View
515
Download
5
Category
Preview:
Citation preview
AGROFORESTRY, UPAYA KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
(Bentuk Pengelolaan Lahan dalam rangka memperbaiki kesuburan tanah dan pengaturan tata air)
Oleh:
Abdul Razak 1
2008
Abstrak
Pengelolaan sumberdaya alam untuk kepenetingan ekonomi terkadang mengabaikan faktor lingkungan suatu yang berdampak pada kerusakan DAS.Salah satu satu contoh adalah deforestasi yang terjadi telah menyebabkan banyaknya lahan kritis dan tidak dapat di olah, yang akhirnya ditelantarkan.
Bentuk usaha perekonomian ini telah menyebabkan menurunnya kualitas tanah dan air, sehingga berdampak pada kekeringan dan banjir. Untuk mengatasi hal ini diperlukan upaya konservasi dengan penekanan pada pemulihan kualitas lingkungan (tanah dan air), namun tetap memperhatikan ekonomi masyarakat disekitarnya. Agroforestry salah satu cara konservasi tanah dan air secara vegetatif dinilai mampu untuk mengatasi permasalahan penurunan kualitas lahan, dan peningkatan ekonomi. Dengan penerapan sistim agroforestry diharapkan mampu mengembalikan fungsi konservasi tanah dan air sebagai sistim penyangga kehidupan.
Kata Kunci ; Agroforestry, Konservasi tanah dan air, Daerah Aliran Sungai
1. Mahasiswa Pascasarjana / S2, MKSDAL, Kehutanan UGM
1
Pendahuluan
Perusakan lingkungan di Indonesia terus menunjukkan dampaknya.
Data terbaru Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan,
puluhan daerah aliran sungai atau DAS masuk kategori kritis. Data dalam
buku laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) tahun 2006 itu
sekaligus juga diartikan kondisi ke-60 DAS memprihatinkan. "Beberapa
parameter daerah aliran sungai itu berarti di bawah standar," kata Kepala
Bidang Sungai Deputi III Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang
Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian
Kerusakan Lingkungan Hermono Sigit di Jakarta. (Kompas, 2007)
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan DAS tersebut
sangat merugikan kehidupan penduduk, seperti banjir, kekeringan, erosi,
sedimentasi, menurunnya kesuburan tanah, produksi pertanian menurun,
dan sebagainya. Kerusakan DAS tersebut perlu segera ditangani secara
komprehensif melalui perencanaan pengelolaan DAS yang baik sehingga
kerusakan lingkungan dapat segera diminimumkan dan pada gilirannya
dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan dan kesejahteraan
penduduk.
Bagian hulu adalah zona terpenting yang perlu diperhatikan dalam
upaya pelestarian Daerah Aliran sungai. Pengelolaan sumberdaya alam di
daerah ini akan berdampak pada kualitas tanah dan air sekitar DAS
tersebut. Usaha-usaha pertanian disini haruslah diupayakan mengadopsi
teknologi-tenologi yang mangacu pada prinsip-prinsi konservasi, karena
perubahan vegetasi seperti keterbukaan lahan, maka akan berdampak
kepada peningkatan erosi, dan dampak-dampak lain yang berkaitan
dengan degradasi lahan.
Menurut Zulrasdi et, al (2005) Kerusakan daerah aliran sungai
sangat erat hubungannya dengan kelestarian hutan di daerah hulu
sebagai daerah tangkapan hujan. Apabila hutan mengalami
kerusakan, maka dapat dipastikan terjadi banjir pada daerah aliran
2
sungai. Untuk itu berusaha tani di daerah DAS, harus diikuti konservasi
lahan.
Foto : Zulrasdi et,al (2005). Gambar 1 : Degradasi bagian hulu suatu DAS
Agar kelestarian sumber daya alam dan keserasian
ekosistem dapat memberikan manfaat yang berkesinambungan maka
pengelolaan DAS harus dilakukan sebaik mungkin, yang meliputi :
1. Pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui
2. Kelestarian dan keserasian ekosistem (lingkungan hidup)
3. Pemenuhan kebutuhan manusia yang berkelanjutan
4. Pengendalian hubungan timbal balik antara sumber daya alam
dengan manusia
Usaha pokok dalam pengawetan tanah dan air meliputi (Zulrasdi
et, al. 2005):
1. Pengelolaan lahan
• Sesuai kemampuan lahan
• Mengembalikan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah
• Melindungi lahan dari ancaman erosi dengan menanam
tanaman penutup tanah
• Penggunaan mulsa.
3
2. Pengelolaan Air
Pengelolaan air adalah usaha-usaha pengembangan sumberdaya
air dalam hal :
• Jumlah air yang memadai
• Kwalitas air
• Tersedia air sepanjang tahun
3. Pengelolaan Vegetasi
Pengelolaan vegetasi pada hutan tangkapan air maupun
pemeliharaan vegetasi sepanjang aliran sungai, dapat ditempuh
dengan cara:
• Penanaman dengan tanaman berakar serabut seperti: bambu
yang sangat dianjurkan di pinggiran sungai, kemudian diikuti
dengan rumput makanan ternak seperti: Rumput gajah,
Rumput Setaria, Rumput Raja, dan lain-lain sebagainya.
Penanaman ini dimaksudkan untuk penghalang terjadinya
erosi pada tanah.
• Penanaman tanaman semusim untuk lahan yang tidak memiliki
kemiringan
• Pembuatan teras. Bila pada lahan tersebut terdapat
kemiringan, maka perlu dibuat teras.
4. Usaha Tani Konservasi
Usaha tani konservasi adalah penanaman lahan dengan
tanaman pangan serta tanaman yang berfungsi untuk mengurangi
erosi (aliran permukaan) dan mempertahankan kesuburan tanah.
Prinsip usaha tani konservasi :
• Mengurangi sekecil mungkin aliran air permukaan dan
meresapkan airnya sebesar mungkin ke dalam tanah.
• Memperkecil pengaruh negatif air hujan yang jatuh pada
4
permukaan tanah
• Memanfaatkan semaksimal sumber daya alam dengan
memperhatikan kelestarian.
Sistim pengelolaan lahan dengan pendekatan konservasi
difokuskan pada bentuk upaya konservasi tanah dan air guna
penanggulangan erosi permukaan dan menjaga hilangnya kesuburuan
tanah. Tanpa adanya teknik-teknik penanaman yang menitik beratkan
pada konservasi, maka akan semakin banyak lahan yang kritis, dan hanya
dapat dikelola dalam jangka pendek, sementara untuk jangka panjang,
produktifitasnya akan menurun.
Lahan kritis adalah lahan yang karena tidak sesuai penggunaan
tanah dan kemampuannya, telah mengalami atau dalam proses
kerusakan fisik-kimia-biologi, yang akhirnya membahayakan fungsi hidro-
orologi, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi
dari daerah lingkungan pengaruhnya. Lahan kritis dan marjinal di
Indonesia mencapai 43 juta ha, diantaranya 20 juta ha kritis
hidroorologisnya dan setiap tahunnya masih terus bertambah
(Soewandito, et al 2002).
Untuk memperbaiki kondisi lahan yang telah rusak, maka dapat
dilakukan upaya konservasi tanah, dengan rekayasa-rakayasa teknis.
Namun upaya konservasi tanah dan air ini dalam memperbaiki serta
meningkatkan produkstifitas lahan, haruslah benar-benar tepat sesuai
dengan kondisi lahan pemilihan vegatasi serta iklim.
Menurut Sinukaban (1995), seperti yang dikutip Marwah (2001),
dalam sistem usahatani konservasi akan diwujudkan ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Produksi usahatani cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah
melanjutkan usahanya
2. Pendapatan petani yang cukup tinggi sehingga petani dapat
mendisain masa depan keluarganya dari pendapatan usahataninya.
5
3. Teknologi yang diterapkan baik teknologi produksi maupun
teknologi konservasi dapat diterima dengan senang hati dan
diterapkan sesuai kemampuan petani sendiri sehingga sistem
usahatani tersebut dapat diteruskan tanpa intervensi dari luar.
4. Komoditi yang diusahakan cukup beragam, sesuai kondisi
biofisik, sosial dan ekonomi
5. Erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan sehingga
produksi yang tinggi tetap dapat dipertahankan atau ditingkatkan
dengan fungsi hidrologis tetap terpelihara dengan baik.
6. Sistem penguasaan/pemilikan lahan dapat menjamin keamanan
investasi jangka panjang dan menggairahkan petani untuk tetap
berusahatani.
Ada beberapa teknologi untuk merehabilitasi lahan dalam
kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan (Sinukaban, 2003)
dalam Suhardi (2003) yaitu :
1. Agronomi yang meliputi teknis agronomis seperti TOT,
minimum tillage, countur farming, mulsa, pergiliran tanaman (crop
rotation), pengelolaan residu tanaman, dll.
2. Vegetatif berupa agroforestry, alley cropping, penanaman rumput.
3. Struktur/konstruksi yaitu bangunan konservasi seperti teras,
tanggul, cek dam, Saluran, dll.
4. Manajemen berupa perubahan penggunaan lahan.
Agroforrestry merupakan suatu konsep yang dianggap tepat untuk
memadukan konsep-konsep usaha tani dalam rangka peningkatan
ekonomi dan konservasi.
6
Agroforestry sebagai suatu Sistim Pengelolaan Lahan
Pengertian Agroforestry
Hudges (2000) dan Koppelman dkk.,(1996) mendefinisikan
Agroforestry sebagai bentuk menumbuhkan dengan sengaja dan
mengelola pohon secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan
atau makanan ternak dalam sistem yang bertujuan menjadi berkelanjutan
secara ekologi, sosial dan ekonomi. Secara sederhana adalah menanam
pohon dalam sistem pertanian. (Sa’ad, 2002)
Reijntjes, (1999), menyatakan Agroforestry sebagai pemanfaatan
tanaman kayu tahunan secara seksama (pepohonan, belukar, palem,
bambu) pada suatu unit pengelolaan lahan yang sama sebagai tanaman
yang layak tanam, padang rumput dan atau hewan, baik dengan
pengaturan ruang secara campuran atau ditempat dan saat yang sama
maupun secara berurutan dari waktu ke waktu.(Sa’ad, 2002)
King and Chandler, (1978) dalam Andayani, (2005) mendefinisikan
agroforestry adalah ; Suatu system pengelolaan lahan yang lestari untuk
meningkatkan hasil, dengan cara memadukan produksi hasil tanaman
pangan (termasuk hasil pohon-pohonan) dengan tanaman kehutanan
dan/atau kegiatan peternakan baik secara bersama-sama maupun
berurutan pada sebidang lahan yang sama, dan menggunakan cara-cara
pengelolaan yang sesuai dengan pola kebudayaan penduduk setempat.
King (1978) dan Koppelman dkk., (1996) seperti yang dikutip Sa’ad
(2002) menyebutkan bahwa sistem agroforestry dapat dikelompokkan
menurut struktur dan fungsi, sebagaimana agroekologi dan adaptasi
lingkungan, sifat sosio ekonomi, aspek budaya dan kebiasaan (adat), dan
cara pengelolaannya.
7
Implementasi Sistem Agroforestry
Ada beberapa cara klasifikasi agroforestry diantaranya :
berdasarkan kombinasi komponen pohon, tanaman, padang
rumput/makanan ternak dan komponen lain yang ditemukan dalam
agroforestry (Sa’ad 2002)
1. Agrosilviculture : Campuran tanaman dan pohon, dimana
penggunaan lahan secara sadar untuk memproduksi hasil-hasil
pertanian dan kehutanan.
sumber : Sabarnurdin, 2004
Gambar 2 : Pola tumpang sari Perpaduan kehutanan dan pertanian
2. Silvopastoral : Padang rumput/makanan ternak dan pohon,
pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil kayu dan sekaligus
memelihara ternak.
8
Sumber : Marseno, 2004
Gambar 3 : Perpaduan Hutan pinus dan peternakan
3. Agrosilvopastoral : tanaman, padang rumput/makanan ternak dan
pohon, pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian
dan kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara hewan
ternak.
4. Sistem lain , yang meliputi :Silvofishery : pohon dan ikan Apiculture
: pohon dan lebah Sericulture : pohon dan ulat sutera
Selain praktek-praktek sistem agroforestry diatas Marseno (2004),
juga menyajikan bentuk lain sistem agroforestry yang berbasis pelestarian
lingkungan yaitu ;
1. Riperian Buffer Forest (Hutan Penyangga tepi sungai) ; fungsinya
menjaga kondisi alami di sepanjang sungai, menjaga erosi dan
meningkatkan biodiversitas. Sistim penyangga tidak hanya untuk
ekosistim tepi sungai, namun juga memberikan perlindungan terhadap
pengeolahan tanah disekitarnya. (lihat Gambar 4).
9
Sumber : Marseno, 2004
Gambar 4 : Hutan Penyangga Tepi Sungai
2. Windbreaks
Fungsinya untuk melindungi tanaman-tanaman pertanian yang
sensitive terhadap angina seperti gandum dan sayuran (gambar.5).
Pola-pola ini hampir menyerupai pola penanaman dalam agroforestry
yaitu trees along border yaitu penanaman tanaman kehutanan di
sekitar tanama pertanian (Sabarnurdin,2004)
Sumber : Marseno, 2004
Gambar 5 : Hutan Pemecah Angin
10
Agroforestry dalam upaya Konservasi Tanah dan Air
Menurut Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof Dr. Ir.
Muhjidin Mawardi MEng, bahwa terdapat paling tidak empat faktor utama
yang menentukan keberhasilan rekayasa konservasi tanah dan air, yaitu
sifat-sifat fisik tanah dan lahan, sifat hujan, interaksi antara hujan dengan
tanah dan lahan yang menghasilkan air limpasan permukaan dan infiltrasi,
serta simpanan air dalam tanah. (Ujianto,2006).
Agroforestry dalam konservasi tanah dan air adalah bagaimana
pengaruh kondisi vegetasi suatu hamparan lahan didalam mengatur tata
air memperbaiki kesuburan lahan. Bagaimana perpaduan pola tanam dan
kolaborasi antar macam kegiatan ekonomi yang berbasis agroforestry
yang mengarah perbaikan kondisi lingkungan, sehingga manfaat multi
fungsi dapat dirasakan.
Pengaruh tutupan pohon terhadap aliran air adalah dalam bentuk
(Noordwijk, et al. 2004 ) :
1. Intersepsi air hujan. Selama kejadian hujan, tajuk pohon dapat
mengintersepsi dan menyimpan sejumlah air hujan dalam bentuk
lapisan tipis air.
2. (waterfilm) pada permukaan daun dan batang yang selanjutnya
akan mengalami evaporasi sebelum jatuh ke tanah. Banyaknya air
yang dapat diintersepsi dan dievaporasi tergantung pada indeks
luas daun (LAI), karakteristik permukaan daun, dan karakteristik
hujan. Intersepsi merupakan komponen penting jika jumlah curah
hujan rendah, tetapi dapat diabaikan jika curah hujan tinggi. Apabila
curah hujan tinggi, peran intersepsi pohon penting dalam kaitannya
dengan pengurangan banjir.
3. Daya pukul air hujan. Vegetasi dan lapisan seresah melindungi
permukaan tanah dari pukulan langsung tetesan air hujan
yang dapat menghancurkan agregat tanah, sehingga terjadi
pemadatan tanah. Hancuran partikel tanah akan menyebabkan
11
penyumbatan pori tanah makro sehingga menghambat infiltrasi
air tanah, akibatnya limpasan permukaan akan meningkat. Peran
lapisan seresah dalam melindungi permukaan tanah sangat
dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap pelapukan; seresah
berkualitas tinggi (mengandung hara, terutama N tinggi) akan mudah
melapuk sehingga fungsi penutupan permukaan tanah tidak bertahan
lama.
4. Infiltrasi air. Proses infiltrasi tergantung pada struktur tanah pada
lapisan permukaan dan berbagai lapisan dalam profil tanah. Struktur
tanah juga dipengaruhi oleh aktivitas biota yang sumber energinya
tergantung kepada bahan organic (seresah di permukaan, eksudasi
organik oleh akar, dan akar-akar yang mati). Ketersediaan makanan
bagi biota (terutama cacing tanah), penting untuk mengantisipasi
adanya proses peluruhan dan penyumbatan pori makro tanah.
5. Serapan air. Sepanjang tahun tanaman menyerap air dari berbagai
lapisan tanah untuk mendukung proses transpirasi pada permukaan
daun. Faktor– faktor yang mempengaruhi jumlah serapan air oleh
pohon adalah fenologi pohon, distribusi akar dan respon fisiologi
pohon terhadap cekaman parsial air tersedia. Serapan air oleh
pohon diantara kejadian hujan akan mempengaruhi jumlah air yang
dapat disimpan dari kejadian hujan berikutnya, sehingga
selanjutnya akan mempengaruhi proses infiltrasi dan aliran
permukaan. Serapan air pada musim kemarau, khususnya dari
lapisan tanah bawah akan mempengaruhi jumlah air tersedia untuk
‘aliran lambat’ (slow flow).
6. Drainase lansekap. Besarnya drainase suatu lansekap (bentang
lahan) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekasaran
permukaan tanah, relief permukaan tanah yang
memungkinkan air tinggal di permukaan tanah lebih lama sehingga
mendorong terjadinya infiltrasi, tipe saluran yang terbentuk akibat
aliran permukaan yang dapat memicu terjadinya ‘aliran cepat air tanah’
12
(quick flow).
Peran Agroforestry dalam konteks hidrologi lebih pada skala
Lansekap (Widianto,2004) :
1. Infiltrasi à Peresapan
2. Evapotranspirasi
3. Penyaringan (filter) sedimen, hara
4. Limpasan permukaan à Banjir
5. Menjaga base-flow à Kekeringan
Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk mendukung
pertumbuhan tanaman, pada kondisi iklim dan lingkungan yang sesuai.
Untuk mempertahankan produksi tetap lestari, maka cara untuk
memelihara atau mempertahankan kesuburan adalah dengan
memciptakan penggunaan lahan dalam kondisi ekosistem alami (Barrow,
1991, cit Maylinda et al, 2003).
Menurut Sitanala Arsyad (1989), konservasi tanah adalah
penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai
dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai
dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah.
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air.
(Beydha, 2002)
Keberlanjutan sistem penggunaan lahan sangat tergantung pada
fleksibilitasnya dalam keadaan lingkungan yang terus berubah. Adanya
keanekaragaman sumberdaya genetik yang tinggi pada tingkat usahatani
akan menunjang fleksibilitas ini (Reijntjes, 1999).
Beberapa tindakan mendekati sasaran pertanian berkelanjutan
(Padmowijoto, 2004) ;
1. Lebih mendekati pada proses alami, seperti siklus hara, dan fixasi N
atmosfer.
13
2. Mengurangi penggunaan input eksternal yang tidak bisa diperbarui,
yang potensial merusak lingkungan atau mengancam kesehatan
petani dan konsumen.
3. Lebih produktif dalam menggunakan potensi biologi dan genetik
tanaman dan species ternak.
4. Produksi lebih menguntungkan dan efisien dengan menekankan pada
manajemen usaha secara integrasi, dan konservasi tanah, air, energi
dan sumber biologi.
Menurut FAO (1989), agroforestri merupakan suatu sistem
penggunaan lahan yang tepat untuk mendukung pertanian berkelanjutan,
karena disamping memiliki konstribusi produksi yang nyata dan beragam,
juga fungsi konservatif terhadap lingkungan dan keadaan sosial sehingga
menjamin ekonomi yang lebih luas dan keamanan pangan lebih tinggi.
Agroforestry pada dasarnya adalah pola pertanaman yang
memanfaatkan sinar matahari dan tanah yang `berlapis-lapis` untuk
meningkatkan produktivitas lahan. Ambil contoh berikut ini. Pada sebidang
tanah, seorang petani menanam sengon (Paraserianthes falcataria) yang
memiliki tajuk (canopy) yang tinggi dan luas. Di bawahnya, sang petani
menanam tanaman kopi (Coffea spp) yang memang memerlukan
naungan untuk berproduksi. Lapisan terbawah di dekat permukaan tanah
dimanfaatkan untuk menanam empon-empon atau ganyong (Canna
edulis) yang toleran/tahan terhadap naungan. Bisa dimengerti bahwa
dengan menggunakan pola tanam agroforestry ini, dari sebidang lahan
bisa dihasilkan beberapa komoditas yang bernilai ekonomi. Akan tetapi
sebenarnya pola tanam agroforestry sendiri tidak sekedar untuk
meningkatkan produktivitas lahan, tetapi juga melindungi lahan dari
kerusakan dan mencegah penurunan kesuburan tanah melalui
mekanisme alami. Tanaman kayu yang berumur panjang diharapkan
mampu memompa zat-zat hara (nutrient) di lapisan tanah yang dalam,
kemudian ditransfer ke permukaan tanah melalui luruhnya biomasa
(Budiadi,2005).
14
Manfaat Lingkungan yang dapat diperoleh dari sistem
Agroforestry (Sabarnurdin, 2004) ;
1. Mengurangi tekanan terhadap hutan, sehingga fungsi kawasan hutan
tidak terganggu (tata air, keanekaragaman hayati dll);
2. Lebih efisien dalam recicling unsur hara melalui pohon berakar dalam
di lokasi tsb.;
3. Perlindungan yang lebih baik terhadap sistem ekologi daerah hulu
DAS;
4. Mengurangi aliran permukaan, pencucian hara dan erosi tanah ;
5. Memperbaiki iklim mikro, mengurangi suhu permukaan tanah,
mengurangi evapotranspirasi karena kombinasi mulsa dari tanaman
setahun/semusim dan naungan pohon;
6. Meningkatkan hara tanah dan struktur tanah melalui penambahan
yang kontinyu hasil proses dekomposisi bahan organik ;
Dari teori-teori yang dikemukakan diatas, dapat diartikan bahwa
sistem agroforestry cukup flexible untuk diterapkan di bagian hulu sungai
yang mengalami kekritisan lahan, dalam rangka pemulihan kondisi lahan
tersebut. Hanya yang perlu diatur adalah ;
1. Pemilihan perpaduan atau kombinasi sistem agroforestry
yang tepat yang disesuaikan dengan karakteristik lahan.
2. Pemilihan jenis yang tepat didalam rangka pengembalian
kesuburan tanah dan terbentuknya kembali sistim hidrologi lahan.
3. upaya pembentukan strata yang tepat dalam rangka
rekayasa konservasi tanah dan air, tanpa mengeyampingkan fungsi
ekonomi dari kegiatan agroforestry tersebut.
Pemillihan Jenis Tanaman, dan Perpaduan Kegiatan Dalam Agroforestry terkait upaya konservasi
Peran agroforestry dalam mengatasi lahan yang marginal,
Padmowijoto (2004), menyebutkan bahwa tanaman leucaena (lamtoro)
yang ditanam rapat dengan jarak antara baris satu meter, mampu
15
menghasilkan pupuk hijau sebanyak 120 ton/ha/tahun, sehingga dapat
memberikan 1000 kg nitrogen, 200 kg asam fosfat dan 800 kg potasium,
berturut-turut setara dengan 100 sak (50 kg) ammonium sulfat, 20 sak (50
kg) super fosfat dan 24 sak (50 kg) potasium muriate Fixaksi n atmosfer
menambah kesuburan, murah dan tidak mengganggu lingkungan.
Penambahan pupuk hijau gliricidia maculata meningkatkan kandungan
phosphorus sekitar 26-37% pada berbagai tipe tanah serta meningkatkan
N, Fe dan Mn.
Akar legume dalam sistem alley cropping (penanaman sistem
jalur) berfungsi sebagai pompa mineral. Batang legume yang berada
diatas tanah dalam bentuk alley cropping mampu menahan run off dan
mampu menurunkan besaran erosi tanah miring dari 96,9 ton/ha menjadi
hanya 0,8 ton/ha dan setelah tiga tahun program berjalan, balance hara
tanah jadi positif artinya lebih banyak hara yang kembali kedalam tanah
dibanding yang hilang.
Menurut Oosterling (1927), yang berperan langsung bukanlah
keadaan tegakan hutan, melainkan kemampuan serasah menyerap air
dan kesarangan tanah hutan. Meskipun hutan berada dalam keadaan
utuh, akan tetapi seresah tidak terbentuk atau hilang dan tanah bersifat
mampat, penyaluran permukaan pada waktu hujan deras tetap besar
(Notohadiprawiro,1981).
Dengan demikian pemilihan jenis sangat diperlukan didalam
perpaduan tanaman pada sistem agroforestry. Kombinasi agroforestry
dalam upaya konservasi lebih di konsentrasikan pada komposisi jenis, dan
strata tajuk yang dibentuk. Hal ini terkait dengan penutupan lahan yang
sangat berpengaruh terhadap hidrologi suatu lahan.
Selain itu dalam rangka mengembalikan kesuburan tanah maka
diperlukan jenis-jenis dan pola perpaduan kegiatan yang mampu
meningkatkan produktifitas lahan, seperti tanaman legume yang mampu
mengikat N di udara, serta sistem agrosilvopasoral (kombinas tanaman
pertanian, kehutanan dan peternakan) yang dapat meningkatkan unsur
16
hara tanah, dan porositas tanah yang memudahkan terjadinya infiltrasi,
sehinggga memperbaiki sistem hidrologi.
Kesimpulan dan Saran
1. Pengelolaan sumberdaya alam di bagian hulu DAS telah
menyebabkan kualitas lahan menurun (banyaknya lahan kritis dan
perlu upaya perbaikan)
2. Upaya untuk memperbaiki kualitas DAS dapat diterapkan bentuk
pertanian berkelanjutan melalui sistem agroforestry dengan kombinasi
berbagai kegiatan usaha.
3. Agroroforestry dengan input teknologi yang lain dan didukung oleh
kearifan lokal (indigeneous knowledge) dapat mengembalikan
kesuburan dan kondisi tata air suatu lingkungan DAS dengan
mempertimbangkan perpaduan kegiatan agroforestry dan pemilihan
jenis tanaman, tanpa mengabaikan tatanan sosial dan ekonomi
masyarakat.
Tinjauan Pustaka/Sumber Referensi
Marwah Sitti, 2001. Daerah Aliran Sungai (Das) Sebagai Satuan Unit Perencanaan Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan Makalah Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. www.tumoutou.net
Soewandito, Hasmono et.al 2002. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Permukaan, Sedimen Dan Unsur Hara, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.4, No.5, www.iptek.net.id
Suhardi, 2003. Efektifitas Vegetatif Dalam Konservasi Tanah Dan Air Pada Suatu Das, Makalah Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. www.tumoutou.net
Ujianto, Bambang, 2006. Faktor Penentu Rekayasa Konservasi Tanah dan Air. Suara Merdeka Cybernews.
17
Sa'ad, Asmadi. 2002, Agroforestry Sebagai Salah Satu Alternatif Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia. Makalah Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor Download www.tumoutou.net
Anonim, 2007. 60 DAS di Indonesia Minta Prioritas Penanganan, Kompas Online. www.terranet.com
Anonim, 2007 Indonesia kenalkan Agroforestry ke Jepang Suara Merdeka publication by www.bainahsaridewi.wordpress.com
Padmowijoto, Soemitro 2004 Pengembangan Model Pertanian Terpadu, Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Marseno Djagal W. 2004. Post Harvest Technology Development And Dissemination Of Agroforestry-Based Products, Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Andayani, Wahyu. 2005. Ekonomi Agroforestry, DEBUT Press, Jogjakarta.
Budiadi, 2005. Agroforestry, mungkinkah mengatasi permasalahan sosial dan lingkungan?. Inovasi Online. Download www. mio.ppi.jepang.org
Zulrasdi. Noer, .Sjofjendi, 2005. Pertanian di Daerah Aliran Sungai, Lembaga Informasi Pertanian, BPPT Sumatera Barat
Maylinda, Sucik et al. 2003. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Dengan Sistem Agroforestri. Makalah Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor. Download www.tumoutou.net
Widianto. 2004. Agroforestry for Upland Husbandry : a Farmers’ Friendly. Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Noordwijk, Meine van, et al. 2004. Peranan Agroforestri Dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS). Download www.worldagroforestrycentre.org
Sabarnurdin, M. Sambas. 2004. Agroforestry : Konsep, Prospek Dan Tantangan Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
18
Recommended