View
218
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
33
BAB III
PERKEMBANGAN ORGANISASI JALASENASTRI 1957-1977
A. Pada Masa Orde Lama 1957-1965Pada tanggal 10 Februari 1958 ketua Dewan Banteng, Achmad Husein
mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat yang menyatakan bahwa
Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5x24 jam. Pemerintah
akhirnya memecat secara tidak hormat Achmad Husein, Simbolon, Zulkifli Lubis
dan Dahlan Djambek.1 Pada tanggal 12 Februari 1958 Nasution mengeluarkan
perintah pembekuan Komando Daerah Militer Sumatra Tengah dan selanjutnya
menempatkannya langsung di bawah Komando Satuan AD. Pada 15 Februari di
Padang, Achmad Husein memproklamasikan “Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia” (PRRI) dengan Syafrudin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri.
Pemerintah mengusahakan musyawarah dengan PRRI, akan tetapi hal ini
gagal. Akhirnya operasi gabungan AD-AU-AL ditegakan terhadap PRRI di
Sumatera Tengah, operasi ini disebut operasi 17 Agustus. Kolonel D.J. Somba
pada 17 Februari 1958 mengeluarkan pernyataan bahwa wilayah Sulawesi Utara
dan Tengah menyatakan memutuskan hubungan dengan Pemerintah Pusat serta
mendukung Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pemeritah
pusat akhirnya memecat Somba dan Mayor Runturambi. Sedangkan batalyon
yang berada di bawah Komando Daerah Militer Sumatra Utara (KDMSUT)
termasuk dinas dan jawatan, wewenang komandonya diserahkan kepada
1 Ong Hok Ham, Sapta Marga Berkumandang di Sumatra: Operasi-operasi Menumpas Pemberontakan “PRRI”, (Jakarta: Balai pustaka, 1965), hlm 5.
34
Komando Antar Daerah Indonesia Timur (KOANDAIT). Untuk menghadapi
Permesta dilancarkan operasi Sapta Marga pada bulan april.2
Pemberontakan PRRI di Sumatra dan Permesta di Sulawesi membawa
pengaruh bagi organisasi Jalasenastri yang berada di bawah perlindungan
Angkatan Laut. Angkatan Laut yang saat itu juga diterjunkan dalam melawan
pemberontakan membuat Kongres Jalasenastri pertama yang ditujukan untuk
peresmian organisasipun terpaksa diundur. Hal ini terpaksa dilakukan karena
situasi yang belum kondusif akibat pemberontakan. Akhirnya pada awal tahun
1959 pemberontakan PRRI dan Permesta berhasil dihentikan oleh pemerintah
pusat. Berakhirnya pemberontakan memunculkan kembali inisiatif dari organisasi
Jalasenastri untuk mengadakan Kongres Jalasenastri I. Perkembangan Jalasenastri
pada orde lama meliputi;
1. Keorganisasian
Keorganisasian Jalasenastri dimulai dengan diadakannya kongres
Jalasenastri yang dilaksanakan pada bulan september 1959.3 Dua bulan menjelang
pelaksanaan Kongres Jalasenastri I tanggal 17 Juli 1959, terjadi pergantian
pimpinan Kepala Staf Angkatan Laut dari Laksamana Madya TNI Subijakto
kepada Kolonel Pelaut R.E. Martadinata.4 Kongres Jalasenastri yang pertama ini
dilaksanakan di Surabaya dan bertempat di mess Bahari. Kongres Jalasenastri I ini
2 Marwati Djoened Pusponegoro dan Nugroho Notosusanto, op.cit, hlm. 279-281.
3 Anggaran Rumah Tangga tahun 1959, pasal 7, Koleksi Pusjarah TNI, Arsip mengenai Kongres.
4 Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, op.cit, hlm. 34.
35
diikuti utusan cabang-cabang Jalasenastri dari Komando Daerah Maritim
Belawan, Tanjung Pinang, Jakarta, Surabaya, Pontianak, Makassar, dan Malang.
Hal ini sangat berbeda dibanding pada saat pembentukan atau penyatuan
organisasi Jalasenastri untuk yang pertama kali dengan dihadiri 7 orang utusan
dari Jakarta dan Surabaya.
Kongres Jalasenastri I dilaksanakan pada tanggal 23-25 September 1959,
dan dipimpin oleh Ny. Soesilo Djojosoedarmo selaku Ketua I Jalasenastri Pusat.
Pimpinan sidang diatur secara bergantian, antara Ny. Soesilo Djojosoedarmo
dengan Ny. dr. Soewardjo selaku Ketua II.
Gambar. 4Foto bersama pada saat menjelang pembukaan sidang Kongres I di
Surabaya tahun 1959
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Ny. D. Maris pada tanggal 1 Desember 1959 membentuk susunan
organisasi yang baru setelah Kongres Jalasenastri I yang memutuskan sebagai
Pelindung ialah Kasal (Kepala Staf Angkatan Laut), Ibu S. Martadinata,
36
Komandan KDM (Komando Daerah Maritim); Ketua I ialah Ny. D. Maris; Ketua
II ialah Ny. John Lie; Ketua III ialah Ny. Koesnaedi Bagdja.5 Serah terima
pengurus Jalasenastri Pusat dilaksanakan di Surabaya dari Ny. Soesilo
Djojosoedarmo pada Ny. Koesnadi Bagdja selaku Ketua II dan Ny. Junus selaku
sekretaris II. Langkah pertama yang dilakukan oleh organisasi Jalasenastri adalah
membuat sarana kantor. Kantor dan peralatannya serba sederhana, dan
pembiayaan-pembiayaan lainnya adalah hasil dari sumbangan para pengurus.
Kantor bertempat di rumah Ketua I Ny. D Maris di jalan Wijaya II/117 Kebayoran
Baru.
Kongres Jalasenastri II dilaksanakan pada tanggal 18 September sampai
dengan tanggal 22 September 1961. Dalam Kongres II dibahas mengenai berbagai
masalah seperti; pembinaan organisasi, kesejahteraan keluarga, hubungan keluar
dengan organisasi-organisasi wanita lain, maupun pengaruh yang timbul dari
situasi negara. Masalah-masalah tersebut perlu disepakati untuk pembinaan
selanjutnya. Kegiatan Kongres Jalasenastri II akan dilakukan di tempat kediaman
resmi Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) jalan Diponegoro No. 48 Jakarta,
sebagai tempat upacara pembukan dan resepsi penutupan. Ny. D Maris selaku
Ketua I telah mengundurkan diri sebelumnya karena kesehatannya terganggu,
maka sidang pada Kongres II ini dipimpin oleh Ny. John Lie dan Ny. Koesnadi
Bagdja secara bergantian.6 Pada acara pembukaan hadir pula Ibu Agung Ny.
5 Anggaran dasar tahun 1959, pasal 5, Koleksi Pusajarah TNI, Arsip mengenai Susunan Pengurus Pusat.
6 Anggaran Rumah Tangga tahun 1959, pasal 9. Arsip mengenai Kongres.
37
Fatmawati Soekarno, Dr. Ny. Hurustiati Soebandrio, Ny. dr. Leimena serta Ny.
A.H. Nasution.
Gambar. 5Resepsi penutupan Kongres Jalasenastri II tahun 1961 di gedung Jalan
Diponegoro 38.
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Sidang Kongres Jalasenastri II mengalami kemajuan dari konferensi
maupun Kongres I, baik dalam persiapannya, susunan acara, maupun dalam
pembahasan materi bidang. Peserta Kongres Jalasenastri II merupakan utusan
cabang-cabang Jalasenastri yang telah dibentuk sesuai dengan Keputusan Kongres
II. Dalam sidang dibahas pula usulan tentang organisasi Jalasenastri untuk
menjadi organisasi semi dinas, dengan keanggotaan bagi semua isteri anggota
Angkatan Laut dan adanya keselarasan hubungan antara pusat dan cabang.
Pembinaan organisasi dan menata struktur kebijaksanaan serta sistem
pembinaan dilaksanakan secara lebih lanjut setelah Kongres Jalasenastri II
berakhir. Sebagai langkah pertama yang dilaksanakan ialah mennjuk Ny. Soesilo
Djojosoedarmo dan Ny. Soesatyo Mardhi untuk membuat susunan kepengurusan.
38
Pada tanggal 14 Oktober terbentuklah susunan kepengurusan dengan Pelindung
Menteri Kepala Staf Angkatan Laut; Penasehat ialah Komandan Komando Daerah
Maritim III Letnan Kolonel Soesatyo Mardhi, Kolonel Sjamsoel Bachri, Kepala
Penerangan Angkatan Laut May. Ambardhy; Ketua Kehormatan ialah Ny. R.E.
Martadinata; Ketua I ialah Ny. Soesilo Djojosoedarmo; Ketua II ialah Ny. M.
Soehadi; Ketua III ialah Ny. Soesatyo Mardhi.7
Kongres Jalasenastri II tahun 1961 telah mendesak Pimpinan Angkatan
Laut agar Jalasenastri diakui secara resmi sebagai satu-satunya organisasi isteri
Angkatan Laut. Dalam hal ini Menteri Panglima Angkatan Laut menyadari bahwa
peranan Jalasenastri dalam pembinaan keluarga Angkatan Laut dan keikut
sertaannya dalam kegiatan-kegiatan nasional sangat penting. Maka pada tanggal 9
Juli 1964, Menteri Panglima Angkatan Laut Laksamana Madya TNI. R.E.
Martadinata menetapkan Jalasenastri sebagai satu-satunya Organisasi Isteri
Anggota ALRI dan bersifat semi dinas.8
Pada tanggal 23 November 1964 Kongres III Jalasenastri dibuka dengan
resmi oleh Presiden Soekarno di Istana Olah Raga Senayan Jakarta. Acara
pembukaan dihadiri kurang lebih 10.000 undangan yang terdiri dari seluruh
organisasi wanita di Jakarta, anggota Kabinet Dwikora dan Korps Diplomatik
negara-negara sahabat.
Dalam amanatnya, Presiden Soekarno berpesan:
”Milikilah jiwa laksana gelombang samudera, Sejak dahulu kita adalah bangsa pengarung lautan dan samudera”.
7 Op.cit, pasal 4 dan 9, Arsip mengenai organisasi dan perlindungan.
8 Anggaran Dasar tahun 1964, Bab 1 Pasal 2, Koleksi Pusjarah TNI, Arsip mengenai Sifat dan Kedudukan.
39
Pada upacara pembukaan kongres tersebut Presiden mengutip ucapan
seorang pemimpin wanita bangsa Belanda Henriette Roland Holst yang
mengatakan:
“Kaum wanita bukan hanya sekedar menjadi pupuk, tetapi kita ini adalah ladang dan dalam haribaan kitalah benih hari kemudian akan tumbuh”.
Gambar. 6Presiden Soekarno sedang memberikan pidato pada saat pembukaan
Kongres III di Senayan tahun 1964.
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Kongres Jalasenastri III menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Segi Idiel
a. Amanat Presiden Soekarno pada tanggal 23 November 1964 di
Istana Olah Raga Senayan Jakarta dijadikan Kompas perjuangan
Jalasenastri.
b. Karena Jalasenastri adalah salah satu unsur Angkatan Laut pada
khususnya dan unsur maritim pada umumnya yang mendukung dan
melaksanakan ajaran-ajaran revolusi Bung Karno dengan
40
konsekuen dan tanpa reserve maka Jalasenastri akan lebih
meningkatkan dan melaksanakan indoktrinasi ajaran revolusi Bung
Karno.
2. Segi Konsepsi
Dengan memperhatikan seluruh konsepsi revolusi Nasional maka
Jalasenastri telah menyusun program perjuangannya yang pada pokoknya
menyangkut segi-segi sebagai berikut:
a. Nasional ke dalam
Meningkatkan potensi para anggota Jalasenastri untuk
mempertinggi ketahanan revolusi dalam segala bidang, dengan
bekerja sama dengan unsur-unsur Angkatan Laut.
b. Nasional ke luar
Lebih meningkatkan kerja sama dengan unsur-unsur Dharma
Pertiwi pada khususnya dan organisasi-organisasi wanita pada
umumnya untuk memperkuat home front serta peningkatan
kewaspadaan nasional guna menghancurkan segala bentuk
Nekolim.
3. Segi Organisasi
Menyempurnakan organisasi Jalasenastri dengan penyempurnaan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang disesuaikan dengan
tingkatan revolusi sehingga dapat mencapai tujuan yang telah digariskan
dalam rencana kerja.
41
Kongres Jalasenatri III akhirnya merumuskan hasil dari sidang menjadi 5
pasal kebulatan tekad sebagai berikut:
1. Jalasenastri menjadikan amanat Presiden Panglima Tertinggi ABRI
Pemimpin Besar Revolusi, Nahkoda Agung Bung Karno tanggal 23
November 1964 di depan rapat raksasa pembukaan Kongres Jalasenastri
III sebagai Kompas Perjuangan Jalasenastri
2. Jalasenastri akan lebih meningkatkan indoktrinasi ajaran-ajaran revolusi
Nahkoda Agung Bung Karno untuk dapat meresapi dan melaksanakannya
secara nyata.
3. Jalasenastri akan lebih meningkatan militansinya dalam gerakan-gerakan
sekarelawati dengan kerja sama dengan organisasi wanita lain untuk
memperkuat home front.
4. Jalasenastri dengan bimbingan Angkatan Laut Republik Indonesia pada
khususnya ikut aktif menghancurkan nekolim dengan segala bentuknya,
terutama bentuk-bentuk subversif yang mencoba untuk merongrong
persatuan kita dengan meningkatkan kewaspadaan nasional.
5. Jalasenastri ikut memperkuat solidaritas terutama dengan negara Afrika,
Asia, dan Ameria Latin untuk membentuk suatu dunia baru yang bebas
dari pada penghisapan satu sama lain.9
Jalasenastri sebagai kekuatan sosial telah mengikrarkan Panca Kebulatan
tekad, sebagai usaha: untuk meningkatkan kewaspadaan dalam segala bidang,
membina ketahanan nasional memenangkan revolusi serta turut menggalang
9 Ibid, Bab 8 pasal 9, Arsip mengenai Kekuasaan.
42
persatuan Dunia Ketiga menghilangkan penjajahan.10 Namun, apa yang menjadi
harapan tidak selamanya sesuai dengan yang dicita-citakan, karena kondisi
Angkatan Laut sendiri sangat mempengaruhi perkembangan Jalasenastri.
Peristiwa gerakan para perwira remaja Angkatan Laut yang dikenal dengan nama
Gerakan Perwira Progresif Revolusioner (GPPR) pada akhir tahun 1964
berpengaruh kepada organisasi Jalasenastri.
2. Keanggotaan
Keanggotaan Jalasenastri sejak tahun 1961 sampai dengan
dilangsungkannya Kongres III, Jalasenastri telah mempunyai 36 cabang dengan
anggota isteri AL, isteri PNS, dan PNS wanita bekerja di bawah 6 Komando
Daerah Maritim (Kodamar) yang tersebar di berbagai kota di Indonesia seperti:
1. Kodamar I Belawan dengan 3 cabang dan 288 orang anggota
2. Kodamar II Tanjung Pinang dengan I cabang dan 300 orang anggota
3. Kodamar III Jakarta dengan 10 cabang dan 3000 orang anggota
4. Kodamar IV Surabaya dengan 18 cabang dan 5000 orang anggota
5. Kodamar V Makassar dengan 3 cabang dan 430 orang anggota
6. Kodamar VI Ambon dengan 1 cabang dan 127 orang anggota
3. Kerjasama
Jalasenastri sebagai organisasi wanita ikut bekerjasama pula dengan
organisasi wanita lainnya. Jalasenastri pusat mulai memperkenalkan diri terutama
pada instansi Angkatan Laut di Jakarta. Pada tanggal 2 Mei 1960 diadakan ramah
10 Ibid, Bab 4 pasal 4, Arsip mengenai Tujuan.
43
tamah dan perkenalan dengan pemimpin teras Angkatan Laut, para perwira,
bintara, tamtama, dan karyawan sipil. Perkenalan ini dimaksudkan agar terjalin
hubungan yang erat antara Jalasenastri dengan Angkatan Laut. Perkenalan ini
membawa dampak positif bagi Jalasenastri terhadap pembinaan ke dalam,
terutama menunjang perjuangan untuk memecahkan masalah perkawinan bagi
anggota Angkatan Laut yang melarang adanya poligami dalam tubuh Angkatan
Laut. Perkenalan selanjutnya adalah dengan BKOIAP (Badan Koordinasi
Organisasi Isteri Tentara), BPOW (Badan Penghubung Organisasi Wanita),
Dewan Pimpinan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) dan lain-lain. Jalasenastri
akhirnya masuk menjadi anggota Kowani pada tanggal 23 Oktober 1961.11
Jalasenastri terus melangsungkan pertemuan untuk membahas masalah
yang menyangkut kepentingan umum seluruh anggotanya. Pada tanggal 29 Juni
1961 atas prakarsa Persit, mengundang Jalasenastri, PIA dan Bhayangkari untuk
mengadakan pertemuan langsung dengan Ibu Agung Fatmawati Soekarno.
Pertemuan ini membahas mengenai perkawinan, khususnya menentang poligami.
Organisasi Jalasenastri sebagai organisasi keluarga dalam tubuh Angkatan
Laut sudah dapat dirasakan manfaatnya. Terutama meningkatkan dan membina
kesejahteraan moril dan material serta memupuk rasa persaudaraan di kalangan
para anggota Angkatan Laut berserta keluarga. Sesuai dengan perkembangannya,
Jalasenastri berusaha untuk semaksimal mungkin membina serta membangun
organisasi.
11 Kowani, Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia, (Jakarta: PN Bahari Pustaka, 1978). Hlm 76.
44
Jalasenastri yang telah memperkenalkan diri kepada organisasi wanita lain
dan resmi menjadi anggota Kongres Wanita Indonesia (Kowani) pada tahun 1961,
ikut serta dalam Kongres ke-X Kowani pada tanggal 24- 28 Juli 1964 dalam
rangka Dwi Komando Rakyat (DWIKORA).12 Pada saat menjelang kongres
Presiden Soekarno menganjurkan agar semua organisasi wanita yang tergabung
dalam Kowani menggunakan baju seragam. Dengan adanya anjuran tersebut maka
Ny. Martadinata memprakarsai agar Jalasenastri menggunakan seragam organisasi
berwarna kuning untuk kebaya dan kain lurik coklat.
4. Kegiatan
Jalasenastri sejak pertama terbentuk telah mempunyai banyak kegiatan
mengenai kesejahteraan serta pembinaan keluarga Angkatan Laut. Pimpinan pusat
Jalasenastri mengadakan kunjungan menuju cabang-cabang Jalasenastri untuk
mempererat hubungan antara pusat dengan cabang organisasi. Pada tanggal 17
April 1961 Ny. Koesnadi Bagdja selaku Ketua III mengadakan kunjungan kerja
ke cabang Surabaya. Dalam kunjungan ini Jalasenastri Pusat membawa serta
bahan-bahan pakaian yang diperoleh dari Departemen Sosial untuk diberikan ke
janda-janda Angkatan Laut di Jawa Timur.13 Kunjungan ini ditujukan juga untuk
memberikan pengarahan-pengarahan betapa pentingnya organisasi ini demi
keluarga Angkatan Laut.
Jalasenastri ikut dalam kegiatan pendidikan yang telah ada sejak tahun
1963 yang dikelola oleh dua badan yaitu Yayasan Pendidikan Dewa Rutji dan
12 Kowani, op.cit, hlm 67.
13 Op.cit, pasal 9, Arsip mengenai Perlindungan.
45
Yayasan Pendidikan Hang Tuah. Kegiatan ekonomi dilakukan dengan
menjalankan koperasi yang dikelola sendiri oleh Jalasenastri. PORISAB (Pekan
Olah Raga Isteri Angkatan Bersenjata) merupakan kegiatan olah raga tahunan
yang dimulai dari tahun 1959 untuk mempererat hubungan antar isteri Angkatan
Bersenjata. Jalasenastri rutin ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dan
sempat menjuarai cabang olah raga bola volly pada tahun 1961. Jalasenastri dalam
menunjang program pemerintah, ikut dalam operasi pertiwi pada tanggal 1 Mei
1963 setelah Irian Jaya kembali ke Indonesia. Operasi ini melibatkan organisasi
wanita lainnya yang bertujuan untuk melihat kondisi masyarakat Irian Jaya pasca
perang perebutan wilayah antara Indonesia dan Belanda.
Jalasenastri tidak mempunyai banyak kegiatan karena situasi yang belum
kondusif sampai peristiwa Gerakan 30 September tahun 1965.14 Selama tahun
1965 Jalasenastri sangat terbatas kegiatannya, hanya latihan-latihan sukarelawati
masih terus dilaksanakan di pusat maupun di daerah. Kekosongan kegiatan
organisasi Jalasenastri ini baru berakhir menjelang diadakannya Musyawarah
Kerja Jalasenastri tahun 1966, yang secara khusus diadakan untuk
mengkonsolidasi diri dalam rangka mensukseskan perjuangan dan pemerintah
Orde Baru.
B. Pada Masa Orde Baru 1967-1977
Jalasenastri yang merupakan organisasi isteri ABRI segera menyesuaikan
diri dengan kebijaksanaan pemerintah. Jalasenastri Daerah masih menunggu
14 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op.cit, hlm. 387.
46
keputusan pusat. Hal tersebut membuat Jalasenastri Pusat perlu untuk
mengadakan konsolidasi ke dalam dengan mengundang seluruh pengurus
Jalasenastri Pusat dan Daerah untuk bermusyawarah. Telah ditetapkan
sebelumnya bahwa Kongres Jalasenastri IV akan diadakan pada tahun 1967, tetapi
mengingat kemelut akibat G 30 S maka diadakan musyawarah pada tanggal 1-3
November 1966.
Gambar. 7Ny. Saleh Bratawidjaja selaku Ketua I Jalasenastri Pusat sedang
memberikan laporan pada pembukaan musyawarah kerja Jalasenastri tahun 1966 di Lemhanmas Cipulir Jakarta.
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
1. Keorganisasian
Keorganisasian Jalasenastri pada orde baru dimulai lagi dengan
musyawarah bertempat di Cipulir Jakarta, dengan para peserta terdiri dari:
Pengurus Jalasenastri Pusat, utusan dan peninjau mewakili kira-kira 20.000
anggota yang meliputi 10 Komando Daerah Maritim. Selain itu, hadir pula
Pengurus Hang Tuah Pusat yang diwakili oleh Ny. Soejatno. Ny. Soedarsono SH
ditetapkan sebagai pimpinan musyawarah dengan didampingi oleh Pengurus Pusat
47
hasil pemilihan Kongres III Jalasenastri tahun 1964. Musyawarah Kerja
Jalasenastri yang berlangsung sesuai rencana selama 4 hari, dengan menghasilkan
suatu keputusan dan rencana kerja.
Gambar. 8Ibu Tien Soeharto yang berkenan menghadiri pembukaan musyawarah
kerja Jalasenastri di Cipulir.
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Organisai Jalasenastri mengalami perubahan penting sebagai hasil
musyawarah kerja yaitu adanya sifat fungsionil bagi jabatan pimpinan Jalasenastri
Pusat dan Daerah. Jabatan Ketua Umum Pusat adalah isteri Menteri Panglima AL
sedangkan untuk jabatan Ketua Umum Daerah adalah isteri Panglima Daerah
Maritim. Kepengurusan Jalasenastri berbentuk Dewan yang terdiri dari Ketua
Umum, Ketua I s/d IV dan disebut Dewan Pimpinan Daerah. Perubahan ini
disahkan oleh Dinas dan berlaku untuk seluruh jajaran Jalasenastri. Dewan
48
Pimpinan Pusat Jalasenastri kemudian mengeluarkan petunjuk guna
melaksanakan kembali kegiatan sesuai dengan bidang masing-masing kepada para
anggota.
Kepengurusan Jalasenastri hasil musyawarah kerja ini berstatus fungsional
dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna kegiatannya dan menyelaraskan
dengan situasi/struktur ALRI serta untuk menjamin kewibawaan pimpinan
Jalasenastri. Dengan pertimbangan tersebut perlu disusun kembali kepengurusan
Jalasenastri baik pada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) maupun Dewan Pimpinan
Daerah (DPD) secara fungsional.
DPP Jalasenastri mengalami perubahan susunan baru setelah Musyawarah
Kerja yaitu; Ketua Umum adalah Ny. Moelyadi; Ketua I adalah Ny. Saleh
Bratawidjaja; Ketua II adalah Ny. G. Hartono; Ketua III adalah Ny. Indro
Soebagjo; Ketua IV adalah Ny. Soeharno.15 Kepengurusan dilaksanakan mulai
tanggal 26 November 1966. Status keanggotaan Jalasenastri bagi para isteri
Purnawirawan AL, isteri Pegawai Negeri Sipil AL dan para wanita AL menjadi
anggota biasa. Mengenai hal ini, telah dikirimkan kartu anggota ke daerah-daerah.
Peristiwa G 30 S membawa akibat bagi anggota Jalasenastri. Anggota
Jalasenastri yang suaminya ditugaskan di luar AL mendapatkan pengamanan,
maka diadakanlah pendekatan dan kontak dengan mereka melalui masing-masing
penghubung. Kontak diadakan secara rutin setiap tiga bulan sekali, secara
bergantian bertempat di kediaman Menteri Panglima AL atau di kediaman resmi
Gubernur DKI Jakarta Jaya Ali Sadikin. Dalam pertemuan ini diundang pula para
isteri pernawirawan dan warakawuri. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk
15 Ibid, Bab 11 pasal 12, Arsip mengenai Kongres dan Rapat.
49
pengamanan dan silaturahmi yang dilaksanakan oleh Biro Politik/Hukum Ny.
Soedarsono SH dan Ny. Koesnadi bagdja, bekerja sama dengan Biro Humas Seksi
Kekaryaan Ny. O.B. Sjaaf.
Jalasenastri melakukan pembinaan organisasi yang dilaksanakan dari segi
lain yaitu peninjauan kembali tahun lahir organisasi isteri Angkatan Laut.
Peninjauan ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai dan hakekat perjuangan
para isteri anggota Angkatan Laut, dengan harapan untuk dapat diwariskan pada
generasi penerus. Akhirnya ditetapkan pada tanggal 27 Agustus 1946 sebagai hari
lahir organisasi Jalasenastri.
Tahun 1969 merupakan titik tolak pelaksanaan Repelita I sebagai tahap
pertama dalam Rencana Pembangunan Nasional jangka Panjang. Untuk mencapai
tujuan Repelita I harus ditunjang oleh seluruh aparatur negara yang di dalamnya
tercakup semua instansi lembaga pemerintah dan tidak ketinggalan pula usaha
swasta sesuai dengan bidang masing-masing. ALRI sebagai aparatur pemerintah
mempunyai kewajiban pula untuk mensukseskan pelaksanaan Repelita I16. Untuk
itu dalam lingkungan ALRI diadakan penyesuaian tugas agar dapat mencapai
daya guna yang setinggi-tingginya.17
ALRI mengalami pergantian Pimpinan dari Laksamana Moeljadi kepada
Laksamana Madya Soedomo bersamaan dengan dimulai Pelita I. Maka setelah
diadakan serah terima Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) tanggal 16 November
16 Repelita I, merupakan rencana pembangunan lima tahun yang dibuat oleh pemerintahan Orde Baru. Repelita I (1969-1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian.
17 Markas Besar Tentara Nasinal Indonesia, 50 tahun Penerbangan TNI-AL, (Jakarta : Pusjarah TNI, 2006), hlm. 112.
50
1969, Kasal yang baru Laksamana Madya Soedomo segera mengambil
kebijaksanaan untuk melaksanakan konsolidasi umum guna menentukan program
kegiatan. Kepala Staf AL memandang bahwa Jalasenastri yang merupakan satu-
satunya organisasi ikatan keluarga Angkatan Laut dapat diikut sertakan dalam
menunjang kedinasan. Untuk itu diperlukan adanya peningkatan kedudukan
organisasi Jalasenastri. Kepala Staf AL berpendapat bahwa Jalasenastri dengan
kedudukannya sebagai organisasi semi dinas belum dapat mencapai daya guna
yang maksimal. Berdasarkan pengamatan selama Jalasenastri menjadi organisasi
semi-dinas, masih terdapat masalah-masalah yang belum dapat ditangani seperti:
1. Adanya sifat saling menunggu dari Panglima Daerah sebagai pembina dan
pengarah serta Jalasenastri sebagai pihak yang dibina. Hal itu disebabkan
oleh kedudukan Jalasenastri yang masih bersifat semi-dinas, Panglima
belum dapat sepenuhnya menangani pembinaan Jalasenastri. Demikian
pula pihak Jalasenastri sendiri belum berani sepenuhnya minta pengarahan
kepada Panglima sebagai pembinanya.
2. Belum adanya penanganan tentang peremajaan/kaderisasi secara
konsepsional untuk meningkatkan kemampuan berorganisasi.
3. Perubahan status pendidikan/sekolah di bawah Jalasenastri, mempunyai
konsekuensi bahwa dinas bertanggung jawab terhadap hal tersebut dan
merupakan tugas internal dinas. Namun dengan keduduka Jalasenastri
sebagai organisasi semi-dinas, masalah pendidikan belum juga dapat
ditangani secara serius oleh dinas.
51
Kepala Staf AL menggunakan dasar ini untuk meningkatkan kedudukan
organisasi Jalasenastri dari organisasi semi-dinas menjadi organisasi dinas.18
Ditetapkannya organisasi Jalasenastri menjadi organisasi dinas memiliki tujuan,
yaitu:
1. Untuk mengendalikan Jalasenastri sebagai kekuatan sosial politik dalam
usaha memelihara Keamanan Nasional.
2. Untuk meningkatkan mutu organisasi Jalasenastri.
3. Untuk menata organisasi sebelum melaju.
4. Untuk mengintegrasikan Jalasenastri ke dalam Dharma Pertiwi.
5. Untuk membantu mensukseskan Pemilu tahun 1971.
Jalasenastri setelah beruabah menjadi organisasi dinas diharapkan dapat
meningkatkan kegiatan ke dalam juga kegiatan ke luar. Selain itu, dapat
menunjang Pemerintah secara aktif yaitu mensukseskan Pemilihan Umum 1971.
Pengintegrasian Jalasenastri ke dalam Dharma Pertiwi merupakan pula
penungkatan kegiatan dalam menunjang kebijakan Menteri Pertahanan dan
Keamanan Panglima ABRI dalam usaha integrasi ABRI.
Organisasi Jalasenastri yang telah bersifat dinas mempunyai kedudukan
yang sejajar dengan dinas-dinas Angkatan Laut lainnya tetapi tidak mendapat
anggaran yang diprogramkan dinas. Bantuan anggaran yang diberikan ialah
bantuan di luar anggaran dinas. Pengendalian dan pembinaan di tingkat pusat
langsung oleh Kepala Staf AL sebagai Pembina Utama dan menetapkan Perwira
Hubungan kekaryaan Angkatan Laut (Hubkaral) sebagai Pembina Harian yaitu
18 Anggaran Dasar Jalasenastri tahun 1970, Bab 2 pasal 2, Koleksi Pusjarah TNI, Arsip mengenai Sifat dan Kedudukan.
52
Komodor Daryaatmaka. Untuk daerah ditetapkan Panglima sebagai Pembina
Daerah yang selanjutnya menunjuk seorang Perwira sebagai Pembina Harian.19
Pimpinan ALRI terus mengupayakan pengendalian dan pembinaan
langsung tetapi tidak berarti ruang lingkup Jalasenastri dibatasi. Kedudukannya
sebagai organisasi dinas tidak pula mengubah aspek pengembangan asas-asas
demokrasi maupun emansipasi. Berubahnya sifat Jalasenastri menjadi organisasi
dinas dimaksudkan untuk peningkatan tugas pokok Jalasenastri yaitu:
1. Ikut serta aktif dalam melaksanakan dan mengamankan program ALRI
yang merupakan bagian integral dari program pemerintah.
2. Menjadi wadah peningkatan taraf pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan,
sosial, dan olah raga (kekeluargaan yang bersifat persatuan dan kesatuan).
3. Mempertinggi ketahanan mental dan moril anggota serta keluarga.
Pada tanggal 14 Januari 1970 di Aula Martadinata Jakarta Ny. Moeljadi
menyerahkan jabatan Ketua Umum kepada Laksamana Madya Soedomo selaku
Pembina Utama, yang selanjutnya menyerahkannya kepada Ny. C. Soedomo.
Gambar. 9Ketua Jalasenastri Pusat Ny. R. Moeljadi sedang menandatangani naskah
serah terima jabatan Ketua Jalasenastri kepada Ny. Ciska Soedomo sebagai Ketua Jalasenastri yang baru.
19 Ibid, Bab 6 pasal 13, Arsip mengenai Pembinaan.
53
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Ny. C. Soedomo selaku Ketua Umum yang baru segera menentukan
langkah untuk mengadakan penyesuaian dengan kedudukan organisasi yang baru.
Untuk itu tindakan pertama yang segera dilaksanakan adalah mengadakan
konsolidasi dengan mengadakan rapat kerja antara Pengurus Pusat dan Pengurus
Daerah pada tanggal 22-25 Februari 1970 di Cipulir Jakarta.20 Pentingnya rapat
kerja ini, maka sebelum dilaksanakan telah diadakan persiapan matang baik
tentang penyelenggaraan maupun materi rapat. Untuk mempersiapkan konsep
tersebut dibentuklah tim pengarah dengan ketua Ny. Soedarsono. SH. Tim
pengarah ini bertugas menyiapkan konsep materi rapat yang kemudian akan
diajukan ke Kepala Staf AL. Konsep yang harus disiapkan meliputi peninjauan
dan penyusunan kembali Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, susunan
organisasi serta penyusunan Rencana Kerja Jalasenastri.21
Gambar. 10Tim Pengarah pada rapat kerja antara Pengurus Pusat dan Pengurus
Daerah
20 Anggaran Rumah Tangga, Bab 6 pasal 9, Koleksi Pusjarah TNI, Arsip mengenai Rapat Kerja.
21 Ibid, bab 8 pasal 16, Arsip mengenai Pengesahan dan penyempurnaan.
54
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Rapat kerja Jalasenastri memutuskan bahwa susunan pengurus Pusat
Jalasenastri untuk Ketua Umum ditempati oleh Ny. C. Soedarmo dengan Ketua I
ialah Ny. Indro Soebagjo, Ketua II ialah Ny. Soedarsono SH, dan Ketua III ialah
Ny. Harjono Nimpoeno. Disahkannya susunan kepengurusan tersebut,
menandakan bahwa Jalsenastri telah siap untuk melaksanakan program
kegiatannya, baik di bidang organisasi maupun bidang-bidang lainnya.
Konsolidasi organisasi terutama di daerah telah terlaksana sesuai dengan
pengarahan Kasal. Semua Panglima Daerah telah berperan serta dan memberikan
bantuan sepenuhnya baik mengenai pembinaan maupun fasilitas, menyebabkan
bertambahnya jumlah anggota yang ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan.
Pimpinan Pusat Jalasenastri mengadakan rapat kerja yang diadakan pada
tanggal 3-5 April 1971 di Panti Perwira Jakarta. Peserta Raker terdiri dari
Pimpinan Angkatan Laut, PP Jalasenastri, dan utusan-utusan daerah dan peninjau.
Sasaran pokok dalam Raker 1971 ini adalah sebagai berikut:
1. Peran serta Jalasenastri dalam Pemilu secara langsung dan aktif.
2. Pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh Jalasenastri yang ada di
Jakarta dan Surabaya.
3. Pengintegrasian isteri-isteri pegawai sipil dan pegawai wanita RI ke dalam
tubuh Organisasi Jalasenastri.
4. Pembentukan suatu Yayasan yang menampung pengurusan masalah-
masalah pendidikan/sekolah-sekolah dalam lingkungan ALRI dan
55
mengatur aspek-aspek yang tidak termasuk pengurusnya ke dalam ALRI
seperti para warakawuri dan yatim piatu.
5. Penyusunan/pembinaan kader-kader yang dapat membantu pimpinan.
6. Meningkatkan konsolidasi hasil-hasil yang dicapai dalam tahun 1970.
7. Meningkatan pembinaan fisik maupun mental dari seluruh anggota.
Gambar. 11Sebagian dari para peserta Raker 1971 yang diselenggarakan pada tanggal
3-5 April di Panti Perwira Jakarta.
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Rapat kerja yang berlangsung selama tiga hari, menghasilkan keputusan
sebagai berikut:
1. Program Pensuksesan Pemilihan Umum tahun 1971.
56
2. Pembinaan Organisasi Jalasenastri.
3. Rencana Kerja Pimpinan Pusat Jalasenastri tahun 1971/1972.
Rencana kerja tahun 1971/1972 membawa hasil positif baik dalam
pembinaan organisasi maupun dalam usaha konsolidasi. Hal ini berpengaruh bagi
kegiatan Jalasenastri yang semakin banyak baik yang bersifat rutin maupun
kegiatan khusus. Status organisasi yang telah berubah menjadi dinas, membuat
Jalasenastri harus menyesuaikan program kerjanya dengan program kerja
Angkatan Laut. Dalam hal ini, Pimpinan Jalasenastri diikut sertakan dalam
inspeksi Kepala Staf AL ke daerah dan komando utama lainnya serta dalam rapat-
rapat dinas Angkatan Laut. Pengarahan tentang penyesuaian organisasi ini
ditangani oleh Perwira Hubungan Kekaryaan selaku Pembina Harian Pimpinan
Pusat Jalasenastri yang menjelaskan tentang reorganisasi dari Jalasenastri dan
bagan organisasi yang tepat.
Pada tahun 1972 Rapat kerja Jalasenastri tidak dapat dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan pembentukan organisasi induk Dharma Pertiwi yaitu organisasi
isteri gabungan Angkatan dan Polri pada 6 Maret 1972. Sebagai gantinya
diadakan “pertemuan dengan para isteri Panglima tahun 1972”. Pertemuan
tersebut diadakan karena sampai tahun 1972 di daerah belum terdapat
penyesuaian, untuk itu diperlukan pengarahan dari Pimpinan Pusat Jalasenastri.
Selain itu dimaksudkan pula untuk memberian penjelasan mengenai masalah-
masalah yang dihadapi oleh Pimpinan Pusat Jalasenastri yang mungkin belum
diketahui oleh daerah. Adanya pertemuan ini akan membuat Pimpinan Daerah
akan memperoleh bahan-bahan dari pusat yang akan dapat diterpakan dan
57
dilaksanakan di daerah. Selain itu, pertemuan ini juga membahas mengenai
Rencana Kerja Jalasenastri tahun 1972/1973. Pertemuan diselenggarakan pada
tanggal 11-13 April 1972 di kantor PP Jalasenastri yang baru, jalan Salatiga no. 1
Jakarta.
Baju seragam Jalasenastri yang telah ada adalah kebaya, seragam ini
dianggap kurang praktis untuk digunakan sebagai baju kerja. Untuk itu pada tahun
1972, Jalasenastri menggunakan baju seragam dengan ketentuan rok dan blus
berwarna biru tua, berlengan pendek degan kancing 5 buah, dan leher berwarna
putih.22 Para anggota Jalasenastri yang suaminya sedang mengikuti pendidikan
Sesko mempunyai gagasan untuk peningkatan pengetahuan anggota dalam
kedudukannya sebagai seorang isteri khususnya sebagai pendamping suami.
Dalam kedudukannya ini, para anggota Jalasenastri harus mengetahui dan dapat
mengikuti perkembangan suaminya, baik yang menyangkut kedudukan maupun
karier. Gagasan ini ditanggapai positif oleh Komandan Seskoal dengan
mengadakan diskusi dengan para anggota Jalasenastri yang tergabung dalam isteri
Perwira Siswa Seskoal Reguler IX dan menghasilkan sebuah “Kertas Kerja”.
Gambar. 12
22 Surat Keputusan No. SKEP/5030.2/III/1974. Koleksi Pusjarah TNI. Arsip Surat dari KSAL mengenai Lambang, Vandel, Lencana, Seragam, Himne, dan Sumpah Jalasenastri.
58
Pertemuan dengan para isteri Panglima tahun 1972 di Kantor Pusat Jalasenastri jalan Salatiga no. 1 Jakarta.
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Kertas Kerja diaharapkan dapat menjadi petunjuk dan pedoman bagi
seluruh anggota Jalasenastri mengenai tugas-tugasnya. Meningkatnya tugas dan
fungsi Jalasenastri mengharuskan adanya peningkatan pengetahuan bagi setiap
anggota agar lebih baik dalam melaksanakan setiap tugas. Atas dasar inilah maka
dibentuklah “group sessions” dengan dasar kertas kerja dan pelaksanaannya
ditangani oleh Biro Pendidikan. Setelah Group Sessions yang pertama
diselenggarakan, akhirnya menghasilkan suatu konsepsi yang merupakan “Buku
Putih” untuk proses pematangan para anggota Jalasenastri.
Rapat kerja diadakan pada tanggal 20 April sampai 3 Mei 1973 di Panti
Perwira Jakarta. Peserta terdiri dari seluruh PP Jalasenastri, 3 perserta dari tiap
daerah yang terdiri dari Ketua Umum, seorang anggota Pengurus P. dan Ketua
Pendidikan Hang Tuah terdiri dari 2 orang. Peserta seluruhnya adalah 54 orang.
Gambar. 13Suasana pada saat pembukaan Raker 1973 di gedung Panti Perwira.
59
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Rapat Kerja Jalasenastri 1973 menghasilkan sebuah Rencana Kerja
Jalasenastri 1973/1974 yang berisi sebagai berikut:
1. Peran serta dalam mensukseskan apta Krida Kabinet Pembangunan II,
terutama dalam segi peningkatan pengetahuan para anggota, keluarga TNI-
AL.
2. Peningkatan pelaksanaan keluarga berencana untuk mendapatkan akseptor
yang sebnayak-banyaknya sehingga keluarga berencana menjadi suatu
falsafah hidup setiap keluarga untuk menuju kepada keluarga sejahtera.
3. Mengintensifkan peningkatan pendidikan dan ilmu pengetahuan anggota
dalam kedudukannya sebagai masyarakat.
4. Pembinaan mental anggota diarahkan demi tercapainya suatu self-reliance
guna mewujudkan suatu kelluarga masyarakat yang tentram dan sejahtera.
5. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap anak-anak warga
TNI-AL, serta mengambil langkah-langkah preventif guna menghadapi
kenakalan anak-anak.
6. Menanamkan kesadaran menabung di kalangan para anggota dengan
mendorong dan mengajak ikut serta di dalam gerakan Tabanas dan Taska.
Pada 26 Juni 1973 terjadi pergantian Kasal dari Laksamana R. Soedomo
kepada Laksamana Madya Soebono. Pergantian pimpinan TNI-AL berakibat pula
dengan organisasi Jalasenastri dengan terjadinya pergantian Ketua Umum
Pimpinan Pusat Jalasenastri dari Ny. C. Soedomo kepada Ny. V. Soebono pada
60
tanggal 27 Juni 1973. Pergantian Ketua Umum ini tidak berpengaruh pada
pengembangan organisasi Jalasenastri.
Gambar. 14Ny. Ciska Soedomo sedang menandatangani naskah serah terima jabatan
Ketua Umum PP Jalasenastri.
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Rapat Kerja Jalasenastri tahun 1974 dilaksanakan bersamaan dengan
Rapat pimpinan TNI-AL tanggal 19-21 Maret 1974. Rapat kerja ini sesuai dengan
pengarahan Kepala Staf TNI-AL Laksamana Soebono mengenai penyelenggaraan
Rapat Kerja Pusat Jalasenastri 1974 yang bersifat musyawarah, dengan tema
“Jalasenastri membantu TNI-AL dalam mensukseskan Pelita dan pembangunan
TNI-AL”.23 Untuk kelancaran rapat kerja dibentuklah panitia penyelenggara
dengan Ketua ialah Ny. Soediyono dengan Wakil Ketua ialah Ny. S. Moechtar.
23 Surat Keputusan No. SKEP/5401.6/I V/1974. Koleksi Pusjarah TNI. Arsip surat dari KSAL untuk pembentukan musyawarah koordinasi Jalasenastri Surabaya.
61
Rapat kerja Jalasenastri tahun 1974 dibuka tanggal 19 Maret 1974 di Panti
Perwira jalan Prapatan No. 38 Jakarta. Para perserta Rapat kerja terdiri dari utusan
Jalasenastri Daerah sebanyak 21 orang, Pengurus Pusat 24 orang dan peninjau 12
orang yang terdiri dari isteri pegawai sipil, pegawai wanita dan para isteri calon
Atase Angkatan Laut. Dibentuklah tingkat kepengurusan dengan 3 tingkatan yaitu
unsur pimpinan, pembantu pimpinan, dan anggota pengurus.
Gambar. 15Suasana Rapat Kerja Jalasenastri tahun 1974
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Rapat kerja juga membahas mengenai penyempurnaan lambang, Ny. V.
Soebono dalam menyiapkan konsep lambang Jalasenastri harus menyesuaikan
dengan Lambang Dharma Pertiwi sebagai organisasi induk dengan
mencantumkan gambar padi dan kapas yang merupakan lambang kesejahteraan
lahir dan batin.24 Landasan pemikiran yang lain adalah harus mencerminkan ciri
khas TNI-AL. Untuk menciptakan lambang baik dan ideal tidak mudah, karena
didalamnya harus tercermin semua unsur, makna, dan jiwa dari organisasi yang
24 Op.cit.
62
kemudian dituangkan dalam kesatuan dan keserasian bentuk, warna dan ukuran
simbol.
Gambar. 16Lambang Jalasenastri setelah mengalami penyempurnaan
Sumber : www.google.com/logojalasenastri.Lambang Jalasenastri yang berbentuk bulan panjang (lonjong) dan gambar
lambang berada di dalamnya. Bulatan pinggir luar berwarna biru tua, sedang
bulatan bagian dalam dengan dasar warna biru muda. Hal ini mengartikan warna
laut yang melambangkan kesatuan yang bulat dan kokoh dalam suatu pengabdian
dan kesetiaan. Gambar padi dan kapas dalam untaian melingkar ke atas yang
masing-masing ujungnya bertemu arah. Ini melambangkan kesejahteraan lahir dan
batin serta semangat proklamasi 17 Agustus 1945. Padi berwarna kuning
mengartikan keagungan dan kebijaksanaan, daun kapas berwarna hijau
mengartikan harapan. Butir padi berjumlah 27 buah berarti tanggal lahir
Jalasenastri tanggal 27. Gambar jangkar berwarna biru tua dilingkari rantai
melambangkan Angkatan Laut. Gambar bunga melati di tengah jangkar
berkelopak lima dan berwarna putih mengartikan azas Pancasila disertai sifat
63
kesucian dan kejujuran. Sedang putih sari yang berjumlah 3 buah arti azas
organisasi Jalasenastri yaitu kejujuran, kesetiaan, dan keberanian.
Pada tanggal 2 Juli 1974 di Aula Martadianata Markas Besar TNI-AL
diadakan serah terima jabatan Ketua Umum PP Jalasenastri dari Ny. Vonny
Soebono kepada Ny. R.S. Soebijakto.
Gambar. 17Ny. Vonny Soebono menyerahkan vandel Jalasenastri kepada Ny. R.S.
Soebijakto sesaat setelah peresmian serah terima jabatan Ketua PP Jalasenastri
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Pada tanggal 26-27 Maret di jalan Salatiga 1 Jakarta diadakan Rapat Kerja
Jalasenastri tahun 1975. Tema dari raker 1975 ini adalah “meningkatkan kegiatan
organisasi dalam ikut serta mensukseskan Tahun Wanita Internasional”. Peserta
rapat kerja yang berjumlah 45 orang terdiri dari para pengurus pusat dan utusan
daerah. Sedangkan peninjau berjumlah 13 orang terdiri dari utusan Komando
Wilayah I/II/IV, karyawati TNI-AL, dan Yayasan Bantuan Hukum. Adapun
tujuan dari rapat kerja ini adalah:
64
1. Penelitian kembali belum terlaksanakannya program kerja tahun
1974/1975, da pelaksanaan program kerja 1975/1976.
2. Menilai perkembangan organisasi.
3. Menetapkan kebijaksanaan dalam pelaksanaan program kerja 1975/1976 –
1976/1977.
4. Memberi bekal kepada para Pengurus Daerah dalam membina organisasi
di Daerah masing-masing.
Gambar. 18Pengarahan Kasal Laksamana R.S. Soebiyakto pada pembukaan Rapat
Kerja 1975.
Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)
Pada tanggal 6-7 April di Panti Perwira jalan Prapatan 38 Jakarta dibuka
Rapat Kerja 1976 bersama dengan dibukanya Rapat pimpinan TNI-AL dengan
tema “Konsolidasi Organisasi guna menunjang Pembangunan TNI-AL, Pemilu
1977 serta Pelita II”25. Peserta kali ini berjumlah 75 orang yang merupakan
utusan dan peninjau. Dalam rapat kerja 1976 ini diubah struktur organisasi
25Pelita II, Pembangunan lima tahun II (1974-1979) bertujuan untuk meningkatkan pembangunan di pulau selain Jawa, Bali, dan Madura, diantaranya melalui transmigrasi.
65
mengikuti organisasi Induk Dharma Pertiwi dengan ditambah Wakil Ketua
Umum. Atas dasar inilah maka diangkat Ny. Djojo Sarosa sebagai Wakil Ketua
Umum. Untuk Raker 1975 dan 1976 tidak terlalu mengubah organisasi dan hanya
meneruskan rencana kerja pada raker 1974.
Mendekati pemilu 1977 diperlukan keamanan dan ketertiban nasional.
Panglima Kopral Keamanan dan Ketertiban Laksamana R. Soedomo
menganjurkan agar ditiadakannya rapat kerja bagi semua unsur kekuatan sosial.
Rencana untuk mengadakan rapat kerja Jalasenastri tanggal 14 Maret 1977
akhirnya diganti dengan rapat konsultasi yang bertepatan dengan Rapat pimpinan
TNI-AL di Jakarta. Rapat ini diadakan di Panti Perwira dan dihadiri oleh 27 orang
Pengurus Pusat, 5 orang Perwakilan dari Dharma Pertiwi, Perwakilan dari
Yayasan Bantuan Hukum, Karyawati Penugasan Dharma Pertiwi 12 orang, dan
Pengurus Daerah/Kota/Markas Besar AL/Sekolah Staf dan Komando ABRI
Bagian Laut sejumlah 32 orang. Kesimpulan dari hasil rapat konsultasi ini adalah:
1. Di bidang organisasi para anggota telah mempunyai kesadaran
berorganisasi, sehingga program kerja 1976/1977 sudah terlaksana dengan
baik.
2. Telah diselesaikannya masalah-masalah di bagian Jalasenastri Daerah
dengan baik.
3. Dalam rangka menunjang Pemilu 1977, Jalasenastri sudah siap untuk
memenangkan Golongan Karya.
66
Pada tanggal 23 Juni 1977 terjadi pergantian Ketua Umum Pimpinan Pusat
Jalasenastri dari Ny. R.S. Soebijakto kepada Ny. Waloejo Soegito. Ny. Waloejo
Soegito menjabat sebagai Ketua Umum samapai tahun 1981.
2. Keanggotaan
Keanggotaan Jalasenastri masih sama seperti pada masa orde lama, akan
tetapi berubahnya Jalasenastri menjadi semi-dinas membuat dikeluarkannya
instruksi Deputy III/Khusus Komodor Soeharto tentang keanggotaan rangkap.
Instruksi tersebut menyatakan bahwa semua anggota Jalasenastri tidak
diperkenankan untuk merangkap keanggotaanya dengan organisasi yang bersifat
politik atau yang bersifat keagamaan. Adapun pelaksanaan dari instruksi
diserahkan kepada Direktorat Idiologi Politik yang bertugas untuk menangani
masalah yang dihadapi Jalasenastri dalam bidang pengamanan.
3. Kerjasama
Kerjasama Jalasenastri pada orde baru ditandai dengan bergabungnya
dengan Organisasi Isteri Angkatan Bersenjata Dharma Pertiwi. Pergantian Ketua
Umum Pimpinan Pusat Jalasenastri bertepatan dengan Kongres Dharma Pertiwi
yang pertama. Jalasenastri sebagai anggota harus mempersiapkan diri dengan
menyiapkan program jangka pendek. Untuk persiapan Kongres Dharma Pertiwi,
Jalasenastri mengadakan inventarisasi anggota serta bidang-bidang lain yang
meliputi pendidikan, sosial, ekonomi, budaya, penerangan, dan olah raga. Dalam
67
hal ini Ny. V. Soebono mengadakan kunjungan kerja ke Ambon, Ujung Pandan,
Surabaya, Banjarmasin, Manado, Belawan, dan Tanjung Pinang.26
4. Kegiatan
Kegiatan Jalasenastri dibantu oleh dalam masalah pembiayaan kegiatan,
terutama pembiayaan bagi persekolahan. Demikian pula dalam kursus-kursus,
Jalasenastri megikut sertakan Ny. Koesnadi Bagdja, Ny. Daryaatmaka, dan Ny. S.
Moechtar atas biaya dinas.27 Kantor Jalasenastri yang semula menempati rumah
para pengurus, sejak tahun 1968 oleh dinas diberi ruangan di Panti Perwira jalan
Prapatan 38 Jakarta. Bahkan apabila Dinas mengadakan kunjungan kerja ke
daerah, DPP Jalasenastri ikut menyertai pula dalam usaha pembinaan orgaisasi.
Pada tanggal 5-8 Juli 1969 rombongan DPP Jalasenastri ikut dalam
kunjungan kerja Menteri/Panglima AL ke Makassar dan Ambon untuk
meresmikan Komando Kawasan Maritim Tengah dan Komando Kawasan
Maritim Timur. Dalam kesempatan ini Ny. Moeljadi dan rombongan mengadakan
kunjungan ke Sekolah Taman Kanak/Sekolah Dasar Hang Tuah serta toko
Jalasenastri di Makassar. Sedangkan di Ambon pada tanggal 6 Juli 1969,
rombongan DPP Jalasenastri menghadiri undangan isteri Gubernur Maluku.
Dalam kunjungan ke Ambon Ny. Moeljadi menyerahkan sumbangan untuk Ruang
Anak-Anak (RAA). Kegiatan yang berkaitaan dengan ekonomi maupun olah raga
masih sama seperti pada masa Orde Lama
26 Op.cit, Bab 4 pasal 6, Arsip mengenai usaha.
27 Ibid, Bab 10 pasal 11, Arsip mengenai Perbendaharaan.
Recommended