View
22
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut WHO, rumah sakit adalah bagian integral dari organisasi kesehatan
dan sosial, berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap, baik kuratif
maupun preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, kegiatan pelayanan medis
serta perawatan dan institusi pelayanan ini juga berfungsi sebagai tempat pelatihan
personil dan riset kesehatan (Hakim, 2015). Menurut Permenkes RI No. 4 Tahun
2018 pasal 1 menyebutkan Rumah Sakit adalah isntitusi yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, gawat darurat, dan rawat jalan. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui
tenaga medis professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanent
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien
(Azwar, 2011 dalam Trisna 2019).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
menyebutkan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan paripurna tersebut adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Rumah sakit dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki misi yaitu
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit adalah
mengupayakan pelayanan kesehatan yang berdaya guna dengan mementingkan upaya
14
penyembuhan dan pemulihan klien yang dilakukan secara serasi dan terpadu dalam
upaya peningkatan, pencegahan dan perbaikan.
Berdasarkan kelasnya rumah sakit dibedakan menjadi empat kelas mulai dari
A,B,C,D. Dimana untuk membedakan keempat kelas tersebut dapat ditinjau dari
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Listiyono, 2015) :
a. Pelayanan medis.
b. Pelayanan dan asuhan keperawatan.
c. Pelayanan penunjang medis dan non medis.
d. Pelayanan kesehatan masyarakat dan rujukan.
e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan.
f. Administrasi umum dan keuangan.
Sedangkan menurut Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, menyebutkan fungsi rumah sakit yaitu :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standart pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang lengkap tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia dan rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan tekhnologi dalam bidang
kesehatan dalam peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Pengklasifikasian rumah sakit dibedakan berdasarkan jenis penyelenggaraannya,
yang terdiri rumah sakit umum (RSU) dan rumah sakit khusus (RSK). Klasifikasi
15
rumah sakit umum adalah pengelompokan rumah sakit umum berdasarkan tingkatan
menurut kemampuan pelayanan kesehatan, ketenagaan, fisik dan peralatan yang dapat
disediakan dan berpengaruh terhadap beban kerja, rumah sakit umum.(Kemenkes RI
2012).
1. Rumah sakit umum kelas A
Merupakan rumah sakit umum yang mempunyai sarana prasarana dan
kemampuan pelayanan medik yang lengkap, paling sedikit memiliki 4 spesialis
datar, 5 spesialis penunjang medik, 12 spesialis lainnya dan 13 belas subspesialis
serta dapat menjadi rumah sakit pendidikan ketika telah memenuhi syarat dan
standar.
2. Rumah sakit umum kelas B
Merupakan rumah sakit umum yang mempunyai sarana dan prasarana serta
mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan paling sedikit
mempunyai 4 spesialis datar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis lainnya
dan 2 belas subspesialis serta dapat menjadi rumah sakit pendidikan ketika telah
memenuhi syarat dan standar.
3. Rumah sakit umum kelas C
Merupakan rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit mempunyai 4 spesialis datar, 4 spesialis penunjang medik.
4. Rumah sakit umum kelas D
Merupakan rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit mempunyai 2 spesialis dasar.
Pelayanan medik spesialis dasar merupakan pelayanan medik sepesialis dalam,
obstetri dan ginekologi, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan spesialis penunjang
merupakan pelayanan medik radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, anastesi dan
16
reanimasi, rehabilitasi medik. Pelayanan medik spesialis lain merupakan pelayanan
medik spesialis telinga hidung dan tenggorokan, mata, kulit dan kelamin, kedokteran
jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf, ortopedi. Pelayanan medik
sub spesialis merupakan satu atau lebih pelayanan yang berkembang dari setiap
cabang medik spesialis. Pelayanan medik sub spesialis dasar merupakan pelayanan
subspesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis 4 dasar. Dan
pelayanan medik sub spesialis lain merupakan pelayanan subspesialis yang
berkembang dari setiap cabang medik spesialis lainnya.
2.2 Konsep Kualitas Pelayanan Kesehatan
2.1.1 Definisi Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan kesehatan adalah kegiatan pelayanan yang diberikan oleh
penyelenggara pelayanan publik yang mampu memenuhi harapan, keinginan, dan
kebutuhan serta mampu memberikan kepuasan kepada masyarakat luas (Sinambela
& Lijan Poltak, 2012). Kualitas pada dasarnya merupakan kata yang menyandang arti
relatif karena bersifat abstrak, kualitas dapat digunakan untuk menilai atau
menentukan tingkat penyesuaian suatu hal terhadap persyaratan atau spesifiknya. Bila
persyaratan atau spesifiknya itu terpenuhi berarti kualitas sesuatu hal yang dimaksud
dapat dikatakan baik, sebaliknya jika persyaratan tidak terpenuhi maka dapat
dikatakan tidak baik. Dengan untuk menentukan kualitas diperlukan indikator
(Pasolong, 2007 dalam Despriyatmoko, Syarief & Maulana, 2016).
Menurut Tjipyono, 2006 dalam Rianti (2015) mengatakan kualitas memiliki
hubungan erat dengan kepuasan pelanggan serta memberikan suatu dorongan kepada
pelanggan untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan. Sedangkan
menurut Kotler dalam Setyarini (2014) kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari
17
pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau yang tersirat.
2.1.2 Dimensi kualitas pelayanan
Menurut penelitian Zeithaml; Tjiptono dan Chandra dalam Mua’ah (2014)
menyatakan overlapping dari beberapa dimensi, dan kemudian disederhanakan yang
sebelumnya sepuluh dimensi selanjutnya menjadi lima dimensi yang disebut dimensi
SERVQUAL, yang terdiri dari Tangible, Reliabilty, Responsiveness, Assurance, dan
Empathy.
Otman & Owen (2001) dalam Putra (2014) menambahkan unsur “compliance”
pada dimensi kualitas pelayanan yang biasa disebut Compliance with Islamic Law
(kepatuhan terhadap hukum Islam). Dengan adanya penambahan Compliance pada
dimensi sebelumnya yaitu SERVQUAL dan selanjutnya lebih dikenal dengan
CARTER, yaitu terdiri Compliance, Assurance, Responsiveness, Tangible, Empathy, Dan
Realiability (Putra, 2014).
1. Kepatuhan pada Syariat Islam (Compliance with Islamic Law)
Adalah kemampuan sebuah intansi dalam mematuhi prinsip - prinsip Islam
dalam kegiatan oprasionalnya. Tidak terkecuali dalam bidang pelayanan
kesehatan.
2. Jaminan (Assurance)
Adalah cakupan dari pengetahuan, kesopanan, kemampuan dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki oleh para petugas kesehatan, aman, bebas dari resiko
dan keragu-raguan. Ketika pemberi layanan menunjukkan sikap respek, sopan
santun, dan lemah lembut maka akan mengakibatkan peningkatan persepsi
positif dan menjadi nilai bagi pelanggan terhadap instansi penyedia jasa.
Keberhasilan isntansi dalam memberikan jasa pelayanan ditentukan oleh baik
18
buruknya pelayanan. Pemberian pelayanan yang ditunjukkan dengan kelemah
lembutan dan sopan santun serta sikap respek akan menjadi jaminan rasa aman
bagi pelanggan dan akan berdampak baik bagi kesuksesan instasi pemberi jasa
pelayanan (Saifuddin & Sunarsih, 2016).
3. Wujud atau Bentuk (Tangible)
Adalah Bukti fisik dari jasa seperti fisik gedung, ruangan, fasilitas yang
digunakan, para karyawan, dan sarana komunikasi. Dalam konsep islam
pelayanan yang berhubungan dengan bentuk fisik baiknya tidak menunjukkan
kemewahan. Fasilitas yang membuat pelanggan merasa nyaman memang
penting, akan tetapi bukan fasilitas yang menonjolkan kemewahan.
4. Daya Tanggap (Responsiveness)
Adalah kesediaan petugas kesehatan dalam membantu dan memberikan
layanan dengan cepat dan tepat terhadap pasien. Kecepatan dan ketepatan
berhubungan dengan profesionalitas. Dalam melakukan pekerjaannya seorang
perawat yang profesional akan dapat memberikan pelayanan yang cepat dan
tepat. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan dalam memberikan jasa
pelayanan kepada pasien. Dikatakan profesional dalam suatu pekerjaan apabila
melakukan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Pekerjaan
akan terselesaikan dengan baik secara cepat dan tepat ketika dilakukan oleh
orang yang ahli dibidangnya. Kepercayaan yang diberikan klien merupakan
sebuah amanah. Ketika amah tersebut tidak dijalankan dengan baik atau disia-
siakan maka akan berakibat pada ketidakberhasilan dan kehancuran instansi
yang memberikan pelayanan tersebut. Karena hal itu, kepercayaan klien yang
merupakan sebagai amanah agar tidak disia-siakan dengan memberikan
19
pelayanan secara profesional dengan bekerja sesuai bidangnya dan mengerjakan
pekerjaan dengan cepat dan tepat.
5. Kehandalan (Reliability)
Kehandalan diartikan sebagai kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Kehandalan berhubungan
dengan kemampuan dalam memberikan jasa pelayanan yang dijanjikan secara
terpercaya dan akurat. Suatu pelayanan dalam sebuah perjanjian dikatakan
reliable ketika pelayanan tersebut dapat dicapai secara akurat. Karena ketepatan
dan keakuratan inilah yang akan menciptakan kepercayaan pelanggan terhadap
instansi penyedia jasa pelayanan.
6. Empati (Emphaty)
Empati adalah bentuk kemudahan untuk melakukan hubungan sosial,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan.
Empati berhubungan dengan keinginan karyawan untuk peduli dan
memberikan perhatian secara personal kepada pelanggan. Kemauan ini
ditunjukkan melalui komunikasi, hubungan, memahami dan perhatian terhadap
kebutuhan serta keluhan klien. Wujud dari empati ini dapat membuat
konsumen merasa kebutuhannya terpuaskan karena merasa dilayani dengan
baik. Sikap ini dapat ditunjukkan melalui pemberian layanan informasi dari
keluhan yang dialami klien, membantu proses transaksi klien dengan senang
hati, membantu klien ketika mengalami kesulitan dalam hal transaksi atau hal
lain yang berkenaan dengan proses pelayanan instansi. Kesediaan dalam
memberikan perhatian dan bantuan ini akan berpengaruh baik pada
peningkatan persepsi dan sikap positif dari klien terhadap layanan dari instasi
20
tersebut. Dimana hal ini dapat memberikan kesukaan, kepuasan dan
meningkatkan loyalitas konsumen.
2.3 Konsep Dasar Perawat
2.3.1 Definisi Perawat
Menurut undang-undang RI No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan
menyebutkan perawat merupakan seseorang yang telah dinyatakan lulus dari
pendidikan perawat baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan diakui oleh
pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. keperawatan
adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
2.3.2 Peran dan Fungsi Perawat
1. Peran Perawat
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu diambil dari kata Nutrix yang
mempunyai arti merawat atau memelihara. Menurut Harlley City ANA (2000)
pengertian dasar seorang perawat adalah seorang yang berperan dalam merawat,
membantu, memelihara, dan melindungi sesama yang sakit, injury (cedera) dan
mengalami peroses penuaan. (Muhith & Siyoto, 2016) Sedangkan menurut
Departemen kesehatan RI menyebutkan perawat profesional adalah perawat yang
bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan secara mandiri maupun
berkolaborasi dengan profesi lain sesuai dengan kewenangannya.
Konsorsium Ilmu kesehatan tahun 1989 dalam (Budiono, 2016) menyebutkan
peran perawat diantaranya ;
1. Pemberi asuhan keperawatan, perawat memperhatikan kebutuhan dasar
manusia melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
peroses keperawatan dari yang paling sederhana sampai dengan yang kompleks.
21
2. Advokat, perawat menjelaskan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau
dari sumberi informasi lain terutama dalam pengambilan keputusan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien,
mempertahankan dan melindungi hak - hak pasien.
3. Pendidik, perawat bertugas mengajarkan pendidikan kesehatan kepada pasien,
keluarga, maupun masyarakat untuk upaya menciptakan perilaku yang kondusif
bagi kesehatan. Dalam melaksanakannya perawat harus memiliki wawasan ilmu
pengetahuan yang luas, pemahaman psikologi, kemampuan berkomunikasi,
dan kemampuan menjadi role model/ conntoh dalam perilaku profesional.
4. Koordinator, perawat bertugas untuk merencanakan, mengarahkan, dan
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan, sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah dengan baik sesuai keadaan dan kebutuhan
pasien.
5. Kolabolator, perawat bekerja bersama tim kesehatan yang terdiri dari dokter,
farmasi, ahli gizi dan profesi lainnya berupaya mengetahui pelayanan
keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi dalam penentuan pemberian
pelayanan selanjutnya.
6. Konsultan, perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.
7. Peran perawat sebagai pengelola (manager), perawat memiliki peran dan
tanggung jawab untuk mengelola layanan keperawatan disemua tatanan layanan
kesehatan maupun tatanan pendidikan dalam tanggung jawabnya sesuai dengan
konsep manajemen keperawatan.
22
8. Peneliti dan pengembangan ilmu keperawatan, profesi keperawatan dituntut
untuk mengembangkan profesinya, oleh karena itu setiap perawat harus
mampu untuk melakukan penelitian keperawatan.
2. Fungsi Perawat
Fungsi perawat adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan
perannya, hal ini dapat berubah sesuai dengan keadaan yang terjadi. Perawat dalam
melaksanakan perannya memiliki fungsi sebai berikut :
1. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dari perawat yang tidak bergantung pada profesi
lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri
dalam melakukan tidakan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti
pemenuhan kebutuhan fisiologis, pemenuhan cinta dan mencintai, kebutuhan
harga diri dan pemenuhan kebutuhan harga diri.
2. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melakukan tindakan atas instruksi dari
perawat lain. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat
umum atau ke perawat pelaksana.
3. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan ketika perawat kerja dalam tim yang sifatnya saling
ketergantungan antara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini terjadi ketika bentuk
pelayanan yang membutuhkan kerja sama tim seperti memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien yang mempunyai penyakit yang kompleks, yang
keadaannya tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dengan
dokter dan profesi lainnya.
23
2.4 Pelayanan Keperawatan Berkarakter Islami
2.4.1 Definisi Pelayanan Keperawatan Berkarakter Islami
Menurut Lokakarya Keperawatan keperawatan merupakan bagian integral dari
bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
melalui bentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual secara komprehensif yang berikan
kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sakit maupun yang
sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia.
Menurut Bakar (2018) keperawatan islami adalah tindakan pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien dalam bentuk ibadah yang berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadist untuk mendapatkan Ridho Allah SWT dengan karakteristik
profesional ramah, amanah, istiqomah, sabar, dan ikhlas. Sedangkan asuhan
keperawatan Islami adalah asuhan yang bertujuan memberikan pelayanan
keperawatan yang memenuhi harapan dan keinginan klien dengan menggunakan
nilai-nilai Islam dalam menerapkan Akhlak pribadi, landasan kerja, perilaku,
penampilan, dan ciri khas seorang perawat Muslim.
2.4.2 Prinsip Pelayanan Keperawatan Islami
Islam sebagai agama yang Rahmatallil’alamin mengatur segala aspek kehidupan
yang tercermin dari pribadi Rasulullah, beliau memandang amanahnya sebagai Rasul
dalam bentuk pelayanan terhadap seluruh Umat. Dengan mengambil keteladanan dari
Rasulullah, harusnya sebagai pribadi Muslim sangat bangga untuk melayani. Baginya
adalah keterpanggilan dan sekaligus merupakan salah satu citra pada diri Umat Islam
(Atabik, 2018).
24
Menutut Daryanto & Setyobudi dalam Joni (2018) Prinsip – prinsip pelayanan
tersebut yaitu :
1. Melayani itu ibadah dan karenanya harus ada rasa cinta dan semangat yang
membara di dalam hati pada setiap tindakan pelayanan.
2. Memberi terlebih dahulu dan baru kemudian menerima ROSE (Return on Service
Excellent).
3. Membahagiakan orang lain terlebih dahulu, lalu kemudian akan menerima
kebahagian melebihi dari apa yang diharapkan.
4. Menghargai orang lain sebagaimana diri ingin dihargai.
5. Melakukan empati yang sangat mendalam dan tumbuhkan sinergi.
6. Mengerti orang lain terlebih dahulu sebelum ingin dimengerti.
2.3.4 Karakteristik Pelayanan dalam Pandangan Islam
Ada 6 (enam) karakteristik pelayanan dalam pandangan Islam yang dapat
digunakan sebagai panduan, antara lain (Khasmir dalam Thayeb, 2018):
1. Jujur yaitu sikap yang tidak berbohong, tidak menipu, tidak mengada-ngada,
tidak berkhianat serta tidak pernah ingkar janji.
2. Bertanggung jawab dan terpercaya (Al-Amanah) yaitu suatu sikap dalam
memberikan pelayanan selalu bertanggung jawab dan dapat dipercaya.
3. Tidak Menipu (Al-Kadzib) yaitu suatu sikap yang sangat mulia dalam
memberikan pelayanan adalah tidak pernah menipu. Seperti Rasulullah dalam
memberikan pelayanan ketika berdagang tidak pernah menipu.
4. Menepati janji dan tidak curang yaitu suatu sikap pemberi pelayanan yang selalu
menepati janji baik kepada klien maupun teman sejawat.
5. Melayani dengan rendah hati (khidmah) yaitu sikap ramah tamah, sopan santun,
murah senyum, suka mengalah, namun tetap penuh tanggung jawab.
25
6. Tidak melupakan akhirat yaitu ketika sedang memberikan pelayanan tidak
boleh terlalu menyibukkan dirinya semata-mata untuk mencari keuntungan
materi dengan meninggalkan keuntungan akhirat. Sehingga jika datang waktu
shalat, mereka wajib melaksanakannya sebelum habis waktunya.
2.3.5 Implementasi Pelayanan Keperawatan Islami
Menurut Lamsudin (2011) melaksanakan pelayanan kesehatan profesional
yang Islami terhadap klien dengan berpedoman kepada nilai-nilai Islam, asuhan
medik dan asuhan keperawatan diantaranya :
1. Menerapkan konsep, teori dan prinsip dalam keilmuan yang terkait dengan
asuhan medik dan asuhan keperawatan dengan mengutamakan pedoman pada
Al-Qur’an dan Hadits.
2. Melaksanakan asuhan medik dan asuhan keperawatan dengan menggunakan
pendekatan islami melalui kegiatan kegiatan pengkajian berdasarkan bukti
(evidence-based healthcare).
3. Mempertanggung jawabkan atas segala tindakan dan perbuatan yang
berdasarkan bukti (evidence-based healthcare).
4. Berlaku jujur, ikhlas dalam memberikan pertolongan kepada klien baik secara
individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat dan semata- mata
mengharapkan ridho Allah.
5. Bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan dan menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada asuhan medik dan asuhan keperawatan yang berdasarkan
bukti (evidence-based healthcare).
Praktek pelaksanaan evidence-based healtchare adalah integrasi kemampuan klinis
individual dengan bukti klinis eksternal yang terbaik dan yang tersedia dari penelitian
26
klinis yang sistematis (akurasi dan presisi tes diagnostik, kekuatan tanda-tanda
prognosis, efektivitas serta keamanan terapi, rehabilitasi dan tindakan prevensi).
Menurut Rahmat (2018) implementasi nilai islam dalam keperawatan
mencakup beberapa karakteristik yaitu :
1. Profesional
Merupakan dimana keperawatan Islami harus memberikan pelayanan dengan
mengutamakan bekerja dengan cerdas dan dilandasi ilmu. Hal ini yang sesuai
dengan Al-Qur’an Surah Al-Mujaadilah ayat 11 yang artinya : “...niscaya Allah
akan meninggikan orang - orang yang beriman di antaramu dan orang - orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan..”
2. Ramah
Merupakan pelayanan keperawatan Islami yang menuntun bekerja dengan
muka cerah, senyum, komunikasi yang baik, sikap yang menyejukkan.
Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya jika kamu tidak menolong mereka
dengan hartamu, maka (dapat juga) kamu menolong mereka dengan muka
berseri dan pekerti yang baik.” (HR. Abu Ya’la).
3. Amanah
Merupakan pelayanan keperawatan Islami yang menuntut perawat untuk
bersifat jujur, bertanggung jawab, terpercaya. Seperti firman Allah SWT dalam
Surah An-Nisaa ayat 58 yang artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya...”
27
4. Istiqomah
Merupakan pelayanan keperawatan Islami yang mengajarkan untuk bekerja
dengan sungguh-sungguh, komitmen tinggi, bekerja keras, ulet, tidak mengenal
lelah, yang sesuai dengan sifat Rasulullah SAW.
5. Sabar
Keperawatan islam harus memberikan pelayanan dengan tenang, tidak tergesa-
gesa, tetapi cepat dan tepat, terus berupaya saat tawakal, sabar tidak berarti
lamban.
6. Ikhlas
Keperawatan Islami mengajarkan untuk bekerja dengan ikhlas, tidak terpaksa.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung
niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan;
Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena
seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa
dia diniatkan" (HR. Bukhari : 1)
Menurut Ismail, Hatthakit & Chinawong (2015) ada beberapa bentuk tindakan
pelayanan keperawatan islami diantaranya;
1. Menilai aspek spiritual klien dengan melakukan penilaian yang akurat dan
memberikan perawatan yang profesional, sehingga perawat wajib memasukkan
nilai spiritual dan religius klien serta kebiasaan budaya pasien. Perawat bisa
melakukan dengan cara mengucapkan salam, menghargai Agama pasien,
memenuhi kebutuhan pasien, dan menyediakan perlengkapan ibadah.
2. Mengajarkan klien cara berzdikir dengan membantu pasien lebih meyakini
keyakinannya kepada Allah SWT seperti mengucapkan kalimat - kalimat
thayyibah; Astagfirullah, Alhamdulillah, Bismillah, Subhanallah yang selalu
28
digunakan oleh pasien Muslim untuk menghadirkan Allah SWT dalam jiwa
mereka.
3. Membantu pasien Sholat 5 waktu ketika pasien mengalami kesulitan sholat
dengan berdiri dapat dilakukan dengan duduk, jika tidak bisa duduk bisa
berbaring dan jika pasien tidak sadarkan diri lebih baik wajahnya dihadapkan
ke arah kiblat. Hal ini dilakukan dengan membimbing pasien dalam beribadah,
mengingatkan waktu sholat dan membatu saat beribadah.
4. Melakukan komunikasi yang baik dan sopan terhadap pasien dan keluarga,
sehingga dapat terjalin hubungan yang baik dan harmonis.
5. Mengajarkan pasien untuk do’a seperti membaca do’a dari ayat Al-Qur’an dan
hadist untuk mengurangi rasa sakit.
6. Melakukan perawatan terhadap pasien dilakukan perawat sesuai dengan jenis
kelamin, untuk kenyamanan dalam pelayanan keperawatan yang diberikan
7. Mengajarkan pasien untuk membaca Al-Qur’an, akan tetapi jika pasien tidak
sadarkan diri, sebaiknya pasien dihadapkan ke arah kiblat sehingga perawat
maupun keluarga harus melafalkan Al-Qur’an atau sholat di dekat pasien.
2.5 Loyalitas Pasien
2.5.1 Definisi Loyalitas
Loyalitas diartikan sebagai orang yang menggunakan produk/jasa, khususnya
yang menggunakan secara teratur dan berulang-ulang. Oliver (1997) mengungkapkan
definisi loyalitas klien sebagai komitmen klien yang bertahan secara mendalam untuk
menggunakan kembali atau berlangganan terhadap produk/jasa secara konsisten di
masa mendatang, walaupun gencar produk/jasa yang menawarkan berbagai usaha -
usaha pemasaran dan promosi yang dapat mempengaruhi perilaku (Mu’ah & Masram,
2014). Loyalitas klien merupakan wujud dari kebutuhan yang terdapat pada diri klien
29
untuk memiliki, mendukung, mendapatkan rasa aman, dan membangun keterikatan
yang dapat menciptakan emotional attachment (Kerjaya, 2010 dalam Setiawan, 2016).
Sedangkan menurut Griffin dalam Mu’ah & Masram (2014) menyatakan bahwa Ioyalty
is difined as no random purchase expressed over time by some dicision making unit yang berarti
bahwa loyalitas adalah pembelian secara rutin yang diekspresikan sepanjang waktu
dengan proses pengambilan keputusan.
Dalam Q.S Al-Israa : 7 yang artinya : “jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat
baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri,
dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang - orang
lain) untuk menyuramkan muka - muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana
musuh - musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya
apa saja yang mereka kuasai.”
Ayat ini menjelaskan bahwa jika sesorang berbuat baik terhadap orang lain baik
itu berbentuk harta, tenaga, maupun ilmu, berarti mereka sama saja dengan berbuat
baik bagi diri sendiri. Begitupun sebaliknya jika sesorang berbuat jahat terhadap orang
lain berarti sama saja dengan mempermalukan diri sendiri dihadapan orang lain dan
Allah SWT. Karena sesungguhnya setiap perbuatan akan mendapatkan balasan dari
Allah SWT sesuai dengan perbuatan tersebut. Seperti Firman Allah dalam surat Ar-
Rahman ayat 60 yang artinya “tidak ada Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” dan
juga terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 123 yang artinya “...Barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu..”
Sesuai ayat tersebut , jika petugas pelayanan kesehatan berbuat baik terhadap
kliennya maka sama saja dengan berbuat baik bagi dirinya sendiri. Setiap pasien ingin
diperlakukan baik oleh petugas pelayanan kesehatan. Pasien yang diperlakukan baik
oleh petugas rumah sakit, maka pasien tersebut memiliki sikap positif (Wulandari,
30
2016). Menurut Mowen dan Minor dalam Sudarti (2013) loyalitas didefinisikan sikap
positif yang ditunjukkan klien terhadap produk/jasa dan melakukan pembelian
berulang terhadap produk dan jasa tersebut.
2.5.2 Jenis-Jenis Loyalitas
Jenis-jenis loyalitas menurut Mu’ah & Masram (2014) yaitu :
1) Tanpa Loyalitas
Terdapat beberapa pelanggan yang tidak dapat dikembangkan loyalitasnya
tehadap produk/ jasa dikarenakan berbagai macam alasan dari pasien itu
sendiri. Rumah sakit perlu menghindari kelompok ini untuk menjadikan target
pasar dan memilih pelanggan yang loyalitasnya dapat dikembangkan.
2) Loyalitas Lemah
Suatu tingkat keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian ulang yang
tinggi akan mewujudkan loyalitas yang lemah. Pelanggan yang memiliki sifat ini
akan membeli sesuai dengan kebiasaan. Loyalitas jenis ini paling sering terjadi
pada produk/jasa yang sering digunakan.
3) Loyalitas Tersembunyi
Tingkat prefrensi yang tinggi dihubungkan dengan tingkat penggunaan kembali
yang kurang menunjukkan loyalitas tersembunyi. Bagi pelanggan yang memiliki
sifat loyalitas tersembunyi ini, penggunaan kembali dipengaruhi oleh faktor
situasi daripada faktor sikapnya.
4) Loyalitas Premium
Jenis loyalitas ini yang sangat dapat dikembangkan, yang terjadi bilamana suatu
tingkat keterikatan yang tinggi sesuau dengan tingkat penggunaan kembali yang
tinggi juga. Loyalitas jenis ini yang sangat diharapkan untuk semua pelanggan
di seriap usaha.
31
2.5.3 Dimensi loyalitas pasien
Menurut Sui & Baloglu (2014) loyalitas dapat dibagi menjadi lima dimensi yang
berbeda yaitu :
1. Kepercayaan (trust) aspek ini merupakan tanggapan kepercayaan pasien
terhadap rumah sakit. Berbicara masalah kepercayaan dalam pandangan islam
telah disebutkan mengenai kepercayaan.
2. Komitmen psikologi (psychological commitment) aspek ini merupakan komitmen
psikologi pasien terhadap rumah sakit.
3. Perubahan biaya (switching cost) aspek ini merupakan tanggapan pasien tentang
beban yang diterima ketika terjadi perubahan.
4. Perilaku publisitas (word of mouth) aspek ini merupakan perilaku publisitas yang
dilakukan oleh pasien terhadap rumah sakit.
5. Kerjasama (cooperation) aspek ini merupakan perilaku pasien yang menunjukkan
sikap dapat bekerja sama dengan rumah sakit.
Loyalitas pasien merupakan ukuran yang dapat dijadikan untuk memprediksi
pertumbuhan pendapatan dan loyalitas pasien juga dapat didefinisikan sebagai
pembelian yang konsisten (Griffin, 2005 dalam Widadi, & Wadji, 2015).
Beberapa pendekatan untuk mengukur loyalitas menurut Aaker dalam Bastian
(2014) diantaranya dengan cara mengukur hal-hal sebagai berikut :
1. Behavior measures
Merupakan cara yang digunakan secara langsung untuk mengukur loyalitas
klien terhadap perilaku yang biasa dilakukan dengan mempertimbangkan pada
pembelian yang benar – benar dilakukan.
32
2. Switching costs
Merupakan metode untuk mengukur loyalitas dengan mengukur pengorbanan
atau resiko kegagalan, biaya tenaga dan fisik yang dikeluarkan klien dikarenakan
salah memilih alternatif. Ketika switching costs besar maka klien akan lebih
waspada dalam melakukan perpindahan ke rumah sakit lain karena memiliki
resiko kegagalan tinggi, begitupun sebaliknya, switching costs yang rendah maka
klien akan lebih mudah melakukan perpindahan ke rumah sakit lain karena
resiko kegagalannya rendah.
3. Measuring satisfaction
Merupakan metode untuk mengukur loyalitas dengan mengukur kepuasan yang
didapat dari rumah sakit tertentu. Ketika klien telah merasa puas atau
memperoleh manfaat sesuai dengan harapannya setelah menggunakan
pelayanan dari rumah sakit tersebut, hal ini menyebabkan klien berhenti
menggunakan pelayanan rumah sakit lain dan memutuskan untuk
menggunakan kembali pelayanan rumah sakit yang memberikan kepuasan
sesuai harapannya secara terus menerus sepanjang waktu.
4. Liking of the brand
Merupakan metode untuk mengukur loyalitas klien dengan mengukur tingkat
kesukaan terhadap pelayanan rumah sakit. Klien dikatakan loyal ketika
penggunaan terhadap pelayanan rumah sakit tersebut bukan karena adanya
penawaran khusus, tetapi karena konsumen percaya pada kualitas merek
tersebut.
5. Commitment
Merupakan metode untuk mengukur pasien terhadap suatu pelayanan rumah
sakit. Loyalitas konsumen dapat timbul bila ada kepercayaan dari pasien
33
terhadap pelayanan rumah sakit sehingga ada komunikasi dan interaksi diantara
para pasien yaitu dengan membicarakan, merekomendasikan dan bahkan
menganjurkan pada orang lain dengan menjelaskan mengapa ia membeli dan
menggunakan jasa tersebut. Apabila cocok dengan apa yang diharapkan, maka
akan timbul loyalitas pasien terhadap suatu rumah sakit. Dengan mengetahui
pengukuran loyalitas ini diharapkan tingkat loyalitas pasien dapat diketahui
secara lebih jelas.
2.5.4 Karakteristik Loyaitas Pasien
Menurut Curasi & Kennedy (2002) yang dikutip dari Mu’ah & Masram (2014)
karakteristik pelanggan yang loyal antara lain
1. Prisoner
Merupakan pelanggan yang melakukan pembelian ulang karena merasa puas
terhadap alternatif pilihan produk/jaya yang terbatas, sehingga mereka tetap
setia meskipun tidak terpuaskan oleh jasa pelayanan yang telah diberikan oleh
rumah sakit.
2. Detached Loyalist
Merupakan pelanggan yang melakukan pembelian ulang karena tingginya biaya
untuk melakukan perpindahan jasa. Biaya yang harus dikeluarkan oleh klien
ketika memutuskan untuk berpindah ke rumah sakit lain (switching cost) lebih
mahal dibandingkan manfaat ketika melakukan perpindahan ke rumah sakit
lain. Meskipun kurang merasa puas, klien akan tetap berlangganan karena
penggunaan ulang jauh lebih mudah, efektif dan efisien daripada harus
menggunakan jasa baru. Kepuasan klien pada situasi ini tidak bisa secara
otomatis disimpulkan untuk penggunaan ulang yang berkelanjutan.
34
3. Purchased Loyalists
Merupakan klien yang melakukan penggunaan kembali karena harga yang
murah, sering promosi, dan adanya perhargaan atau pemberian harga khusus
pada klien yang sering menggunakan, sehingga apabila ada rumah sakit lain
yang memberikan penghargaan lebih, maka klien tersebut akan pindah ke
rumah sakit yang memberikan harga yang lebih murah.
4. Satified Loyalist
Merupakan klien yang kebutuhannya sudah dapat terpenuhi dengan baik dan
merasa puas dengan jaya pelayanan yang telah mereka peroleh, sehingga tidak
ada alasan lain untuk berpindah rumah sakit. Akan tetapi klien ini masih cukup
mempertimbangkan masalah harga.
5. Apostles
Merupakan klien yang sangat loyal pada rumah sakit, memiliki semangat yang
tinggi untuk menggunakan kembali, mudah memaafkan kesalahan yang terjadi,
dan merekomendasikan ke orang lain sehingga membantu dalam
mempromosikan.
2.5.5 Tahapan Loyalitas Pelanggan
Proses menjadi pasien yang loyal terhadap rumah sakit perlu melalui beberapa
tahapan dan perlu waktu dengan penekanan dan perhatian yang berbeda setiap
tahapnya, karena tiap tahapnya membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Loyalitas
pasien dibagi menjadi enam tahapan yaitu (Hill, 1996 dalam Mu’ah & Masram, 2014):
1. Suppect
Meliputi semua pembeli suatu produk atau pelayanan di pasaran. Tetapi mereka
tidak memiliki informasi tentang produk atau pelayanan itu dan juga tidak
memiliki kecenderungan untuk membelinya.
35
2. Prospek
Meliputi para pasien yang memiliki kebutuhan pada produk atau pelayanan tapi
belum melakukan pembelian.
3. Costumer
Pembeli yang sudah melakukan pembelian terhadap produk/ pelayanan tetapi
tidak mempunyai rasa loyalitas pada tahap ini.
4. Clients
Meliputi semua pasien yang telah memiliki rasa loyal yang positif terhadap
produk/jasa tetapi belum aktif mendukung produk/jasa tersebut.
5. Advocates
Pada tahap ini klien yang secara aktif mendukung produk/jasa dengan
merekomendasikan ke orang lain.
6. Partners
Pada tahap ini telah terjadi hubungan yang kuat dan saling menguntungkan
antara penyedia jasa dan pasien.
2.5.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Pasien.
Menurut Aarker dalam Mu’ah & Masram (2014) menyebutkan faktor -faktor
yang mempengaruhi loyalitas pelanggan yaitu sebagai berikut:
1. Kepuasan (Satisfaction)
Pasien akan loyal terhadap suatu pelayanan apabila mendapatkan kepuasan dari
pelayanan tersebut. Karena itu, apabila pasien mencoba beberapa macam jasa
pelayanan melampaui kriteria kepuasannya terhadap pelayanan itu, maka akan
diketahui apakah pasien akan merasa puas atau tidak. Bila setelah mencoba dan
responnya baik, maka berarti pasien tersebut puas sehingga akan memutuskan
membeli produk tersebut secara konsisten sepanjang waktu. Hal dapat
36
diartikan telah tercipta kesetiaan/ loyalitas pasien terhadap jasa pelayanan
tersebut.
2. Perilaku Kebiasaan (Habitual Behavior)
Kesetiaan pasien dapat dibentuk karena kebiasaan pasien. Apabila yang
dilakukan sudah merupakan kebiasaan, maka pasien tersebut tidak lagi melalui
pengambilan keputusan yang panjang. Pada kondisi ini, dapat dikatakan bahwa
pasien akan tetap menggunakan jasa pelayanan tersebut tersebut, yaitu
konsumen akan menggunakan jasa pelayanan yang saman dan cenderung tidak
berpindah-pindah dalam menggunakan jasa pelayanan.
3. Komitmen (Commitment)
Dalam suatu pelayanan yang baik terdapat pasien yang memiliki komitmen
yang tinggi Kesetiaan pasien kan timbul apabila ada kepercayaan dari pasien
terhadap jasa pelayanan tersebut sehingga ada komunikasi dan interaksi di
antara para pasien.
4. Kesukaan produk (linking of the brand)
Kesetiaan yang dibentuk dan dipengaruhi oleh tingkat kesetiaan pasien secara
umum. Tingkat kesetiaan tersebut dapat diukur mulai dari timbulnya kesukaan
terhadap jasa pelayanan sampai ada kepercayaan dari pelayanan tersebut
berkenaan dengan kualitas dari pelayanan tersebut. Pasien yang dikatakan loyal
adalah pasien yang berulang kali menggunakan pelayanan tersebut bukan
karena adanya penawaran khusus, tetapi karena pasien percaya bahwa
pelayanan tersebut memiliki kualitas yang sama.
5. Biaya Pengalihan (Switching Cost)
Adanya perbedaan pengorbanan dan atau resiko kegagalan, biaya, energi, dan
fisik yang dikeluarkan pasien karena dia memilih salah satu alternatif. Bila biaya
37
pengalihan besar, maka pasien akan berhati-hati untuk berpindah ke produk
yang lain karena resiko kegagalan yang juga besar sehingga konsumen
cenderung loyal.
Lupiyoadi dalam Handoko (2017) mengatakan ada lima faktor untama yang
mempengaruhi loyalitas pasien, diantaranya :
1. Kualitas Produk/Jasa
Produk/jasa yang memeliki kualitas baik akan secara langsung mempengaruhi
tingkat kepuasan pasien, dan ketika hal tersebut terjadi secara terus menerus
akan menyebabkan pasien yang selalu menggunakan produk/jasa tersebut yang
disebut loyalitas.
2. Kualitas Pelayanan
Sama halnya dengan kualitas produk/jasa, kualitas pelayanan juga dapat
mempengaruhi loyalitas pasien.
3. Emosional
Merupakan keyakinan penjual untuk menjadikan usahanya lebuh maju,
sehingga menciptakan ide - ide yang dapat meningkatkan usahanya.
4. Harga
Setiap orang pasti menginginkan barang yang bagus tapi dengan harga yang
murah atau bersaing, jadi harga disini diartikan sebagai akibat dari kualitas
barang, barang yang harganya tinggi adalah akibat dari kualitas yang bagus.
5. Biaya
Pasien berfikir bahwa pemilik produk/jasa yang berani mengeluarkan biaya
yang tinggi dalam sebuah promosi atau produksi pasti produk/jasa yang
dihasilkan berkualitas dan bagus, sehingga pasien lebih memilih dan loyal
terhadap produk/jasa tersebut.
38
2.5.7 Pentingnya Loyalitas
Keuntungan loyalitas masih bersifat jangka panjang dan komulatif, dimana
meningkatnya loyalitas pelanggan dapat mempengaruhi profit rumah sakit yang lebih
baik, dan keuangan yang lebih stabil serta dapat mempertahankan loyalitas pelanggan,
akan mendapatkan banyak keuntungan, seperti :
1. Mengurang biaya pemasaran, karena biaya yang dibutuhkan untuk menarik
pelanggan baru lebih mahal daripada mempertahankan pelanggan yang sudah
ada.
2. Dapat mengurangi biaya transaksi.
3. Dapat mengurangi biaya turn over.
4. Meningkatkan cross selling yang akan memperbesar pangsa pasar.
5. Word of mount yang lebih positif, yang berarti pelanggan loyal dan juga berarti
pelanggan puas terhadap produk/jasa.
Recommended