View
222
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
9
BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1 Pengajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 1994
Kurikulum Bahasa di Sekolah Dasar berdasarkan GBPP 1994. Meliputi
pengertian, fungsi, ruang lingkup dan tujuan Pengajaran Bahasa Indonesia. Aspek-
aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
2.1.1 Pengertian Pengajaran Bahasa dalam Kurikulum
Pengertian pengajaran bahasa dalam kurikulum dijelaskan bahwa:
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan ( berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari orang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia (1994 : 8).
2.1.2 Fungsi Bahasa Indonesia dalam Kurikulum
Sesuai dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
bahasa negara, maka fungsi pengajaran bahasa Indonesia adalah menyangkut
pengembangan sikap, logika dan keterampilan. Sementara ditinjau dari sudut
perkembangan psikologis, maka Bahasa Indonesia mempercepat proses sosialisasi diri
dan alat untuk menyatakan diri, yang pada proses berikutnya memantapkan konsep
diri atau percaya diri. Artinya pada saat-saat usia tentu akan terlayani kebutuhannya.
10
2.1.3 Ruang lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam kurikulum
Pendidikan dasar, meliputi :
1. Penguasaan kebahasan.
2. Kemampuan memahami.
3. Mengapresiasikan sastra
4. keterampilan berbahasa/menggunakan bahasa untuk segala macam
kebutuhan.
.
2.1.4 Tujuan Pengajaran Bahasa Indonesia
Komponen tujuan merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam
pelaksanaan pengajaran Bahasa Indonesia. Tujuan ini akan menentukan isi dan
strategi pengajaran, serta bentuk evaluasi yang akan dijalankan. Guru yang berada di
depan kelas harus selalu tahu dan sadar tentang tujuan yang hendak dicapai dalam
proses belajar mengajar, agar mampu mengolah pengajaran secara lebih sistematis dan
metodis. Ini berarti tujuan dapat mengarahkan guru dan siswa selama proses belajar
mengajar.
Dalam GBPP. Bahasa Indonesia 1994 (KlsV), tujuan yang dicantumkan
meliputi tujuan umum, tujuan khusus dan tujuan kelas, disamping itu dicantumkan
juga pembelajaran dalam setiap catur wulan. Tujuan yang menjadi acuan penelitian ini
adalah tujuan khusus, yang di antaranya sebagai berikut :
a. Siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman, dan pesan
secara lisan dan tertulis.
11
b. Siswa mampu mengungkapkan perasaan secara lisan dan tertulis dengan
jelas.
c. Siswa mampu berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain
secara lisan.
d. Siswa memiliki kepuasan dan kesenangan berbicara.
e. Siswa mampu menyampaikan informasi secara lisan dan tertulis sesuai
dengan keadaan.
f. Siswa memiliki kegemaran menulis.
g. Siswa mampu menerapkan unsur-unsur kebahasaan karya sastra dalam
berbicara dan menulis (1994 :9).
2.2 Keterampilan Berbicara 2.2.1 Keterampilan Berbicara sebagai Salah Satu Keterampilan Berbahasa
Tarigan (1981:1) menyatakan bahwa keterampilan berbahasa memiliki empat
komponen, yakni :
a. Keterampilan menyimak (listening skills) b. Keterampilan berbicara (speaking skills) c. Keterampilan membaca (reading skills) d. Keterampilan menulis (writing skills)
Keempat keterampilan berbahasa tersebut pada dasarnya merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Maksudnya antara komponen yang satu
dengan yang lainnya memiliki kaitan yang erat, saling mendukung dan saling
menunjang. Oleh karena itu, keempat keterampilan berbahasa tersebut sering disebut
catur tunggal.
12
Jika di dalam kajian pustaka ini penulis banyak menjelaskan mengenai
keterampilan berbicara, bukan berarti penulis menaruhnya di peringkat teratas
sementara keterampilan berbahasa lainnya berada jauh di bawahnya. Hal ini penulis
lakukan semata-mata agar landasan teoritis yang penulis kemukakan tetap bertumpu
pada kerangka persoalan yang diteliti, yakni keterampilan berbicara di kalangan siswa
Sekolah Dasar.
Setiap keterampilan erat sekali hubungannya dengan tiga keterampilan lainnya
dengan cara yang beraneka ragam. Pemerolehan keterampilan berbahasa, biasanya
melalui suatu urutan hubungan yang teratur, yaitu mula-mula pada waktu kecil kita
belajar menyimak, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca, dan terakhir
kita belajar menulis. Menyimak dan berbicara dipelajari sebelum memasuki sekolah,
sedangkan membaca dan menulis dipelajari setelah memasuki sekolah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara
merupakan salah satu komponen keterampilan berbahasa. Keterampilan berbicara ini
merupakan proses perubahan bentuk pikiran atau perasaan atau ide, menjadi wujud
bunyi bahasa yang bermakna. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang
produktif, terjadi secara langsung dan ekspresif.
2.2.2 Batasan dan Tujuan Berbicara
Pengertian tentang berbicara mempunyai definisi yang berbeda-beda antara
pakar yang satu dengan pakar yang lain.
13
2.2.2.1 Batasan Berbicara
Menurut Kridalaksana (1982:25) berbicara adalah “Perbuatan yang
menghasilkan bahasa untuk komunikasi sebagai salah satu keterampilan dasar dalam
berbahasa.”
Menurut Ropi’uddin ( 1998/1999 : 56) bahwa “Berbicara merupakan bentuk
prilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis,
semantik, dan linguistik.”
Menurut Tarigan (1992 :138) “Berbicara adalah bagian dari komunikasi lisan, di
mana dalam setiap kegiatan berbicara selalu terlibat sejumlah faktor, seperti:
pembicara, pembicaraan, penyimak, media, sarana penunjang, dan interaksi.”
Menurut Kartimi (dalam Yunita, 1998:15) berbicara adalah “Merupakan suatu
peristiwa, penyampaian maksud, gagasan, pikiran, perasaan seseorang kepada orang
lain dengan menggunakan bahasa lisan, sehingga maksud tersebut dipahami oleh
orang lain.”
Menurut Tarigan (1990:149). berbicara adalah “Keterampilan
menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.”
Menurut Arsjad (1991: 17) berbicara adalah “kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengepresikan,
menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.”
Menurut Tarigan (1981:15) berbicara adalah “Kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatukan, serta
menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.”
Batasan ini diperluas sehingga berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang
dapat didengar (audible) dan yang dapat dilihat (visible) yang memanfaatkan sejumlah
14
otot tubuhn manusia demi gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Lebih
luas lagi, bebricara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan
faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian
ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling
penting bagi kontrol sosial.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah bukan hanya
pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata, berbicara lebih merupakan alat untuk
menyampaikan/mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun dan dikembang-
kan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan si pembicara.
2.2.2.2 Tujuan Berbicara
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogyalah sang pembicara memahami
makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikannya. Dia harus mampu
mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya.
Orang yang berbicara (pembicara) memiliki tujuan yang berbeda ketika ia berbicara, tujuan itu bisa berupa bicara untuk menghibur, berbicara untuk menginformasikan, berbicara untuk menstimulasi, berbicara untuk meyakinkan dan berbicara untuk menggerakkan (Tarigan, 1990:151).
2.2.3 Tujuan Pengajaran Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara sangat diperlukan oleh setiap orang di sekolah dan di
luar sekolah. Di lingkungan sekolah, keterampilan berbicara diperlukan sebagai alat
untuk mengungkapkan pendapat, gagasan, dan menyatakan eksistensi diri, bahkan
melalui berbicara orang dapat menggali informasi. Di luar sekolah keterampilan
15
berbicara diperlukan untuk menyatakan pendapat, menyatakan diri, juga diperlukan
dalam menunjang keberhasilan pekerjaan, pemerintah, pendidikan, dan keilmuan.
Melihat begitu pentingnya keterampilan berbicara dalam kehidupan sehari-
hari, pantaslah jika pengajarannya dilaksanakan di sekolah. Sekolah merupakan salah
satu tempat yang terorganisasi guna penanaman bentuk-bentuk keterampilan yang
dapat menunjang siswa apabila terjun ke lingkungan masyarakat. Salah satunya adalah
pengajaran keterampilan berbicara yang tentu saja banyak manfaatnya.
Pengajaran berbicara harus diajarkan di sekolah karena disebabkan oleh
terlibatnya taraf kemampuan berbicara siswa yang bervariasi. Seperti yang
diungkapkan Tarigan dalam Modul Pengajaran Berbahasa, bahwa :
Di lingkungan sekolah, terutama di kelas dapat dilihat taraf kemampuan berbicara siswa bisa bervariasi mulai dari taraf baik atau lancar, sedang, gagap, atau kurang. Ada siswa yang lancar menyatakan keinginannya, rasa senang, sedih, sakit, atau letih. Bahkan mungkin dapat menyatakan pendapatnya mengenai sesuatu walau dalam taraf sederhana. Beberapa siswa lainnya masih takut-takut berdiri di hadapan teman sekelasnya. Bahkan, tidak jarang kita lihat beberapa siswa berkeringat, dingin, berdiri kaku lupa segalanya bila ia berhadapan dengan sejumlah siswa lainnya. Kenyataan diatas hendaknya dijadikan landasan pegnajaran berbicara di sekolah (1990:143). Apabila dijadikan landasan pengajaran di sekolah berarti dalam setiap
pelaksanaannya harus mendapatkan jatah yang lebih banyak dan minimal seimbang
dengan pengajaran keterampilan berbahasa yang lainnya, yakni menyimak, membaca,
dan menulis. Siswa diharapkan dapat bergiliran untuk berbicara dalam setiap proses
belajar mengajar (walaupun terbatas pelaksanaannya). Dengan demikian, sedikit demi
sedikit tujuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia, yakni terampil berbahasa
(berbicara) akan tercipta.
16
Untuk sampai pada taraf terampil, maka pengajaran berbicara harus dipelajari
dan dilatihkan, khususnya kepada siswa di lingkungan sekolah. Guna mengarahkan
siswa agar terampil berbicara, maka guru sebagai pemandu dalam pembelajaran harus
mengetahui dan dapat menerapkan tujuan pembelajaran serta dapat menciptakan
kondisi yang mungkin siswa berbicara, baik melalui percakapan, diskusi dan lain-lain.
Tujuan pengajaran keterampilan berbicara menurut Semi (dalam Yunita,
1998:18) adalah sebagai berikut :
1) Siswa mampu menggunakan alat bicara secara tepat dan sempurna, baik volume maupun warna suara.
2) Siswa terlatih menggunakan bahasa Indonesia secara aktif, sehingga mampu berkomunikasi dengan baik dalam kegiatan formal.
3) Mampu berbicara dengan mudah, lancar, dan fasih. 4) Siswa dapat berbahasa menurut sopan santun yang berlaku. 5) Siswa dapat melafalkan kata dan mengucapkan kalimat dengan intonasi
yang betul. 6) Siswa terbiasa mengeluarkan pendapat secara lisan dalam berbagai situasi. 7) Membantu pembentukan pendengaran yang kritis. Teknik pembelajaran yang bagaimana yang dianggap paling baik? Baik
buruknya suatu teknik pembelajaran keterampilan berbahasa tidaklah terletak pada
teknik pembelajaran itu sendiri. “Apabila seorang guru menggunakan suatu teknik
pembelajaran keterampilan berbahasa dalam konteks tepat, maka baiklah teknik
tersebut” (Tarigan, 1990:40).
Dari pernyataan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa tidak ada suatu teknik
yang baik atau buruk. Baik buruknya suatu teknik pembelajaran tergantung pada
penggunannya. Berpijak pada kenyataan tersebut, penulis menganggap bahwa teknik
pembelajaran reka cerita gambar sangat tepat untuk dijadikan teknik pembelajaran
berbicara terutama di sekolah dasar karena selain gambar dapat menarik dan
merangsang, gambar juga mampu membantu mempertajam imajinasi.
17
2.3 Model Pembelajaran Berbicara Menggunakan Media Gambar Seri
2.3.1 Pengertian Model
Model dapat diartikan sebagai gambaran mental yang membantu
mencerminkan dan menjelaskan pola pikir dan pola tindakan sesuai hal. Pembelajaran
adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam rangka menciptakan suasana yang
kondusif bagi siswa belajar. Dengan demikian, model pembelajaran dapat diartikan
sebagai suatu konsep yang membatu menjelaskan proses pembeljaran baik
menjelaskan pola pikir maupun pola tindakan pembelajaran tersebut. Oleh sebab itu,
Yulaenawati (2004: 56) menyaakan bahwa “Model Pembelajaran Menawarkan
struktur dan pemahaman desain pembelajaran dan membuat para pengembang
pembelajaran memahami masalah, merinci masalah ke dalam unit-unit yang mudah
diatasi, dan menyelesakan masalah pembelajaran”.
Konsep model pembelajaran di atas sering dipertukarkan dengan konsep
desain pembelajaran. Padahal Gagne dan Briggs (1979: 18) menyatakan bahwa “A
mayor distinction needs to be made between a model of teaching and an instructional
system”. Perbedaan tersebut dikemukakan oleh Mulyana (2003: 242) yang
menjelaskan bahwa perbedaan yang mendasar antara model mengajar dan desain
instruksional ialah pada tujuannya. Sebuah desain instruksional bertujuan menyajikan
produk permaknaan untuk kepentingan meningkatkan semua tipe hasil belajar yang
dituntut oleh kurikulum atau mata kuliah tertentu. Sebuah model mengajar bertujuan
menyajikan hubungan konseptual antara hasil belajar yang diharapkan dengan metode
atau sejumlah metode mengajar yang tepat.
18
Gagne dan Briggs (1979: 18) menjelaskan :
the purpose of the model teaching is to provide link between a desired outcome and an appropriate teaching methods of set of methods. The purpose of an instruksional system, however, is to provide the necessary means for achieving all the types of outcomes called for in the curriculum or course being considered. Burdem dan Bryd (1999: 19) menyatakan bahwa desain pembelajaran adalah
keputusan yang dibuat berkenaan dengan organisasi, implementasi, dan evaluasi
pembelajaran. Gagne dan Briggs (1979: 39) menyatakan bahwa desain pembelajaran
adalah proses perencanaan pembelajaran yang dinyatakan dalam tahapan berurutan
sebagai berikut :
1)Analysis of needs, goals and priorities; 2) analysis of resources, constraints, and alternate delivery system; 3) determinations of scope and sequence of curriculum and source objectives; 6) definition of performance objectives; 7) preparring lesson plans (or module); 8) developing, selecting materials, media; 9) assesing student performance (performance measures); 10) teacher’s preparation; 11) formative evaluation; 12) field testing, revision; 13) summative evaluation; 14) installiation and diffusion.
Hasil belajar yang harus menjadi target pencapaian sebuah desain instruksional
terdiri atas lima kategori kemampuan manusia, yaitu 1) intelectual skills; 2) cognitive
stratgies; 3) verbal information; 4) motor skill; dan 5) attitude.
Penjelasan di atas akan berbeda dengan pengertian model pembelajaran.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan model adalah model mengajar, seperti
yang dijelaskan oleh Joyce dkk (2001: 13) bahwa model mengajar ialah “ A patters or
plan, which can be used to shaped a curriculum of course to select instrusional
materials, and to guide a teacher’s actions “. Rumusan ini diperjelas oleh
karakteristik model yang harus ada sebagai unsur pada setiap model mengajar, yaitu 1)
orientation to the model; 2) the model of teaching; 3) application; 4) instructional and
19
nurturant effect. pada butir kedua terdapat konsep unsur mengajar, yaitu; syntax,
social system, principal of reaction, dan support system.
Pengertian syntax merujuk pada penahapan model yang merinci fase – fase
kegiatan model. Sebagai contoh, sintaksis ialah jenis dan urutan kegiatan yang harus
ditentukan. Unsur yang kedua dari model mengajar ialah the social system, yang
berarti hubungan yang harus tetap terjalin antara dosen dengan mahasiswa, dan
macam – macam norma (prinsip) yang harus dianut dan dikembangkan untuk
kepentingan model mengajar ini adalah principles of reaction (prinsip – prinsip
reaksi), yang berarti sikap dan perilaku dosen untuk menanggapi dan merespons
keaktifan mahasiswa dalam belajar. Unsur yang keempat dari model mengajar ialah
support system, yang berarti unsur yang harus terkondisi tepat dan sesuai untuk
menunjang pelaksanaan model mengajar (Dahlan,1984: 26).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa model
mengajar suatu rencana atau pola yang digunakan untuk menyusun kurikulum,
mengatur materi pembelajaran, dan memberikan petunjuk kepada pengajar di dalam
kelas berkenaan dengan proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan.
2.3.2 Gambar Seri Sebagai Media Pembelajaran
Dewasa ini gambar seri dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya surat
kabar, majalah, buku, atau brosur. Gambar yang diperoleh dari berbagai sumber dapat
digunakan oleh guru secara efektif dalam proses belajar mengajar, pada setiap jenjang
pendidikan dan berbagai disiplin ilmu.
Gambar-gambar yang diambil dari berbagai sumber tersebut harus disesuaikan dengan tujuan dan bahan pelajaran yang hendak diajarkan kepada siswa. Gambar-gambar itu mendekati keadaan sebenarnya. Gambar yang diberikan
20
kepada siswa tidak hanya sekedar dapat dilihat saja, tetapi harus dapat dipahami dan dihayati oleh para siswa. Dengan demikian siswa dapat menarik kesimpulan tentang gambar yang diperlihatkan kepadanya (Hidayat, 1990:113)
Pada dasarnya gambar membantu mendorong para siswa serta dapat
membangkitan minatnya pada pelajaran. Sudjana mengemu-
kakan bahwa
Gambar membantu siswa dalam mengembangkan ke mampuan berbahasa, kegiatan seni, dan pernyataan kreatif dalam cerita serta membantu mereka menafsirkan dan mengingat-mengingat isi materi bacaan dari buku teks (1991:70). Selain hal di atas bahwa gambar seri disebut juga flow chart atau gambar
susun. Media ini terbuat dari kertas manila lebar yang berisi beberapa buah gambar.
Gambar-gambar tersebut berhubungan satu sama lain sehingga merupakan rangkaian
cerita. Setiap gambar diberi nomor urut sesuai dengan urutan-urutan jalan ceritanya.
Media ini sangat sesuai untuk melatih keterampilan ekspresi tulis (mengarang) dan
ekspresi lisan (berbicara/bercerita). Dengan mengamati gambar seri yang
dibentangkan di depan kelas, para siswa diharapkan dapat memperoleh konsep topik
tertentu. Langkah selanjutnya siswa disuruh menuangkannya kembali dalam bentuk
lisan atau tulisan . Untuk latihan dalam menceritakan kembali isi dongeng dengan
diberi media gambar seri siswa dapat mengembangkannya dari satu gambar menjadi
satu alinea. Jadi apabila gambar seri terdiri dari empat gambar, maka siswa dapatr
mengembangkannya menjadi empat alinea. Adapun jenis gambar untuk media ini
adalah memonis, yakni suatu gambar yang dapat menimbulkan suatu ingatan pada
suatu rangkaian cerita atau kejadian tertentu.
Dengan memperhatikan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
gambar pada umumnya menarik perhatiana gambar mempunyai arti dan tafsiran
21
tersendiri. Karena itu, gambar dapat digunakan sebagai media pengajaran dan
mempunyai nilai-nilai pendidikan bagi anak-anak sehingga pada akhirnya
memungkinkan belajar secara efektif di sekolah.
2.3.3 Nilai Gambar Seri dalam Proses Belajar Mengajar
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa gambar
memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut diperoleh karena gambar
mempunyai nilai-nilai sebagai berikut :
1) Gambar bersifat konkrit. Melalui gambar siswa dapat melihat dengan jelas sesuatu
yang dibicarakan.
2) Gambar mengatasi bahwa waktu dan ruang. Contohnya gambar Sphinx di Mesir
dapat dipelajari di Indonesia, demikian pula dengan kejadian yang sudah lampau
dapat pula dipelajari melalui gambar.
3) Gambar dapat memperkaya ilustrasi suatu bacaan atau materi pelajaran yang
disajikan kepada siswa.
4) Gambar dapat membangkitkan minat siswa terhadap sesuatu yang baru.
5) Gambar mudah didapat dan murah serta mudah menggunakannya baik untuk
perorangan, maupun untuk kelompok.
Karena gambar memiliki beberapa keuntungan, maka guru selayaknya
memanfaatkan media tersebut sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang hendak
disampaikan kepada siswa.
22
2.3.4. Gambar Seri dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Penggunaan gambar sebagai media maupun sumber belajar di kelas sekolah
dasar, belumlah biasa dilakukan oleh para guru. Hal itu, karena menyiapkan gambar
bukanlah hal yang mudah. Walaupun tidak teramat sulit, menyiapkan gambar untuk
pembelajaran dapat menyita banyak waktu, bahkan perlu biaya untuk mencarinya.
Pembelajaran yang penuh dinamika, yang dapat mengaktifkan siswa,
memerlukan media pembelajaran yang menarik. Perlu inovasi yang
berkesinambungan. Meskipun media yang menarik tidak identiik dengan media yang
mahal. Media diperlukan karena belajar akan lebih baik bila melibatkan banyak
indera. “Siswa akan menguasai hasil belajar dengan optimal jika dalam belajar siswa
dimungkinkan menggunakan sebanyak mungkin indera untuk berinteraksi dengan isi
pembelajaran” (Depdiknas, 2003). Dengan adanya media, siswa tidak saja
mengaktifkan indera pendengarnya mendengarkan penjelasan guru, tapi juga indra
penglihatan, perasa, dan sebagainya.
Media menurut Suparno (1998:1) adalah ”suatu alat yang dipakai sebagai
saluran (chanell) untuk menyampaikan pesan atau informasi dari sumber kepada
penerima pesan.” Sedangkan media pembelajaran menurut Sadiman (2005:7), adalah
“segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat, serta
perhatian siswa agar proses belajar terjadi.
Salah satu upaya untuk mengatasi kurangnya minat, kegairahan siswa dalam
belajar, dan memantapkan penerimaan siswa terhadap isi pembelajaran adalah dengan
menggunakan media. Ini penting, karena fungsi media dalam proses pembelajaran
merupakan penyaji stimulus atau informasi yang berguna juga untuk meningkatkan
23
keserasian penerimaan informasi. Media akan memperjelas penyajian pesan agar tidak
terlalu verbalistis. Selain itu, media juga bermanfaat untuk mengatasi keterbatasan
ruang, waktu dan daya indera. Ilustrasi gambar kejadian alam di Aceh misalnya,
merupakan contoh media gambar sebagai upaya mengatasi ruang dan waktu. Kejadian
yang ada di Aceh atau di negara orang, bisa ditelaah dan disentuh oleh siswa yang
berada di sekolah hanya dengan melihat gambar sebagai media pembelajaran.
Menyadari permasalahan tersebut, tugas guru hendaknya berusaha
menumbuhkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya
memiliki kemampuan untuk dapat memanfaatkan atau memilih jenis media yang
sekiranya menarik minat dan membantu siswa dalam proses pembelajaran. Dengan
menggunakan berbagai media, diharapkan siswa dapat dengan mudah mengamati, dan
menirukan langkah-langkah suatu prosedur yang harus dipelajari dari media tersebut.
Dengan demikian, peranan media pengajaran diharapkan dapat membantu sikap pasif
siswa.
Ada beberapa macam media yang sering digunakan dalam pelaksanaan
pembelajaran. Menurut Hastuti (1997:177) media pembelajaran dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu : (a) media visual yang tidak diproyeksikan, dan media
visual yang diproyeksikan. Yang termasuk media visual yang tidak diproyeksikan
ialah : (1) gambar diam, misalnya lukisan, foto, gambar dari majalah, (2) gambar seri
(flow chart), (3) wall chart, berupa gambar, denah atau bagan yang biasanya
digantungkan di dinding, (4) flash chart, berisi kata-kata dan gambar untuk
mengembangkan kosakata. Sedangkan yang termasuk media visual yang
diproyeksikan yaitu media menggunakan alat proyeksi (proyektor) sehingga gambar
atau lukisan tampak pada layar.
24
Gambar dalam fungsinya sebagai media pembelajaran tidak saja dapat menarik
minat siswa tapi juga dapat diarahkan untuk mengatasi kesulitan siswa. Gambar
berseri atau flow chart misalnya dalam pembelajaran mengarang dapat digunakan
sebagai kerangka pikiran agar gagasan yang akan dituliskan lebih sistematik. Banyak
siswa ketika harus mengarang sulit mengemukakan gagasan. kalaupun dapat, gagasan
berupa kata yang pendek-pendek tidak sistematis atau penuh dengan kata sambung.
Gambar berseri biasanya terbuat dari kertas manila lebar berisi beberapa buah gambar.
Gambar-gambar tersebut berhubungan satu sama lain sehingga merupakan rangkaian
cerita. Setiap gambar diberi nomor urut sesuai dengan urutan-urutan jalan ceritanya.
Gambar berseri menurut Soeparno (1998 : 18) sangat sesuai untuk melatih
keterampilan ekspresi tulis (mengarang) dan keterampilan ekspresi lain (berbicara,
bercerita). Dengan mengamati gambar yang ada siswa akan dapat memperoleh konsep
tentang topik tertentu.
Nomor seri gambar yang sudah terurut akan membimbing siswa untuk menulis
lebih sistematik sesuai urutan seri gambar. Demikian pula gagasan yang muncul dari
diri siswa akan muncul lebih banyak karena setiap nomor gambar dapat memberi
inspirasi gagasan yang sangat banyak kepada siswa. Gambar berseri, menurut pepatah
Cina (dalam tarigan, 1990) mengandung seribu bahasa. Ketika siswa kesulitan untuk
menuangkan gagasannya karena tidak ada inspirasi di kepalanya, gambar seri akan
membukakan pengetahuan siswa terkait dengan gambar tersebut Siswa akan lebih
kaya dengan gagasan. Gagasan berasal dari pengetahuan yang terendapkan
(pengetahuan lama) yang disebut skemata. Gambar berseri yang peristiwa atau
kejadian, yang secara keseharian ditemui anak dalam kehidupan, akan membangkitkan
gagasan, memberi inspirasi kebahasaan dan kesenangan tersendiri. Demikian juga
25
terkait dengan pengembangan paragraf, setiap nomor gambar seri dapat dijadikan satu
paragraf oleh siswa.
2.3.5 Gambar sebagai Media Pembelajaran
Pengalaman siswa terhadap dunia nyata pada umumnya dapat dibentuk melalui
media pembelajaran. Salah satu jenis media pembelajaran yang digunakan untuk
memperjelas pesan, untuk keterbatasan ruang karena obyek terlalu besar, kejadian di
masa lalu atau jauh, sering digunakan gambar. Selain dapat memperjelas berbagai hal,
gambar juga mudah diperoleh. Melalui gambar siswa dapat menerjemahkan ide-ide
abstrak dalam bentuk lebih realistis. Edgar Dale (dalam Hastuti, 1997 : 177)
mengatakan bahwa “gambar dapat mengalihkan pengalaman belajar dari taraf belajar
dengan lambang kata-kata ke taraf yang lebih konkret.”
Menurut Hastuti (1997) sebelum guru menggunakan gambar perlu
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
(1.) Pengetahuan atau keterampilan apa yang harus dicapai oleh siswa dengan
media tersebut?
(2.) Kegiatan kreatif mana yang hendak dibina dengan gambar itu?
(3.) Reaksi emosional apa yang hendak ditimbulkan oleh gambar itu?
(4.) Apa gambar itu membawa siswa ke penyelidikan lebih lanjut?
Yang harus diingat juga oleh guru ialah apa yang harus dicapai oleh siswa dengan
gambar itu? Anak juga harus mengerti bagaimana menggunakan gambar tersebut, dan
bagaimana hubungan gambar tersebut dengan bahan pelajaran lain.
26
2.3.6 Memilih Gambar yang Baik
Walaupun gambar sangat mudah diperoleh, bukan berarti bahwa kita dapat
menggunakannya tanpa pertimbangan. Hal terpenting adalah jika kita hendak
menggunakan gambar untuk mencapai suatu tujuan, tentunya kita harus berpatokan
pada kriteria-kriteria tertentu. Berikut ini, Oemar Hamalik (1994:67) mengemukakan
beberapa kriteria dalam penulisan gambar.
1) Keaslian gambar. Gambar menunjukan situasi yang sebenarnya. 2) Gambar yang disajikan harus sederhana di dalam warna. Kesederhanaan
warna menimbulkan kesan tertentu, mempunyai nilai estetis murni dan mengandung nilai praktis.
3) Melalui gambar Si pengamat hendaknya dapat memperoleh tanggapan yang tepat tentang objek-objek dalam gambar, misalnya gambar pada majalah, surat kabar yang bentuknya sudah dikenal siswa.
4) Gambar hendaknya menunjukan hal yang sedang melakukan perbuatan. 5) Gambar harus memiliki nilai artistik. Segi artistik pada umumnya turut
mempengaruhi nilai-nilai gambar.
Kriteria-kriteria memilih gambar yang telah dikemukakan di atas, juga
berfungsi untuk menilai apakah gambar itu efektif atau tidak untuk digunakan sebagai
media pengajaran. Aliah Abdullah (1980 : 17) mengemukakan kriteria utama dalam
memilih gambar ,yaitu :
- gambar jangan terlalu banyak; - kurangi beban verbal; - gunakan pertanyaan yang spesifik dan berkesinambungan; - gambar harus dapat mengevaluasi perkembangan kelas; - melalui gambar guru dapat menilai sejauh mana seorang siswa mencapai
tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian berdasarkan pendapat ahli di atas tentang cara memilih
gambar yang baik, maka dapat disimpulkan bahwa gambar harus asli, sederhana, dan
gambar yang disajikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
27
2.3.7 Ciri-ciri Gambar yang Baik
Gambar/foto yang baik dan dapat digunakan sebagai media belajar menurut
Sudirman (2005), adalah yang memiliki ciri-ciri diantaranya sebagai berikut :
1. Dapat menyampaikan pesan dan ide tertentu.
2. Memberi kesan yang kuat dan menarik perhatian kesederhanaan, yaitu sederhana
dalam warna, tetapi memiliki kesan tertentu.
3. Merangsang orang yang melihat untuk mengungkap tentang objek-objek dalam
gambar.
4. Berani dan dinamis, pembuatan gambar hendaknya menunjukkan gerak atau
pembuatan.
5. Bentuk gambar bagus, menarik, dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskan.
2.4 Media Pengajaran 2.4.1 Pengertian Media Pengajaran
Dalam dunia pendidikan kita sering mendengar istilah media pengajaran. Yang
dimaksud dengan media pengajaran adalah bahan penunjang apa saja yang secara
umum dapat memberikan kejelasan dan keterangan serta gambaran isi pelajaran
kepada siswa dalam proses belajar.
Menurut Hidayat (dalam Kustiningsih, 1997:47) :
Media pengajaran lebih dikenal dengan sebutan alat bantu pengajaran, ialah “sesuatu alat yang dipergunakan guru dalam proses penyampaian pelajaran pada siswa untuk membantu, mempermudah, memperlancar jalannya pengajaran sehingga materi dapat dipahami oleh siswa.
28
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, penulis menyimpulkan
bahwa media pengajaran adalah alat bantu pengajaran yang digunakan dalam rangka
mengefektifkan interaksi guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar.
2.4.2 Fungsi dan Nilai Media Pengajaran
Media pengajaran memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar,
yaitu sebagai alat bantu untuk mewujudkan suatu situasi belajar yang lebih efektif.
Peranan alat bantu/media sangat diperlukan. Dengan adanya alat bantu/alat peraga,
bahan pelajaran akan lebih mudah dipelajari dan dipahami siswa.
Media pengajaran selain berfungsi sebagai alat bantu dalam proses belajar
mengajar, memiliki beberapa fungsi lain. Fungsi-fungsi itu dikemukakan Hidayat
(1990:108) sebagai berikut :
1) Penggunaan media pengajaran dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantu menciptakan suatu situasi belajar mengajar yang efektif.
2) Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dalam keseluruhan situasi mengajar.
3) Media pengajaran mengacu pada tujuan pengajaran. Hal ini menandakan bahwa penggunaan alat peraga harus sesuai dengan tujuan yang hendak diberikan kepada siswa.
4) Penggunaan media pengajaran dimaksudkan untuk melengkapi suatu proses belajar megnajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
5) Sebagai alat bantu, media pengajaran berfungsi untuk memeprcepat, memeprmudah, serta memperlancar jalannya pengajaran sehingga siswa lebih mudah dipahami pelajaran yang disampaikan guru.
6) Media pengajaran berfungsi menignkatkan hasil belajar mengajar.
29
Itulah beberapa fungsi media pengajaran. Di samping fungsi-fungsi yang telah
dikemukakan, media pengajaran dalam proses belajar mengajar mengandung nilai-
nilai sebagai berikut :
1) Dengan media pengajaran guru dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata
kepada siswa untuk berpikir sehingga dapat mengurangi verbalisme pada
diri siswa.
2) Media pengajaran dapat meningkatkan minat dan perhatian siswa.
3) Media pengajaran dapat memantapkan hasil belajar.
4) Media pengajaran memberi pengalaman nyata kepada siswa dan
menumbuhkan kegiatan berpikir siswa dalam belajar.
5) Media pengajaran menumbuhkan pola pikir yang teratur dan
berkesinambungan.
6) Media pengajaran dapat menumbuhkan pemikiran dan perkembangan
bahasa siswa.
7) Media pengajaran memberikan pengalaman kepada siswa yang tidak
mudah diperoleh dengan cara lain, serta membantu efisiensi belajar yang
lebih sempurna.
Selain alat peraga atau media pengajaran mempunyai fungsi dan nilai, dalam
pegajaran bahasa khususnya pengajaran bahasa Indonesia, penggunaan alat peraga
dapat ditujukan untuk maksud-maksud tertentu, misalnya sebagai berikut :
1) Untuk menerangkan suatu materi pelajaran kepada siswa.
2) Sebagai pancingan untuk kegiatan latihan berbahasa, contohnya : gambar
model dapat digunakan dalam upaya memberikan suatu pengertian, mulai
latihan, dan memancing respon siswa.
30
3) Menggunakan alat bantu secara aktif dapat menghubungkan sesuatu unsur
kebudayaan dengan kegiatan kelas yaitu, melalui penggunaan poster, iklan,
surat kabar, dan sebagainya yang berhubungan dengan ilustrasi suatu unsur
kebudayaan yang sedang dibahas.
4) Menggunakan alat bantu yang tepat dan bermutu dapat mewujudkan suatu
situasi belajar yang optimal.
2.4.3 Jenis-jenis Media Pengajaran
Ada beberapa jenis media pengajaran yang biasa dipergunakan dalam
pengajaran bahasa, yaitu :
1. Papan Tulis
Papan tulis merupakan media pengajaran yang sudah lama dipergunakan
dalam dunia pendidikan yang sangat populer. Sehingga sampai kini papan tulis
masih dipergunakan sebagai media pengajaran utama dari mulai tingkat Sekolah
Dasar hingga tingkat Perguruan Tinggi. Selain harganya murah papan tulis pun
sangat mudah digunakan.
2. Papan Flanel
Papan flanel adalah sejenis papan yang permukaannya dilapisi dengan kain
flanel. Kegunaannya ialah untuk menempelkan program yang berupa gambar,
skema kartu kata, dan semacamnya. Agar dapat melekat pada papan planel, maka
barang yang kita tempelkan tersebut bagian belakangnya harus dilapisi dengan
kartu pasir atau barang yang permukaannya kasar. (Suparno, 1987: 15)
31
3. Papan Magnetis
Pada hakikatnya penggunaan papan magnetis tidak berbeda dengan papan
flanel. Letak perbedaannya adalah pada sistem melekatnya gambar-gambar atau
program tersebut pada papan. Apabila pada papan flanel melekatnya gambar pada
papan disebabkan oleh permukaan barang kasar yang terkait pada permukaan kain
flanel, maka pada papan magnetis melekatnya gambar-gambar tersebut disebabkan
daya tarik magnet. ( Suparno, 1987: 16)
4. Papan Tali
Papan tali dapat dibuat dengan memasang tali-tali pada papan tulis biasa atau
pada papan tripleks. Tali yang paling baik adalah kawat kecil. Tetapi apabila tidak
ada dapat juga dipergunakan tali,benang, rafia atau apa saja. Media ini sangat
bermangfaat di sekolah dasar untuk pelajaran membaca dan menulis pemulaan
yang mempergunakan metode SAS (Struktur- analitik- sintetik). (Suparno,
1987:16)
5. Papan Selip (Slot Board)
Media ini sering juga disebut catra kantong (pocket chart).
Bahan untuk membuatnya adalah tripleks atau karton dengan ukuran kurang lebih
60 x 40 cm. Ukuran tersebut tidak mutlak, dapat diperbesar atau diperkecil
menurut keperluan. Pada papan tersebut dipasang beberapa deret kantong atau
selipan dari bahan yang sama. Kantong atau selipan tersebut membujur dari kanan
ke kiri. Besar kantong disesuaikan dengan besar kecilnya kartu yang akan kita
selipkan. Media ini sangat sesuai untuk menerangkan struktur kalimat, dan sesuai
juga untuk latihan substitusi dan transposisi gatra kalimat. ( Suparno, 1987 :17)
32
6. Gambar
Gambar adalah sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua
dimensi sebagai curahan perasaan atau pikiran. Gambar-gambar yang dapat
digunakan sebagai media pengajaran adalah lukisan, ilustrasi, iklan, kartun, potret,
karikatur, dan gambar berseri. Kesemua itu dapat diperoleh dari majalah, buletin,
kalender, dan media lainnya. Bahkan guru yang kreatif dapat membuatnya sendiri.
7. Gambar Seri
Media ini disebut juga flow chart atau gambar susun. Media ini terbuat dari
kertas manila lebar yang berisi beberapa buah gambar. Gambar-gambar tersebut
berhubungan satu sama lain sehingga merupakan satu rangkaian cerita. Setiap
gambar diberi nomor urut sesuai dengan urutan-urutan jalan ceritanya. Media ini
sangat sesuai untuk melatih keterampilan ekspresi tulis (mengarang) dan
keterampilan ekspresi lisan (berbicara, bercerita). Dengan mengamati gambar
yang dibentangkan di depan kelas, para siswa diharafkan dapat memperoleh
konsep tentang topik tertentu (Suparno, 1987: 18).
8. Wall Chart
Media ini berupa gambar, denah, bagan, atau skema yang biasanya
digantungkan pada dinding kelas. Apabila diperlukan, media ini dapat
digantungkan di papan tulis. Salah satunga bentuk wall chart adalah cerita
gambar. Kegunaan media ini untuk melatih penguasaan kosa kata dan penyusunan
kalimat. Penggunaan media cerita gambar ini sangat bergantung pada kreativitas
guru. Tanpa kreativitas guru., media ini hanya berpungsi sebagai hiasan dinding
belaka. Guru yang kreatif, dapat memanfaatkan media tersebut untuk melatih
berbagai keterampilan dengan berbagai variasi ( Suparno, 1987: 19).
33
9. Flash Cart
Media ini berupa kartu-kartu berukuran 15 x 20 cm sebanyak 30 sampai 40
buah. Bahan yang terbaik untuk membuat kartu-kartu tersebut adalah kertas
manila. Setiap kartu diisi dengan gambar-gambar yang berbentuk stick figure ,
yakni gambar yang berisi garis-garis sederhana tetapi sudah menggambarkan
pesan yang jelas. Gambar-gambar tersebut tidak boleh disertai dengan tulisan
apapun. Media ini sangat cocok untuk melatih keterampilan berbicara secara
sepontan dengan menggunakan pola kalimat-kalimat tertentu. Metode pengajaran
bahasa yang paling sesuai dengan menggunakan media ini adalah metode latihan
siap atau latihan praktek ( dril and practice method) (Suparno, 1987 :19).
10. Kubus Struktur
Media ini terdiri dari beberapa kubus yang terbuat dari kayu, tripleks, atau
karton. Apabila kubus tersebut terbuat dari karton, maka bentuknya akan
menyerupai kotak kapur tulis. Pada keenam sisi kubus itu bertuliskan kata-kata
tertentu. Kubus pertama bertuliskan kata-kata yang dapat menduduki gatra subjek.
Kubus kedua bertuliskan kata-kata yang dapat menduduki gatra predikat. Kubus
ketiga bertuliskan kata-kata yang dapat menduduki gatra objek. Kubus keempat
bertuliskan kata-kata yng dapat menduduki gatra keterangan. Untuk keperluan
latihan, substitusi gatra kalimat dapat dilakukan dengan cara membalik-balikan
kubus-kubus tersebut. Jika kubus-kubus itu dibalik-balikan maka tulisan yang
tertera pada setiap sisinya pun akan berganti pula ( Suparno, 1987 : 21).
11. Bumbung Subtitusi
Media ini berupa tabung atau bumbung panjang yang pada bagian luarnya
dilapisi atau dilingkupi dengan kertas manila. Kertas manila tersebut dilingkupkan
34
sedemikian rupa sehingga memungkinkan kertas tersebut dilingkupkan
sedemikian rupa sehingga memungkinkan kertas tersebut berputar-putar. Jumlah
kertas pelingkup tersebut sebanyak tiga atau empat buah sesuai dengan jumlah
gatra kalimat yang akan disubstitusi. Setiap kertas pelingkup ditulisi kata-kata
yang dapat mengisi gatra yang sama, berderet dari atas ke bawah. Cara
menggunakan media ini dengan memutar-mutar kertas pelingkup tersebut
(Suparno, 1987 : 22 ).
12. Kartu Gambar
Media ini terbuat dari kartu-kartu kecil berukuran 6x9 cm. Setiap kertas
berisikan gambar yang diperoleh dengan jalan menempelkan guntingan gambar
dari majalah atau dari tempat lain. Sifat gambar boleh tematis, boleh memonis
dan boleh pula semantis. Akan tetapi yang paling baik adalah gambar semantis.
Kartu-kartu tersebut tidak boleh bertuliskan apapun. Jumlah kartu kurang lebih 50
buah. Media kartu gambar berpungsi untuk melatih keterampilan berbicara
(Suparno, 1987 : 23 ).
13. Reading Box
Media ini melatih kemampuan membaca. Peralatannya terdiri dari : sebuah
kotak yang berisi seperangkat teks atau bacaan yang lengkap dengan daftar
pertanyaan serta kuncinya sekaligus. Teks tersebut tarap kesukarannya berbeda-
beda. Materi bacaannya pun berpariasi atau beragam. Setiap jenjang bacaannya
menggunakan kertas yang warnanya berbeda biasanya jenjang yang paling rendah
memakai kertas berwarna hijau muda, jenjang berikutnya, biru muda dan merah
muda. Penggunaan media ini bertolak dari prinsip membaca progresif ( Suparno,
1987 : 24 ).
35
14. Reading Machine
Media ini berfungsi melatih keterampilan membca cepat. Peralatannya berupa
sebuah mesin sederhana yang dapat memutar atau mengganti lembaran-lembaran.
Lembaran-lembaran bacaan tersebut biasanya hanya terdiri dari satu kalimat
panjang atau satu kalimat pendek ( Suparno, 1987 : 24 ).
15. Modul
Disamping sebagai nama satu sistem pengajaran, modul juga sebagai nama
suatu media. Sistem pengajaran modul menggunakan prinsip belajar tuntas (
Mastery Learning ) dan maju berkelanjutan (Continious Progress ). Media yang
dipergunakan dalam sistem pengajaran tersebut adalah media modul. Media ini
berupa suatu perangkat yang terdiri atas tujuh komponen , yakni : ( 1 ) Lembaran
petunjuk untuk guru, (2) lembaran petunjuk untuk siswa , (3) Lembaran kegiatan,
(4) Lembaran kerja, (5) Lembaran kunci kerja, (6) Lembaran tes dan (7) Lembaran
kunci tes ( Suparno, 1987 : 25 ).
16. Model
Model merupakan benda tiruan dari benda sebenarnya. Maksud penggunaan
model adalah untuk memberikan pengalaman tak langsung kepada siswa.
17. Peta
Yang dimaksud dengan peta adalah gambar rata suatu permukaan bumi yang
mewujudkan kedudukan dan ukuran bumi yang dilambangkan dengan garis dan
tanda.
36
18. Bagan
Bagan ialah gambaran sesuatu yang dibuat dari garis dan gambar. Bagan
dimaksudkan untuk memperlihatkan suatu hubungan, perkembangan,
perbandingan, dan lain-lain.
19. Poster
Poster merupakan penggambaran yang ditujukan untuk pemberitahuan,
peringatan, maupun penggugah selera yang biasa gambar dan tulisan.
20. Film
Film merupakan alat audio Visual. Secara harfiah film dapat diartikan sebagai
suatu rangkaian gambar yang diproyeksikan ke layar pada kecepatan tertentu
sehingga menjadi suatu urutan tingkatan yang berjalan terus dan menggambarkan
suatu gerakkan yang tampak normal.
21. Slide dan Film Strip
Slide dan Film Strip adalah gambar yang tembus pandang dan diproyeksikan
oleh cahaya melalui proyektor. Gambar slide berupa gambar mati.
22. OHP (Overhead Projektor)
OHP atau Proyektor lintas kepala dapat memproyeksikan hal-hal yang ditulis
dalam lembaran plastik dalam lembaran plastik trasnparansi. Penggunaannya
hampir sama dengan penggunaan slide dan film strip.
23. Radio dan Televisi
Media ini belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Masyarakat lebih
menganggapnya sebagai media hiburan, padahal banyak acara yang mengandung
nilai pendidikan. Namun demikian kiranya saat ini fungsi radio dan televisi sudah
dapat dioptimalkan penggunaannya sebagai media pendidikan. Terbukti dengan
37
kehadiran Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang program acaranya membawa
misi pendidikan.
2.5 Pendekatan Konstruktivisme Dalam Proses Belajar Mengajar
2.5.1 Pengertian
Dasar dari pandangan konstruktivisme adalah anggapan bahwa dalam proses
belajar (a) murid-murid tidak menerima begitu saja pengetahuan yang didapatkan
mereka dan menyimpannya di kepala, melainkan mereka menerima informasi dari
dunia sekelilingnya, kemudian membangun pandangan mereka sendiri tentang
pengetahuan yang mereka dapatkan, dan (b) semua pengetahuan disimpan dan
digunakan kembali oleh setiap orang untuk memperbaharui pengalaman dan
pengetahuannya yang berhubungan dengan ranah pengetahuan tertentu.
Lebih jelas menurut Brooks & Brooks “Konstruktivis” adalah suatu
pendekatan dalam proses belajar mengajar yang mengarahkan pada penemuan suatu
konsep yang lahir dari pandangan-pandangan, dan gambaran-gambaran, serta inisiatip
siswa melalui proses eksplorasi, diskusi, dan penulisan reflektif.
2.5.2 Perbedaan Pendekatan Konstruktivisme dengan Pendekatan Tradisional
Pendekatan kontruktivisme mengingatkan kita pada pendekatan discovery
learning (Cobb; 1999 : 15-16). Kedua pendekatan tersebut memanfaatkan adanya
tantangan untuk menemukan sesuatu. Kedua-duanya memandang siswa-siswa sebagai
ilmuwan kecil.
Perbedaannya terletak pada usaha menemukan pengetahuan yang sudah ada
(dalam discovery learning), dan usaha untuk menemukan pengetahuan baru (dalam
38
konstruktivis). Kadang-kadang pendekatan discovery learning dianggap sebagai
bagian dari pendekatan konstruktivisme.
Lebih jauh, Brooks & Brooks (1997:17) membedakan antara kelas
konstruktivis dengan kelas tradisional, yaitu sebagai berikut :
Kelas Tradisional Kelas Konstruktivisme • Kurikulum disajikan secara
linier • Kurikulum dijadikan sebagai
acuan yang harus diikuti • Aktifitas pembelajaran terikat
pada buku pegangan (teks) • Siswa dianggap sesuatu yang
kosong (kertas putih), dimana guru akan mengoreskan pengetahuan diatasnya
• Guru bertindak sebagai pusat informasi
• Penilaian dilakukan melalui pemberian tes hasil belajar yang terpisah dari PBM
• Siswa banyak kerja secara
individual
• Kurikulum disajikan secara fleksibel
• Permasalahan sehari-hari sebagai acuan & dapat mendorong rasa ingin tahu siswa
• Aktifitas pembelajaran diarahkan pada penggunaan data mentah
• Siswa dianggap sebagai pemikir yang akan dapat menciptakan suatu informasinya
• Guru sebagai mediator &
fasilitator • Penilaian terjalin dalam PBM
melalui observasi terhadap proses kerja dan kumpulan aktifitas siswa
• Siswa lebih banyak bekerja kelompok
2.5.3 Ciri-Ciri dan Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontruktivisme
Carr, dkk (1998:8-9) mengemukakan bahwa pendekatan konstruktivisme
dalam proses belajar mengajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
39
a. Siswa lebih aktif dalam proses belajar, karena fokus belajar mereka pada
proses integrasi pengetahuan yang baru dengan pengalaman pengetahuan
mereka yang lama.
b. Setiap pandangan yang berbeda akan dihargai dan diperlukan. Siswa
didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan dan mensinstensiskan
secara integrasi.
c. Proses pembelajaran memunculkan masalah-masalah untuk membang-
kitkan interaksi dengan dan antar siswa.
d. Proses pembelajaran mendorong siswa dalam pencarian (inquiry) yang
lebih alami.
e. Proses pembelajaran mendorong adanya kerjasama, tapi bukan untuk
bersaing.
f. Kontrol kecepatan dan fokus pembelajaran ada pada siswa.
g. Dapat memberikan pengalaman belajar yang tidak terlepas dari
pengalaman nyata.
Selanjutnya, Mattews (1994) dalam Paul Suparno mengatakan beberapa ciri
mengajar konstruktivis yaitu sebagai berikut :
a. Orientasi. Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi
dalam mempelajari suatu topik yang hendak dipelajari.
b. Elicitasi. Siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas
dengan mendiskusikan apa yang diobservasikan dalam wujud tulisan,
gambar, ataupun poster.
40
c. Restrukturisasi ide. Dalam hal ini ada tiga hal, yaitu :
1) Klarifikasi ide yang dikontraskandengan ide-ide orang lain atau
teman melalui diskusi.
2) Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya
bertentangan dengan ide orang lain atau idenya tidak dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman-temannya.
3) Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau
dimungkinkan, ada baiknya bila gagasan yang baru dibentuk itu
diuji dengan suatu percobaan atau persoalan yang baru.
d. Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah
dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada macam-macam situasi yang
dihadapi.
e. Review, bagaimana ide itu berubah.
Ada beberapa prinsip dasar dalam pendekatan konstruktivis yang dikemukakan
oleh Brooks & Brooks (1999:ix-x), yaitu sebagai berikut :
a. Guru berusaha mencari pandangan/pendapat siswa dan membuatnya
sebagai titik tolak untuk memulai pembelajaran.
b. Proses pembelajaran diarahkan untuk menantang apa yang menjadi
keyakinan siswa.
c. Dalam sajian proses pembelajaran, memunculkan masalah-masalah yang
relevan bagi siswa.
d. Siswa harus mendapat kesempatan untuk menemukan (membentuk)
relasi matematis sendiri, jangan hanya selalu dihadapkan pemikiran
orang dewasa yang sudah jadi.
41
e. Guru berusaha menciptakan suasana berpikir. Guru tidak hanya
mentransfer apa yang dimilikinya kepada siswa sebagai wujud
pelimpahan fakta.
f. Guru memberikan penilaian hasil belajar siswa dalam konteks proses
belajar.
g. Hubungan antara guru dengan siswa lebih sebagai mitra yang bersama-
sama membangun pengetahuan.
Lebih jauh, Paul Suparno (1997:73) mengatakan prinsip-prinsip konstruk-
tivisme anatara lain : (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; (2) tekanan
dalam proses belajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa
belajar; (4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5)
kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan (7) guru adalah fasilitator.
Recommended