View
223
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Pengertian Kinerja
Hasibuan (2007:121) menyatakan bahwa kinerja merupakan perwujudan
kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar
penilaian terhadap karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan
langkah untuk tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan usaha
untuk meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang. Fadli (2004) menyatakan
kinerja adalah hasil kerja yang disumbangkan oleh seorang karyawan yang
berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya kepada organisasi (perusahaan).
Darmanegara (2013) kinerja kerja tinggi diharapkan dapat memberikan
kontribusi signifikan terhadap kinerja dan kemajuan perusahaan, karena kinerja
perusahaan merupakan sinergi dari seluruh karyawan dan kinerja seluruh tim/unit-
unit usahanya. Kinerja karyawan akan mencerminkan tingkat kinerja yang dapat
dicapai oleh organisasi secara keseluruhan. Penelitian Gunawan dalam Nugraheny
(2009) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempengaruhi kinerja, budaya
organisasi mempengaruhi kinerja organisasi, bekerja efek motivasi tentang
kepemimpinan, budaya organisasi mempengaruhi gaya kepemimpinan dan budaya
organisasi mempengaruhi kinerja.
Mangkunegara (2009:9) menyatakan bahwa kinerja sumber daya manusia
adalah pretasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang
dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas
kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikannya. Simamora (2004:39)
menyatakan bahwa kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang
membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik
karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Rivai (2008:131) menyatakan
bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai
prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat dikemukakan bahwa kinerja
adalah hasil kerja nyata yang sangat penting dan diharapkan oleh organisasi yang
mampu dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya
sesuai dengan kriteria dan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi dan pada
akhirnya akan membantu kelangsungan hidup organisasi secara
berkesinambungan.
2.1.2 Penilaian Kinerja
Simamora (2004:351) menyatakan bahwa penilaian kinerja seyogyanya
tidak dipahami secara sempit, tetapi dapat menghasilkan beraneka ragam jenis
kinerja yang diukur melalui berbagai cara. Kuncinya adalah dengan sering
mengukur kinerja dan menggunakan informasi tersebut untuk koreksi pertengahan
periode.
Mitchell dalam Sedarmayanti (2009:51) menyatakan bahwa kinerja
meliputi beberapa aspek, yaitu :
1) Quality of work
2) Promptness
3) Initiative
4) Capability
5) Communication
Darmanegara (2013) menggunakan empat indikator kinerja
ketenagakerjaan yaitu :
1) Kuantitas,
2) Kualitas,
3) Ketepatan waktu,
4) Kemampuan kerjasama.
Simamora (2004:383) menyatakan bahwa kinerja karyawan sesungguhnya
dinilai atas lima dimensi :
1) Mutu
2) Kuantitas
3) Penyelesaian proyek
4) Kerjasama
5) Kepemimpinan
Tohardi (2002:225) menyatakan bahwa unsur-unsur yang dinilai adalah
sebagai berikut :
1) Kesetiaan (loyalitas)
2) Tanggung jawab
3) Ketaatan
4) Kejujuran
5) Kerjasama
6) Prakarsa
7) Daerah organisasi
Penelitian dari Cahyono (2014) menggunakan aspek-aspek kinerja sebagai
berikut :
1) Pencapaian jumlah pekerjaan sesuai target
2) Kesediaan menyelesaikan tugas
3) Pengerjaan tugas dan pekerjaan dengan cermat dan teliti
4) Pengerjaan rapi dan mudah dipertanggungjawabkan
5) Tingkat ketidaksalahan dalam bekerja
6) Optimalisasi jam kerja
7) Pengerjaan tugas sesuai dengan kualitas yang ditargetkan
8) Ketepatan waktu kerja
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Martoyo (2000:15), faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
karyawan adalah motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan,
sistem kompensasi, gaya kepemimpinan, aspek-aspek teknis, dan perilaku lainnya.
Dalam penelitian ini faktor yang digunakan untuk menentukan kinerja adalah
gaya kepemimpinan transformasional, motivasi kerja, dan disiplin kerja.
Wirawan (2009:7) juga menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut.
1) Faktor internal karyawan, yaitu faktor-faktor dari dalam diri karyawan yang
merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika
karyawan berkembang. Faktor-faktor bawaan misalnya bakat, sifat pribadi,
serta keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara faktor-faktor yang diperoleh
misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja, dan
motivasi kerja.
2) Faktor-faktor lingkungan internal organisasi seperti strategi organisasi,
dukungan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan,
serta sistem manajemen dan kompensasi. Oleh karena itu, manajemen
organisasi harus menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif
sehingga dapat mendukung dan meningkatkan produktivitas karyawan.
3) Faktor lingkungan eksternal organisasi seperti keadaan, kejadian, atau situasi
yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja
karyawan. Budaya masyarakat juga merupakan faktor eksternal yang
mempengaruhi kinerja karyawan.
2.1.4 Pengertian Kepemimpinan
Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar
ditentukan oleh kepemimpinan. Menurut Yulk (2010:4) kepemimpinan adalah
perilaku individu yang mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai sasaran
bersama.
Kartono dikutip Priansa dan Garnida (2013:141) menyatakan bahwa
kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memberikan pengaruh yang
konstruktif kepada orang lain untuk melakukan satu usaha kooperatif guna
mencapai tujuan yang sudah direncanakan.
Kouzen dan Posner dikutip Priansa dan Garnida (2013:141) menyatakan
bahwa kepemimpinan adalah penciptaan cara bagi orang untuk ikut berkontribusi
dalam mewujudkan sesuatu yang luar biasa. Kepemimpinan merupakan tulang
punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan
sulit mencapai tujuan organisasi (Groves, 2006).
Kepemimpinan merupakan proses kegiatan yang diarahkan kepada
pencapaian tujuan untuk memperoleh hasil tertentu (Wuradji, 2008:3).
Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti yang didalamnya memiliki
unsur-unsur : seni, adanya kemampuan dan kecerdasan mempengaruhi perasaan
dan pikiran dari proses tersebut mengakibatkan adanya kesediaan untuk
melakukan suatu usaha yang diinginkan dan mengarahkan tercapai tujuan bersama
(Winanti, 2010:12).
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami
dan setuju dengan apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana melakukan
tugas tersebut secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu
dalam kelompok mencapai tujuan bersama (Yukl dalam Sunyoto dan Burhanudin,
2011:86). Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku
bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuan organisasi (Hasibuan, 2007:170). Hakim (2011) mengatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin
dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja.
Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu
proses mempengaruhi dan menggerakkan bawahan agar mau bertindak atau
melaksanakan tugas-tugasnya sehingga tujuan dari organisasi dapat tercapai.
2.1.5 Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Salder dalam Wuradji (2008:48) kepemimpinan transformasional adalah
suatu proses kepemimpinan dimana pemimpin mengembangkan komitmen
pengikutnya dengan berbagai nilai-nilai dan berbagai visi organisasi.
Kepemimpinan Transformasional pada dasarnya dapat menciptakan lingkungan
yang memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi serta
mengembangkan minat dalam bekerja (Kresnandito, 2012:80). Kepemimpinan
transformasional mendasarkan diri pada prinsip pengembangan bawahan (follower
development). Pemimpin mengembangkan dan mengarahkan potensi dan
kemampuan bawahan untuk mencapai bahkan melampui tujuan organisasi
(Maulizar, 2012:4).
Kepemimpinan transformasional mengacu pada pemimpin yang berhasil
menggerakkan karyawan melampaui kepentingan diri secara langsung melalui
pengaruh ideal (karisma), inspirasi, stimulasi intelektual, atau pertimbangan
individual. Ini mengangkat kematangan karyawan dan cita-cita serta kemauan
untuk berprestasi, aktualisi diri dan kesejahteraan orang lain, organisasi dan
masyarakat (Hamdani, 2012:6).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan
transformasional adalah kepemimpinan yang memotivasi karyawan untuk
melakukan pekerjaan atau tugas lebih baik dari apa yang bawahan inginkan
sehingga mampu menimbulkan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan dan misi
organisasi serta akan membangkitkan komitmen para pekerja untuk melihat dunia
kerja melampui batas-batas kepentingan pribadi demi kepentingan organisasi.
2.1.6 Indikator Kepemimpinan Transformasional
Wuradji (2008:51) menyatakan bahwa konsep kepemimpinan
tranformasional mengandung empat komponen pokok, yaitu :
1) Charisma : pemimpin transformasional memiliki sifat-sifat kharismatik.
2) Inspiration : pemimpin transformasional kaya akan ide atau inspirasi : di mata
pengikutnya idenya selalu cemerlang
3) Belief : pemimpin yang memiliki insting atau naluri yang kuat, dapat melihat
dan membuat keputusan-keputusan tepat yang berdampak positif bagi
organisasi.
4) Intelectual stimulation : dalam upaya mempengaruhi dan atau mengarahkan
pengikutnya, menggunakan pertimbangan yang dapat diterima nalar. Dia
mengarahkan pengikutnya melalui pendekatan kesadaran.
Bass, Silin, Rumtini dalam Winanti (2010:29) menyatakan bahwa model
kepemimpinan tranformasional terdiri dari tiga komponen yaitu :
1) Karisma merupakan komponen yang paling penting didalam kepemimpinan
transformasional. Perilaku yang mencerminkan seorang pemimpin karismatik,
diantaranya membangun rasa cinta dan percaya diri dari bawahan, bawahan
menerima pemimpinnya karena ekspresi keteladanan dari si pemimpin, dapat
membangkitkan antusiasme kerja bawahan, mampu membedakan hal-hal yang
benar atau tidak, mengemban misi organisasi melalui sikap loyal, setia, tekun,
menanamkan rasa kebanggaan serta membangkitkan rasa hormat.
2) Konsiderasi individual, tidak mengingkari hakekat manusia sebagai makhluk
individu, seorang pemimpin transformasional akan memperhatikan faktor-
faktor individu sebagaimana tidak boleh disamaratakan, karena danya
perbedaan kepentingan dan pengembangan diri yang berbeda satu sama lain.
3) Stimulus intelektual, seorang pemimpin transformasional akan selalu
melakukan situmulasi-stimulasi intelektual, unsur-unsurnya akan tercermin
dalam kemampuan seorang pemimpin dalam menciptakan,
menginterpretasikan, mengelaborasi simbol-simbol yang muncul dalam
kehidupan, mengajak bawahan untuk berpikir dengan cara-cara baru dan
mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah secara bebas.
Bass dan Avilio dalam Sudarwan Danim dan Suparno (2009:54)
menyatakan bahwa indikator kepemimpinan transformasional antara lain :
1) Atribut-atribut pengaruh ideal
2) Perilaku pengaruh ideal
3) Motivasi inspirasional
4) Stumulasi intelektual
5) Individualisasi konsiderasi
Kepemimpinan transformasional memiliki beberapa karakteristik. Menurut
Pramastuti dalam Danang Sunyoto dan Burhanudin (2011:110) karakteristik
kepemimpinan transformasional terdiri dari :
1) Charismatic Leadership
Pemimpin transformasional memiliki suatu karisma yang dikagumi dan
dihormati, sehingga dengan pengaruh dan kekuatan karisma tersebut
pemimpin mudah untuk mengkomunikasikan visi atau misi organisasi
kepada pengikut. Pengikut menganggap pemimpin sebagai model yang ingin
ditiru, sehingga menumbuhkan antusiasme kerja. Melalui karisma yang
dimiliki tersebut pemimpin dapat membentuk dan memperbanyak
anggotanya melalui keyakinan, ambisi, energi, jeli melihat dan
memanfaatkan peluang yang ada. Di samping itu melalui karismanya,
pemimpin dapat mengilhami loyalitas, ketekunan, menanamkan kebanggaan
dan kesetiaan, serta membangkitkan rasa hormat.
2) Inspirational Leadership
Pemimpin transformasional mampu untuk membangkitkan semangat
pengikutnya yang merasa ragu-ragu atau tidak mampu dalam menyelesaikan
suatu tugas. Pemimpin dapat memberikan inspirasi, secara emosional
membangkitkan, menggerakkan, dan menyemarakkan kondisi yang sudah
tidak lagi menggairahkan. Misalnya dengan cara memberikan semangat,
pujian maupun dorongan.
3) Belief
Pemimpin transformasional memiliki insting atau naluri yang kuat, dapat
melihat dan membuat keputusan-keputusan tepat yang berdampak positif
bagi organisasi, sehingga mampu bertindak dengan penuh keyakinan dan
menanamkan kepercayaan kepada para pengikutnya.
4) Intellectual Stimulation
Pemimpin transformasional mampu memberikan dan melakukan stimuli-
stimuli intelektual kepada para pengikutnya, mampu mendorong para
pengikutnya untuk bertindak secara kreatif, mengajak bawahan untuk
berpikir dengan cara-cara baru, berani memunculkan ide-ide dan berpikir
rasional dalam menyelesaikan suatu masalah, tidak berdasarkan opini atau
dugaan saja. Bawahan dikondisikan pada situasi untuk selalu bertanya pada
dirinya sendiri dan membandingkan dengan asumsi yang berkembang di
masyarakat, kemudian mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
secara bebas dengan menggunakan intelectual stimulation yang mereka
miliki.
5) Individualized Consideration.
Ciri ini berkaitan dengan tanggung jawab dan kemampuan pemimpin dalam
memberikan kepuasan dan meningkatkan produktivitas para pengikutnya.
Pemimpin transformasional cenderung bersikap membaur menjadi satu
dengan pengikutnya, bersahabat, dekat, informal, dan mampu
memberlakukan pengikutnya sebagaimana layaknya individu dengan
kebutuhan masing-masing. Pemimpin memperhatikan faktor-faktor
individual, karena adanya perbedaan, kepentingan, dan pengembangan diri
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian, kelima perilaku tersebut diharapkan mampu
memotivasi terjadinya perubahan perilaku bawahan untuk mengoptimalkan usaha
dan kinerja yang lebih memuaskan kearah tercapainya visi dan misi organisasi.
2.1.7 Pedoman Untuk Kepemimpinan Transformasional
Yukl dalam Wuradji (2008:53) menyatakan bahwa pedoman untuk
kepemimpinan transformasional antara lain :
1) Kembangkan visi dan misi yang jelas yang dapat dipahami dan diterima
pengikutnya.
Visi merupakan gambaran suatu cita-cita ke depan yang menggambarkan
idealisme dari pemimpin mengenai apa yang akan diharapkan dalam rangka
merubah kondisi organisasi dari suatu kondisi kekondisi lain yang lebih baik.
Adanya visi yang jelas dan menarik akan menjadi inspirasi bagi pengikutnya
dalam memaknai dan menarik semua pihak akan kebutuhan fundamental dari
organisasi, oleh karena itu visi organisasi harus jelas dan menarik, sehingga
semua komponen organisasi akan menerima dan kemudian memiliki
komitmen untuk merealisasikannya dalam tindakan nyata.
2) Kembangkan strategi untuk merealisasikan visi yang telah ditentukan.
Strategi merupakan cara dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam
mencapai tujuan. Penentuan strategi dilandasi oleh adanya visi yang jelas dan
menarik. Visi yang jelas akan berfungsi memedomani dan mengarahkan
strategi untuk mencapai tujuan. Penetapan strategi ini penting, karena dengan
strategi yang jelas yang telah dipahami semua komponen organisasi, semua
tindakan dan kegiatan organisasi menjadi jelas arahnya.
3) Jelaskan dan promosikan visnya tersebut kepada pengikutnya.
Agar semua komponen organisasi merasa memiliki dan merasa bertanggung
jawab akan terlealisasinya visi menjadi kenyataan, maka visi organisasi harus
dimengerti atau dipahami dengan baik oleh semua anggota organisasi. Tanpa
memiliki pemahaman yang baik, tidak mungkin mereka bersedia dan siap
merealisasikannya dalam tindakan-tindakan nyata.
4) Bertindaklah dengan penuh percaya diri dan selalu bersikap positif.
Pemimpin yang tidak memiliki rasa percaya diri dan memiliki sikap positif,
tidak akan mungkin dapat membawa atau mempengaruhi pengikutnya untuk
bertindak mengikuti arahannya dengan baik. Mana mungkin pemimpin yang
ragu-ragu dalam menetapkan kebijakan organisasi akan diikuti oleh
pengikutnya. Oleh karena itu, agar perintah dan arahannya diikuti
pengikutnya, agar ajakan untuk melakukan perubahan-perubahan organisasi
secara mendasar, di mata pengikutnya, pemimpin harus penuh percaya diri
dan memiliki sikap positif terhadap perubahan.
5) Ekspresikan sikap percaya dirinya tersebut dihadapan pengikutnya.
Agar para pengikutnya bersedia mengikuti arahannya untuk merealisasikan
visi organisasi menjadi kenyataan, maka pemimpin harus mampu
mewujudkan bahwa dirinya memang memiliki ambisi dan kemampuan untuk
merealisasikan visinya tersebut. Jangan sampai pemimpin terihat ragu-ragu
dalam mengambil kebijakan yang harus di tempuh dalam upaya
merealisasikan visinya tersebut.
6) Gunakan keberhasilan yang telah dicapai untuk membangun rasa percaya diri.
Keberhasilan yang telah dicapai merupakan modal dasar bagi pelaku
organisasi untuk memotivasi usaha-usaha berikutnya. Keberhasilan yang
dicapai merupakan buah dari hasil kerja yang telah dilakukan selama ini.
Apabila organisasi memperoleh keberhasilan, hal itu berarti bahwa apa yang
dilakukannya selama ini berada pada jalur yang benar, dan oleh karena itu
perlu dilanjutkan.
7) Rayakan setiap mencapai keberhasilan.
Upacara merayakan suatu keberhasilan, apakah sifatnya formal ataupun
informal, akan memberikan peluang dan kesempatan kepada semua komponen
organisasi untuk meningkatkan optimismenya, membangun komitmen, dan
memperkuat nilai-nilai kebersamaan dalam organisasi. Hal ini juga
mengandung makna bahwa organisasi mengakui dan menghargai prestasi
yang telah dicapai dan ditunjukkan oleh karyawannya.
8) Gunakan tindakan-tindakan yang bersifat dramatis dan simbolis untuk
menekankan nilai-nilai kunci organisasi.
Cara ini diperlukan untuk mengembangkan komitmen anggota organisasiakan
adanya kesediaan dan kemauan untuk memperjuankann terlealisasinya visi
organisasi. Untuk mewujutkan visi organisasi menjadi kenyataan, anggota
organisasi harus, memiliki, memahami dan menghayati nilai-nilai organisasi.
9) Pemimpin harus menempatkan diri sebagai panutan.
Sebagaimana banyak ungkapkan dikemukakan, banyak orang mudah
mengatakan sesuatu akan tetapi sulit melaksanakannya. Demikian juga banyak
pemimpin yang lebih mudah memberikan arahan supaya pengikutnya disiplin,
tetapi dirinya sendiri tidak disiplin. Juga banyak diantara pemimpin yang tidak
konsekuen mengenai apa yang diucapkan dengan tindakannya.
10) Ciptakan budaya kerja yang produktif.
Upaya untuk mewujudkan visi menjadi kenyataan tidak dapat dilakukan
dengan mudah. Untuk itu perlu diciptakan semangat baru dan budaya kerja
baru. Budaya kerja lama yang kurang mendukung gerakan transformasi harus
dibuang jauh-jauh, dan diciptakan budaya kerja baru yang mendukung semua
pihak termotivasi untuk melakukan transformasi.
11) Gunakan upacara untuk menandai adanya transisi suatu perubahan.
Suatu transformasi yang diprogram secara jangka panjang, biasanya
pelaksanaanya melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan periode waktu
tertentu. Periode tersebut bisa satu tahun, lima tahunan, sepuluh tahunan, atau
dua puluh lima tahunan. Untuk menandai tingkat kemajuannya, biasanya
setiap periode pelaksanaan suatu program atau kegiatan telah berakhir,
diperlukan upacara untuk melakukan refleksi akan keberhasilan dan atau
kegagalan yang dijumpai, dan dengan refleksi tersebut hasilnya digunakan
untuk memperbaiki program atau kegiatan pada tahapan periode berikutnya.
2.1.8 Pengertian Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja yang menyenangkan menjadi dambaan seluruh
karyawan yang ada dalam sebuah perusahaan atau organisasi serta akan membuat
pegawai bekerja pada kondisi yang menyenangkan atau bersemangat dan akan
menyebabkan pekerjaan dapat terselesaikan secara memuaskan dan tepat pada
waktunya. Menurut Handoko (2001:22) lingkungan kerja adalah gejala fisik dan
non fisik dari dalam organisasi yang dilayani karyawan yang dapat mempengaruhi
karyawan dalam bekerja dalam lingkungannya. Menurut Nitisemito (2002:109)
lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan pekerja yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan. Menurut
Peralatan-peralatan yang baik dan perlindungan terhadap mara bahaya, ventilasi
yang baik, penerangan yang cukup, dan kebersihan bukan saja menambah
kegairahan dalam bekerja tetapi juga akan meningkatkan kinerja karyawan.
Manullang (2007:12) menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik adalah
kondisi-kondisi pekerjaan yang menyenangkan terlebih lagi semasa jam kerja
akan memperbaiki moral karyawan dan kesungguhan bekerja. Lingkungan kerja
mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap para karyawan dan jalannya
operasi perusahaan, sehingga dengan demikian baik secara langsung maupun
tidak langsung akan mempengaruhi tingkat produktivitas perusahaan (Tohardi,
2002:136).
Menurut Sedarmayanti (2007:26) yang dimaksud dengan lingkungan kerja
fisik yaitu semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja
dimana dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan kerja fisik sendiri dapat dibagi dalam dua kategori, yakni:
1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti : pusat
kerja, kursi, meja dan sebagainya).
2) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan
kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, (misalnya : temperatur,
kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau
tidak sedap, warna, dan lain-lain).
Dari pernyataan para ahli dapat dinyatakan bahwa lingkungan kerja
merupakan keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan
yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan
pekerjaan.
2.1.9 Indikator Lingkungan Kerja Fisik
Sulistyadi dalam Priansa dan Garnida (2013:129) menyatakan bahwa
beberapa kondisi lingkungan fisik kerja yang mempengaruhi kinerja dan
produktivitas kerja adalah.
1) Siklus Udara
Komposisi udara sekitar manusia, terdiri dari 21 persen oksigen, 78 persen
nitrogen, 0,03 persen karbondioksida dan 0,97 persen gas lainnya
(campuran). Oksigen terutama merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk
hidup. Udara sekitar kita dinyatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara
telah berkurang atau bercampur dengan polusi gas buang atau bau-bauan
yang berbahaya bagi kesehatan tubuh, biasanya ditandai dengan sesak
pernafasan.
2) Pencahayaan
Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat obyek secara
jelas, cepat tanpa menimbulkan kesalahan. Pencahayaan yang kurang
mengakibatkan mata menjadi cepat lelah, sehingga mengakibatkan lelahnya
mental dan menimbulkan kerusakan mata. Kemampuan mata untuk melihat
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu.
(1) Lamanya waktu untuk melihat obyek
(2) Ukuran obyek
(3) Derajat kontras antara obyek dengan sekelilingnya.
3) Kebisingan
Kemajuan teknologi ternyata membawa masalah seperti polusi. Salah satu
bentuk dari polusi adalah kebisingan dari bunyi-bunyian yang dapat
menggangu ketenangan kerja, merusak pendengaran, dan kesalahan
komunikasi. Kebisingan dinyatakan dalam ukuran desibel (db). Getaran
tersebut dapat menyebabkan terganggunya konsentrasi kerja, mempercepat
proses kelelahan, dan menyebabkan gangguan pada anggota tubuh seperti :
mata, telinga, syaraf, otot dan lain-lain.
4) Warna
Warna berkaitan dengan warna tembok ruangan dan interior yang ada di
sekitar tempat kerja. Warna sangat berpengaruh tehadap kemampuan mata
melihat obyek. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa pengaruh
terhadap kemampuan mata melihat obyek, antara lain.
(1) Warna merah bersifat merangsang
(2) Warna kuning memberikan kesan luas, leluasa dan tenang
(3) Warna hijau/biru memberikan kesan sejuk, aman dan segar
(4) Warna gelap memberikan kesan sempit
(5) Warna terang memberikan kesan luas.
Sedarmayanti dalam Priansa dan Garnida (2013:131) menyatakan bahwa
faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja
dikaitkan dengan kemampuan manusia dalam bekerja adalah.
1) Penerangan/Cahaya di tempat Kerja
Cahaya/penerangan yang kurang jelas mengakibatkan penglihatan menjadi
kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan
dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan
pekerjaan, sehingga tujuan organisasi dapat dicapai.
2) Sirkulasi udara di tempat kerja
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan makhluk hidup untuk menjaga
kelangsusngan hidup, yaitu untuk proses metabolisme.
3) Kebisingan di tempat kerja
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya
adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak
dikehendaki terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat
mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran dan menimbulkan
kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius
bisa menyebabkan kematian.
4) Tata warna di tempat kerja
Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan
sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan
penataan dekorasi musik di tempat kerja.
Seperti telah diuraikan, lingkungan kerja berpengaruh terhadap
produktivitas kerja karyawan, ini berarti suatu organisasi harus berusaha
menciptakan suasana lingkungan kerja sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan
pegawainya yang melaksanakan tugas pada satu tempat kerja di dalam mencapai
tujuan yang diinginkan suatu organisasi. Untuk dapat meningkatkan produktivitas
kerja para pegawai, perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan kerja.
Maryati (2008:135-143) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang baik
akan membuat para pekerja merasa nyaman. Jika pekerja atau karyawan merasa
nyaman dalam bekerja bisa dipastikan produktivitas akan meningkat. Peningkatan
produktivitas secara tidak langsung akan meningkatkan keuntungan perusahaan.
Banyak faktor yang mempengaruhi kenyamanan kerja, salah satunya bisa
diciptakan melalui perencanaan lingkungan kerja fisik yang baik. Lingkungan
kerja fisik kantor terdiri dari.
1) Warna
Pemilihan warna dalam ruang kerja perusahaan mempengaruhi kondisi kerja
para karyawan. Selain warna mempunyai efek dari segi psikologis, pemilihan
warna juga akan mempunyai hubungan yang erat dengan sistem penataan
penerangan dalam ruang kerja, terutama untuk sistem penerangan yang
mempergunakan dinding atau atap sebagai pembaur/pemantul sinar.
2) Penerangan
Penerangan dari ruang keraj merupakan faktor penting untuk meningkatkan
produktivitas kerja karyawan. Dengan penerangan yang baik para karyawan
akan bekerja lebih baik, lebih teliti sehingga hasil kerja karyawan tersebut
mempunyai kualitas yang lebih baik.
3) Suara
Dalam perusahaan sering kali menggunakan alat-alat kerja yang sistem
operasinya menimbulkan suara bising. Misalnya suara mesin pabrik, suara
diesel, suara alat ketik dan lain sebagainya. Secara langsung suara bising
akan berpengaruh buruk terhadap fisik karyawan, dan secara tidak langsung
akan menurunkan prestasi kerja karyawan. Oleh karena itu penanggulangan
suara bising juga diperlukan dalam perencanaan lingkungan kerja, dalam
upaya menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.
4) Musik
Penggunaan musik di kantor dimungkinkan namun tergantung dari kondisi
kerja serta selera karyawan dalam kantor tersebut. Musik bisa menjadi sarana
untuk meningkatkan motivasi, namun sebaliknya bisa juga mengganggu jika
pemilihan jenis musik tidak tepat.
5) Udara
Udara yang baik atau bersih berpengaruh positif dalam meningkatkan
produktivitas, kualitas kerja, kesehatan, serta semangat kerja. Selain itu udara
yang bersih dan segar dalam lingkungan kerja akan menimbulkan kesan yang
baik bagi tamu.
6) Suhu
Suhu atau temperatur ruang kerja merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kondisi kenyamanan kerja karyawan perusahaan. Suhu ruang
kerja yang terlalu panas akan menyebabkan karyawan merasa gerah, gelisah,
cepat capai, mengantuk, akibatnya akan menurunkan gairah kerja serta
meningkatkan tingkat kesalahan kerja. Sedangkan suhu yang terlalu dingin
menyebabkan tidak nyaman dan menurunkan daya tangkap. Suhu pada ruang
kerja mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam hubungannya dengan
tingkat produktivitas perusahaan. Oleh karena itu dalam perencanaan
lingkungan kerja, masalah suhu ruangan perlu direncanakan dengan baik.
Tohardi (2002:137) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam
lingkungan kerja fisik adalah ruangan, penerangan, gangguan dalam ruang kerja
(noisy), keadaan udara (kelembaban, temperatur, sirkulasi udara) dan warna.
2.1.10 Pengertian Kompensasi
Kompensasi adalah seluruh balas jasa baik berupa uang, barang maupun
kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan atas kinerja yang
disumbangkan kepada perusahaan. Kompensasi merupakan kontra prestasi yang
diterima oleh karyawan atas kinerjanya. Bila ditinjau dari sudut pandang
karyawan sendiri, maka kompensasi merupakan hak yang timbul karena karyawan
telah memenuhi kewajibannya. Sedangkan dari sudut pandang perusahaan,
kompensasi merupakan kewajiban atas hak yang telah diterima dari karyawan
(Gorda, 2006:179).
Kompensasi adalah sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa
untuk jerja mereka (Umar, 2008:16). Kompensasi merupakan sesuatu yang
diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan
(Rivai, 2008:357).
Dari pendapat para ahli tersebut maka dapat dikatakan kompensasi adalah
balas jasa yang diberikan oleh perusahaan baik berupa uang, barang maupun
kenikmatan kepada para pekerja yang memberikan kontribusi dalam mewujudkan
tujuannya melalui kegiatan yang disebut bekerja.
2.1.11 Jenis-Jenis Kompensasi
Kompensasi dapat dibagi 2 menjadi : (Rivai, 2008:357–358)
1) Kompensasi Finansial
Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi langsung dan kompensasi tidak
langsung. Kompensasi langsung terdiri dari pembayaran karyawan dalam
bentuk upah, gaji, bonus, atau komisi. Kompensasi tidak langsung, atau
benefit, terdiri dari semua pembayaran yang tidak tercakup dalam
kompensasi finansial langsung yang meliputi liburan, berbagai macam
asuransi, jasa seperti perawatan anak atau kepedulian keagamaan, dan
sebagainya.
2) Kompensasi Non Finansial
Kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan berupa
peluang promosi, pengakuan kerja, dapat pujian, bersahabat, menyenangkan,
kondusif, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi motivasi kerja
karyawan, produktifitas, dan kepuasan.
2.1.12 Tujuan Kompensasi
Tujuan dari pemberian kompensasi adalah : (Gorda, 2006:180–182)
1) Menjamin tumbuhnya rasa keadilan
Pimpinan perusahaan di dalam merumuskan kebijaksanaan kompensasi
untuk karyawan harus diupayakan seadil-adilnya. Untuk mendekati rasa
keadilan itu, pimpinan perusahaan harus mempertimbangan beberapa faktor
di dalam merumuskan kebijaksanaan kompensasi seperti ruang lingkup
tugas dan tanggung jawab, tingkat resiko dari pelaksanaan tugas, berat
ringannya tugas yang dipangku, pengalaman melaksanakan tugas di
perusahaan, dan sebagainya.
2) Memperoleh sumber daya menusia yang berkualitas
Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi baik aspek spiritual,
intelektual, sosial maupun aspek profesionalnya adalah yang cukup mahal,
karena mereka menurut kompensasi yang cukup tinggi. Oleh sebab itu untuk
memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas, pimpinan perusahaan
dipandang perlu menetapkan kebijaksanaan kompensasi yang layak sebagai
daya tariknya. Kebijaksanaan kompensasi yang layak tersebut lebih penting
lagi dihubungkan dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi di
kalangan dunia bisnis di dalam memperebutkan sumber daya manusia yang
berkualitas.
3) Mempertahankan sumber daya manusia di perusahaan
Dewasa ini persaingan dunia bisnis semakin meningkatkan dan ketat yang
diwarnai oleh saling bajak-membajak sumber daya manusia yang berkualitas
dengan menjanjikan kompensasi yang lebih baik dan menarik. Oleh, sebab
itu, kebijaksanaan kompensasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan yang
kompentitif sifatnya akan menjadi faktor penyebab sumber daya manusia
yang dimilikinya akan lari beralih ke perusahaan lain yang menjanjikan
kompensasi yang lebih baik dan relatif lebih tinggi. Bila ini terjadi maka
tingkat perputaran karyawan (labour turn-over) di perusahaan yang
bersangkutan tinggi, kondisi perusahaan yang demikian itu mencirikan
bahwa dalam perusahaan terjadi komerosotan semangat kerja di kalangan
karyawan.
4) Memenuhi ketentuan perundang-undangan
Pemerintah mengeluarkan ketentuan tantang upah minimum bagi karyawan
menurut jenis perindustrian/industri. Bila pimpinan perusahaan tidak
mengindahkan ketentuan-ketentuan upah minimum maka pimpinan
perusahaan akan dihadapkan kepada berbagai masalah seperti :
(1) Pimpinan perusahaan dapat dituntut di depan pengadilan karena
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam
menetapkan kompensasi.
(2) Terbuka kemungkinan terjadi protes berupa unjuk rasa bahkan
pemogokan karyawan, karena menuntut dilaksanakan ketentuan upah
minimum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
5) Mengendalikan biaya kearah efesiensi
Kebijaksanaan kompensasi yang tepat merupakan faktor pendorong tumbuh-
kembangnya kinerja karyawan, kepuasan kerja dan semangat kerja di
kalangan karyawan. Indicator tersebut merupakan faktor utama
meningkatkan efesiensi di dalam perusahaan yang dicerminkan semakin
meningkat kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan
(rentabilitas). Sumber daya manusia di perusahaan itu mampu
meminimalkan biaya-biaya dalam hubungannya dengan operasi perusahaan.
6) Mengokohkan dan menentukan struktur
Kebijaksanaan sistem kompensasi dapat membantu struktur organisasi
perusahaan, hierarki statusnya, tingkat di mana orang-orang dalam posisi
teknik dapat mempengaruhi orang-orang yang ada di posisi ini.
7) Memudahkan sasaran strategis
Suatu perusahaan yang ingin membentuk budaya perusahaan yang
menguntungkan dan kompetitif, atau mungkin ingin menjadi tempat kerja
yang menarik sehingga dapat menarik pelamar-pelamar terbaik. Kompensasi
total dapat mencapai sasaran ini, dan dapat pula memajukan sasaran
perusahaan lainnya, seperti pertumbuhan pesat, kelangsungan hidup, dan
inovasi.
2.1.13 Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya Kompensasi
Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh perusahaan dalam
pemberian kompensasi, antara lain : (Hasibuan, 2007:127)
1) Penawaran dan permintaan tenaga kerja.
Jika pencarian kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan
(permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya jika pencarian kerja
lebih sedikit daripada lowongan pekerja, maka kompensasi relative semakin
besar.
2) Kemampuan dan kesediaan perusahaan
Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin
baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi sebaliknya, jika
kemampuan dan keadilan perusahaan untuk membayar kurang maka tingkat
kompensasi relative kecil.
3) Serikat buruh / organisasi karyawan
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka, tingkat kompensasi
semakin besar. Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat dan kurang
berpengaruh maka tingkat kompensasi relative kecil.
4) Produktivitas kerja karyawan
Jika produktifitas kerja karyawan baik dan banyak maka kompensasi akan
semakin besar. Sebaliknya kalau produktifitas kerjanya buruk serta sedikit
maka kompensasinya kecil.
5) Pemerintah dengan undang-undang dan Keppres
Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan besarnya batas
upah / balas jasa minimum. Peraturan pemerintah ini sangat penting supaya
pengusaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi
karyawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari
kesewenang-wenangan.
6) Biaya hidup/cost of living
Apabila tingkat hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi/upah
semakin besar. Sebaliknya, apabila tingkat hidup di daerah itu rendah maka
tingkat kompensasi/upah relative kecil. Seperti tingkat upah di Jakarta lebih
besar dari di Bandung. Karena tingkat hidup di Jakarta lebih besar daripada
di Bandung.
7) Posisi jabatan karyawan
Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima / gaji atau
kompensasi lebih besar. Sebaliknya karyawan yang menduduki jabatan lebih
rendah akan memperoleh gaji/kompensasi lebih kecil. Hal ini wajar karena
seseorang yang mendapat kewenangan yang memegang tanggung jawab
yang besar harus mendapatkan gaji/kompensasi yang lebih besar pula.
8) Pendidikan dan pengalaman kerja
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji/
balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya
lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan
pengalaman kerja yang kurang maka tingkat gaji dan kompensasi kecil.
9) Kondisi perekonomian nasional
Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju maka tingkat upah dan
kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full
employment. Sebaliknya, jika kondisi perekonomian kurang maju maka
tingkat upah rendah, karena terdapat banyak pengangguran.
10) Jenis dan sifat pekerjaan
Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai resiko yang besar
maka tingkat upah/balas jasanya semakin besar karena membutuhkan
kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya. Tetapi jika jenis dan sifat
pekerjaannya mudah dan resiko kecil, maka tingkat upah atau balas jasa
relatif rendah.
2.2 Kerangka Konseptual
Berdasarkan definisi dan kajian teori dari beberapa para ahli yang ada,
maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran sebagai dasar penentu hipotesis
seperti gambar berikut.
Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian
Kepemimpinan H1
Transformasional (X1)
Lingkungan Kerja H2
Fisik (X2)
Kinerja (Y)
Kompensasi (X3) H3
2.3 Hipotesis Penelitian
2.3.1 Pengaruh kepemimpiana transformasional, lingkungan kerja fisik, dan
kompensasi terhadap kinerja
Salain (2014) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan di lingkungan Kanwil PT.
Pegadaian (Persero) Denpasar. Ekawarna dan Sofyan (2010) menemukan terdapat
pengaruh yang signifikan variabel lingkungan kerja fisik terhadap kinerja.
Vemmylia (2009) dan Afani (2008) menemukan bahwa variabel lingkungan kerja
fisik memiliki pengaruh yang positif serta signifikan terhadap kinerja karyawan.
Penelitian dari Dhermawan (2012) menunjukkan variabel kompensasi terhadap
variabel kinerja menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan. Islam et al.
(2011) menyatakan ada hubungan yang positif dan signifikan antara kompensasi
dan kepuasan kerja. Syah (2013) menyatakan bahwa kompensasi finansial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai
berikut.
H1 : Kepemimpinan transformasional, lingkungan kerja fisik, dan kompensasi
berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan.
2.3.1 Pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja
karyawan
Salain (2014) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan di lingkungan Kanwil PT.
Pegadaian (Persero) Denpasar. Yudistira dan Siwantara (2012) menemukan
bahwa gaya kepemimpinan transformasional ketua koperasi berpengaruh positif
dan signifikan secara langsukompensasing terhadap kinerja manajer koperasi di
Kabupaten Buleleng.
Givens (2008) menemukan gaya kepemimpinan transformasional
berdampak positif terhadap organizational outcomes (kinerja, kultur, dan visi).
Adnan Riaz dan Mubarak Hussain Haider (2010) menyatakan bahwa pemimpin
transformasional memfasilitasi pemahaman baru dengan meningkatkan atau
mengubah kesadaran akan masalah. Akhirnya, mereka menumbuhkan inspirasi
dan semangat untuk menempatkan usaha ekstra untuk mencapai tujuan bersama.
Penelitian dari Agustina dkk. (2012) menemukan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan
pada Rumah Sakit Malang. Nurita (2008) menyatakan bahwa kepemimpinan
transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
pada PT. Adira Finance.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai
berikut.
H2 : Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan.
2.3.2 Pengaruh lingkungan kerja fisik terhadap kinerja karyawan
Cahyono (2014) menemukan bahwa lingkungan kerja memberikan
pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PT. Telkom
Indonesia.tbk.
Ekawarna dan Sofyan (2010) menemukan terdapat pengaruh yang
signifikan variabel lingkungan kerja fisik terhadap kinerja. Vemmylia (2009) dan
Afani (2008) menemukan bahwa variabel lingkungan kerja fisik memiliki
pengaruh yang positif serta signifikan terhadap kinerja karyawan. Farid (2008)
menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja guru dan karyawan di SMA Wachid Hasyim Surabaya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut.
H3 : Lingkungan kerja fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan.
2.3.3 Pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan
Penelitian dari Dhermawan (2012) menunjukkan variabel kompensasi
terhadap variabel kinerja menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan.
Islam et al. (2011) menyatakan ada hubungan yang positif dan signifikan antara
kompensasi dan kepuasan kerja. Syah (2013) menyatakan bahwa kompensasi
finansial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Siregar (2011) menyatakan bahwa kompensasi finansial berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja guru, artinya sistem kompensasi finansial yang tinggi
mengakibatkan peningkatan kepuasan kerja. Riyadi (2011) menyatakan bahwa
kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada
perusahaan manufaktur di Jawa Timur.
H4 : Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
Recommended