View
224
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Alat Tangkap di Kabupten Indramayu
Hasil inventarisasi jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten
Indramayu (Tabel 6) didominasi oleh alat tangkap berupa jaring, yakni pukat
pantai (1.461 unit) dan jaring insang hanyut (1.080 unit).
Tabel 6. Jumlah Alat Tangkap Perikanan Laut Menurut Ukuran Kapal di
Kabupaten Indramayu Tahun 2012
Jenis Alat Tangkap
Ukuran GT (Unit)
0-5
>5-
10
>10-
20
>20-
30
>30-
50
>50-
100 Jumlah
Pukat Kantong:
- Payang 71 60 13 21
165
- Dogol (Termasuk Lampara
dasar dan Arad) 109 309 187 26 3
634
- Pukat Pantai 745 716
1461
Pukat Cincin
7 2
9
Jaring Insang:
- Jaring Insang Hanyut
(termasuk jaring rampus
dan gill net millenium
millenium)
523 378 24 57 93 5 1080
- Jaring Insang Lingkar
64 112 137
313
- Jaring Kelitik 250 157
407
Perangkap (Trap):
- Bubu 770
770
- Sero 60 165
225
Pancing (Termasuk pancing
ulur, pancing rawai, dan
pancing lainnya)
37 87 27 19 15
185
Alat Lainnya 423 139 196 58 1
817
Jumlah
6066
Sumber: Data Statistik Perikanan Tangkap (Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten
Indramayu) 2013
32
Pukat pantai digunakan untuk menangkap ikan-ikan demersal sedangkan
jaring insang hanyut digunkan untuk menangkap ikan-ikan pelagis. Keadaan
tersebut mengindikasikan bahwa target penangkapan di daerah ini adalah ikan-ikan
pelagis dan demersal. Pukat pantai dan jaring insang banyak digunakan karena
selain mudah dioperasikan juga menghasilkan tangkapan dalam jumlah yang besar.
Penyebaran alat tangkap tidak merata di setiap pelabuhan pantai (Lampiran
3). Menurut data armada perikanan tangkap Kabupaten Indramayu (2012), dari 16
pusat pendaratan ikan, PPI Karangsong merupakan tempat yang memiliki armada
perikanan tangkap paling banyak yakni hampir 20% dari keseluruhan armada kapal
penangkap ikan di Kabupaten Indramayu. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan
perikanan tangkap di Karangsong merupakan kegiatan perikanan tangkap yang
paling tinggi. Dapat dikatakan bahwa alat tangkap maupun armada kapal yang
digunakan di PPI Karangsong dapat mewakili seluruh alat tangkap dan armada
kapal yang digunakan di Kabupaten Indramayu.
Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Indramayu sangat beragam dari
mulai jaring yang beraneka ragam bentuk jenis dan ukurannya, pancing maupun
perangkap. Keadaan ini meningkatkan pertumbuhan produksi perikanan tangkap
Indramayu, namun di sisi lain jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa adanya
pembatasan, maka dapat memicu terjadinya overfishing. Menurut Hamdan (2007)
pembatasan ragam alat tangkap harus dilakukan agar mengurangi kemungkinan
terjadinya overfishing. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Hikmayani
(2007), bahwa pembatasan alat tangkap dan penguatan armada penangkapan harus
dilakukan, baik melalui perubahan armada penangkapan dari skala kecil menjadi
lebih besar maupun mengurangi alat tangkap yang sifatnya aktif dan menggantinya
dengan yang lebih ramah lingkungan.
Penilaian tingkat keramahan alat tangkap di Kabupaten Indramayu diwakili
oleh alat tangkap yang dominan digunakan. Menurut hasil inventarisasi maka
diambil beberapa sampel alat tangkap antara lain, arad dari kelompok pukat
kantong, jaring rampus dan gill net millenium dari kelompok jaring insang,
pancing rawai dari kelompok pancing, dan bubu lipat dari kelompok perangkap
(trap). Berikut ini deskripsi alat tangkap yang dijadikan sampel penelitian:
33
A. Jaring Rampus
Jaring rampus merupakan jenis alat tangkap yang termasuk dalam
kelompok jaring insang. Jaring rampus yang digunakan oleh nelayan di PPI
Karangsong rata-rata memiliki panjang 2,5 mil dengan lebar 9 depa atau sekitar
13,5 meter. Alat ini dioperasikan pada bagian permukaan atau disebut juga surface
gill net. Mata jaring pada alat ini memiliki ukuran mesh size sebesar 4 inci dan
memiliki hasil tangkapan yang didominasi oleh ikan-ikan pelagis. Target utama
dari alat tangkap ini adalah ikan tongkol (Thunnus tonggo) dan ikan tenggiri
(Scomberomorus commersoni). Selain itu jaring rampus juga menangkap ikan
belidah, kawang, selar, kembung, cucut dan sebagainya.
Kapal yang mengoperasikan jaring rampus memiliki kisaran ukuran antara
2 - 5 GT dengan kapasitas palkah untuk memuat hasil tangkapan optimal sebanyak
2 - 4,5 ton dalam satu trip. Dalam saru kapal terdiri dari 1 orang nakhoda
(penggolang) dan 2 sampai dengan 4 orang ABK. Nelayan jaring rampus
mengoperasikan alat tangkapnya di sekitar Perairan Indramayu pada koordinat 06O
22’35,8’’ Lintang Selatan dan 108O 27’ 25,5’’ Bujur Timur memerlukan waktu
tempuh selama tiga jam sampai ke daerah penangkapan (fishing ground).
B. Gill Net Millenium
Gill net millenium merupakan jaring insang yang menggunakan bahan
jaring PA monofilament dengan serat pilinan 8 – 12 ply. Panjang alat ini mencapai
ukuran 5,7 mil dengan lebar sekitar 24 meter. Alat tangkap ini dioperasikan di
permukaan perairan. Gill net millenium di PPI Karangsong memiliki armada kapal
dengan ukuran yang cukup besar sampai dengan 60 GT. Hal ini memungkinkan
besarnya hasil tangkapan dalam setiap trip (jumlah trip antara 20-45 hari). Hasil
tangkapan utama pada alat tangkap ini adalah ikan tenggiri dan ikan tongkol, selain
itu ikan lainnya seperti ikan cucut, kakap merah, manyung, dan sebagainya.
Pada umumnya armada kapal gill net millenium didominasi oleh kapal
dengan ukuran diantara 30 GT sampai dengan 50 GT dengan jumlah personil 1
orang nakhoda (penggolang) dan 11-13 ABK . Kapal gill net millenium memiliki
kapasitas untuk menampung hasil tangkapan dalam jumlah yang melimpah dengan
34
fasilitas freezer. Kapasitas palkah yang menampung hasil tangkapan dapat
mencapai 20-40 ton ikan. Daerah operasi peangkapan adalah Laut Jawa, Pulau
Natuna, peraiaran Kamlimantan sampai ke Selat Karimata.
C. Arad
Jenis arad yan digunakan oleh nelayan di PPI Karangsong adalah arad yang
memiliki lebar mulut jaring sepanjang 5 meter (jika dibentangkan) dan panjang
jaring 70 meter. Lebar mesh size mata jaring pada cod end adalah 1 cm. Pada
pengiperasiannya alat ini menggunakan sepasang otter board yang terbuat dari
kayu, berfungsi sebagai pembentang mulut jaring ketika arad diturunkan ke
perairan. Alat tangkap arad pada umumnya dioperasikan dengan menggunakan
perahu dengan ukuran dibawah 5 GT. Target tangkapan arad adalah udang-
udangan, cumi, dan sotong.
Operasi penangkapan dalam satu trip terdiri dari beberapa waktu operasi
disesuaikan dengan musim, mulai dari setengah hari, sehari-semalam (tulakan)
sampai empat hari (babangan). Membutuhkan waktu perjalanan selama 3 jam
untuk mencapai fishing ground yang berada di skeitar koordinat 06o 15’ 48,3’’
Lintang Selatan dan 108o 24’ 26,5’’ Bujur Timur.
D. Bubu Lipat
Bubu lipat merupakan sampel yang diambil mewakili alat tangkap dari
kelompok perangkap (trap). Penangkapan pada alat tangkap bubu lipat dilakukan
dengan mengoperasikan 500-700 unit bubu berukuran 40 x 20 x 15 cm. Hasil
tangkapan utama adalah rajungan (Portunus pelagicus) dan hasil tangkapan
sampingan antara lain kepiting, ikan kerapu, kakap merah, dan udang lainnya.
pengoperasian bubu lipat menggunakan umpan berupa ikan pepetek untuk dapat
menarik target masuk ke dalam bubu lipat.
Perahu yang digunakan untuk pengoperasian bubu lipat memiliki ukuran 2-
3 GT berisi 2-3 nelayan. Penangkapan dilakukan selama 1-4 hari di sekitar
perairan Indramayu atau pada Bulan September beroperassi di daerah Cilingcing
sampai Muara Angke.
35
E. Pancing Rawai
Sampel yang digunakan pada jenis pancing adalah pancing rawai dengan
ukuran kapal di bawah 5 GT. Penangkapan pada alat tangkap pancing rawai
dilakukan dengan mengoperasikan 700-860 mata pancing berukuran nomor 8.
Proses penangkapan dilakukan selama 1 malam di sekitar perairan Indramayu.
Target penangkapan adalah ikan-ikan demersal seperti ikan kakap, kerapu, pari,
dan manyung. Pada pengoperasiannya pancing rawai menggunakan umpan seperti
cumi-cumi dan sotong atau umpan dari jenis udang-udangan. Perjalanan untuk
mencapai daerah operasi penangkapan membutuhkan waktu sekitar 4 sampai
dengan 5 jam di sekitar Perairan Indramayu. Perairan yang memiliki kedalaamn
10-30 meter dapat digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap ini.
4.2. Tingkat Keramahan Alat Tangkap
Menurut Monintja (2000) teknologi penangkapan ikan yang dikatakan
ramah lingkungan apabila memiliki selektivitas tinggi, serta discard dan by-catch
yang rendah. Tingkat keramahan alat tangkap di Kabupaten Indramayu dinilai
berdasarkan komposisi jenis hasil tangkapan, komposisi ukuran hasil tangkapan
utama serta komposisi pemanfaatan hasil tangkapan.
4.2.1. Komposisi Jenis Hasil Tangkapan
Jenis hasil tangkapan masing-masing alat dibedakan menjadi hasil
tangkapan utama (HTU) dan hasil tangkapan sampingan (HTS). Hasil tangkapan
utama merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting seperti ikan tongkol,
dan ikan tengiri pada kelompok jaring insang (termasuk jaring rampus dan gill net
millenium). Ikan kakap merah, ikan kerapu, ikan manyung dan ikan pari
merupakan hasil tangkapan utama pada kelompok pancing (termasuk pancing
rawai). Selain itu pada alat tangkap bubu lipat (kelompok perangkap) crustacea
seperti rajungan menjadi tangkapan utama sedangkan udang menjadi sasaran
utama alat tangkap arad. Hewan lunak dari kelas chepalopoda seperti cumi-cumi
dan sotong juga menjadi tangkapan utama pada alat tangkap arad (kelompok pukat
kantong).
36
A. Jaring Rampus
Hasil tangkapan jaring rampus (Tabel 7) dalam satu trip atau selama 2 hari
menghasilkan 132,33 kg atau 182 ekor. Hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan
pelagis seperti tongkol (40,67 kg atau 31 ekor) dan tenggiri (41 kg atau 30 ekor)
sebagai hasil tangkapan utama. Hasil tangkapan sampingan terdiri dari cucut (17
kg atau 28 ekor), belidah (8,33 kg atau 14 ekor), kawang (tenggiri papan) (4,83 kg
atau 4 ekor), selar (3,33 kg atau 14 ekor), kembung (1,67 kg atau 8 ekor) serta ikan
campuran lainnya (12,33 kg atau 37 ekor). Hasil tangkapan diperoleh dalam jangka
waktu dua hari atau 8 kali setting.
Tabel 7. Hasil Tangkapan Jaring Rampus
Spesies Bobot (Kg)
Bobot HTU
(kg) %
HTU Tongkol (Thunnus tonggol) 40,67
81,67 61,71 Tenggiri (Scomberomorus commersoni) 41,00
HTS
Belidah (Notopterus chitala) 8,33
50,67 38,29
Kawang (Scomberomorus guttatus) 4,83
Selar (Selaroides spp) 3,33
Kembung (Rastrellinger brachisoma) 1,67
Kuro (Polydactylus sp.) 0
Silap 1,50
Cucut (Alopias spp) 17,00
Acang (Hemirhampus spp) 1,33
Campur 12,33
Jumlah 132,33 132,33 100
Hasil tangkapan utama (HTU) pada alat tangkap jaring rampus dalam bobot
adalah sejumlah 81,67 kg atau memiliki proporsi sebesar 61,71 % sedangkan hasil
tangkapan sampingan (HTS) dengan jumlah 50,67 kg atau sebesar 38,29 %. Dari
segi jumlah, hasil tangkapan utama (HTU) sejumlah 61 ekor atau memiliki
proporsi sebesar 33,27 % sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) sejumlah
122 ekor atau sebesar 66,73 %.
37
B. Gill Net Millenium
Hasil tangkapan gill net millenium dalam satu trip menghasilkan 22311,24
kg atau 18208 ekor (Tabel 8). Hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan pelagis
seperti tongkol (11450,62 kg atau 9510 ekor) dan tenggiri (2547,08 kg atau 1135
ekor) sebagai hasil tangkapan utama (HTU). Selain itu alat ini juga menangkap
ikan lainnya sebagai hasil tangkapan sampingan (HTS) yang terdiri dari kakap
merah (587,92 kg atau 552 ekor), cucut (1642,55 kg atau 1926 ekor), kawang
(516,50 kg atau 374 ekor), remang (1600 kg atau 711 ekor), manyung (1158 kg
atau 335 ekor), alamkao atau ikan sebelah (672,50 kg atau 681 ekor) serta ikan
lainnya (2136,08 kg atau 2984 ekor).
Hasil tangkapan utama (HTU) pada gill net millenium dalam ukuran bobot
adalah sejumlah 13997,69 kg (62,74 %) sedangkan hasil tangkapan sampingan
(HTS) dengan jumlah 8313,54 kg (37,26 %) (Tabel 8). Dari segi jumlah, hasil
tangkapan utama (HTU) pada gill net millenium sejumlah 10646 ekor (58,47 %)
sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) sejumlah 7562 ekor (41,53 %).
Tabel 8. Hasil Tangkapan Gill net millenium
Spesies Bobot (Kg)
Bobot
HTU (kg) %
HTU Tongkol (Thunnus tonggol) 11.450,62
13997,69 62,74 Tenggiri (Scomberomorus commersoni) 2.547,08
HTS
Kakap Merah (Lutjanus spp) 587,92
8313,545 37,26
Cucut (Alopias spp) 1.642,55
Remang (Congresox talabon) 1.600,00
Manyung (Nethuma thalassina) 1.158,00
Kawang (Scomberomorus guttatus) 516,50
Alamkao (Pseudorhombus arsius) 672,50
Campur 2.136,08
Jumlah 22.311,24 22.311,24 100
38
C. Arad
Hasil tangkapan arad dalam satu trip atau selama 4 hari menghasilkan
379,525 kg atau 15945 ekor (Tabel 9). Hasil tangkapan didominasi oleh
avertebrata dari kelas crustacea dan molusca seperti udang dogol (19,75 kg atau
1084 ekor), udang icik (28,13 kg atau 811 ekor), udang krosok (17,01 kg atau 1226
ekor), udang putih (5,05 kg atau 345 ekor), dan rajungan (3,14 kg atau 22 ekor),
cumi-cumi (38,98 kg atau 1352 ekor) dan sotong (39,12 kg atau 1398 ekor). Selain
itu alat ini juga menangkap ikan pelagis kecil yang terdiri dari ikan petek (6,74 kg
atau 175 ekor), ikan selar (6,50 kg atau 145 ekor), ikan kembung (2,75 kg atau 62
ekor) serta ikan campuran lainnya (211 kg atau 9322 ekor).
Tabel 9. Hasil Tangkapan Arad
Spesies Bobot (kg)
Bobot
HTU (kg) %
HTU
Udang Dogol (Metapenaeus ensis) 19,75
97,82 24,46 Cumi-cumi (Loligo sp.) 38,95
Sotong (Sepia sp.) 39,12
HTS
Udang Icik (Metapenaeus endeavouri) 28,13
299,8 75,74
Udang Krosok (Parapenaeopsis sculptitis) 17,01
Udang Putih (Penaeus merguiensis) 5,05
Ikan Petek (Leiognathus sp.) 6,74
Ikan Selar (Alepes djeddaba) 6,50
Kembung (Rastrelliger brachysoma) 2,75
Lainnya (Campur) 215,63
Jumlah 379,62 379,62 100
Hasil tangkapan utama (HTU) arad dalam ukuran bobot adalah sebesar
97,825 kg atau memiliki proporsi 24,26 % (Tabel 9) sedangkan hasil tangkapan
sampingan (HTS) dengan jumlah 299,8 kg atau sebesar 75,74 %. Dari segi jumlah,
hasil tangkapan utama (HTU) pada arad sejumlah 3834 ekor atau memiliki
proporsi sebesar 24,04 % sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) sejumlah
12111 ekor atau sebesar 75,96 %.
39
D. Bubu Lipat
Hasil tangkapan dalam satu kali trip menghasilkan bobot sebesar 220,17 kg
atau 1456 ekor (Tabel 10). Hasil tangkapan didominasi oleh rajungan yaitu
sejumlah 203,33 kg atau 1236 ekor. Jenis lainnya terdiri dari ikan kerapu (2,17 kg
atau 2 ekor), ikan kakap merah (2,17 kg atau 4 ekor), udang-udangan (udang
dogol, udang putih dan udang krosok) (1 kg atau 53 ekor), serta hasil tangkapan
campuran lainnya.
Tabel 10. Hasil Tangkapan Bubu Lipat
Spesies Bobot (kg)
Bobot HTU
(kg) %
HTU Rajungan (Protunus pelagicus) 203,33 203,33 92,35
HTS
Kerapu (Epinephelus tauvina) 2,166
16,83 7,65 Kakap merah (Lutjanus bitaeniatus) 2,17
Udang-udangan 1
Campur 11,5
Jumlah 220,17 220,17 100
Hasil tangkapan utama (HTU) pada alat tangkap bubu dalam ukuran
bobot adalah sebesar 203,33 kg atau memiliki proporsi sebesar 92,35 % (Tabel
10) sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) dengan jumlah 16,83 kg atau
sebesar 7,65 %. Dari segi jumlah, hasil tangkapan utama (HTU) pada bubu
sejumlah 1236 ekor atau memiliki proporsi sebesar 84,913 % sedangkan hasil
tangkapan sampingan (HTS) sejumlah 220 ekor atau sebesar 15,09 %.
E. Pancing Rawai
Hasil tangkapan dalam satu kali trip (satu hari) menghasilkan bobot sebesar
48,90 kg atau 71 ekor. Hasil tangkapan utama antara lain ikan kakap merah (7,17
kg atau 8 ekor), ikan kerapu (2,33 kg gatau 4 ekor), manyung (9,87 kg atau 3
ekor), dan ikan pari (5,67 kg atau 12 ekor). Hasil tangkapan sampingan yaitu
ngangas (1,67 kg atau 2 ekor), bawal hitam (1,67 kg atau 2 ekor), gerok (4,53 kg
atau 8 ekor), acang-acang (3,83 kg atau 3 ekor), serta hasil tangkapan campuran
lainnya (7,10 kg atau 23 ekor).
40
Tabel 11. Hasil Tangkapan Pancing Rawai
Spesies Bobot (kg)
Bobot HTU
(kg) %
HTU
Kakap merah (Lutjanus bitaeniatus) 7,17
25,03 51,19 Kerapu (Epinephelus tauvina) 2,33
Manyung (Nethuma thalassina) 9,87
Pari (Dasyatis spp) 5,67
HTS
Remang (Congresox talabon) 4,90
23,87 49,81
Ngangas 1,67
Bawal Hitam (Parastromateus niger) 1,83
Gerok (Pomadasys maculatum) 4,53
Acang-acang (Hemirhampus spp) 3,83
Lainnya (Campur) 7,10
Jumlah 48,90 48,90 100
Hasil tangkapan utama (HTU) pada pancing rawai memiliki proporsi
sebesar 51,19 % dengan bobot 25,03 kg. Hasil tangkapan sampingan memiliki
proporsi sebesar 49,81% dengan bobot sebesar 23,87 kg. Jumlah hasil tangkapan
utama adalah 29 ekor atau sebesar 41,12 % sedangkan jumlah hasil tangkapan
sampingan (HTS) adalah 42 ekor atau sebesar 58,88 %.
F. Pembahasan Komposisi Jenis Hasil Tangkapan
Dari segi jenis hasil tangkapan secara umum seluruh hasil tangkapan pada
unit alat tangkap jaring rampus, gill net millenium, arad, bubu rajungan, dan
pancing rawai menunjukkan nilai hasil pada proporsi yang cukup variatif. Jaring
rampus memiliki proporsi sebesar 61,71 % (skor 3 dengan kriteria ramah
lingkungan), gill net millenium sebesar 62,74 % (skor 3 dengan kriteria ramah
lingkungan), arad sebesar 24,46 % (skor 1 dengan kriteria tidak ramah
lingkungan), bubu sebesar 92 % (skor 4 sangat ramah lingkungan), dan pancing
rawai sebesar 51,19 % (skor 2 dengan kriteria agak ramah lingkungan). Menurut
Suadela (2004), bila proporsi hasil tangkapan sasaran utama ≥ 60% maka suatu
alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan. Selanjutnya Monintja (2000)
menyatakan bahwa teknologi penangkapan ikan dapat dikatakan ramah lingkungan
41
apabila memiliki selektivitas yang tinggi, yakni menangkap organisme yang
menjadi target sasaran saja.
Target sasaran alat tangkap beraneka ragam mulai dari ikan pelagis kecil
dan besar, ikan demersal, maupun komoditas dari kelas crustacea. Sesuai dengan
pernyataan Hikmayani (2007) ikan target adalah ikan kelompok pelagis kecil dan
demersal. Kondisi ini mengindikasikan wilayah penangkapan nelayan tidak jauh,
yaitu wilayah perairan dengan jarak sejauh kurang lebih 12 mil dari garis pantai.
Namun demikian pada perairan tropis seperti Indonesia dengan keanekaragan jenis
ikan pada habitat perairan yang sama kemungkinan untuk menangkap ikan target
saja adalah hal yang cukup sulit.
Dari segi jenis hasil tangkapan, arad dan pancing rawai memiliki proporsi
paling rendah. Arad menangkap seluruh organisme dasar mulai dari ikan,
organisme dari kelas crustacea seperti udang dan rajungan, hewan-hewan lunak
dari kelas cephalopoda dan lainnya. Metode penangkapan arad yang bersifat
menyapu dasar perairan menyebabkan arad menangkap baik target maupun non
target sehingga memiliki selektifitas yang rendah. Menurut Sarmintohadi (2002)
keragaman spesies yang tertangkap disebabkan adanya kesamaan habitat diantara
ikan target tangkapan dan ikan non target. Baik dari segi metode maupun
selektivitas mata jaring arad ini tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam
penangkapan ikan di Kabupaten Indramayu.
Jaring rampus dan gill net millenium merupakan kelompok jenis jaring
insang hanyut. Perbedaanya terletak pada jenis jaring dimana gill net millenium
terbuat dari PA monofilament dengan serat pilinan 8 – 12 ply selain itu kedua alat
ini memiliki ukuran yang berbeda dimana jaring rampus memiliki ukuran lebih
panjang dan lebar jaring yang lebih kecil. Wilayah operasi kedua alat ini juga
berbeda dimana jaring rampus beroperasi di wilayah perairan Indramayu
sedangkan gill net millenium beroperasi di wilayah periran Laut Jawa, Selat
Karimata dan Pulau Natuna. Kedua alat ini memiliki keriteria ramah lingkungan
dari segi jenis hasil tangkapan karena memiliki proporsi di atas 60 %. Hasil
tangkapan utama pada kedua alat ini adalah tongkol dan tenggiri. Hasil tangkapan
utama pada kedua alat ini memiliki proporsi yang cukup besar karena kedua jenis
42
ikan ini merupakan ikan pelagis yang bergerombol (schooling) maka dalam sekali
penangkapan dapat menghasilkan jumlah yang banyak.
Alat tangkap yang memiliki proporsi jenis hasil tangkapan utama paling
tinggi adalah bubu lipat dengan kategori sangat ramah lingkungan. Bubu
merupakan alat tangkap yang bersifat pasif. Monintja dan Martasuganda (1990)
dalam Suadela (2004) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
ikan karang dan udang terperangkap ke dalam bubu salah satunya yaitu karena
tertarik oleh bau umpan. Umpan yang digunakan pada alat tangkap bubu lipat di
perairan Indramayu adalah ikan petek. Karena itu hanya organisme tertentu yang
tertarik dengan umpan tersebut yang mungkin tertangkap oleh bubu, maka alat ini
bersifat selektif.
4.2.2. Komposisi Ukuran Hasil Tangkapan Utama
Proporsi ikan layak tangkap secara biologi diketahui berdasarkan ukuran
panjang cagak ikan yang pertama kali matang gonad. Ukuran hasil tangkapan
dibutuhkan untuk mengetahui nilai panjang pertama kali matang gonad atau
Length at First Maturity (Lm). Proporsi ikan yang layak tangkap secara biologi
diketahui dengan mengukur panjang cagak ikan (pada ikan), panjang karapas (pada
crustacea), dan panjang mantel (pada chepalopoda) (Lampiran 4) yang kemudian
dibandingkan dengan Lm yang ada dalam literatur (Lampiran 5).
Sesuai dengan hasil wawancara bahwa hasil tangkapan utama pada jaring
rampus dan gill net millenium adalah ikan tongkol dan ikan tenggiri, hasil
tangkapan utama pada bubu adalah rajungan, hasil tangkapan utama pada arad
adalah udang dogol, cumi-cumi dan sotong, sedangkan hasil tangkapan utama pada
pancing rawai adalah ikan kakap merah dan ikan pari. Ukuran yang dibutuhkan
untuk membandingkan dengan Lm pada ikan adalah ukuran panjang cagak.
Sedangkan ukuran yang digunakan untuk mengetahui panjang ukuran pada jenis
hasil tangkapan lainnya (avertebrata) menggunakan ukuran karapas (pada udang
dan rajungan) dan panjang mantel (pada cumi-cumi dan sotong). Berikut ini adalah
proporsi ukuran hasil tangkapan utama pada alat tangkap jaring rampus, gill net
millenium, arad, bubu lipat, dan pancing rawai.
43
> Lm38%
< Lm62%
Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan
A. Jaring Rampus
Hasil tangkapan utama pada jaring rampus adalah ikan tongkol dan ikan
tenggiri. Ikan tongkol hasil tangkapan menunjukkan ukuran antara 28-54 cm.
Hampir seluruh ikan tongkol belum mencapai ukuran panjang pertama kali matang
gonad atau Length at first maturity (Lm) (Lampiran 5). Dari 32 ekor ikan yang
tertangkap, 31 ekor (98,96%) kurang dari Lm dan 1 ekor (1,05%) ikan yang
panjangnya sudah mencapai lebih dari Lm.
Sebaran ukuran panjang cagak (FL) pada ikan tenggiri didapat dengan
mengukur hasil tangkapan. Sebaran ukuran berada pada kisaran panjang antara 42-
72 cm (Lampiran 8). Sebanyak 10 ekor atau memiliki proporsi sebesar 33,71 %
belum mencapai ukuran matang gonad (kurang dari Lm). Sedangkan sebanyak 20
ekor atau memiliki proporsi sebesar 66,29 % telah mencapai ukuran matang gonad
(lebih dari Lm). Secara keseluruhan, hasil tangkapan utama pada jaring rampus
yang terdiri dari tongkol dan tenggiri adalah 62 ekor Sebanyak 21 ekor (33,51 %)
ikan belum mencapai lebih dari Lm dan 41 ekor (66,49 %) ikan telah mencapai
ukuran lebih dari Lm.
Tabel 12. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Jaring Rampus
Kriteria Tongkol Tenggiri Jumlah
Ekor % Ekor % Ekor %
> Lm 1 1,05 20 66,29 21 33,51
< Lm 31 98,96 10 33,71 41 66,49
Jumlah 41 100 30 100 62 100
Gambar 2. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Jaring Rampus
44
> Lm46%
< Lm54%
Proporsi Ukuran HTU pada Gill Net
B. Gill net millenium
Hasil tangkapan utama pada gill net millenium adalah tongkol dan tenggiri.
Dari sebanyak 31 ekor ikan tongkol yang dijadikan sampel menunjukkan kisaran
ukuran antara 26,5 cm – 57,8 cm (Lampiran 8). Ikan belum mencapai ukuran
panjang pertama kali matang gonad (Lm) yakni 29 ekor (93,5 %) dan hanya 2 ekor
(6,45%) ikan yang panjangnya sudah mencapai lebih dari Lm. Kisaran ukuran
panjang ikan tenggiri ada pada ukuran 48-90 cm. Sebanyak 1 ekor (96 %) belum
mencapai ukuran matang gonad (kurang dari Lm), sedangkan sebanyak 24 ekor (4
%) telah mencapai ukuran matang gonad (lebih dari Lm).
Secara keseluruhan, komposisi hasil tangkapan utama pada alat tangkap gill
net millenium yang terdiri dari tongkol dan tenggiri kurang dari ukuran panjang
pertama kali matang gonad (Tabel 18). Sebanyak 30 ekor (53,57 %) ikan belum
mencapai ukuran lebih dari Lm dan 26 ekor (46,43 %) ikan telah mencapai
ukuran lebih dari Lm (Gambar 4).
Tabel 13. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Gill net millenium
Kriteria Tongkol Tenggiri Jumlah
Ekor % Ekor % Ekor %
> Lm 2 6,45 24 96 26 46,43
< Lm 29 93,55 1 4 30 53,57
Jumlah 31 100 25 100 56 100
Gambar 3. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama Gill net millenium
45
C. Arad
Hasil tangkapan utama pada jaring arad adalah cumi-cumi (Loligo sp.),
sotong (Sepia sp.), dan udang dogol (Metapenaeus ensis). Dari 11 ekor cumi-cumi
yang dijadikan sampel untuk diukur panjang mantelnya, tidak ada yang mencapai
ukuran diatas Lm. Ukuran panjang mantel cumi-cumi yang tertangkap berada pada
kisaran ukuran 4,2 – 9 cm (Lampiran 8), sedangkan ukuran Lm mantel adalah 14-
15 cm (Lampiran 5). Seluruh cumi-cumi yang tertangkap di bawah ukuran layak
tangkap atau memiliki proporsi sebesar 100 %.
Sotong yang juga merupakan hasil tangkapan utama pada jaring arad
memiliki ukuran layak tangkap dengan panjang matel 13,5 cm (Lampiran 5).
Menurut data yang diperoleh, sotong yang tertangkap memiliki sebaran ukuran
antara 4,7 – 8,1 cm (Lampiran 8), seluruh sotong yang ditangkap memiliki ukuran
di bawah Lm atau memiliki proporsi sebesar 100% (Tabel 14).
Selain cumi-cumi dan sotong, udang dogol merupakan komoditas lainnya
yang menjadi target tangkapan utama pada alat tangkap jaring arad. Udang dogol
dinyatakan layak tangkap pada kisaran ukuran panjang karapas 3,6 cm (Suadella
2004) (Lampiran 5). Menurut data yang diperoleh, udang dogol yang tertangkap
memiliki sebaran ukuran antara 2,5-7 cm (Lampiran 8). Dari 16 sampel yang
diambil, sebanyak 9 ekor udang dogol (56,25 %) memiliki ukuran lebih dari Lm,
sedangkan udang yang memiliki ukuran di bawah Lm adalah sejumlah 7 ekor
(43,75 %). Secara keseluruhan, hasil tangkapan utama pada alat tangkap arad yang
terdiri dari cumi-cumi, sotong, dan udang dogol (Tabel 14). Sebanyak 9 ekor
(22,32 %) hasil tangkapan telah mencapai ukuran lebih dari Lm dan 28 ekor
(75,68 %) memiliki ukuran kurang dari Lm (Gambar 5).
Tabel 14. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Arad
Kriteria Cumi Sotong Udang Dogol Jumlah
Ekor % Ekor % Ekor % Ekor %
> Lm 0 0 0 0 9 56,25 9 24,32
< Lm 11 100 10 100 7 43,75 28 75,68
Jumlah 11 100 10 100 16 100 37 100
46
> Lm24%
< Lm76%
Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Arad
D. Bubu Lipat
Hasil tangkapan utama pada bubu lipat hanya satu jenis komoditas yakni
rajungan (Portunus pelagicus). Untuk mengetahui kelayakan tangkap secara
biologis rajungan yang tertangkap diukur dari lebar karapasnya. Sebaran ukuran
lebar karapas yang tertangkap oleh bubu lipat di PPI Karangsong Kabupaten
Indramayu menunjukan kisaran 4-9 cm (Lampiran 8). Dari 31 sampel yang diambil
didominasi oleh rajungan dengan panjang karapas 8 cm. Dilihat dari ukuran layak
tangkap standar (11 cm) (Lampiran 5) rajungan yang tertangkap masih berada di
bawah ukuran layak tangkap secara biologis (Tabel 15).
Tabel 15. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Bubu Lipat
Kriteria Jumlah (Ekor) Proporsi (%)
> Lm 24 77,42
< Lm 7 22,58
Jumlah 31 100
Gambar 4. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Jaring Arad
47
> Lm77%
< Lm23%
Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Bubu Lipat
E. Pancing Rawai
Hasil tangkapan utama pada pancing adalah ikan pari (Mobula sp.), ikan
kakap merah (Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus pachycentrum), dan ikan
manyung (Nethuma thalassina). Keempat jenis ikan ini diukur dan dibandingkan
dengan panjang panjang ukuran ikan pertama kali matang gonad (Lm) .
Dari 35 ekor ikan pari tertangkap yang diukur, tidak ada yang mencapai
ukuran diatas Lm yakni 47,6 (Lampiran 5). Sebaran ukuran panjang ikan pari
berkisar antara 22-26,9 cm (Lampiran 8). Ukuran panjang cagak ikan kakap merah
berada pada kisaran 20-30 cm (Lampiran 8). Ukuran panjang pertama kali matang
gonad (Lm) pada ikan kakap merah adalah 25 cm, dengan demikian sebanyak 7
ekor (41,18 %) kakap merah yang tertangkap memiliki ukuran lebih dari Lm.
Kakap merah yang tertangkap dengan ukuran kurang dari Lm memiliki jumlah
yang lebih banyak yaitu 10 ekor (58,82 %). Ikan kerapu yang memiliki kisaran
ukuran antara 18,2-25,2 cm. Seluruh ikan kerapu memiliki ukuran diatas Lm (100
%). Hasil tangkapan utama lainnya pada pancing rawai adalah ikan manyung. Ikan
manyung yang tertangkap memiliki kisaran ukuran antara 30,5-68,3 cm. Ukuran
pangang pertama kali matang gonad pada ikan manyung adalah 30 cm. Dari 8 ekor
hasil tangkapan, sebanyak 7 ekor (87,5 %) ikan memiliki ukuran lebih dari Lm dan
1 ekor (12,5 %) belum mencapai ukuran Lm.Secara Hasil tangkapan utama pada
alat tangkap pancing yang telah mencapai ukuran lebih dari Lm adalah 27 ekor
Gambar 5. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Bubu Lipat
48
> Lm37%
< Lm63%
Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan
(36,99 %). Ikan yang belum memiliki ukuran kurang dari Lm adalah 46 ekor
(63,01 %) (Gambar 6).
Tabel 16. Proporsi Ukuran Hasil Tangkapan Utama pada Pancing Rawai
Kriteria Pari
Kakap
Merah Manyung Kerapu Jumlah
Ekor % Ekor % Ekor % Ekor % Ekor %
> Lm 0 0 7 41,18 7 87,5 13 100 27 36,99
< Lm 35 100 10 58,82 1 12,5 0 0 46 63,01
Jumlah 35 100 17 100 8 100 13 100 73 100
F. Pembahasan Komposisi Ukuran Hasil Tangkapan Utama
Hasil penilaian menunjukkan setiap alat tangkap memiliki proporsi ukuran
hasil tangkapan utama yang berbeda. Proporsi yang terbaik ditunjukkan oleh alat
tangkap bubu yaitu sebesar 77,42% (skor 3 dengan kriteria ramah). Ukuran
rajungan sebagai hasil tangkapan utama bersifat relatif seragam. Menurut Monintja
(1997) selektivitas alat tangkap menentukan keragaman hasil tangkapan, semakin
seragam hasil tangkapan berarti semakin selektif alat tangkap itu. Karena itu dari
segi ukuran hasil tangkapan utama, bubu bersifat selektif dengan kategori ramah
lingkungan. Alat tangkap yang ramah lingkungan memiliki selektivitas terhadap
spesies maupun ukuran. (Sarmintohadi 2002).
Gambar 6. Proporsi Ukuran hasil Tangkapan
Pancing Rawai
49
Keempat alat tangkap lainnya memiliki proporsi ukuran yang cukup
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga alat ini bersifat tidak selektif. Gill net
millenium memiliki proporsi yang lebih baik dibandingkan jaring rampus, arad dan
pancing yaitu sebesar 46,43 % (skor 2 dengan kriteria agak ramah). Menurut
Sarmintohadi (2002) alat tangkap yang ramah lingkungan memiliki selektivitas
baik terhadap spesies maupun ukuran.
Alat tangkap arad dengan menangkap hasil tangkapan utama yang belum
mencapai ukuran lebih dari Lm. Dari ketiga hasil tangkapan utama, cumi-cumi dan
sotong yang tertangkap seluruhnya belum layak tangkap sedangkan hanya sedikit
saja udang dogol yang telah mencapai ukuran layak tangkap. Ukuran mata jaring
yang sangat kecil (mesh size 1 cm) menyebabkan selektifitas bersifat sangat
rendah. Untuk meningkatkan selektivitas ukuran ini sebaiknya ukuran mata jaring
pada arad harus memiliki ukuran yang lebih besar.
Gill net millenium dan jaring rampus memiliki target hasil tangkapan utama
yang sama yaitu tongkol dan tenggiri. Namun demikian kedua alat ini memiliki
nilai proporsi yang berbeda meskipun keduanya memiliki ukuran mata jaring yang
sama. Gill net millenium memiliki proporsi ukuran hasil tangkapan yang lebih
besar (skor 2). Hal ini dimungkinkan karena fishing ground pada gill net millenium
memiliki cakupan yang jauh lebih luas (Laut Jawa, Selat Karimata, Pulau Natuna)
daripada jaring rampus (Perairan Indramayu). Menurut Hela dan Laevastu (1970)
dalam Monintja (2000) semakin besar ukuran udang dan ikan maka akan
cenderung berenang kearah perairan yang lebih dalam. Pengoperasian jaring
rampus dilakukan pada perairan dengan kedalaman minimal 15 meter sedangkan
gill net millenium dioperasikan pada perairan dengan kedalaman minimal 40
meter.
Proporsi yang ditunjukkan oleh beberapa alat tersebut menunjukan bahwa
selektifitas alat terhadap ukuran hasil tangkapan relatif kecil. Kebanyakan ikan
hasil tangkapan telah ditangkap sebelum dewasa. Keadaan ini memperlihatkan
bahwa alat tangkap yang digunakan bersifat tidak selektif. Hal ini menjadi sangat
penting karena apabila ikan ditangkap sebelum dewasa maka tidak ada kesempatan
untuk ikan berreproduksi sehingga stok di alam menjadi semakin berkurang.
50
Keadaan ini akan mengancam keberadaan ikan di masa yang akan datang, dan
mengarah pada kegiatan penagkapan ikan yang tidak bertanggung jawab.
Penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan akan mempercepat terjadinya
proses overfishing karena tangkapan tidak selektif (Hamdan 2007).
4.2.3. Komposisi Pemanfaatan Hasil Tangkapan
Tingkat keramahan alat tangkap dapat diukur dengan mengetahui
pemanfaatan hasil tangkapan. Pengelompokan tingkat pemanfaatan hasil
tangkapan nelayan di PPI Karangsong meliputi hasil tangkapan yang dimanfaatkan
dan tidak dimanfaatkan. Hasil tangkapan yang dimanfaatkan adalah hasil
tangkapan yang dijual dan dikonsumsi, sedangkan yang tidak dimanfaatkan adalah
hasil tangkapan yang memiliki ukuran kecil dan dibuang.
A. Jaring Rampus
Hasil tangkapan nelayan jaring rampus pada dasarnya dimanfaatkan secara
optimal karena didominasi oleh komoditas-komoditas ikan dengan nilai ekonomis
yang cukup tinggi seperti tongkol, tenggiri, kawang, belidah, selar, kembung,
cucut, kuro, dan silap. Seluruh ikan yang tertangkap oleh jaring rampus
dimanfaatkan dan tidak ada yang dibuang.
Berdasarkan data hasil tangkapan, seluruh hasil tangkapan jaring rampus
yang memiliki rata-rata 132,33 kg dalam satu trip, dimanfaatkan dengan cara dijual
dan dikonsumsi. Ikan-ikan hasil tangkapan seluruhnya laku dijual. Beberapa ikan
dikonsumsi sendiri oleh nelayan seperti sebagian ikan tongkol (1 kg), ikan ekor
kuning, tigawaja dan kuniran (2,33 kg). Proporsi pemanfaatan memiliki nilai
sebesar 100% dengan jumlah rata-rata dijual sebanyak 123 kg dan dikonsumsi
sebanyak 7,33 kg (Tabel 17).
Tabel 17. Pemanfaatan Hasil Tangkapan pada Jaring Rampus
Dimanfaatkan Tidak Dimanfaatkan
Dijual Dikonsumsi % Dibuang %
Jumlah (Ekor) 169 15 100 0 0
Bobot (Kg) 123 7,33 100 0 0
51
B. Gill net millenium
Hasil tangkapan nelayan gill net millenium pada dasarnya dimanfaatkan
secara optimal karena didominasi oleh komoditas-komoditas ikan dengan nilai
ekonomis yang cukup tinggi seperti tongkol, tenggiri, kawang, remang, alamkao,
cucut, manyung, dan kakap merah. Seluruh ikan yang tertangkap dimanfaatkan
dengan cara dijual maupun dikonsumsi dan tidak ada yang dibuang.
Seluruh hasil tangkapan gill net millenium yang memiliki rata-rata 7475,75
kg dalam satu trip, dimanfaatkan dengan cara dijual (7357 kg taau 4517 ekor) dan
dikonsumsi (118,75 kg atau 172 ekor). Ikan-ikan hasil tangkapan seluruhnya laku
dijual. Beberapa ikan dikonsumsi sendiri oleh nelayan seperti sebagian ikan
tongkol (30 kg), ikan kakap merah (15 kg) kakap putih, bawal hitam, bawal putih,
dan lainnya (175 kg) (Lampiran 9). Rata-rata tingkat konsumsi hasil tangkapan
adalah 118,75 kg. Proporsi pemanfaatan pada alat tangkap gill net millenium
adalah sebesar 100% (Tabel 18).
Tabel 18. Pemanfaatan Hasil Tangkapan pada Gill net millenium
Dimanfaatkan Tidak Dimanfaatkan
Dijual dikonsumsi % Dibuang %
Jumlah (Ekor) 4517 172 100 0 0
Bobot (Kg) 7357 118,75 100 0 0
C. Arad
Alat tangkap arad merupakan alat tangkap dasar yang cenderung kurang
selektif. Hal ini bisa dilihat dari hasil tangkapan yang memiliki nilai by-catch yang
tinggi. Hasil tangkapan arad sangat beraneka ragam mulai dari komoditas
ekonomis penting seperti udang-udangan, cumi-cumi, dan sotong, sampai pada
ikan-ikan kecil, binatang bercangkang, dan teripang.
Berdasarkan data hasil tangkapan, hasil tangkapan arad yang memiliki rata-
rata 250,875 kg dalam satu trip (1-4 hari) (Lampiran 9), dimanfaatkan dengan cara
dijual (rata-rata sebanyak 250,875 kg atau 9988 ekor) dan dikonsumsi (4,5 kg atau
35 ekor) dengan nilai pemanfaatan sebesar 67,27 % (Tabel 19). Selain itu karena
52
arad bersifat menyapu dasar perairan, maka banyak organisme yang bukan menjadi
target tangkapan ikut terambil yang akibatnya terbuang yaitu sebanyak 124,25 kg
atau 5375 ekor (tidak dimanfaatkan sebesar 32,73 %).
Tabel 19. Pemanfaatan Hasil Tangkapan pada Arad
Dimanfaatkan Tidak Dimanfaatkan
Dijual Dikonsumsi % Dibuang %
Jumlah (Ekor) 9988 35 65,10 5375 34,90
Bobot (Kg) 250,875 4,5 67,27 124,25 32,73
D. Bubu Lipat
Hasil tangkapan nelayan bubu pada dasarnya dimanfaatkan secara optimal
karena didominasi oleh komoditas-komoditas dengan nilai ekonomis yang cukup
tinggi seperti rajungan (Portunus pelagicus), kepiting (Scyla sp.), ikan kerapu, dan
udang udangan. Berdasarkan hasil penelitian 78,93 % hasil tangkapan
dimanfaatkan (Tabel 20) (sebanyak 180 kg atau sekitar 1096 ekor dijual dan 7,5 kg
atau 7 ekor dikonsumsi). Hasil tangkapan yang tidak dimanfaatkan adalah hasil
tangkapan rajungan dengan ukuran yang relatif kecil, dari data hasil penelitian
sebanyak 34 kg atau sekitar 294 individu tidak dimanfaatkan atau dibuang.
Tabel 20. Pemanfaatan Hasil Tangkapan pada Bubu Lipat
Dimanfaatkan
Tidak
Dimanfaatkan
Dijual Dikonsumsi % Dibuang %
Jumlah (Ekor) 1096 7 78,93 294 21,06
Bobot (Kg) 179,50 7,58 84,56 34,17 15,44
E. Pancing Rawai
Hasil tangkapan nelayan pancing rawai pada dasarnya dimanfaatkan secara
optimal karena didominasi oleh komoditas-komoditas dengan nilai ekonomis
tinggi. Berdasarkan data yang didapatkan (Tabel 21) seluruh hasil tangkapan
dimanfaatkan dengan cara dijual dan dikonsumsi. Sebanyak 42,22 kg atau sekitar
53
57 ekor dijual dan 4,27 kg atau 11 ekor dikonsumsi. Hasil tangkapan yang
dimanfaatkan memiliki proporsi sebesar 100%.
Tabel 21. Pemanfaatan Hasil Tangkapan pada Pancing Rawai
Dimanfaatkan Tidak Dimanfaatkan
Dijual Dikonsumsi % Dibuang %
Jumlah (Ekor) 57 11 100 0 0
Bobot (Kg) 42,22 4,27 100 0 0
F. Pembahasan Komposisi Pemanfaatan Hasil Tangkapan
Menurut Monintja (2000) salah satu kriteria teknologi penangkapan ikan
yang ramah lingkungan adalah minimnya hasil tangkapan yang terbuang. Hal ini
berarti alat tangkap harus memiliki hasil tangkapan dengan pemanfaatan yang
optimal. Dari kelima alat tangkap yang dijadikan sampel, pada umunya memiliki
tingkat pemanfaata yang optimal. Namun pada alat tangkap arad menunjukan
proporsi pemanfaatan relatif rendah dibandingkan yang lainnya yaitu 67 %, jadi
masih sekitar sepertiga dari hasil tangkapan tidak dimanfaatkan atau dibuang.
Selanjutnya menurut Hamdan (2007) secara ekonomi jaring arad memang efisien
namun secara teknis alat tangkap ini mengadaptasi metode pengoperasian pukat
harimau sehingga bersifat destruktif.
Alat tangkap jaring rampus, gill net millenium dan pancing rawai memiliki
nilai pemanfaatan sebesar 100 %, sedangkan bubu lipat sebesar 84,56 %. Nilai ini
menunjukan bahwa hasil tangkapan pada umumnya dimanfaatkan dengan baik,
hasil tangkapan adalah komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga
dapat laku dijual dan layak dikonsumsi.
4.2.4. Penilaian Tingkat Keramahan Alat Tangkap
Penilaian tingkat keramahan alat tangkap merupakan akumulasi dari
proporsi hasil tangkapan utama, proporsi ukuran panjang pertama kali matang
gonad dan proporsi pemanfaatan hasil tangkapan. Berikut ini penilaian tingkat
keramahan alat tangkap pada jaring rampus dan gill net millenium (jaring insang
hanyut), arad (pukat kantong), bubu lipat (trIap) dan pancing rawai (pancing).
54
A. Jaring Rampus
Jaring rampus dari kelompok jaring insang hanyut dinilai memiliki tingkat
keramahan pada kriteria agak ramah dengan skor akumulasi berjumlah 8 (Tabel
22). Jika dilihat dari proporsi hasil tangkapan utama, hasil tangkapan jaring rampus
menghasilkan by-catch yang sukup rendah karena proporsi hasil tangkapan utama
sebesar 61,71 % (lebih dari 50 %). Tingkat pemanfaatan alat tangkap ini juga
maksimal (100 %) karena seluruh hasil tangkapan dimanfaatkan dengan cara dijual
maupun di konsumsi. Skor yang rendah ditunjukan pada proporsi ukuran ikan yang
ditangkap. Dari seluruh ikan hasil tangkapan utama hanya sebesar 33,51 % ikan
yang telah mencapai ukuran lebih dari Lm sedangkan sisanya belum mencapai
ukuran layak tangkap.
Tabel 22. Penilaian Tingkat Keramahan Pada Jaring Rampus
Indikator Proporsi
(%) Skor Kriteria
Jumlah Ikan Hasil Tangkapan Utama 61,71 3 Ramah
Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Utama
Lebih dari Length at First Maturity
(Lm)
33,51 1 Tidak Ramah
Pemanfaatan Hasil Tangkapan 100 4 Sangat Ramah
Jumlah
8 Agak Ramah
Jaring rampus terindikasi menangkap ikan-ikan yang belum mencapai
ukuran dewasa. Hal ini dapat dihindari dengan cara memperlebar ukuran mata
jaring atau memperluas wilayah tangkapan ke perairan yang lebih dalam. Menurut
Hamdan (2006) semakin besar ukuran udang dan ikan maka akan cenderung
berenang ke arah perairan yang lebih dalam.
B. Gill net millenium
Dari data jumlah ikan hasil tangkapan utama, ukuran layak tangkap secara
biologis serta pemanfaatan hasil tangkapan, gill net millenium dinilai memiliki
tingkat keramahan pada kriteria agak ramah dengan skor akumulasi 8 (Tabel 23).
Proporsi hasil tangkapan utama sebesar 58,47 % sedikit lebih banyak dibandingkan
dengan by-catch hasil tangkapan. Tingkat pemanfaatan alat tangkap ini juga
55
maksimal (100 %) karena seluruh hasil tangkapan dimanfaatkan dengan cara dijual
maupun di konsumsi. Jika dibandingkan dengan jaring rampus, gill net millenium
memiliki selektivitas ukuran ikan hasil tangkapan yang cukup tinggi karena
memiliki proporsi sebesar 42,86 %.
Tabel 23. Penilaian Tingkat Keramahan Pada Gill net millenium
Indikator Proporsi
(%) Skor Kriteria
Jumlah Ikan Hasil Tangkapan Utama 58,47 2 Agak Ramah
Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Utama
Lebih dari Length at First Maturity (Lm) 42,86 2 Agak Ramah
Pemanfaatan Hasil Tangkapan 100 4 Sangat Ramah
Jumlah
8 Agak Ramah
Rendahnya penilaian tingkat keramahan karena gill net millenium
menangkap ikan dengan jenis yang beraneka ragam serta ukuran yang belum
mencapai ukuran dewasa. Menurut Wiyono (2001) dalam Hikmayani (2007)
perikanan di daerah tropis bersifat mulit spesies. Maka akan sangat sulit jika
menangkap satu jenis komoditas saja. Namun demikian hal lain yang dapat
diupayakan adalah dengan cara memperbesar ukuran mata jaring sehingga ikan
yang berukuran kecil dan belum dewasa dapat lolos. Selain itu memperpendek
lebar jaring juga harus dilakukan sehingga ikan-ikan demersal tidak ikut
tertangkap.
C. Arad
Dilihat dari proporsi hasil tangkapan utama, hasil tangkapan arad
menghasilkan by-catch yang sangat tinggi karena proporsi hasil tangkapan utama
hanya sebesar 24,46 % dan diberi skor 1 (tidak ramah). Selain itu alat tangkap ini
juga menangkap hasil tangkapan yang belum mencapai ukuran lebih dari Lm.
Hanya sebesar 24,32 % hasil tangkapan yang telah mencapai ukuran lebih dari Lm
dan diberi skor 1 (tidak ramah). Hasil tangkapan dimanfaatkan dengan cara dijual
dan dikonsumsi memiliki proporsi sebesar 67,27 % dan diberi skor 3 (ramah)
sedangkan sisanya dibuang ke laut karena tidak memiliki nilai ekonomis.
56
Tabel 24. Penilaian Tingkat Keramahan pada Arad
Indikator Proporsi (%) Skor Kriteria
Jumlah Ikan Hasil Tangkapan Utama 24,46 1 Tidak Ramah
Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Utama
Lebih dari Length at First Maturity
(Lm) 24,32 1 Tidak Ramah
Pemanfaatan Hasil Tangkapan 67,27 3 Ramah
Jumlah
5 Tidak Ramah
Berdasarkan penilaian tingkat keramahan hasil pengamatan, arad memiliki
skor dengan jumlah 5 dan dikategorikan tidak ramah (Tabel 24). Akumulasi skor
yang rendah ini karena arad memiliki hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang
cukup tinggi. Ukuran hasil tangkapan yang didominasi oleh organisme yang belum
dewasa juga mengakibatkan skor pada alat ini cukup rendah (skor 1 dengan kriteria
tidak ramah). Selain itu arad juga memiliki discard yang relatif banyak karena itu
arad dikategorikan tidak ramah.
Sejalan dengan apa yang dikemukana oleh Hamdan (2007) alat tangkap
yang paling dominan merusak sumberdaya ikan di Kabupaten Indramayu adalah
dogol (termasuk arad) dan pukat pantai. Dari segi jenis, ukuran maupun
pemanfaatan alat tangkap dinilai tidak ramah. Alat tangkap ini bersifat tidak
selektif karena menyapu seluruh organisme yang ada di dasar perairan. Ukuran
mata jaring yang sangat kecil menyebabkan semua organisme bahkan sampah
masuk ke dalam alat ini. Sebaiknya penggunaan alat tangkap ini dihentikan
kemudian dicari alternatif alat yang lain untuk menangkap udang dan cumi-cumi.
D. Bubu Lipat
Hasil tangkapan utama bubu lipat memiliki proporsi yang cukup tinggi
karena memiliki proporsi sebesar 92,35 % dan diberi skor 4 (sangat ramah). Jika
dilihat dari proporsi ukuran hasil tangkapan utama, hasil tangkapan bubu lipat
yang telah mencapai ukuran lebih dari Lm sebesar 77,42 % dan diberi skor 3
(ramah). Hasil tangkapan dimanfaatkan dengan cara dijual dan dikonsumsi
memiliki proporsi sebesar 84,97 % dan diberi skor 4 atau sangat ramah, sedangkan
sisanya dibuang ke laut karena tidak memiliki nilai ekonomis.
57
Tabel 25. Penilaian Tingkat Keramahan pada Bubu Lipat
Indikator Proporsi (%) Skor Kriteria
Jumlah Ikan Hasil Tangkapan Utama 92,35 4 Sangat Ramah
Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Utama
Lebih dari Length at First Maturity (Lm) 77,42
3 Ramah
Pemanfaatan Hasil Tangkapan 84,97 4 Sangat Ramah
Jumlah
11 Ramah
Berdasarkan penilaian tingkat keramahan hasil pengamatan bubu lipat
memiliki skor dengan jumlah 11 dan dikategorikan ramah (Tabel 30). Dari segi
proporsi by catch dan discard alat tangkap ini sudah cukup optimum, namun dari
segi selektivitas ukuran hasil tangkapan beberapa organisme masih menangkapn
rajungan yang belum mencapai ukuran lebih dari Lm. Bubu lipat memiliki tingkat
keramahan kategori ramah maka penggunaan alat ini direkomendasikan.
Dari beberapa alat tangkap yang diidentifkasi, hanya bubu yang memiliki
kriteria ramah lingkungan, padahal penggunaan alat tangkap yang ramah
lingkungan sangat direkomendasikan. Penggunaan alat tangkap ini bertujuan untuk
pengelolaan perikanan tangkap yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Pengelolaan perikanan tangkap di kabupaten Indramayu kurang berkelanjutan
salah satunya karena masih beroperasinya alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan (Hamdan 2007).
E. Pancing Rawai
Alat tangkap pancing rawai memiliki proporsi ukuran hasil tangkapan
utama sebesar 51,19 % dan diberi skor 2 atau agak ramah. Dari segi ukuran hasil
tangkapan, alat ini dinilai tidak ramah karena memiliki proporsi ukuran hasil
tangkapan lebih dari Lm sebesar 36,99 % dan diberi skor 1. Hasil tangkapan
pancing rawai dimanfaatkan dengan cara dijual dan dikonsumsi memiliki proporsi
sebesar 100 % dan diberi skor 4 (sangat ramah) (Tabel 26).
58
Tabel 26. Penilaian Tingkat Keramahan pada Pancing Rawai
Indikator Proporsi (%) Skor Kriteria
Jumlah Ikan Hasil Tangkapan Utama 51,19 2 Agak Ramah
Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Utama
Lebih dari Length at First Maturity (Lm) 36,99 1 Tidak Ramah
Pemanfaatan Hasil Tangkapan 100 4 Sangat Ramah
Jumlah
7 Agak Ramah
Berdasarkan penilaian tingkat keramahan hasil pengamatan pancing rawai
memiliki skor dengan jumlah 7 dan dikategorikan agak ramah (Tabel 26). Dari
segi proporsi by catch alat tangkap ini cukup rendah karena hanya memperoleh
skor 2, begitu juga dengan proporsi ukuran yang hanya memperoleh skor 1.
Namun dari segi pemanfaatan hasil tangkapan alat ini memperoleh skor 4 artinya
pemanfaatan sudah optimum. Untuk mengatasi tertangkapnya ikan-ikan dengan
ukuran yang relatif kecil maka sebaiknya dilakukan penggantian mata kail dengan
ukuran yang lebih besar sehingga tidak menangkap ikan-ikan kecil. Selain itu
panjang tali pancing seharusnya ditambah sehingga target difokuskan pada ikan-
ikan demersal yang ada di dasar perairan.
F. Perbandingan Tingkat Keramahan Alat Tangkap di Kabupaten
Indramayu
Lima sampel jenis alat tangkap yang diambil mewakili beberapa jenis alat
alat tangkap di Kabupaten Indramayu. Jaring rampus dan gill net millenium
mewakili kelompok jaring insang hanyut, arad mewakili pukat kantong, bubu lipat
mewakili kelompok perangkap, dan pancing rawai mewakili kelompok pancing.
Semua alat yang dijadikan sampel juga mewakili hasil tangkapan berbagai
komoditas dari kelompok ikan pelagis dan ikan demersal.
Tabel 27. Perbandingan Tingkat Keramahan Masing-masing Alat Tangkap
No. Kelompok Alat Tangkap Jumlah Skor Kriteria
1. Jaring Insang Hanyut (Jaring
rampus dan gill net millenium)
8 Agak Ramah
2. Pukat Kantong (Arad) 5 Tidak Ramah
3. Perangkap (Bubu Lipat) 11 Ramah
4. Pancing (Pancing Rawai) 7 Agak Ramah
59
Dari keempat kelompok alat tangkap yang diidentifikasi, bubu lipat dari
kelompok perangkap merupakan alat tangkap paling ramah dengan kriteria ramah,
sedangkan kelompok jaring insang hanyut (jaring rampus dan gill net millenium)
serta pancing (pancing rawai) dengan kriteria agak ramah. Jaring arad (kelompok
pukat kantong) ternyata merupakan alat tangkap paling tidak ramah dengan kriteria
tidak ramah (Tabel 27).
Hasil penilaian tingkat keramahan didominasi oleh alat tangkap yang
cenderung tidak ramah, seperti ditunjukan oleh kelompok jaring insang hanyut,
kelompok pancing dan kelompok pukat kantong (kriteria agak ramah sampai tidak
ramah). Hanya alat tangkap dari kelompok perangkap/trap (bubu lipat) yang
memiliki tingkat keramahan yang tinggi (dengan kriteria sangat ramah).
Pada dasarnya dari ketiga aspek penilaian (komposisi jenis, ukuran dan
pemanfaatan) unsur pemanfaatan hasil tangkapan menunjukan nilai skor yang
cukup tinggi (kisaran skor 3 (ramah) dan 4 (sangat ramah)), namun penyebab
rendahnya jumlah skor dipicu oleh tingginya proporsi ukuran hasil tangkapan yang
dibawah ukuran Lm. Skor yang ditunjukan oleh proporsi ukuran hasil tangkapan
yang telah mencapai Lm berada pada kisaran skor 1-2 (tidak ramah). Hal ini
menjadi indikator bahwa alat tangkap masih menangkap ikan-ikan yang belum
mencapai ukuran dewasa yang dikhawatirkan akan mengganggu rekrutmen dan
calon induk. Selain bubu lipat, alat tangkap lain masih bersifat tidak selektif dari
segi jenis maupun ukuran.
4.3. Produktivitas Alat Tangkap
Produktivitas alat tangkap merupakan indikator penting untuk menentukan
kelayakan penggunaan alat tangkap. Jumlah produksi yang tinggi tentu saja
menjadi tujuan utama penangkapan disamping harus mempertimbangkan aspek
lingkungan demi terciptanya perikanan tangkap yang bertanggung jawab. Nilai
produktivitas dihitung dengan membagi jumlah produksi alat tangkap dengan
jumlah effort dalam trip yang dilaksanakan setiap tahunnya.
60
Tabel 28. Jumlah Produksi dan Jumlah Trip Rata-Rata Masing-masing Alat
Tangkap Per Tahun
Alat Tangkap Produksi
(Ton)
Effort
(Trip)
Produktivitas
(ton/trip)
Jaring Insang (Termasuk Jaring
Rampus dan Gill Net millenium) 16.139,3 42.215 0,382
Pukat Kantong (Arad) 7.054,1 11.860 0,595
Pancing (Pancing Rawai) 3.024,95 5.348 0,566
Perangkap (Bubu Lipat) 77,27 13.729 0,006
Produksi rata-rata alat tangkap di Kabupaten Indramayu menujukkan nilai
yang bervariasi (Tabel 28). Jumlah produksi dinilai berdasarkan kelompok alat
yaitu jaring insang hanyut, pukat kantong (termasuk arad di dalamnya), pancing
(termasuk pancing rawai) dan perangkap (termasuk bubu lipat).
A. Jaring Insang (Termasuk Gill Net Millenium dan Jaring Rampus)
Jaring insang hanyut (termasuk gill net millenium dan jaring rampus)
memiliki jumlah produksi yang tertinggi yaitu sebesar 16.139 ton setiap tahunnya
(Tabel 28). Jumlah trip yang dimiliki oleh jaring insang juga memiliki nilai yang
cukup tinggi yaitu 42.215 trip setiap tahunnya. Jaring insang hanyut memperoleh
nilai yang tinggi dimungkinkan karena jumlah armada kapal pada alat ini adalah
yang paling banyak di Indramayu, mulai dari kapal kecil ukuran dibawah 5 GT
sampai kapal-kapal besar berukuran sampai dengan 60 GT. kapal berukuran 1-5
GT memiliki jumlah trip 15-35 kali dalam setahun, sedangkan ukuran 20-60 GT
memiliki jumlah trip 4-5 kali dalam setahun.
Nilai produktivitas jaring insang yang didapat dari perhitungan periode
tahun 2007-2012 adalah 0,382 ton/trip merupakan terbesar ketiga setelah pukat
kantong dan pancing. Jumlah produksi per trip ini merupakan nilai rata-rata untuk
seluruh armada penangkapan jaring insang berukuran 1-60 GT. Pada kenyataannya
hasil penelitian menunjukkan hasil tangkapan jaring rampus (jaring insang
berukuran 3 GT) memiliki jumlah hasil tangkapan rata-rata 132,33 kg/trip atau
0,132 ton/trip, sedangkan hasil tangkapan gill net millenium (jaring insang
berukuran 30-59 GT) memiliki jumlah hasil tangkapan 22,311 ton/trip.
61
B. Pukat Kantong (Arad)
Ditinjau dari nilai produksi per unit alat tangkap, pukat kantong (termasuk
arad di dalamnya) memiliki nilai produksi per unit yang paling tinggi dibanding
lainnya. Produksi per unit alat tiap tahunnya untuk pukat kantong adalah 33,32
ton/unit, disusul oleh pancing (20,67 ton/unit), jaring insang hanyut (12,58
ton/unit) dan yang terendah adalah bubu (0,209 ton/unit). Nilai produksi ini
berkaitan dengan kapasitas kapal dan jumlah trip. Arad memiliki nilai produksi
yang tinggi karena walaupun armada kapalnya tidak terlalu banyak tetapi memiliki
jumlah trip yang cukup banyak (56 trip/unit/tahun) dengan jumlah total trip 11.860
trip sehingga produksi per tahunnya relatif tinggi. Unit penangkapan arad
didominasi oleh perahu berukuran kecil dengan waktu melaut sehari sampai
dengan seminggu.
Nilai produktivitas arad yang cukup tinggi yaitu 0,595 ton/trip atau
595 kg/trip karena penggunaan arad bersifat menyapu dasar perairan dan
mengambil apa saja yang ada di daerah sapuannya. Hasil penelitian menunjukan
nilai produksi sebesar 379,63 kg/trip, nilai ini cukup rendah karena pada bulan
Maret bukan merupakan puncak tangkapan tertinggi. Meskipun alat ini memiliki
nilai produkstivitas yang tinggi namun arad tergolong tidak ramah, selain dapat
merusak ekosistem penggunaannya dapat merusak kelangsungan sumberdaya ikan
sebagai target penangkapan. Tertangkapnya organisme yang bukan merupakan
target tangkapan dapat menggangu keseimbangan ekosistem perairan. Selain itu
tertangkapnya organisme yang berukuran kecil dan belum mencapai ukuran
matang gonad juga merupakan kegiatan perikanan tangkap yang tidak
bertanggungjawab. Menurut Hamdan (2007) Peningkatan produksi hasil tangkapan
dapat dilakukan dengan cara peningkatan penggunaan alat tangkap yang produktif
dan efisisen sesuai dengan potensi wilayah setempat. Arad memiliki produktivitas
tinggi tetapi tidak cocok dikembangkan karena bersifat destruktif dan tidak ramah.
Maka pancing sebagai alat yang produktif kedua setelah arad direkomendasikan
untuk digunakan karena memiliki produktivitas yang cukup baik, namun demikian
karena pancing memiliki kriteria yang agak ramah maka perbaikan tingkat
62
keramahan pancing harus dilakukan agar kegiatan perikanan tangkap tetap
berkelanjutan.
C. Bubu Lipat
Bubu memiliki jumlah produksi yang cukup rendah yaitu sebesar 77,72
ton/tahun. Unit penangkapan bubu di Kabupaten Indramayu sebanyak 369 unit
sedangkan jumlah trip per unit alat tangkap adalah 37 trip/unit/tahun. Perahu bubu
lipat didominasi oleh perahu dengan ukuran kecil yaitu 2-3 GT yang melakukan
operasi penangkapan 1-4 hari (tulakan). Nilai produktivitas bubu paling rendah
dibandingkan dengan yang jaring insang, pancing, dan arad. Nilai produktivitas
bubu lipat adalah 0,006 ton/trip. Nilai produktivitas yang rendah ini karena bubu
bersifat sangat selektif terhadap asil tangkapan, misalnya saja bubu lipat yang
memiliki target tangkapan hanya satu organisme yaitu rajungan. Berbeda dengan
alat tangkap lainnya yang memiliki minimal dua target tangkapan utama.
Bubu lipat dari kelompok perangkap (Trap) ini walaupun memiliki
produktivitas yang rendah namun dianjurkan digunakan karena memiliki kermahan
yang baik bagi lingkungan perairan maupun organisme perairan. Bubu lipat hanya
menangkap hasil tangkapan utama dan membuang hasil tangkapan sampingan
dalam keadaan hidup sehingga aman bagi organisme perairan.
Trap adalah alat tangkap yang sangat selektif dan pasif serta memiliki
target tangkapan yang terbatas. Trap ini berjumlah sangat sedikit bila
dibandingkan dengan alat tangkap yang lainnya. Namun jika dibandingkan dengan
pancing, unit penangkapan trap memang lebih banyak. Nilai produktivitas yang
jauh berbeda antara trap dan alat lainnya terletak pada jumlah produksi per alat
tiap tahunnya. Selain itu perahu-perahu bubu lipat yang memiliki kapasitas relatif
kecil membuat alat ini memiliki produksi tahunan yang rendah pula. Selektivitas
yang tinggi juga berakibat pada rendahnya produktivitas tahunan, namun alat ini
termasuk kategori yang paling ramah dibandingkan dengan alat tangkap lain yang
diteliti.
63
D. Pancing
Pancing memiliki nilai produktivitas terbesar kedua setelah pukat kantong
yaitu sebesar 0,566 ton/trip atau 566 kg/trip. Sama seperti jaring rampus, armada
penangkapan pancing juga bervariasi mulai dari kapal yang berukuran 1 sampai 30
GT. Jumlah produksi pancing di kabupaten indramayu memiliki rata-rata 3.024
ton/tahun dan jumlah trip 5.348 trip/tahun. Selain memiliki produktivitas yang
cukup tinggi (tertinggi kedua) tingkat keramahan pancing juga relatif baik dalam
kategori agak ramah
E. Perbandingan Produktivitas Alat Tangkap
Gambar 7. Produktivitas Alat Tangkap
Nilai produktivitas menunjukkan hasil yang bervariasi dimana nilai yang
paling tinggi adalah arad dengan nilai produktivitas sebesar 0,595 ton/trip dan
terendah adalah bubu lipat dengan nilai 0,006 ton/trip. Alat tangkap arad dinilai
memiliki produktivitas paling tinggi diantara semua alat dengan perbandingan
0.95:0,64:1:0,01 (pancing:jaring insang:arad:bubu/trap). Nilai ini dipengaruhi oleh
jumlah unit alat tangkap, dan jumlah trip dan jumlah hari per trip yang berbeda
pada masing-masing alat. Armada penangkapan gill net millenium misalnya yang
dalam satu trip memiliki jumlah hari yang bervariasi mulai dari harian, empat
harian, sampai 45 hari, namun dalam data ini variasi tersebut disetarakan.
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
Jaring Insang Pukat Kantong (Arad)
Perangkap (Bubu Lipat)
Pancing (Pancing Rawai)
Ton
/tri
p
Produktivitas Alat Tangkap
64
Nilai produktivitas masing-masing alat menunjukan hasil yang berbeda-
beda. Pada saat melaksanakan penelitian (Bulan Maret 2013) hasil tangkapan yang
cukup banyak. Nilai produktivitas pada dasaranya bisa dikatakan cukup baik
kecuali pada alat tangkap bubu lipat. Arad, pancing, serta jaring insang memang
memiliki produktivitas yang cukup tinggi namu ketika alat tangkap ini memiliki
tingkat keramahan yang kurang baik. Terbukti bahwa menurut hasil penilaian
tingkat kermahan bahwa jaring insang (jaring rampus dan gill net millenium)
dengan kategori agak ramah serta arad dengan kategori tidak ramah. Dari hasil
tersebut maka dapat dikatakan bahwa alat tangkap yang produktif cenderung
memiliki tingkat kermahan yang kurang baik, begitupun sebaliknya. Hal ini tidak
sesuai dengan kaidah kegiatan perikanan tangkap yang bertanggung jawab.
Keseimbangan antara produktivitas sebagai indikator efisiensi serta tingkat
keramahan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya
perikanan harus terjaga. Terjaganya keseimbangan antara produktivitas dan tingkat
keramahan akan menciptakan kegiatan perikanan tangkap yang bertanggung jawab
dan berkelanjutan.
Recommended