View
14
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Demam Tifoid
2.1.1. Definisi Demam Tifoid
Demam tifoid atau typhoid fever ialah penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonella typhi. Demam tifoid yaitu jenis terbanyak dari salmonelosis.
Banyak jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh
S. paratyphi A, S. schottmuelleri (semula S. paratyphi B) dan S. hirschfeldii (semula S. paratyphi
c) (Rohana, 2016).
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi dengan tanda gejala utama demam (lebih dari 1 minggu), gangguan
saluran pencernaan, serta gangguan susunan saraf pusat atau kesadaran (Daud, 2013).
Demam tifoid adalah salah satu penyakit infeksi bakteri pada organ usus halus, dan
ada pada aliran darah yang disebabkan oleh salmonella typhi atau salmonella paratyphi
A, B, dan C (Ardiansyah, 2012 dalam Harliani, 2014).
2.1.2. Etiologi
Etiologi demam tifoid merupakan Salmonella typhi, Salmonella yang tergolong
dalam family Enterobacteriaceae. Salmonela besrsifat bergerak, berbentuk batang, tidak
membentuk spora, tidak berkapsul, dan gram suhu (-). Tahan terhadap berbagai
bahan kimia, beberapa hari atau minggu, bahan limbah, bahan farmasi , bahan
makanna kering, serta tinja. Salmonella mati pada suhu 54.40C dalam 1 jam, atau 600C
dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O (Somatic) yaitu komponen
10
dinding sel dari lipopolisakarida yang satbil pada panas, dan antigen H (flagellum)
merupakan protein yang labil terhadap panas. Pada Salmonella typhi, terdapat juga pada
Salmonella dublin, dan Salmonella hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul
(Widagdo, 2011).
2.1.3. Patogenesis
Salmonella typhi adalah basil gram negative yang bergerak dengan rambut getar.
Transmisi Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yang dikenal
dengan 5F yaitu Food atau makanan yang terkontaminasi kuman atau bakteri, Fingers
(jari tangan atau kuku) melalui tangan ke mulut dimana tangan yang tidak hygienis
yang terdapat bakteri langsung bersentuhan dengan makanan yang dimakan, Fomitus
(muntah), Fly (lalat) dan Feses yaitu transmisi kotoran atau tinja adalah kotoran
individu yang terdapat basil salmonella typhi ke sungai atau dekat dengan sumber air
yang dipergunakan sebagai air minum yang kemudian langsung diminum tanpa
dimasak terlebih dahulu (Hornik 1978, dalam Muttaqin & Sari, 2011).
Agar dapat menimbulkan infeksi dibutuhkan inokulum sebanyak 105-109
kuman Salmonella typhi. Keasaman lambung adalah faktor penentu dari suseptibilitas
terhadap salmonella. Kuman melekat pada jonjot ileum lalu menembus epitel usus
dan melewati plak peyer. Kuman diangkut ke kelenjar getah bening usus dan disitu
kuman memperbanyak diri di dalam sel mononukleus, kemudian sel monosit yang
mengandung kuman melalui saluran kelenjar limfe mesentrik, selanjutnya duktus
limfatik kuman mencapai aliran darah dan terjadilah bakteremia pertama yang
berlangsung singkat. Kuman mengikuti peredaran darah dan mencapai jaringan
retikuloendotelial di berbagai organ, antara lain yaitu hati, kandung empedu, limpa,
sumsum tulang, ginjal, paru dan susunan saraf. Di dinding kandung empedu kuman
11
berkembang dalam jumlah yang sangat banyak, kemudian bersama empedu
disalurkan ke usus. Invasi plak peyer terjadi karena adanya gen yang mirip dengan gen
dari Shigella dan E. colly, tetapi jumlah dari gel Salmonella typhi lebih banyak dari gen
Shinggela. Antigen Vi pada permukaan kampsul dari Salmonella typhi berpengaruh pada
proses fagositosis dengan cara mencegah pengikat C3 pada permukaan bakteri.
Kemampuan hidup dari bakteri dalam makrofag yaitu disebabkan karena sifat gana
(virulence trait) yang disebut phoP regulon. Endotoksin yang beredar adalah komponen
lipopolisakarida dari dinding bakteri diperkirakan sebagai penyebab panas dan gejala
toksik dari demam enteric. Endotoksin yang diproduksi karena pengaruh sitokin oleh
makrofag merupakan salah satu penyebab timbulnya tanda gejala sistemik. penyebab
diare yang terjadi adalah toksin yang ada hubungannya dengan toksin kolera dan
toksin yang labil terhadap panas dari E. colly. Penular memperlihatkan adanya
gangguan aktifitas seluler terhadap antigen dari Salmonella typhi. Pada penular
Salmonella typhi dalam jumlah yang besar melewati usus dan dieksresikan dalam tinja
tanpa masuk ke epitel usus (Nelwan, 2012).
2.1.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis demam tifoid cenderung lebih ringan ditandai dengan
demam, malaise, sakit kepala, dan takipnea. Tanda lain pada penyakit ini yang sering
terjadi yaitu diare. Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, namun dapat berkisar diantara 3-
30 hari, hal ini tergantung terutama pada besarnya inokulum yang tertelan.
Manifestasi klinis demam tifoid tergantung pada umur (Kapoor & Barnes, 2013).
a. Anak usia 7- 18 tahun
Pada usia ini terdapat gejala awal demam, malaise, anoreksia, mialgia,
nyeri kepala, dan nyri perut, gejala ini berkembang selama 2-3 hari. Biasanya
12
terdapat diare selama awal perjalanan penyakit, konstipasi kemudian menjadi
gejala yang lebih mencolok. Mual dan muntah jarang dan memberi kesan
komplikasi, terutama terjadi pada minggu kedua atau ketiga. Batuk dan
epistaksis mungkin ada. Kelesuan berat dapat terjadi pada beberapa anak.
Demam yang terjadi secara bertingkat menjadi tidak turun-turun dan tinggi
dalam satu minggu, sering mencapai 40 0 C. Selama minggu kedua penyakit,
demam tinggi bertahan, kelelahan, anoreksia, batuk, dan gejala-gejala perut
bertambah parah (Nelson, 2012).
b. Bayi dan anak umur < 5 tahun
Pada anak dengan usia ini biasanya penyakit berlangsung ringan dengan
demam ringan dan lesu, sehingga diagnosis sulit ditetapkan. Pada pemeriksaan
biakan ditemukan adanya Salmonella typhi. Gejala diare lebih sering ditemukan
hingga diagnosisnya mengarah ke gastroenteritis. Pada sebagian anak gejalanya
biasa mengarah ke infeksi saluran nafas bawah (Widagdo, 2011).
c. Bayi baru lahir / Neonatus
Disamping kemampuannya menyebabkan aborsi dan persalinan
prematur, demam enterik atau tifoid selama kehamilan dapat dapat ditularkan
secara vertikal. Penyakit neunatus biasanya mulai dalam tiga hari persalinan.
Muntah, diare, dan kembung sering ada. Suhu tubuh bervariasi tetapi dapat
setinggi 40,5 0C. Dapat terjadi kejang-kejang, anoreksia, dan kehilangan berat
badan (Nelson, 2012).
2.1.5. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Keluhan utama adalah badan panas 1 minggu atau lebih. Panas semakin hari semakin
tinggi, terutama pada sore atau malam hari, bisa disertai mengigau, dan kejang. Anak
13
mungkin mengeluh sakit perut disertai diare, muntah, dan pada anak umur > 5 tahun
biasanya terdapat konstipasi. Anak juga mengeluh sakit kepala, tidak mau makan, dan
badan lemas. Pada keadaan lanjut anak bisa mengeluh BAB hitam atau ada darah.
Diagnosis demam tifoid dilakukan pemeriksaan reaksi rantai polimerase, dalam
beberapa jam dapat diperoleh hasil yang lebih sensitif dan lebih spesifik dibandingkan
dengan hasil biakan. Sebagai diagnosis diferensial demam tifoid pada stadium awal
adalah gastroenteritis dan infeksi virus, sedangkan pada stadium berikutnya adalah
pneumonia, sepsis, tuberculosis, dan malaria falsiparum (Wardana, Herawati, Yasa,
2014).
Klinis gastroenteritis salmonela tidak mudah dibedakan dengan bakteri atau
parasit lain penyebab diare berdarah, usia, paparan terhadap antibiotic, terdapatnya
demam, berhubungan dengan gejala enteritis, dan bermacam gambaran
epidemiologik kadang-kadang tersangka pada agen penyebabnya. Terdapatnya diare
inflamatori dengan demam secara konsisen juga terjadi pada Shigella, Enteroinvasive E.
coli, Campylabacter jejuni, Yersinia enterocolitica, dan Clostridium difficile. Jika nyeri abdomen
dan tenderness berat, diagnosis alternatif termasuk apendisitis, pervorasi viskus dan
colitis ulserative. Demam tifoid juga menyerupai infeksi sistem retikuloendotel lain,
termasuk infeksi virus Ebstein-Barr, disseminated histoplasmosis, ehrlichiosis, bruselosis,
tularemia, plak, dan typhus (Wardiyah, Setiawati, & Setiawati, 2016).
Selama stadium awal demam tifoid, diagnosis klinis dapat terkelirukan dengan
gastroenteritis sindrom virus, bronkitis, atau bronkopneumonia. Selanjutnya
diagnosis banding meliputi sepsis dengan bakteri patogen lain yaitu infeksi yang
disebabkan mikroorganisme intraseluler, seperti tuberkulosis, bruselosis, tularemia,
14
leptospirosis, dan penyakit riketsia. Infeksi virus, seperti mononukleosis infeksiosa
dan hepatitis (Nelson, 2012).
2.1.6. Tes Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengecek bakteri
Salmonella typhi pada penderita demam tifoid antara lain :
a. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi
bakteri Salmonella typhi yang spesifik dalam darah penderita, sehingga
memungkinkan diagnosis dalam beberapa jam. DNA (asam nukleat) gen
flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat
atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui
identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. Metode ini spesifik dan
lebih sensitif untuk mendeteksi bakteri yang terinfeksi dalam darah (Sucipto,
2015).
b. Biakan Salmonella typhi
Biakan Salmonella typhi dari spasimen seperti darah, sumsum tulang,
tinja, urin, dan cairan duodenum. Hasil biakan yang positif memastikan demam
tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena
hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil, (2) perbandingan volume
darah dari media empedu, dan (3) waktu pengambilan darah. Biakan darah
positif pada 40-60% penderita ditemukan pada awal perjalanan penyakit.
Biakan sumsum tulang merupakan metode diagnosis yang palimg sensitif,
biakan ini positif pada 85-90% dan kurang dipengaruhi oleh terapi antimikroba
15
sebelumnya, biakan tersebut sering positif selama stadium akhir penyakit.
Biakan tinja dan urin menjadi positif selama masa inkubasi. Bila pada kasus
yang dicurigai dengan biakan tinja negatif, maka biakan aspirasi cairan
duodenum atau kapsul bertali duodenum dapat membantu dalam
mengkonfirmasi infeksi. Pada biakan tersebut yang dilakukan biasanya
membutuhkan waktu sekurang-kurangnya tiga hari untuk mendapat hasil dari
biakan (Prasetyo & Ismoedijanto, 2009).
c. Tes serologis
Tes serologis merupakan pemeriksaan diagnosis untuk mendeteksi
antibodi terhadap antigen Salmonella typhi dan menentukan terdapatnya antigen
spesifik Salmonella typhi. Tes ini terdiri dari atas tes Widal dan ELISA (Garna,
2012).
d. Tes Widal
Pada tes widal diambil darah vena sebanyak 3-5 mL. Prinsip
pemeriksaan yaitu terjadi reaksi aglutinasi antara Salmonella typhi dan aglutinin
penderita. Titer aglutinin dinyatakan dengan nilai pengenceran tertinggi yang
masi menunjukkan aglutinasi. Biasanya titer aglutinin O akan naik lebih dulu
dan lebih cepat hilang dibandingkan dengan aglutinin H atau Vi.
Interprestasi tes widal dinilai berdasarkan kenaikan titer aglutinin empat
kali, terutama aglutinin O atau aglutinin H. penetapan aglutinin O bervariasi
antara titer O > 1/160 sampai > 1/320 atau titer H > 1/800 dengan catatan 8
bulan terakhir tidak mendapatkan vaksinasi atau sembuh dari sakit demam
tifoid.
16
e. Tes ELISA
Pemeriksaan enzyme linkage immunosorbent assay (ELISA) dapat
menentukan antibodi imunoglobulin M (IgM) maupun imunoglobulin G (IgG)
pada penderita demam tifoid.
Metode ini dilakukan untuk mendeteksi kadar antibodi terhadap
Salmonella typhi. Pada metode ini antigen dimobilisasi terlebih dahulu, kemudian
antibodi primer ditambahkan dalam jumlah berlebih, lalu ditambahkan enzim
yang sudah dikonjugasikan dengan imunoglobulin antibodi atau antibodi
sekunder dalam jumlah berlebih. Kompleks antigen-antibodi primer dan
antibodi sekunder diukur secara fotometrik.
Dengan menggunakan lipopolisakarida sebagai antigen didapatkan
sensitivitas untuk IgM sebesar 69-94%, untuk IgG sebesar 93-95%, sedangkan
spesifitasnya untuk IgM dan IgG masing-masing 94% dan 98%.
Teknik yang lebih praktis pada tes ELISA adalah teknik immunodotting,
yaitu menggunakan kertas nitroselulosa sebagai fase padat yang memiliki
kapasitas yang tinggi terhadap protein yang dilapiskan. Antigen antibodi
dilekatkan pada kertas nitroselulosa dan diblokade dengan blocking uffer, terjadi
ikatan yang stabil dan dapat disimpan beberapa bulan pada suhu 40c atau
selama beberapa tahun pada suhu -700c. bila akan dipergunakan dapat segera
dipakai dengan cara meneteskan serum pada dot tersebut dan pemeriksaan
akan selesai dalam waktu 3-4 jam.
2.1.7. Prognosis
Tanpa antimikrob, sulit untuk mengalami penyembuhan, biasanya terjadi pada
anak imunokompromais gastroenteritis salmonela. Bayi dan imunokompromais
terutama mereka dengan infeksi fokal sesudah bakteremia dapat mengalami
17
perjalanan penyakit lama disertai komplikasi. Meningitis salmonela mempunyai
pronosis buruk dengan angka kekambuhan tinggi, terutama bila terapinya sebentar.
Walupun dengan terapi yang cukup, penderita dapat mengalami demam tifoid
rekuren sesudah terapi (angka relaps 5-20%). Relaps infeksi salmonela
menggambarkan sulitnya membunuh organisme intrafositik. Karena relaps kadang-
kadang disebabkan oleh organisme resisten, maka obat yang berbeda dari obat inisial
dipakai secara empiris selama menunggu hasil kultur (Dahlan & Munawar, 2014).
Prognosis untuk penderita demam tifoid tergantung pada terapi segera, usia
penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotip salmonella penyebab, dan
munculnya komplikasi. Bayi yang berusia dibawah satu tahun dan anak-anak dengan
gangguan dasar yang melemahkan berada pada resiko yang lebih tinggi. Munculnya
komplikasi, seperti perforasi saluran pencernaan atau perdarahan berat, meningitis,
endokarditis, dan pneumonia disertai dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi
(Nelson, 2012).
2.2. Konsep Suhu Tubuh
2.2.1. Definisi Suhu Tubuh
Suhu tubuh merupakan suatu perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi
oleh tubuh dengan jumlah panas yang keluar atau hilang ke lingkungan luar (Potter &
Perry, 2010). Suhu tubuh merupakan suatu yang relatif konstan. Hal ini sangat
diperlukan agar sel-sel tubuh dapat berfungsi secara efektif. Normalnya suhu tubuh
berkisar antara 36-37 0C. Suhu tubuh juga dapat diartikan sebagai keseimbangan
antara panas yang diproduksi dengan panas yang hilang dari tubuh (Asmadi, 2012).
18
Nilai normal suhu tubuh adalah 36,89 0C dan naik-turunya berkisar antara
36,11 0C sampai 37,22 0C. Suhu tubuh yang normal dapat dipertahankan melalui
imbangan yang tepat diantara panas yang dihasilkan maupun panas yang hilang dan
hal tersebut dikendalikan oleh pusat pengaturan panas yang berada di dalam
hipotalamus, pusat ini sangat peka terhadap suhu dari daerah yang melaluinya dan
bekerja sebagai thermostat (Pearce, 2009).
2.2.2. Pengaturan Suhu Tubuh
Pengontrolan suhu manusia dilakukan oleh termoregulasi di hipotalamus yang
menerima input dari 2 temporatur, yaitu 1) reseptor di hipotalamus sebagai monitor
suhu darah yang melewati otak (temporatur inti) dan 2) reseptor pada kulit sebagai
monitor suhu eksternal. Kedua termoreseptor ini memiliki peran yang serta dengan
termoregulasi. Pusat pengaturan suhu tubuh akan terstimulasi apabila respon secara
volunteer tidak mencukupi. Hal ini adalah bagian dari sistem saraf autonom, sehingga
berbagai respon yang terjadi adalah involunter. Apabila kondisi terlalu panas, pusat
pelepasan panas di hipotalamus akan distimulasi (healt loss / HL), sedangkan apabila
kondisi terlalu dingin, maka pusat konservasi panas akan bekerja (heat-conservation /
HC) (Garna, 2012).
Mekanisme pengontrolan suhu tubuh pada manusia dengan menjaga suhu inti
(suhu jaringan dalam) harus tetap konstan pada kondisi lingkungan dan aktivitas fisik
yang ekstrim. Tetapi, suhu permukaan berubah sesuai aliran darah ke kulit dan
jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Karena perubahan tersebut, suhu tubuh
normal pada manusia berkisar antara 36 0C sampai 38 0C (96,8 sampai 100,4 0F).
pada rentang ini, jaringan dan sel tubuh berfungsi secara optimal (Potter & Perry,
2010).
19
2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mememengaruhi Suhu Tubuh
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suhu tubuh, antara lain :
a. Usia
Pada bayi yang baru lahir, mekanisme pengaturan suhu tubuhnya belum
sempurna. Oleh sebab itu, suhu tubuh pada bayi sangat dipengaruhi oleh suhu
dari lingkungan sehingga harus dilindungi dari perubahan-perubahan suhu yang
ekstrim karena belum terbentuk sempurna mekanisme kontrol vasomotor
(kontrol vasokonstriksi dan vasodilatasi), jumlah jaringan sub kutan, aktivitas
kalenjar keringat, dan metabolisme tubuh. Beberapa orang tua, terutama umur
lebih 75 tahun, beresiko mengalami hypotermi (kurang dari 36º C) (Garna,
2012).
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin juga dapat mempengaruhi suhu tubuh. Misalnya, terdapat
peningkatan suhu tubuh sebesar 0,3-0,5 0C pada wanita yang sedang mengalami
ovulasi. Hal tersebut dapat dikarenakan selama ovulasi terjadi peningkatan
hormone progesterone pada wanita (Asmadi, 2012).
c. Emosi
Jika emosi serta perilaku yang berlebihan dapat mempengaruhi suhu
tubuh, yaitu dapat terjadi peningkatan suhu tubuh, namun paada orang yang
apatis dan depresi dapat menurunkan produksi panas, sehingga suhu
tubuhnya dapat menurun (Asmadi, 2012). Emosi seperti marah, takut,
bahagia, sedih, dan semacamnya dapat dipetakan menjadi warna-warna yang
terkait dengan aktivitas tubuh saat itu, termasuk di dalamnya adalah yang
20
dipengaruhi oleh faktor suhu tubuh pada bagian tertentu (Sarinda, Sudarti &
Subiki, 2017).
d. Aktivitas fisik
Orang yang melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga dapat
meningkatkan suhu tubuh. Karena olahraga dapat meningkatkan
metabolisme sel, sehingga menyebabkan produksi panas meningkat dan pada
akhirnya akan meningkatkan suhu tubuh (Asmadi, 2012). Setelah latihan fisik
atau kerja jasmani suhu tubuh akan naik terkait dengan kerja yang dilakukan
oleh otot rangka. Setelah latihan berat, suhu tubuh dapat mencapai 40°C
(Pudjono, 2013).
e. Lingkungan
Lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi suhu tubuh seseorang. Hal ini dikarenakan lingkungan yang
suhunya panas dapat memberikan pengaruh terhadap suhu tubuh sehingga
mengakibatkan suhu tubuh meningkat (Asmadi, 2012). Perbedaan suhu
lingkungan dapat mempengaruhi sistem pengaturan suhu seseorang. Jika suhu
diukur didalam kamar yang sangat panas dan suhu tubuh tidak dapat dirubah
oleh konveksi, konduksi atau radiasi, suhu akan tinggi. Demikian pula, jika
klien keluar kecuaca dingin tanpa pakaian yang cocok, suhu tubuh akan turun.
f. Stres
Stress fisik meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan
persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas. Pasien yang
cemas saat masuk rumah sakit atau sedang melakukan pemeriksaan kesehatan
21
suhu tubuhnya akan lebih tinggi dari normal. Adanya stres dapat dijembatani
dengan mengunakan sistem pendukung, intervensi krisis dan peningkatan
harga diri. Sistem pendukung sangat penting untuk penatalaksanaan stres
seperti keluarga (orang tua) yang dapat mendengarkan, perhatian, merawat
dengan dukungan secara emosional selama mengalami stress. Sistem
pendukung pada intinya dapat mengurangi reaksi stres dan peningkatan
kesejahteraan fisik dan mental. Intervensi krisis merupakan teknik untuk
menyelesaikan masalah, memulihkan seseorang secepat mungkin pada tingkat
fungsi semua dimensi sebelum krisis. Peningkatan harga diri dilakukan untuk
membantu dalam strategi reduksi stres yang positif yang dilakukan untuk
mengatasi stres (Marchelia, 2014).
2.2.4. Kehilangan Panas Tubuh
Panas hilang dari tubuh melalui beberapa cara yaitu radiasi, konduksi, konveksi,
dan evaporasi yaitu :
a. Radiasi
Merupakan suatu cara dimana mentransfer panas dari permukaan suatu
objek ke permukaan objek yang lain tanpa kontak diantara keduanya. Satu
objek lebih panas dari objek yang lain, maka dengan sendirinya akan kehilangan
panasya melalui radias (Asmadi, 2012). Radiasi perpindahan panas dari
permukaan satu objek kepermukaan objek lain, tanpa hubungan antara dua
objek. Panas berpindah melalui gelombang elektromagnetik. Aliran darah dari
organ internal inti membawa panas kekulit dan kepembuluh darah permukaan.
Jumlah panas yang dibawa kepermukaan tergantung dari tingkat vasokonstriksi
22
dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Panas menyebar dari kulit
kesetiap objek yang lebih dingin disekelilingnya. Penyebaran meningkat bila
perbedaan suhu antara objek juga meningkat. Vasokonstriksi perifer juga
meningkatkan aliran darah kekulit untuk memperluas penyebaran yang keluar.
Vasokonstriksi perifer meminimalkan kehilangan panas keluar, sampai 85%
area permukaan tubuh manusia menyebar panas kelingkungan. Namun, bila
lingkungan lebih hangat dari kulit, tubuh mengabsorbsi panas melalui radiasi
(Sandi, 2014).
b. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas dari satu molekul ke molekul
lain. Perpindahan konduksi tidak dapat mengalihkan tanpa hubungan antara
molekul dan nilai normal pada pengeluaran panas. Contoh ketika badan
direndamkan kedalam air es. Jumlah perpindahan panas tergantung pada
perbedaan suhu, besar dan lama hubungan (kontak). Ketika suhu dua objek
sama, kehilangan panas konduktif terhenti. Panas berkonduksi melalui benda
padat, gas, dan cair. Konduksi normalnya menyebabkan sedikit kehilangan
panas. Konduksi adalah suatu cara pemindahan panas dari satu molekul ke
molekul yang lainnya. Cara ini panas dipindahkan ke molekul yang suhunya
lebih rendah. Pendahan melalui cara konduksi tidak dapat terjadi tanpa
adanya kontak di antara kedua molekul tersebut (Asmadi, 2012).
c. Konveksi
Dimana kehilangan panas tubuh melalui konveksi terjadi apabila
adanya pergerakan udara. Udara yang dekat dengan tubuh menjadi hangat
23
yang kemudian bergerak agar diganti dengan udara yang dingin (Asmadi,
2012). Konduksi adalah penyebaran panas melalui aliran udara. Biasanya
jumlah sedikit dari udara panas yang berdekatan pada tubuh. Udara panas ini
meningkat dan diganti dengan udara dingin dan orang selalu kehilangan panas
dalam jumlah kecil melalui konveksi. Panas dikonduksi pertama kali pada
molekul udara secara langsung dalam kontak dengan kulit. Pada saat
kecepatan arus udara meningkat, kehilangan panas melalui konveksi
meningkat. Kipas angin listrik meningkatkan kehilangan panas melalui
konveksi. Kehilangan panas konveksi meningkat ketika kulit lembab kontak
dengan udara yang bergerak ringan (Susanti, 2011).
d. Evaporasi
Adalah penguapan terus menerus dari saluran pernafasan dan dari
mukosa mulut serta dari kulit. Kehilangan air yang terus menerus dan tidak
tampak ini disebut kehilangan air yang tidak dapat dirasakan. Jumlah
kehilangan panas yang tidak dirasakan kira-kira 10% dari produksi panas
basal. Pada saat suhu tubuh meningkat, jumlah evaporasi untuk kehilangan
lebih besar. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap
gram air yang menguap. Kira-kira 600 sampai 900 ml sehari menuap dari kulit
dan paru, yang mengakibatkan kehilangan air dan panas. Kehilangan normal
ini dipertimbangkan kehilangan air tidak kasat mata dan tidak memainkan
peran utama dalam pengaturan suhu (Fatkularini, Mardi, Solechan, 2014).
Dimana kehilangan panas tubuh melalui evaporasi ini terus-menerus terjadi
sepanjang hidup. Kehilangan panas secara evaporasi terjadi melalui
pernapasan dan perspirasi dari kulit (Asmadi, 2012).
24
2.2.5. Jenis Tindakan Menurunkan Suhu Tubuh
a. Tindakan farmakologi
Terapi farmakologi yang mempunyai efek antipiretik merupakan terapi
diberikan untuk mengurangi suhu tubuh normal atau suhu tubuh yang
meningkat pada heart stroke yang disebabkan oleh malfungsi dari hipotalamus.
Selama demam, pirogen endogen (Interleukin-1) dilepaskan dari leukosit dan
bekerja langsung pada pusat termoregulator dalam hipotalamus dimana untuk
menaikan suhu tubuh. Efek ini dapat berhubungan dengan peningkatan
prostaglandin otak (yang bersifat pirogenik). Aspirin mencegah efek
peningkatan suhu tubuh dari interleukinin-1 dengan mencegah peningkatan
kadar prostaglandin otak. Pemberian obat antipiretik dimana dengan cepat
dapat menurunkan suhu tubuh pasien, disebabkan efek obat tersebut mampu
memblok respons panas pada hipotalamus (Muttaqin & Sari, 2011).
b. Tindakan non farmakologi
Untuk menurunkan suhu tubuh tindakan yang dapat diberikan adalah
dengan menggunakan mandi tepid sponge, mandi dengan menggunakan
larutan air-alkohol, melakukan kompres pada daerah aksila, dahi, dan lipatan
paha, serta menggunakan kipas angin. Tindakan yang dapat menurunkan suhu
tubuh yaitu menggunkan selimut yang di dinginkan dengan mensirkulasi air
yang dihantarkan oleh unit yang mengunakan motor / pemggerak, dapat
meningkatkan pengeluaran panas secara konduktif. Terdapat beberapa
tindakan untuk dapat memihara suhu tubuh atau menurunkan suhu tubuh
adalah dengan melalui tindkan kompres, yaitu kompres hangat dan kompres
dingin (Asmadi, 2012).
25
2.2.6. Teknik Pengukuran Suhu Tubuh
Pengukuran suhu tubuh merupkan suatu indikator agar menilai keseimbangan
antara pembentukan dengan pengeluaran panas. Nilai dari pengukuran suhu tubuh ini
akan menunjukan peningkatan jika pengeluaran panas meningkat. Kondisi yang
demikian dapat juga disebabkan oleh vasodilatasi, berkeringat, hiperventilasi, dan
lain-lain. Demikian sebaliknya, jika pembentukan panas meningkat maka nilai suhu
tubuh akan menurun. Kondisi ini dapat ditunjukan pada peningkatan metabolism dan
kontraksi otot. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan secara oral, rektal, aksila, dan
lipatan paha (Hidayat & Uliyah, 2005).
Pengukuran mulut (oral) yaitu pengukuran yang dilakukan di dalam mulut lebih
khususnya di bawah lidah karena daerah ini banyak terdapat mukosa. Namum dalam
situasi tertentu, rute oral bersifat kontaindikatif, missal ketika seorang pasien harus
melakukan pembedahan mulut atau saat kesulitan pernafasan (Vaughans, 2011).
Pengukuran di anus (rektal) adalah tempat pengukuran suhu tubuh karena daerah
tersebut banyak pembuluh darah walaupun sekarang sudah dianjurkan untuk
menghindari karena itu dapat menyebabkan trauma pada pembuluh-pembuluh darah
apabila dilakukan berulang kali (Potter & Perry, 2010).
Pengukuran di ketiak (axila) yaitu dianjurkan karena aman, bersih dan mudah
dilakukan. Hal ini tidak menimbulkan resiko pada neonates dan anak-anak.
Pengukuran suhu axila adalah cara paling aman untuk mengetahui suhu tubuh pada
bayi baru lahir. Pengukuran axila mempunyai keuntungan yaitu: Keuntungan 1)
Aman dan non invansif 2) Cara yang lebih disukai pada bayi baru lahir dan klien
yang tidak kooperatif. Pengukuran di lipat paha Pengukuran di lipat paha juga
dianjurkan dengan beberapa pertimbangan yaitu: 1) Anatomi dan fisiologi terdapat
26
pembuluh darah besar yaitu arteri dan vena femoralis dengan cabang-cabang arteri
yang banyak, dimana suhu akan berpindah dari darah ke permukaan kulit melalui
dinding pembuluh darah. Selain itu juga bahwa kulit epidermis di lipat paha lebih tipis
dari kulit di tempat lain sehingga mempercepat terjadi pengeluran panas dari
pembuluh darah yang berada di lapisan ke permukaan kulit. 2) Aman daerah tersebut
tidak mudah lecet dan bila termometer dijepitkan tidak mudah lepas atau jatuh 3)
Termometer tidak akan terkontaminasi sehingga bisa dipakai pada pasien yang lain
tanpa harus disterilkan dalam waktu yang lama 4) Mudah dilakukan dan mudah
diamati kenaikan suhu tubuh pada termometer (Potter & Perry, 2010).
2.2.7. Termometer Digital
Suhu tubuh normal yaitu 36,5 ºC - 37 ºC. Bila suhu seseorang menjadi lebih
dari 37,5 ºC, maka orang tersebut dikatakan demam. Alat yang digunakan untuk
melakukan pengukuran suhu disebut termometer. Prinsip dasar dari alat ukur ini
adalah pemuaian yang merupakan indeks temperatur. Suhu bagian penting dari data
klinis. Dalam konteks data lain dapat memandu langkah-langkah diagnostik dan
terapi dengan menentukan adanya penyakit dan sejauh mana pasien menanggapi
pengobatan. Sejak termometer pertamakali ditemukan oleh Galileo, alat ini terus
dikembangkan untuk memberikan kemudahan dan ketepatan yang lebih baik dalam
mengukur suhu tubuh seseorang. Semakin maju teknologi, termometer digital yang
menjadi standar dalam pengukuran suhu tubuh karena termometer digital akurat dan
mudah digunakan (Nusi, Danes & Moningkan, 2013).
27
2.3. Konsep Kompres
2.3.1. Definisi Kompres
Kompres adalah suatu metode untuk pemeliharaan suhu tubuh dengan
menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan suhu hangat atau dingin pada
daerah tubuh (Asmadi, 2012). Kompres adalah gumpalan kain yang dimasukan atau
direndam ke dalam air panas atau dingin, kemudian ditempelkan pada kulit bertujuan
untuk menurunkan suhu tubu (Kamus Keperawatan, 2013). Kompres merupakan
salah satu tindakan untuk menurunkan produksi panas dan meningkatkan
pengeluaran panas. Terapi kompres yang diberikan adalah pada daerah aksila dan
lipatan paha, dimana pada daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar sehingga
dapat memberikan rangsangan pada hipotalamus untuk dapat menurunkan suhu
tubuh (Potter dan Parry, 2005).
2.3.2. Tujuan Kompres
Tujuan dari pemberian terapi kompres, yaitu menurunkan suhu tubuh,
memperlancar sirkulasi darah, mengurangi rasa sakit, memberi rasa hangat, nyaman,
dan tenang pada pasien, memperlancar pengeluaran eksudat, merangsang peristaltik
usus, mengurangi perdarahan setempat, mengurangi rasa sakit pada suatu daerah
setempat, dan mencegah peradangan yang meluas (Asmadi, 2012).
2.3.3. Fisiologi Kompres
Pemeberian kompres hangat pada daerah tubuh dapat memberikan rangsangan
atau sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang
peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal
yang melalui berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan pembuluh darah diatur
oleh pusat vasometer pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
28
hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Dengan terjadinya
vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan atau kehilangan energi panas melalui kulit
meningkat (yang ditandai dengan tubuh mengeluarkan keringat), kemudian suhu
tubuh dapat menurun atau normal (Potter & Perry, 2005).
Mekanisme pelepasan panas tubuh merupakan proteksi tubuh terhadap
kelebihan panas yang dapat merusak tubuh. Tubuh melakukan vasodiltasi pembuluh
darah sehingga kulit akan terlihat kemerahan, suhu kulit menjadi lebih panas, dan
pelepasan panas melalui radiasi dan konveksi akan meningkat. Meningkatnya aliran
darah ke kulit dan aktivitas kelenjar keringat meningkat sehingga menyebabkan
sekresi keringat meningkat atau tarjadinya pelepasan panas tubuh melalui keringat
(Asmadi, 2012).
2.3.4. Kompres Cuka Apel
Cuka adalah cairan yang sebagian besar terdiri dari asam asetat (CH3COOH)
dan air. Asam asetat diproduksi oleh fermentasi etanol oleh bakteri asam asetat. Cuka
biasanya digunakan dalam persiapan makanan, khususnya dalam proses pengawetan.
Cuka berguna untuk mengobati infeksi untuk menyembuhkan radang selaput dada,
demam, bisul, dan konstipasi, yang sering digunakan oleh masyarakat Mesir kuno
untuk membunuh bakteri (Hasanuddin, Dewi, & Wulandra, 2012).
Kandungan cuka apel yaitu kalium, enzim, vitamin A, B dan C, mineral, dan
kaya anti-oksidan juga mengandung beta karoten, bioflavonoid, kalsium, magnesium,
kalium, fosfor, tembaga, besi, belerang, fluor, silikon, boron dan pektin. Ini secara
alami menyeimbangkan keseimbangan pH kulit dan seluruh tubuh. Cuka sebagai
tonik restoratif meningkatkan sistem sirkulasi darah kapiler yang menyehatkan kulit
dan memberikan oksigenasi, toning dan bahkan menjaga elastisitas kulit, kelembaban
29
alami kulit dan sel-sel regenerasi dan cuka dapat meningkatkan sirkulasi darah kapiler
kulit (Bragg, et al, 2011, dalam Antono, 2015).
Salah satu keuntungan penggunaan vinegar bagi kesehatan dan kecantikan
adalah kandungan 5% acetic acid pada vinegar dapat digunakan sebagai antiseptik dan
apabila dicampurkan ke dalam air mandi dapat membuat kulit bersih dan segar.
Kegunaan vinegar sebagai restoratic tonic dapat meningkatkan system peredaran
darah yang akan menjaga kulit dan mengoksigenasi kulit, toning kulit bahkan menjaga
kelastisan kulit, pelembap alami kulit dan meregenerasi sel (Antono, 2015).
Kompres cuka akan meningkatkan proses penguapan yang lebih baik dan lebih
aman untuk kulit, selain itu, rasa hangat juga mampu memberi sinyal di area
hipotalamus sehingga set-point bergerak untuk beradaptasi dengan stimulus dan
menurunkan suhu tubuh (Alawad, Sulieman, Osman, & Mudawi, 2015). Kompres
cuka apel adalah suatu cara untuk menurunkan suhu tubuh pada klien demam dengan
cara konduksi dan evaporasi. Kompres cuka apel ini mengandung asam asetat dan
pektin ini menghasilkan prostagladin dimana merangsang hipotalamus sehingga
meningkatkan set poin termoregulasi tubuh sehingga mencegah peningkatan suhu
tubuh dimana thermostat menurunkan demam. Cara penggunaan kompres cuka apel
yaitu sediakan waskom berisi cuka, basahi waslap dengan cuka, kemudian buka baju
klien dan letakan waslap yang sudah diberi cuka di aksila, lipatan paha dan bawah
lutut (Mohammed & Ahmed, 2012).
Pemberian kompres cuka memiliki penurunan suhu tubuh yang lebih tinggi
karena cuka merupakan antibakteria yang dapat mengurangi gejala atau peningkatan
keparahan deman serta mengandung asam asetat yang memiliki kemampuan
membantu tubuh untuk mudah menyerap mineral yang diperlukan (Mohammed &
Ahmed, 2012).
30
2.3.5. Kompres air hangat
Kompres air hangat adalah tindakan yang diberikan dengan tujuan untuk
menurunkan suhu tubuh. Letak kompres air hangat diberikan pada dahi, aksila, dan
lipatan paha untuk memberi efek vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga
mempercepat penguapan tubuh (Ardiansyah, 2012). Kompres hangat adalah suatu
tindakan yang diberikan untuk menurunkan suhu tubuh, memperlancar sirkulasi
darah, serta memberikan rasa nyaman pada pasien (Saputra, 2013).
2.3.5.1. Manfaat Kompres Hangat
Manfaat kompres hangat diantaranya, memperbesar pembuluh darah
(vasodilatasi), meningkatkan suplai darah ke area-area tubuh, memperlambat proses
inflamasi, dan mengurangi sensasi nyeri (Saputra, 2013). Manfaat lain dari kompres
hangat tidak hanya untuk menurunkan suhu tubuh namun salah satunya juga dapat
memberikan rasa sangat hangat, nyaman dan tenang pada klien (Hartin & Pertiwi,
2015).
2.4. Perbedaan Efektifitas Kompres Cuka Dan Air Hangat
Memanfaatkan system regulasi temperatur tubuh yang terjadi di hipotalamus,
sifat hangat yang akan digunakan dalam pembuatan produk berfungsi sebagai
perangsang tubuh guna dalam menurunkan suhu tubuh pasien thypoid fever
(Mohammed & Ahmed, 2012).
Pemberian kompres pada aksila sebagai daerah dengan letak pembuluh darah
besar merupakan upaya memberikan rangasangan pada area preoptik hipotalamus
agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini menuju
hipotalamus akan merangsang area preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh
31
sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang
lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan
berkeringat (Potter dan Perry, 2005).
Kompres air hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi.
Dengan air hangat menyebabkan suhu tubuh di luar akan hangat sehingga tubuh akan
menginterpretasikan bahwa suhu di luar cukup panas, akhirnya tubuh akan
menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu tubuh,
dengan suhu di luar hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar dan
mengalami vasodilatasi sehingga pori pori kulit akan membuka dan mempermudah
pengeluaran panas, sehingga akan terjadi penurunan suhu tubuh (Mohamad, 2011).
Kompres cuka akan meningkatkan proses penguapan yang lebih baik dan lebih
aman untuk kulit, selain itu, rasa hangat adalah juga mampu memberi sinyal di area
hipotalamus sehingga set-point bergerak untuk beradaptasi dengan stimulus dan
menurunkan suhu tubuh. Dari sekian manfaat yang bisa diambil dari cuka, seperti
meningkatkan sirkulasi darah, vasodilatasi ini juga bertujuan untuk meningkatkan
evaporasi panas tubuh. Fungsi melembabkan kulit dan menjaga kesehatan kulit ini
juga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi salah satu permasalahan dehidrasi pada
tubuh ketika suhu meningkat (Mohammed & Ahmed, 2012).
Dari hasil Penelitian Antono, 2015 yang meneliti tentang keefektifan kompres
cuka pada pasien demam terbukti dapat menurunkan suhu tubuh hingga 1,41oC
setelah dilakukan intervensi kompres cuka selama selama 15 menit. Sedangkan Hasil
penelitian Djuwariyah 2013, di RSUD Banyumas mebuktikan bahwa dalam
menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam lebih efektif menggunakan
kompres hangat, dengan nilai kompres air hangat 0,71 0C selama 30-60 menit.
32
Dapat simpulkan dari kedua metode diatas dimana kompres kompres efektif
dalam menurunkan suhu tubuh. Namun cuka ditemukan lebih efektif dari pada
kompres air hangat. Kompres cuka dapat digunakan dalam pengobatan demam
ketika kita perlu dengan cepat menurunkan suhu tubuh pasien. Jadi penelitian ini
mengunakan estimasi waktu selama 10-15 menit untuk kompres cuka apel dan 30-60
menit untuk kompres air hangat.
Recommended