View
9
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Anak Lahir Hidup
1. Pengertian Anak Lahir Hidup
Lahir hidup (Live birth) menurut WHO dan David Lucas, 1995 : 35 adalah
peristiwa keluarnya atau terpisahnya suatu hasil konsepsi dari rahim ibunya, tanpa
memperdulikan lama kehamilan, dan setelah itu bayi bernapas atau menunjukan
tanda-tanda kehidupan yang lain seperti detak jantung, denyut nadi tali pusat
dipotong atau masih melekat dengan plasenta oleh karena itu suatu kematian
harus didahului suatu kelahiran hidup.Anak lahir hidup adalah banyaknya anak
yang dilahirkan oleh seorang wanita baik yang masih hidup sampai saat ini
maupun sudah meninggal (BKKBN dalam Hotimah, 2004 : 4).
Menurut kamus istilah Demografi anak yang dilahirkan hidup yang
dipunyai oleh seorang wanita baik yang berasal dari perkawinannya saat ini
maupun masa lalu, baik yang sekarang masih hidup maupun yang sudah
meninggal, dan baik yang tinggal bersama atau yang tinggal bersama ibunya.
( Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, dalam Hotimah, 2004 :
4).Dalam demografi kelahiran hidup disebut dengan fertilitas. Tinggi rendahnya
fertilitas penduduk dipengaruhi oleh faktor demografi dan faktor non demografi.
5
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
6
Faktor demografi yang mempengaruhi fertilitas diantaranya :
a. Struktur umur
Struktur umur penduduk dapat pula disebut komposisi umur penduduk,
biasanya dibagi kedalam kelompok umur, dan antara kelompok umur yang satu
dengan kelompok umur lainnya berjenjang. Struktur umur penduduk dipengaruhi
oleh tiga variabel demografi, yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi. Ketiga
variabel ini sering berpengaruh satu dengan yang lain. Suatu negara dikatakan
berstruktur umur muda, apabila kelompok umur penduduk yang berumur di
bawah 15 tahun jumlahnya besar (lebih dari 15%), sedangkan besarnya kelompok
penduduk yang berumur 65 tahun dan lebih kurang dari 3%. Pada umumnya
struktur umur muda terdapat dinegara – negara berkembang, misalnya Birma,
India, dan Indonesia. Sebaliknya suatu negara dikatakan berstruktur umur tua
apabila kelompok penduduknya berumur 15 tahun kebawah jumlahnya kecil
(kurang dari 35% dari seluruh penduduk), dan persentase penduduk diatas 65
tahun sekitar 15%.
b. Umur Perkawinan Pertama
Sejalan dengan pemikiran bahwa semakin muda seseorang melakukan
perkawinan makin panjang masa reproduksinya, maka dapat diharapkan makin
muda seseorang melangsungkan perkawinannya makin banyak pula anak yang
akan dilahirkan, jadi hubungan antara umur perkawinan dengan kelahiran negatif.
Hipotesa ini mendapat dukungan peneliti dan penemuan atas studi – studinya.
Selain faktor demografi kelahiran juga dipengaruhi oleh faktor non demografi
yaitu :
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
7
a. Pendidikan
Menurut Holsinger dan Kasarda (David Lucas, 1995 ; 69) meskipun
kenaikan tingkat pendidikn menghasilkan tingkat kelahiran yang lebih rendah,
tetapi hubungan antara kedua variabel ini belum benar – benar terbukti.
Pendidikan jelas mempengaruhi usia kawin karena pelajar dan mahasiswa pada
umumnya berstatus bujangan. Lagi pula jika pendidikan meningkat, maka
pemakaian alat kontrasepsi juga meningkat. Di Indonesia menurut Hull and Hull
(David Lukas, 1995 : 69) dikemukakan bahwa wanita yang tidak berpendidikan
dan berpendidikan tingkat menengah mempunyai rata – rata anak lebih sedikit
daripada yang berpendidikan sekolah dasar.
c. Status Ekonomi
Wrong (David Lucas, 1995 : 68) percaya pada norma yang menunjukan
penduduk dari golongan status ekonomi lebih rendah mempunyai fertilitas lebih
tinggi, hamper dapat dikatakan suatu hokum ekonomi. Hal ini berarti bahwa
tingkat sosial ekonomi mempengaruhi kelahiran dimana penduduk yang
ekonominya rendah maka mempunyai anak lebih banyak jika dibandingkan
dengan yang status ekonominya tinggi maka mempunyai anak lebih sedikit.
Menurut Davis dan Blake (David Lucas, 1995 : 56) agar dapat mempunyai
anak lahir hidup, seorang wanita harus melalui 3 tahap sebagai berikut :
a. Harus mengadakan hubungan seks
b. Harus hamil
c. Harus berhasil menyelesaikan masa kehamilan (gestasi) dan kemudian
melahirkan anak (partus).
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
8
Ketiga tahap tersebut di jabarkan dalam sebelas variabel antara yang
digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu :
a. Variabel-variabel hubungan seks
b. Variabel-variabel hubungan konsepsi
c. Variabel-variabel gestasi (Masri Singarimbun, 1982 : 9 )
Davis dan Blake (David Lucas, 1995 : 57) mencoba untuk menunjukan
bagaimana faktor-faktor lain, melalui variabel-variabel ini dapat mempengaruhi
fertilitas. Setiap variabel antara dapat mempunyai pengaruh negatif maupun
pengaruh positif terhadap fertilitas.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan hubungan seks (Variabel
hubungan seks).
a. Meliputi diawal dan akhirnya hubungan seks (ikatan seksual) dalam usia
reproduksi.
1) Usia memulai hubungan seks
2) Selibat permanen yaitu proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan
hubungan seks
3) Persiapan pada masa reproduksi
4) Bila ikatan putus karena perceraian, perpisahan atau ditinggal pergi
5) Bila ikatan putus karena suami meninggal dunia
b. Meliputi kemungkinan hubungan seks selama dalam ikatan seksual
1) Abtinensi dengan sengaja
2) Abtinensi karena terpaksa (karena impoten, sakit, perpisahan yang tak
terelakan tetapi sifatnya sementara)
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
9
3) Frekuensi hubungan seks (tidak termasuk periode abtinensi)
1. Faktor-faktor yang mempunyai kemungkinan konsepsi (variabel konsepsi)
a. Kesuburan dan kemandulan biologis (sterilisasi, subinsisi, dan perawatan
medis)
b. Digunakan tidaknya kontrasepsi
c. Kesuburan dan kemandulan yang disengaja (sterilisasi, subinsisi, dan
perawatan medis)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi gestasi dan kelahiran dengan selamat
(variabel gestasi)
a. Mortalitas janin yang tidak disengaja
b. Mortalitas janin yang disengaja
Seorang perempuan harus mempunyai kesiapan perempuan apabila ia hamil
atau mempunyai anak, kesiapan tersebut meliputi :
1. Kesiapan fisik
Secara umum, seorang perempuan yang disebut siap secara fisik jika ia telah
menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya, yaitu sekitar usia 20 tahun, ketika
tubuhnya berhenti tumbuh. Sehingga usia 20 tahun bisa dijadikan pedoman
kesiapan fisik.
2. Kesiapan mental
Yang dimaksud dengan kesiapan mental adalah saat dimana seorang
perempuan dan pasanganya merasa telah ingin mempunyai anak dan merasa telah
siap menjadi orang tua termasuk mengasuh dan mendidik anaknya.
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
10
3. Kesiapan sosial ekonomi
Secara ideal jika seorang bayi dilahirkan maka ia akan membutuhkan tidak
hanya kasih sayang orang tuanya, tetapi juga sarana yang membuatnya bisa
tumbuh dan berkembang. Bayi membutuhkan tempat tinggal yang tetap. Karena
itu remaja dikatakan siap jika ia bisa memenuhi kebutuhan dasar seperti pakaian,
makan-minum, tempat tinggal dan kebutuhan pendidikan bagi anaknya (BKKBN,
2003).
B. Hakekat Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Perkawinan yang dalam istilaah agama disebut “ Nikah” ialah melakukan
suatu aqad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan
seorang wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak,
dengan dasar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman
dengan cara-cara yang diridoi oleh Allah.(Soemiyati, 1999 : 8)
Perkawinan menurut hukum islam adalah “suatu akad atau perikatan untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka
mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta
kasih sayang dengan cara yang diridoi Allah” (Azhar Basyir, 1990).
Perkawinan menurut undang undang No. 1 tahun 1974 perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
11
Esa (Soemiyati,1999 : 138) dari pernyataan pasal 1 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1947 dapat disimpulkan bahwa perkawinan itu mengandung beberapa
unsur yaitu :
a. Ikatan lahir batin
b. Adanya seorang pria dan seorang wanita
c. Membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
d. Tidak terbatas waktunya
e. Berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa
2. Tujuan perkawinan dapat diperinci Menurut soemiyati, 1999 : 8, sebagai
berikut :
a. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat
kemanusiaan.
b. Mewujudkan satu keluarga dengan dasar cinta kasih.
c. Memperoleh keturunan yang sah.
Usia perkawinan adalah gambaran secara umum kapan sebaiknya seseorang
melaksanakan perkawinan ialah apabila dianggap dewasa. Dewasa dalam
pengertian rohani dan jasmani, hidupnya tidak tergantung lagi pada orang
tua/keluarga, siap memikul tanggung jawab material dan spiritual keluarga
terhadap keluarga yang akan dibinanya (BKKBN dalam Hotimah, 2004 : 10).
Dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ayat (1) menyatakan
bahwa “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun”. Ketentuan batas umur ini,
seperti yang disebutkan dalam kompilasi pasal 15 ayat (1) didasarkan pada
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
12
pertimbangan kemaslahan keluarga dan rumah tangga perkawinan. Ini sejalan
dengan prinsip yang diletakkan UU perkawinan, bahwa calon suami istri harus
telah masak jiwa raganya agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik
tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat
untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih
dibawah umur.
Di samping itu perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah
kependudukan. Ternyata bahwa batas umur yang rendah bagi seorang wanita
untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran lebih tinggi. Berhubungan dengan itu,
maka undang-undang ini menunjukkan batas umur kawin baik bagi pria maupun
wanita(Ahmad Rofiq, 1998)
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (1992 : 3)
menyatakan bahwa meskipun dalam undang-undang sudah diperkenankan
menikah, namun sesungguhnya usia tersebut belum cukup matang untuk
berkeluarga, usia di bawah umur 20 tahun terutama bagi wanita tergolong masa
reproduksi muda sehingga fisik belum benar-benar siap untuk hamil dan
melahirkan oleh karena itu saat terbaik untuk melangsungkan perkawinan bagi
wanita adalah 20 tahun ke atas sedangkan bagi pria 25 tahun ke atas.
3. Penggolongkan umur wanita kawin pertama kedalam empat kategori menurut
(Bogue, dalam Sigid Sriwanto, 1998), yaitu :
a. Perkawinan anak – anak yaitu umur wanita kawin pertama yang umurnya
kurang dari 18 tahun.
b. Perkawinan muda yaitu umur wanita kawin pertama dengan umur wanita 18-
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
13
19 tahun.
c. Perkawinan dewasa yaitu umur wanita kawin pertama dengan umur 20-21
tahun.
d. Perkawinan tua yaitu umur wanita kawin pertama yang berumur lebih dari 22
tahun.
Undang – undang perkawinan bab II pasal 7 ayat (1) dengan jelas dinyatakan
tentang umur sebagai salah satu syarat yang perlu dipenuhi bila seseorang akan
melakukan perkawinan. Namun sampai sejauh mana kaitan umur mempunyai
peranan dalam keluarga yang terbentuk sebagai akibat dari perkawinan itulah
kiranya yang perlu mendapatkan sorotan.
4. Peranan Umur dalam perkawinan ialah :
1. Hubungan Umur Dengan Faktor Fisiologis Dalam Perkawinan
Batas umur yang tercantum dalam undang – undang perkawinan tersebut bila
dikaji lebih lanjut, lebih menitik beratkan pada pertimbangan segi kesehatan. Hal
itu akan lebih jelas dapat dibaca pada penjelasan dari undang – undang tersebut.
Bahwa “ Untuk menjaga kesehatan suami – istri dan keturunan, perlu ditetapkan
batas – batas umur untuk perkawinan “. Dengan kalimat itu Nampak bahwa yang
menonjol dalam batas dalam perkawinan lebih atas dasar pertimbangan kesehatan,
daripada mempertimbangkan baik segi psikologis, maupun segi sosialnya.
Namun umur dalam hubungannya dengan perkawinan tidaklah cukup
dikaitkan dengan segi fisiologis semata – semata, tetapi juga perlu dikaitkan
dengan segi psikologis dan segi sosial, karena dalam perkawinan hal – hal
tersebut tidak dapat ditinggalkan, tetapi ikut berperan. Dalam undang – undang
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
14
perkawinan dengan tegas dinyatakan bahwa dalam perkawinan pria harus sudah
berumur 19 tahun, sedangkan wanita sudah harus berumur 16 tahun, kurang dari
itu harus ada dispensasi.
Umur diatas bila dilihat dari segi fisiologis. Seseorang umumnya sudah
masak, ini berarti bahwa pada umur tersebut pasangan itu telah dapat
membuahkan keturunan, karena dari segi biologis – fisiologis alat – alat untuk
memproduksi keturunan telah dapat menjalankan fungsinya. Tanda bahwa alat
untuk memproduksi keturunan telah berfungsi, pada wanita ditandai dengan
menarche atau haid yang pertama kali, sedangkan pada anak pria ditandai dengan
datangnya polutio yaitu keluarnya air mani pada waktu tidur yang sering disebut
dengan”Mimpi Indah”. Bila pada anak wanita telah haid dan pada anak pria telah
mengalami polutio, maka secara fisiologis mereka telah masak, dan bila mereka
melakukan hubungan seksual, kemungkinan untuk mengandung atau hamil dapat
terjadi.
Dengan demikian bila anak wanita umur 16 tahun dan pria umur 19 tahun
kawin, maka pasangan tersebut telah dapat menghasilkan keturunan, kalau tidak
ada faktor – faktor yang menghambatnya. Dengan demikian sekali lagi dapat
ditekankan bahwa batasan umur tersebut lebih menitik beratkan pada segi
fisiologis.
2. Hubungan Umur Dengan Keadaan Psikologis Dalam Perkawinan
Dilihat dari segi psikologis perkembangan, dengan makin bertambah umur
seseorang, diharpkan akan semakin masak lagi psikologisnya. Anak akan
mempunyai keadaan psikologis yang berbeda dengan remaja, demikian pula
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
15
remaja akan mempunyai keadaan psikologis yang berbeda dengan orang dewasa,
dan juga berbeda dengan keadaan orang yang lanjut usia.
Dilihat dari segi psikologis sebenarnya pada anak umur 16 tahun, belumlah
dikatakan bahwa anak tersebut telah dewasa secara psikologis. Demikian pula
pada anak pria umur 19 tahun, belum dapat dikatakan bahwa mereka telah masak
secara psikologis. Pada umur 16 tahun maupun umur 19 tahun pada umumnya
masih digolongkan pada umur remaja atau adolesensi. Perlu dikemukakan bahwa
umur bukan lah suatu patokan yang mutlak, tetapi sebagai ancer – ancer.
Walaupun demikian dengan ancer – ancer tersebut tidaklah berarti adanya
penyimpangan yang jauh. Pada umumya para ahli tidak jauh berbeda pendapatnya
mengenai permulaan masa dewasa yang ada pada individu, yaitu pada sekitar
umur 21, yang sering disebut sebagai masa dewasa awal.
Dengan bertambahnya umur dari seseorang, diharapkan keadaan psikologisnya
juga akan makin bertambah matang. Perkawinan pada umur yang masih muda
akan banyak mengundang masalah yang tidak diharapkan, karena segi
psikologinya belum matang. Tidak jarang pasangan yang mengalami keruntuhan
dalam rumah tangganya karena perkawinan yang masih terlalu muda.
3. Hubungan Umur Dalam Kematangan Sosial, Khususnya Sosial – Ekonomi
Dalam Perkawinan
Dalam perkawinan yang perlu diperhatikan tidak hanya dalam psikologis saja,
tetapi dari segi sosial juga, khususnya sosial ekonomi. Kematangan sosial
ekonomi pada umumnya berkaitan erat dengan umur seseorang, kemungkinan
untuk kematangan dalam bidang sosial ekonomi juga akan makin nyata. Pada
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
16
umumnya dengan bertambahnya umur akan semakin kuat dorongan untuk
mencari dorongan untuk mencari nafkah sebagai penopang. Karena itu dalam hal
perkawinan masalah kematangan ekonomi perlu juga mendapatkan pemikiran,
sekalipun dalam batas yang minimal.
Seseorang yang telah berani membentuk keluarga melalui perkawinan, segala
tanggung jawab dalam hal menghidupi keluarga itu terletak pada pasangan
tersebut bukan pada orang lain, termasuk pada orang tua. Karena itulah pada
perkawinan masalah kematangan sosial ekonomi perlu dipertimbangkan secara
matang, karena ini akan berperanan sebagai penyangga dalam kehidupan keluarga
yang bersangkutan (Bimo Walgito dalam Yulianti, 2001 : 26-29)
Menurut Algiers Rachiem (1988 : 19) dijelaskan bahwa usia perkawinan yang
mengalami banyak masalah pada usia di bawah 20 tahun. Berdasarkan pada
kenyataan pengawasan kesehatan, ternyata bahwa perkawinan pada usia muda
banyak menumbuhkan masalah.
5. Masalah-masalah perkawinan pada usia dini antara lain :
a. Kematian ibu yang melahirkan
kematian karena melahirkan banyak dialami oleh ibu muda di bawah umur 20
tahun. Penyabab utama karena kondisi fisik ibu yang belum / kurang mampu
untuk melahirkan.
b. Kematian bayi
Bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berusia muda, banyak yang
mengalami nasib yang tidak menguntungkan, ada yang lahir sebelum waktunya
(prematur), dan ada pula yang sebagian langsung meninggal.
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
17
c. Hambatan pada kehamilan dan persalinan
Selain kematian ibu dan bayi, ibu yang kawin pada usia muda dapat pula
mengalami pendarahan, kurang darah, persalinan yang lama dan sulit, bahkan
menderita kanker pada mulut rahim di kemudian hari.
d. Persoalan ekonomi
Pasangan-pasangan yang menikah pada usia muda pada umumnya belum
cukup pengetahuan dan keterampilan, sehingga sukar mendapatkan pekerjaan
dengan penghasilan yang rendah dapat meretakkan keutuhan dan keharmonisan
rumah tangga.
e. Persoalan kedewasaan.
Kedewasaan seseorang sangat berhubungan erat dengan usianya usia yang
masih muda (12-19) tahun memperlihatkan keadaan jiwa yang selalu berubah.
Kepribadian pada usia ini belum mantap, karena itu sebaiknya perkawinan yang
dilakukan pada usia antara 12-19 tahun.
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
18
C. Hasil Penelitian yang Relevan
Nama
Peneliti Judul
Tujuan
Penelitan
Metode
Penelitian Hasil penelitian
Wahyuni
Jati
Rakhmawati
Pengaruh Usia
Perkawinan
Terhadap
Kesejahteraan
Keluarga di
Desa
Kembangan
Kecamatan
Bukateja
Kabupaten
Purbalingga
Untuk
mengetahui
apakah usia
perkawinan
berpengaruh
terhadap
kesejahteraan
keluarga di
Desa Kembang
Kecamatan
Bukateja
Kabupaten
Purbalingga
Dalam
penelitian ini
menggunakan
metode
penelitian
survey, dengan
teknik
pengambilan
sampel
purposive
sampling.
Sampel diambil
sebanyak 10%
Terdapat pengaruh
yang nyata antara
usia perkawinan
terhadap
kesejahteraan
keluarga di Desa
Kembang
Kecamatan
Bukateja
Kabupaten
Purbalingga,
artinya semakin
muda usia
perkawinan maka
tingkat
kesejahteraannya
rendah,
diantaranya
mengenai
kebutuhan pangan,
sandang dan
papan.sebaliknya
semakin dewasa
usia perkawinan
semakin tinggi
tingkat
kesejahteraannya.
Herlina
Dwi astuti
Pengaruh
Pendidikan
Formal
Terhadap Usia
Perkawinan
(Studi Kasus
Kecamatan
Tangerang
Selatan)
Untuk
mengetahui
apakah
pendidikan
salah satu
faktor penting
yang menjadi
penyebab
terjadinya
pernikahan dini
di kecamatan
Tangerang
Selatan
Dalam
penelitian ini
menggunakan
metode
penelitian
survey, dengan
teknik
pengambilan
sampel
purposive
sampling.
Sampel diambil
sebanyak 10%
Hasil
menunjukkan
bahwa hubungan
antara usia
pernikahan
pertama dengan
pendidikan di
perkotaan itu
rendah. Terjadinya
pernikahan dengan
usia remaja
mayoritas
dilatarbelakangi
oleh Merried By
accidend (MBA),
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
19
perjodohan atau
kesiapan untuk
menikah atau
memang sudah
bulat. Hal ini
sesuai dengan
temuan
sebelumnya yang
menyatakan
dengan pernikahan
usia pertama
remaja itu hanya
beberapa persen
dipengaruhi oleh
pendidikan, dan
teori Goode yang
menyebutkan
bahwa perempuan
diperkotaan
cenderung untuk
menikah di usia
matang
dibandingkan
dengan di
pedesaan karena
alasan pekerjaan
dan pendidikan.
Ivona
Melina
Dwi Siska
Pengaruh Usia
Perkawina
Terhadap
jumlah Anak
Lahir Hidup
Di Desa
Silado
Kecamatan
Sumbang
Kabupaten
Banyumas
Untuk
mengetahui
apakah usia
kawin
berpengaruh
terhadap
jumlah anak
lahir hidup,
yang dimiliki
oleh seorang
wanita pernah
menikah, baik
anak masih
hidup atau
sudah
meninggal
Dalam
penelitian ini
menggunakan
metode
penelitian
survey,
dengan teknik
pengambilan
sampel pur
sampling.
Sampel
diambil
sebanyak
10%.
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
20
D. Kerangka Pikir
Pengetahuan
tentang
Perkawinan
Jumlah
Anak Lahir
Hidup
Pendidikan responden
Usia menikah
Alasan menikah muda
Jarak waktu
mempunyai anak
pertama
Kendala dalam
melahirkan
Jumlah anak yang
dilahirkan
Usia saat melahirkan
Jarak melahirkan
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
21
E. Rumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir yang telah disebutkan di atas, maka dapat
diajukan hipotesis sebagai berikut :
“Terdapat pengaruh positif antara pengetahuan tentang perkawinan terhadap
jumlah anak lahir hidup„.
Pengaruh Pengetahuan Tentang..., Ivona Melina Dwi Siska, FKIP UMP, 2013
Recommended