View
37
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Stroke Non-Hemorhagik
Oleh :
Rinaldi Aditya Asrizal 0718011032
Pembimbing :
dr. Roezwir Ashari Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
JUNI 2013
Status Neurologis
Pemeriksa : Rinaldi Aditya Asrizal
Tgl. Pemeriksaan : 22 Juni 2013
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 39 tahun
Alamat : Lampung Timur
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Suku Bangsa : Lampung
Tgl. Masuk RS : 22 Mei 2013
Dirawat yang ke : Pertama
II. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis (Alloanamnesis)
Keluhan utama : Lengan dan Tungkai kiri lemah
Keluhan tambahan : Dapat berbicara tetapi pelo, lidah miring ke
kiri
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien dirawat dengan keluhan lengan dan tungkai kiri lemah sejak ± 3 hari
SMRS. Lengan dan tungkai lemas sulit di gerakkan terjadi secara mendadak
ketika pasien hendak ingin ke kamar mandi. Pasien kemudian merasakan lengan
dan tungkai kirinya lemah yang semakin lama semakin sulit untuk digerakan
sampai akhirnya tidak dapat digerakan. Menurut pengakuan keluarga pasien,
pasien juga sulit berbicara, pada awalnya pasien masih dapat berbicara namun
semakin lama akhirnya pasien tidak dapat berbicara. Riwayat muntah tidak ada,
riwayat sakit kepala tidak ada, penurunan kesadaran tidak terjadi. Awalnya pasien
hanya dirawat di rumah saja, tetapi semakin lama kondisi pasien semakin
memburuk, akhirnya pihak keluarga memutuskan untuk membawa pasien ke
RSUAM.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus disangkal pihak keluarga
pasien, riwayat merokok ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami keluhan serupa dengan pasien.
Riwayat Sosio Ekonomi
Kurang mampu (menggunakan jamkesmas)
III. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis, GCS E4 V5 M6
- Vital sign
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 19 x/menit (pernafasan regular)
Suhu : 36,1 o C
- Gizi : Kesan cukup
- Kepala : Simetris normochephali
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva ananemis, sklera anikterik,
palpebra edema (-/-)
Telinga : Liang lapang, simetris, serumen (-/-)
Hidung : Septum tidak deviasi, sekret (-),
pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Kering, sianosis (-)
- Leher
Pembesaran KGB : tidak ada pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
JVP : 5 cm H20
Trakhea : ditengah
- Toraks
(Cor)
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V garis mid
clavicula kiri
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-),
gallop (-)
(Pulmo)
Inspeksi : Pergerakan pernafasan kanan-kiri
simetris
Palpasi : Fremitus taktil hemitoraks kanan =
hemitoraks kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-),ronkhi (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : Datar dan simetris
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
(-), nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 15x/menit
- Extremitas
Superior : oedem (-/-),sianosis (-/-), turgor kulit baik
Inferior : oedem (-/-),sianosis (-/-), turgor kulit baik.
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Saraf cranialis (Kanan/kiri)
N.Olfactorius (N.I)
- Daya penciuman hidung : (Normosmia)
N.Opticus (N.II)
- Tajam penglihatan : dalam batas normal
- Lapang penglihatan : Normal sama dengan pemeriksa
- Tes warna : Tidak dapat dinilai
- Fundus oculi : Tidak dilakukan
N.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III – N.IV – N.VI)
Kelopak mata
- Ptosis : (-/-)
- Endophtalmus : (-/-)
- Exopthalmus : (-/-)
Pupil
- Ukuran : (3 mm / 3 mm)
- Bentuk : (Bulat / Bulat)
- Isokor/anisokor : Isokor
- Posisi : (Sentral / Sentral)
- Refleks cahaya langsung : (+/+)
- Refleks cahaya tidak langsung: (+/+)
Gerakan bola mata
Gerakan bola mata
- Medial : Tidak Dapat Dinilai
- lateral : Tidak Dapat Dinilai
- Superior : Tidak Dapat Dinilai
- Inferior : Tidak Dapat Dinilai
- Obliqus superior : Tidak Dapat Dinilai
- Obliqus inferior : Tidak Dapat Dinilai
- Refleks pupil akomodasi : Tidak Dapat Dinilai
- Refleks pupil konvergensi : Tidak Dapat Dinilai
N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
- Ramus oftalmikus : Tidak Dapat Dinilai
- Ramus maksilaris : Tidak Dapat Dinilai
- Ramus mandibularis : Tidak Dapat Dinilai
Motorik
- M. masseter : Tidak Dapat Dinilai
- M. temporalis : Tidak Dapat Dinilai
- M. pterygoideus : Tidak Dapat Dinilai
Refleks
Refleks kornea (sensoris N.V, motoris N.VII) : Tidak Dapat Dinilai
Refleks bersin : Tidak dilakukan
N.Fascialis (N.VII)
Inspeksi wajah sewaktu
- Diam : Simetris
- Tertawa : pipi sebelah kiri tidak mengikuti
pergerakan
- Meringis : Tidak Dapat Dinilai
- Bersiul : Tidak Dapat Dinilai
- Menutup mata : Simetris
Pasien disuruh untuk
Mengerutkan dahi : Tidak Dapat Dinilai
Menutup mata kuat-kuat : Tidak Dapat Dinilai
Mengembungkan pipi : Tidak Dapat Dinilai
Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah: Tidak Dapat Dinilai
N.Acusticus (N.VIII)
N.cochlearis
- Ketajaman pendengaran : dalam batas normal
- Tinitus : Tidak ada
N.vestibularis
- Test vertigo : Tidak dilakukan
- Nistagmus : Tidak dilakukan
N.Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)
- Suara bindeng/nasal : (-)
- Posisi uvula : di tengah
- Palatum mole : Tidak Dapat Dinilai
- Bersuara : Tidak Dapat Dinilai
- Arcus palatoglossus : Tidak Dapat Dinilai
Bersuara : Tidak Dapat Dinilai
- Arcus palatoparingeus :
Istirahat : Tidak Dapat Dinilai
Bersuara : Tidak Dapat Dinilai
- Peristaltik usus : Bising usus (+) normal 15x/m
- Bradikardi : (-)
- Takikardi : (-)
N.Accesorius (N.XI)
- M.Sternocleidomastodeus : (Tidak Dapat Dinilai)
- M.Trapezius : (Tidak Dapat Dinilai)
N.Hipoglossus (N.XII)
- Atropi : (Tidak Dapat Dinilai)
- Fasikulasi : (Tidak Dapat Dinilai)
- Deviasi : (Tidak Dapat Dinilai)
Tanda perangsangan selaput otak
- Kaku kuduk : (-)
- Kernig test : (-)
- Laseque test : (-)
- Brudzinsky I : (-)
- Brudzinsky II : (-)
Sistem motorik Superior ka/ki Inferior ka/ki
- Gerak (-/+) (-/+)
- Kekuatan otot (5/0) (5/3)
- Tonus (N/N) (N/N)
- Klonus (-/-) (-/-)
- Atropi (-/-) (-/-)
- Refleks fisiologis : Biceps (+/+) Patella (+/+)
- Triceps (+/+) Achilles (+/+)
-
- Refleks patologis : Hoffman Trommer (-/-)
- Babinsky (-/+)
Chaddock (-/-)
Oppenheim (-/-)
Schaefer (-/-)
Gordon (-/-)
Gonda (-/-)
-
Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan Kanan-Kiri
- Tidak dapat dinilai
Proprioseptif / rasa dalam
- Tidak dapat dinilai
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
- Tidak dapat dinilai
Koordinasi
- Tidak dapat dinilai
Susunan saraf otonom
Miksi : Terpasang DC
Defekasi : Normal
Salivasi : Normal
Fungsi luhur
Fungsi bahasa : pelo
Fungsi orientasi : Tidak dapat dinilai
Fungsi memori : Tidak dapat dinilai
Fungsi emosi : Tidak dapat dinilai
V. RESUME
Pasien seorang laki-laki tn.A. dirawat dengan keluhan lengan dan tungkai lemas
sejak ± 3 hari SMRS. Lengan dan tungkai lemas sulit di gerakkan terjadi secara
mendadak ketika pasien hendak ingin ke kamar mandi kemudian terjatuh ke lantai
kamar mandi. Pasien kemudian merasakan lengan dan tungkai kirinya lemah
yang semakin lama semakin memburuk. Menurut pengakuan keluarga pasien,
pasien juga sulit berbicara. Riwayat muntah tidak ada, riwayat sakit kepala tidak
ada, penurunan kesadaran tidak terjadi.
Status Neurologis tidak dapat dinilai. TD : 150/80 mmhg.
VI. DIAGNOSIS
Klinis = Hemipleghi dextra + afasia global
Topis = temporo parietal sinistra
Etiologi = SH
VII. DIAGNOSIS BANDING
- SNH
- SOL
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Umum
- ABC
- Posisi Kepala dinaikkan 30
- Observasi Klinik (TD, Glukosa, Pernapasan, Kesadaran,Tanda-tanda
Vital)
- Tirah baring
2. Khusus
Pirasetam
- 12 gr per infus dalam 20 menit
- dilanjutkan 4 X 3 gr/24 jam IV atau 12 gr/24jam
dengan drip kontinyu sampai hari ke 4
- hari ke 5 sampai akhir minggu ke 4 deberikan
4 X 1,2 gr PO
- minggu ke 5 -12 diberikan 2 X 1,2 gr/hari PO
Manitol
- Bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, jika memburuk
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Darah lengkap :
Hb : 14,4 g/dl (N) GDS : 132 mg/dl
LED : 15 mm/jam (N)
Leukosit : 9.100/ul (N)
Trombosit : 257.000/ul (N)
U/C : 50/0,8 mg/dl (N)
EKG à Tidak ada kelainan
Rontgent Thorax PA à Tidak ada kelainan
EEG à Belum dilakukan
CT – Scan :
Hematom dengan perifokal edema temporo parietal sinistra. NB:
terdapat ring artefact
X. ANJURAN
à EEG
XI. PROGNOSA
- Quo ad vitam = Dubia ad Malam
- Quo ad functionam = Dubia ad Malam
- Quo ad sanationam = Dubia ad Malam
STROKE
1. Definisi
Menurut WHO Stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsionalotak yang
terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokalmaupun global
yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkankematian,
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
2. Epidemiologi
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-
200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun . Di Amerika diperkirakan
terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari
160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan
hidup. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun,
1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan
0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun.
Penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA (Asean Neurologic
Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada
penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit, dan dilakukan survey
mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan dan mortalitas serta
morbiditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dari perempuan dan profil usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu
11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5%.
3. Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi
(lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) :
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a) Stroke iskemik
Transient Ischemic Attack (TIA)
Trombosis serebri
Emboli serebri
b) Stroke hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan subarakhnoid
2) Berdasarkan stadium:
Transient Ischemic Attack (TIA)
Stroke in evolution
Completed stroke
3) Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):
Tipe karotis
Tipe vertebrobasiler
4. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau
potentially modifiable).
Tabel 1. Faktor Resiko Stroke
5. Patofisiologi
5a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke
otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun
hingga 18 mL/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan
terhenti meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel.
Jika aliran darah ke otak turun sampai <10 mL/100 gram jaringan otak per menit,
akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel
membentuk daerah infark.
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap.
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan
permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya
homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas
dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas.
Gambar 1. Mekanisme Seluler yang Terlibat Dalam Stroke Iskemik dan Cedera
Sel.
5b. Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan
perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan
pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan
patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis
fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien,
peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating
arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek
penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat
pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin
besar.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena
darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena
ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular
atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
6. Manifestasi Klinis
Gejala defisit neurologik yang timbul tergantung pada daerah pembuluhdarah
yang terkena. Terdapat beberapa sindroma sesuai dengan arteri yang terkena.
Sistem pembuluh darah karotis :
1.Sindroma arteri serebri media
Hemiparese kontra-lateral. Kadang-kadang hanya mengenai otot wajahdan
lengan, tungkai tidak terkena atau lebih ringan.
Hemihipestesia kontralateral
Afasia motorik, sensorik atau global bila mengenai hemisfer dominan.
Gangguan penglihatan pada 1 mata (amaurosis fugax) atau pada 2belahan
mata (hemianopsi homonim)
Bila mengenai daerah subkortikal gejala hanya gangguan motorikmurni
2.Sindroma arteri serebri arterior
Monoparese tungkai kontralateral, kadang-kadang lengan bagianproksimal
dapat terkena.
Inkontinesia urine
Grasp refleks (+)
Apraksia dan gangguan cognitif lainnya
Sistem pembuluh darah vertebro-basiler :
1.Sindroma arteri serebri posterior
Gangguan penglihatan pada 1 atau 2 mata berupa kesukaran pengenalan
terhadap objek, wajah, warna, simbol.
Hemihipestesia, kadang-kadang dysestesia atau nyeri spontan
2.Sindroma arteri vertebro-basiler
Hemiparese kontralateral
Kelumpuhan saraf otak ipsilateral
Gangguan fungsi serebellum
(ataksia, hipotoni, vertigo, nystagmus,muntah).
Hemihipestesia
7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis Stroke pencitraan CT-Scan (Computerised
Tomography Scanning) yang merupakan pemeriksaan baku emas (GoldStandart).
Mengingat bahwa alat tersebut saat ini hanya dijumpai di kota tertentu, maka
dalam menghadapi kasus dengan kecurigaan stroke, langkahpertama yang
ditempuh adalah menentukan lebih dahulu apakah benar kasustersebut kasus
stroke, karena abses otak, tumor otak, infeksi otak, traumakepala, juga dapat
memberikan kelainan neurologis yang sama, kemudianmenentukan jenis stroke
yang dialaminya. Dengan perjalanan waktu, gejalaklinis stroke dapat mengalami
perubahan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau nonhemoragis.
antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan :
1.Anamnesis
2.Pemerikasaan klinis neurologis
3.Algoritma dan penilaian dengan skor stroke
1.Anamnesis
Langkah ini tidak sulit karena kalau memang stroke sebagai penyebabnya, maka
sesuai dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya adalah secara
Mendadak. Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke,maka
langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenisyang mana,
stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.Untuk keperluan tersebut,
pengambilan anamnesis harus dilakukan setelitimungkin. Berdasarkan hasil
anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antarakeduanya, seperti tertulis pada tabel
di bawah ini.
2. Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan
antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel Perbedaan Stroke
Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.
3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.
Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :
a. Algoritma Stroke Gadjah Mada
b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
CATATAN: 1. SSS > 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
c. Djoenaidi Skor Stroke
TOTAL SCORE : ≥ 20 STROKE HEMORAGIK
< 20 STROKE NON HEMORAGIK
8. Penatalaksanaan
Berdasarkan guideline PERDOSSI pada tahun 2007 penatalaksanaan stroke
adalah :
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan
otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah
perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa
darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas
darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang.
2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit.
Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah
sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada
keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga
serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a. Stroke Iskemik (non-hemoragik)
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian
nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit
sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150
mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30
menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal
ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan
500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi,
yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20
μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal
100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi
manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per
30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%)
atau furosemid.
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).
2. Stroke Hemoragik
Terapi umum Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan
klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan
darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120
mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit maksimum
300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per
oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan
300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan
stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum
sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2
parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas
dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya
kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus
akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin)
atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika
penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM).
c. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
Penatalaksanaan komplikasi,
Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
Prevensi sekunder
Edukasi keluarga dan Discharge Planning
Herniasi Otak
Hernia Otak adalah pergeseran dari jaringan otak normal sehingga melewati falk
serebri atau melewati tentrorial notch / incisura. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan tekanan intracranial (TIK) pada salah satu kompartemen otak
sehinnga menyebabkan pergeseran dari jaringan otak menuju ke area yang lebih
rendah tekanan intrakranialnya.
Hernia otak bisa terjadi ketika sesuatu yang berada di dalam
tengkorak memproduksi tekanan yang dapat memindahkan jaringan otak.
Seringnya dikarenakan edema otak yang diakibatkan cedera kepala, stroke atau
tumor otak. Herniasi otak bisa juga disebabkan berbagai faktor yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, termasuk :
Abses
Hemoragik
Hidrosefalus
Stroke yang menyebabkan edema otak
Klasifikasi.
Perbedaan sindrom dari hernia otak bisa berdasarkan pada area mana dariotak
yang mengalami herniasi dan struktur di bawahnya yang terdorong. Umumnya
hernia otak terbagi 2 kategori besar yaitu :
Herniasi supratentorial. Yang termasuk didalamnya adalah hernia Subfalci
ne/singulata, uncal dan transtentorial/sentral
Herniasi infratentorial. Yang termasuk didalamnya adalah hernia
asendingdan desending infratentorial.
1. Herniasi Supratentorial
Tiga Pola Utama dari Hernia Supratentorial digambarkan oleh Plum dan Posner
yaitu :
a) Hernia singulata/ Subfalcine
b) Hernia transtentorial unkus
c) Hernia transtentorial sentral.
Dari ketiga jenis hernia ini, hernia singulata memiliki ancaman klinis paling
ringan.Hernia Transtentorial mengakibatkan 2 sindrom yang berbeda yaitu
Sindrom Unkus dan Sindrom Sentral. Secara klinis, keduanya menunjukkan pola
klinis awal yang berbeda, tapi keduanya bergabung membentuk pola yang sama
ketika mulaimengenai otak tengah dan bagian otak bawahnya (struktur batang
otak).
a). Hernia Subfalcine /singulata
Pelebaran otak dibawah falx pada supratentorial serebri. Hernia initermasuk yang
sering terjadi dan mudah dideteksi dengan CT-Scan atau MRI. Hal ini disebabkan
oleh adanya masa atau edema yang unilateral pada lobus frontal, parietal atau
temporal.
Gambaran klinis:
Biasanya asymptomatic, lakukan observasi baik secara patologis atau
radiologis
Waspadai terjadinya herniasi transtentorial, yang akan beresiko menekan
arteri serebri anterior
Gambaran radiologis :
Temuan CT Scan :
Girus singulata berpindah melalui bawah falx
Ventrikel lateral berpindah ke arah berlawanan
Ipsilateral ventrikel terkompresi
Obstruksi Foramen Monro, pembesaran ventrikel lateral yang berlawanan
ACA berpindah, dapat menjadi tersumbat.
b). Herniasi transtentorial sentral
Pada herniasi transtentorial sentral, pergeseran hemisfer otak dan ganglia basalis
ke bawah akan menekan dan mendorong, diensefalon dan otak tengan ke kaudal
melalui insisura tentorial. Herniasi tipe ini menimbulkan distorsi rosto-kaudal dan
disfungsi progresif diensefalon, otak tengah, pons, dan akhirnya medulla
oblongata.
Manifestasi Klinis :
Tahap diensefalik dini.
- Kesadaran berkabut tanda I yang muncul yang disebabkan karena tekanan
pada Reticular Activating System (RAS) pada otak tengahatas. RAS
mengatur tentang kesadaran.
- Pupil kecil bilateral (kira-kira diameter 2 mm) dengan konstriksi yang
maksimal
- Respon motorik terhadap nyeri yang purposeful ataupun semipurposeful.
Tahap diensefalik lanjut :
- Respon motorik dekortikasi terhadap nyeri
- Kekakuan
- Pola napas Cheyne Stokes
Tahap keterlibatan otak tengah :
- Dilatasi pupil
- Gangguan refleks aduksi mata
- Respon motorik deserebrasi terhadap nyeri
- Pola napas hiperventilasi neurogenik-frekuensi >40 kali/ menit karena
tidak adanya stimulus penghalang dari pusat pernapasan
Tahap keterlibatan pons bagian bawah dan medulla bagian atas :
- Pupil yang terfiksasi dengan diameter 3-5 mm
- Hilangnya refles abduksi dan adduksi mata
- Tidak adanya respon motorik atau hanya ada fleksi kaki terhadap
rangsangan nyeri.
- Diabetes Insipidus
Gambaran radiologis : (CT-Scan)
Awal :
Sisterna suprasellar ipsilateral menghilang
Sisterna ambient ipsilateral dan CPA melebar
Akhir :
- Semua sisterna basalis tertutup
- Anterior choroidal dan PCA berpindah kea rah inferomedial
- Periaquedauctal stenosis
- Midbrain hemorrhage
Jika hernia telah mencapai diensefalon, otak tengah, dan batangotak, maka
prosesnya bersifat ireversible dan prognosisnya jelek.
c). Herniasi Transtentorial Unkal
Pada herniasi unkal, unkus dan hipokampus tergeser ke medial ke arah tentorial
knotch, antara tepi tentorium dan batang otak. Gejala dan tanda klinis pada
peristiwa ini dapat disebkan oleh distrosi batang otak dan regangan pembuluh
darah atau kompresi batang otak oleh lobus temporal. Herniasi unkal
mengakibatkan kompresi N.III pada level otak tengah dan kompresi batang otak
ipsilateral oleh lobus temporalis medialis. Kompresi batang otak kontralateral
dapat terjepit terhadap pinggir batas tentorial knotch. Gejala ini disebut sebagai
kernohan sign. Bila proses ini berlanjut, gangguan batang otak sebagai disfungsi
rosto-kaudal dari pons dan medulla terjadi seperti pada peristiwa herniasi sentral.
Manifestasi klinis:
- Dilatasi pupil ipsilateral tanda dini hernia tipe ini, karenaterperangkapnya
Nervus Cranial III dan arteri cerebri posterior diantara unkus dan
tentorium
- Hemiparesis kontralateral karena kompresi pada jalur motorik descending
(hemiparesis yang terjadi kontralateral karena traktuskorikospinal
bersilangan di level pons)
- Hemiparesis ipsilateal karena besarnya pergeseran otak
sehinggamendorong otak tengah dan pedunkulus serebri sepanjang
cisterna premesencepahlic sehingga Nervus III dan pedunkulus serebral
kontralateral tertekan ke batas tentorial yang berlawanan (Kernohan`s
notch) hal ini mengakibatkan false localizing sign Terminologi ini dipakai
karena bisa membuat keraguan tentang letak lesi sebenarnya.
- Refleks Babinsky positif bilateral
- Perubahan pola napas, napas Cheyne Stokes, napas ataksik
- Sikap tubuh dekortikasi dan deserebrasi
- Dilatasi dan fiksasi pupil
- Flaksiditas
- Henti napas
Gambaran Radiologis : (CT-Scan)
Tahap Awal :
- Unkus, girus parahipokampus mengalami protrusi ke medial
- Pelebaran sisterna ambien ipsilateral
- Pelebaran sisterna prepontin ipsilateral
- Pelebaran kornu temporal kontralateral
- Sisterna supraselar ipsilateral menghilang
Tahap Akhir :
- Sisterna supraselar mengalami obliterasi sempurna
- Batang otak tergeser oleh masa ke sisi lainnya (batang otak
bisamengkompresi tentorium membentuk Kernohan`s notch)
- Kompresi N.III
- Pergeseran Arteri cerebral Posterior ke arah inferomedial
Temuan ini bisa dilihat ketika ventrikel lateral ipsilateralterkompresi oleh dilatasi
ventrikel kontralateral yang baru terjadi untuk mempertahankan volume yang
sama. Pelebaran sisterna ipsilateral terjadikarena adanya fakta bahwa batang otak
bagian bawahnya berdekatandengan medula spinalis yang membentuk struktur
yang keras dan panjang.
Ketika bagian otak supratentorial bergeser (dianggap ke kanan), bagian superior
dari otak tengah dan cord ikut bergeser ke kanan. Hal ini akan menyempitkan
sisterna kontralateral dan melebarkan sisternaipsilateral pada bagian
anterolateral dari batang otak.
2. Herniasi Infratentorium
a). Herniasi Ke atas (Upward)
Pada herniasi Upward vermis cerebelli herniasi melalui incisura tentorii, dan
menekan mesencephalon. Hal ini terjadi karena adanya massa yang besar di fossa
posterior basis cranii sehingga menyebabkan herniasi serebellum ke arah rostral,
sering kali setelah VP (ventriculo-peritoneal) shunting.
Gambaran klinis yang muncul yaitu kompresi arteri cerebelli superior yang
menyebabkan infark cerebella dan kompresi aqueductus cerebri (mesencephali)
sehingga terjadi hydrocephalus
b). Herniasi Tosillar
Herniasi tonsillar terjadi ketika tonsil cerebelli herniasi melalui foramen magnum
(disebut juga herniasi foramen magnum). Hal ini terjadi karena lesi infra
tentorial, atau terjadi setelah adanya herniasi tentorial central.
Gambaran klinis yang terjadi berupa kompresi pusat kardiovaskuler dan respirasi
di medulla oblongata (fatal).
PERMASALAHAN KASUS
1. Apakah Diagnosa pada kasus ini sudah tepat?Jawab : menurut saya diagnose pada kasus ini sudah tepat karena
DAFTAR PUSTAKA
Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp. 53-87.Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. 2000. pp. 89-109.Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A. Epidemiology and costs of acute hospital care for cerebrovascular disease in diabetic and non diabetic populations. Stroke 1997;28: 1142-6.De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification of ischemic stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol. 93 (3rd series). Elsevier BV, 2009.Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al.. Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative Recommendations 2003.Misbach J. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospitals in Indonesia. Med J Indonesia 2000; 9: 29-34.PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2007Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Toole JF. Cerebrovascular Disorder. 4th ed. Raven Press. New York. 1990. Toronto Notes 2008, Neurosurgery, Herniation SyndromeWHO. MONICA. Manual Version 1: 1. 1986.Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Surabaya 2002
Recommended