/ lingkup kegiatan yang akan
dikembangkan apakah akan dibuat program tahunan atau bulanan, (b) periksa
kembali apakah sudah ada program atau rambu-rambu oprasional untuk pelaksanaan
program tersebut, (c) identifikasi dan analisislah Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang akan dipelajari, sehingga diperoleh materi pembelajaran
yang perlu dipelajari untuk menguasai indicator yang tersebut, (d) langkah
selanjutnya adalah menyusun dan mengorganisasi satuan atau unit bahan belajar
10
yang dapat mewadahi materi-materi yang telah ditentukan. Satuan bahan ajar ini
diberi nama dan dijadikan sebagai judul modul, (e) dari daftar satuan bahan ajar
(modul) yang dibutuhkan perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui mana yang
sudah ada dan yang belum tersedia disekolah, (f) lakukan pembuatan modul
pembelajaran berdasarkan prioritas kebutuhannya yang ada disekolah dan diperlukan
oleh siswa.
Untuk menganalisis kebutuhan Modul Pembelajaran Matematika dapat
dilakukan dengan membuat format analisis kebutuhan Modul Pembelajaran
Matematika. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan peneliti dalam
menganalisis kebutuhan Modul Pembelajaran Matematika. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1
Format Analisis Kebutuhan Modul
Mata Pelajaran :
Standar Kompetensi :
Kompetensi
Dasar Pengetahuan Keterampilan Sikap
Judul
Modul
Ketersediaan
Tersedia Belum
Tersedia
Setelah kebutuhan modul telah diperoleh, langkah selanjutnya adalah
membuat peta modul. Peta modul merupakan tata letak atau kedudukan modul pada
suatu satuan program yang digambarkan dalam bentuk diagram. Pembuatan peta
modul sendiri disusun dengan mengacu kepada diagram pencapaian kompetensi yang
terdapat dalam KTSP. Setiap judul modul yang telah terbentuk langkah selanjutnya
adalah menganalisis modul tersebut apakah sesuai dengan modul yang lainnya.
Pemetaan modul dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
11
Bagan 1
Pemetaan Modul
2 Desain Modul
Desain penulisan modul yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh guru kelas. Dalam RPP
telah memuat strategi pembelajaran dan media yang akan digunakan, garis besar
materi pembelajaran dan metode penilaian serta perangkatnya proses pembelajaran
yang lain. Dengan demikian, RPP merupakan desaian dalam penyusunan/ penulisan
modul pembelajaran.
Penulisan Modul Pembelajaran Matematika disusun dengan diawali dengan
menyusun konsep modul. Penulisan modul dilakukan sesuai dengan RPP yang telah
dirancang oleh guru kelas. Namun, apabila RPP belum tersedia maka dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. (a) tetapkan kerangka materi
yang akan disusun dalam Modul Pembelajaran Matematika, (b) tetapkan tujuan akhir
(performance objective) dari pembelajaran tersebut, yaitu kemampuan yang harus
dicapai peserta didik setelah selesai belajar dengan menggunakan Modul
Pembelajaran Matematika, (c) tetapkan tujuan yang akan dicapai, yaitu kemampuan
Silabus/RPP
Judul Modul
Peta Modul
Pengetahuan, keterampilan, sikap.
Daftar Judul Modul
Analisis Kebutuhann
Pemetaan
12
spesifik yang diperoleh peserta didiksetelah belajar dengan menggunakan Modul
Pembelajaran Matematika, (d) siapkan lembar evaluasi untuk mengetahui sejauh
mana tingkat keberhasilan yang diraih saat menyusun Modul Pembelajaran
Matematika, (e) tetapkan garis-garis besar materi yang akan dibahas pada Modul
Pembelajaran Matematika, yaitu dengan cara menganalisis komponen-komponen
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, indikator, deskripsi materi secara jelas dan
singkat,pertimbangkan estimasi waktu yang diperlukan disetiap pertemuannya, dan
sumber pustaka apa bila RPP-nya sudah ada, (f) materi/ substansi yang ada di dalam
modul berupa konsep/ prinsip-prinsip, fakta penting yang terkait dan dapat
mendukung untuk pencapaian kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, (g)
tugas, soal, dan praktik/ latihan yang harus dikerjakan oleh peserta didik, (h) evaluasi
atau penilaian yang bervungsi untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam
menguasai Modul Pembelajaran Matematika, dan (i) kunci jawaban dari setiap soal
harus sesuai dan tepat.
Langkah-langkah penyusunan buram modul ini digunakan untuk membantu
membuat garis besar suatu modul pembelajaran yang akan dibuat. Dengan
penyusunan buram modul diharapkan dapat membantu memudahkan menyusun
konsep modul pembelajaran yang akan dirancang. Adapun langkah-langkah
penyususnan buram (konsep) modul dapat dilihat pada bagan 2 berikut ini.
13
Bagan 2
Penyusunan Buram/ Konsep Modul
3. Implementasi
Implementasi pembelajaran dilaksanakan susai dengan alur yang telah
dituliskan dalam modul pembelajaran. bahan, alat, media, dan lingkungan belajar
yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran diupayakan dapat dipenuhi agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai dan peserta didik dapat belajar dengan nyaman.
4. Penilaian
Penilaian hasil belajar dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat
penguasaan materi disetiap peserta didik setelah mempelajari seluruh materi yang
ada dalam modul pembelajaran. Penilaiian pelaksanaan mengikuti ketentuan yang
telah dirumuskan di dalam modul pembelajaran. Penilaian hasil belajar dilakukan
dilakukan dengan menggunakan instrument yang telah dirancang di dalam modul.
14
5. Evaluasi dan Validasi
Modul pembelajaran yang masih digunakan dalam kegiatan pembelajaran,
secara periodic harus dilakukan evaluasi dan validasi. Evaluasi dilakukan untuk
mengetahui dan mengukur apakah implementasi pembelajaran dengan modul dapat
dilakukan sesuai dengan desain pengembangannya. Untuk memenuhi evaluasi dapat
dikembangkan suatu instrument evaluasi yang didasarkan pada karakteristik modul
tersebut. Instrument ditujukan baik untuk guru maupun peserta didik, karena
keduanya terlibat langsung dalam proses implementasi suatu modul. Dengan
demikian hasil evaluasi dapat objektif.
Sedangkan validasi merupakan proses untuk menguji kesesuaian modul
dengan kompetensi yang menjadi target belajar. Bila isi modul sesuai (evektif) untuk
mempelajari kompetensi yang menjadi target belajar, maka modul dinyatakan valid
(sahih). Validasi dapat dilakukan dengan cara meminta bantuan ahli yang menguasai
kompetensi dibidangnya. Bila tidak ada, maka dilakukan oleh guru yang mengajar
pada bidang atau kompetensi yang ditentukan.
Prosedur ini harus dilakuan karena hasil penilaian dari evaluasi dan validasi
dapat membantu untuk mengetahui tingkat kelayak modul, kedalaman materi,
kesesuaian materi, kekurangan dan kelemaham dari modul tersebut. Hasil validasi ini
kemudian digunakan sebagai bahan untuk merevisi modul pembelajaran agar modul
menjadi lebih menarik dan layak untuk digunakan.
Apabila hasil penilaian pakar (ahli) menunjukkan nilai kurang (dibawah rata-
rata dapat digunakan) maka modul pembelajaran harus diperbaiki terlebih dahulu.
Namun apabila modul pembelajaran telah mendapatkan nilai yang menyatakan modul
tersebut dapat dilakukan maka dapat lanjut ketahap senjutnya. Itulah sebabnya
mengapa revisi dan validitas sangatlah diperlukan didalam pembuatan modul
pembelajaran ini. Untuk dapat mengetahui alur revisi dan validasi produk dapat
dengan lebih jelas dapat dilihat pada bagan 3 berkut ini.
15
Bagan 3
Validasi Modul
6. Jaminan Kuwalitas
Untuk menjamin bahwa modul yang disusun telah memenuhi ketentuan-
ketentuan yang dilakukan dalam pengembangan suatu modul pembelajaran, maka
selama proses pembelajarannya perlu dipantau untuk meyakinkan bahwa modul
tersebut disusun sesuai dengan desain yang ditetapkan. Demikian pula, modul yang
dihasilkan perlu diuji untuk mengetahui kualitas modul pembelajara. Untuk
menjaminan mutu suatu modul pembelajaran, dapat dikembangkan suatu standar
oprasional prosedur dan istrumen untuk menilai kuwalitas suatu modul pembelajaran.
2.1.1.5.Keunggulan dan Keterbatasan Modul Pembelajaran
Dalam sebuah bahan ajar pasti ada kelemahan dan kelebihannya. Hal tersebut
berlaku pula pada modul pembelajaran. Modul pembelajaran terdapat beberapa
kelemahan dan kelebihan yang dapat digunakan untuk behen pertimbangan apabila
akan membuat sebuah modul pembelajaran. Berikut ini adalah kelemahan dan
kebihan modul pembelajaran yang dituliskan pada tabel 2 berikut ini.
Draft
Validasi
Uji
Coba
Modul
Penyempurnaan
Penyempurnaan
Validator
16
Tabel 2
Analisis Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Saintifik
Komponen Kelebihan Kelemahan
Mengamati
Peserta didik senang dan
tertantang apabila belajar
dengan menngunakan modul,
Memfasilitasis peserta didik
untuk memenuhi rasa ingin
tahunya,
peserta didik dapat
menemukan fakta bahwa ada
hubungan antara obyek yang
dianalisis dengan materi
pembelajaran yang digunakan
oleh guru.
Peserta didik diharapkan
dapat menyajikan media
pembelajaran secara nyata,
Dalam prosesnya, peserta
didik seringkali acuh tak
acuh terhadap fenomena
alam.
Motivasi peserta didik
rendah,
Memerlukan waktu persiapan
yang lama dan matang,
Biaya dan tenaga relatif
banyak,
Jika tidak terstruktur dengan
baik akan mengaburkan
makna serta tujuan
pembelajaran.
Menanya
Bertanya, membuat peserta
didik proaktif dalam mencari
pembuktian atas penalarannya.
Hal ini memicu mereka untuk
bertindak lebih jauh ke arah
positif seperti keinginan
tahuan yang tinggi untuk
membuktikan jawaban atas
pertanyaannya,
Membangkitkan rasa ingin
tahu, minat, dan perhatian
peserta didik tentang suatu
tema atau topik pembelajaran.
Mendorong dan menginspirasi
peserta didik untuk aktif
belajar, serta bertanya,
Jenis pertanyaan terkadang
kyrang relevan.
Kualitas pertanyaan peserta
didik masih rendah.
Kemampuan awal menjadi
tolak ukur peserta didik
untuk bertanya sehingga
intensitas bertanya dalam
kelas sangat bergantung pada
kemampuan awal yang
didapat dari jenjang atau
materi sebelumnya.
Tidak semua peserta didik
memiliki keberanian untuk
bertanya.
Terkadang peserta didik
beranggapan bahwa bertanya
berarti cenderung tidak pintar
Menalar Melatih peserta didikuntuk
mengkaitkan hubungan sebab-
akibat
Peserta didik terkadang
malas untuk menalar sesuatu
karena sudah terbiasa
17
Merangsang peserta didik
untuk berfikir tentang
kemungkinan kebenaran dari
sebuah teori.
mendapatkan informasi
langsung oleh guru.
Mencoba
Peserta didik merasa lebih
tertarik terhadap pelajaran
dalam menemukan atau
melakukan sesuatu
Peserta didik diberikan
kesempatan untuk
membuktikan kebenaran atas
penalarannya
Membuat ilmu yang
didapatkan melekat dalam
waktu yang lebih lama
dibandingkan diberitahu
langsung oleh guru.
Melatih peserta didik untuk
bertindak teliti,
bertanggungjawab, cermat dan
berhati-hati.
Percobaan yang dilakukan
oleh peserta didik seringkali
tidak diikuti oleh rasa
ketelitian dan kehati-hatian
peserta didik.
Memerlukan waktu yang
lebih dalam menemukan
jawaban atas percobaan
Mengomuni
kasikan
Peserta didik dilatih untuk dapat
bertanggung jawab atas hasil
temuannya.
Peserta didik diharapkan
dapat membuat/ menyusun
ide secara terstruktur agar
mudah disampaikan.
Tidak semua peserta didik
berani menyampaikan ide
gagasan atau hasil
penemuannya
Tidak semua peserta didik
pandai dalam menyampaikan
informasi
2.1.2 Hakikat Matematika di Sekolah Dasar
2.1.2.1.Pengertian Pembelajaran Matematika SD
Pembelajaran merupakan proses kegiatan memilih, menetapkan dan
mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan
Hamzah R. Uno (2010: 83). Hal tersebut perlu dilakukan sebagai penunjang proses
pembelajaran. Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2008:1) matematika yaitu
bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu
tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi (mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya
18
kedalil). Sedangkan menurut Reys dalam Sri Subarinah (2006:1) matematika
merupakan telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu
seni, suatu bahasa dan suatu alat. Oleh karena itu, hakikat matematika yaitu
mempunyai objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan dan pola piker yang
deduktif (Soedjadi dalam Haruman, 2008: 1).
Jadi berdasarkan pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
matematika merupakan ilmu yang mempunyai pola saling berkaitan antara bilangan
dan mempelajari tentang struktur apstrak serta pola fikir yang deduktif.
2.1.2.2.Tujuan Pembelajaran Matematika SD
Menurut BNSP tahun 2006 Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) memahami konsep matematika, agar
peserta didik dapat menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan
masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan
serta pernyataan matematika dengan baik, (3) dapat memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika yang
kreatif dan inovatif, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh,
(4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Dari pendapat diatas maka dapat dikerucutkan bahwa tujuan pembelajaran
matematika adalah untuk membimbing peserta didik untuk dapat menjadi pribadi
yang kreatf, inofatif, cekatan dan mempunyai sikap saling menghargai.
2.1.2.3.Kompetensi Dasar Matematika SD
Yang tercantum dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional (Permendiknas
No 22 Tahun 2006) Standar Kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun
19
sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi
tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu dimaksudkan pula untuk
mengembangkan kemampuan menggunakan Matematika dalam pemecahan masalah
dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel,
diagram, dan media lain.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka
dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan
memahami masalah, membuat model pembelajaran Matematika, menyelesaikan
masalah, dan menafsirkan solusinya.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).
Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing
untuk menguasai konsep pembelajaran matematika. Untuk meningkatkan keefektifan
pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Berikut tabel Standar
Kompetensi dan kompetensi dasar Matematika kelas 5 Sekolah Dasar.
Tabel 3
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kelas V, Semester 2
STANDAR
KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
Pecahan
5 Menggunakan
pecahan
5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen dan decimal serta
sebaliknya.
5.2 Menjumplahkan dan mengurangkan berbagai bentuk
pecahan
20
dalam
pemecahan
masalah
5.3 Mengaitkan dan membagi berbagai bentuk pecahan
5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan
skala
2.1.2.4.Pembelajaran Matematika SD
Dalam lampiran I Peraturan Mentri Pendidikan Nasional (Permendiknas No.
22 Tahun 2006 (2009: 9), mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analiisis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Pembelajaran matematika dapat digunakan sebagai sarana pemecahan
masalah dan mengomunikasikan ide atau pun gagasan dengan menggunakan symbol,
table, diagram dan media yang lain. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika merupan pembelajaran yang dapat digunakan sarana
pemecahan masalah dan tempat untuk mengomunikasikan ide ataupun gagasan
dengan menggunakan symbol, table, diagram, dan media yang lain.
Di dalam merancang suatu pembelajaran matematika seorang guru harus
mampu meranncang suatu pembelajaran yang menarik sehingga tujuan pembelajaran
yang telah direncanakan akan tercapai. Adapun tujuan umum pembelajaran
matematika menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi,
adalah agar peserta didikmemiliki kemampuan: 1) memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, 2) menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,
3) pemecahan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, 4)
mengkomunikasikan gagasan dan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah, 5) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
21
dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
2.1.2.5.Penilaian Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Naniek Sulistya Wardani,dkk (2012: 144-145) Penilaian dalam
bentuk tes berdasarkan cara mengerjakan dapat dibedakan menjadi tes tertulis, tes
lisan, dan tes perbuatan.
1. Tes tertulis
Tes tertulis adalah tes yang soalnya harus dijawab peserta didik dengan
memberikan jawaban tertulis.
2. Tes lisan
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan
tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik.
3. Tes perbuatan
Tes perbuatan adalah tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan
atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau
unjuk kerja.
2.1.3 Pendekatan Saintifik
2.1.3.1. Pengertian Pendekatan Saintifik
Implementasi pembelajaran yang diterapkan pada kurikulum 2013 dalam
pembelajaran sudah menggunakan pendekatan saintifik. Menurut (Hosman 2014: 34)
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa
agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipoteses, mengumpulkan data
dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengomukasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Penerapan
pendekatan saintifik bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik
dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunanan pendekatan ilmiah,
informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi
22
searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan dapat
mendorong peserta didik untuk mencari tau dari berbagai sumber belajar tidak hanya
mengandalkan informasi didapatkan dari sekolah saja namun dapat diperoleh dari
masyarakat dan ditempat yang lain.
Dalam penerapan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik
dalam proses belajar mengajar melibatkan ketrampilan proses, seperti mengamati,
mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam
melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan namun hanya sebagai
fasilitator saja. Dengan demikian secara tidak langsung bantuan guru semakin
berkurang. Seiring bertambahnya kemampuan peserta didik untuk bisa memecahkan
suatu permasalahan dengan begitu proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan saintifik dinyatakan dapat memacu proses pembelajaran peserta didik
menjadi lebih mandiri (tidak bergantung pada guru saja).
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik memiliki
karakteristik sebagai berikut: (a) berpusat pada siswa, semua kegiatan pembelajaran
tidak lagi berpusat pada guru melainkan pada siswa, (b) melibatkan ketrampilan
proses sain dalam mengontruksi konsep, hukum, atau prinsip, dalam setiap proses
pembelajaran, (c) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam
merangsang perkembangan intelektual, khususnya keterampilan berpikir tingkat
tinggi yang telah dimiliki oleh peserta didik, dan (d) dapat mengembangkan
karakteristik siswa menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur.
2.1.3.2.Tujuan Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada
keunggulan pembelajaran tersebut. Menurut (Hosman 2014: 34) beberapa tujuan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik diantaranya: (1) untuk
meningkatkan kemampuan intelektual peserta didikkhususnya pada kemampuan
berfikir tingkat tinggi siswa, (2) untuk membantu memebntuk kemampuan peserta
didikdalam menyelesaiakan suatu masalah secara sistematik, (3) untuk menciptakan
kondisi pembelajaran dimana peserta didikmerasa bahwa belajar itu merupakan suatu
23
kebutuhan, (4) memperoleh hasil belajar yang tinggi, (5) untuk melatih peserta
didikdalam mengomunikasikan ide-ide yang terdapat pada fikiran mereka agar
mereka berani mengutarakan melalui kata lisan maupun tulisa khususnya dalam
menulis artikel ilmiah, (6) untuk mengembangkan karakter peserta didikitu sendiri.
a. Esensi Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik
pendekatan ilmiah “scientific approac” merupakan sebuah pijakan emas
untuk mengembangkan sikap (ranah afektif), keterampilan (ranah psikomotorik), dan
pengetahuan (ranah kognitif). Pada suatu pendekatan yang dilakukan atau proses
kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para saintis lebih memilih untuk
menggunakan pelararan induktif “inductive reasoning” daripada penggunaan
penalaran deduktif “deductive reasoning”.
Penalaran deduktif “deductive reasoning” adalah bentuk penalaran yang
mencoba melihat fenomena-fenomena umum untuk kemudian membuat sebuah
simpulan yang khusus. Sedangkan penalaran induktif “inductive reasoning” adalah
kebalikan dari penalaran deduktif. Penalaran induktif memandang fenomena-
fenomena atau situasi-situasi yang khusus lalu berikutnya membuat sebuah
simpulan secara keseluruhan.
Esensi pada penggunaan penalaran induktif terdapat dalam bukti-bukti
khusus (spesifik) dimana bukti-bukti tersebut ditempatkan ke dalam suatu relasi
(hubungan) gagasan/ide yang lebih luas. Sedangkan metode ilmiah pada umumnya
meletakkan fenomena-fenomena unik dengan kajian khusus/spesifik dan detail
kemudian merumuskan sebuah simpulan yang bersifat umum.
Metode ilmiah merupakan sebuah metode yang merujuk pada teknik-
teknik penyelidikan terhadap suatu fenomena atau gejala untuk memperoleh
pengetahuan baru untuk dipadukan dengan pengetahuan sebelumnya. Agar dapat
dikatakan sebagai metode yang bersifat ilmiah, maka sebuah metode penyelidikan/
inkuiri/ pencarian “method of inquiry” haruslah didasarkan pada bukti-bukti dari
objek yang dapat diobservasi. Oleh sebab itu metode ilmiah umumnya memuat
24
serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah
informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.
2.1.3.3.Kriteria Proses Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan
Saintifik
Pendekatan ilmiah “scientific approach” mempunyai kriteria proses
pembelajaran sebagai berikut: (1) materi pembelajaran berbasis pada fakta atau
fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas
kriteria-kriteria, khayalan, legenda, atau dongeng semata, (2) penjelasan guru, respon
siswa, dan interaksi edukatif guru-peserta didikterbebas dari prasangka yang serta
merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis,
(3) mendorong dan menginspirasi peserta didikberpikir secara kritis, analitis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi embelajaran, (4) mendorong dan menginspirasi peserta
didikmampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu
sama lain dari materi pembelajaran, (5) mendorong dan menginspirasi peserta
didikmampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang
rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran, (6) berbasis pada konsep,
teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan, dan (7) tujuan
pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya.
2.1.3.5.Prinsip-Prinsip Pendekatan Sintifik
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah
sebagai berikut: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran memebentuk
“students self concept”. (3) pembelajaran terhidar dari verbalisme, (4) pembelajaran
memberikan kesempatan pada peserta didikuntuk mengasimilasi dan mengakomodasi
konsep, hukum, dan prinsip, (5) pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan
kemampuan berfikir siswa, (6) pembelajaran meningkatkan motivasi belajar peserta
didikdan motivasi mengajar guru, (7) memeberikan kesempatan kepada peserta
didikuntuk melatih kemampuan dalam komunikasi, dan (8) adanya proses validasi
25
terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi peserta didikdalam stuktur
koknitifnya.
2.1.3.6.Langkah-langkah Umum Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Langkah-langkah pendekatan ilmiah “scientific approach” dalam prose
pembelajaran meliputi: menggali informasi melalui “observing” (pengamatan),
“questioning” (bertanya), “experimenting” (percobaan), kemudian mengolah data
atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis,
“association” (menalar), kemudian menyimpulkan, dan mencipta dan serta
membentuk jaringan/ “networking”.
Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin
pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi
seperti ini, tentu saja proses pembelajaran hrus tepat dalam menerapkan nilai-nilai
atau sifat-sifat ilmiah atau menghindari sifat-sifat non ilmiah. Pada saat mendapati
pembelajaran yang tidak dapat menggunakan pendekatan ilmiah dapat menggunakan
pendekatan yang lain. Disini peran guru sangat diperlukan dapat menentukan
pendekatan yang sesuai untuk diterapkan pada proses pembelajaran. Hal tersebut
dilakukan untuk mengimbangi agar peserta didik yang sudah terbiasa menggunakan
pendekatan ilmiah tidak jenuh ketika materi yang tak dapat diterapkan dengan
menggunakan pendekatan ilmiah tetap diminati oleh peserta didik.
2.1.3.7.Proses Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Saintifik
Untuk menerapkan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
saintifik terdapat tiga ranah pembelajaran. Dalam tiga ranah tersebut memiliki
porsinya masing-masing. Hal-hal yamg masuk di dalam ranah pembelajaran saintifik
yaitu “attitude” sikap, “knowledge” pengetahuan, dan “skill” ketrampilan. Untuk
lebih mudah difahami mari kita perhatikan tabel 4 dimana telah dijabarkan satu
persatu proses pembelajaran saintifik.
26
Tabel 4
Kegiatan pembelajaran Saintifik
Kegiatan Aktivitas Belajar
Mengamati
(observing)
Melihat, mengamai, membaca, mendengar, menyimak (tanpa
dan dengan alat)
Menanya
(questioning)
Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai yang bersifat
hipotesi; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan
mandiri (menjadi suatu kebiasaan).
Pengumpulan data
(experimenting)
Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang
diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku,
eksperimen) mengumpulkan data.
Mengasosiasi
(associeting)
Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori,
menentukan hunungan data/ kategori, menyimpulkan dari hasil
analisis data; dimulai dari unstructured-uni structure-
multistructure-complicated structure.
mengomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan,
tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya.
Aktifitas guru padasaat proses pembelajaran berlangsung adalah. (1)
menyediakan sumber belajar, (2) mendorong peserta didikberinteraksi dengan sumber
belajar (menugaskan), (3) mengajukan pertanyaan agar peserta didikmemikirkan hasil
interaksinya, (4) memantau persepsi dan proses berpikir peserta didikserta
memberikan “scaffodlin” , (5) mendorong peserta didikberdialog/ berbagi hasil
pemikirannya, (6) mengkonfirmasi pemahaman yang diproleh, dan (7) mendorong
peserta didikuntuk merefleksikan pengalaman belajarnya.
2.1.4. Modul Pembelajaran Matematika yang Dikembangkan dengan
Menggunakan Pendekatan Saintifik
Modul Pembelajaran yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah
modul pembelajaran yang mempunyai ciri khusus yaitu “Menerapkan Pendekatan
Saintifik Untuk Menjawab Soal-Soal Yang Ada Pada Kurikulum KTSP Kususnya
Pada Mata pelajaran Matematika Kelas 5 Dalam Standar Kopetensi Menggunakan
Pecahan Dalam Pemecahan Masalah”.
Kelebihan dari modul pembelajaran ini adalah materi yang tersusun dengan
sistematis dan contoh soal yang dapat difahami peserta didikdengan mudah.
27
Kekurangan dari modul ini adalah modul yang dihasilkan akan lebih tebal
dibandingkan dengan bahan ajar yang ada.
Harapan dari modul ini adalah peserta didiklebih antusias dalam belajar agar
dapat meningkatkan hasil belajara dan rasa takut dengan matematika berkurang.
2.1.5. Kelayakan Produk
Kelayakan modul pembelajaran merupakan kepantasan suatu modul
pembelajaran untuk digunakan sebagai media pembelajaran setelah mendapatkan
penilaian dari pakar serta diujikan langsung kepada siswa. Untuk mendapatkan
modul yang layak digunakan sebagai bahan ajar, maka penilaian modul harus
ditentukan berdasarkan aspek atau kriteria yang jelas.
Dalam buletin (BSNP, 2006) untuk melakukan penilaian buku teks pelajaran
Teknologi Informasi dan Komunikasi pada jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs
dan SMA/MA/SMK terdapat empat aspek yang dinilai yang diuraikan dalam tabel
berikut ini.
Tabel 5
Aspek dan Indikator Kriteria Penilaian Modul
No Aspek Indikator
1 Komponen kelayakan isi
a. Dimensi sikap spiritual (ki-1)
b. Dimensi sikap sosial (ki-2)
c. Dimensi pengetahuan (ki-3)
d. Dimensi keterampilan (ki-4)
2 Komponen penyajian
a. Teknik penyajian
b. Pendukung penyajian materi
c. Penyajian pembelajara
d. Kelengakapan penyajian
4 Komponen kebahasaan
a. Kesesuaian dengan perkembangan
peserta didik
b. Keterbacaan
c. Kemampuan memotivasi
d. Kesesuaian dengan kaidah bahasa
indonesia
e. Penggunaan istilah
f. symbol/lambang
28
5
Komponen grafik
a. Ukuran modul
b. Desain sampul modul
c. Tipografi
d. desain isi modul
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan hasil dari kajian pustaka yang dilakukan penulis, penulis
menemukan beberapa hasil penelitian yang menggunakan Penelitian dan
Pengembangan yang berorientasi pada modul pembelajaran sebagai variabel
tindakannya (X) dan hasil belajar sebagai variabel (Y). Berikut ini adalah contoh
penelitian dengan Penelitian dan Pengembangan yang berorientasi pada modul
pembelajaran yang telah memberi bukti bahwa dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Parmin E. Paniati (2012) yang berjudul ”Pengembangan Modul Matakuliah
Strategi Belajar Mengajar IPA Berbasis Hasil Penelitian Pembelajaran”,
menunjukan bahwa pengembangan modul matakuliah Strategi Belajar Mengajar IPA
dengan memanfaatkan artikel hasil penelitian sebagai rujuan utama dari jurnal
nasional dan internasional dinilai dapat digunakan sebagai bahan penunjang
pembelajaran.
Indaryanti, Yusuf Hartono dan Nyimas Aisyah (2008) yang berjudul
”Pengembangan Modul Pembelajaran Individual Dalam Mata pelajaran
Matematika Di Kelas XI SMA Negri 1 Palembang”, menunjukkan bahwa modul yang
dihasilkan dalam pengembangan pembelajaran ini, isi materi dalam modul sudah
sesuai dengan tujuan kurikulum, sudah sesuai dengan rancangan pembelajaran
individual dan dapat digunakan oleh peserta didikKelas XI SMA Negri 1 Palembang.
Ini berarti modul sudah valit dan praktis.
Eka Lestari dan Abdur Rahman As’ari (2013) yang berjudul ”Pengembangan
Modul Pembelajaran Soal Cerita Matematika Kontekstual Berbahasa Inggris Untuk
Peserta didikKelas X” penelitian dan pengembangan yang dilakukan penulis
menghasilkan suatu produk berupa modul pembelajaran soal cerita matematika
29
kontekstual berbahasa inggris Untuk Peserta didikKelas X. Modul ini terdiri dari
bagian pendahuluan, isi dan penutup. Modul pembelajaran yang dikembangkan dapat
memotivasi peserta didikuntuk belajar soal cerita persamaan kuadrat berbahasa
inggris. Hal ini dikarenakan soal cerita persamaan kuadrat yang dituliskan berkaitan
dengan permasalahan yang ada dikehidupan peserta didikdan desain yang digunakan
menarik. Soal cerita persamaan kuadrat yang ditulis belum pernah dibaca peserta
didiksebelumnya. Selain itu, modul dilengkapi dengan mini dictionary yang dapat
membantu peserta didikmemahami bahasa Inggris. Peserta didikdapat belajar secara
aktif dan mandiri dengan menggunakan modul karena modul ini dituliskan secara
sistematis dan dilengkapi langkah-langkah yang membimbing siswa. Namun, materi
yang dituliskan dalam modul ini hanya berkaitan dengan soal cerita persamaan
kuadrat kontekstual berbahasa Inggris. Jadi, modul ini belum dapat digunakan dalam
pembelajaran materi yang lain. Guru dan peserta didikjuga harus memiliki
kemampuan bahasa Inggris yang memadai untuk menggunakan modul ini.
N. Izzati1, N. Hindarto, dan S. D. Pamelasari (2013) “Pengembangan Modul
Tematik Dan Inovatif Berkarakter Pada Tema Pencemaran Lingkungan Untuk
Peserta didikKelas VII SMP” .Berdasarkan hasil penelitian bahwa modul tematik dan
inovatif berkarakter pada tema pencemaran lingkungan sudah layak sesuai dengan
syarat kelayakan BSNP. Modul tematik dan inovatif berkarakter pada tema
pencemaran lingkungan dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan karakter
peserta didiksecara positif, terutama pada karakter peduli lingkungan, rasa ingin tahu,
percaya diri, komunikatif, mandiri, dan gemar membaca.
2.3 Kerangka Berfikir
Dalam pembelajaran seorang guru dituntut untuk menciptakan suatu proses
pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Dalam hal ini seorang guru dapat
memanfaatkan bahan ajar tambahan guna menunjang pembelajaran yang
menyenangkan. Salah satu bahan ajar yang dapat digunakan adalah modul
pembelajaran yang di kembangkan dengan dilengkapi dengan langkah-langkah
pemecahan soal dengan menggunakan media dan cara yang bervariatif sehingga
30
peserta didiklebih tertarik untuk mempelajari. Rancangan soal evaluasi dalam bentuk
laboratorium mini, dan wordzap sehingga peserta didik akan termotivasi untuk
mempelajari materi tersebut.
Proses pengimplementasian model “Research and Development” yang
meliputi tahap pengembangan modul pembelajaran. Tahap pengembangan pada
penelitian ini meliputi: (1) identifikasi masalah, (2) studi pengumpulan informasi, (3)
desain media, (4) validasi desain, (5) revisi/perbaikan, (6) uji kelayakan pemakaian
media ke perserta didik, dan (7) produksi modul.
Hasil produk berupa modul pembelajaran matematika untuk SD kelas 5.
Produk tersebut akan di validasi dan diuji caba terlebih dahulu sebelum diberikan ke
siswa. Uji coba ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan-masukan maupun
koreksi tentang produk yang telah dihasilkan. Berdasarkan masukanmasukan dan
koreksi tersebut, produk tersebut direvisi/diperbaiki. Sedangkan pengujian ini
dilakukan dengan validasi para ahli yaitu dosen dan guru melibatkan dua ahli materi
dan dua ahli media pembelajaran.
Para pakar ahli media pembelajaran dan ahli materi diminta untuk mencermati
produk yang telah dihasilkan, kemudian diminta untuk memberikan masukan-
masukan tentang produk tersebut. Berdasarkan masukan-masukan dari para pakar,
produk berupa modul pembelajaran dalam Standar Kompetensi mengaitkan pecahan
dalam pemecahan masalah. Setelah proses revisi produk, langkah selanjutnya adalah
mengetahui respon peserta didik terhadap media pembelajaran dilakukan dengan
memberikan angket kepada peserta didik melalui proses pembelajaran. Hasil
pengujian berupa kelayakan bedasarkan para ahli dan peserta didik kemudian diolah
untuk dianalisis untuk mendapatkan krieteria kelayakannya.
2.4 Hipotisis Penelitian
Produk yang dihasilkan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah
Modul Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik yang
dapat digunakan untuk menunjang proses pembelajaran, modul ini membahas tentang
Materi Pecahan. Modul ini diberikan kepada peserta didikkelas 5 SD Negeri 01 Jumo
31
Kecamatan Kedengajati Kabupaten Grobogan. Produk ini diharapkan dapat
menunjang proses pembelajaran matematika dan dapat menarik minat peserta
didikuntuk belajar. Adapun untuk lebih jelasnya kerangka produk Modul
Pembelajaran Matematika dapat dilihat pada bagan 4 sebagai berikut:
Bagan 4
Kerangka Produk Modul Pembelajaran
Studi
pendahuluan
Siswa kurang tertarik dengan media pembelajaran yang
digunakan, siswa merasa bosan saat dikelas, guru sudah
menggunakan model yang berfariasi, minat siswa masih
kurang.
Sasil belajar dan
minat belahar siswa
bertambah
Proses penggunakan modul pembelajaran
matematika.
Recommended