View
233
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
37
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Hukum Waris Dalam Islam
1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam
a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah
Bangsa arab pada zaman Jahiliyah memiliki sifat kekeluargaan patrilineal.
Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tergolong salah satu bangsa yang gemar
menggembara dan berperang. Tradisi pembagian harta warisan pada zaman
Jahiliyah, berpegang teguh pada tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang
atau leluhur mereka, yaitu anak-anak yang belum dewasa dan kaum perempuan
dilarang mempusakain harta peninggalan ahli warisnya yang telah meninggal,
mereka beranggapan bahwa anak-anak perempuan dan orang yang lanjut usia
tidak berharga. Karena kaum wanita,anak kecil, dan orang lanjut usia tidak
mampu mencari nafkah, tidak sanggup berperang dan tidak mampu merampas
harta musuh, sehingga mereka tidak berhak menerima harta warisan dari keluarga
atau orang tuanya sendiri.1
Sebelum Islam datang, kaum wanita sama sekali tidak mempunyai hak
untuk menerima warisan dari peninggalan pewaris (orang tua ataupun
kerabatnya). Dengan dalil bahwa kaum wanita tidak dapat ikut berperang
membela kaum dan sukunya.Bangsa Arab jahiliyah dengan tegas menyatakan,
“Bagaimana mungkin kami memberikan warisan (harta peninggalan) kepada
1Moh Muhibbin, dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,2011) hlm
32
38
orang yang tidak bisa menunggang kuda, tidak mampu memanggul senjata, serta
tidak pula berperang melawan musuh.Mereka mengharamkan kaum wanita
menerima harat warisan sebagaimana mereka mengaramkan kepada anak-anak
kecil.2
b. Hukum Waris pada Zaman Awal Keislaman
Perubahan pemikiran orang arab tentang kewarisan adalah dengan diawali
turunnya ayat tentang hak perempuan, yaitu surah an-Nisa ayat 19, yaitu:
Artinya:
” Hai orang-orang yang beriman tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena
hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan
bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
c. Hukum Waris Islam di Indonesia
Ketika agama Islam masuk ke Indonesia pada umumnya nilai-nilai hukum
agama Islam berhadapan dengan nilai-nilai hukum adat yang berlaku, dipelihara,
dan ditaati sebagai sistem yang mengatur masyarakat tersebut.Oleh karena itu,
prose penerimaan huku kewarisan Islam sebagai sistem hukum bersama-sama
tidak serta merta dapat diterima oleh masyarakat Indonesia, karena hukum adat
masyarakat telah berlaku terlebih dahulu. Pergeseran hukum adat menjadi hukum
2 Muhammad Ali as-Shabuni,Pembagian Waris Dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani Pres,1995)
hlm 12
39
kewarisan Islam melalui proses yang panjang sehingga dapat diterima oleh
masyarakat Indonesia sampai sekarang sehingga dapat menjadi hukum positif
yang berlaku di Indonesia.3
1) Pengertian Waris Islam
Hukum kewarisan Islam ialah seperangkat ketentuan yang mengatur cara-
cara peralihan hak dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang
masih hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan kepada wahyu Ilahi
yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan penjelasan yang diberikan oleh Nabi
Muhammad Saw.
Dalam beberapa literature hukum islam ditemui beberapa istilah untuk
menamakan Hukum Kewarisan Islam,sepertifiqhmawaris,hukum kewarisan,dan
ilmu faraid. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan arah yang
dijadikan titik utama dalam pembahasan. Kompilasi hukum islam membedakan
antara harta warisan dengan harta peninggalan. Pengertian harta waris adlaha
harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk
keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya,biaya pengurusan jenazah
(tajhiz),pembayaran utang,dan pemberian untuk kerabat.4
Pengertian dari harta peninggalan adalah Harta yang ditinggalkan oleh
pewaris baik berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.Fiqh
mawaris adalah kata yang bersal dari bahasa arab fiqh dan mawaris. Menurut
Prof.T.M. Hasby As-Shiddiqi dalam bukunya tentang hukum waris,fiqh mawaris
adalah ilmu yang dengan dia dapat diketahui orang-orang yang mewarisi,orang-
3Aulia Muthia, dan Novy sri Pratiwi, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: PT. Buku Seru,2015) hlm
9 4Ibid. hlm 15
40
oramg yang tidak dapat mewarisi, kadar yang dapat diterimaoleh masing-masing
ahli waris serta cara pengambilannya.5
Istilah lain yang digunakan dalam disiplin ilmu ini adalah dengan
menggunakan istilah ilmu Faraidh yang bermakna secara bahasa adalah kewajiban
atau bagian tertentu. Seorang ilmuan fiqh bernama Ibnu Rusyd mendefinisikan
ilmu Faraidh adalah ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan
seorang yang telah meninggal dunia kepada yang berkah menerimanya.6
Ungkapan yang dipergunakan Alquran untuk menunjukkan adanya harta pusaka
yang dapat diwariskan dapat dilihat dari tiga jenis, yakni Al-Irth, Al-faraidh,Al-
tirkah
a. Al-Irth
Al-Irth dalam bahasa arab adalah bentuk masdar7 dari kata waritha,
yarithu, irthan. Melainkan termasuk juga kata wirthan,turathan,dan wirathathan.
Kata-kata itu berasal dari jata asli waritha,yang berakar kata dari huruf-huruf
waw,ra,dan tha yang bermakna dasar perpindahan harta milik atau perpindahan
pusaka8. Berangkat dari makna dasar ini, maka dari segi makna yang lebih
luas,kata Al-Irth mengandung arti perpindahan sesuatu dari seseorang kepada
seseorang, atau perpindahan sesuatu dari suatu kaum kepada kaum lainnya baik
5Prof.TM Hasby As-Shiddiqi,fiqh Mawaris(Semarang: Pustaka Rizki Putra,2001).Hlm.5
6Ibnu Ruayd,1995,Bidayatul Mujtahid,Bairut: Darul fikr,hlm.276
7Masdar, maksudnya adalah isim atau kata benda yang menunjukkan kepada peristiwa yang tidak
disertai penunjukan waktu.Lihat Mustafa Ghulaini, Jami' al-Durus al-Arabiyah (Beirut; Maktabah
al-Isriyyah, 1987), 160.juga, Hifni Bek, dkk, Qawaid al-Lughah al-Arabiyah (Jakarta; Ulum Press,
1986), 113. 8Muhammad Isma'il Ibrahim, Mu'jam al-Alfaz wa al-A'lam al-Quraniyyah, (Kairo; Dar al-Fikr al-
'Arabi, 1986), 570. Abu al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad al-Raghib al-Asfhaniy, Mu'jam
Mufradat Alfaz al-Qur'an, (Beirut; dar al-Fikr, t.t), 555. Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin
Zakaria, Mu'jam Maqaiys al-Lughah, (Mesir; Mustafa al-Bab al-Halabi wa Sarihah, 1972), 105
41
berupa harta pusaka,ilmu atau kemuliaan9. Bahkan kata itu mengandung arti
perpindahan sesuatu dari tuhan kepada manusia berupa kitab10
b. Al-Faraidh
Al-faraidh dalam bahasa arab adalah bentuk plural dari kata tunggal farada,
yang berakar kata dari huruf-huruf fa,ra,dan dad an tercatat 14 kali dalam Al-
quran,11
oleh karena itu, kata tersebut mengandung beberapa makna dasar, yakni :
suatu ketentuan untuk mas kawin, menurunkan Al-
quran,penjelasan,penghalalan,ketetapan yang diwajibkan, ketetapan yang pasti,
dan bahkan dilain ayat ia mengandung makna tidak tua. Pada dasarnya makna-
makna di atas sangat luas, sehingga dalam tulisan ini, makna kata yang cocok
adalah ketetapan yang pasti, yang tercantum pada Surat al-Nisa', 4; 11.Kata(فريضة
) berakar dari kata farada yang pada mulanya bermakna kewajiban atau
perintah.12
Kemudian karena kata faraid seringkali diartikan sebagai saham-saham
(bagian) yang telah dipastikan kadarnya, maka ia mengandung makna pula
sebagai suatu kewajiban yang tidak bisa diubah karena datangnya dari Tuhan.
Saham-saham yang tidak dapat diubah adalah angka pecahan 1/2, 1/3, 1/4, 1/6,
1/8, dan 2/3 yang terdapat dalam surah al-Nisa' 4; 11, 12 dan 176.
9 Muhammad 'Ali al-Sabuni, Al-Mawarith fi al-Shari'ah al-Islammiyyah 'Ala Dau'i al-Kitab wa al-
Sunnah, (Beirut; 'Alim al-Kutub, 1985), 25 10
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surah. al-Fatir, ayat 32, (Surabaya:
Mahkota, 1989), 700 11
Tentang jumlah kata dasar farada dalam al-Qur'an, ternyata al-Raghib hanya menyebutkan 12
kali, sedangkan Muhammad Isma'il Ibrahim menyebutkan 14 kali. Lihat al-Raghib, Mu'jam
Mufradat Alfaz al-Qur'an, 390, Muhammad Isma'il Ibrahim, Mu'jam al-Alfaz wa al-A'lam al-
Quraniyyah,392-393. 12
Al-Raghib, Mu'jam Mufradat Alfaz al-Qur'an, 390, Muhammad Isma'il Ibrahim, Mu'jam al-Alfaz
wa al-A'lam al-Quraniyyah,392-393
42
c. Al-tirkah
Al-tirkah dalam bahasa arab adalah bentuk masrdar dari kata tunggal
tarakah,yang berakar kata dari huruf-huruf ta,ra dan ka dan tercatat 28 kali dalam
al-quran13
. Oleh karena itu, kata tersebut mengandung beberapa makna dasar,
yakni: membiarkan,14
menjadi,15
mengulurkan lidah,16
meninggalkan agama17
dan
harta peninggalan18
. Dan konteks kali ini, makna terakhirlah yang akan dipakai
dalam pembagian hukum waris.Tuhan telah mempersiapkan harta untuk manusia
tinggal bagaimana manusia tersebut mengelolah harta untuk persiapan bagi ahli
warisnya.
2) Dasar Hukum Waris
Hukum waris Islam adalah aturan yang mengatur pengalihan harta dari
seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hal ini berarti menentukan
siapa saja yang menjadi ahli waris, porsi bagian masing-masing ahli
waris,menentukan harta peninggalan dan harta warisan bagi orang yang
meninggal dunia tersebut. Dasar hukum waris Islam A-quran dan Hadist,
pendapat Rasulullah, dan juga pendapat ahli hukum Islam.Ada beberapa ayat
dalam Al-quran yang menjadi dasar hukum waris. Di antara firman Allah SWT
dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 7 dan ayat 11;
13
Muhammad Isma'il Ibrahim, Mu'jam al-Alfaz wa al-A'lam al-Quraniyyah, 86. 14
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, surah al-Baqarah ayat 17, (Surabaya:
Mahkota, 1989), 11 15
Ibid, hlm. 66 16
Ibid, hlm. 51 17
Ibid,hlm. 524 18
Ibid,hlm. 116,117 dan 123
43
صين لننها ن لالرقزون انندا ن تزكان م من صين جلن ننهز
لض بمفزن ألكثنزصين هن من رقم م من لالرقزون انندا ن تزكان م من
﴿انا :٧﴾
Artinya :
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak
dan kerabatnya,dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula)dari harta
peninggalan ibu bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian
yang telah ditetapkan.(Q.s Al-Nisa ayat 7)19
.
فإن كنن نن ثمنحظالنصث كزنمن مننهذ كن فنيأللدن ن للا كنمن لصن
دةفهه ثنهنثمتزكلإن كصتلاحن فههنن نن قاثت صنا ف
تزكإن ك نهن م من دنسن هنمانا دمن لاحن يهنننكنم و للن انيفن
فإن ك نهن هنانثهنثن نم فلن اهن أو للرنثهن لند ننهن فإن نميكن لند
م كن يونهألدينآوؤن صن تين لصن نوعدن من دنسن هنانا نم فلن ة إنخ
19
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Syaamil Cipta Media,
2005). 79
44
للا إن ن نللا مصفعفزنيضتمن نكن ل أيهنمأرقزبن ملتدرن كن لأوؤن
محكنم﴿انا :١١﴾ ك عهن
Artinya :
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama denga bahagian dua orang
anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka
bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta. Dan untuk dua orang ibu-
bapabagian masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia
(yang meninggal) mempunyai anak, jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai
anak dan dia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga,
jika dia (yang meninggal) itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah dipenuhi
wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya. (Tentang) orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang
lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(Q.S. al-Nisa’ ayat 11)20
.
Ayat ini memberikan penjelasan yang menyatakan bahwa Allah telah
menetapkan bagian satu orang laki-laki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan. Sehingga jika seseorang meninggalkan seorang anak laki-laki dan dua
20
Ibid.hlm.79
45
orang anak perempuan, maka dalam kasus ini anak laki-laki mendapat bagian dua
pertiga dan saudara perempuannya mendapat satu pertiga dari harta warisan.Jadi
dua pertiga disamakan dengan hak dua orang perempuan.Bukankah Allah
menyatakan bahwa hak anak laki-laki dua kali banyaknya hak anak perempuan.21
Sebagaimana Muhammad Abdul Aziz al-Khalidy mengutip hadis yang
berbicara tentang waris dalam kitab Sunan Abu Dawud, yang berbunyi sebagai
berikut:
عليه عنهما عن النبي صلى للا عن ابن عباس رضي للا
وسلم قال ألحقىا الفرائض بأهلها فما بقي فهى ألولى رجل ذكر
Artinya:
“Dari Ibnu Abbas ra. Dari Nabi Muhammad SAW bersabda: berikanlah
bagian-bagian tertentu kepada orang-orang yang berhak .dan sisanya untuk
orang laki-laki yang lebih utama (dekat kekerabatannya)”.22
(H.R Bukhari dan
Muslim).
3) Prinsip-Prinsip Waris dalam Islam
Sebagai hukum yang terutama bersumber pada wahyu Allah menurut yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw., hukum kewarisan Islam mengandung
prinsip-prinsip yang dalam beberapa hal berlaku pula dalam hukum kewarisan
yang semata-mata bersumber kepada akal manusia. Di samping itu, hukum
kewarisan Islam dalam hal tertentu mempunyai coraktersendiri,berbeda dengan
21
Aulia Muthiah, dan Novy Sri Pratiwi, Hukum Waris Islam, ( Yogyakarta ; PT. Buku Seru, 2015)
hlm 21 22
Imam Muslim,Shahih Muslim,juz III,(Beirut, Dar Al-Kutub al-Ilmiyah,1992),1233
46
hukum kewarisan yang lain, yang digali dari keseluruhan ayat-ayat hukum yang
terdapat dalam Al-Qur‟an dan penjelasan tambahan yang diberikan oleh Nabi
Muhammad Saw dengan sunnahnya. Sehubungan dengan itu, berdasarkan hukum
Allah dan hukum Rasul terdapat beberapa prinsip hukum yang melandasi hukum
kewarisan Islam tersebut, yaitu:
a. Prinsip Ijbari
Kata “Ijbari” secara etimologis mengandung arti paksaan (compulsory),
yaitu melakukan sesuatu di luar kehendak sendiri.
Yang dimaksud dengan prinsip ijbari adalah peralihan harta pusaka
seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang lain yang masih
hidup,berlaku dengan sendirinya.23
Dalam hukum Kewarisan Islam, dijalankannya
prinsip Ijbari ini berarti, peralihan harta pusaka dari seseorang yang telah
meninggal kepada ahli warisnya, berlaku dengan sendirinya sesuai dengan
kehendak Allah SWT, tanpa bergantung kepada kehendak pewaris dan ahli
waris.24
Menurut hukum kewarisan Islam, harta seseorang pewaris pada hakikatnya
dikembalikan dan menjadi milik Allah SWT, yang kemudian oleh Allah harta
seorang pewaris tadi diberikan kepada ahli warisnya yang berhak sesuai denga
bagiannya masing-masing.Pewaris maupun ahli warisnya tidak dapat berbuat atau
berkendak selain dari pada yang telah ditetapkan oleh Al-quran dan Hadis.
23
Amir Syarifuddin,Pelaksanaan Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau,(Jakarta:
gunung Agung, 1984), 18 24
Ibid,hl,18
47
b. Prinsip Individual
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa yang dikatakan dengan prinsip
individual adalah harta pusaka dapat di bagi-bagikan kepada ahli waris untuk
dimiliki secara perorangan.Masing-masing ahli waris menerima saham-sahamnya
secara tersendiri sesuai dengan bagian yang telah ditentukantanpa terikat dengan
ahli waris lainnya.25
Ini berarti setiap ahli waris berhak sepenuhnya atas bagian
saham-saham harta pusaka pewaris.
c. Prinsip Bilateral
Yang dimaksud dengan prinsip bilateral adalah bahwa baik anak laki-laki
maupun anak perempuan dapat mewarisi dari kedua belah pihak garis
kekerabatan, yakni pihak kerabatan laki-laki dan pihak kerabat
perempuan.Tegasnya jenis kelamin bukan penghalang untuk mewarisi atau
diwarisi dalam garis lurus ke atas dan ke bawah atau ke samping, prinsip bilateral
ini tetap berlaku.26
d. Prinsip Keadilan Berimbang
Keadilan dalam hukum waris Islam dapat diartikan dengan keseimbangan
antara yang di peroleh dengan keperluan dan kegunaannya.Prinsip ini
mengandung arti harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan
kewajiban, antara yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus
ditunaikannya.Dari pengertian tersebut terlihat asas keseimbangan dalam
pembagian harta warisan. Dengan demikian perbedaan gender tidak menentukan
hak mendapatkan harta pusaka dalam Islam. Artinya, sebagaimana laki-laki dan
25
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam,(Jakarta: Prenada Media Grop,2008),21 26
Rachmad Bodiono, Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia,(Bandung: PT. Citra
Aditya Bahkti,1995),5
48
perempuan memiliki hak yang sama kuat untuk mendapatkan saham-saham dari
harta pusaka tersebut.27
Dalam praktik kehidupan masyarakat sekarang ini ada beberapa keluarga
yang mana kaum perempuan menjadi tulang punggung kehidupan ekonomi
sebuah keluarga, ini merupakan kenyataan sosiologis yang terjadi bukan karena
tuntutab apalgi hukum Islam, akan tetapi lebih disebabkan karena kerelaan kaum
perempuan itu sendiri dalam rangka kerja sama keluarga yang sama sekali tidak
dilarang dalam hukum Islam. Hanya saja partisipasi aktif kaum perempuan
dalammenyejahterakan ekonomi keluarga, tidak secara otomatis dengan
sendirinya harus mengubah hukum waris Islam dengan menganut asas Ijbari.28
e. Prinsip Kematian
Hukum kewarisan dalam Islam menetapkan, bahwa peralihan harta
seseorang kepada orang lain dengan sebutan kewarisan berlaku setelah yang
mempunyai harta pusaka telah meninggal dunia.Dengan demikian tidak ada
pembagian waris sepanjang pewaris masih hidup. Segala bentuk peralihan harta
seseorang yang masih hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung tidak
masuk kedalam persoalan pewarisan menurut Hukum Kewarisan dalam Islam,
hukum Kewarisan dalam Islam hanya mengenal satu bentuk kewarisan, yaitu
kewarisan akibat kematian yang dalam kitab undang-undang hukum perdata
disebut ab intestate dan tidak mengenal kewarisan atas dasar wasiat yang dibuat
pada saat pewaris masih hidup.29
27
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Cetakan Ke-4, (Jakarta: Kencana, 2012), 26. 28
Muhammad Amin Suma,Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam,(Jakarta: Rajagrafindo
Persada,2004),124 29
Amir Syarifudin,op.cit.hlm 15
49
Prinsip kewarisan akibat kematian mempunyai kaitan erat dengan prinsip
ijbari.Pada hakikatnya seseorang yang telah memenuhi syarat sebagi subjek
hukum dapat menggunakan hartanya secara penuh untuk memenuhi kehidupan
dan kebutuhan sepanjang hayatmya. Namun setelah meninggal dunia ia tidak lagi
memiliki kebebasan tersebut, kalaupun ada, maka pengaturan untuk tujuan
penggunaan setelah kematian terbatas pada maksimal sepertiga dari hartanya,
dilakukan setelah kematiannya, dan tidak lagi disebut dengan istilah kewarisan.
2. Unsur-Unsur Waris Dalam Hukum Islam
Proses peralihan harta dalam Hukum Kewarisan Islam harus memenuhi
rukun dan sebab-sebab mendapatkan waris, untuk itu akan dijelaskan sebagai
berikut:
1) Rukun Waris Dalam Hukum Islam
Rukun merupakan bagian dari permasalahan dari setiap perkara. Suatu
perkara tidak akan sempurna jika salah satu dari rukun tidak dipenuhi, jika rukun
waris tidak dipenuhi maka perkara waris mewaris tidak sah. Dalam Hukum
Kewarisan Islam, rukun waris ada tiga,30
yaitu
a. Pewaris,yang dimaksud dengan pewaris adalah orang yang telah
meninggal dunia, yang hartanya diwarisi oleh ahli warisnya. Seseorang yang
masih hidup dan mengalihkan haknya ke[ada keluarganya tidak dapat disebut
pewaris, meskipun pengalihan tersebut dilaksanakan pada saat menjelang
kematian.
30
Muhammad bin shalih al-Utsaimin, Panduan Praktis Hukum Waris menurut Al-Quran dan As-
Sunnah yang Shahih,(Bogor: Pustaka Ibnu Katsir,2006),hlm 27
50
b. Ahli waris, yang dimaksud dengan ahli waris adalah orang yang mendapat
harta warisan dari pewaris, baik karena hubungan kekerabatan maupun hubungan
perkawinan.
c. Harta pusaka pewaris,yang dimaksud dengan harta pusaka pewaris adalah
sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia baik berupa
benda bergerak maupun benda tidak bergerak.
2) Sebab-Sebab Mendapatkan waris Dalam Hukum Islam
Pewarisan adalah peralihan hak pewaris kepada ahli waris yang masih
hidup, sedangkan pewarisan tersebut baru bisa terjadi jika ada sebab-sebab yang
mengikat antara pewaris dengan ahli warisnya. Adapun seseorang yang berhak
mendapat waris berdasarkan salah satu sebab sebagai berikut:31
A. Kekerabatan
Kekerabatan adalah hubungan nasab antara pewaris dengan orang yang
akan menerima warisan karena hubungan pertalian darah, waris hubungan nasab
ini mencakup:
1. Anak cucu baik laki-laki maupun perempuan (furu’i)
2. Ayah, kakek, ibu, nenek (usuly)
3. Saudara laki-laki atau perempuan, paman dan anak laki-laki paman, bibi.
B. Perkawinan
Perkawinan menyebabkan adanya hubungan hukum saling mewarisi antara
suami dan istri, apabila antara keduanya ada yang meninggal dunia, maka istri
31
Amir Syarifuddin,Pelaksanaan Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat Minangkabau,(Jakarta:
Gunung Agung, 1984)hlm 28-41
51
atau jandanya mewarisi harta suaminya, demikian juga apabila istri meninggal
suami mewarisi harta istrinya.32
C. Wala’
Wala’ yaitu hubungan hukmiyah, yang ditetapkan oleh Hukum Islam,
karena tuannya telah memberikan kenikmatan untuk hidip merdeka dan
mengembalikan hak asasi kemanusiaan kepada budaknya.Tegasnya jika seorang
tuan telah memerdekakan budaknya, maka terjadilah hubungan kekeluargaan yang
disebut wala’ itqi.33
Dengan danya hubungan tersebut, seorang tuan menjadi ahli
waris seorang budak yang dimerdekakanya tersebut, dengan syarat budak yang
dimerdekakannya itu tidak punya ahli waris sama sekali, baik karena hubungan
kekerabatan maupun perkawinan.34
Akan tetapi, pada masyarakat sekarang ini, sebab mewarisi karena wala’
tersebut sudah kehilangan makna, dilihat dari segi praktis secara umum pada masa
sekarang ini, perbudakan sudah tidak ada lagi.Jadi pengertian wala’ disini adalah
hubungan kewarisan akibat kemerdekaan hamba sahaya.Sedangkan
KompilasiHukum Islam pasal 174 ayat 1 hanya membedakan dua sebab, yakni
karena hubungan darah atau hubungan perkawinan.35
3. Syarat-Syarat Memperoleh Hukum Waris Dalam Hukum Islam
Dalam syariat Isam ada tiga syarat untuk mewarisi,yaitu:
32
Rachmad Bodiono,Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia,(Bandung: PT. Citra
Aditya Bahkti,1995),hlm 8 33
Muhammad Ali As-shabuni, Hukum Waris Dalam Syariat Islam,(Bandung: Diponegoro,
1998),hlm 47 34
Ibid,hlm 47 35
Rachmad Bodiono,Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia,(Bandung: PT. Citra
Aditya Bahkti,1995)hlm 8
52
1. Meninggalnya pewaris
Yang dimaksud dengan meninggalnya pewaris ialah baik meninggal dunia
secara hakiki (sejati) baik meninggal secara hukmi (berdasarkan putusan hakim)
atau meninggal dunia secara takdiri (menurut dugaan).36
Tanpa adanya kepastian,
bahwa pewaris telah meninggal dunia, sebelum adanya kepastian tersebut maka
warisan tidak boleh dibagi-bagi kepada ahli waris.
2. Hidupnya Ahli Waris
Ahli waris masih hidup ketika orang yang mewariskan hartanya meninggal
dunia walaupun hanya sekejap, baik secara hakiki maupun hukmi.Hidupnya ahli
waris harus jelas, pada saat ahli waris meninggal dunia.Ahli waris merupakan
pengganti untuk menguasai harta pusaka yang ditinggalkan oleh pewaris.Oleh
karena itu, sesudah pewaris meninggal dunia, ahli warisnya harus benar-benar
hidup.37
3. Mengetahui Status Kewarisan
Karena kewarisan di dasarkan pada criteria-kriteria tertentu, seperti,
hubungan dengan anak, orang tua, saudara, suami-istri, wala’ dan lain
sebagainya.Agar seseorang dapat mewarisi harta pusaka orang yang telah
meninggal dunia, haruslah jelas hubungan antara keduanya.Misalnya hubungan
suami-istri, hubungan orang tua dengan anaknya, hubungan saudara, baik
sekandung maupun sebapak.38
36
Abdur Rahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992),
53 37
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin,Panduan Praktis HUkum Waris Menurut Al-Quran dan As-
Shunnah Yang Shahih, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir,2006) hlm 27 38
Ibid,hlm 28
53
B. Harta Waris Adat Minangkabau
1. Struktur masyarakat hukum waris adat
Hukum waris adat mempunyai corak yang tersendiri dari alam pikiran
masyarakat tradisional sesuai dengan bentuk struktur masyarakat hukum adat
yang beragam pula. Sebagaimana diketahui bahwa struktur masyarakat hukum
adat di Indonesia dapat dibedakan berdasarkan :
a. Persekutuan Hukum territorial
b. Persekutuan masyarakat yang bersifat geneologis
c. Persekutuan masyarakat yang bersifat Teritorial- Genealogis39
Dalam membahas hukum waris ini struktur masyarakat geneoloogis yang
mempengaruhi perbedaan satu sama lain, karena dalam masyarakat geneaalogis
kesatuan masyarakat dilihat dari keterikatan pada satu garis keturunan yang sama
baik karena secara langsung berhubungan darah atau perkawinan. Dalam hal ini
ada 3 (tiga) macam struktur masyarakat tersebut yaitu:
a) Patrilinial
Sistem ini menimbulkan kesatuan kekeluargaan yang besar seperti clan,
marga dimana setiap orang selalu menghubungkan dirinya hanya kepada ayah
oleh karenanya setiap nak dan isteri masuk dalam marga ayahnya (pertalian darah
menurut garis ayah/bapak).
39
Chairul anwar, op.cit., hlm 10
54
b) Matrilineal
Sistem yang menimbulkan kesatuan-kesatuan kekeluargaan yang besar
dimana setiap orang selalu menghubungkan dirinya hanya kepada ibunya,
sehingga anak dan suami masuk daalam clan/marga ibunya (pertalian darah
meenurut garis ibu).
c) Parental dan Bilateral
Sistem yang menimbulkan keesatuan kekeluargaan yang besar seperti
rumpun, dimana setiap orang selalu menghubungkan dirinya dalam ha keturunan
baik kepada ibunya maupun kepada ayahnya (pertalian darah menurut garis ibu
dan bapak).40
Sistem kewarisan adat di Indonesia ada tiga macam sesuai dengan macam
struktur masyarakat adatnya yaitu:
a. Sistem kewarisan kolektif
Yaitu system kewarisan yang ahli warisnya mendapat harta waris secara
kolektif (bersama-sama) tidak dibagikan secara perorangan. Ahli waris tidak
boleh memilik harta warisan,tetapi hanya boleh menikmati kewarisan secara
bersama sama .sistem ini berlaku dibeberapa masyarakat adat seperti di Ambon,,
Minahasa juga Minangkabau.
40
Latief , op,cit, halaman 62
55
b. Sistem kewaris mayorat
Yaitu sistem kewarisan dimana harta waris tidaakk dibagi-bagikan dan
hanya dikuasai anak tertua, dan ia harus mengupayakan harta peninggalan tersebut
sehinggga dari hasil pengelolaan harta peninggalan tersebut ia dapat memelihara
aadik-adiknya sehingga mandiri. Sistem kewarisan tersebut ada yang mayorat
laki-laki yaitu anak laki-laki tertua menjadi ahli waris misalnya berlaku
dimasyarakat Bali, Sumatera Selatan-Lampung,Tapanuli. Sedangkan mayorat
perempuan yaitu sistem kewarisan dimana anak perempuan tertua menjadi ahli
waris seperti di daerah Pasemah.
c. Sistem kewarisan Individu
Sistem kewarisan dimana setiap ahli waris berhak mendapat bagian
warisnya secara individu. Hal ini berlaku pada masyarakat parental Jawa.
Sifat sistem kewarisan yang individual, kolektif atau mayorat ini
umumnya meenunjuk kepaada bentuk masyarakat tertentu, tetapi dapat juga
keseluruh atau dua diantaranya masuk dalam masyarakat tertentu seperti di Tanah
Batak yang sistem kekeluargaannya patrilinial, sistem kewarisannya terdiri dari
sistem individual, mayorat dan kolektif terbatas.41
41
Edison piliang, Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau, Bukittinggi,2013,halaman 261
56
2. Ahli waris menurut Hukum Adat
a. Ahli waris dalam masyarakat Matrilineal
masyarakatnya menarik garis secara Unilateral yaitu menarik garis
keturunaan melalui satu pihak yaitu garis ibu. Dalam masyarakat keibuan ini
anak-anak merupakan sebagian dari keluarga ibunyaa, sedangkan ayahnya tetap
merupakan sebagian dari keluargaanya sendiri.Oleh karena itu harta waris dalam
masyarakat ke ibuan ini terdapat harta pusaka milik suatu keluarga,dan
pewarisanya berlangsung secara kolektif pula: artinya harta hanya dapat dipakai
oleh segenap anggota keluarga, dan tidak dapat dimiliki oleh mereka masing-
masing. Akibatnya ialah bahwa bila ada anggota keluarga meninggal, sama sekali
tidak berpengaruh atas hubungan hukum tentang harta pusaka itu dengan
anggota-anggota lain yang masih hidup dari keluarga tadi.
Selain itu tehadap harta pencarian pewarisan hartanya tergantung pada jenis
perkawinan “Exogam Semendoyan ” (perkawinan dimana laki-laki didatangkan
atau dijemput oleh pihak wanita, tapi laki-laki tidak masuk dalam klan isterinya,
melainkan tetap menjadi aanggota klan ibunya) yang kini sudah mengalami
perkembangan. 42
Secara umum dalam masyarakat keibuan harta bersama/pencarian tidak
akan diwariskan pada anak-anaknya sendiri melainkan pada saudara-saudaraa
sekandung serta keturunan saudara-saudara perempuan sekandungnya. Ahli waris
lain yang lain baru dapat harta waris bila tidak ada anak –anak (sudah meninggal
42
H.Idrus hakimy Dt.Rajo Penghulu,Rangkaian Mustika Adat Minangkabau,Bandung,1984,
halaman 110
57
lebih dulu). Maka yang mewariskan adalah cucu, bila tidak ada cucu orangtua
nya. Jika orang tua juga tidak ada diganti oleh saudara-saudara yang masih hidup
dan keturunannya baik laki-laki aatau perempuan yang dilahirkan dari keturunan
ibunya. Bila sama sekali tidak ada ahli waris, maka hartaa peninggalan jatuh pada
masyarakat territorial si meninggal dan jatuh dibawah peengurusan penghulu
masyarakat.
b. Ahli waris dalam masyarakat patrilineal
masyarakat yang anggotanya menarik garis keturunan secaara unilateral
melalui garis kebapak. Yang menjadi ahli waris dalam masyarakat ini adalah
anak laki-laki (baik dari ayah atau ibunya). 43
C. Gambaran Umum Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang
Dalam bab ini akan dibicarakan tentang apa yang sebenarnya berlaku
dalam masyarakat yang menyangkut pewarisan harta pencarian. Namun sebelum
masuk ke pokok permasalahan, pada bab ini akan digambarkan terlebih dahulu
mengenai tempat Penulis melakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan di
Kerapatan Adat Nagari Sungayang Keacamatan Sungayang Kabupaten Tanah
Datar.
Kerapatan Adat Nagari ini berfungsi sebagai lembaga peradilan adat.
Keberadaan Kerapatan Adat Nagari merupakan pengukuhan kembali lembaga
adat yang sudah ada sejak zaman Belanda. Kerapatan Adat Nagari ini adalah salah
satu usaha untuk memperkuat peran Ninik Mamak masyarakat Minangkabau
43
Ibid., halaman 111
58
terutama di Nagari Sungayang. Ninik Mamak oleh masyarakat Minangkabau
mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kerapatan
Adat Nagari ini memiliki berbagai fungsi yang salah satunya adalah
menyelesaikan sengketa di bidang warisan.
Sistem yang dipakai dalam kegiatan sehari-hari Kerapatan Adat Nagari ini
tergantung kelahiran dan suku yang ada pada nagari tersebut. Kerapatan Adat
Nagari yang dibentuk beranggotakan “Tungku Tigo Sajarangan” yang merupakan
perwakilan masyarakat yang ada di nagari yang terdiri dari alim ulama, cerdik
pandai (kaum intelektual), dan ninik mamak para pemimpin suku dalam nagari.
Setiap suku diwakili oleh para pengulu sukunya di Kerapatan Adat Nagari ini.
a. Tata Letak Nagari Sungayang
Sungayang adalah suatu nagari yang terletak di Kecamatan Sungayang
Kabupaten Tanah Datar, Luhak nan Tuo, merupakan Nagari Tuo dan tempat
kediaman Tuan Makhudumsyah salah satu dari Basa Ampek Balai, Kerajaan
Alam Minangkabau.
Disamping itu Nagari Sungayang merupakan salah satu Nagari yang
memiliki ikatan kekeluargaan yang dekat dengan Kerajaan Pagaruyuang, yang
pada akhirnya akan meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan sejarah dan
budaya sebagai sumber daya pengembangan industry pariwisata, serta pada
akhirnya meningkatkan kualitas hidup masyarakat nagari Sungayang. Dalam
perkembangan sejarah, salah satu warga Sungayaang pernah menjadi tonggak
perkembangan agama Islam. Dinagari ini telah dilahirkan ulama besar yang
59
dikenal dengan nama Haji Sungayang salah satu tokoh Perang Padri pada awal
abad ke Sembilan belas.44
Sungayang terhampar di dataran tinggi dengan kondisi alam berbukit
terletak 10 km dari Kota Batusangkar atau lebih kurang 110 km dari kota Padang
ke arah Timur Laut.
Saat ini Nagari Sungayang terdiri dari tujuh jorong45
, masing-masing
Jorong Piliang Laweh, Piliang Sani, Koto Piliang, Mandihiliang, Guguak Tinggi,
Guguak Maniah dan Guguak Panjang.Luasnya sekitar 2.000 ha dengan rincian
persawahan 380 ha, hutan/ladang 660 ha, luas hutan bukit 150 ha dan luas
pemukiman 910 ha.46
Nagari Sungayang merupakan salah satu Nagari yang
terletak di kecamatan Sungayang yang berbatasan dengan:
Sebelah Utara berbatas dengan Nagari Sungai Patai
Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Minangkabau
Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Sumaniak
Sebelah Timur berbatsan dengan Nagari Tanjuang
Mata pencarian penduduk Sungayang umumnya bertani, sebagiannya lagi
berdagang dan menjadi pegawai, baik di sektor pemerintahan maupun sektor
swasta. Namun sebagian besar penduduknya bermukim di perantauan dan tersebar
di hampir seluruh wilayah Nusantara dan bahkan sampai ke luar negeri. Hasil
bumi terdiri dari hasil pertanian seperti padi dan palawija, buah-buahan seperti
pisang, hasil hutan seperti kulit kayu manis dan lain-lain.
44
Wawancara dengan Datuak Majo Dirajo 45
Jorong adalah disebut juga dengan desa di daerah Minangkabau 46
Wawancara dengan Wali Nagari Sungayang pada hari Rabu Tanggal 13 Desember 2017
60
Ladang/ lahan pertanian merupakan harta pusako tinggi yang didapat dari
nenek moyang pada zaman dahulu. Meskipun sudah lama harta pusako tinggi
tersebut masih berjalan menurut aturan adat. Yang mana mereka yang
menggunakan harta pusako tinggi tersebut ialah bergiliran atau turun temurun
mereka tidak dapat menguasai harta tersebut sendiri akan tetapi bergiliran dengan
orang yang merupakan satu niniak dengan nya atau satu Rumah Gadang.47
Mereka yang merupakan PNS atau yang mempunyai pekerjaan tetap masih
mendapatkan warisan harta pusako tinggi tersebut,biasa nya mereka yang PNS
tersebut akan mengupahkan/menyuruh orang lain untuk menggarap tanah/lahan
tersebut dan hasil nya dibagi dua dengan si penggarap tersebut.
b. Keadaan Sosial Keagamaan
Masyarakat yang bermukim di Nagari Sungayang Kabupaten Tanah Datar
seratus persen memeluk agama Islam.Hal ini sejalan dengan semboyan hidup
orang Minangkabau “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” (adat
berlandaskan kepada agama, agama berlandaskan kepada al-Quran). Agama yang
dianut secara kuat itu adalah Islam, maka masyarakat di Nagari Sungayang ini
selalu berdasarkan norma agama, nilai, prilaku sebagai suatu syariat yang didasari
atas keyakinan dan ketuhanan (iman dan taqwa), sehingga orang Minang pasti
beragama Islam.48
Jenis kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Nagari
Sungayang adalah ceramah Agama yang dilakukan setiap sabtu malam dan senin
malam, mengadakan pondok Al-Quran bagi generasi muda mulai dari sore hingga
47
Database Monografi Nagari Sungayang 48
Wawancara dengan Wali Nagari Sungayang pada Hari Rabu tanggal 13 Desember 2017
61
Magribh, dan mengadakan latihan ceramah agama bagi anak-anak setiap minggu
pagi.
Dalam rangka menunjang kegiatan keislaman di Nagari Sungayang ini
terdapat dua masjid dan enam surau dan satu MDA tempat Ibadah dan sekolah
agama.49
Untuk perawatan dan kemakmuran masjid serta surau, maka masjid dan
tiap-tiap Surau dibentuk pengurus yang lazim disebut garin (ta’mir).Garin ini
mempunyai tugas untuk mengkoordinir seluruh aktivitas keagamaan baik yang
bersifat umum (seperti mengaji al-Quran setiap sore hari mulai hari senin s/d
sabtu) atau yang bersifat khusus (seperti ceramah agama).
c. Keadaan Sosial Pendidikan
Ditinjau dari segi pendidikan, nagari Sungayang merupakan nagari yang
tidak tertinggal akan pendidikannya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya
masyarakat Sungayang yang sedang menempuh pendidikan, baik yang sedang
menempuh pendidikan TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
Untuk sarana-sarana pendidikan yang ada di nagari Sungayang kecamatan
Sungayang Kabupaten Tanah Datar hanya ada sarana sebagian berikut yaitu:
Taman kanak-kanak (TK) ada 3 sekolah, Sekolah dasar (SD) ada 4 sekolah,
Sekolah menengah pertama (SMP) ada 2 sekolah, Sekolah menegah atas (SMA)
ada 1 sekolah.
49
Buku Reviatalisasi dan Reaktualisasi Budaya Lokal Nagari Sungayang 2014
62
Sebagaimana telah disebutkan dalam penjelasan diatas, masyarakat nagari
Sungayang sangat mementingkan pendidikan hal ini dapat dibuktikan bahwa
banyaknya masyarakat Sungayang yang sedang menempuh pendidikan.50
d. Keadaan Sosial Ekonomi
Dalam segi ekonomi masyarakat Sungayang tergolong menengah,
sebagian besar masyarakat nagari Sungayang mempunyai mata pencaharian
wiraswasta, pedagang dan bertani.Namun tak sedikit juga yang bekerja sebagai
pegawai sipil. Adapun macam-macam mata pencaharian penduduk nagari
Sungayang adalah sebagai berikut: (a) Wiraswasta dan pedagang 1002 orang, (b)
Pertanian dan perkebunan berjumlah 2100 orang, (c) Perusahaan industry kecil
berjumlah 87 orang, (d) Pemerintah dan Non pemerintah berjumlah 310 orang, (e)
Peternakan berjumlah 210 orang, (f) Transportasi berjumlah 87 orang.51
50
Database Kantor Wali Nagari Sungayang 51
Database Kantor Wali Nagari Sungayang
Recommended