View
212
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BIMBINGAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK
MELALUI KISAH-KISAH ISLAMI PADA SISWA-SISWI
SD ISLAM SABILINA CIBUBUR
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I)
Oleh
Dwika Novriyanti Fajrien
NIM: 105052001741
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
BIMBINGAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK
MELALUI KISAH-KISAH ISLAMI PADA SISWA-SISWI SD
ISLAM SABILINA CIBUBUR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam
(S. Sos.I) Pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Oleh:
Dwika Novriyanti Fajrien
105052001741
Di bawah bimbingan :
Dra. Asriati Jamil, M.Hum
NIP. 19610422 199003 2 001
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Juni 2009
Dwika Novriyanti Fajrien
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Bimbingan Pembentukan Kepribadian Anak
Melalui Kisah-Kisah Islami Pada Siswa-Siswi SD Islam Sabilina” telah
diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 Juni 2009.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial Islam (S. Sos.I) pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 25 Juni 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua, Sekretaris,
Drs. Study Rizal LK, M.Ag Dra. Musfiroh Nurlaili H, MA
NIP. 19640428 199303 1 002 NIP. 19710412 2 00003 2 001 Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Drs. M. Lutfi, MA Dra. Nasichah, MA
NIP. 19671005 199403 1 006 NIP. 19671126 199603 2 001
Pembimbing,
Dra. Asriati Jamil, M.Hum
NIP. 19610422 199003 2 001
ABSTRAK
Dwika Novriyanti Fajrien
Bimbingan Pembentukan Kepribadian Anak Melalui Kisah-Kisah
Islami Pada Siswa-Siswi SD Islam Sabilina Cibubur
Cerita dapat membantu membentuk kepribadian anak. Karenanya,
salah satu cara yang cukup efektif dalam menasihati anak adalah melalui
cerita atau kisah. Hal ini cukup efektif, karena anak akan mampu
menyerap dengan mudah gambaran tentang baik dan buruknya sesuatu hal
melalui isi sebuah cerita.
Metode mendidik kepribadian anak melalui kisah akan memberi kesempatan bagi anak untuk berpikir, merasakan, merenungi kisah
tersebut, sehingga seolah ia ikut berperan dalam kisah tersebut. Adanya keterkaitan emosi anak terhadap kisah akan memberi peluang bagi anak
untuk meniru tokoh-tokoh berakhlak baik dan berusaha meninggalkan perilaku tokoh-tokoh berakhlak buruk.
Berkisah, bercerita maupun mendongeng sangat disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa, karena dapat menstransfer nilai-nilai
kehidupan yang terbukti kehebatannya. Banyak ilmu yang dapat kita serap
ketika kita mendengarkan kisah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah
Islami di SD Islam Sabilina Cibubur.
Untuk mengetahui bagaimana bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami, dengan unsur-unsur pokok yang harus
ditemukan sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian yang deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Yaitu penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh siswa-siswi SD Islam
Sabilina Cibubur melalui kisah-kisah Islami misalnya pada perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada sesuatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah, masing-masing
subyek dalam penelitian ini memiliki kepribadian yang berbeda, namun
terdapat persamaan dari ketiganya yaitu sama-sama mendapatkan
bimbingan melalui kisah-kisah Islami yang dapat membentuk kepribadian
pada dirinya masing-masing.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
segala karunia-Nya kepada kita semua, penggenggam kita semua dalam
setiap kejadian dan peyempurna kebahagiaan. Alhamdulillah, segala puji
bagi Dzat yang Maha Pemberi makna hidup kepada makhluknya, Dzat
yang Maha Agung, Maha Bijaksana. Penulis dengan penuh keikhlasan hati
bersyukur atas kehidupan yang diberi, potensi akal dan kasih sayang
disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh akhirnya penulis dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada manusia
Agung pengusung cahaya Ilahi dan rahmat bagi seluruh alam, ialah
Rasulullah Muhammad SAW yang membawa umat-nya menemui jalan
Tuhan-nya. Kesejahtaraan dan keselamatan semoga selalu mengiringinya,
keluarga, para sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Dengan penuh rasa kerendahan hati, penulis menyadari dan
mengakui penulisan skripsi ini jauh dari kesempurna dan juga tidak akan
terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang tidak dapat penulis
membalas pengorbanannya.
Namun berkat do’a, bantuan serta dukungan yang begitu banyak
dari berbagai pihak, Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyusun
skripsi ini hingga selesai dengan judul “Bimbingan Pembentukan
Kepribadian Anak Melalui Kisah-Kisah Islami Pada Siswa-Siswi SD
Islam Sabilina Cibubur”.
Dengan penuh rasa hormat dan takjub, penulis menyadari bahwa
dalam penulisan skripsi ini begitu banyak pihak yang memberikan
bantuan, motivasi, teguran, semangat serta doa dan nasehat yang selalu
mengiringi pembuatan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Drs. Mahmud Jalal, MA
selaku Pembantu Dekan bidang sarana dan prasarana, serta Drs. Study
Rizal, MA selaku Pembantu Dekan bidang kemahasiswaan.
2. Drs. M. Lutfi, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam, serta Ibu Dra. Nasichah, M. Ag, selaku Sekretaris Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
3. Segenap pimpinan karyawan dan staf-staf serta bapak/ibu dosen
Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang talah banyak memberikan
bantuan, ilmu, dan pengalaman. Dan juga Perpustakaan Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, serta Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas memadai atas
buku-bukunya.
4. Yang paling penulis cintai dan hormati yaitu Ayahanda Sumiratno,
beserta Ibunda Siti Zulaeha yang telah rela mencurahkan kasih sayang
kepada penulis sedari kecil. Serta segala pengorbanannya untuk ananda,
berupa waktu, materi, tenaga, pikiran dan doa sehingga penulis mampu
menyelesaikan kuliah dan meraih gelar sarjana.
5. Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan waktu, dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
arahan dan petunjuk kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
Terima kasih banyak atas bimbingan yang diberikan kepada penulis,
semoga skripsi ini akan bermanfaat bagi saya khususnya dan siapapun
yang membacanya.
6. Kakanda Utami dan Adik Tri, terima kasih atas motivasi dan doa kalian
yang memberikan semangat kepada penulis.
7. Bapak Drs. Azwar Chatib selaku Pembimbing Akademik Mahasiswa
BPI 2005. Terima kasih atas arahan dan bimbingan bapak.
8. Kepala Sekolah SD Islam Sabilina Bapak Agus Fatah terima kasih atas
izinnya kepada penulis dalam melakukan penelitian di Sekolah yang
bapak pimpin, serta memberikan banyak referensi dan pengalamannya
kepada penulis.
9. Ibu Rd. Dety Anggraeni, selaku wakil Kepala Sekolah yang sudah
banyak meluangkan waktu untuk menemani penulis selama penelitian.
Serta Bapak/Ibu guru dan murid-murid SD Islam Sabilina terima kasih
atas bantuan dan kerjasamanya dengan baik.
10. Zulfahmi Yasir Yunan yang selalu memotivasi dan menjadi
penyemangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas waktu
luangnya untuk menemani penulis ke tempat penelitian. Dan terima
kasih juga atas pengertian dan perhatiannya kepada penulis.
11. Ibu Susiani (Bu’le Ani) dan Bapak Toni (Le Yono), terima kasih
banyak atas referensinya tentang Sekolah Sabilina. Serta atas doa dan
perhatiannya kepada penulis.
12. Sahabat-sahabat penulis Nissa dan Maya yang sama-sama berjuang
membuat skripsi. Abid, Na, Karin terima kasih atas doa dan
dukungannya serta selalu memberikan semangatnya kepada penulis.
13. Kepada keluarga besar Bapak dan Ibu Prof. Dr. H. M Yunan Yusuf
terima kasih atas doa dan dukungannya.
14. Rekan-rekan BPI, khususnya BPI angkatan 2005, Laily, Jefri, Agus,
Qory, Qiqy, Kasma, yang sama-sama berjuang dalam menyelesaikan
skripsi. Antie, Ina, Yenni, Eneng, dan teman-teman lainnya yang
menjadi motivator penulis dalam menyelesaikan karya kecil ini, terima
kasih atas doanya.
15. Terima kasih kepada Mas Ipul yang sudah banyak membantu dalam
penulisan skripsi ini.
16. Teman-teman KULFA CENTER yang selalu berjuang dan tetap
bertahan dengan keadaan kita semoga perjuangan ini menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat nantinya. Amien, serta murid-murid penulis
Sharen dan Risma yang dapat menghibur ketika penulis sedang jenuh
terima kasih atas dukungannya.
17. Para sahabat dan kerabat, serta semua pihak yang tidak dapat penulis
cantumkan satu-persatu terima kasih banyak atas doa dan dukungannya.
Semoga bantuan dan kerjasama yang baik ini dibalas oleh Allah SWT,
dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembacanya.
Amien!
Depok, 17 Juni 2009
Penulis
Dwika Novriyanti Fajrien
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………..…….
A. Latar Belakang
Masalah…….....…………………….…….........
B. Pembatasan dan Perumusan
Masalah.………………….……....
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
.………………………….…….
D. Metodologi Penelitian………………………….....…………….
E. Sistematika Penulisan…………………………………………..
BAB II TINJAUAN TEORI………………………………………………
A. Bimbingan.................................................................................
...
1. Pengertian Bimbingan...……………………………………..
2. Bentuk Bimbingan…………………………………………..
3. Metode Bimbingan…………………………………………..
B. Kepribadian……………………………………………………..
1. Pengertian Kepribadian……………………………………...
2. Faktor yang Mempengaruhi
Kepribadian.…………………..
C. Anak………………………………….…………………………
1. Pengertian Anak………………..……………………………
2. Kebutuhan Anak…………..………………………………...
D. Kisah……………………………………………………………
1. Pengertian Kisah…………………………………………….
2. Pembagian Kisah…………………………………………….
3. Manfaat Berkisah……………………………………………
4. Tujuan Kisah dalam al-Qur’an………………………………
5. Perbedaan Dongeng, Cerita, dan
Kisah……………………..
i
ii
vii
1
1
8
8
9
13
15
15
14
17
19
21
21
24
28
28
29
BAB III PROFIL SD ISLAM SABILINA………………………………...
A. Sekilas Yayasan
Sabilina…………….........................................
B. Identitas Sekolah………………………………………………..
C. Visi dan Misi
Sekolah..................................................................
D. Kurikulum Pendidikan………………………………………….
E. Komponen Siswa……………………………………………….
F. Sarana dan Prasarana…………………………………………...
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA.……………………………
A. Pelaksanaan Bimbingan Kisah………………………………....
B. Tahap Pembentukkan Kepribadian dengan
Kisah……………..
C. Gambaran Umum Subyek
Penelitian…………………………..
D. Metode yang Digunakan………………………………………
BAB V PENUTUP …………………………………………………………
A. Kesimpulan……………………………………………………..
B. Saran…………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
LAMPIRAN
34
34
36
37
38
38
40
40
40
40
42
45
45
46
46
57
59
63
65
65
66
68
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lebih dari 25% total penduduk di dunia adalah anak-anak. Namun
bukan tidak mungkin jumlah tersebut bisa menjadi salah satu anasir
penentu masa depan bangsa. Karena kepribadian suatu bangsa tergantung
dari kepribadian generasi mudanya. Menurut data yang ada, sekitar ± 28
orang per tahun usia anak dan remaja mengakhiri masa frustrasinya akan
kehidupan dengan cara bunuh diri.1
Selama berpuluh-puluh tahun, orang sudah begitu yakin bahwa
keberhasilan di masa depan sangat ditentukan oleh kepribadian anak. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kepribadianlah yang membuat anak sukses
hidupnya. Penelitian melaporkan, anak berusia 2-5 tahun, yang sering
menonton film kartun yang menunjukkan kontak fisik, memiliki
kecenderungan bersikap agresif di masa mendatang.2
Semakin sering anak usia sekolah menonton program televisi yang
mempertontonkan kekerasan, semakin besar pula kecenderungan mereka
untuk mempunyai tingkah laku anti-sosial. Misalnya agresif, tidak patuh,
dan bermasalah di usia sekolah.
1Neno Warisman, Makalah Seminar Kisah Antara Kisah dengan Kepribadian Anak Kita,
(Depok: Hotel Bumi Wiyata 2008), h. 1. 2Ibid., h. 1-2.
Pada tingkat TK atau SD menjadi tempat pertama anak-anak
memperoleh pendidikan dasar, karena di tempat ini anak lebih cepat
mendapat pengaruh dan lebih mudah dibentuk pribadinya. Dalam cerita
terdapat ide, tujuan, imajinasi, bahasa, dan gaya bahasa. Unsur-unsur
tersebut berpengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Dari sinilah
tumbuh kepentingan untuk mengambil manfaat dari cerita di sekolah,
pentingnya memilih cerita, dan bagaimana cara menyampaikannya pada
anak. Oleh karena itu, penetapan pelajaran bercerita pada masa awal
sekolah dasar adalah bagian terpenting dari pendidikan.3
Cerita dapat membantu membentuk kepribadian anak. Karenanya,
salah satu cara yang cukup efektif dalam menasihati anak adalah melalui
cerita atau kisah. Hal ini cukup efektif, karena anak akan mampu
menyerap dengan mudah gambaran tentang baik dan buruknya sesuatu hal
melalui isi sebuah cerita. Seiring berjalannya waktu, bahkan sampai
berabad-abad, cerita rakyat masih selalu melekat dalam ingatan banyak
orang. Hal ini dikarenakan cerita rakyat memiliki nilai tersendiri
dibandingkan dengan cerita-cerita lainnya. Ada yang bersifat pendidikan
moral bagi masyarakat tertentu, nilai sejarah, ataupun mitos. Dengan
demikian, cerita-cerita ini selalu dipelihara dan disampaikan dari mulut ke
3Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2002), h. 4-5.
mulut sebagai upaya penyampaian pesan yang terdapat di dalam masing-
masing cerita.4
Tetapi sebagian dari isi cerita ada yang mengandung unsur-unsur
negatif. Hal ini kecuali jika kita menghindarkan hal yang negatif atau
memperbaikinya, karena informasi yang terkandung dalam cerita akan
berpengaruh pada pembentukan moral dan akal anak, dalam kepekaan rasa,
imajinasi, dan bahasanya.5
Misalnya, cerita Malin Kundang Anak Durhaka, cerita ini begitu
melekat dalam ingatan banyak orang. Bahkan para guru, orang bijak, dan
orangtua selalu menyelipkan cerita ini di beberapa pesan moral yang mereka
sampaikan kepada murid atau anaknya agar menjadi anak yang berbakti
kepada orangtua dan tidak mendapatkan murka Tuhan. Bingkai cerita rakyat
ini merupakan media bagi orangtua dahulu untuk memberikan pendidikan
tertentu kepada masyarakat dan generasi berikutnya, memang efektif. Dalam
perumusannya dari masing-masing cerita tersebut, orangtua dahulu
memberikan bahasa khusus untuk sebuah larangan, pantangan, dan hal tabu,
yaitu dengan ungkapan “pamali”, agar mereka tidak mendapatkan akibat
buruk sebagaimana yang terdapat dalam cerita-cerita rakyat ini.6
Banyak hikmah dan pesan moral yang dapat diambil dan dijadikan
pelajaran bagi anak, seperti kejujuran, kesalehan seseorang, mencintai sesama
makhluk Tuhan. Kisah kepahlawanan, anak durhaka yang celaka, kesabaran,
4Wahyu Media, Bentuk-bentuk Kepribadian Anak Melalui Cerita Rakyat, artikel diakses
pada 02 April 2009 dari http://www.wahyumedia.com 5Majid, Mendidik Dengan Cerita, h. 4.
6Media, Bentuk-bentuk Kepribadian Anak Melalui Cerita Rakyat.
dan pengorbanan seorang pemimpin, ketulusan cinta kasih ibu, dan kerugian
orang yang sombong. Sebagaimana ditekankan penyusun, sebuah kisah
merupakan daya tarik dan bisa menjadi imajinasi anak dalam mencerna cerita.
Kini cerita yang sarat akan nilai-nilai moral mulai tersingkir dengan
banyaknya anak yang mengidolakan tokoh-tokoh kartun seperti Doraemon,
Dora, Kapten Tsubasa hingga Spongebob. Televisi mengambil alih peran
orang tua dan menjadi pencerita utamanya. Di Negeri Cina, ada sebuah
provinsi yang masyarakatnya masih sarat dan kental memegang nilai-nilai
Islam. Padahal, mereka adalah minoritas di negaranya.7
Berdasarkan salah satu sumber penyebabnya ternyata adalah karena
kaum ibu di tempat itu seringkali menceritakan kisah atau bercerita kepada
anak-anaknya setiap kali anak-anak akan beranjak tidur, para ibu dengan rutin
menceritakan kisah para pejuang, tokoh-tokoh muslim pada anak-anak
mereka. Hal ’kecil’ itu ternyata mampu membuat nila-nilai rabbaniah
mengakar pada relung masyarakat agar selalu memegang nilai-nilai Islam.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? alih-alih bercerita tentang rasul,
sahabat, atau tokoh muslim, kita dan anak-anak mungkin tidak lagi “mengenal
cerita ‘Si kancil Curi Ketimun’. Tetapi lebih paham dengan judul Si Tansil
Curi Triliyun”. Buktinya sekarang, otak kancil masih merajalela. Tanpa sadar
kita sering dididik untuk menjadi licik, bukan cerdik.
Tambah lagi, cerita-cerita rakyat pada umumnya sangat kentara
dengan nilai-nilai syirik, ujar Wuntat Wawan Sembodo, S.Ag. seorang
7Neno Warisman, Bercerita, Sudahkah Anda Membiasakannya?, artikel diakses pada 27
Maret 2009 dari http://www.google.com. h. 2-3.
pencerita asal Yogyakarta yang kerap diundang ke berbagai tempat untuk
bercerita di depan anak-anak.8
Menurut pakar dongeng Riris Sarumpaet, dongeng bermanfaat bagi
orangtua sebagai pendongeng, dan tentu saja untuk anak sebagai pendengar.
Selain itu, dari berbagai cara untuk mendidik anak, dongeng merupakan cara
yang ampuh dan efektif untuk memberikan human touch atau sentuhan
manusiawi dan sportivitas bagi anak.9
Bahkan, di dalam al-Qur’an pun kita dapat menemukan beberapa
kisah, seperti kisah para Nabi dan Rasul. Begitu pentingnya cerita sehingga
Allah swt, memerintahkan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw, untuk
menceritakan tentang kisah Nabi dan Rasul terdahulu. Allah swt berfirman
dalam surat Maryam ayat 41 :
�������� �� ����������
������������ � �� !"�� �#$⌧�
�&�'��(�) �*+�,!" -/0
Artinya: “Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab
(Al-Qur’an ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan
lagi seorang Nabi.”
Metode mendidik kepribadian anak melalui kisah akan memberi
kesempatan bagi anak untuk berpikir, merasakan, merenungi kisah tersebut,
sehingga seolah ia ikut berperan dalam kisah tersebut. Adanya keterkaitan
emosi anak terhadap kisah akan memberi peluang bagi anak untuk meniru
8Ibid., h. 4.
9Kak Mal, The Power Of Story Telling Kekuatan Dongeng Terhadap Pembentukan
Karakter Anak, (Depok: Luxima Metro Media), h. 12.
tokoh-tokoh berakhlak baik dan berusaha meninggalkan perilaku tokoh-tokoh
berakhlak buruk.
Sedangkan Islam mengajarkan kita mengambil ikhtibar, nasihat dan
pelajaran dari kisah-kisah al-Qur’an, agar kisah-kisah tersebut menjadi
penghalang dari terjerumusnya kita ke dalam kesalahan-kesalahan. Allah
berfirman dalam Al-qur’an surat Yusuf ayat 111:
1(2�2� 34$⌧� �� �5�6�7872$
9:�;��� =>?☯A ���B��CA�� �
��D �#$⌧� �&E'�(�F GH�;�I�J'
K�B�2�� �L'�(72N O�$PQ�� ��S��
� 'T(�' UV+�7�J2N� 0WVXG Y�Z⌧[
O\(]�� &^�_`�a� bc�`2��d�
�#`&�D2' -///0
Artinya : ”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran
bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman.”(QS. Yusuf [12]: 111)
Kisah-kisah dalam al-Qur’an merupakan nasihat yang paling penting,
yang Allah berikan kepada kita, agar kita dapat mengambil pelajaran dari
kehidupan umat-umat yang terdahulu. Juga agar kita mengetahui bahwa Allah
adalah Maha kuasa atas segala sesuatu, dan Allah Maha Penyayang terhadap
kita, sebab Dialah yang mendekatkan petunjuk dan bimbingan kepada kita
dalam pola yang sangat sederhana dan sesuai dengan akal manusia. Selain itu,
juga agar semua pihak mengetahui bahwa al-Qur’an menjelaskan tentang
segalanya.
Cerita atau kisah mempunyai kekuatan dan daya tarik tersendiri dalam
menarik simpati anak, perasaannya aktif. Hal ini dapat memberi gambaran
bahwa cerita atau kisah disenangi banyak orang, cerita dalam al-Quran bukan
hanya sekedar memberi hiburan, tetapi untuk direnungi, karena cerita dalam
al-Quran memberi pengajaran kepada manusia.
Dapat dipahami bahwa cerita dapat melunakkan hati dan jiwa anak
didik, cerita tidak hanya sekedar menghibur tetapi dapat juga menjadi nasehat,
memberi pengaruh terhadap akhlak dan perilaku anak, dan terakhir kisah atau
cerita merupakan sarana ampuh dalam pendidikan, terutama dalam
pembentukan kepribadian anak. Hal ini dikarena anak mulai dapat
mendengarkan cerita sejak ia dapat memahami apa yang terjadi di
sekelilingnya, dan mampu mengingat apa yang disampaikan orang
kepadanya.10
Berdasarkan latar belakang dan pokok pikiran di atas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam dan sekaligus dijadikan
pembahasan skripsi dengan judul “Bimbingan Pembentukan Kepribadian
Anak Melalui Kisah-Kisah Islami Pada Siswa-Siswi SD Islam Sabilina
Cibubur.”
10Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2002), h. 3.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah maka penulis membatasi
masalah pada bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-
kisah Islami di SD Islam Sabilina Cibubur.
2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk
bimbingan melalui cerita tentang kisah-kisah Islami dalam rangka
membentuk kepribadian anak?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah
Islami di SD Islam Sabilina Cibubur.
2. Manfaat penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis,
yaitu memberikan sumbangan wawasan keilmuan khususnya bimbingan
dan penyuluhan Islam mengenai pembentukan kepribadian anak. Dan
manfaat praktis, yaitu memberikan gambaran dan informasi kepada para
orang tua agar dapat memberikan waktu luang kepada anak-anaknya untuk
selalu mendongengkan sebuah cerita atau kisah.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana bimbingan pembentukan
kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami, dengan unsur-unsur pokok
yang harus ditemukan sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian yang
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Yaitu penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh siswa-siswi SD
Islam Sabilina Cibubur melalui kisah-kisah Islami misalnya pada perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada sesuatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.11
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy. J. Moleong,
pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
11Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2007), cet. ke-23, h. 6.
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati.12
Menurut Hesti R. Wijaya (1996) penelitian kualitatif akan lebih
diuntungkan karena disainnya lebih fleksibel dan berkembang dalam
proses penelitiannya, dan juga lebih bisa menjelaskan, memberikan
pengertian, serta pemahaman yang mendalam.13 Oleh karena itu
Poerwandari (2001) menyatakan:“hal-hal yang membutuhkan pemahaman
mendalam dan khusus sangat sulit diteliti dengan pendekatan kuantitatif 14
Adapun tehnik pendekatan kualitatif yang digunakan yaitu studi
kasus. Yang didefinisikan sebagai kasus yaitu fenomena khusus yang hadir
dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded contcxt). Kasus itu dapat
berupa individu, kelompok kecil, organisasi, komunitas, atau bahkan suatu
bangsa (Poerwandari, 2001).15 Kasus yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kasus pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami.
Penelitian ini berupa penelitian deskriptif yang bertujuan
menggambarkan suatu keadaan atau suatu fenomena tertentu berdasarkan
data-data yang diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti berupaya
semaksimal mungkin untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai
proses pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami.
12Ibid., h. 4.
13Wijaya, Hesti R. Penelitian Berperspektif Gender dalam Jurnal Analisis Sosial:
Analisis Gender dalam Memahami Persoalan Perempuan, Edisi 4/November, (Bandung: Akatiga,
1996), h. 4. 14
Poerwandari, Kristi E. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia,
(Jakarta: LPSP3 UI, 2001), h. 12. 15
Kristi E. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, h. 13.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini, diambil 3 (tiga) orang siswa secara
acak dengan variasi kelas yang berbeda. Terpenuhinya variasi ini
diharapkan dapat menggambarkan jawaban atas permasalahan penelitian
dengan baik. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah bimbingan
pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami pada siswa-
siswi SD Islam Sabilina Cibubur.
3. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan permasalahan penelitian dan data-data yang
dibutuhkan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Observasi
Observasi yaitu aktifitas pengamatan meliputi kegiatan pemusatan
perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan alat indera.16
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara mengamati
kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang berhubungan dengan kisah-
kisah Islami.
b. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu.17
Wawancara ini dilakukan karena peneliti
16Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT.
Rieneka Cipta, 1996), h. 145. 17Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung:Alfabeta, 2005), h. 72.
bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna
subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang
diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara
terstruktur, yaitu wawancara yang pertanyaannya akan diajukan telah
ditetapkan dan disusun oleh peneliti sendiri secara jelas dan terinci
dalam suatu bentuk catatan.
c. Dokumentasi
Data-data yang diperoleh dari lapangan yang berhubungan dengan
masalah penelitian, baik dari sumber dokumen formal, buku-buku,
artikel dan lain sebagainya.
4. Teknik Analisis Data
Yang dimaksud dengan teknik analisa data adalah suatu proses
penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan.18 Menurut Bogdan & Biklen yang dikutip oleh Lexy J
Moleong mengemukakan bahwa teknik analisis data kualitatif adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi bahan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang akan
diceritakan kepada orang lain.19
18Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES,
1995), cet. ke-1, h. 263. 19Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 284.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan
tujuan yang ingin dicapai, yaitu dari data yang terkumpul kemudian
dijabarkan dengan memberi interpretasi untuk kemudian diambil
kesimpulan akhir.
5. Teknik Penulisan
Dalam penulisan ini peneliti menggunakan teknik penulisan yang
didasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi”
Yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and
Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberikan gambaran
secara ringkas tentang susunan penulisan ini. Untuk memudahkan arah
pembahasan maka penulis membagi penulisan ini menjadi 5 (lima) bab,
terdiri atas:
BAB I PENDAHULUAN
Memuat latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian,
tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Pada bab ini penulis mengemukakan tentang bimbingan, meliputi:
pengertian bimbingan, bentuk bimbingan, serta metode
bimbingan. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tentang
kepribadian, Anak. Serta pembahasan mengenai kisah-kisah
Islami.
BAB III PROFIL SD ISLAM SABILINA CIBUBUR
Pada bab ini penulis akan membahas tentang SD Islam Sabilina,
terdiri atas: sekilas yayasan Sabilina, identitas sekolah, visi dan
misi sekolah, kurikulum pendidikan, komponen siswa, serta
sarana dan prasarana.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
Pada bab ini berisi tentang temuan data dan analisis pelaksanaan
bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah
Islami pada siswa-siswi SD Islam Sabilina Cibubur.
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan mengenai hasil penelitian mengenai
temuan-temuan dalam penelitian yang dianggap penting dan saran
yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Bimbingan
1. Pengertian Bimbingan
Pengertian bimbingan yang lebih formulatif adalah bantuan
yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimiliki
mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami
diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan
rencana masa depan yang lebih baik.20
Dewa Ketut Sukardi menjelaskan, “Bimbingan adalah suatu
proses yang diberikan kepada seseorang agar dapat mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki, mengenal diri sendiri, mengatasi
persoalan sehingga ia dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara
bertanggung jawab tanpa tergantung pada orang lain.”21
Mc Daniel menjelaskan, bimbingan adalah bagian dari proses
layanan yang diberikan kepada individu guna membantu mereka
memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam
20M. Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h.
9.
21
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1982), h. 66.
membuat pilihan-pilihan, rencana-rencana, dan interpensi-interpensi
yang diperlukan untuk menyesuaikan diri yang baik.22
Sementara itu, Jones Staffire dan Stewart menjelaskan,
bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam
membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana.
Bantuan itu berdasarkan atas prinsip demokratis yang merupakan tugas
dan hak setiap individu untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh
tidak mencampuri hak orang lain.23
Dari definisi yang dikutip di atas, dapat diambil beberapa
penjelasan, yaitu:
a) Bimbingan adalah suatu bantuan yang diberikan pada setiap orang
yang mengalami perkembangan. Sehingga tidak benar orang yang
menganggap bahwa bimbingan hanya diberikan bagi orang yang
hanya bermasalah saja, tapi bimbingan berlaku bagi setiap individu,
pada setiap fase, dan dimana saja.
22Ibid., h. 95.
23Prayitno dan Eman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1999), cet. ke-1. h. 94.
b) Bimbingan dilakukan secara berkesinambungan, tidak cukup sekali
saja diberikan, karena bimbingan memiliki tujuan yang pasti, bukan
kegiatan yang dilakukan secara kebetulan saja, tanpa ada aturan
main yang berlaku dan bimbingan memberikan alternatif-alternatif
dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh klien.
2. Bentuk Bimbingan
Berbagai bentuk-bentuk bimbingan telah berkembang
mengikuti perkembangan tuntunan hidup manusia dalam masyarakat
yang semakin meningkat tuntunan hidupnya. Yang demikian itu,
berdampak pula pada kehidupan mental spiritual mereka yang semakin
ruwet (kompleks), tidak sederhana dan tidak pula semakin meredakan
batin, bahkan sebaliknya semakin meningkatkan ketegangan jiwa.
Untuk menolong meredakan ketegangan-ketegangan tersebut,
maka bimbingan mengarahkan pada bentuk-bentuk yang dapat dilihat
dari segi bidangnya, menurut H. M. Arifin diantaranya adalah:
1. Bimbingan dan Penyuluhan bidang Vokasional (Vocational
Guidance and Counseling).
Yaitu bimbingan dan penyuluhan yang berhubungan dengan
masalah jabatan, pekerjaan, atau kekayaan yang perlu dipilih oleh
murid (terbimbing) sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-
masing untuk masalah sekarang maupun masalah masa
mendatang.24
Dengan kata lain, bimbingan tersebut adalah membantu
individu untuk bisa melihat problematika yang dihadapi oleh
terbimbing dalam mencari pekerjaan dan melakukan pekerjaan itu
sesuai dengan kemampuan dan bakat yang dimiliki, serta sesuai
dengan petunjuk Allah swt. Hal ini harus mendapat perhatian dari
orang-orang yang bersangkutan agar dikemudian hari tidak
mengakibatkan frustasi serta kegagalan dalam pelaksanaan tugas
hidupnya.
2. Bimbingan dan Penyuluhan dalam bidang Pendidikan (Education
Guidence and Counseling).
Yaitu pemberian bantuan bimbingan yang menyangkut
tentang pengambilan keputusan mengenai lapangan studi yang
akan dipilih, dalam hal ini ada hubungan dengan kurikulum di
sekolah-sekolah atau perguruan tinggi serta fasilitasnya.25
Seperti kita ketahui pendidikan pada hakekatnya merupakan
upaya untuk mengarahkan pada perkembangan manusia agar
menuju ke arah yang baik, bukan ke arah yang buruk. Sebagaimana
Aunur Rahim Faqih merumuskan bahwa pendidikan adalah upaya
24M. Arifin, Teori-teori Konseling Agama dan Umum, (Jakarta: Golden Terayon, 1996),
cet. ke-3, h. 17.
25Ibid., h. 18.
mengarahkan perkembangan kepribadian (aspek psikologi dan
psikofisik) manusia sesuai dengan hakekat manusia menjadi insan
kamil, dalam rangka mencapai tujuan akhir kehidupannya, yaitu
kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
3. Bimbingan dan Penyuluhan dalam Bidang Kesehatan Jiwa (Mental
Health Counseling).
Yaitu suatu bimbingan atau nasehat yang bertujuan untuk
menghilangkan faktor-faktor yang menimbulkan gangguan jiwa
klien, sehingga dengan demikian akan memperoleh ketenangan
hidup rohaniah yang sewajarnya sebagaimana yang diharapkan.26
4. Bimbingan dan Penyuluhan Keagamaan
Yaitu bimbingan dan penyuluhan yang diberikan kepada
seseorang yang bersifat keagamaan yang bertujuan untuk
membantu problema perseorangan dengan melalui keimanan
menurut agamanya.
Dengan menggunakan pendekatan keagamaan dalam
bimbingan tersebut, klien dapat diberi insight (kesadaran terhadap
adanya hubungan sebab akibat dalam problema yang dialami)
dalam pribadinya yang dihubungkan dengan nilai keimanannya
yang mungkin pada saat itu telah lenyap dalam jiwa klien.
3. Metode Bimbingan
26M. Arifin, Teori-teori Konseling Agama dan Umum, (Jakarta: Golden Terayon, 1996),
h. 19.
Dalam pengertian harfiah metode adalah jalan yang harus
dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, pengertian hakiki
dari metode adalah segala sarana yang digunakan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan baik sarana tersebut baik berupa fisik maupun
non fisik.27 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengertian metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan, dan sebagainya), yakni
cara kerja yang tersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.28
Adapun metode bimbingan menurut M. Arifin adalah :
1. Wawancara
Yaitu salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang
dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya
hidup kejiwaan anak bimbingan pada saat tertentu yang
memerlukan bantuan, sehingga memudahkan konselor dalam
memberikan bimbingan.
2. Metode Group Guidance (Bimbingan Secara Kelompok)
Yaitu cara pengungkapan jiwa serta pembinaannya melalui
kegiatan kelompok-kelompok seperti ceramah, diskusi, dan
sebagainya. Metode ini menghendaki setiap anak bimbing
27
Arifin, Teori-teori Konseling Agama dan Umum, h. 19.
28
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan
dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. ke-1, h. 580-
581.
melakukan hubungan timbal balik dan teman-temannya dan
bergaul melalui kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi
peningkatan pembinaan pribadi masing-masing.
3. Metode Non-Direktif (cara yang tidak mengarah)
Metode ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a. Client centered, yaitu pembimbing bersikap memperhatikan
dan klien lebih aktif.
b. Metode edukatif, pembimbing lebih banyak memberikan
motivasi-motivasi yang bersikap persuasif.
4. Metode psikoanalitis, dengan pengungkapan pikiran perasaan dari
klien yang tidak lagi disadari.
5. Metode direktif, pemberian bantuan atau bimbingan secara
langsung dan klien lebih bersikap pasif.
6. Metode sosiometri, ialah salah satu cara yang digunakan untuk
mengetahui hubungan sosial terbimbing.
Salah satu komponen yang paling penting dalam proses
pelaksanaan bimbingan khususnya di lembaga pendidikan adalah
metode yang diterapkan. Metode bimbingan juga berfungsi sebagai
penunjang kelancaran program pembinaan dan pendidikan yang
pelaksanaannya berdasarkan atau pendekatan individual atau kelompok.
Metode yang diterapkan harus sesuai dengan sifat pelayanan
berdasarkan pendekatan-pendekatan psikologis dan sosial cultural yang
mungkin menjadi sumber pokok-pokok problem yang dihadapi.
Dalam penerapannya, ada beberapa metode yang lazim
dipakai dalam bimbingan dimana sasarannya adalah mereka yang
berada dalam kesulitan mental spiritual disebabkan oleh faktor-faktor
kejiwaan dari dalam dirinya sendiri. Pada penulisan ini bimbingan
dilihat sebagai proses komunikasi.
B. Kepribadian
1. Pengertian Kepribadian
Kepribadian berasal dari kata “Personality” dalam bahasa
Inggris yang berasal dari kata “Personal” dalam bahasa Latin yang
berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh
pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan
perilaku, watak atau pribadi seseorang.29
Pengertian kepribadian, adalah sebuah konsep yang sukar
dimengerti dalam psikologi, meskipun istilah ini digunakan sehari-
hari.30 Di bawah ini akan dikemukakan sederetan definisi dari berbagai
sarjana, sekedar untuk menggambarkan beberapa luasnya pengertian
yang dicakup oleh istilah tersebut.
Menurut teori psikologi, dikemukakan oleh Fillmore H.Sandfprd,
bahwa kepribadian adalah sesuatu yang unik dari sifat-sifat seseorang
29
Agus Sujanto, dkk., Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet . ke-9.
h.10.
30
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Umur Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), cet.
ke-9. h. 84.
yang berlangsung lama.31
Dapat diambil kesimpulan bahwa kepribadian
merupakan suatu sifat yang menjadikannya sebagai ciri tersendiri dari
orang lain yang tercermin melalui tingkah laku, cara berbicara, berfikir,
dan lain-lain.
Setelah kita memahami pengertian tentang kepribadian, maka
untuk selanjutnya bagaimana membentuk kepribadian itu. Yang jelas
bahwa kepribadian seseorang itu tidak dapat terbentuk dengan hanya
sekaligus jadi dan dengan cara yang mudah. Oleh karena itu,
pembentukan kepribadian merupakan suatu proses akhir dari
perkembangan itu kalau berlangsung dengan baik akan menghasilkan
suatu kepribadian yang harmonis.
Kepribadian disebut juga dengan watak atau karakter.32
Untuk
menciptakan kepribadian seseorang hendaknya sudah kita mulai sejak
dalam kandungan, kemudian berkembang pertumbuhannya dalam
lingkungan keluarga. Hali ini disebabkan karena semua pengalaman
dilalui anak baik yang didengar, dilihat, dirasakan serta pendidikan
yang diterimanya dari orang tuanya, apakah secara sengaja atau tidak
akan menjadi bagian dari kepribadian itu.33
31
Sujanto, Psikologi Kepribadian, h. 11.
32Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998),
cet. ke-8, h. 1.
33
Baihaqi, Metodologi Dakwah Pada Kehidupan Remaja, (Jakarta: Ditjen Bimas Islam
dan Urusan Haji, 1992-1993), h. 6.
Dalam Islam, sitilah kepribadian lebih dikenal dengan term al-
syakhsh yang berarti “pribadi”.34
Abdul Mujib menyebutkan bahwa
Kepribadian dalam psikologi Islam adalah integrasi sistem kalbu, akal
dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku.35Definisi ini
mengemukakan bahwa kepribadian merupakan integrasi dari tiga
komponen daya nafsani. Pertama kalbu (fitrah ilahiyah) sebagai aspek
supra kesadaran manusia yang memiliki daya emosi (rasa), kedua akal
(fitrah Insaniyah) sebagai aspek kesadaran manusia yang memiliki daya
kognisi (cipta) dan ketiga, nafsu (fitrah Hawaniyah) sebagai aspek
prasadar atau bawah sadar manusia yang memiliki daya konasi (karsa).
Sementara Netty Hartati dkk menambahkan kepribadian dalam Islam
banyak definisi yang dikemukakan oleh ahli, diantaranya Al-ghazali
menyebutnya dengan khalq, Ali Rajab menyebutnya dengan Al-thub.36
2. Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian
Di bawah ini, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kepribadian anak, yaitu37:
a. Faktor Genetik.
34Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), cet.
Ke-1, h. 124.
35Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), h. 10.
36Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, h. 126.
37Zulkifli Rahman, Kepribadian Muslim Sejak Dini, artikel diakses pada 28 Maret 2009
dari http://www.google.com
Genetika atau disebut juga GEN adalah merupakan bawaan anak dari
orang tuanya. Pengaruh ini bisa bermacam-macam yang merupakan
sifat dasar bawaan, misalnya pemarah, penyabar, santun, nakal,
luwes, keras kepala, kuat kemauan dan lain-lain. Yang mana watak
dasar ini akan sangat berpengaruh nantinya pada cepat atau
lambatnya pembentukan kepribadian seseorang.
b. Faktor Keluarga
Pengaruh keluarga dalam membentuk kepribadian sangatlah besar,
dan di ranah ini terdiri dari beberapa fase.
1) Fase Embrio. Ini dimulai sejak terjadi pembuahan, sampai
sebelum kelahiran. Dalam fase ini adakalanya anak merasakan
getaran naluriyah yang kuat dari kondisi ibu, ayah, bahkan dari
lingkungan sekitar.
2) Fase Bayi. Ada bayi yang sangat sensitif terhadap sentuhan
lembut sekalipun. Dia mudah terkejut atau kaget. Pada fase ini,
cara ibu menyentuh, memegang, menyusui, memandikan,
memakaikan pakaian bayinya, dapat berpengaruh dalam
membentuk kepribadiannya.
3) Fase Anak. Pada fase ini, anak sudah mulai menyimpan dalam
memori otaknya, berbagai hal yang dilihat dan dirasakan. Suara
yang membentak dengan nada tinggi dari lingkungan sekitar yang
sering didengar, bahkan dari layar kaca sekalipun, akan
berpengaruh pada bentukan kepribadian anak. Pada fase anak ini
sebenarnya yang paling penting di ajarkan kepada anak adalah al-
Asmaa’ (nama-nama atau kata-kata). Karena anak-anak suka
bermain, maka penting menciptakan pola bermain yang sekaligus
mengajarkan kepada mereka al-asmaa’ ini. Mulai dari hitungan
angka, huruf, kata, kalimat, hingga menceritakan sebuah kisah.
4) Fase Dewasa. Pada fase ini seseorang mulai merdeka menentukan
pilihannya sendiri. Apa yang akan dipilihnya, tentu tergantung
pada bentukan awal kepribadiannya. Tergantung sentuhan apa
yang dia rasakan sejak dia mulai merasakan sentuhan itu.
Tergantung apa yang pernah atau sering dilihat dan didengar sejak
pertama kali dia dapat melihat dan mendengar.
c. Faktor Lingkungan.
Lingkungan sekitar terdiri dari, teman bermain, jiran tetangga, dan
juga lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan ini ada yang
langsung memberi warna dan pengaruh yang kental, ada pula yang
sekedar menyajikan disiplin ilmu tertentu.
Bagaimana anak belajar kepribadian dengan efektif 38
:
1. Setiap anak akan belajar kepribadian terbaik pada situasi
kongkrit yang melibatkan kegiatan fisiknya atau aktif dan
kesempatan untuk menemukan fakta-faktanya sendiri.
38Neno Warisman, Kisah Antara Kisah dengan Kepribadian Anak Kita, (Depok: Hotel
Bumiwiyata, 2008), h. 3.
2. Daya serap akan meningkat jika konsep disajikan dalam konteks
yang akrab dengan anak-anak.
3. Anak belajar kepribadian lebih baik jika diberikan contoh yang
konkrit, ada tantangan, dapat dirasakan oleh indera dan
pengalaman langsung.
4. Kebanyakan anak belajar lebih baik melalui interaksi dengan
anak atau guru atau orang tua (cooperative learning).
5. Belajar dengan menghafal konsep-konsep kepribadian
merupakan strategi belajar yang relatif tidak efektif dan efisien
bagi banyak anak.
6. Otak tidak dibentuk saat bayi di rahim, tapi dibentuk oleh
pengalaman dan belajar. Pengalaman adalah kata kuncinya.
7. Mengajarkan atau menanamkan kepribadian akan memberikan
pengaruh pada kerja otak, maka kita harus mengadaptasi teknik
mengajar atau menanamkan kepribadian sesuai dengan riset otak.
Agar pengenalan, penanaman dan pembiasaan kepribadian
lebih kontekstual kepada anak, maka beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan39
:
a. Relating: belajar dalam konteks pengalaman hidup yaitu
menggunakan hal-hal yang familiar dalam kehidupan anak-anak
kemudian dihubungkan dengan informasi yang ada dalam kisah.
39Neno Warisman, Kisah Antara Kisah dengan Kepribadian Anak Kita, h. 4.
b. Experiencing: belajar dalam konteks eksplorasi. Anak-anak akan
lebih cepat belajar kepribadian jika anak-anak terlibat dan dapat
mengeksplorasi langsung alat atau benda-benda yang disebutkan
dalam kisah.
c. Applying: aplikasi konsep dan informasi dalam konteks yang
bermakna. Misalnya praktek langsung menirukan apa-apa yang
diajarkan oleh kisah. Seperti menolong orang tua, menolong hewan,
berbagi makanan, dan lain-lain.
d. Cooperating: belajar dalam konteks sharing, memberikan respons
dan berkomunikasi dengan peserta didik lainnya. Belajar bersama
tidak hanya memberikan kesempatan peserta didik belajar konsep
tapi juga fokus pada dunia nyata bahwa hidup ini harus berjamaah.
e. Transferring: belajar untuk menggunakan informasi atau
keterampilan yang dibangun dalam situasi yang berbeda. Peserta didik
mampu menerapkan keterampilan menyelesaikan masalahnya ketika
berhadapan dengan sesuatu yang baru yang dibangun dari hal-hal yang
sudah mereka ketahui sebelumnya.
Sebagai Muslim, tentunya kita berharap lingkungan
pendidikan yang disajikan pada anak kita dapat memberi warna yang
positif, selaras dengan akidah yang kita yakini kebenarannya. Jangan
sampai mereka didoktrin dengan berbagai ajaran yang menyimpang dari
syari’at Islam.
Ketika kita sudah mengenal berbagai faktor yang
berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seseorang, perhatian kita
kemudian mengarah kepada bagaimana cara kita berinteraksi dengan
berbagai faktor tersebut. Apa yang harus kita perbuat dan bagaimana
kita harus bersikap.
Lebih spesifik lagi sebagai seorang pendidik, apa saja yang
perlu menjadi stressing kita dalam lingkup pendidikan ini. Dalam
pembahasan ini saya mencoba menyajikan beberapa hal kecil yang
seringkali luput dari perhatian kita, sementara jika kita
mengabaikannya, akan berdampak buruk bagi anak didik kita.
C. Anak
1. Pengertian Anak
Dalam Kamus Bahasa Indonesia anak adalah manusia yang
paling kecil misalnya itu baru berumur 6 tahun. Menurut Singgih, “anak
adalah suatu masa peralihan yang mana ditandai dengan adanya
perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat, baik secara fisik
maupun secara psikisnya”.40
Menurut Elizabeth Hurlock, membagi fase-fase perkembangan
anak, Yaitu:
a. Masa sebelum lahir (pranatal) selama 280 hari.
b. Masa bayi baru lahir (new brown) 0,0 sampai 2 minggu.
40Singgih D. Gunarsa, Dasar-dasar Teori Perkembangan Anak, (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 1997), cet. ke-6. h. 25.
c. Masa bayi (babyhood) 2 minggu sampai 2,0 minggu.
d. Masa kanak-kanak awal (early childhood) 2 sampai 6 tahun
e. Masa kanak-kana akhir (later childhood) 6 sampai 12 tahun.
f. Masa puber (puberty) 11 atau 12 sampai 15 atau 16 tahun.
g. Masa remaja (adolescence) 15 atau 16 sampai 21 tahun.41
Sedangkan Al-Ghozali berkata “anak adalah amanat bagi orang
tuanya, hatinya bersih, suci, dan polos, kosong dari segala ukiran dan
gambaran”.42
2. Kebutuhan Anak
Menurut H. Salihun. A. Nasir, kebutuhan anak dapat
digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:
a. Kebutuhan Biologis
Kebutuhan biologis juga disebut physiological drive atau
biological motivation, yaitu kebutuhan yang berasal dari
dorongan-dorongan biologis yang bersifat naluriah (instinktif)
seperti haus, bernafas, mengantuk, dorongan seks dan lain-
lainnya.
b. Kebutuhan Psikis
41Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. ke-2. h.
13.
42Muhammad Nur Abdul Hafizh. Mendidik Anak Bersama Rasullah, (Bandung: Penerbit
Al-Bayan, 1999). h. 35.
Kebutuhan psikis adalah segala dorongan yang bersifat
rohaniah atau kejiwaan misalnya kebutuhan akan agama,
kebutuhan akan rasa aman, kesehatan jiwa.
c. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang berhubungan
dengan hal-hal di luar diri atau sesuatu yang ditimbulkan oleh
orang lain atau hubungan dengan lainnya misalnya kebutuhan
untuk bergaul berkelompok, memperoleh pengalaman dan
penghargaan.43
Menurut Zakiah Darajat, kebutuhan anak meliputi kasih
sayang, rasa aman, harga diri, kebebasan, akan sukses dan akan
mengenal.
d. Kebutuhan akan rasa kasih sayang.
Kasih sayang tidak akan dirasakan oleh si anak apabila
dalam hidupnya mengalami hal-hal sebagai berikut :
1) Kehilangan pemeliharaan ibu.
Anak sangat membutuhkan pemeliharaan langsung dari
ibunya. Akan tetapi tidak semua ibu dapat memberikan
pemeliharaan langsung kepada si anak, di sebabkan ibunya
bekerja seharian. Tetapi ada lagi faktor lain yang menghalangi
43Salman Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja,
(Jakarta: Kalam Mulia, 1999), h. 72.
ibu untuk menumpuhkan perhatiannya kepada si anak ialah
suasana rumah tangga yang tidak tenang.
2) Merasa kurang diperhatikan atau disayangi.
Seringkali orang tua memperlakukan anaknya dengan cara
yang menyebabkan si anak merasa tidak di senangi. Apabila
perasaan ini terjadi pada tahun-tahun pertama dari umurnya,
maka akan sangat buruk akibatnya bagi pembentukan
kepribadiannya. Pada tahun-tahun pertama itu si anak sangat
tergantung kepada orang tuanya, dan dengan sendirinya
membutuhkan kasih sayang, perhatian dan pemeliharaan
karena ia masih lemah.
3) Toleransi orang tua yang berlebih-lebihan.
Toleransi yang berlebihan terhadap anak juga mempunyai
pengaruh yang tidak baik bagi pertumbuhannya. Di samping
itu akibat yang tidak baik dari toleransi yang berlebih-lebihan
itu bagi si anak, antara lain: emosi tidak matang. Ia akan lekas
marah apabila yang tidak diingininya tidak tercapai, ia tak akan
pandai mengisi waktu, tidak dapat menghargai tanggung jawab
dan tidak akan sanggup mengahadapi kesukaran dengan cara
yang wajar.
4) Orang tua terlalu keras.
Terlalu banyak perintah, larangan, teguran dan tidak
mengindahkan keinginan si anak, banyak pula menyebabkan
gangguan terhadap ketegangan si anak. Ia tidak sanggup
mengeluarkan pendapat, kadang-kadang terlalu sopan dan
tunduk kepada orang yang berkuasa, kurang mempunyai
inisiatif dan spontanitas, tidak percaya diri sendiri dan yang
dipilihnya. Selalu tanggung jawab, tak dapat mengisi waktu
terluang.
5) Sikap orang tua yang berlawanan.
Apabila pendapat orang tua dalam mendidik si anak tidak
sejalan, akan menyebabkan si anak kebingungan dan merasa
tidak aman. Apalagi perbedaan pendapat orang tua itu sangat
besar, hal ini akan membawa kegoncangan jiwa yang sangat
pula, karena bertentangan dan dia merasa menjadi objek dari
dua aliran yang berlawanan itu. Kadang-kadang ia kan
terdorong, memihak kepada salah satunya dan lain kali ia akan
menyesal dan memihak kepada yang lain. Perasaan ini sangat
mengoncangkan jiwanya.
e. Kebutuhan akan rasa aman.
Unsur-unsur pokok dalam rasa aman itu adalah kasih
sayang, ketentraman dan penerimaan. Maka anak yang merasa
sungguh-sungguh dicintai oleh orang tua dan keluarganya, pada
umumnya akan merasa bahagia dan aman. Seorang anak akan
merasa diterima oleh orang tuanya, bila ia merasa bahwa
kepentingannya diperhatikan, serta merasa bahwa ada hubungan
yang erat antara ia dan keluarganya.
f. Kebutuhan akan harga diri.
Setiap anak ingin merasa bahwa dia mempunyai tempat
dalam keluarga keinginannya diperhatikan, ingin agar ibu-
bapaknya mau mendengarkan dan mengacuhkannya apa yang
dikatakannya. Apabila anak berbicara kepada kita, usahakanlah
melihat kepadanya, karena hal itu berarti sekali bagi si anak.
Apabila kita mendengar bicaranya sambil melengah, atau acuh tak
acuh, ia akan merasa kurang dihargai. Akibatnya merasa rendah
diri tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan
sebagainya.
g. Kebutuhan akan rasa kebebasan.
Seringkali orang tua menganggap jika si anak diberi
terlalu banyak kebebasan tentu ia akan menjadi orang yang tidak
baik nanti, karena anak-anak biasanya cenderung kepada
melakukan hal-hal yang terlarang. Kebebasan yang kita maksudkan
di sini bukanlah kebebasan dalam batas-batas kewajaran. Misalnya
anak dalam urusan pribadinya seperti dalam permainan, janganlah
kita pula yang menentukan bagaimana harusnya dia bermain.
h. Kebutuhan akan rasa sukses.
Setiap anak ingin merasa bahwa apa yang diharapkan dari
padanya, dapat dilakukannya dan ia merasa sukses (mampu)
mencapai sesuatu yang diinginkannya dan diinginkan oleh
orangtuanya. Orang tua ingin supaya anaknya cepat pandai, lekas
mengerti ini dan itu. Kepada si anak diberikan berbagai macam
didikan dan telah mulai diajar menulis, menggambar, atau disuruh
mengangkat piring, membawa barang-barang yang berat dan
sebagainya.
i. Kebutuhan akan mengenal.
Sering lihat anak-anak berusaha memegang sesuatu
dengan tangannya sambil memeriksa dan melihat-lihat barang-
barang dengan matanya. Tindakan ini sebenarnya adalah
merupakan usaha dari si anak untuk mengetahui barang-barang
yang baru dalam lingkungannya. Kebutuhan dan usaha si anak
untuk mengenai lingkunganya, termasuk faktor yang penting untuk
menumbuhkan kesanggupan padanya. Dalam jiwa terkenal bahwa
aktivitas pribadi ini penting sekali dalam belajar.
D. Kisah
1. Pengertian Kisah
Pengertian Kisah dalam Al-Qur’an kata kisah berasal dari
bahasa Arab yang bentuk jama’nya, yaitu qishah yang berarti kisah,
cerita, berita, keadaan atau tatabbu al-atsar (napak tilas atau mengulang
kembali masa lalu).
Secara etimologi (bahasa), al-qashash juga berarti urusan (al-
‘amr), berita (khabar), dan keadaan (hal). Dalam bahasa Indonesia, kata
itu diterjemahkan dengan kisah yang berarti kejadian (riwayat dan lain
sebagainya).
Adapun secara istilah (terminologi), kisah menurut Muhammad
Khalfullah dalam Al-Fann Al-Qashashiy fi Al-Qur’an Al-Karim sebagai
suatu karya kesusastraan mengenai peristiwa yang terjadi atas seorang
pelaku baik pada hakikatnya tidak ada ataupun benar-benar terjadi yang
berkisar pada dirinya ataupun tidak, namun kisah itu disusun atas dasar
seni yang indah, yang mendahulukan sebagian peristiwa dan membuang
sebagian lagi, ataupun ditambahi dengan peristiwa yang tidak terjadi,
sehingga penggambarannya keluar dari kebenaran yang sesungguhnya,
menyebabkan terjadinya para pelaku fiktif. Sedangkan yang dimaksud
dengan qashash al-Qur’an adalah pemberitaan mengenai keadaan umat
terdahulu, Nabi-nabi terdahulu, dan peristiwa yang pernah terjadi.
Kisah adalah kejadian yang terjadi berdasarkan fakta-fakta yang
shahih dan dapat dipertanggung jawabkan.44
Jika kisah dikaitkan
dengan Islam, maka kisah-kisah Islami adalah kejadian-kejadian yang
berhubungan dengan agama Islam.
2. Pembagian Kisah
44Agus Fatah, seri panduan guru dan orang tua “Mendongeng siapa takut? 13 kiat sukses
bagi guru dan orang tua” (Kalisari: Al-Madaris, ). h. 47.
Kisah juga dibagi kedalam beberapa di antaranya sebagai
berikut:45
1. Kisah Nabi dan Rasul
Kisah yang menggambarkan bagaimana kehidupan para
Nabi dan Rasul dari mulai dilahirkan atau diciptakan sampai
akhir tugasnya atau meninggal dunia. Misalnya kisah 25 Nabi
dan Rasul Allah yang wajib kita ketahui dan imani.
2. Kisah Sahabat Nabi
Kisah cerita yang menggambarkan bagaimana kehidupan
para sahabat dari mulai lahir, semasa bersama Rasulullah dan
setelah Rasulullah meninggal dunia. Juga gambaran tentang
akidah dan keimanannya kepada Allah swt. Misalnya kisah Abu
Bakar, Umar, Ustman, dan Ali.
3. Kisah Para Khalifah
Kisah cerita yang menggambarkan masa kejayaan kaum
muslimin. Di antara masa kejayaan itu terjadi ketika mereka
berada di bawah payung khalifah, berselimut syariat, dan
menghirup udara segar ajaran Islam. Misalnya Kisah Khulafaur
Rasyidin (Khalifah Abu Bakar, Umar, Ustman, dan Ali), kisah
Bani Umayyah, dan Khalifah Abbas.
4. Kisah dari Al-Qur’an
45Ibid,.h. 8-9.
Kisah cerita yang diambil dari Al-Qur’an. Kisah-kisah ini
mempunyai keistimewaan dalam hal cita-cita yang luhur, tujuan
yang mulia dan maksud yang agung tentang akhlak yang dapat
menyucikan jiwa dan lainnya. Al-Qur’an menjadikan perjalanan
hidup orang-orang ini sebagai contoh dan mengajak manusia
untuk merenungi dan mengagungkan isi dari Al-Qur’an itu
sendiri. Kisah yang biasa kita ceritakan misalnya kisah tentang
Nabi Adam, kisah tentang Nabi Nuh, keluarga Imran, dan lain-
lain.
3. Manfaat Berkisah46
a. Menstimulasi dan mengembangkan imjinasi.
b. Meningkatkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi.
c. Menanamkan nilai-nilai kebaikan.
d. Belajar mengenal kehidupan.
e. Meningkatkan konsentrasi dan kecerdasan.
f. Menstimulasi rasa ingin tahu.
g. Menstimulasi jiwa petualang.
h. Menghangatkan hubungan orang tua dan anak.
i. Menghibur.
j. Mengimbangi tayangan televisi.
46
Agus Fatah makalah sharing, Sukses Berkomunikasi & Mendongeng, (TK Nizamia
Andalusia, 2007), h. 3.
4. Tujuan Kisah Dalam Al-Qur’an
a. Membuktikan wahyu dan kerasulan Nabi Muhammad SAW.
b. Menunjukan bahwa semua agama yang dibawa oleh Nabi
terahulu berasal dari Allah.
c. Menunjukan bahwa agama yang dibawa oleh para Nabi
mempunyai asas yang sama (Tauhid).
d. Menjelaskan bahwa dalam menyampaikan dakwahnya para
Nabi telah menempuh cara-cara yang sama dan memperoleh
sambutan yang serupa dari kaumnya.
e. Menjelaskan bahwa keberhasilan perjuangan para Nabi dalam
menyampaikan mereka pada akhirnya merupakan pertolongan
Allah.
f. Menjelaskan nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada
hamba-hamba pilihannya.
g. Membenarkan adanya kabar gembira sebagai balasan dan
kabar takut sebagai siksa.
5. Perbedaan Dongeng, Cerita, dan Kisah
a. Dongeng
Adalah hasil karya berdasarkan rekayasa imajinatif (imajinasi)
seorang pendongeng atau penulis yang jalan ceritanya sederhana
dan tak mungkin terjadi. Contohnya: Si kancil dan Buaya
b. Cerita
Adalah kejadian yang disampaikan secara lisan dan tertulis
berdasarkan sedikit fakta, bahkan sering ditambah-tambahkan
faktanya. Contohnya: Anto Si Anak Jalanan.
c. Kisah
Kejadian yang terjadi berdasarkan fakta-fakta yang sahih
dipertanggung jawabkan. Contohnya: Nabi Muhammad.
BAB III
PROFIL SD ISLAM SABILINA
A. Sekilas Yayasan Sabilina
Yayasan Sabilina didirikan pada tanggal 3 Februari 1999 dengan
Akte Pendirian Yayasan No. 4 yang terdaftar di Notaris Haryanto, SH di
Pondok Gede Bekasi. Sampai saat ini Yayasan Sabilina diketuai oleh
Bapak H. Maftuh Ikhsan. Sejak berdirinya Yayasan Sabilina mempunyai
komitmen yang kuat untuk mengembangkan pendidikan Islam di
Indonesia. Untuk itulah Yayasan Sabilina mendirikan Sekolah Islam
Sabilina yang diawali dengan membentuk Taman Bermain dan Taman
Kanak-Kanak Islam Sabilina, yang berlokasi di Perumahan Kranggan
Permai Cibubur.
Semangat untuk memajukan pendidikan Islam tercermin dari
kualitas lulusan Taman Bermain dan Taman Kanak-Kanak ini, Taman
Bermain dan Taman Kanak-Kanak Islam Sabilina sampai saat telah
mendapat kesan yang baik dan positif dari orang tua murid dan masyarakat
sekitar. Untuk mengembangkan Sekolah Islam Sabilina lebih lanjut,
Yayasan Sabilina pada tahun ajaran 2003/2004 membuka Sekolah Dasar
Islam Sabilina yang juga berlokasi di Kranggan Cibubur. Diharapkan
dengan hadirnya SD Islam Sabilina ini, Yayasan Sabilina dapat lebih
berkiprah untuk memajukan pendidikan Islam di Indonesia dan khususnya
di wilayah Kranggan Cibubur sekitarnya. Dengan keterbukaan
manajemennya Yayasan Sabilina siap bekerja sama dengan berbagai pihak
untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan di Indonesia demi
mencetak generasi penerus bangsa yang mempunyai ilmu yang tinggi serta
akhlaq yang mulia.47
B. Identitas Sekolah
Nama Sekolah : SD ISLAM SABILINA
Alamat Sekolah : Jl. Raya Kranggan, No. 47
Kabupaten/Kota : Bekasi
Kode Pos : 17433
Desa : Cibubur Jati Sampurna
Telpone : (021) 98126119 / 98285171
Website : www.sabilina.sch.id
C. Visi dan Misi Sekolah
1. Visi Sekolah
Menjadi rujukan sistem pendidikan Islam dalam
pengembangan jiwa leadership dan enterpreneurship dengan
keseimbangan intelektual, emosional dan spiritual untuk mencetak
generasi mandiri dan unggul.
47Situs Sabilina, artikel diakses pada 20 April 2009 dari http://www.sabilina.sch.id
2. Misi Sekolah
a. Mendidik siswa menjadi insan yang mencintai Allah dan rasulnya
serta menjadikan al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman
hidupnya.
b. Mendidik siswa menjadi insan yang memiliki kemampuan
intelektual, emosional dan spiritual yang seimbang.
c. Mendidik siswa menjadi pribadi yang memiliki jiwa leadership
dan entrepreneurship.
d. Mendidik siswa menjadi insan yang kreatif mandiri dan unggul.
D. Kurikulum Pendidikan
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
2. Kurikulum Agama
a. Pendidikan Agama Islam
b. Islamisasi nilai-nilai yang terintegrasi dalam seluruh bidang studi
sesuai dengan tema pelajaran
c. Penanaman nilai-nilai akhlak dan keimanan dalam rangkan
menyeimbangkan kecerdasan intelektual (IQ) dengan kecerdasan
emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ)
d. Pemaknaan Al-Qur’an dan As-Sunnah pada tema-tema
pembelajaran
e. Kegiatan tafakur dan muhasabah
f. Bimbingan praktek ibadah dan doa-doa
g. Bimbingan membaca al-Qura’n dengan metode qiroati
h. Tahfidzul Qur’an
3. Kurikulum Alam
Kurikulum ini merupakan kurikulum plus atau penunjang untuk
lebih mengoptimalkan kurikulum nasional, dan kurikulum tersebut
terdiri dari :
a. Gardening
b. Outbound dan Persami
c. Life Skill (Keterampilan Hidup)
d. Kemandirian
e. Keterampilan diri
f. Kerumahtanggaan
g. Wirausaha
4. Kurikulum Cerita atau Kisah
Kurikulum ini sudah termasuk di dalam kurikulum pembelajaran
dimana pembelajaran tersebut sudah disisipkan sebuah cerita atau
kisah, seperti contoh mata pelajaran di bawah ini yang menyajikan
cerita atau kisah adalah sebagai berikut :
a. Bahasa Indonesia
Story telling ” satu kata ajaib”. Guru bercerita tentang satu kata
ajaib yang bisa merubah suasana menjadi lebih baik. Kata itu
adalah ”maaf”.
b. PKN
Story telling tentang ’ Anak jujur’. Guru menjelaskan arti
kejujuran. Dan siswa mengerjakan worksheet rubrik kejujuran.
c. IPS
Story telling mengenai kehidupan petani
a. Siswa melakukan role play “ Pak Tani ku Sayang Pak Tani ku
Malang”
b. Siswa memetik hikmah dari hasil role play
c. Guru mengajak siswa berdiskusi mengenai ciri-ciri orang
semangat bekerja
d. Semangat bekerja berdasarkan hadits Rasulullah SAW
e. Siswa memainkan peran.
d. Bahasa Indonesia
Bercerita tentang nikmat Allah dalam menghadapi tantangan
hidup
1. Bercerita tentang kejadian di Situ Gintung
2. Diskusi tentang persoalan peristiwa alam di Indonesia dalam
kelompok.
E. Komponen Siswa
Sumber data : Laporan bulanan Sekolah Sabilina untuk DIKNAS
F. Sarana dan Prasarana
Jumlah siswa Pekerjaan orang tua No Kelas
Laki-laki Perempuan
Jumlah siswa
PNS TNI/
POLRI
Swasta
1 I 11 11 22 1 43
2 II 11 13 24 1 4 43
3 III 12 20 32 1 2 61
4 IV 8 10 18 1 1 34
5 V 7 12 19 3 35
6 VI 5 2 7 2 12
Jumlah 54 68 122 8 8 228
Keadaan Bangunan Jumlah
Baik Sedang Rusak
Unit Bangunan 2
Ruang Belajar 9 √
Rumah Dinas Penjaga 1 √
Ruang Guru 1 √
Ruang Kepsek 1 √
Ruang Perpus 1 √
Ruang Lab 1 √
Ruang Kamar Mandi 6 √
Ruang UKS 1 √
Ruang Administrasi SD 1 √
Ruang Administrasi Yayasan 1 √
Jumlah 25
Sarana Penunjang
Keadaan Jenis Sarana Penunjang Jumlah
Baik Sedang Rusak
Buku Perpustakaan 1,200 buku √
Alat Komputer 13 Unit √
Alat Olah Raga 1 set √
Bola Sepak 7 √
Bola Voly 1 √
Bola Basket 3 √
Net 1 √
Sarana Air Bersih 4 √
Bola Tennis 50 √ Sumber data : Laporan bulanan Sekolah Sabilina untuk DIKNAS
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Pelaksanaan Bimbingan Kisah
Dalam pelaksanaannya, ada dua bentuk bimbingan kisah yang
diberikan di SD Islam Sabilina ini, Pertama, dengan cara menyajikan kisah
sebelum pelajaran dimulai, Kedua, hanya menyajikan kisah saja. Berikut
mata pelajaran yang menyajikan kisah.
Kelas Bidang Studi Materi MainActivity
I Bahasa
Indonesia
• Kisah Nabi Nuh
• Satu kata ajaib “maaf”
• Kisah “si lamban dan si
gagap”
• Menonton kisah
• Mendengarkan kisah
• Siswa menuliskan isi
kisah
• Siswa mengerjakan worksheet
menjelaskan isi
gambar seri
Sains • Apersepsi bermain samurai • Guru menjelaskan kondisi alam di
waktu pagi, siang,
sore, dan malam hari
MTK • Story telling “singa yang
cerdik”
• Bermain tebak bilangan
penjumlahan
• Guru dan siswa berdiskusi tentang
cerita ”singa yang
cerdik” lalu
mengambil
kesimpulan
bagaimana cara
mengukur berat
yang baik
II PKN • Konsep Musyawarah
• Bermain kuda bisik
• Story telling tentang ’
Anak jujur’
• Guru menjelaskan
konsep arti kejujuran
• Siswa mengerjakan
worksheet rubrik
kejujuran
Bahasa Indonesia
• Brainstorming tentang Nabi Nuh as
• Hook activity ”raksasa dan
timun mas”
• Menonton kisah Nabi Nuh
• Siswa menceritakan
kembali kisah Nabi
Nuh as dalam bentuk tulisan
IPS • Meyakini bahwa Allah dan
Rasul-Nya senantiasa menginginkan hamba dan
umat-Nya bersemangat
dalam bekerja yang baik
dan halal.
• Memakai hadist dan
al-Qur’an
• Meyakini hadist dan
al-Qur’an
III IPS • Story telling mengenai kehidupan kehidupan petani
• Menjelaskan pentingnya semangat kerja
• Siswa melakukan role
play “Pak Tani ku
Sayang Pak Tani ku Malang”
• Siswa memetik hikmah dari hasil role
play
• Guru mengajak siswa
berdiskusi mengenai ciri-ciri orang
semangat bekerja
• Guru menjelaskan
bahwa setiap umat
muslim diwajibkan
memilki sikap
semangat dalam
bekerja berdasarkan
hadist Rasulullah SAW
IV PKN • Mengenal nilai kejujuran • Menjelaskan arti
kejujuran
• Menyebutkan manfaat
jujur dan kerugian
bila tidak jujur.
Bahasa Indonesia
• Bermain pantun • Siswa membaca
pantun secara
berbalasan dengan
lafal dan intonasi
yang tepat
hubungannya
dengan membaca al-
Qur’an sesuai tajwid
V B.Indonesia • Bercerita tentang kisah Rasulullah
• Guru membacakan cerita tentang kisah
perjalanan Rasulullah
• Uji keterampilan dasar
tentang menanggapi cerita secara lisan dan
mengidentifikasi unsur cerita (tokoh, watak,
tema, latar dan amanat) secara tertulis.
• Guru bercerita tentang sejarah Nabi
Muhammad SAW
• Siswa menceritakan
kembali Tabel 3: Mata Pelajaran kisah-kisah Islami
Berikut penjelasan dari tabel di atas:
1. Bahasa Indonesia
Dalam rangka pemberian bantuan dalam bentuk bimbingan
melalui kisah, dapat disajikan dalam mata pelajaran-mata pelajaran
tertentu, misalnya Bahasa Indonesia.
Dalam pelajaran bahasa Indonesia ini, guru menyajikan mata
pelajarannya dalam bentuk kisah, apakah itu kisah-kisah Islami,
maupun umum. Dalam kisah-kisah Islami, sekolah ini
mengelompokkan sesuai dengan tingkatan kelas mereka yang tentunya
sesuai dengan kurikulum sekolah tersebut.
Misalnya di kelas 1, kisah Nabi Nuh. Guru menyajikan kisah
Nabi Nuh yang diawali dengan menyanyikan lagu kisah nabi Nuh,
kemudian menjelaskan aturan dalam menonton kisah tersebut,
setelah menonton siswa dirangsang agar bisa mengambil pelajaran
dari kisah tersebut dengan cara menuliskan kembali kisah tersebut,
dan mengerjakan worksheet. Bimbingan dengan kisah ini
diharapkan kepribadian anak dapat terbentuk dengan terilhamin
dari kisah tersebut. Diantara sikap yang bisa diambil dari kisah
tersebut adalah:
a) Sabar
diharapkan anak bisa mencontoh keteladanan Nabi Nuh dalam
bersikap sabar menghadapi kaumnya yang ingkar terhadap
ajaran yang dibawanya.
b) Teguh pendirian
Bagaimanapun Nabi Nuh dihina dan dicaci oleh kaumnya, tapi
Nuh tetap teguh dalam pendiriannya dan istiqomah dalam
menjalankan amanah yang diembankan kepadanya. Dan siswa
diharapkan dapat mencontoh sikap tersebut dan diterapkan
dalam kehidupan mereka masing-masing.
2. PKN
Bentuk bimbingan melalui kisah yang terdapat di sekolah ini dapat
kita lihat dari tabel di atas. Adapun materi yang disampaikan dalam
pelajaran agak sedikit berbeda dari materi biasanya, karena dalam
setiap pelajaran seperti yang dapat kita lihat dari beberapa contoh mata
pelajaran Bahasa Indonesia, IPS, dan PKN yang seharusnya disajikan
dengan materi-materi yang menyangkut tentang pelajaran tersebut
tetapi para pengajar memanfaatkannya dengan berkisah.
3. IPS
Materi dalam pelajaran IPS ini adalah materi tentang kehidupan
sosial kemasyarakatan. Nilai-nilai kebaikan yang ada dalam kehidupan
masyarakat patut untuk diteladani oleh murid. Misalnya story telling
mengenai kehidupan petani. Dalam cerita ini ada dua perspektif yang
dikedepankan, dan siswa melakukan role play “pak tani ku sayang, pak
tani ku malang”.
Setelah cerita tersebut, siswa diajak untuk memetik hikmah dari
hasil role play, kemudian guru mengajak siswa berdiskusi mengenai
ciri-ciri orang yang semangat bekerja, dan menjelaskan bahwa setiap
umat muslim di wajibkan memiliki sikap semangat dalam bekerja
berdasarkan hadits Rasulullah SAW.
4. Matematika
Materi yang diberikan dalam mata pelajaran berbentuk cerita
yang mengandung hikmah, cerita ini diantaranya; story telling “singa
yang cerdik”. Dalam prosesnya guru dan siswa berdiskusi tentang cerita
“singa yang cerdik” lalu mengambil kesimpulan bagaimana cara
mengukur berat yang baik, kemudian secara langsung mengukur berat
benda-benda yang ada disekitarnya dengan menggunakan satuan berat
yang tidak baku lalu menuliskan hasil pengukurannya kedalam
worksheet yang telah disediakan.
5. Sains
Materi ini menampilkan tentang cerita-cerita tentang alam,
diantaranya “tentang rahasia siang dan malam”. Melalui cerita ini guru
mengajarkan tentang mengenal kebesaran Allah melalui berbagai benda
langit ciptaa-Nya dengan pengamatan.
Guru mengajak muridnya untuk menyebutkan berbagai macam
benda langit, kemudian menggambarkannya yang pada intinya mereka
tahu tentang alam raya sebagai ciptaan Allah yang berimplikasi kepada
kepribadian, misalnya tidak sombong, dan suka membantu.
Tabel di atas dapat disebut juga sebagai kompetensi dasar dari
pembelajaran melalui metode cerita yaitu:
1. Anak dapat memahami cerita tradisional
2. Ketika berbicara anak dapat menyimpulkan kembali cerita yang
telah diceritakan oleh guru
3. Ketika menulis anak dapat menuliskan kembali cerita yang
diceritakan oleh guru
4. Ketika membaca anak dapat mengambil inti dari cerita tersebut.
Tujuan dari penyajian itu disebut juga sebagai kompetensi dasar
yaitu kemampuan yang harus dicapai oleh anak. Sedangkan
indikatornya adalah langkah-langkah untuk mencapai kompetensi dasar.
Misalkan kompetensi dasarnya adalah anak dapat menceritakan kembali
cerita yang diceritakan oleh guru, indikatornya untuk anak mengerti itu
maka anak harus dapat menyebutkan tokoh yang berwatak baik dan
buruk, setting latar, dan memerankan tokoh. Jadi indikator itu adalah
alat untuk mencapai kompetensi dasar.
Berkisah, bercerita, maupun mendongeng sangatlah disukai oleh
anak-anak maupun orang dewasa, karena termasuk media pendidikan
yang dapat mentransfer nilai-nilai kehidupan yang terbukti
kehebatannya. Banyak ilmu yang dapat diserap ketika kita
mendengarkan kisah sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Agus
Fatah sebagai berikut:
“Rasulullah itu wi, pendongeng atau pengkisah yang baik, ada
kisah Rasulullah yang sangat baik itu yang sering Rasulullah ceritakan
kepada sahabat, dan Sahabat Nabi itu memang senang. Prinsipnya gini
wi, secara psikologisnya dwi pernah dengar manusia itu makhluk
sosial, manusia itu makhluk ekonomi. Kalau tinjauan dari
psikologisnya pendongeng itu manusia adalah makhluk Homopabula
itu artinya makhluk yang senang mendongeng dan didongengi.48
Kisah para Nabi, Rasul, Sahabat, dan orang-orang shaleh yang
diterapkan di sekolah ini dapat dijadikan salah satu metode dalam
pembentukan akhlak pada anak, karena lewat kisah anak lebih mengerti
dengan pesan moral ataupun kebaikan yang tertanam pada kisah itu.
Maka di sekolah ini salah satu penanaman akhlak anak adalah melalui
kisah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Agus Fatah sebagai
berikut:
“Bapak meminta semua guru mendongeng untuk anak-anak,
mengisahkan kisah para Nabi kepada anak-anak. Intinya kita
48Wawancara pribadi dengan Bapak Agus Fatah. Cibubur, 17 april 2009.
mengajarkan kebaikan, akhlak dengan berbagai cara salah satu
caranya dengan mengisahkan kisah para Nabi dan orang shaleh.49
”
Story telling yang akan disampaikan kepada anak-anak yang
mendengarkannya harus mengandung 3 unsur yaitu leadership,
entrepreneur, dan nilai-nilai Islami karena Sabilina menyongsong 3
nilai tersebut dalam pembentukan akhlak sehingga ini akan menjadi
pembentukan kepribadian anak yang bersifat baik pada diri yang
diambil dari cerita atau kisah yang dapat diteladani. Maka setiap cerita
atau kisah yang akan disampaikan harus mengandung 3 unsur tersebut.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Dety sebagai berikut:
“Sabilinakan menyongsong 3 ya leadership, enterpreuner, sama
nilai-nilai Islam. Ketiga itu harus masuk kalau kita story telling dan itu
tantangan teman-teman yang story telling, itu saya tantangin kalau bisa
masukan ketiga nilai itu tapi kalau tidak minimal dua nilai-nilai Islam
karena kita bermain disitu.50
”
Ketertarikan anak-anak dalam mendengarkan sebuah cerita atau
kisah tergantung pada pembawaan pendongeng karena jika pembawaan
pendongeng kurang atau tidak menarik anak tidak mau
mendengarkannya. Begitu juga sebaliknya jika pendongeng membuka
cerita atau kisahnya dengan menarik anak akan antusias
mendengarkannya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Dety
sebagai berikut:
“Kalau gurunya bawanya datar misalkan gini pada suatu hari
ada seorang anak bernama ini pergi ke gunung kalau itu bawainnya
49
Ibid.,
50Wawancara pribadi dengan Ibu Dety Anggraeni. Cibubur, 17 April 2009.
datar, tapi okelah pada saat menit-menit pertama dia respon dia
mendengarkan. Tapi kalau membawakannya seperti itu terus anak
lama-lama heeee….tidak tertarik lagi dia akan lebih tertarik ngobrol
sama temannya, tapi kalau dari awal sudah memakai karakter yang
berbeda atau lebih ekspresif itu sampai bahkan kalau kita sudahi itu
anak-anak lanjut lagi dong bu, okey tapi kita lanjut besok
ya!Yaaaa…jadi dia tergantung gurunya yang bawa kalau monoton ya
mereka tidak akan merespon sampai akhir.51
”
Dongeng, cerita, ataupun kisah dapat memberikan dampak yang
kuat bagi perubahan pada diri anak misalnya membuat anak lebih
percaya diri atau, membangun perilaku mereka supaya berbuat baik,
semua itu tergantung pada tujuan kita dalam bercerita. Seperti contoh
yang disampaikan oleh Bapak Agus Fatah sebagai berikut:
“Mau apa dulu targetnya kalau mengatasi anak yang tidak PD
supaya dia PD bapak libatkan dia dalam cerita, pengalaman bapak 1
tahun di TK waktu itu ada anak namanya Willy, Willy anaknya pemalu
kata bapaknya ‘pa Agus tolong saya titip anak saya jadikan dia anak
yang ekpressif nggak apa-apa sampai 7 tahun di SD eh 7 tahun di TK
maksudnya usianya sampai 7 tahun nggak apa-apa. Apa yang bapak
lakukan pertama karena targetnya membuat anak ini percaya diri maka
Willy namanya bapak pake, Wil bapak pinjam namamu ya Wil untuk
menjadi tokoh dalam dongeng ini ya?Iya ok. Kemudian hari berikutnya
bapak dongeng lagi bapak ajak lagi Wil kamu mau ikutan nggak
Wil?Rame-rame Will kalau sendirian nggak beranikan?Tapi hari itu
dia cuma jadi pohon teman-temannya juga ikutan, besoknya bapak
kurangi lagi orangnya, terus dikurangi, kurangi, sampai akhirnya Willy
nggak bapak kasih peran karena bapak yakin dia udah PD, anak-anak
juga udah bosan pa Willy terus pa gitukan. Akhirnya Willy tidak bapak
kasih peran sampai akhirnya dia nagih pa aku ko nggak ikutan
pa?Gantian ya Will.52
”
51Ibid.,
52Wawancara pribadi dengan Bapak Agus Fatah. Cibubur, 17 April 2009.
Kebaikan yang terkandung di dalam kisah lebih mudah diterima
anak dibandingkan kita harus mengajarkan pengertian tentang kebaikan
pada anak. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Agus Fatah:
“Bapak lihat anak-anak lebih mudah menerima kebaikan
dengan di ceritakan daripada di ajarkan hadistnya. Misalkan hadist
heeeee…Annazha fatuw minal iman itu adakan hadistnya, nah itu boleh
tapi sebaiknya tidak disampaikan menjadi hafalan menjadi kata-kata
saja lebih baik ada tingkatnya.53
”
Kelebihan pada dongeng, cerita, dan kisah selain lebih efektif
penyampaiannya, anak juga dapat meniru tokoh-tokoh cerita yang kita
sampaikan. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya lebih mudah
diterima anak, sehingga anak tidak merasa digurui. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Ibu Dety sebagai berikut:
“Kalau menyampaikan sebuah cerita-cerita 1. Anak tidak
merasa digurui ya, tidak merasa di ceramahin, juga tidak merasa
didikte gitu tapi akhirnya anak mengaca dari tokoh-tokoh cerita yang
kita sampaikan, itu-itu mungkin kelebihannya itu juga salah satunya.54
”
Dari kisah-kisah para Nabi, banyak keuntungan yang kita dapat,
karena selain mengajarkan kebaikan pada anak kita juga dapat
mengenalkan anak ke dunia buku. Inspirasi yang didapat dari sebuah
kisah, cerita, ataupun dongeng sangat berpengaruh pada diri anak
karena lewat kisah-kisah atau cerita-cerita yang ia dengar selama ini
dapat menginspirasi anak untuk berbuat baik. Adapun contoh kisah
nyata yang terjadi di Al-Azhar 13 yang dapat menginspirasi anak untuk
53 Ibid.,
54 Wawancara pribadi dengan Ibu Dety Anggraeni. Cibubur, !7 April 2009.
berperan menjadi tokoh jagoan. Sebagaimana yang disampaikan oleh
Bapak Agus Fatah sebagai berikut:
“kisah para Nabi, dongeng-dongeng itu wi di samping
mengajarkan kebaikan juga mengenalkan anak ke dunia buku jadi
keuntungan yang didapatkan besar, pengaruhnya besar. Tapi
heeee…anak-anak bisa mau melakukan kebaikan karena terinspirasi
oleh kisah itu seperti ‘eh..itukan nggak boleh kata Nabi hmmmm..gitu
kan ada ceritanya. Yang jelas buat Pa Agus sendiri kisah-kisah para
Nabi dan orang-orang shaleh itu menginspirasi kita untuk membuat
kebaikan. Dan Imam Ghazali pun mengatakan ‘didiklah anak-anakmu
dengan Al-qur’an, Al-hadist, dan kisah-kisah para orang shaleh, dan
syair-syair supaya anakmu punya semangat berjuang. Kalau menurut
bapak heeee…setidaknya kisah syair yang Pa Agus ceritakan itu
menjadi makanan batin anak-anak, kekayaan anak-anak
heeeee….dalam diri dia kemudian juga kebaikan buat dirinya itu bisa
tertarik pada saat ketika dia down kisah apa yang pernah dia denggar
yang membuat dia bisa bertahan. Seperti contoh kisah nyatanya wi di
rawamangun di SD Al-Azhar 13 itu ada anak diculik sama penjahat.
Rupanya anak ini waktu kecil sering didongengi, sering membaca
cerita-cerita detektif buku lagikan. Ketika dia diculik wi apa yang dia
lakukan?penculiknya minta tebusan 10 juta sama orang tuanya. Sianak
kecil ini wi karena dia sering membaca buku dari dongeng-dongeng
dan dari apapun yang dia baca lalu dia terinspirasi ‘kayanya aku
sebaiknya berperan sebagai ini lalu dia berperan dan menikmati
penculikan itu dan akhirnya dia lolos dari penculikan itu karena dia
berperan seperti tokoh dalam salah satu buku kalau sekarang Harry
Potter atau apa gitu dan kalau dulu lima sekawan dia selamat.
Besoknya dikoran Rebpublika dikomentari oleh Ka Seto. Bahwa
mendongeng, mengisahkan segala tentang kebaikan, mengajarkan anak
supaya membaca gitukan. Besar pengaruhnya.”55
Adapun dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Koran
Indopos yang menyatakan bahwa pengaruh cerita atau kisah sangatlah
besar dalam membentuk kepribadian anak. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Bapak Agus Fatah sebagai berikut:
“Penelitian itu pernah dilakukan oleh maja oleh Koran support
ia Koran support kalau nggak salah, penelitian itu wi dilakukan di
55Wawancara pribadi dengan Bapak Agus Fatah. Cibubur 17 April 2009.
Surabaya dan Jakarta. Penelitian itu kesimpulannya adalah 73% anak-
anak yang sekarang udah dewasa itu diteliti, orang-orang seperti dwi
dilakukan penelitian ada ratusan responden mengatakan bahwa waktu
saya kecil donggeng itu berpenggaruh besar ke saya 73%. 73% mereka
percaya sama dongeng bisa membuat perilaku anak-anak berubah jadi
dongeng itu mempengaruhi. Di Surabaya 79% jadi pengaruhnya besar
sekali.”56
B. Tahap Pembentukan Kepribadian dengan Kisah
Melalui kisah, sebagai orang tua dan guru dapat membangun
karakter anak serta membentuk kepribadian anak-anak dengan tahapan
sebagai berikut:
1. Mengenalkan
2. Merasakan
3. Melaksanakan atau membiasakan
Dalam penyajian kisah, terlebih dahulu para pendongeng harus
membedakan kisah yang akan disampaikan sebelum berkisah kepada
anak-anak melalui usia, diantaranya adalah:57
No Usia Kisah yang disukai
1 2 tahun Kisah tetapi lebih menyukai dengan
menggunakan alat atau permainan
2 3-4 tahun Kisah tentang dirinya, dan keluarganya
3 5-6 tahun Kisah yang lebih banyak berhubungan dengan
binatang
4 7-8 tahun Cerita rakyat, kisah Nabi, keluguan orang
dewasa, kerajaan dan pangeran
Tabel 4: Kisah antara kisah dengan kepribadian anak kita
56
Ibid.,
57 Neno Warisman, “Kisah Antara Kisah Dengan Kepribadian Anak Kita” Depok, 2008.
Bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah atau
cerita yang akan kita berikan pada anak dibedakan melalui usia:
1. Usia 5 tahun ke bawah
Anak pada usia ini belum mengerti dengan alur cerita yang
kita ceritakan, karena anak pada usia ini lebih memperhatikan alat
peraga yang kita gunakan dibandingkan alur cerita tersebut. Pada
usia ini anak lebih tertarik pada cerita tentang dirinya dan
keluarganya atau cerita tentang binatang yang ada disekitar rumah
yang dapat kita karang sendiri. Tetapi di usia ini jika kita
memberikan cerita harus lebih diperbanyak kegiatan bernyanyi.
2. Usia 6-9 tahun
Anak di usia ini dapat kita sebut sebagai masa mendongeng,
karena anak pada usia ini gemar sekali pada kisah atau cerita yang
ajaib dan tidak masuk akal. Anak tahu bahwa dongeng itu tidak
sesuai dengan kenyataan. Seperti Cerita Malin Kundang, Bawang
Merah Bawang Putih, Timun Mas, Sngkuriang, dan lain-lain.
Meskipun dalam dongeng itu anak sudah mendengarkan berulang
kali tetapi jika ada kelainan dalam hal menceritakannya anak tidak
segan-segan memprotesnya walaupun dongeng tersebut tidak
nyata. Namun, hal itu sesuai dengan kebutuhan fantasi anak, baik
mengenai isi maupun bentuknya.
3. Usia 9-12 tahun
Pada usia ini minat anak terhadap dongeng dan kisah mulai
berkurang karena anak mulai berfikir kritis, dengan pikiran kritis
itu anak tidak mudah menerima cerita yang mustahil dan fantastis.
Cerita yang disukai pada anak usia ini adalah cerita nyata, yaitu
cerita yang ada hubungannya dengan kejadian sebenarnya seperti
cerita atau kisah para Nabi dan para sahabat, orang-orang shaleh,
dan biografi tokoh. Cerita atau kisah yang disukai pada usia ini
adalah cerita nyata, cerita yang ada hubungannya dengan kejadian
sebenarnya.
Adapun tips sederhana dalam berkisah kepada anak-anak,
adalah sebagai berikut:
1. Dalam keadaan fisik dan jiwa yang baik
2. Usahakan paham akan makna kisah minimal tahu intinya
3. Berusaha zero
4. Opening dan closing yang menarik
5. Gunakan alat peraga
6. Gunakan kata-kata yang dekat dengan anak
7. Gunakan suara dan ekspresi wajah yang patut
8. Akhiri dengan mengesankan
9. Pastikan ada kegiatan nyata setelah berkisah
C. Gambaran Umum Subyek Penelitian
Pada umumnya anak usia 7-12 tahun mulai menyukai kisah-
kisah Islami. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada satu
subyek yaitu murid-murid SD Islam Sabilina yang menyukai kisah-
kisah Islami. Awalnya murid-murid SD Islam Sabilina menyukai
kisah Islami ini dikarenakan SD Islam Sabilina menerapkan metode
kisah Islami kepada murid-muridnya yang disampaikan langsung oleh
para gurunya masing-masing sebelum pelajaran dimulai.58
Saat guru berkisah dan murid mendengarkan, biasanya murid-
murid akan membangun daya imajinasi yang tinggi terhadap kisah-
kisah yang mereka dengarkan, imajinasi itu timbul karena mereka
telah terbiasa, dengan begitu mereka akan terbiasa membangun alur
cerita atau kisah, karena dengan terbiasa memahami alur cerita atau
kisah akan mencipta daya imajinasi yang kreatif, maka kehidupannya
akan berpengaruh sampai ia dewasa. Lewat kisah, anak-anak
mengimajinasikan ‘yang nyata’ dan ‘tidak nyata’ atau ‘yang mungkin’
dan ‘yang tidak mungkin’.59
Cerita ataupun kisah dapat mengasah jiwa mereka. Anak-anak
dapat belajar bahwa menjadi pencuri, pembohong, dan pemalas,
adalah perbuatan yang tercela. Sebaliknya, jika menjadi pembela
kaum lemah, melawan penindas adalah bagian dari akhlak yang mulia.
58Hasil Observasi
59 Ibid
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan subyek,
maka berikut peneliti akan menganalisis mengenai bimbingan
pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami.
Pada hasil penelitian kualitatif ini, uraian penelitian diawali dari
hasil gambaran yang dihasilkan dari wawancara orang tua dan guru,
serta pengamatan terhadap siswa selama di sekolah. Berikut ini hasil
yang didapatkan dari ketiga siswa tersebut.
1. Identitas Subyek I
Nama : Alyssa
Umur : 7 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD kelas 1
Alyssa adalah anak pertama dari dua bersaudara. Usianya 7
tahun, kelas I SD Islam Sabilina Kranggan Cibubur. Ibunya bekerja
sebagai guru di SD Islam Sabilina. Alyssa termasuk anak yang
cukup kooperatif di rumahnya karena sebagai seorang kakak ia
tidak banyak mengatur pada adiknya.60
Pada waktu istirahat snack
time ia selalu menyempatkan waktu untuk shalat dhuha.
Alyssa termasuk anak yang gemar membaca karena ia sudah
di biasakan sejak kecil oleh ibunya. Kebiasaannya itulah yang
60Wawancara pribadi dengan orang tua Alyssa. Cibubur, 06 May 2009
membuat ia cepat belajar membaca. Alyssa sudah mempunyai
kemampuan membaca yang melebihi teman-temannya dan dia
lebih senang membaca buku cerita sendiri dibanding di ceritakan.
Bahkan ketika ia sedang menghadapi masalah ibunya
menyelesaikan lewat diberikan contoh kisahnya yang sama dengan
masalah yang dihadapi Alyssa61, karena dengan seperti itu ia akan
lebih mengerti dan paham bahwa bermusuhan dengan teman itu
tidak baik.
2. Identitas Subyek II
Nama : Ajeng Miftah
Umur : 10 Th
Agama : Islam
Pendidikan : SD kelas 5
Ajeng anak pertama dari dua bersaudara. Usianya 10 tahun,
kelas 5 di SD Islam Sabilina. Ajeng termasuk anak yang
berprestasi di sekolahnya, bahkan ia pernah menjuarai lomba sains.
Kecintaannya terhadap buku membuat ia senang dengan cerita-
cerita seperti cerpen, dan sejarah. Tetapi Ajeng lebih suka
membaca buku sendiri dibandingkan ia harus didongengi karena
menurut pendapatnya “kita bukan anak-anak lagi karena kita itu
dewasa dan mandiri.” Hal yang paling menonjol pada diri Ajeng
61Ibid.,
yang membuatnya disenangi teman-temannya adalah sikapnya
yang santun terhadap teman dan suka memberi alat tulis ketika ia
punya lebih. Ajeng ingin menjadi berani seperti Nabi Muhammad
dan Nabi Ibrahim “aku cerita Nabi Muhammad atau Nabi Ibrahim
yang bisa aku tiru keberaniannya melawan Raja Abbraha,
misalnya aku lagi di ganggu sama anak laki-lakinya jadi aku harus
berani melawannya.”62
3. Identitas Subyek III
Nama : Farhan
Umur : 12 Th
Agama : Islam
Pendidikan : SD kelas 6
Farhan anak pertama dari dua bersaudara. Usianya 12 tahun
kelas 6 di SD Islam Sabilina. Ibunya bekerja sebagai wakil kepala
sekolah di SD Islam Sabilina. Pada waktu pelaksanaan ibadah,
seperti saat shalat dzuhur berjamaah ia selalu mengerjakannya
dengan baik. Bahkan ketika waktu istirahat snack time anak
menyempatkan waktu untuk shalat dhuha.63
Farhan termasuk anak yang senang didongengi, karena sudah
dibiasakan oleh ibunya sejak kecil. Bahkan ketika ibunya
membawa buku cerita yang baru ia tidak segan-segan meminta
62Wawancara pribadi dengan Ajeng Miftah. Cibubur 17 April 2009.
63Hasil observasi
ibunya untuk menceritakan. Kecintaan Farhan terhadap Nabi
Muhammad membuat ia ingin menjadi seperti Rasul. “Contohnya
itu aku sering jujur dan disiplin, Misalnya ada uang sisa jajan
terus aku kembalikan pada ibu.” “Cerita tentang Nabi juga”
“Perilakunya heeeeee….biasanya itu jujur juga, shalat sunah,
shalat, udah”64
D. Metode Yang Digunakan
Penyampaian kisah di gunakanlah metode. Metode adalah cara,
dalam hal ini cara menyajikan bahan pengajaran dalam setiap kelas
untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Metode kisah yang
diberikan di sekolah ini adalah:
a. Metode Penyampaian Kisah
Metode kisah sangat efektif dalam membentuk kepribadian
anak, yang dimaksud dengan metode penyampaian kisah di sini
ialah guru menyampaikan kisah kepada anak.
b. Metode Peran
Metode peran di sini adalah dimana anak memerankan ulang
kembali kisah yang telah disampaikan oleh para guru agar anak,
64Wawancara pribadi dengan Farhan. Cibubur, 16 April 2009
dapat mengerti dengan pesan yang disampaikan oleh kisah
tersebut.
c. Metode Pembelajaran
Dalam metode ini anak dapat mengambil pelajaran dari kisah
yang sudah ia dengar dan perankan, agar kebaikan-kebaikan yang
telah ia denggar dari kisah tersebut selalu tertanam pada dirinya.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang di dapat adapun kesimpulan dari bentuk
bimbingan kisah yang diberikan di SD Islam Sabilina ini adalah sebagai
berikut :
1. Guru menceritakan sebuah kisah atau cerita sebelum mata pelajaran
dimulai, agar para murid lebih memahami pelajaran yang akan di
pelajari.
2. Ada beberapa mata pelajaran yang hanya menyajikan kisah Islami
saja.
3. Para guru menerapkan kisah-kisah Islami seperti kisah Nabi dan
Rasul, para Sahabat, serta orang-orang shaleh.
Berdasarkan hasil observasi yang saya lakukan bahwa pengaruh kisah
amatlah besar bagi pembentukan kepribadian anak, karena pesan moral
yang kita sampaikan lewat kisah tidak bersifat menggurui. Adapun
pengaruh yang terlihat pada diri anak adalah kejujuran, keberanian,
keshalehan, serta dapat membawa anak untuk lebih mengenal dunia
membaca.
B. SARAN-SARAN
1. Saran Kepada Orang Tua
Diharapkan dapat meluangkan waktu untuk mendonggeng kepada
anaknya, karena :
a. Jika kita terbiasa mendonggeng pada anak akan tercipta hubungan
yang harmonis antara orang tua dan anak.
b. Anak akan mencintai budaya membaca.
c. Anak belajar mengenal kehidupan.
d. Dapat menghibur anak.
2. Saran Kepada Guru
a. Mempunyai tema yang menarik ketika bercerita.
b. Dapat mengekpresikan diri dengan baik agar dapat menarik
perhatian anak.
c. Menciptakan karakter yang berbeda pada setiap tokoh.
d. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak.
3. Kepada Penerbit
a. Agar membuat buku-buku cerita yang banyak mengandung unsur-
unsur moral yang baik.
b. Gunakan bahasa yang sederhana agar lebih mudah dimengerti oleh
anak.
c. Buat buku semenarik mungkin agar dapat menarik perhatian anak.
d. Diharapkan lebih kreatif dalam penulisan maupun penggambaran
yang akan dijadikan sebuah buku cerita.
4. Kepada Penulis Buku-buku Dongeng atau Cerita
a. Lebih diperbanyak lagi buku-buku tentang kisah-kisah para Nabi
dan Rasul agar anak mengidolakan Rasulnya.
b. Diharapkan tidak memberikan cerita-cerita yang fiksi.
c. Lebih diperbanyak lagi buku-buku cerita yang berisi tentang
pengalaman-pengalaman seseorang yang banyak mengandung
manfaat.
5. Kepada Pemilik Sekolah atau Perpustakaan
a. Agar lebih diperbanyak lagi buku-buku cerita dan dongengnya.
b. Mempunyai tempat khusus untuk anak-anak membaca buku cerita.
c. Diharapkan membuat perpustakaan agar murid-murid nyaman pada
saat membaca buku cerita.
d. Lebih diperbanyak lagi kegiatan mendongengnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Latif, Muhammad. The Power of Story Telling Kekuatan Dongeng
Terhadap Pembentukan Karakter Anak. Jakarta: PT. Ikrar
Mandiriabadi 2008.
Arfin, Muzayyin, M.Ed., Prof.,Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan
Penyuluhan Agama. Jakarta: PT. golden Terayon Perss, 1982.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006.
Fatah, Agus. Mendongeng Siapa Takut? 13 Kiat Sukses Bagi guru dan
Orang Tua. Kalisari: Al-Madaris 2006.
Fatah, Agus. Sharing Sukses Berkomunikasi & Mendongeng, TK Nizamia
Andalusia, 2007.
Fatah, Agus. Berkisah dan Mendongeng, JSIT Divisi TK, 21 Maret 2009.
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Nasution, Metode Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito, 1988.
Poerwandari, Kristi E. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia, Jakarta: LPSP3 UI, 2001.
Prayitno, Prof. dr. Drs, Msc dan Amti, Drs Eman. Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Rahman, Zulkifli. Kepribadian Muslim Sejak Dini, artikel diakses pada 28
Maret 2009 dari http://www.google.com
Riyadh, DR Sa’d. Agar Anak Mencintai dan Hafal Al-Qur’an Bagaimana
Mendidiknya. Bandung: Irsyad Baitus Salam 2007.
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif,
Yoyakarta: Graha Ilmu, 2006.
Sarwono, Sarlito W. Pengantar Umur Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang,
2003.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005.
Sukardi, Dewa Ketut. Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah,
Surabaya: Usaha Nasional, 1982.
Trelease, Jim. Read-Aloud Handbook Mencerdaskan Anak dengan
Membacakan Cerita Sejak Dini. Jakarta: Hikmah PT Mizan
Publika 2006.
Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung: Pustaka Setia,
1998.
Wahyu Media, Bentuk-bentuk Kepribadian Anak Melalui Cerita Rakyat,
artikel diakses pada 02 April 2009 dari
http://www.wahyumedia.com
Warisman, Neno. Bercerita, Sudahkah Anda Membiasakannya?, artikel
diakses pada 02 April 2009 dari http://www.google.com
Warisman, Neno. Peran Kisah Dalam Pembentukan Kepribadian Anak,
Depok: Hotel Bumi Wiyata, 2008.
Wawancara pribadi dengan Agus Fatah. Cibubur, 17 April 2009.
Wawancara pribadi dengan Dety Anggraeni. Cibubur, 19 April 2009.
Wawancara pribadi dengan Alyssa. Cibubur, 22 April 2009.
Wawancara pribadi dengan Ajeng Miftah. Cibubur, 17 April 2009.
Wawancara pribadi dengan Farhan. Cibubur, 16 April 2009.
Recommended