View
6
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum perusahaan yang mencakup
segala informasi terkait perusahaan, data yang telah dikumpulkan, proses pengolahan data
dengan menggunakan metode berdasarkan teori dan referensi yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, serta analisis dan pembahasan berdasarkan hasil pengolahan data.
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
CV. Pasific Harvest merupakan perusahaan yang menerapkan sistem Original Design
Manufacturer atau ODM, yaitu perusahaan yang merancang dan memproduksi produk
sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh perusahaan pembeli untuk dijual kembali
dengan merek dagang perusahaan itu sendiri, dimana fokusnya ada pada pembuatan produk
olahan laut seperti sarden kaleng, makarel kaleng, tuna kaleng, ikan beku, tepung ikan, dan
minyak ikan. CV. Pasific Harvest didirikan pada tahun 1993 dan terletak di Jalan Tratas,
No. 61, Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Dengan tiga pabrik yang telah
dibangun di atas sekitar 6 hektar lahan, CV. Pasific Harvest memiliki kapasitas produksi 200
ton ikan per hari.
Sebagai salah satu perusahaan manufaktur di Indonesia yang memiliki komitmen pada
prinsip bisnis yang terdiri dari customer fokus, relationships, innovation, teamwork,
continous improvement, employee development, environmental friendly, go green, zero
waste, blue economy dan lain sebagainya, CV. Pasific Harvest telah memiliki beberapa
sertifikat diantaranya adalah sebagai berikut:
1. EU Approval No. 538.13.B/C
2. Canada Approval No. CND B/C 034-16
3. Certificate of HACCP : No: 559/PP/HACCP/pl/11/10
4. Certificate of HACCP : No: 560.a/PP/HACCP/pl/11/10
5. Certificate of HACCP : No: 560.b/PP/HACCP/pl/11/10
6. Certificate of HACCP : No: 561.a/PP/HACCP/pb/11/10
7. Certificate of HACCP : No: 561.b/PP/HACCP/pb/11/10
8. Certificate of GMP : No: 129/ PP/SKP/PL/V/5/09
9. Certificate of Halal : No: 00030000761094
21
22
Gambar 4.1 Sertifikat CV. Pasific Harvest Sumber: CV. Pasific Harvest 4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan
Dalam mengembangkan bisnisnya, CV. Pasific Harvest berpegang teguh pada visi dan
misi perusahaan. Adapun visi dan misi perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Visi
Menjadi pemimpin di bidang industri makanan laut yang mampu menghasilkan produk
berkualitas tinggi guna memenuhi kebutuhan konsumen.
b. Misi
1. Mempertahankan standar kualitas yang tinggi sebagai perusahaan manufaktur
penghasil utama sarden dan tuna kaleng di Indonesia.
2. Mengimplementasikan manajemen sistem untuk pelayanan dan kualitas produk
secara terus-menerus dengan efektif dan efisien.
3. Memperluas kapasitas perusahaan guna meningkatkan permintaan secara global.
4. Fokus dalam pengembangan bisnis guna menciptakan perusahaan yang kompetitif.
4.1.2 Logo Perusahaan
CV. Pasific Harvest memiliki logo perusahaan berupa tiga ekor ikan berwarna hijau,
merah, dan biru yang mengelilingi singkatan nama perusahaan, yaitu PH atau Pasific
Harvest. Disamping logo tersebut terdapat nama perusahaan, produk perusahaan, moto
perusahaan, dan tahun berdirinya perusahaan. Adapun logo perusahaan CV. Pasific Harvest
dapat dilihat secara detail pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Logo Perusahaan Sumber: CV. Pasific Harvest
23
4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi berguna untuk pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab
dalam menjalankan sebuah perusahaan sesuai tingkatan karir yang ada di perusahaan
tersebut. Adapun struktur organisasi CV. Pasific Harvest dapat dilihat pada Gambar 4.3
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Perusahaan Sumber: CV. Pasific Harvest
Adapun pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab berdasarkan struktur
organisasi CV. Pasific Harvest adalah sebagai berikut:
1. Direktur
Merupakan pemilik saham sekaligus pemegang jabatan tertinggi dalam struktur
organisasi perusahaan yang bertugas untuk memimpin rapat umum, mengambil
keputusan, dan bertanggungjawab atas keseluruhan proses bisnis perusahaan.
2. General Manager
Merupakan manager utama yang membawahi keseluruhan manager yang ada di
perusahaan. Seorang general manager bertanggungjawab penuh kepada Direktur
dengan setidaknya sebulan sekali menyampaikan laporan keseluruhan aktivitas
perusahaan. Selain itu, seorang general manager juga bertugas untuk menyusun,
mengawasi, serta mengevaluasi kinerja dari keseluruhan stakeholder perusahaan untuk
memenuhi rencana kerja yang telah disusun sebelumnya.
3. Manager Marketing
Seorang manager marketing bertugas merumuskan strategi dan mengkoordinasi
kegiatan promosi maupun branding atas penjualan produk-produk yang ada demi
meningkatkan omset perusahaan, serta menangani keluhan terkait pelayanan konsumen.
4. Manager Produksi
Seorang manager produksi bertugas menjaga kelancaran proses produksi dengan
pertimbangan efisiensi dan efektifitas, serta dengan tujuan meningkatkan profit
24
perusahaan. Dalam penjagaannya, manager produksi melakukan pengawasan sekaligus
penyusunan laporan secara intensif setiap harinya agar proses produksi mampu
menghasilkan produk sesuai perencanaan.
5. Manager QC
Seorang manager QC bertugas untuk memantau produk yang dihasilkan perusahaan,
memastikan kualitas produk sesuai dengan standar, merekomendasikan tindakan
lanjutan untuk produk cacat, dan membuat laporan inspeksi setiap harinya.
6. Manager PPIC
Seorang manager PPIC bertugas untuk melakukan perencanaan terkait produksi dan
inventori guna mencegah terjadinya stock out dan overload.
7. Manager Teknik
Seorang manager teknik bertugas untuk memantau kinerja para pekerja operasional,
serta menjaga stabilitas peralatan yang ada di perusahaan agar proses produksi dapat
senantiasa berjalan dengan lancar.
8. Manager Pembelian
Seorang manager pembelian bertugas membuat kesepakatan terkait transaksi pembelian
terhadap order barang dengan supplier, serta menganalisa perkembangan pasar dan
laporan penjualan.
4.1.4 Proses Pengalengan Ikan
Metode pengawetan dengan cara pengalengan pertama kali ditemukan oleh Nicholas
Appert, seorang ilmuwan Prancis. Beberapa jenis ikan yang pada umumnya diawetkan
dengan cara pengalengan adalah sarden, lemuru, makarel, dan tuna. Berdasarkan cara
pengolahannya, Adawyah (2008) menyatakan bahwa pengalengan dapat dibedakan dalam
beberapa tipe, yaitu direbus dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat, dan
dibumbui. Adapun pembagian produk pengalengan ikan dilakukan atas dasar bentuk bahan
yang dikalengkan, dalam keadaan mentah, atau dimasak terlebih dahulu.
Berikut ini merupakan proses pengalengan ikan di CV. Pasific Harvest. Seperti pada
umumnya, proses tersebut terdiri dari:
1. Persiapan Wadah
Proses pengalengan ikan di CV. Pasific Harvest diawali dengan pengecekan kaleng
yang sudah diberi kode untuk memudahkan pemeriksanaan akhir. Pengecekan kaleng
meliputi adanya cacat seperti karat, bengkok, berlubang, maupun solderan. Setelah
dicek, kaleng selanjutnya dicuci dengan air sabun hangat dan dibilas dengan air bersih.
25
Menurut Adawyah (2008), di dalam pengalengan suatu produk, penggunaan jenis
kaleng yang sesuai produk sangat penting diperhatikan karena bertujuan untuk
menghindari terjadinya perubahan warna.
2. Persiapan Bahan Baku
Sebelum ikan dimasukkan ke dalam kaleng, dilakukan sortasi dan grading berdasarkan
ukuran/diameter, berat jenis, atau warna. Kemudian, dilakukan pengguntingan pada
bagian kepala dan ekor ikan dengan menggunakan gunting besi. Umumnya, ikan
digunting pada bagian predorsal kebawah kemudian ditarik untuk mengeluarkan isi
perutnya. Setelah digunting, ikan selanjutnya dicuci dengan air guna menghilangkan
kotoran berupa sampah dan serpihan karang.
3. Pengisian Kaleng (Filling)
Tahap ini merupakan tahap pengisian kaleng dimana kaleng berukuran 125 gr umumnya
berisi 5-7 ekor ikan. Menurut Adawyah (2008), di dalam pengisian kaleng, head space
perlu diperhatikan karena berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan
produk selama sterilisasi. Volume head space sebaiknya tak lebih dari 10% dari
kapasitas wadah. Bila head space terlalu kecil akan mengakibatkan kaleng pecah, dan
bila head space terlalu besar akan mengakibatkan oksidasi dan perubahan warna bahan
karena udara yang terkandung di dalam kaleng terlalu banyak.
4. Pemasakan Awal (Pre-Cooking)
Pemasakan awal dilakukan dengan memasukkan produk pada oven bersuhu 90o C
selama kurang lebih 12 menit guna membunuh kuman dan mengurangi kandungan
minyak pada ikan. Setelah dipanaskan, produk ditiraskan melalui conveyor kemudian
ditambahkan medium, seperti minyak sayur dan bumbu, atau saos tomat dan larutan
garam.
5. Penutupan Wadah (Sealing)
Penutupan kaleng dilakukan dengan mesin yang pada umumnya dapat menutup 65 buah
kaleng dalam waktu 1 menit. Setelah ditutup sempurna agar tidak terjadi kebocoran
yang dapat merusak produk, kaleng perlu direndam atau dicuci dengan air panas
bersuhu 82o C dan mengandung larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0 1,5 % guna
dibersihkan dari sisa-sisa minyak yang menempel pada dinding kaleng. Kemudian,
kaleng dibilas dengan air bersih.
6. Pengawetan (Pasteurisasi)
Pasteurisasi atau pengawetan makanan dengan suhu tinggi merupakan tahap
pemanasan produk pada oven bersuhu lebih dari 100o C dan dalam jangka waktu
26
tertentu, umumnya selama 90 menit, guna membuat produk menjadi cukup masak,
dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasanya, serta menghancurkan mikroba
pembusuk dan patogen yang dapat merusak makanan, tanpa menimbulkan over cooking
pada produk. Pemanasan dengan metode pasteurisasi umumnya membuat produk dapat
bertahan hingga 3 tahun kedepan.
7. Pendinginan (Cooling)
Pada tahap pendinginan, produk dikeluarkan dari oven dan dibiarkan sejenak hingga
dingin. Kemudian, produk ditata rapi pada conveyor untuk dicuci dengan air mengalir
sekaligus digosok dengan sikat otomatis sepanjang conveyor berjalan, sehingga produk
menjadi bersih.
8. Penyimpanan
Pada tahap penyimpanan, produk dikemas dalam kardus dan disimpan pada tempat
penyimpanan yang umumnya harus memenuhi syarat karena dapat mempengaruhi
kualitas produk. Adapun syarat tersebut berupa suhu rendah (15o C), RH rendah, dan
ventilasi tempat penyimpanan yang baik.
4.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini meliputi informasi terkait supplier yang telah
bekerjasama dalam jangka waktu yang lama dengan CV. Pasific Harvest, dimana data
tersebut diperoleh berdasarkan data historis perusahaan dan data hasil wawancara dengan
pihak perusahaan yang terlibat secara langsung dengan supplier. Informasi terkait supplier
yang terdiri dari harga satu jenis kaleng, jumlah minimum pemesanan, dan kapasitas supplier
akan berguna untuk pertimbangan perusahaan dalam melakukan pemberian bobot kriteria
dan subkriteria masing-masing supplier, serta berguna sebagai batasan perusahaan dalam
melakukan penentuan alokasi order kepada masing-masing supplier. Adapun informasi
terkait supplier dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Informasi Supplier CV. Pasific Harvest
Supplier Harga Kaleng Minimum Order Kapasitas Supplier A Rp 1550/pcs 150.000 pcs 1.740.000 pcs B Rp 1050/pcs 120.000 pcs 1.380.000 pcs C Rp 950/pcs 100.000 pcs 920.000 pcs
Sumber: CV. Pasific Harvest
Selain informasi terkait supplier, pengumpulan data pada penelitian ini juga meliputi
data kriteria dan subkriteria supplier kaleng yang dibutuhkan oleh perusahaan sekaligus
pembobotannya, serta data penilaian kinerja supplier kaleng berdasarkan kriteria dan
27
subkriteria yang dibutuhkan oleh perusahaan. Untuk memperoleh ketiga data tersebut, perlu
dilakukan wawancara dan diskusi, serta penyebaran kuisioner kepada pihak perusahaan yang
terlibat secara langsung dengan supplier. Adapun pihak perusahaan yang menjadi
narasumber sekaligus responden dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Narasumber dan Responden
No Nama Bidang Keterangan Masa Kerja Kode Bobot
1 Dony Pembelian Pembuat kesepakatan terkait transaksi dengan supplier 2 tahun R1 60%
2 Roni Produksi Pemberi pertimbangan terkait kaleng yang dibutuhkan oleh perusahaan 10 tahun R2 40%
Kuisioner identifikasi kriteria dan subkriteria supplier yang dibutuhkan oleh perusahaan
disusun berdasarkan 22 kriteria yang dikemukakan Dickson (1998). Identifikasi dilakukan
oleh responden dengan memilih beberapa kriteria dari 22 kriteria yang tersedia berdasarkan
kebutuhan perusahaan. Selain itu identifikasi juga dilakukan dengan menentukan subkriteria
yang termasuk ke dalam kriteria yang telah ditentukan. Apabila dari ke-22 kriteria yang
tersedia ada kriteria lain yang menjadi pertimbangan perusahaan, maka responden dapat
menambahkan kriteria tersebut beserta subkriterianya. Adapun kuisioner identifikasi
kriteria dan subkriteria supplier yang dibutuhkan oleh perusahaan dapat dilihat pada
Lampiran 1, sedangkan kriteria dan subkriteria yang terpilih berdasarkan kuisioner tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Kriteria dan Subkriteria Tepilih
No Kriteria Kode Subkriteria Kode Keterangan
1 Kualitas K
Produk sesuai standar PSS
Supplier mampu menghasilkan produk dengan bahan baku sesuai standar kaleng makanan yang berlaku
Produk tidak cacat PTC
Supplier mampu menjaga produk agar tidak mengalami cacat pada saat proses produksi maupun pengiriman
2 Pengiriman P
Ketepatan waktu pengiriman KWP Supplier mampu mengirim pesanan sesuai
waktu yang telah disepakati Ketepatan jumlah pengiriman KJP Supplier mampu mengirim pesanan sesuai
jumlah yang telah disepakati
3 Garansi dan Kebijakan Klaim GKK
Kesediaan penggantian produk
KPP Supplier bersedia memberikan ganti rugi sesuai jumlah produk yang mengalami kerusakan
4 Harga H Harga penawaran HP
Supplier menawarkan harga sesuai kualitas produk yang ditawarkan serta setara harga yang berlaku di pasaran
Harga diskon HD Supplier bersedia memberikan potongan harga pada suatu waktu
5 Kemampuan Teknis KT Lama pemenuhan
pesanan LPP Supplier mampu memenuhi jumlah pesanan dengan waktu yang relatif singkat
28
Tabel 4.3 Kriteria dan Subkriteria Tepilih (Lanjutan)
No Kriteria Kode Subkriteria Kode Keterangan
6 Reputasi dan Posisi Perusahaan RPP
Kondisi perusahaan relatif aman dan stabil
KP Supplier senantiasa menjadi bahan perbincangan yang baik dikalangan industri dan media industri
7 Sistem Komunikasi SK Kemudahan
berkomunikasi KB Supplier senantiasa merespon komunikasi pelanggan
8 Layanan Keluhan LK
Kemudahan pengajuan keluhan
KPK Supplier memudahkan pelanggan dalam menjalani prosedur apabila ingin mengajukan keluhan
Respon yang baik RYB Supplier senantiasa memberikan respon yang baik kepada pelanggan
Kecepatan menanggapi keluhan
KMK Supplier senantiasa menanggapi keluhan dengan cepat
4.3 Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini meliputi identifikasi dan pemberian bobot kriteria
maupun subkriteria dengan metode Analytic Hierarchy Process, penilaian kinerja supplier
kaleng dengan metode Objective Matriks, dan penentuan alokasi order dengan metode Goal
Programming.
4.3.1 Analytic Hierarchy Process
Pembobotan dengan metode Analytic Hierarchy Process diawali dengan identifikasi
kriteria dan subkriteria supplier yang dibutuhkan oleh perusahaan melalui penyebaran
kuisioner kepada pihak perusahaan yang terlibat langsung dengan supplier. Kemudian,
langkah selanjutnya adalah melakukan perbandingan berpasangan antar kriteria dan
subkriteria yang telah ditentukan dengan menggunakan skala 1-9, dimana nilai dari skala
tersebut telah dijelaskan pada Bab Tinjauan Pustaka. Adapun contoh penyusunan kuisioner
perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 4.4, dimana skala pada kolom kiri
digunakan apabila Kriteria A mempunyai tingkat kepentingan diatas Kriteria B, dan
sebaliknya.
Tabel 4.4 Kuisioner Perbandingan Berpasangan
Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria A B
Adapun kuisioner perbandingan berpasangan antar kriteria, dan antar subkriteria tiap
kriteria dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3, sedangkan rekapan hasil kuisioner tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.
Setelah tahap kuisioner telah selesai dilakukan, langkah selanjutnya dalam melakukan
pembobotan dengan metode Analytic Hierarchy Process adalah sebagai berikut:
29
a. Penentuan Rata-Rata Geometrik
Dalam memperoleh bobot akhir dari setiap kriteria dan subkriteria supplier yang
nantinya akan digunakan sebagai input pada metode selanjutnya, langkah yang harus
dilakukan adalah menentukan rata-rata geometrik dari nilai hasil kuisioner perbandingan
berpasangan. Penentuan rata-rata geometrik perlu dilakukan terlebih dahulu dikarenakan
responden berjumlah lebih dari satu. Nantinya, hasil dari penentuan rata-rata geometrik
tersebut akan digunakan sebagai input pada matriks perbandingan berpasangan yang
menghasilkan output berupa bobot akhir dari setiap kriteria dan subkriteria supplier. Berikut
ini merupakan contoh perhitungan dalam menentukan rata-rata geometrik dari nilai
perbandingan berpasangan antara kriteria Kualitas dengan Reputasi dan Posisi Perusahaan:
Adapun rekapan hasil penentuan rata-rata geometrik untuk perbandingan berpasangan
antar kriteria dapat dilihat pada Tabel 4.5 Tabel 4.5 Rekap Hasil Penentuan Rata-Rata Geometrik Antar Kriteria
Kriteria R1 R2 Kriteria Rata-Rata Geometrik Kualitas 1 2 Pengiriman 1.4 Kualitas 1 2 Garansi dan Kebijakan Klaim 1.4 Kualitas 1 1 Harga 1 Kualitas 1 1 Kemampuan Teknis 1 Kualitas 3 5 Reputasi dan Posisi Perusahaan 3.8 Kualitas 3 3 Sistem Komunikasi 3 Kualitas 2 3 Layanan Keluhan 2.4 Kriteria R1 R2 Kriteria Rata-Rata Geometrik
Pengiriman 1 1 Garansi dan Kebijakan Klaim 1 Pengiriman 1 2 Harga 1.4 Pengiriman 1 1 Kemampuan Teknis 1 Pengiriman 3 5 Reputasi dan Posisi Perusahaan 3.8 Pengiriman 2 3 Sistem Komunikasi 2.4 Pengiriman 2 3 Layanan Keluhan 2.4
Kriteria R1 R2 Kriteria Rata-Rata Geometrik Garansi dan Kebijakan Klaim 1 1 Harga 1 Garansi dan Kebijakan Klaim 1 1 Kemampuan Teknis 1 Garansi dan Kebijakan Klaim 3 5 Reputasi dan Posisi Perusahaan 3.8 Garansi dan Kebijakan Klaim 2 3 Sistem Komunikasi 2.4 Garansi dan Kebijakan Klaim 1 1 Layanan Keluhan 1
Kriteria R1 R2 Kriteria Rata-Rata Geometrik Harga 1 1 Kemampuan Teknis 1 Harga 3 3 Reputasi dan Posisi Perusahaan 3 Harga 2 3 Sistem Komunikasi 2.4 Harga 2 1 Layanan Keluhan 1.6
Kriteria R1 R2 Kriteria Rata-Rata Geometrik Kemampuan Teknis 3 5 Reputasi dan Posisi Perusahaan 3.8 Kemampuan Teknis 2 3 Sistem Komunikasi 2.4 Kemampuan Teknis 2 1 Layanan Keluhan 1.6
30
Tabel 4.5 Rekap Hasil Penentuan Rata-Rata Geometrik Antar Kriteria (Lanjutan)
Kriteria R1 R2 Kriteria Rata-Rata Geometrik Reputasi dan Posisi Perusahaan 2 1 Sistem Komunikasi 1.6 Reputasi dan Posisi Perusahaan 2 3 Layanan Keluhan 2.4
Kriteria R1 R2 Kriteria Rata-Rata Geometrik Sistem Komunikasi 1 2 Layanan Keluhan 1.4
Keterangan : Lebih penting R1 : Responden 1 (Pak Dony) R2 : Responden 2 (Pak Roni)
Adapun rekapan hasil penentuan rata-rata geometrik untuk perbandingan berpasangan
antar subkriteria dapat dilihat pada Tabel 4.6
Tabel 4.6 Rekap Hasil Penentuan Rata-Rata Geometrik Antar Subkriteria
Kriteria Subkriteria R1 R2 Subkriteria Rata-Rata Geometrik Kualitas Produk sesuai standar 1 2 Produk tidak cacat 1.40 Kriteria Subkriteria R1 R2 Subkriteria Rata-Rata Geometrik
Pengiriman Ketepatan waktu pengiriman 1 1 Ketepatan jumlah
pengiriman 1.00
Kriteria Subkriteria R1 R2 Subkriteria Rata-Rata Geometrik Harga Harga Penawaran 3 2 Harga Diskon 2.60
Kriteria Subkriteria R1 R2 Subkriteria Rata-Rata Geometrik
Layanan Keluhan
Kemudahan pengajuan keluhan 2 1 Respon yang baik 1.60
Kemudahan pengajuan keluhan 1 1 Kecepatan menanggapi
keluhan 1.00
Subkriteria R1 R2 Subkriteria Rata-Rata Geometrik
Respon yang baik 2 3 Kecepatan menanggapi keluhan 2.40
b. Matriks Perbandingan Berpasangan
Penyusunan matriks perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan hasil penentuan
rata-rata geometrik pada Tabel 4.5 dengan memperhatikan letak kriteria, yaitu ruas kanan
dan ruas kiri. Apabila kriteria ruas kiri lebih penting dibanding kriteria ruas kanan, maka
nilai rata-rata geometriknya menjadi input pada diagonal atas. Sedangkan apabila kriteria
ruas kanan lebih penting dibanding kriteria ruas kiri, maka nilai rata-rata geometriknya
menjadi input pada diagonal bawah. Dan untuk perbandingan berpasangan antar kriteria
yang nilai rata-rata geometriknya belum diketahui, nilai inputnya adalah nilai yang
berbanding terbalik dengan nilai rata-rata geometrik perbandingan berpasangan antar kriteria
tersebut. Misalnya, nilai input untuk perbandingan berpasangan antar kriteria Pengiriman
dibanding Kualitas adalah = 0.71. Adapun penyusunan matriks perbandingan
berpasangan antar kriteria dapat dilihat pada Tabel 4.7.
31
Tabel 4.7 Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria
Kriteria K P GKK H KT RPP SK LK Kualitas (K) 1.00 1.40 1.40 1.00 1.00 3.80 3.00 2.40 Pengiriman (P) 0.71 1.00 1.00 1.40 1.00 3.80 2.40 2.40 Garansi dan Kebijakan Klaim (GKK) 0.71 1.00 1.00 1.00 1.00 3.80 2.40 1.00 Harga (H) 1.00 0.71 1.00 1.00 1.00 3.00 2.40 1.60 Kemampuan Teknis (KT) 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 3.80 2.40 1.60 Reputasi dan Posisi Perusahaan (RPP) 0.26 0.26 0.26 0.33 0.26 1.00 0.63 0.42 Sistem Komunikasi (SK) 0.33 0.42 0.42 0.42 0.42 1.60 1.00 0.71 Layanan Keluhan (LK) 0.42 0.42 1.00 0.63 0.63 2.40 1.40 1.00 Total 5.44 6.21 7.08 6.78 6.30 23.20 15.63 11.13
Berdasarkan Tabel 4.7, dapat diketahui bahwa nilai kepentingan kriteria Kualitas lebih
besar dibandingkan dengan nilai kepentingan kriteria Reputasi dan Posisi Perusahaan, yaitu
sebesar 3.80 dibanding 0.26, dan nilai kepentingan kriteria Reputasi dan Posisi Perusahaan
lebih kecil dibandingkan dengan nilai kepentingan kriteria Kualitas, yaitu 0.26 dibanding
3.80, begitupun dengan interpretasi perbandingan berpasangan antar kriteria lainnya.
Setelah penyusunan matriks perbandingan berpasangan antar kriteria selesai dilakukan,
langkah selanjutnya adalah menyusun matriks perbandingan berpasangan antar subkriteria.
Adapun hasil penyusunan matriks perbandingan berpasangan antar subkriteria dapat dilihat
pada Tabel 4.8 Tabel 4.8 Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Subkriteria
Kualitas PSS PTC Pengiriman KWP KJP Harga HP HD
Produk Sesuai Standar (PSS) 1.00 1.40
Ketepatan Waktu Pengiriman (KPP) 1.00 1.00
Harga Penawaran
(HP) 1.00 0.38
Produk Tidak Cacat (PTC) 0.71 1.00 Ketepatan Jumlah
Pengiriman (KJP) 1.00 1.00 Harga Diskon (HD) 2.60 1.00
Total 1.71 2.40 Total 2.00 2.00 Total 3.60 1.38
Layanan Keluhan KPK RYB KMK Kemudahan Pengajuan
Keluhan (KPK) 1.00 1.60 1.00
Respon Yang Baik (RYB) 0.63 1.00 0.42
Kecepatan Menanggapi Keluhan
(KMK) 1.00 2.40 1.00
Total 2.63 5.00 2.42 c. Normalisasi Matriks Perbandingan Berpasangan
Normalisasi matriks perbandingan berpasangan dilakukan dengan membagi nilai
perbandingan antar kriteria dengan nilai total tiap kolomnya. Misalnya, normalisasi
perbandingan antara kriteria Sistem Komunikasi dengan Kualitas, yaitu = 0.06. Adapun
hasil normalisasi matriks perbandingan berpasangan antar kriteria dapat dilihat
selengkapnya pada Tabel 4.9
32
Tabel 4.9 Normalisasi Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria
Kriteria K P GKK H KT RPP SK LK Kualitas (K) 0.18 0.23 0.20 0.15 0.16 0.16 0.19 0.22 Pengiriman (P) 0.13 0.16 0.14 0.21 0.16 0.16 0.15 0.22 Garansi dan Kebijakan Klaim (GKK) 0.13 0.16 0.14 0.15 0.16 0.16 0.15 0.09 Harga (H) 0.18 0.12 0.14 0.15 0.16 0.13 0.15 0.14 Kemampuan Teknis (KT) 0.18 0.16 0.14 0.15 0.16 0.16 0.15 0.14 Reputasi dan Posisi Perusahaan (RPP) 0.05 0.04 0.04 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 Sistem Komunikasi (SK) 0.06 0.07 0.06 0.06 0.07 0.07 0.06 0.06 Layanan Keluhan (LK) 0.08 0.07 0.14 0.09 0.10 0.10 0.09 0.09
Setelah normalisasi matriks perbandingan berpasangan antar kriteria selesai dilakukan,
langkah selanjutnya adalah menormalisasikan matriks perbandingan berpasangan antar
subkriteria. Adapun hasil normalisasi matriks perbandingan berpasangan antar subkriteria
dapat dilihat pada Tabel 4.10
Tabel 4.10 Normalisasi Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Subkriteria
Kualitas PSS PTC Pengiriman KWP KJP Harga HP HD Produk Sesuai Standar (PSS) 0.58 0.58 Ketepatan Waktu
Pengiriman (KWP) 0.50 0.50 Harga Penawaran (HP) 0.28 0.28
Produk Tidak Cacat (PTC) 0.42 0.42 Ketepatan Jumlah
Pengiriman (KJP) 0.50 0.50 Harga Diskon (HD) 0.72 0.72
Layanan Keluhan KPK RYB KMK
Kemudahan Pengajuan Keluhan (KPK) 0.38 0.32 0.41
Respon Yang Baik (RYB) 0.24 0.20 0.17
Kecepatan Menangani Keluhan (KMK) 0.38 0.48 0.41
d. Perhitungan Bobot
Perhitungan bobot dilakukan dengan membagi jumlah tiap baris dengan jumlah kolom.
Misalnya, perhitungan bobot pada baris perbandingan kriteria Kualitas dengan kriteria
lainnya, yaitu = 0.19. Adapun hasil perhitungan bobot kriteria pada matriks
perbandingan berpasangan antar kriteria dapat dilihat pada Tabel 4.11 Tabel 4.11 Perhitungan Bobot Kriteria Pada Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria
Kriteria K P GKK H KT RPP SK LK Bobot Kualitas (K) 0.18 0.23 0.20 0.15 0.16 0.16 0.19 0.22 1.48 0.19 Pengiriman (P) 0.13 0.16 0.14 0.21 0.16 0.16 0.15 0.22 1.33 0.17 Garansi dan Kebijakan Klaim (GKK) 0.13 0.16 0.14 0.15 0.16 0.16 0.15 0.09 1.15 0.14
Harga (H) 0.18 0.12 0.14 0.15 0.16 0.13 0.15 0.14 1.17 0.15 Kemampuan Teknis (KT) 0.18 0.16 0.14 0.15 0.16 0.16 0.15 0.14 1.25 0.16 Reputasi dan Posisi Perusahaan (RPP) 0.05 0.04 0.04 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.34 0.04
Sistem Komunikasi (SK) 0.06 0.07 0.06 0.06 0.07 0.07 0.06 0.06 0.51 0.06 Layanan Keluhan (LK) 0.08 0.07 0.14 0.09 0.10 0.10 0.09 0.09 0.76 0.10
33
Berdasarkan Tabel 4.11, dapat diketahui bahwa bobot kriteria tertinggi sebesar 0.19
adalah kriteria Kualitas, sedangkan bobot kriteria terendah sebesar 0.04 adalah kriteria
Reputasi dan Posisi Perusahaan.
Setelah perhitungan bobot pada matriks perbandingan berpasangan antar kriteria selesai
dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan bobot subkriteria pada
matriks perbandingan berpasangan antar subkriteria. Adapun hasil perhitungan bobot
subkriteria pada matriks perbandingan berpasangan antar subkriteria dapat dilihat pada
Tabel 4.12, dimana kepanjangan dari singkatan subkriteria dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.12 Perhitungan Bobot Subkriteria Pada Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Subkriteria
K PSS PTC Bobot P KWP KJP Bobot H HP HD Bobot PSS 0.58 0.58 1.16 0.58 KWP 0.50 0.50 1.00 0.50 HP 0.28 0.28 0.56 0.28 PTC 0.42 0.42 0.84 0.42 KJP 0.50 0.50 1.00 0.50 HD 0.72 0.72 1.44 0.72
LK KPK RB PCT Bobot
KPK 0.38 0.32 0.41 1.11 0.37 RYB 0.24 0.20 0.17 0.61 0.20 KMK 0.38 0.48 0.41 1.27 0.42
e. Perhitungan Bobot Global
Perhitungan bobot global dilakukan dengan cara mengalikan bobot kriteria dengan
bobot subkriterianya. Misalnya, perhitungan bobot global pada kriteria Kualitas dengan
subkriteria Produk Sesuai Standar, yaitu 0.19 x 0.58 = 0.110. Adapun bobot global tiap
kriteria dan subkriteria supplier dapat dilihat pada Tabel 4.13 Tabel 4.13 Bobot Global
No Kriteria Supplier Bobot Kriteria Subkriteria Supplier Bobot
Subkriteria Bobot Global
1 Kualitas 0.19 Produk sesuai standar 0.58 0.110 Produk tidak cacat 0.42 0.080
2 Pengiriman 0.17 Ketepatan waktu pengiriman 0.50 0.085
Ketepatan jumlah pengiriman 0.50 0.085
3 Garansi dan Kebijakan Klaim 0.14 Kesediaan penggantian
produk 0.14 0.140
4 Harga 0.15 Harga penawaran 0.28 0.042 Harga diskon 0.72 0.108
5 Kemampuan Teknis 0.16 Lama pemenuhan pesanan 0.16 0.160
6 Reputasi dan Posisi Perusahaan 0.04 Kondisi perusahaan relatif
aman dan stabil 0.04 0.040
7 Sistem Komunikasi 0.06 Kemudahan berkomunikasi 0.06 0.060
8 Layanan Keluhan 0.10
Kemudahan pengajuan keluhan 0.37 0.037
Respon yang baik 0.20 0.020 Kecepatan menanggapi
keluhan 0.42 0.042
34
f. Uji Konsistensi
Uji konsistensi dilakukan setelah perhitungan bobot tiap kriteria dan subkriteria
supplier telah selesai dilakukan. Langkah awal dalam melakukan uji konsistensi adalah
dengan mengalikan nilai pada matriks perbandingan berpasangan antar kriteria, pada Tabel
4.7, dengan nilai bobot kriteria, pada Tabel 4.11, sehingga diperoleh matriks A.
Langkah selanjutnya adalah membagi nilai pada matriks A dengan nilai bobot kriteria
sehingga menghasilkan matriks B.
Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai maks dimana nilai maks diperoleh dari
hasil pembagian total nilai pada matriks B dengan ukuran matriks atau n.
Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung indeks konsistensi atau CI dimana CI
diperoleh dari hasil pembagian maks dikurangi ukuran matriks atau n dengan ukuran matriks
atau n dikurangi 1.
Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung ratio konsistensi atau CR dimana CR
diperoleh dari hasil pembagian CI dengan Random Indeks atau RI yang dapat dilihat pada
Tabel 2.4 dalam Bab Tinjauan Pustaka.
35
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat diketahui nilai CR sebesar 0.008 atau
kurang dari 0.1 sehingga dapat dipastikan bahwa nilai perbandingan yang diberikan
responden dalam kuisionernya adalah konsisten.
Setelah uji konsistensi pada matriks perbandingan berpasangan antar kriteria selesai
dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan uji konsistensi pada matriks perbandingan
berpasangan antar subkriteria. Adapun hasil uji konsistensi tiap subkriteria supplier adalah
0 atau kurang dari 0.1 sehingga dapat dipastikan bahwa nilai perbandingan yang diberikan
responden dalam kuisionernya adalah konsisten.
4.3.2 Objective Matrix
Penilaian kinerja dengan metode Objective Matrix dilakukan apabila identifikasi dan
pembobotan kriteria dan subkriteria supplier yang dibutuhkan oleh perusahaan pada metode
Analytic Hierarchy Process telah selesai dilakukan. Penilaian kinerja dengan metode
Objective Matrix diawali dengan tahap Defining, yaitu membedakan subkriteria yang telah
teridentifikasi pada metode sebelumnya menjadi dua indikator kinerja kuantitatif dan
kualitatif. Untuk indikator kinerja kuantitatif, data yang digunakan adalah data historis
supplier yang dimiliki perusahaan sedangkan untuk indikator kinerja kualitatif, data yang
digunakan adalah data penilaian kinerja yang diperoleh dengan melakukan penyebaran
kuisioner penilaian kinerja kepada pihak perusahaan yang terlibat secara langsung dengan
supplier, seperti halnya pada kuisioner yang telah disebarkan sebelumnya. Dalam pengisian
kuisioner tersebut, penilaian kinerja dilakukan dengan pemberian nilai pada setiap supplier
berdasarkan subkriteria yang telah ditentukan dengan menggunakan skala 1-5, dimana setiap
nilai pada skala tersebut merupakan tingkatan kinerja supplier dengan tingkat tertinggi
adalah 5 dan tingkat terendah adalah 1. Adapun kuisioner dan rekapan kuisioner penilaian
kinerja supplier kaleng dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5, sedangkan pencapaian indikator
kinerja, baik kualitatif maupun kuantitatif, dapat dilihat pada Tabel 4.14 Tabel 4.14 Pencapaian Indikator Kinerja Supplier
Kode Subkriteria Supplier
Target Ideal
(Level 10)
Target Baik
(Level 8)
Target Peringatan (Level 4)
Target Terburuk (Level 0)
Supplier Keterangan
A B C
S1 Produk Sesuai Standar 5.00 4.90 4.80 3.00 5.00 5.00 5.00 Tercapai
S2 Produk Tidak Cacat 5.00 4.80 4.50 3.00 4.58 4.50 4.42 Tidak Tercapai
S3 Ketepatan Waktu Pengiriman 100 % 90 % 80 % 30% 68.06% 75.00% 46.67% Tidak
Tercapai
S4 Ketepatan Jumlah Pengiriman 100 % 98 % 90 % 50 % 87.12% 86.90% 85.88% Tidak
Tercapai
S5 Kesediaan Penggantian Produk 5.00 4.80 4.50 3.00 4.67 4.58 4.50 Tidak
Tercapai
S6 Harga Penawaran 5.00 4.75 4.25 3.00 4.75 4.83 4.92 Tidak Tercapai
36
Tabel 4.14 Pencapaian Indikator Kinerja Supplier (Lanjutan)
Kode Subkriteria Supplier Target Ideal
(Level 10)
Target Baik
(Level 8)
Target Peringatan (Level 4)
Target Terburuk (Level 0)
Supplier Keterangan
A B C
S7 Harga Diskon 5.00 4.75 4.25 3.00 4.00 4.25 4.25 Tidak Tercapai
S8 Lama Pemenuhan Pesanan 4 hari 7 hari 14 hari 28 hari 14 hari 17 hari 19 hari Tidak
Tercapai
S9 Kondisi Perusahaan Relatif Aman Dan
Stabil 5.00 4.75 4.25 3.00 5.00 5.00 5.00 Tercapai
S10 Kemudahan Berkomunikasi 5.00 4.75 4.25 3.00 4.92 4.83 4.75 Tidak
Tercapai
S11 Kemudahan Pengajuan Keluhan 5.00 4.75 4.25 3.00 4.75 4.75 4.75 Tidak
Tercapai
S12 Respon Yang Baik 5.00 4.75 4.25 3.00 5.00 4.92 4.83 Supplier B,
C Tidak Tercapai
S13 Kecepatan Menanggapi Keluhan 5.00 4.75 4.25 3.00 4.50 4.50 4.50 Tidak
Tercapai Keterangan:
: Indikator kinerja kuantitatif (Berdasarkan Data Historis) : Indikator kinerja kualitatif (Berdasarkan Data Kuisioner)
Pada Tabel 4.14, dapat diketahui bahwa pada periode penilaian, yaitu bulan April
September 2016, terdapat indikator kinerja kualitatif yang nilai rata-ratanya tidak bernilai 5
atau belum memenuhi target pencapaian, yaitu 7 indikator untuk Supplier A, serta 8 indikator
untuk Supplier B dan Supplier C dari total 10 indikator kinerja kualitatif. Selain itu, dapat
diketahui pula bahwa pada periode penilaian, yaitu bulan April September 2016, terdapat
indikator kinerja kuantitatif yang nilai rata-ratanya tidak bernilai 100% dan 4 hari atau belum
memenuhi target pencapaian, yaitu 3 indikator untuk masing-masing supplier dari total 3
indikator kinerja kuantitatif.
Setelah tahap Defining pada penilaian kinerja dengan metode Objective Matrix selesai
dilakukan, tahap selanjutnya adalah tahap Quantifying, yaitu penentuan level pencapaian
kinerja supplier dimana pada tahap ini digunakan nilai-nilai tertentu sebagai indikator
pengukuran atau acuan interpolasi untuk penentuan keseluruhan level pencapaian kinerja
supplier pada masing-masing indikator kinerja. Adapun nilai-nilai tersebut terdiri dari:
1. Target Ideal merupakan nilai target maksimal pencapaian kinerja perusahaan. Target
Ideal diletakkan pada level 10.
2. Target Baik (Achievable) merupakan nilai target yang mudah untuk dicapai. Target
Baik diletakkan pada level 8 sebagai batas hijau dan kuning.
3. Target Peringatan (Warning) merupakan nilai target minimal pencapaian kinerja
perusahaan. Jika nilai kinerja kurang dari Target Peringatan, maka kinerja dikatakan
buruk. Target Peringatan diletakkan pada level 4 sebagai batas kuning dan merah.
4. Target Terburuk merupakan nilai target yang kemungkinan dicapai dalam keadaan
terburuk. Target Terburuk diletakkan pada level 0.
37
Berikut ini merupakan contoh penentuan level pencapaian kinerja supplier A pada
indikator ke-4, yaitu Ketepatan Jumlah Pengiriman, dengan menggunakan acuan interpolasi:
Level 10 = 100 %
Level 8 = 90 %
Level 4 = 80%
Level 0 = 30%
Level 9 = 100 5 = 95 %
Level 7 = 90 2.5 = 87.5 %
Level 6 = 87.5 2.5 = 85 %
Level 5 = 85 2.5 = 82.5 %
Level 3 = 80 12.5 = 67.5 %
Level 2 = 67.5 12.5 = 55 %
Level 1 = 55 12.5 = 42.5 %
Setelah tahap Quantifying pada penilaian kinerja dengan metode Objective Matrix
selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah Monitoring, yaitu penentuan level, weight, value,
dan index pencapaian kinerja supplier. Dalam tahap ini, penentuan level dilakukan dengan
rumus interpolasi seperti tahap sebelumnya, penentuan weight dilakukan dengan
memasukkan bobot tiap subkriteria yang telah diperoleh pada metode sebelumnya,
penentuan value dilakukan dengan mengalikan nilai level dengan weight tiap indikator
kinerja, serta penentuan index dilakukan dengan menjumlahkan value tiap indikator kinerja.
Berikut ini merupakan contoh penentuan level pencapaian kinerja supplier A pada indikator
ke-7, yaitu Harga Diskon, dengan menggunakan acuan interpolasi:
Level 4 = 4.25 % (pencapaian kinerja level setelahnya)
Level x = 4 % (pencapaian kinerja periode penilaian)
Level 3 = 3.94 % (pencapaian kinerja level sebelumnya)
38
0.25 x 0.75 = 0.24 0.06 x
0.31 x = 0.99
x = 3.19
Adapun skema penilaian kinerja dengan metode Objective Matrix untuk Supplier A
secara detail dapat dilihat pada Tabel 4.15 Tabel 4.15 Skema Penilaian Kinerja Supplier A dengan Metode Objective Matrix
Indikator Kinerja S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 S13
Performance 5.00 4.58 68.06 87.12 4.67 4.75 4.00 13.84 5.00 4.92 4.75 5.00 4.50
Satuan Skala Skala % % Skala Skala Skala Hari Skala Skala Skala Skala Skala
L E V E L
10 5.00 5.00 100 100 5.00 5.00 5.00 4 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00
9 4.95 4.90 95 99 4.90 4.88 4.88 6 4.88 4.88 4.88 4.88 4.88
8 4.90 4.80 90 98 4.80 4.75 4.75 7 4.75 4.75 4.75 4.75 4.75
7 4.88 4.73 87.5 96 4.73 4.63 4.63 9 4.63 4.63 4.63 4.63 4.63
6 4.85 4.65 85 94 4.65 4.50 4.50 11 4.50 4.50 4.50 4.50 4.50
5 4.83 4.58 82.5 92 4.58 4.38 4.38 12 4.38 4.38 4.38 4.38 4.38
4 4.80 4.50 80 90 4.50 4.25 4.25 14 4.25 4.25 4.25 4.25 4.25
3 4.35 4.13 67.5 80 4.13 3.94 3.94 18 3.94 3.94 3.94 3.94 3.94
2 3.90 3.75 55 70 3.75 3.63 3.63 21 3.63 3.63 3.63 3.63 3.63
1 3.45 3.38 42.5 60 3.38 3.31 3.31 25 3.31 3.31 3.31 3.31 3.31
0 3.00 3.00 30 50.0 3.00 3.00 3.00 28 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
Level 10.00 5.00 3.04 3.71 6.25 8.00 3.19 4.00 10.00 9.68 8.00 10.00 6.00
Weight 0.110 0.080 0.085 0.085 0.140 0.042 0.108 0.160 0.040 0.060 0.037 0.020 0.042
Value 1.10 0.40 0.26 0.32 0.88 0.34 0.34 0.64 0.40 0.58 0.30 0.20 0.25
Indeks 5.998
Pada Tabel 4.15, dapat diketahui bahwa indeks pencapaian kinerja Supplier A adalah
sebesar 5.998. Hal ini berarti bahwa kinerja Supplier A belum memenuhi target karena
berada pada ambang batas 4 sampai dengan 7. Adapun indikator kinerja Supplier A
berdasarkan indikasi warna dari Traffic Light System dapat dilihat pada Tabel 4.16 Tabel 4.16 Indikator Kinerja Supplier A Berdasarkan Traffic Light System
No Subkriteria Supplier No Subkriteria Supplier S1 Produk sesuai standar S8 Lama pemenuhan pesanan S2 Produk tidak cacat S9 Kondisi perusahaan relatif aman dan stabil S3 Ketepatan waktu pengiriman S10 Kemudahan berkomunikasi S4 Ketepatan jumlah pengiriman S11 Kemudahan pengajuan keluhan S5 Kesediaan penggantian produk S12 Respon yang baik S6 Harga penawaran S13 Kecepatan menanggapi keluhan S7 Harga diskon
Adapun skema penilaian kinerja dengan metode Objective Matrix untuk Supplier B
secara detail dapat dilihat pada Tabel 4.17
39
Tabel 4.17 Skema Penilaian Kinerja Supplier B dengan Metode Objective Matrix
Indikator Kinerja S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 S13
Performance 5.00 4.50 75.00 86.90 4.58 4.83 4.25 16.86 5.00 4.83 4.75 4.92 4.50
Satuan Skala Skala % % Skala Skala Skala Hari Skala Skala Skala Skala Skala
L E V E L
10 5.00 5.00 100 100 5.00 5.00 5.00 4 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00
9 4.95 4.90 95 99 4.90 4.88 4.88 6 4.88 4.88 4.88 4.88 4.88
8 4.90 4.80 90 98 4.80 4.75 4.75 7 4.75 4.75 4.75 4.75 4.75
7 4.88 4.73 87.5 96 4.73 4.63 4.63 9 4.63 4.63 4.63 4.63 4.63
6 4.85 4.65 85 94 4.65 4.50 4.50 11 4.50 4.50 4.50 4.50 4.50
5 4.83 4.58 82.5 92 4.58 4.38 4.38 12 4.38 4.38 4.38 4.38 4.38
4 4.80 4.50 80 90 4.50 4.25 4.25 14 4.25 4.25 4.25 4.25 4.25
3 4.35 4.13 67.5 80 4.13 3.94 3.94 18 3.94 3.94 3.94 3.94 3.94
2 3.90 3.75 55 70 3.75 3.63 3.63 21 3.63 3.63 3.63 3.63 3.63
1 3.45 3.38 42.5 60 3.38 3.31 3.31 25 3.31 3.31 3.31 3.31 3.31
0 3.00 3.00 30 50.0 3.00 3.00 3.00 28 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
Level 10.00 4.00 3.58 3.69 5.00 8.61 4.00 3.69 10.00 8.61 8.00 9.68 6.00
Weight 0.110 0.080 0.085 0.085 0.140 0.042 0.108 0.160 0.040 0.060 0.037 0.020 0.042
Value 1.10 0.32 0.30 0.31 0.70 0.36 0.43 0.59 0.40 0.52 0.30 0.19 0.25
Indeks 5.780
Pada Tabel 4.17, dapat diketahui bahwa indeks pencapaian kinerja Supplier B adalah
sebesar 5.780. Hal ini berarti bahwa kinerja Supplier B belum memenuhi target karena
berada pada ambang batas 4 sampai dengan 7. Adapun indikator kinerja Supplier B
berdasarkan indikasi warna dari Traffic Light System dapat dilihat pada Tabel 4.18 Tabel 4.18 Indikator Kinerja Supplier B Berdasarkan Traffic Light System
No Subkriteria Supplier No Subkriteria Supplier S1 Produk sesuai standar S8 Lama pemenuhan pesanan S2 Produk tidak cacat S9 Kondisi perusahaan relatif aman dan stabil S3 Ketepatan waktu pengiriman S10 Kemudahan berkomunikasi S4 Ketepatan jumlah pengiriman S11 Kemudahan pengajuan keluhan S5 Kesediaan penggantian produk S12 Respon yang baik S6 Harga penawaran S13 Kecepatan menanggapi keluhan S7 Harga diskon
Adapun skema penilaian kinerja dengan metode Objective Matrix untuk Supplier C
secara detail dapat dilihat pada Tabel 4.19
40
Tabel 4.19 Skema Penilaian Kinerja Supplier C dengan Metode Objective Matrix
Indikator Kinerja S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 S13
Performance 5.00 4.42 46.67 85.88 4.50 4.92 4.25 19.29 5.00 4.75 4.75 4.83 4.50
Satuan Skala Skala % % Skala Skala Skala Hari Skala Skala Skala Skala Skala
L E V E L
10 5.00 5.00 100 100 5.00 5.00 5.00 4 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00
9 4.95 4.90 95 99 4.90 4.88 4.88 6 4.88 4.88 4.88 4.88 4.88
8 4.90 4.80 90 98 4.80 4.75 4.75 7 4.75 4.75 4.75 4.75 4.75
7 4.88 4.73 87.5 96 4.73 4.63 4.63 9 4.63 4.63 4.63 4.63 4.63
6 4.85 4.65 85 94 4.65 4.50 4.50 11 4.50 4.50 4.50 4.50 4.50
5 4.83 4.58 82.5 92 4.58 4.38 4.38 12 4.38 4.38 4.38 4.38 4.38
4 4.80 4.50 80 90 4.50 4.25 4.25 14 4.25 4.25 4.25 4.25 4.25
3 4.35 4.13 67.5 80 4.13 3.94 3.94 18 3.94 3.94 3.94 3.94 3.94
2 3.90 3.75 55 70 3.75 3.63 3.63 21 3.63 3.63 3.63 3.63 3.63
1 3.45 3.38 42.5 60 3.38 3.31 3.31 25 3.31 3.31 3.31 3.31 3.31
0 3.00 3.00 30 50.0 3.00 3.00 3.00 28 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
Level 10.00 3.78 1.31 3.59 4.00 9.68 4.00 3.59 10.00 8.00 8.00 8.61 6.00
Weight 0.110 0.080 0.085 0.085 0.140 0.042 0.108 0.160 0.040 0.060 0.037 0.020 0.042
Value 1.10 0.30 0.11 0.31 0.56 0.41 0.43 0.57 0.40 0.48 0.30 0.17 0.25
Indeks 5.392
Pada Tabel 4.19, dapat diketahui bahwa indeks pencapaian kinerja Supplier C adalah
sebesar 5.392. Hal ini berarti bahwa kinerja Supplier C belum memenuhi target karena
berada pada ambang batas 4 sampai dengan 7. Adapun indikator kinerja Supplier C
berdasarkan indikasi warna dari Traffic Light System dapat dilihat pada Tabel 4.20 Tabel 4.20 Indikator Kinerja Supplier C Berdasarkan Traffic Light System
No Subkriteria Supplier No Subkriteria Supplier S1 Produk sesuai standar S8 Lama pemenuhan pesanan S2 Produk tidak cacat S9 Kondisi perusahaan relatif aman dan stabil S3 Ketepatan waktu pengiriman S10 Kemudahan berkomunikasi S4 Ketepatan jumlah pengiriman S11 Kemudahan pengajuan keluhan S5 Kesediaan penggantian produk S12 Respon yang baik S6 Harga penawaran S13 Kecepatan menanggapi keluhan S7 Harga diskon
4.3.3 Goal Programming
Penentuan alokasi order dengan metode Goal Programming dilakukan apabila penilaian
kinerja dengan metode Objective Matrix telah selesai dilakukan sehingga diperoleh nilai
indeks pencapaian kinerja masing-masing supplier yang selanjutnya akan digunakan sebagai
penentu alokasi order kaleng oleh perusahaan kepada masing-masing supplier. Penentuan
alokasi order berdasarkan indeks pencapaian kinerja dengan metode Goal Programming
diawali dengan pembuatan formulasi model matematis. Adapun tahap pembuatan formulasi
model matematis adalah sebagai berikut:
41
1. Menentukan variabel keputusan
: Banyaknya order kaleng ke supplier i
Dimana:
i = Supplier, dengan i = 1, 2, 3
2. Menyatakan fungsi kendala
a. Kendala minimal order, yaitu jumlah minimal order kaleng yang harus dipesan oleh
perusahaan.
, untuk i = 1, 2, 3
Dimana:
: Jumlah minimal order supplier i
b. Kendala kapasitas supplier, yaitu jumlah maksimal order kaleng yang dapat
diterima oleh supplier.
, untuk i = 1, 2, 3
Dimana:
: Jumlah kapasitas supplier i
c. Kendala demand, yaitu jumlah order kaleng yang harus dipenuhi oleh supplier.
, untuk i = 1, 2, 3
Dimana:
: Jumlah demand perusahaan
3. Menyatakan fungsi kendala tujuan
a. Meminimalkan biaya pembelian, yaitu meminimalkan total biaya pembelian dari
harga penawaran (c) yang ditawarkan oleh sejumlah supplier (i).
Min = , untuk i = 1, 2, 3
Dimana:
: Harga penawaran dari supplier i
: Deviasi negatif ke-1, menunjukkan total biaya pembelian kurang dari nilai
yang ditargetkan
: Deviasi positif ke-1, menunjukkan total biaya pembelian lebih dari nilai yang
ditargetkan
A : Total biaya pembelian
b. Memaksimalkan jumlah pembelian, yaitu memaksimalkan jumlah pembelian (q)
dari sejumlah supplier (i) berdasarkan indeks pencapaian kinerja masing-masing
supplier (w).
42
Min = , untuk i = 1, 2, 3
Dimana:
: Indeks pencapaian kinerja supplier i
: Deviasi negatif ke-2, menunjukkan total jumlah pembelian kurang dari nilai
yang ditargetkan
: Deviasi positif ke-2, menunjukkan total jumlah pembelian lebih dari nilai
yang ditargetkan
Q : Total jumlah pembelian
Perlu diketahui bahwa karena kinerja kuantitatif yang berdasarkan data historis
perusahaan nantinya akan diformulasikan sendiri, maka indeks pencapaian kinerja
masing-masing supplier pada konstrain ini akan dikurangi terlebih dahulu dengan
value pada kinerja kuantitatif masing-masing supplier. Adapun indeks pencapaian
kinerja supplier i dapat dilihat pada Tabel 4.15, 4.17, dan 4.19
Supplier X = Indeks (Value S3, S4, S8)
Supplier A = 5.998 (0.26 0.32 0.64) = 4.784
Supplier B = 5.780 (0.30 0.31 0.59) = 4.572
Supplier C = 5.392 (0.11 0.31 0.57) = 4.401
c. Memaksimalkan ketepatan waktu pengiriman, yaitu memaksimalkan jumlah
pembelian (q) dari sejumlah supplier (i) berdasarkan ketepatan waktu pengiriman
masing-masing supplier (kwp).
Min = , untuk i = 1, 2, 3
Dimana:
: Ketepatan waktu pengiriman supplier i
: Deviasi negatif ke-3, menunjukkan tingkat ketepatan waktu pengiriman
kurang dari nilai yang ditargetkan
: Deviasi positif ke-3, menunjukkan tingkat ketepatan waktu pengiriman
lebih dari nilai yang ditargetkan
Q : Total jumlah pembelian
d. Memaksimalkan ketepatan jumlah pengiriman, yaitu memaksimalkan jumlah
pembelian (q) dari sejumlah supplier (i) berdasarkan ketepatan jumlah pengiriman
masing-masing supplier (kjp).
Min = , untuk i = 1, 2, 3
43
Dimana:
: Ketepatan jumlah pengiriman supplier i
: Deviasi negatif ke-4, menunjukkan tingkat ketepatan jumlah pengiriman
kurang dari nilai yang ditargetkan
: Deviasi positif ke-4, menunjukkan tingkat ketepatan jumlah pengiriman
lebih dari nilai yang ditargetkan
: Total jumlah pembelian
e. Memaksimalkan lama pemenuhan pesanan, yaitu memaksimalkan jumlah
pembelian (q) dari sejumlah supplier (i) berdasarkan lama pemenuhan pesanan
masing-masing supplier (lpp).
Min = , untuk i = 1, 2, 3
Dimana:
: Lama pemenuhan pesanan supplier i
: Deviasi negatif ke-5, menunjukkan tingkat lama pemenuhan pesanan
kurang dari nilai yang ditargetkan
: Deviasi positif ke-5, menunjukkan tingkat lama pemenuhan pesanan lebih
dari nilai yang ditargetkan
: Total jumlah pembelian
Perlu diketahui bahwa karena satuan lama pemenuhan pesanan masing-masing
supplier adalah hari, maka perlu dikonversikan terlebih dahulu ke dalam satuan
persentase dengan cara interpolasi agar memiliki interpretasi yang sama dengan
konstrain lainnya. Adapun lama pemenuhan pesanan supplier i dapat dilihat pada
Tabel 4.14, sedangkan contoh interpolasi untuk Supplier A adalah sebagai berikut:
2.16 x 172.8 = 128.8 1.84 x
4 x = 301.6, dimana x = 75.4
4. Formulasi Model Goal Programming
Fungsi Tujuan
Min
Fungsi Kendala Tujuan
a. Meminimalkan biaya pembelian
Harga penawaran supplier dapat dilihat pada Tabel 4.1
1550 + 1050 + 950 3.781.500.000
44
b. Memaksimalkan jumlah pembelian
+ +
c. Memaksimalkan ketepatan waktu pengiriman
Ketepatan waktu pengiriman supplier dapat dilihat pada Tabel 4.14
+ +
d. Memaksimalkan ketepatan jumlah pengiriman
Ketepatan jumlah pengiriman supplier dapat dilihat pada Tabel 4.14
+ +
e. Memaksimalkan lama pemenuhan pesanan
+ +
Fungsi Kendala
a. Konstrain minimal order supplier
Minimal order supplier dapat dilihat pada Tabel 4.1
b. Konstrain kapasitas supplier
Data kapasitas supplier dapat dilihat pada Tabel 4.1
c. Konstrain demand kaleng tiap bulan
+ +
Setelah pembuatan formulasi model matematis telah selesai dilakukan, langkah
selanjutnya adalah melakukan perhitungan dengan menggunakan bantuan software LINGO
dimana inputnya adalah formulasi model matematis yang telah dibuat. Adapun alokasi order
dengan software LINGO dapat dilihat pada Tabel 4.21, sedangkan output perhitungan
dengan software LINGO secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 4.21 Alokasi Order Dengan Metode Goal Programming
Supplier Jumlah (Pcs) Biaya (Rp) A 943.000 1.461.650.000 B 1.377.000 1.445.850.000 C 920.000 874.000.000
Total 3.240.000 3.781.500.000
45
Pada Tabel 4.21, dapat dilihat bahwa urutan supplier dengan total alokasi order
terbanyak adalah Supplier B sebesar 1.377.000, Supplier A sebesar 943.000, dan Supplier C
sebesar 920.000. Adapun perbedaan alokasi order pada masing-masing supplier tersebut
dipengaruhi oleh harga penawaran, indeks pencapaian kinerja, ketepatan waktu pengiriman,
ketepatan jumlah pengiriman, dan lama pemenuhan pesanan masing-masing supplier.
4.4 Analisis dan Pembahasan
Setelah melakukan identifikasi dan perhitungan bobot kriteria dan subkriteria supplier
dengan metode Analytic Hierarchy Process, penilaian kinerja supplier dengan metode
Objective Matrix, dan penentuan alokasi order kaleng kepada supplier dengan metode Goal
Programming, maka selanjutnya akan dilakukan analisis dan pembahasan terkait kriteria dan
subkriteria terpilih beserta bobotnya, analisis kinerja supplier, analisis hasil alokasi order
kaleng, dan analisis sensitivitas.
4.4.1 Analisis Kriteria dan Subkriteria
Kriteria dan subkriteria terpilih beserta bobotnya berdasarkan hasil pengolahan data
pada metode Analytic Hierarchy Process dapat dilihat pada Tabel 4.22 Tabel 4.22 Bobot Kriteria dan Subkriteria Supplier
No Kriteria Bobot Subkriteria Bobot
1 Kualitas 0.19 Produk sesuai standar 0.110 Produk tidak cacat 0.080
2 Pengiriman 0.17 Ketepatan waktu pengiriman 0.085 Ketepatan jumlah pengiriman 0.085
3 Garansi dan Kebijakan Klaim 0.14 Kesediaan penggantian produk 0.140
4 Harga 0.15 Harga penawaran 0.042 Harga diskon 0.108
5 Kemampuan Teknis 0.16 Lama pemenuhan pesanan 0.160 6 Reputasi dan Posisi Perusahaan 0.04 Kondisi perusahaan relatif aman dan stabil 0.040 7 Sistem Komunikasi 0.06 Kemudahan berkomunikasi 0.060
8 Layanan Keluhan 0.10 Kemudahan pengajuan keluhan 0.037
Respon yang baik 0.020 Kecepatan menanggapi keluhan 0.042
Pada Tabel 4.22, dapat dilihat bahwa dari ke-8 kriteria terpilih yang dibutuhkan oleh
CV. Pasific Harvest untuk melakukan penilaian kinerja supplier dan penentuan alokasi order
kaleng, terdapat kriteria tertinggi, yaitu kriteria kualitas, dengan bobot sebesar 0.19. Hal ini
dikarenakan kualitas bahan baku kaleng dari supplier memiliki pengaruh yang paling
signifikan terhadap produk akhir CV. Pasific Harvest, mengingat produk akhir tersebut
adalah makanan olahan laut dengan kandungan manfaat yang terbatas waktu serta memiliki
46 sifat mudah terkontaminasi, maka bahan baku kaleng dari supplier haruslah berkualitas baik
dari segi ketahanan kaleng maupun dari segi keamanan zat yang terkandung dalam kaleng.
Selain kriteria tertinggi, pada Tabel 4.22, terdapat pula kriteria terendah, yaitu kriteria
reputasi dan posisi perusahaan, dengan bobot sebesar 0.04. Hal ini dikarenakan reputasi dan
posisi perusahaan hanya berpengaruh terhadap kerjasama yang terjalin diantara kedua belah
pihak. Karena apabila reputasi dan posisi perusahaan supplier baik, maka dapat dipastikan
bahwa supplier tersebut senantiasa mampu memenuhi pesanan CV. Pasific Harvest sesuai
permintaan.
Selain kriteria tertinggi dan terendah, pada Tabel 4.22, terdapat pula subkriteria
tertinggi dan terendah tiap kriteria. Untuk kriteria kualitas misalnya, subkriteria produk
sesuai standar memiliki bobot lebih besar dibanding subkriteria produk tidak cacat. Hal ini
dikarenakan meskipun keduanya sama-sama memiliki pengaruh terhadap produk akhir CV.
Pasific Harvest, namun pengaruh dan dampak yang disebabkan oleh kesalahan produk tidak
sesuai standar tidak hanya pada produk akhir CV. Pasific Harvest melainkan juga pada
konsumen yang mengkonsumsi produk akhir tersebut. Adapun analisis dan pembahasan
untuk bobot subkriteria lainnya adalah sebagai berikut:
a. Kriteria Pengiriman
Bobot subkriteria ketepatan waktu pengiriman dan ketepatan jumlah pengiriman adalah
sama, yaitu sebesar 0.085. Hal ini dikarenakan apabila waktu pengiriman tidak tepat
maka akan berdampak buruk pada kondisi ikan dan bumbu olahan. Begitupun apabila
jumlah pengiriman tidak tepat maka akan berdampak buruk pada kondisi ikan dan
bumbu olahan yang tidak mencukupi untuk dilakukan pengawetan dengan cara
pengalengan.
b. Kriteria Harga
Bobot subkriteria harga diskon, yaitu 0.108, lebih besar dibanding bobot harga
penawaran, yaitu 0.042. Hal ini dikarenakan subkriteria harga diskon lebih memberikan
keuntungan pada aspek finansial perusahaan.
c. Kriteria Pelayanan
Urutan bobot subkriteria pada kriteria pelayanan adalah 0.042 untuk kecepatan
menanggapi keluhan, 0.037 untuk kemudahan pengajuan keluhan, dan 0.020 untuk
respon yang baik. Hal ini dikarenakan subkriteria kecepatan menanggapi keluhan lebih
memberikan banyak keuntungan karena apabila supplier dapat dengan tanggap
mengetahui permasalahan perusahaan dan dapat dengan cepat memperbaiki
permasalahan tersebut maka perusahan pun dapat segera menjalankan bisnisnya
47
kembali dengan lancar. Kemudian, subkriteria kemudahan pengajuan keluhan juga
lebih memberikan keuntungan karena apabila keluhan yang dimiliki perusahaan dapat
dengan mudah diajukan kepada supplier maka supplier akan segera menerima keluhan
tersebut dan keluhan tersebut pun dapat dengan segera terselesaikan.
4.4.2 Analisis Kinerja Supplier
Indeks pencapaian kinerja supplier kaleng CV. Pasific Harvest berdasarkan hasil
pengolahan data pada metode Objective Matrix dapat dilihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Pencapaian kinerja supplier kaleng CV. Pasific Harvest
Pada Gambar 4.4, dapat dilihat bahwa pencapaian kinerja ketiga supplier kaleng CV.
Pasific Harvest berada pada rentang nilai 4 sampai dengan 7 yang berarti bahwa kinerja
ketiga supplier kaleng tersebut belum memenuhi target. Hal ini dikarenakan dari ke-13
indikator kinerja terdapat beberapa indikator kinerja yang terindikasi warna merah
berdasarkan Traffic Light System pada masing-masing penilaian kinerja supplier. Adapun
indikator kinerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.23 Tabel 4.23 Indikator Kinerja yang Terindikasi Warna Merah
No Subkriteria Supplier A B C No Subkriteria Supplier A B C S1 Produk sesuai standar S8 Lama pemenuhan pesanan S2 Produk tidak cacat S9 Kondisi perusahaan relatif aman
dan stabil
S3 Ketepatan waktu pengiriman S10 Kemudahan berkomunikasi S4 Ketepatan jumlah pengiriman S11 Kemudahan pengajuan keluhan S5 Kesediaan penggantian produk S12 Respon yang baik S6 Harga penawaran S13 Kecepatan menangani keluhan S7 Harga diskon
Adapun analisis penyebab indikator kinerja yang terindikasi warna merah berdasarkan
hasil wawancara dan diskusi dengan supplier kaleng CV. Pasific Harvest adalah sebagai
berikut:
5.9985.780
5.3925.05.25.45.65.86.06.2
A B C
Inde
ks K
iner
ja
Supplier Kaleng
Pencapaian Kinerja Supplier Kaleng
48 a. Indikator Kinerja Produk Tidak Cacat
1. Terjadinya kesalahan setting pada mesin produksi kaleng, seperti halnya kecepatan
mesin maupun perlakuan panas atau dingin yang tidak sesuai aturan, karena
kesalahan pemahaman yang disebabkan oleh SOP kurang jelas mengakibatkan
kerusakan pada produk kaleng on process.
2. Terjadinya kerusakan pada mesin produksi kaleng karena kurangnya perawatan
mesin sehingga mesin tiba-tiba mati dan mengakibatkan kerusakan pada produk
kaleng on process.
3. Kurangnya konsentrasi pekerja karena kelelahan yang disebabkan oleh lama waktu
kerja mengakibatkan kesalahan pengerjaan pada proses produksi kaleng serta
kesalahan pemindahan pada hasil akhir kaleng.
4. Kurangnya keahlian dan kedisiplinan pekerja karena kurangnya pengalaman kerja
yang disebabkan oleh masa kerja baru mengakibatkan kesalahan pengerjaan pada
proses produksi kaleng serta kesalahan pemindahan pada hasil akhir kaleng.
5. Kurangnya perlindungan terhadap kaleng karena packaging kurang efektif
mengakibatkan kerusakan pada hasil akhir kaleng saat penyimpanan di gudang
maupun di armada transportasi pengiriman pesanan kaleng ke konsumen.
Gambar 4.5 Fishbone diagram indikator kinerja produk tidak cacat
b. Indikator Kinerja Ketepatan Waktu Pengiriman
1. Terjadinya kerusakan pada mesin produksi kaleng karena kurangnya perawatan
sehingga sehingga perusahaan harus menunggu perbaikan mesin produksi dan
mengakibatkan pengiriman pesanan melebihi waktu kesepakatan.
49
2. Terjadinya penurunan efisiensi pada mesin produksi kaleng karena lama masa
pakai sehingga proses produksi lebih lama dari biasanya dan mengakibatkan
pengiriman pesanan melebihi waktu kesepakatan.
3. Kurangnya ketersediaan bahan baku pembuatan kaleng untuk pemenuhan pesanan
kaleng karena kesalahan perencanaan sehingga perusahaan harus menunggu
pesanan bahan baku tambahan dan mengakibatkan pengiriman pesanan melebihi
waktu kesepakatan.
4. Kurangnya jumlah pekerja karena banyaknya jumlah pekerja absen sehingga
pemenuhan pesanan lebih lama dari biasanya dan mengakibatkan pengiriman
pesanan melebihi waktu kesepakatan.
5. Terjadinya kesalahan informasi waktu pengiriman antara perusahaan dan
konsumen mengakibatkan perusahaan tidak melakukan pengiriman pada waktu
yang dimaksudkan oleh konsumen.
Gambar 4.6 Fishbone diagram indikator kinerja ketepatan waktu pengiriman
c. Indikator Kinerja Ketepatan Jumlah Pengiriman
1. Terjadinya kerusakan pada mesin produksi kaleng karena kurangnya perawatan
sehingga memerlukan perbaikan yang melebihi waktu kesepakatan dan
mengakibatkan pesanan terpaksa dikirim dengan jumlah yang tidak sesuai dengan
permintaan konsumen.
2. Terjadinya penurunan efisiensi pada mesin produksi kaleng karena lama masa
pakai sehingga pemenuhan pesanan melebihi waktu kesepakatan dan
mengakibatkan pesanan terpaksa dikirim dengan jumlah yang tidak sesuai dengan
permintaan konsumen.
50
3. Kurangnya ketersediaan bahan baku pembuatan kaleng untuk pemenuhan pesanan
kaleng karena kesalahan perencanaan sehingga memerlukan pemesanan bahan
baku tambahan yang melebihi waktu kesepakatan dan mengakibatkan pesanan
terpaksa dikirim dengan jumlah yang tidak sesuai dengan permintaan konsumen.
4. Banyaknya jumlah kaleng yang cacat karena kurangnya pengawasan pada proses
produksi sehingga harus di reject dan mengakibatkan pesanan terpaksa dikirim
dengan jumlah yang tidak sesuai dengan permintaan konsumen.
5. Kurangnya jumlah pekerja karena banyaknya jumlah pekerja absen sehingga
memerlukan pemenuhan pesanan yang melebihi waktu kesepakatan dan
mengakibatkan pesanan terpaksa dikirim dengan jumlah yang tidak sesuai dengan
permintaan konsumen.
6. Terjadinya kesalahan informasi jumlah pengiriman antara perusahaan dan
konsumen mengakibatkan perusahaan tidak melakukan pengiriman dengan jumlah
yang dimaksudkan oleh konsumen.
Gambar 4.7 Fishbone diagram indikator kinerja ketepatan jumlah pengiriman
d. Indikator Kinerja Harga Diskon
1. Keterbatasan jumlah kaleng yang diproduksi karena kurangnya ketersediaan bahan
baku yang disebabkan oleh kesalahan perencanaan mengakibatkan perusahaan
enggan memberikan harga diskon berdasarkan pertimbangan finansial.
2. Jumlah order kaleng kurang dari jumlah minimal yang ditentukan oleh perusahaan
dalam memberikan harga diskon sehingga perusahaan enggan memberikan harga
diskon berdasarkan pertimbangan finansial.
3. Terjadinya kenaikan harga bahan baku pembuatan kaleng karena keterbatasan
bahan baku di alam mengakibatkan perusahaan enggan memberikan harga diskon
berdasarkan pertimbangan finansial.
51
Gambar 4.8 Fishbone diagram indikator kinerja harga diskon e. Indikator Kinerja Lama Pemenuhan Pesanan
1. Terjadinya kerusakan pada mesin produksi kaleng karena kurangnya perawatan
sehingga perusahaan harus menunggu perbaikan mesin produksi dan
mengakibatkan lama pemenuhan pesanan lebih lama dari biasanya.
2. Terjadinya penurunan efisiensi pada mesin produksi kaleng karena lama masa
pakai sehingga proses produksi lebih lama dari biasanya dan mengakibatkan lama
pemenuhan pesanan juga lebih lama dari biasanya.
3. Kurangnya jumlah pekerja karena banyaknya jumlah pekerja absen sehingga
pemenuhan pesanan lebih lama dari biasanya dan mengakibatkan lama pemenuhan
pesanan juga lebih lama dari biasanya.
4. Kurangnya ketersediaan bahan baku pembuatan kaleng untuk pemenuhan pesanan
kaleng karena kesalahan perencanaan sehingga perusahaan harus menunggu
pesanan bahan baku tambahan dan mengakibatkan lama pemenuhan pesanan lebih
lama dari biasanya.
Gambar 4.9 Fishbone diagram indikator kinerja lama pemenuhan pesanan
52
Berdasarkan analisis penyebab indikator kinerja yang terindikasi warna merah, maka
rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyebab permasalahan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.24
Tabel 4.24 Rekomendasi Perbaikan
No Penyebab Permasalahan Rekomendasi Perbaikan 1 Kurangnya konsentrasi pekerja Menerapkan shift work 2 Kurangnya keahlian dan kedisiplinan pekerja Memberikan training secara berkala 3 Banyaknya jumlah pekerja absen Menerapkan punishment and reward 4 Kesalahan informasi Melakukan sharing information 5 Kerusakan mesin Melakukan perawatan secara berkala 6 Kesalahan setting mesin Memberikan SOP secara jelas 7 Efisiensi mesin menurun Melakukan kalibrasi secara berkala 8 Kaleng kurang terlindungi Meningkatkan efektivitas packaging 9 Kesalahan perencanaan Menerapkan model CPFR 10 Banyaknya kaleng reject Menerapkan quality control 11 Ketersediaan bahan baku di alam Mencari alternatif bahan baku lain
Adapun penjelasan dari rekomendasi perbaikan pada Tabel 4.24 adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan shift work
Shift work adalah penjadwalan kerja, baik secara permanen maupun berkala diluar
waktu kerja normal. Shift work penting untuk menjaga keberlangsungan proses
produksi dan menjaga siklus circadian sehingga pekerja tidak lagi mengalami kelelahan
dan kurang konsentrasi karena waktu kerja dan waktu istirahat yang sudah terporsi
dengan baik. Shift work dapat dilakukan 3 shift dalam 1 hari dengan 8 jam kerja oleh 4
tim dimana pertukaran shift dapat dilakukan rutin setiap minggunya.
2. Memberikan training secara berkala
Training adalah proses sistematis dimana karyawan memperdalam pengetahuan,
kemampuan, ketrampilan, dan perilaku terhadap tujuan pribadi maupun organisasi.
Tujuan training adalah meningkatkan ketrampilan karyawan sesuai dengan perubahan
teknologi dan memberikan orientasi karyawan untuk lebih mengenal organisasinya
sehingga training dapat dilakukan minimal 1 bulan sekali dengan diikuti oleh seluruh
karyawan perusahaan secara bergiliran.
3. Menerapkan punishment and reward
Untuk mengatasi banyaknya jumlah pekerja absen adalah dengan memberikan
punishment berupa pengurangan gaji, penurunan jabatan, ataupun pemutusan kerja bagi
pekerja yang melakukan absen dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
dan telah melampaui batas maksimal jumlah absen yang ditetapkan oleh perusahaan
secara terus-menerus atau berulang; serta dengan memberikan reward berupa
53
penambahan gaji, kenaikan jabatan, voucher belanja, ataupun liburan bagi pekerja
terpilih yang tidak pernah melakukan absen dengan disertai peningkatan kinerja
ataupun kinerja baik. Sehingga dengan menerapkan kedua hal tersebut, pekerja menjadi
lebih disiplin dan termotivasi untuk tidak melakukan absen.
4. Melakukan sharing information
Untuk mengatasi kesalahan informasi, perusahaan dapat melakukan sharing
information terkait pengecekan pesanan secara berkala dan transparan melalui media
elektronik seperti telepon, hp, fax, maupun email serta media sosial seperti whats app,
line, maupun bbm sehingga kebenaran dan pembaharuan informasi antara perusahaan
dan supplier dapat terjaga dengan baik.
5. Melakukan perawatan mesin secara berkala
Perawatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan dan mengembalikan
mesin ke kondisi terbaik sehingga proses produksi dapat dilakukan secara optimal.
Perawatan dapat berupa pemeriksaan, pemberian minyak, perbaikan, dan penggantian
komponen. Perawatan dapat dilakukan secara berkala, yaitu harian, mingguan, bulanan,
maupun tahunan tergantung jenis mesin dan frekuensi pemakaiannya; atau secara
prediktif, yaitu melakukan analisa perilaku mesin sehingga dapat diketahui kapan mesin
akan mengalami kerusakan.
6. Memberikan SOP (Standard Operational Procedure) secara jelas
SOP merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan kegiatan operasional
organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar. Salah satu tujuan SOP adalah
sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan tertentu bagi pekerja, sehingga dengan
memberikan SOP penggunaan mesin dan pembuatan kaleng melalui bahasa nasional
yang mudah dimengerti dan dengan disertai gambar, maka pekerja dapat lebih mudah
memahami SOP tersebut dan kesalahan setting mesin yang dilakukan pekerja dapat
teratasi dengan baik.
7. Melakukan kalibrasi secara berkala
Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang
ditunjukkan oleh instrumen atau sistem pengukuran dengan nilai yang sudah diketahui
dan diukur dalam kondisi tertentu. Tujuan kalibrasi adalah untuk mendukung sistem
mutu dimana selang waktu kalibrasi dipengaruhi oleh jenis alat ukur, frekuensi
pemakaian, dan pemeliharaan sehingga kalibrasi dapat dilakukan secara berkala setiap
1 tahun sekali ataupun setiap 1000 jam pakai sekali.
54 8. Meningkatkan efektivitas packaging kaleng
Pada umumnya, packaging kaleng kosong hanya terdiri dari alas kayu dan plastik.
Mengingat jauhnya jarak pengiriman kaleng dan jumlah pemindahan kaleng yang lebih
dari satu kali membuat packaging tersebut kurang efektif karena dapat menyebabkan
kerusakan pada kaleng, seperti adanya goresan maupun peok. Untuk mengatasi sekecil
mungkin penyebab kerusakan pada kaleng, maka perusahaan sebaiknya meningkatkan
efektivitas packaging dengan menggunakan packaging tertutup sehingga kaleng dapat
terlindungi dengan baik.
9. Menerapkan model CPFR (Collaborative, Planning, Forecasting, and Replenishment)
Untuk mengatasi kesalahan perencanaan, perusahaan dan supplier bahan baku
pembuatan kaleng perlu menerapkan model CPRF. Inti dari CPFR adalah mengurangi
perbedaan antara ramalan yang dibuat oleh dua atau lebih pelaku supply chain,
kemudian secara bersama-sama menentukan kebijakan replenishment. Adapun tahapan
CPFR terdiri dari strategy and planning, demand and supply management, execution,
dan analysis (Pujawan dan Mahendrawathi, 2010).
10. Menerapkan quality control
Untuk mengatasi banyaknya kaleng reject, perusahaan perlu menerapkan quality
control dengan menggunakan metode seperti six sigma atau taguchi dan disertai dengan
analisis penyebab menggunakan fishbone diagram atau root cause analysis sehingga
dengan penerapan tersebut diharapkan perusahaan dapat melakukan evaluasi dan
perbaikan secara berkala atau continuous improvement.
11. Mencari alternatif bahan baku lain
Dalam dunia industri, ada kondisi dimana ketersediaan bahan baku di alam terbatas dan
menyebabkan harga bahan baku tersebut mengalami kenaikan, sehingga untuk
mengatasi hal tersebut perusahaan perlu mencari alternatif bahan baku lain. Misalnya,
ketika ketersediaan enamel, yaitu pelapis kaleng plat timah yang berguna untuk
mencegah terjadinya kontaminasi antara kaleng dengan bahan pangan yang dikemas,
jenis epoxy amine lacquers terbatas di alam dan tidak mencukupi kebutuhan, maka
perusahaan dapat menggunakan enamel jenis epoxy phenolic meskipun keunggulannya
tidak lebih baik dibanding jenis enamel yang sering digunakan oleh perusahaan.
55
Adapun rekomendasi perbaikan untuk CV. Pasific Harvest adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan model CPFR (Collaborative, Planning, Forecasting, and Replenishment)
Meskipun CV. Pasific Harvest dan supplier kaleng adalah perusahaan make by order,
namun kedua perusahaan tersebut tetap memerlukan perencanaan berdasarkan analisa
perilaku permintaan yang fluktuatif sehingga kebutuhan bahan baku dapat terpenuhi
dengan baik.
2. Melakukan sharing information
CV. Pasific Harvest dan supplier kaleng sebaiknya melakukan sharing information
terkait pesanan kaleng secara rutin dan transparan, tidak hanya melalui media elektronik
seperti email melainkan juga melalui media sosial seperti whats app sehingga kebenaran
dan pembaharuan informasi antara perusahaan dan supplier dapat terjaga dengan baik.
3. Menentukan alokasi order berdasarkan kinerja supplier
CV. Pasific Harvest sebaiknya melakukan penentuan alokasi order kaleng berdasarkan
indeks pencapaian kinerja supplier dan beberapa pertimbangan lain apabila diperlukan,
sehingga dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan, baik dari segi waktu,
loyalitas, maupun finansial, karena alokasi order kaleng telah ditentukan dengan bijak
dan memberikan hasil yang optimal.
4.4.3 Analisis Alokasi Order Kaleng
Alokasi order kaleng berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software
LINGO pada penerapan metode Goal Programming dapat dilihat pada Tabel 4.25 Tabel 4.25 Alokasi Order Dengan Metode Goal Programming
Supplier Jumlah (Pcs) Biaya (Rp) A 943.000 1.461.650.000 B 1.377.000 1.445.850.000 C 920.000 874.000.000
Total 3.240.000 3.781.500.000 Pada Tabel 4.25, dapat dilihat bahwa urutan supplier dengan total alokasi order
terbanyak adalah Supplier B sebesar 1.377.000, Supplier A sebesar 943.000, dan Supplier C
sebesar 920.000. Adapun perbedaan alokasi order pada masing-masing supplier tersebut
dipengaruhi oleh banyak aspek sehingga meskipun pada aspek indeks pencapaian kinerja
Supplier A lebih unggul dibandingkan Supplier B dan C, namun pada aspek lain seperti
harga penawaran misalnya, Supplier A tidak lebih unggul karena memberikan harga yang
lebih mahal dibandingkan supplier lain, maka akan membuat Supplier A tidak dapat
menerima alokasi order terbanyak mengingat hal tersebut dapat merugikan perusahaan dari
56 segi finansial. Hal ini tidak hanya berlaku pada kedua aspek tersebut saja melainkan juga
berlaku pada aspek-aspek lain, seperti ketepatan waktu pengiriman, ketepatan jumlah
pengiriman, dan lama pemenuhan pesanan masing-masing supplier.
Berikut ini merupakan perbandingan alokasi order perusahaan dan alokasi order dengan
metode Goal Programming. Perbandingan dilakukan guna mengetahui alokasi order yang
lebih optimal dan mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan. Tabel 4.26 Perbandingan Alokasi Order
Supplier Alokasi Order Perusahaan Alokasi Order Goal Programming Jumlah (Pcs) Biaya (Rp) Jumlah (Pcs) Biaya (Rp)
A 987.500 1.530.625.000 943.000 1.461.650.000 B 1.110.000 1.165.500.000 1.377.000 1.445.850.000 C 1.142.500 1.085.375.000 920.000 874.000.000
Total 3.240.000 3.781.500.000 3.240.000 3.781.500.000
Pada Tabel 4.26, dapat dilihat bahwa meskipun total alokasi order serta total biaya
pembelian perusahaan dan Goal Programming adalah sama, yaitu sebesar 3.240.000 dan
3.781.500.000, namun alokasi order kaleng perusahaan dan Goal Programming kepada
masing-masing supplier adalah berbeda. Untuk Supplier A, order perusahaan lebih tinggi
dibandingkan order Goal Programming, yaitu sebesar 987.500 dibanding 943.000. Untuk
Supplier B, order perusahaan lebih rendah dibandingkan order Goal Programming, yaitu
sebesar 1.110.000 dibanding 1.377.000. Dan untuk Supplier C, order perusahaan lebih
tinggi dibandingkan order Goal Programming, yaitu sebesar 1.142.500 dibanding 920.000.
Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat diketahui bahwa alokasi order dengan metode
Goal Programming lebih optimal dibandingkan alokasi order perusahaan karena jumlah
kaleng yang didapatkan perusahaan dari supplier yang memiliki kinerja baik lebih tinggi
dibandingkan jumlah kaleng yang didapatkan perusahaan dari supplier yang memiliki
kinerja rendah, sehingga hal tersebut dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.
4.4.4 Analisis Sensitivitas
Setelah penentuan alokasi order dengan metode Goal Programming telah selesai
dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis sensitivitas guna
mengetahui apakah perubahan parameter berdampak pada perubahan kinerja sistem beserta
keuntungannya, sehingga nantinya dampak dari perubahan parameter tersebut dapat
diketahui dan diantisipasi terlebih dahulu (Siringoringo, 2005). Adapun analisis sensitivitas
pada penelitian ini dilakukan berdasarkan dua perubahan sebagai berikut:
57 1. Analisis Sensitivitas Perubahan Harga
Perubahan yang sering terjadi adalah peningkatan harga sebesar 10% dari harga
awal, dimana pada umumnya peningkatan tersebut berupa pajak pembelian atau (PPN)
yang diberlakukan oleh supplier. Adapun alokasi order kaleng berdasarkan peningkatan
harga dengan menggunakan software LINGO dapat dilihat pada Tabel 4.27
Tabel 4.27 Alokasi Order Berdasarkan Peningkatan Harga
Supplier Sebelum Peningkatan Setelah Peningkatan Jumlah (Pcs) Biaya (Rp) Jumlah (Pcs) Biaya (Rp)
A 943.000 1.461.650.000 940.000 1.645.000.000 B 1.377.000 1.445.850.000 1.380.000 1.593.900.000 C 920.000 874.000.000 920.000 961.400.000
Total 3.240.000 3.781.500.000 3.240.000 4.200.300.000
Pada Tabel 4.27, dapat dilihat bahwa dengan adanya peningkatan harga sebesar
10% dari harga awal, maka total alokasi order kaleng tidak mengalami perubahan atau
sama, yaitu sebesar 3.240.000, namun total biaya order kaleng mengalami perubahan
dari total awal sebesar 3.781.500.000 menjadi 4.200.300.000. Selain itu, dengan adanya
peningkatan harga sebesar 10% dari harga awal, total alokasi order kaleng kepada
masing-masing supplier juga mengalami perubahan berupa penurunan total alokasi
order Supplier A dari total awal sebesar 943.000 menjadi 940.000, dan peningkatan
total alokasi order Supplier B dari total awal sebesar 1.377.000 menjadi 1.380.000.
Perubahan itu terjadi karena mengingat fungsi kendala tujuan salah satunya adalah
meminimalkan biaya, maka ketika peningkatan harga sebesar 10% terjadi, perusahaan
akan mengalokasikan order kaleng sebesar kapasitas kaleng yang dimiliki oleh supplier
dengan harga penawaran yang lebih terjangkau, yaitu Supplier B dan C, sementara
sisanya dialokasikan kepada Supplier A.
Selain perubahan berupa peningkatan harga sebesar 10%, terdapat juga perubahan
berupa penurunan harga sebesar 10%, dimana pada umumnya penurunan tersebut
berupa diskon yang diberikan oleh supplier. Adapun alokasi order kaleng berdasarkan
penurunan harga dengan menggunakan software LINGO dapat dilihat pada Tabel 4.28
Tabel 4.28 Alokasi Order Berdasarkan Penurunan Harga
Supplier Sebelum Penurunan Setelah Penurunan Jumlah (Pcs) Biaya (Rp) Jumlah (Pcs) Biaya (Rp)
A 943.000 1.461.650.000 1.740.000 2.427.300.000 B 1.377.000 1.445.850.000 580.000 548.100.000 C 920.000 874.000.000 920.000 786.600.000
Total 3.240.000 3.781.500.000 3.240.000 3.762.000.000
58
Pada Tabel 4.28, dapat dilihat bahwa dengan adanya penurunan harga sebesar 10%
dari harga awal, maka total alokasi order kaleng tidak mengalami perubahan atau sama,
yaitu sebesar 3.240.000, namun total biaya order kaleng mengalami perubahan dari total
awal sebesar 3.781.500.000 menjadi 3.762.000.000. Selain itu, dengan adanya
penurunan harga sebesar 10% dari harga awal, total alokasi order kaleng kepada
masing-masing supplier juga mengalami perubahan berupa peningkatan total alokasi
order Supplier A dari total awal sebesar 943.000 menjadi 1.740.000, dan penurunan
total alokasi order Supplier B dari total awal sebesar 1.377.000 menjadi 580.000.
2. Analisis Sensitivitas Perubahan Jumlah Permintaan
Perubahan yang sering terjadi selain perubahan harga adalah perubahan jumlah
permintaan, dimana pada umumnya perubahan tersebut berupa peningkatan jumlah
permintaan sebesar 10% karena musim ikan, bulan ramadhan, dan hari raya agama
tertentu. Adapun alokasi order kaleng berdasarkan peningkatan jumlah permintaan
dengan menggunakan software LINGO dapat dilihat pada Tabel 4.29 Tabel 4.29 Alokasi Order Berdasarkan Peningkatan Jumlah Permintaan
Supplier Sebelum Peningkatan Setelah Peningkatan Jumlah (Pcs) Biaya (Rp) Jumlah (Pcs) Biaya (Rp)
A 943.000 1.461.650.000 1.264.000 1.959.200.000 B 1.377.000 1.445.850.000 1.380.000 1.449.000.000 C 920.000 874.000.000 920.000 874.000.000
Total 3.240.000 3.781.500.000 3.564.000 4.282.200.000
Pada Tabel 4.29, dapat dilihat bahwa dengan adanya peningkatan jumlah
permintaan sebesar 10% dari jumlah permintaan awal, maka total alokasi dan biaya
order kaleng mengalami perubahan. Adapun perubahan tersebut berupa peningkatan
total alokasi order kaleng dari total awal sebesar 3.240.000 menjadi 3.564.000, dan
peningkatan total biaya order kaleng dari total awal sebesar 3.781.500.000 menjadi
4.282.200.000. Selain itu, dengan adanya peningkatan jumlah permintaan sebesar 10%,
total alokasi order kaleng kepada masing-masing supplier juga mengalami perubahan
berupa peningkatan total alokasi order Supplier A dari total awal sebesar 943.000
menjadi 1.264.000, dan peningkatan total alokasi order Supplier B dari total awal
sebesar 1.377.000 menjadi 1.380.000. Perubahan itu terjadi karena mengingat fungsi
kendala tujuan salah satunya adalah memaksimalkan jumlah pembelian, maka ketika
peningkatan jumlah permintaan sebesar 10% terjadi, perusahaan akan mengalokasikan
order kaleng sebesar kapasitas kaleng yang dimiliki oleh supplier dengan harga
59
penawaran yang lebih terjangkau, yaitu Supplier B dan C, sementara sisanya
dialokasikan kepada Supplier A.
Selain perubahan berupa peningkatan jumlah permintaan sebesar 10%, terdapat
juga perubahan berupa penurunan jumlah permintaan sebesar 10%, dimana pada
umumnya penurunan tersebut terjadi ketika ikan lebih susah diperoleh karena kondisi
laut yang memang kurang mendukung. Adapun alokasi order kaleng berdasarkan
penurunan jumlah permintaan dengan menggunakan software LINGO dapat dilihat
pada Tabel 4.30
Tabel 4.30 Alokasi Order Berdasarkan Penurunan Jumlah Permintaan
Supplier Sebelum Penurunan Setelah Penurunan Jumlah (Pcs) Biaya (Rp) Jumlah (Pcs) Biaya (Rp)
A 943.000 1.461.650.000 1.623.400 2.516.270.000 B 1.377.000 1.445.850.000 372.600 391.230.000 C 920.000 874.000.000 920.000 874.000.000
Total 3.240.000 3.781.500.000 2.916.000 3.781.500.000
Pada Tabel 4.30, dapat dilihat bahwa dengan adanya penurunan jumlah permintaan
sebesar 10% dari jumlah permintaan awal, maka total alokasi order kaleng mengalami
perubahan dari total awal sebesar 3.240.000 menjadi 2.916.000, sedangkan total biaya
order kaleng tidak mengalami perubahan atau sama, yaitu sebesar 3.781.500.000.
Selain itu, total alokasi order kaleng kepada masing-masing supplier juga mengalami
perubahan berupa peningkatan total alokasi order Supplier A dari total awal sebesar
943.000 menjadi 1.623.400, dan penurunan total alokasi order Supplier B dari total awal
sebesar 1.377.000 menjadi 372.600.
Recommended