View
239
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
31
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
A. Penyajian Data
1. Deskripsi Kasus Perkasus
Berdasarkan hasil wawancara kepada responden mengenai gambaran
tanggung-jawab kuli angkut di pelabuhan Tri Sakti Banjarmasin, alasan yang
menyebabkannya, dan akibat yang ditimbulkannya, maka diperoleh sebanyak
7 (tujuh) kasus sebagaimana diuraikan berikut:
a. Kasus I
1) Identitas Responden
a) Pihak Pemberi Upah
Nama: Ju, umur: 30 tahun, pendidikan: SMP, pekerjaan: dagang, dan
alamat: Jl. Jahri Saleh, Gg Alam Sari, Banjarmasin..
b) Pihak Pihak Kuli Angkut Barang
Nama: Ha, umur: 45 tahun, pendidikan: SD, pekerjaan: Kuli Angkut,
dan alamat: Jl. Sutoyo S, Gang 20, RT.9, Banjarmasin.
2) Uraian Kasus
Pada kasus ini adalah terjadi pada Ju. Saat itu ia dan isterinya pulang
dari menengok keluarganya yang sakit di Surabaya. Selain itu ia manfaatkan
juga untuk mencari barang-barang kelontong untuk keperluan di warungnya,
sehingga barang yang di bawanya pulang cukup banyak dan dibuat dalam
beberapa kardus besar.
32
Ketika akan turun dari kapal Marina Nusantara ternyata ia kesulitan
membawa barangnya karena penumpang yang akan naik kapal juga berjejal.
Kebetulan saat itu datangnya Ha menawarkan jasa untuk mengangkut barang
tersebut sampai ke depan gerbang masuk pelabuhan Bandarmasih. Adapun
upah pengangkutan barang saat itu disepakati sebesar Rp.20.000,- dan
langsung dibayarkan oleh Ju kepada Ha.
Setelah pengangkutan barang tersebut selesai, maka Ha langsung pergi
meninggalkan Ju. Namun ketika barang yang diangkut tersebut dihitung
keseluruhan oleh Ju ternyata jumlah hanya 10 buah saja, padahal jumlah
seluruhnya 11 buah, dan ternyata yang hilang adalah 1 buah kotak yang
berisikan despenser merek Sanken.
Saat itu pula Ju pun langsung mencari Ha, dan setelah bertemu maka
ia menanyakan kepada Ha mengapa barangnya berkurang padahal sebelum
diangkat jumlahnya lengkap 11 buah. Namun saat itu Ha berkeras bahwa
semua barang itu telah diangkutnya dan diletakkan pada tempat yang telah
disepakati. Akhirnya antara keduanya terjadi pertengkaran, dan beruntung Ju
dapat ditenangkan istrinya.
Adapun alasan Ha saat itu bersikeras bahwa semua barang telah
diangkatnya adalah karena ia sendiri saat itu secara bersamaan juga
mengangkut barang milik penumpang lainnya, dan lupa menghitung berapa
jumlah barang yang diangkutnya keseluruhan. Namun ia berani bersumpah
bahwa tidak mengambil barang Ju yang hilang tersebut.
33
Akibat kejadian tersebut, Ju menganggap perbuatan Ha yang demikian
tidak bertanggung-jawab, wajar jika ia merasa dirugikan karena barangnya hilang
dalam masa pengangkutan tersebut, walaupun tidak ada yang rusak. Apalagi Ha
tidak mau mengganti barang yang hilang tersebut.51
b. Kasus II
1) Identitas Responden
a) Pihak Pemberi Upah
Nama: H.Mu, umur: 51 tahun, pendidikan: SD, pekerjaan: swasta,
dan alamat: Jl. Jafri Zam-Zam, Komp. DPR, RT.3, Banjarmasin.
b) Pihak Kuli Angkut Barang
Nama: Sya, umur: 25 tahun, pendidikan: SMP, pekerjaan: Kuli
Angkut, dan alamat: Jl. Bandarmasin, komp. Air Mantan, RT.13, Banjarmasin.
2) Uraian Kasus
Menurut H.Mu, pada bulan Juni lalu ia bersama 12 orang kawannya
keliling pulau Jawa untuk mengikuti tur Wali Songo. Pada saat akan berangkat
ia dan kawan-kawannya melihat penumpang yang cukup banyak akan naik
kapal Egon, maka diputuskanlah untuk menggunakan jasa kuli angkut untuk
mengangkat tas para peserta tur. Saat itu digunakanlah jasa Sya untuk
mengangkutnya sampai ke kapal. Adapun biayanya adalah sebesar Rp.15.000-,
dan dibayar setelah barang selesai diangkut semua.
Setelah semua tas diangkut maka dibayarlah upah angkutnya kepada
Sya. Ketika Sya akan meninggalkan tempat maka H.Mu melihat bahwa tasnya
51
Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 24, 25 dan 27 Oktober 2008.
34
rusak, yaitu sobek cukup besar. Akhirnya iapun memanggil Sya dan meminta
pertanggungung-jawabannya untuk mengganti kerusakan tersebut atau
mengembalikan upah yang telah dibayarkan.
Namun saat itu Sya bersikeras tidak mau menggantinya, dan
mengatakan yang penting semua tas dan barang yang ada didalamnya tidak ada
yang hilang. Oleh karena itu menurutnya ia tidak perlu bertanggung-jawab
terhadap kejadian yang menimpa H.Mu tersebut.
Alasannya saat itu adalah karena kejadian tersebut sudah biasa terjadi
dan banyak dialami oleh penumpang lainnya, karena waktu mengangkut tas
tersebut berjejal dan bersenggolan dengan penumpang atau pengangkut barang
lainnya. Kalau tidak ingin masalah menurutnya lebih H.Mu mengangkutnya
sendiri dan tidak perlu mengupah orang lain.
Akibat kejadian yang menimpanya tersebut, maka H.Mu jelas merasa
dirugikan oleh perbuatan Sya yang dianggapnya tidak bertanggung-jawab
dalam mengangkut barang miliknya. Seandainya kapal pada saat itu tidak akan
segera berangkat, maka akan diadukannya permasalahan yang terjadi tersebut
kepada persatuan buruh angkut pelabuhan atau Kesatuan Polisi Pelabuhan Tri
Saksi. 52
c. Kasus III
1) Identitas Responden
a) Pihak Pemberi Upah
52
Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 28 dan 29 Oktober 2008.
35
Nama: Kha, umur: 42 tahun, pendidikan: SMA, pekerjaan: dagang,
dan alamat: Jl. . Gunung Sari Ujung, RT.45, Banjarmasin.
b) Pihak Kuli Angkut Barang
Nama: As, umur: 32 tahun, pendidikan: SD, pekerjaan: Kuli Angkut,
dan alamat: Jl. Sutoyo S, Gang Nuri,RT.24, Banjarmasin.
2) Uraian Kasus
Menurut Kha, kesehariannya ia bekerja sebagai seorang pedagang
gula di pasar lima. Biasanya ia membeli gula tersebut langsung dari pulau
Jawa, yaitu di Gempol Yogyakarta. Untuk pengangkutannya ke Banjarmasin
biasanya menggunakan jasa beberapa buah truk puso milik H.A.Ku yang
pulang dari membawa barang ke Jawa.
Namun pada bulan September lalu ia terpaksa harus mengirimkan
barangnya melalui ekspedi kapal laut karena truk milik H.A.Ku sedang
diservice dan diadakan perbaikan.
Setibanya di pelabuhan Tri Saksi untuk mengangkut barangnya, maka
terpaksa ia menggunakan jasa kuli angkut yang akan menaikkan gulanya ke
atas truk. Saat itu ia mengupah beberapa orang yang dipimpin oleh As, dengan
upah perkarungnya adalah Rp.1000,- dengan jumlah seluruhnya 340 karung.
Selesai pengangkutan iapun membayar upah pengangkutan gula tersebut
sebesar Rp.340.000,- dan langsung membawa gula tersebut ke pasar lima.
Beberapa hari kemudian, ternyata menurut Kha ada beberapa orang
pembeli langganannya datang untuk minta ganti kekurangan gula yang dalam
36
1 karung yang biasanya sebanyak 50 Kg, ternyata ada yang kurang
timbangannya mencapai 1,5 Kg. Karena takut kehilangan langganan maka
terpaksa ia mengganti kekurangan tersebut.
Setelah kejadian tersebut, Kha pun kemudian mendatangi As untuk
meminta pertanggung-jawaban terhadap kejadian yang menimpanya. Namun
pada saat itu As tidak memperdulikannya dan tidak mau bertanggung-jawab.
Adapun alasannya bahwa kejadian yang menimpa Kha itu adalah
sering terjadi dalam pengangkutan barang seperti gula, tepung, bawang dan
lainnya. Hal tersebut karena dalam mengangkat barang tersebut harus cepat-
cepat menyelesaikannya karena masih menunggu angkutan lainnya. Oleh
karena itu ketika akan mengangkat gula biasanya menggunakan gancu,
sehingga tentu saja karung akan berlubang dan gulapun akan jatuh.
Akibat dari kejadian yang menimpanya tersebut, maka Kha merasa
sangat dirugikan, karena gulanya berkurang dari berat yang sebenarnya.
Apalagi ia harus mengganti kerugian para langganannya. Hal ini berbeda
dengan ketika ia menggunakan jasa angkutan truk puso milik H.A.Ku tidak
pernah mengalami permasalahan, bahkan barangnya setelah keluar dari pabrik
langsung masuk truk dan dibawa langsung ke pasar lima. 53
d. Kasus IV
1) Identitas Responden
a) Pihak Pemberi Upah
53
Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 6 dan 7 November 2008.
37
Nama: So, umur: 33 tahun, pendidikan: SMA, pekerjaan: Swasta, dan
alamat: Gang Swadaya, RT. 16, Kel. Pelambuan. Banjarmasin.
b) Pihak Kuli Angkut Barang
Nama: I.Hi, umur: 33 tahun, pendidikan: SD, pekerjaan: Kuli Angkut,
dan alamat: Jl. Sutoyo S, Gang Serumpun, RT.54. Banjarmasin.
2) Uraian Kasus
Pada kasus keempat ini, I.Hi aadalah salah seorang buruh/kuli angkut
di pelabuhan Tri Sakti Banjarmasin. Biasanya kalau banyak barang yang
diangkut melalui kapal laut, maka ia dan kawan-kawannya mengangkut
barang. Namun apabila sedikit barangnya atau memang dalam bentuk peti
kemas yang hanya bisa diangkut dengan menggunakan porklip, maka ia lebih
baik mengangkut barang penumpang kapal laut.
Biasanya dalam mengangkut barang penumpang tersebut ia dan
pemilik barang melakukan kesepakatan lebih dahulu tentang tempat
meletakkan barang, baik untuk yang naik ataupun yang turun kapal laut.
Begitu juga biayanya ditetapkan tergantung kepada jumlah dan berat barang
yang diangkut.
Namun dalam pengangkutan barang penumpang tersebut ia pernah
mengalami permasalahan, yaitu ketika mengangkut barang milik So yang akan
turun dari kapal laut. Saat itu salah satu barang yang diangkutnya, yaitu DVD
ternyata terjatuh, sehingga mengalami kerusakan. Kemudian So marah-marah
kepadanya dan minta ganti rugi. Akhirnya disepakati bahwa ia bersedia
38
membayar biaya service DVD tersebut hingga baik, yang ternyata biayanya
adalah Rp.50.000,-.
Adapun alasan I.Hi sampai mengalami kerusakan dalam mengangkat
DVD tersebut adalah karena ia ingin cepat-cepat selesai mengangkut barang
milik So, sehingga terjatuh saat mengangkatnya. Selain itu, ia juga akan
mengangkut barang yang lainnya.
Akibatnya, ternyata So merasa tidak senang dengan kejadian tersebut.
Karena I.Hi kurang hati-hati mengangkut barangnya hingga DVD nya terjatuh
dan mengalami kerusakan. Untung saja menurutnya DVD tersebut juga bukan
barang yang baru, tetapi pemberian dari adiknya yang tinggal di Solo.54
e. Kasus V
1) Identitas Responden
a) Pihak Pemberi Upah
Nama: L.An, umur: 30 tahun, pendidikan: D.III, pekerjaan: PNS, dan
alamat: Komplek Lumba-lumba, RT.24, Trisakti. Banjarmasin.
b) Pihak Kuli Angkut Barang
Nama: Tau, umur: 39 tahun, pendidikan: SMP, pekerjaan: Kuli
Angkut, dan alamat: Gang Famili, RT.11, Kel.Pelambuan, Banjarmasin.
2) Uraian Kasus
L.An adalah seorang PNS yang bekerja di Puskesmas Kelurahan
Karang Mekar. Pada bulan Juli lalu ia bersama 4 orang kawannya dikirim oleh
54
Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 8 dan 9 November 2008.
39
Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin untuk mengikuti pelatihan teknik
persalinan dan perawatan Bayi di RSUD Yogyakarta. Saat pulang ia kawan-
kawannya memutuskan naik kapal Marina Nusantara dari Semarang-
Banjarmasin.
Pada saat akan turun dari kapal di pelabuhan Tri Sakti dan karena
banyak barang yang dibawa, maka ia menggunakan jasa kuli angkut. Adapun
yang mengakutkan barangnya saat itu adalah Tau, dengan upah sebesar
Rp.23.000,-.
Ketika semua barangnya selesai diangkut oleh Tau, dan dihitung
ternyata L.An kehilangan 1 kardus (kardus mei) buah salah pondoh, yang
harganya ketika membeli di terminal Terboyo Semarang adalah Rp.45.000,-.
Saat ia meminta pertanggung-jawaban kepada Tau, ternyata tidak mau
bertanggung-jawab dan mengatakan bahwa barang yang diangkutnya telah
habis semuanya. Setelah bersitegang dengan Tau, akhirnya L.An pun tak mau
membayar upah pengangkutan barang tersebut.
Alasan Tau saat itu bersikeras tidak mau menggati barang milik L.An
yang hilang, karena menurutnya semua barang telah diangkatnya. Memang
saat itu secara bersamaan ia juga mengangkut barang milik penumpang
lainnya, dan lupa menghitung berapa jumlah barang milik L.An yang
diangkutnya keseluruhan.
Bagi L.An, akibat dari kejadian tersebut, ia merasa dirugikan karena
barangnya hilang dan Tau tidak mau bertanggung-jawab untuk menggantinya.
40
Apalagi sebenarnya buah salak pondoh itu adalah oleh-oleh yang akan
dibagikannya kepada keluarganya.55
f. Kasus VI
1) Identitas Responden
a) Pihak Pemberi Upah
Nama: Y.Hi, umur: 47 tahun, pendidikan: SMP, pekerjaan: Swasta,
dan alamat: Jl. Sutoyo S, Komp. Wildan, RT.14, Banjarmasin.
b) Pihak Kuli Angkut Barang
Nama: M.Af, umur: 36 tahun, pendidikan: SD, pekerjaan: Kuli
Angkut, dan alamat: Komp. UKA, RT.25, Kel. Telaga Biru, Banjarmasin.
2) Uraian Kasus
Pada kasus ini, Y.Hi adalah seorang karyawan swasta yang bekerja di
perusahaan karet Benua Lima Sejurus. Pada bulan April lalu ia mengalami
permasalahan ketika salah satu alat elektronik yang dibawanya dari Solo
mengalami kerusakan, yaitu sebuah tipe merek simba. Saat itu pengait tempat
mengangkat tipe tersebut patah karena terjatuh ketika diangkat oleh M.Af.
Saat itu Y.Hi langsung meminta pertanggung-jawaban kepada M.Af
untuk mengganti barangnya yang rusak sesuai dengan harga tipe tersebut saat
dibelinya di Solo adalah Rp.785.000,-. Namun M.Af tidak mau menggantinya,
sehingga sempat terjadi ketegangan. Akhirnya setelah ditengahi oleh salah
seorang pegawai Dinas Perhubungan, maka berhasil didamaikan dan M.Af
55
Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 12 dan 13 November 2008.
41
diminta mengganti kerusakan dengan biaya Rp. 50.000,-. Sedangkan upah
angkut barang yang sebesar Rp.20.000,- tidak diserahkan oleh H.Yi kepada
M.Af.
Alasan M.Af terhadap kejadian pada saat itu karena saat itu ia ingin
cepat-cepat selesai mengangkut barang milik So, sehingga mengangkat
tersenggol dengan penumpang yang akan naik kapal dan terjatuh, sehingga
mengalami kerusakan. Selain itu, ia juga akan mengangkut barang yang
lainnya.
Akibat dari kerusakan tipenya tersebut, ternyata Y.Hi merasa merasa
tidak senang dengan kejadian tersebut. Karena I.Hi kurang hati-hati
mengangkut barangnya. Untung saja menurutnya ketika ia mencari pengait
tempat mengangkat tipe tersebut ternyata ada di pusat service Sharp, kalau
tidak jelas ia dirugikan.56
g. Kasus VII
1) Identitas Responden
a) Pihak Pemberi Upah
Nama: Wah, umur: 31 tahun, pendidikan: SMA, pekerjaan: Ibu
Rumah Tangga, dan alamat: Jl. Sutoyo S, Gang Mufakat, RT.29, Banjarmasin.
b) Pihak Kuli Angkut Barang
Nama: IAnt, umur: 39 tahun, pendidikan: SD, pekerjaan: Kuli Angkut,
dan alamat: Jl. Belitung Laut, Gang Purnama. RT.09, Banjarmasin.
56
Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 15 dan 17 November 2008.
42
2) Uraian Kasus
Pada kasus terakhir ini, Wah menceritakan bahwa pertengahan bulan
Oktober lalu ia bersama 2 orang anaknya pulang dari Sragen Jawa Tengah
sehabis berhari raya di rumah orang tuanya. Namun suaminya tidak bisa ikut
karena tidak diberi cuti oleh perusahaannya karena sibuk melayani pembeli.
Saat pulang dari Sragen tersebut ia menumpang kapal Egon. Ketika
akan turun di pelabuhan Tri Sakti ia mengalami kesulitan karena harus
menuntun anak-anaknya, sehingga diputuskan untuk menggunakan jasa Ant
sebagai kuli angkut untuk mengangkut barang-barangnya. Adapun biayanya
adalah Rp.18.000,-.
Ketika barang tersebut selesai diangkat dan akan membayar upahnya,
ternyata ia melihat keranjang buah apelnya berlobang. Ternyata saat itu apel
yang ada didalamnya jatuh saat diangkat oleh Ant, sehingga berkurang sekitar
2 Kg. Iapun kemudian minta pertanggung-jawaban Ant, namun tidak mau
mengantinya. Akhirnya disepakati bahwa Wah tidak perlu membayar ongkos
pengangkutan barang tersebut.
Alasan Ant saat itu karena kejadian tersebut sudah biasa terjadi dan
banyak dialami oleh penumpang lainnya, karena waktu mengangkut keranjang
apel tersebut berjejal dan bersenggolan dengan penumpang atau kuli lainnya,
sehingga wajar saja jika keranjang apel itu bolong dan terjatuh sebagian isinya.
Akibat kejadian tersebut, ternyata Wah merasa tidak senang karena
buah apel yang seharusnya seluruhnya menjadi oleh-oleh untuk suaminya
43
hanya sedikit saja. Untung saja saat itu ia tidak perlu membayar biaya
pengangkutan barang, sehingga dianggapnya masih sesuai dengan barangnya
yang hilang. Oleh karena itu menurutnya seharusnya Ant harus hati-hati kalau
mengangkut barang milik orang lagi, apalagi jika barang yang mahal seperti
TV. 57
b. Rekapitulasi dalam Bentuk Matrik
Pada bagian ini penulis menyajikan ringkasan seluruh hasil penelitian
berdasarkan permasalahannya, mulai dari identitas responden, gambaran
terjadinya permasalahan tanggung-jawab kuli angkut di pelabuhan Tri Sakti
Banjarmasin, alasan yang menyebabkannya, dan akibat yang ditimbulkannya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut :
57
Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 19, 20 dan 21 November 2008.
44
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGI UNTUK HALAMAN
MATRIK I
45
B. Analisis
Sudah sifat alamiah manusia bahwa dalam berbagai lapangan kegiatan
upah-mengupah (ijarah) yang dilakukan bertujuan utama untuk meraih
penghasilan. Begitu juga halnya dengan kegiatan upah-mengupah mengangkut
barang dengan menggunakan kuli angkut di pelabutan Tri Sakti Banjarmasin
tentunya tidaklah ingin dalam kegiatan yang dilakukannya tidak mendapatkan
uang. Dalam hal ini seperti pengangkutan barang dengan menggunakan kuli
angkut di pelabutan Tri Sakti tentunya ingin pekerjaan yang dilakukannya
berhasil.
Terhadap terjadi kegiatan upah-mengupah mengangkut barang dengan
menggunakan kuli angkut di pelabutan Tri Sakti Banjarmasin, terutama
tentang tanggung jawab kuli angkut dalam mengangkut barang, maka penulis
berhasil mengumpulkan tujuh kasus, yang berikut ini ditelaah secara
mendalam (analisis) secara kasus perkasus berdasarkan ketentuan hukum
Islam tentang tanggung-jawab dalam kegiatan upah-mengupah, yaitu:
1. Kasus I
Permasalahan yang terjadi pada tanggung-jawab kuli angkut di
pelabuhan Tri Sakti Banjarmasin tergambar bahwa salah satu barang milik
pemberi upah yang diangkut kuli bersangkutan ternyata hilang.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa bagi pihak kuli angkut
bersangkutan yang penting mendapat upah dari pekerjaannya tanpa
memperhatikan berapa banyak barang milik orang yang mengupahnya.
46
Padahal seorang kuli berkewajiban untuk menjaga keselamatan barang yang
diangkutnya karena menjadi tanggung-jawabnya semenjak terjadinya
kesepakatan pengangkutan barang.
Apalagi kalau memperhatikan alasan terjadinya permasalahan tersebut
karena pada saat bersamaan juga mengangkut barang orang lain dan lupa
menghitung jumlahnya. Nampak sekali kuli angkut selalu ingin memperoleh
penghasilan dalam melakukan pekerjaannya tanpa memperhatikan tanggung-
jawab terhadap pekerjaan yang telah dilakukannya. Tidak heran kemudian
timbul permasalahan dalam pengangkutan kuli angkut tersebut.
Alasan karena saat bersamaan juga mengangkut barang orang lain dan
lupa menghitung jumlahnya memang sesuatu yang wajar karena kuli angkut
memang sibuk dalam menyelesaikan pekerjaannya dan mencari penghasilan
sebanyak-banyaknya. Hal tersebut tentunya terlalu berlebihan, karena justru
membuat pihak yang memberi upah merasa terjadi permasalahan terhadap
barangnya yang diangkat oleh kuli bersangkutan. Selain itu merupakan sikap
tamak seorang pekerja atau tenaga upahan yang melakukan apapun juga untuk
memperoleh penghasilan.
Apalagi kalau memperhatikan dari segi akibatnya ternyata menimbulkan
akikatnya pemilik barang merasa dirugikan, jelas sekali telah terjadi pengabaian
tanggung-jawab dalam pengangkutan barang oleh kuli angkut, dan jelas sebagai
bentuk perbuatan yang tidak dapat dibenarkan.
Terhadap permasalahan yang terjadi dalam kasus ini, bahwa konsep
Islam tentang kegiatan ijarah sangat jelas bahwa dalam melakukan pekerjaan
47
yang menjual jasa atau tenaga, seperti upah-mengupah dalam pengangkutan
barang oleh seorang kuli angkut, yang mesti diperhatikan ialah keselamatan
barang yang diangkut sehingga terhindar dari permasalahan. Islam juga telah
menggariskan agar melakukan pekerjaan itu dengan cara yang sebaik-baiknya,
terhindar dari segala yang dapat merusak.
Dengan demikian, dalam praktiknya tanggung-jawab kuli angkut
tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Islam untuk melindungi hak milik orang
yang mengupah. Maksudnya seorang yang dipercaya untuk menjadi kuli
angkut, berarti ia menerima amanah yang mesti dikerjakannya dengan sebaik-
baiknya dan penuh tanggung-jawab, sebab ia telah terikat dengan adanya upah
yang akan diperolehnya dengan melakukan pekerjaan tersebut.
Dengan demikian, yang dilakukan kuli angkut tersebut telah menyalahi
prinsip dasar upah-mengupah, yaitu bebas dari yang merugikan orang lain, dan
telah terjadi perbuatan yang tidak bertanggung-jawab. Padahal Allah SWT.
melarang terjadi yang demikian, karena hukumnya diharamkan sebagaimana yang
dimaksudkan dalam firman-Nya pada surah asy-Syu'ara ayat 182-183: 58
�������� �� ����������� ����������☺����. ��� �����ִ!"# $
%���&��� �'()�*+��,-./ ��� ��"� 0( $ 2�3 45"6�7�� �389:;��<> .
Artinya: "Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di
muka bumi dengan membuat kerusakan.59
2. Kasus II
58
Al-Ghazali, Op.Cit, h. 70. 59
Departemen Agama RI, Op.Cit, h. 586.
48
Pada kasus ini tergambar bahwa barang yang diangkut ternyata
mengalami kerusakan, berarti bahwa kuli angkut hanya tahu bekerja
mengangkut barang saja tanpa memperhatikan keselamatan barang yang
diangkutnya, padahal ia bertanggung-jawab atas pekerjaannya.
Dari gambaran tanggung-jawab kuli angkut di pelabuhan Tri Sakti
tersebut, menunjukkan telah terjadi pengabaian tanggung-jawab, jelasnya tidak
sesuai dengan tata cara upah-mengupah. Meskipun kuli angkut beralasan pada
saat mengangkutnya berdesak-desakan, maka tidaklah lantas sampai
mengabaikan keselamatan barang milik orang yang mengupahnya.
Manurut Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani (murid
Abu Hanifah), berpendapat bahwa pekerja/buruh itu ikut serta bertanggung-
jawab atas kerusakan tersebut, baik yang sifatnya disengaja atau tidak.
Berbeda tentu kalau terjadi kerusakan itu diluar batas kemampuannya seperti
banjir besar dan kebakaran. 60
Apalagi kalau memperhatikan akibat dari kurangnya tanggung-jawab
kuli angkut sehingga barang yang diangkutnya mengalami kerusakan, maka
pemilik barang merasa dirugikan. Hal ini jelas merupakan kejadian yang tidak
pantas, karena seorang kuli angkut dalam melakukan pekerjaannya hanya demi
mengejar pendapatan semata tanpa memperhatikan keselamatan barang orang
yang mengupahnya.
60
M. Ali Hasan, Op.Cit, h.237.
49
Dengan demikian, dalam kegiatan upah-mengupah pengangkutan
barang dengan menggunakan kuli angkut seperti yang terjadi di pelabutan Tri
Sakti Banjarmasin telah terjadi pengabaian tanggung-jawab oleh kuli angkut
selaku orang yang diberi upah mengerjakan pengangkutan itu dengan sebaik-
baiknya.
Hukum Islam menganggap bahwa melalaikan tanggung-jawab karena
kesalahan sendiri berarti diharamkannya, sebab tidak mampu menjaga barang
yang diamanahkan kepadanya. Sebab amanah merupakan gambaran diri
seseorang dalam melakukan pekerjaannya, apakah ia dianggap sebagai orang
yang bertanggung-jawab ataukah tidak bertanggung-jawab dalam melakukan
pekerjaannya. Berarti melalaikan tanggung-jawab hingga merugikan orang
yang mengupah adalah perbuatan yang haram, sebagaimana dimaksudkan
dalam hadis riwayat Bukhari berikut:
ه���ة ا�� � � ا� � �� و� ر� ا� ��� �� ا���� ���ل ا� :��ل ���ر/. أ�-� :ن� +*()� �'م ا�%��$ أ!"! :�
�57/�أ/��ا آ. !(�� ور/. ا45�� !� 23ر ور/. ��ع �0ا 61 ) ا��;�رى روا8(. 7��4'4 $�� و�� ��-� أ/�8
Artinya: "Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW. Sabdanya: "Ada tiga orang
yang aku musuhi pada hari kiamat, yaitu: "orang yang diberi
kepercayaan demi aku lalu ia mengabaikannya, orang yang menjual
kehormatan wanita kemudian memakan uang hasilnya, dan seseorang
yang mempekerjakan orang lain kemudian setelah orang itu
memenuhinya dan menyelesaikannya, dia tidak membayar upahnya.
(HR. Bukhari).
3. Kasus III
61
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Darul
Fikri, t.th), Juz 3, h.40.
50
Dalam praktiknya, tergambar tanggung-jawab kuli angkut di
pelabuhan Tri Sakti Banjarmasin telah menimbulkan permasalahan tersendiri,
barang yang diangkut berkurang jumlahnya. Berarti bahwa kuli angkut tidak
perhatian dengan tata cara melakukan pekerjaan yang baik dan mementingkan
semata-mata selesainya pekerjaan serta mendapatkan upah.
Apalagi kalau memperhatikan alasan terjadinya permasalahan dalam
tanggung-jawab pengangkutan barang tersebut karena merupakan hal biasa
yang terjadi dalam pengangkutan barang, memang kuli angkut
menganggapnya lumrah sudah terjadi permasalahan dalam pengangkutan,
seperti kerusakan, hilang atau berkurang jumlah barang. Namun demikian hal
tersebut tidak bisa dijadikan pembenar untuk mengabaikan dalam melakukan
pekerjaan, dan nampak sekali sebagai bukti perbuatan yang tidak bertanggung-
jawab.
Terhadap permasalahan ini ternyata hukum Islam telah menetapkan
bahwa manfaat yang menjadi objek upah-mengupah harus diketahui secara
jelas, sehingga tidak memunculkan perselisihan dikemudian hari, apabila
pekerjaan yang menjadi objek upah-mengupah tidak jelas, maka hukumnya
tidak sah.62
Apalagi kalau memperhatikan akibat dari perbuatan kuli yang
melalaikan tanggung-jawabnya dalam mengangkut barang tersebut ternyata
pihak pemberi upah selaku pemilik barang ternyata merasa dirugikan, maka
62
Sayyid Sabiq, Op.Cith. 12.
51
apa yang dilakukan kuli angkut tersebut telah menyalahi prinsip dasar upah-
mengupah, yaitu bebas dari yang merugikan orang lain, dan telah terjadi
perbuatan yang tidak bertanggung-jawab.
Islam tentunya menghendaki apa yang dilakukan pemeluknya adalah
dilakukan dengan cara yang baik, tidak merugikan orang lain. Sebab Islam
ingin pekerjaan apapapun yang dilakukan oleh pemeluknya merupakan hasil
dari pekerjaan tangan terutama ketika menjadi kuli angkut/buruh angkut adalah
pekerjaan yang bertanggung-jawab dan yang halal (mabrur). Hal ini
sebagaimana dikehendaki Nabi SAW. dalam sabdanya:
ا� � �� �� را4= ر� ا� �� ر��4 ��� أن ا���� �.?� � �(. ا��/. ��82 وآ. ��= :��ل أي ا�ACD أA�B؟ : و�
63 )روا8 ا���)%(. $��ور
Artinya : Dari Rif’ah bin Rafi’i, bahwasanya Nabi SAW. pernah ditanya
(seorang pemuda) tentang: "Pekerjaan apakah yang paling baik?
Beliau menjawab: “ialah pekerjaan seseorang yang dilakukan dengan
tangannya sendiri dan setiap jual beli yang dilakukan dengan cara
yang mabrur (baik). (HR. Baihaqi).
Dari hadis tersebut jelas sekali bahwa Islam menghendaki seseorang
itu bekerja dengan baik, dan tidak dibenarkan mengabaikan berbagai
pekerjaannya, terutama dalam kegiatan upah-mengupah mengangkut barang.
Selain itu, dalam berbagai kegiatan yang menyangkut hubungan sesama
manusia ini jelas sekali bahwa Islam menekankan menerapkan sikap
bertanggung-jawab.
63
Abu Bakar Muhammad Ibn Hasan Ibn Ali Al-Baihaqi, Sunanul Kubra, (Beirut:
Darul Ma’arif, t.th), Juz. 5, h. 275.
52
Ijarah atau kegiatan upah-mengupah menurut para ulama fikih
hukumnya dibolehkan apabila jenis pekerjaannya itu jelas, seperti buruh
bangunan, tukang jahit, buruh pabrik dan tukang sepatu.64 Perjanjian kerjanya
harus jelas dan buruh berhak menerima upah yang dititikberatkan pada jasa
yang diberikan untuk musta'jir.65 Jadi apa yang dilakukan kuli sebagai tenaga
upahan hanya dianggap boleh dan halal jika selesai dengan baik tanpa ada
permasalahan sesuai kesepakatan dalam transaksi yang dilakukan. Hal ini
sebagaimana dimaksudkan firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 1:
�ִ?@ABCD�A EF89֠.+�� ��H�I�>��* ���(J/
9K�L�(������ … 4MN Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu ... (Al-
Maidah: 1). 66
Dapat dikatakan bahwa permasalahan dalam tanggung-jawab kuli
angkut di pelabuhan Tri Sakti Banjarmasin yang terjadi pada kasus ini
disebabkan oleh tindakan kuli angkut yang kurang bertanggung-jawab dalam
melakukan pekerjaannya, sehingga salah satu barang yang diangkut ada yang
berkurang jumlahnya, dan berakibat merugikan adalah termasuk perbuatan kuli
angkut yang tidak bertanggung-jawab, sehingga perbuatan kuli angkut yang
demikian adalah termasuk kategori yang diharamkan.
4. Kasus IV
64
Nasrun Haroen, Op.Cit, h.232. 65
Ahmad Azhar Basyir, Op.Cit, h. 32. 66
Departeman Agama RI, Op. Cit., h. 156.
53
Gambaran tanggung-jawab kuli angkut di pelabuhan Tri Sakti
Banjarmasin pada kasus ini ternyata barang yang diangkut ternyata mengalami
kerusakan. Kejadian ini terjadi pada saat pengangkutan, yaitu barang yang
diangkat terjatuh.
Kerusakan yang terjadi ini tentunya kuli hanya tahu bekerja
mengangkut barang saja tanpa memperhatikan keselamatan barang yang
diangkutnya dan tidak perhatian dengan tata cara melakukan pekerjaan yang
baik dan mementingkan semata-mata selesainya pekerjaan serta mendapatkan
upah.
Padahal sudah menjadi ketentuan bahwa apabila barang yang menjadi
objek perjanjian upah-mengupah tersebut terdapat kerusakan ketika sedang
berada ditangan pihak yang diupah, yang mana kerusakan itu adalah
diakibatkan oleh kelalaian pihak pekerja sendiri, maka pada dasarnya semua
yang dikerjakan untuk pribadi dan kelompok (serikat) buruh, harus
mempertanggung-jawabkan pekerjaannya masing-masing.
Kalau memperhatikan segi alasannyapun ternyata hanya ingin cepat-
cepat mengangkutnya hingga terjatuh, menunjukkan bahwa tidak semua pekerjaan
itu berjalan mulus. Tetapi walau bagaimanapun kehati-hatian dan menjaga
keselamatan barang yang diangkat adalah hal utama untuk dilakukan. Namun
disinilah dituntut kuli angkut untuk melakukan pekerjaannya dengan sebaik-
baiknya, maka jelas sekali yang dipentingkan kuli bersangkutan semata-mata
agar cepat selesai pekerjaannya tanpa memperhatikan keselamatan hasil
pekerjaannya.
54
Dari segi akibatnya ternyata akibat tidak bertanggung-jawabnya kuli
dalam mengangkut barang tersebut, maka pemilik barang yang rusak tersebut
merasa dirugikan, maka tidak pantas seorang kuli angkut dalam melakukan
pekerjaannya hanya demi mengejar pendapatan semata tanpa memperhatikan
keselamatan barang orang yang mengupahnya. Tidak pantas pula seorang kuli
membuat alasan-alasan yang kurang tepat untuk menghindar dari tanggung-jawab,
padahal ia bisa saja melakukan pekerjaannya dengan memfokuskan
menyelesaikan pekerjaan milik satu orang saja, baru yang lain. Tidak pantas pula
tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaannya agar cepat selesai, sementara barang
yang diangkutnya akhirnya terjatuh dan mengalami kerusakan.
Islam menganggap bahwa antara pihak pemberi pekerjaan dan
penerimaan pekerjaan/buruh telah terjalin hubungan hukumnya. Oleh karena
itu, seorang buruh/kuli angkut dalam hal ini tentunya pekerja mempunyai
kewajiban sebagai berikut:
a. Benar-benar bekerja sesuai dengann waktu perjanjian.
b. Mengerjakan pekerjaan dengan tekun, cermat dan teliti.
c. Menjaga keselamatan barang yang dipercayakan kepadanya untuk
dikerjakannya, sedang kalau bentuk pekerjaan itu berupa urusan,
mengurus urusan tersebut sebagaimana mestinya.
d. Mengganti kerugian kalau ada barang yang rusak, dalam hal ini
apabila kerusakan tersebut dilakukan dengan kesengajaan atau
kelengahannya (alpa). 67
Oleh karena permasalahan yang terjadi pada kasus ini memang mutlak
kesalahan dari pihak kuli angkut, karena semata-mata hanya ingin cepat-cepat
menyelesaikan pekerjaan dan akibatnya barang tersebut terjatuh, sehingga
67
Chairuman Pasaribu dan Sukhrawardi K. Lubis, Op.Cit, h. 156.
55
mengalami kerusakan. Berarti kuli angkut telah mengabaikan tanggung-
jawabnya untuk melakukan pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan
sebaik-baiknya. Mengabaikan tanggung-jawab sehingga merugikan orang lain
adalah diharamkan. Sebab, kenyataan tersebut jelas tidak sesuai firman Allah
SWT. dalam surah al-Qashash ayat 26:
-O �� ֠ �ִ☺�?Pִ:Q�� 9O��BCD�A �Q"R�S�T�U�V�� � WX�� �Y"RִZ
4[�> \]"RִS�T�U�V�� 6^N� ����� �3_9>�7��
Artinya: "Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah
ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita)
ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Al-Qashash: 26). 68
5. Kasus V
Pada kasus ini tergambar bahwa salah satu barang yang diangkut
ternyata hilang, menunjukkan bahwa pihak kuli angkut tidak mengedepankan
tanggung-jawab dalam pekerjaan. Dalam hal ini yang penting mendapat upah dari
pekerjaannya, tidak ada perhatian dengan tata cara melakukan pekerjaannya dan
mementingkan selesainya pekerjaan.
Pada kategori ini gambaran tanggung-jawab kuli angkut di pelabuhan
Tri Sakti Banjarmasin sangat rendah. Apalagi dari segi alasan terjadinya
karena saat bersamaan juga mengangkut barang orang lain dan akhirnya lupa
menghitung jumlah, maka tidak ada dedikasi dalam pekerjaannya. Oleh karena
itu wajar saja jika akibatnya kemudian pihak yang memberi upah tersebut
68
Departeman Agama RI, Op.Cit, h. 613.
56
merasa dirugikan oleh perbuatan kuli angkut demikian, karena salah satu
barang miliknya hilang.
Dalam tinjauan hukum Islam bahwa meskipun pada dasarnya
meningkatkan penghasilan dalam melakukan pekerjaan adalah sesuatu yang
tidak dilarang, namun dilarang untuk melakukannya secara berlebih-lebihan
atau tidak wajar karena bisa saja akan merugikan orang lain. Allah berfirman
dalam surah al-An’am ayat 141 :
��� … ��H�(J�Y-a(b c d�eC��� �� fg9�*h EF_9J�Y-a�☺���� 4MMN
Artinya: "… dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Al-An'am: 141).69
Memperhatikan ayat tersebut, maka pada dasarnya seorang pekerja
khas (khusus) seperti kuli angkut mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan
pekerjaannya kepada seseorang yang telah mengupahnya, tidak dibenarkan
pada saat bersamaan juga mengerjakan milik orang lain.
Disinilah seorang kuli angkut sebagai seorang pekerja dituntut untuk
mempunyai sikap ihsan (kebajikan). Imam Al-Ghazali mengemukakan bahwa
Allah SWT. memerintahkan agar kita senantiasa berpegang pada nilai-nilai
keadilan dan kebajikan dalam segala urusan. Keadilan merupakan penyebab
diperolehnya keselamatan yang dalam melakukan pekerjaan. Sedangkan
69
Departeman Agama RI, Op.Cit., h. 212.
57
kebajikan (ihsan)merupakan penyebab keberhasilan dan diraihnya kebahagiaan
yang dalam pekerjaan dimisalkan sebagai upah yang diperoleh.70
Dengan demikian, perbuatan kuli angkut seperti yang terjadi dalam
kasus ini adalah gambaran seseorang yang tidak bertanggung-jawab dalam
melakukan pekerjaannya. Wajar saja jika kemudian pemilik barang yang
mengupahnya merasa dirugikan. Dalam pandangan hukum Islam, perbuatan
kuli angkut tersebut jelas menyalahi kesepakatan dalam pengangkutan barang
dan hukumnya adalah diharamkan.
6. Kasus VI
Pada kasus ini tergambar bahwa barang yang diangkut kuli ternyata
mengalami kerusakan. Terjadinya kerusakan ini tentunya selama dalam proses
pengangkutan barang oleh kuli. Berarti kerusakan terjadi selama berada dalam
tanggung-jawab kuli yang mengangkutnya. Permasalahan ini tentunya telah
terjadi pengabaian tanggung-jawab, jelasnya tidak sesuai dengan tata cara upah-
mengupah.
Dari segi alasan terjadinya permasalahan tersebut ternyata pihak kuli
angkut hanya ingin cepat-cepat mengangkutnya hingga terjatuh. Berarti telah
terjadi kelalaian dalam pengangkutan barang, sebab seorang kuli angkut harus
bertanggung-jawab sepenuhnya atas apa yang dikerjakannya.
Oleh karena itu, adalah bentuk kesalahan yang seharusnya jangan
sampai terjadi, apalagi akibatnya pemilik barang yang mengupah tersebut tidak
senang dengan kejadian yang menimpanya. Jadi meskipun buruh bersangkutan
70
Al-Ghazali, Op.Cit, h. 70.
58
berusaha mengganti/memperbaiki kerusakan yang terjadi pada barang pihak
pemberi upah, tetaplah telah melalaikan tanggung-jawabnya.
Islam telah menetapkan aturan dalam kegiatan ijarah menetapkan
bahwa kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya dalam
melakukan akad upah-mengupa. 71 Karena itu, setiap perjanjian kerjanya harus
jelas dan buruh berhak menerima upah yang dititik beratkan pada jasa yang
diberikan untuk musta'jir (buruh yang bekerja), dan pihak yang mengupah
tidak dirugikan.72
Disinilah pentingnya kegiatan ijarah itu harus dilandasi kejujuran, dan
sangat mencela cara yang semata-mata untuk meraih penghasilan tidak wajar,
karena merupakan sifat tamak. Intinya harus dipahami bahwa yang dikerjakan itu
ada batas dan aturanya. Firman Allah dalam surah at-Taubah ayat 105 :
Nb(֠� ���(gִ☺-�� ^�YZR\� J j+�� "�*kQg�ln d/(+��V�6�
�o�&9> �☺����� � EXK�Y*qִV� c2Qr�� �'�gD� �g�,������
sִ:Dtuvw���� �*kx�e#�y, J �ִ☺�� �*z&*{ �o�(gִ☺( $ .
Artinya: "Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan
yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu
kerjakan. 73
Menurut ayat ini, bahwa apa yang dilakukan dalam bekerja, khususnya
dalam kegiatan transaksi upah-mengupah (ijarah) akan selalu berada di bawah
71
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h.117-
118. Lihat:Nasrun Haroen, Op.Cit, h.232. 72
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Wakaf, Ijarah, Syirkah, (Bandung:
Al-Ma'arif, 1987), h. 32. 73
Ibid, h. 198.
59
pengawasan Allah dan Rasul-Nya, begitu juga orang muslim lainnya akan
memperhatikan tindakan yang dilakukan seseorang. Tidak dibenarkan melakukan
tindakan-tindakan yang merugikan pihak lain yang juga berusaha mencari rezeki
untuk memenuhi keperluan hidupnya.
Dengan demikian, membuktikan bahwa kuli angkut bersangkutan telah
melalaikan pekerjaannya. Sebab, membuat tidak senang pemilik barang yang
telah mengupahnya sudah cukup membuktikan kuli angkut kurang bertanggung-
jawab terhadap pekerjaannya. Mengabaikan tanggung-jawab berarti menyalahi
amanah, dan hukumnya diharamkan.
7. Kasus VII
Pada kasus terakhir ini tergambar bahwa barang yang diangkut kuli
bersangkutan berkurang jumlahnya, sehingga tidak sesuai dengan jumlahnya.
Berarti selama proses pengangkutan ada yang tercecer (terjatuh), sehingga
jumlahnya kurang.
Dalam hal ini memang kuli angkut mempunyai alasan bahwa saat
mengangkut berang tersebut berdesak-desakan, sehingga ada barang yang
terjatuh. Namun demikian seharusnya kuli angkut tersebut berhati-hati dalam
melakukannya, sebab ia berkewajiban menjaga keselamatan barang yang
diangkutnya.
Kenyataan yang terjadi pula walaupun kuli angkut berusaha untuk
mengganti barang yang terjatuh tersebut, namun tetaplah pemilik barang yang
mengupahnya merasa tidak senang dengan kejadian tersebut. Menunjukkan
60
telah terjadi sebuah pengabaian tanggung-jawab dalam pengangkutan barang
tersebut.
Permasalahan yang terjadi ini jelas tidak sesuai tujuan
disyariatkannya kegiatan ijarah (upah-mengupah) dalam Islam, yaitu sebagai
sarana tolong menolong. Sebab, para ulama seperti Abdurrahman al-Jaziri
mendefenisikan upah-mengupah adalah:
2F%� �G�F$ F � ��F$ F$' � $%*F'دة $��� �Iل وا 0 �J 0�� 'م��'ض $� .74
Artinya: "Akad suatu perjanjian (kerja) dengan manfaat yang mengandung
maksud tertentu dan dibolehkan, serta menerima upah yang
diketahui".
Dari defenisi ini dapat dipahami bahwa pekerjaan yang dilakukan itu
harus dapat diselesaikan dengan baik, barulah upah diterima. Namun apabila
terjadi permasalahan dalam pekerjaan tersebut, maka upah tidak perlu
diberikan dan ijarah sebagai sarana tolong-menolongpun akan hilang.
Dengan demikian, apa yang dilakukan dalam kegiatan transaksi upah-
mengupah tersebut telah menimbulkan permasalahan dan tidak terpenuhinya
tujuan kegiatan upah-mnengupah dalam Islam.
Dalam hal ini, Islam tentunya menghendaki apa yang dilakukan
pemeluknya adalah dilakukan dengan cara yang baik, tidak membuat hilang
barang milik orang yang mengupah. Sebab Islam ingin pekerjaan apapapun yang
dilakukan oleh pemeluknya merupakan hasil dari pekerjaan tangan yang
74
Abdurrahman al-Jaziri, Kitabul Fiqhi 'Ala Madzahibil Arba'ah, (Beirut: Darul
Fikri, t.th), jilid IV, h. 98.
61
bertanggung-jawab dan halal (mabrur). Hal ini sebagaimana dikehendaki Nabi
SAW. dalam sabdanya:
ا� أ �� ر��4 �� را4= ر� ا� ��� �� و� � ن ا���� �� .?� :A�Bأ ACDل ؟ أي ا���. �(. ا��/. ��82 وآ. ��= $��ور :
) 75 )روا8 ا���)%
Artinya : Dari Rif’ah bin Rafi’i, bahwasanya Nabi SAW. pernah ditanya (seorang
pemuda) tentang: "Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau
menjawab: “ialah pekerjaan seseorang yang dilakukan dengan
tangannya sendiri dan setiap jual beli yang dilakukan dengan cara yang
mabrur (baik). (HR. Baihaqi).
Dari hadis tersebut jelas sekali bahwa Islam menghendaki seseorang itu
bekerja dengan baik, dan tidak dibenarkan mengabaikan berbagai pekerjaannya,
terutama dalam kegiatan upah-mengupah mengangkut barang. Selain itu, dalam
berbagai kegiatan yang menyangkut hubungan sesama manusia ini jelas sekali
bahwa Islam menekankan menerapkan sikap bertanggung-jawab. Karena itu, dari
segi alasan yang dikemukakan pihak kuli yang mengangkut barang tersebut
sudah pasti tidak dapat dijadikan pembenar untuk menghindar dari tanggung-
jawabnya. Berarti telah terjadi perbuatan yang diharamkan, hal ini menyalahi
ketentuan dalam firman Allah SWT. dalam surah al-Qashash ayat 26:
-O �� ֠ �ִ☺�?Pִ:Q�� 9O��BCD�A �Q"R�S�T�U�V�� � WX�� �Y"RִZ
4[�> \]"RִS�T�U�V�� 6^N� ����� �3_9>�7��
Artinya: "Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah
ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya
75
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Op.Cit, h. 371.
62
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita)
ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya". (Al-Qashash: 26). 76
76
Departemen Agama RI, h. 613.
Recommended