View
250
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
12
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Prinsip Dasar CSAMT
Metoda CSAMT merupakan salah satu metoda survai dengan
menggunakan sistem induksi elektromagnetik sebagai metoda geofisika untuk
mengetahui resistivitas batuan bawah permukaan. Metoda CSAMT ini
merupakan perluasan dari metoda MT. Pada metoda MT sumber energi berasal
dari sinyal elektromagnetik alamiah yang sangat lemah dengan frekuensi kurang
dari 1 Hz (Akmam, 1997) dari sistem arus di ionosfer, magnetosfer dan badai
listrik di atmosfer. Karena lemahnya sinyal alamiah tersebut, pengambilan data
MT memerlukan waktu stacking yang panjang. Untuk meningkatkan kualitas
sinyal tersebut, Goldstein dan Strangway (1975) mengembangkan suatu metoda
yang menggunakan sumber medan buatan (CSAMT). Sumber medan yang
digunakan berasal dari dipol listrik yang diinjeksikan ke dalam bumi (Zonge dan
Hughes, 1988). Informasi tentang resistivitas batuan bawah permukaan sebagai
fungsi kedalaman, diperoleh dengan mengukur besarnya medan listrik dan medan
magnet untuk berbagai frekuensi.
Secara umum pada metoda elektromagnetik, gelombang yang berasal dari
sumber, jika sampai ke permukaan, maka sebagian ada yang dipantulkan dan
sebagian lagi ditransmisikan. Sedangkan gelombang yang ditransmisikan, jika
13
mengenai anomali (bahan konduktif) akan menimbulkan medan, dan medan ini
yang kemudian dicatat oleh receiver. Karena ada sebagian gelombang yang
dipantulkan, maka medan yang tercatat pada receiver adalah medan totalnya, yaitu
medan primer yang berasal dari sumber dan medan sekunder yang berasal dari
induksi oleh anomali. Namun untuk kasus CSAMT efek medan primer tidak
tercatat, karena sumber gelombangnya langsung diinjeksikan ke dalam bumi.
Prinsip dasarnya adalah medan elektromagnetik primer akan dipancarkan
ke seluruh arah oleh dipol listrik yang digroundkan. Pada saat medan
elektromagnetik primer mencapai permukaan bumi di daerah lain, maka medan
elektromagnetik akan menginduksi arus pada lapisan-lapisan bumi yang dianggap
konduktor. Arus tersebut disebut sebagai arus telluric atau arus eddy.
Adanya arus telluric pada lapisan-lapisan bumi ini akan menyebabkan
timbulnya medan elektromagnetik sekunder yang kemudian akan dipancarkan
kembali ke seluruh arah sampai di permukaan bumi. Dalam pengukuran medan
sekunder inilah yang akan dicatat oleh receiver untuk memperoleh informasi
tentang pengukuran lapisan di bawah permukaan bumi yang diukur. Informasi
yang diperoleh adalah berupa impedansi gelombang elektromagnetik sekunder
yang dihasilkan rapat arus telluric pada masing-masing lapisan. Setiap lapisan
mempunyai harga konduktivitas yang berbeda-beda, sehingga medan
elektromagnetik sekunder yang dihasilkan juga akan berbeda-beda bergantung
pada jenis lapisannya.
14
3.2. Asumsi Dasar CSAMT
Penurunan persamaan untuk metoda MT maupun CSAMT dikembangkan
mengikuti pendekatan Cagniard (1953). Asumsi dasar yang digunakan dalam
pendekatan Cagniard tersebut: pertama, bumi dianggap lapisan horizontal dimana
masing-masing lapisan mempunyai sifat homogen isotropis. Kedua, gelombang
elektromagneik alam yang berinteraksi dengan bumi merupakan gelombang
bidang. Yang dimaksud gelombang bidang adalah gelombang yang hanya berubah
dalam arah penjalaran gelombang, dan konstan pada bidang yang tegak lurus
dalam arah penjalarannya.
Gambar 3.1. Sifat gelombang bidang.
(a)
(b)
(c)
15
Sifat-sifat gelombang bidang tersebut (Gambar 3.1) antara lain:
1. Pada suatu bidang tertentu, E dan H akan bervariasi terhadap waktu
(Gambar 3.1a).
2. Jika gelombang bidang merambat dalam arah z, maka E dan H akan
bervariasi secara sinusoidal terhadap z (Gambar 3.1b)
3. Medan listrik E dan medan magnet H mempunyai harga yang konstan
pada bidang tegak lurus dengan sumbu z (Gambar 3.1c). Bidang-bidang E
dan H yang berjarak tertentu sepanjang sumbu z mempunyai magnitude
masing-masing. Pada Gambar 3.1b. di titik 1 dan 3 harga Ex dan Hy
mencapai maksimum, sedangkan di titik 2 berharga nol.
3.3. Persamaan Gelombang Elektromagnetik
3.3.1. Persamaan Maxwell
Persamaan yang dapat menjelaskan prinsip-prinsip gelombang
elektromagnetik adalah persamaan Maxwell. Persamaan Maxwell menyatakan
bahwa setiap perubahan medan magnet H akan menimbulkan medan listrik E atau
sebaliknya. Suatu medan EM dapat dapat dinyatakan dalam empat vektor medan
(Zonge dan Hughes, 1988, dan Sharma, 1997):
E = intensitas medan listrik (V/m)
D = rapat fluks listrik (C/m2)
H = intensitas medan magnet (A/m)
B = rapat fluks magnet (Wb/m2)
16
Keempat vektor tersebut terkait dengan empat persamaan Maxwell:
t- x
∂∂=∇ B
E (3.1)
t
x ∂∂+=∇ D
JH (3.2)
c ρ=•∇ D (3.3)
0 =•∇ B (3.4)
dimana:
J = rapat arus listrik (A/m2).
cρ = rapat muatan listrik (C/m3)
Persamaan yang menghubungkan sifat fisik medium dengan medan yang
timbul pada medium tersebut adalah:
D = εE (3.5)
B = µH (3.6)
J = σE (3.7)
dimana:
ε = permivitas listrik (F/m)
µ = permeabilitas magnet (H/m)
σ = konduktivitas medium (S/m)
Dengan menganggap bahwa bumi bersifat homogen isotropis (Grant dan West,
1965), sifat fisik medium tidak bervariasi terhadap waktu, dan tidak ada suatu
17
sumber muatan dalam medium yang ditinjau, sehingga diperoleh persamaan
Maxwell kembali dalam bentuk:
t
- x ∂∂=∇ H
E µ (3.8)
t
x ∂∂+=∇ E
EH εσ (3.9)
0 =•∇ E (3.10)
0 =•∇ H (3.11)
Dengan melakukan operasi curl pada persamaan (3.8) dan (3.9) dan
mensubstitusikan besaran-besaran yang ada, akan diperoleh persamaan
gelombang untuk medan listrik dan medan magnet secara terpisah, kemudian
dengan menerapkan identitas vektor:
AAA A 2 - )(A - )() x ( x ∇•∇∇=∇•∇•∇∇=∇∇ (3.12)
maka diperoleh persamaan gelombang medan listrik dan medan magnet yang
merupakan fungsi waktu dan jarak sebagai berikut:
0t
- 2
22 =
∂∂−
∂∂∇
t
EEE εµσµ (3.13)
0t
- 2
22 =
∂∂−
∂∂∇
t
HHH εµσµ (3.14)
Apabila variasi terhadap waktu dinyatakan sebagai fungsi sinusoidal, akan
diperoleh persamaan (Grant dan West, 1965):
E(r,t) = Re E(r,ω)eiωt (3.15)
H(r,t) = Re H(r, ω)eiωt (3.16)
18
dimana:
ω = frekuensi sudut (ω = 2πf)
maka persamaan (3.13) dan (3.14) menjadi:
EEE 22 εµωσµω −=∇ i (3.17)
HHH 22 εµωσµω −=∇ i (3.18)
3.3.2. Atenuasi Gelombang dan Skin depth
Dengan memasukkan konstanta perambatan atau bilangan gelombang k, ke
dalam persamaan (3.17) dan (3.18), maka diperoleh:
0 2 EE =+∇ 2k (3.19)
0 2 HH =+∇ 2k (3.20)
dimana:
k2 = µεω2 – iµσω = µω(εω – iσ) Re(k) > 0 (3.21)
k2 = – iµω (σ + iωε) Im(k) < 0 (3.22)
k = α – β = [-iµω(σ + iωε)]1/2 (3.23)
konstanta fasa α, diberikan oleh:
2
1
2
112
+
+=εωσµεωα (3.24)
sedangkan konstanta atenuasi β, diberikan oleh:
19
2
1
2
112
−
+=εωσµεωβ (3.25)
skin depth δ, didefinisikan sebagai:
δ = 1/β (3.26)
panjang gelombang dari sinyal adalah:
λ = 2πδ (3.26)
kecepatan perambatan gelombang diberikan oleh:
v = λf (3.27)
Pada medium konduktif amplitudo berkurang sesuai dengan konstanta
atenuasi β, sedangkan beda fasa medan bergantung pada konstanta fasa α.
Konduktivitas medium merupakan parameter yang menentukan dalam penentuan
struktur bawah permukaan. Asumsi medan quasi-statik dapat dipakai jika
konduktivitas batuan cukup besar. Biasanya material bumi mempunyai
konduktivitas σ>10-4 S/m (ρ<104 Ω.m) dan permitivitas ε<10-11 F/m. Untuk
frekuensi di bawah 100 kHz, σ>>εω (Zonge dan Hughes, 1988), sehingga efek
arus perpindahan jauh lebih kecil dan dapat diabaikan dibandingkan dengan arus
konduksi. Pada kasus ini α = β dan konstanta perambatan k, diberikan oleh:
( ) 2
1
21
−= µσωik (3.28)
20
Skin depth adalah jarak pelemahan gelombang elektromagnetik dalam
medium homogen sehingga menjadi 1/e (~37%) dari amplitudo di permukaan.
Dengan menggunakan pendekatan quasi-statik persamaan (3.26) menjadi:
2
1
2
=
µσωδ (3.29)
Besarnya skin depth pada medium konduktif bergantung dari permeabilitas
medium, resistivitas, dan frekuensi gelombang elektromagnetik yang melalui
medium. Dengan mengasumsikan harga permeabilitas µ = µ0 = 1,256 x 10-6 H/m,
dan memasukkan frekuensi (ω = 2πf), maka persamaan (3.29) menjadi:
2
1
503
=
f
ρδ m (3.30)
dimana:
δ = skin depth (m)
ρ = resistivitas medium homogen (Ω.m)
f = frekuensi gelombang EM (Hz)
3.4. Impedansi Gelombang dan Resistivitas Semu
Impedansi gelombang didefinisikan sebagai perbandingan antara medan
listrik dan medan magnet. Sedangkan resistivitas semu adalah resistivitas yang
terukur di atas medium berlapis-lapis, yang mempunyai perbedaan reistivitas dan
ketebalan lapisan dianggap homogen isotropis. Untuk mendapatkan resistivitas
21
yang sebenarnya dimana bumi mempunyai resistivitas yang heterogen diperoleh
dengan cara membuat model dan diturunkan hubungan antara resistivitas semu
dan resistivitas sebenarnya (metoda inversi).
3.4.1. Medium Homogen Isotropis
3.4.1.1. Bumi Homogen dengan Kejadian Secara Normal insiden
Pada kasus ini gelombang bidang datang tegak lurus di permukaan bumi.
Gelombang bidang tersebut sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi
diteruskan. Bentuk geometri tersebut terlihat pada Gambar 3.2
Gambar 3.2. Bentuk Geometri Bumi Homogen dengan
Kejadian Secara Normal Insiden
Persamaan gelombang bidang yang datang:
untuk di udara:
zikz-ik 00 e e -00
0x BAE += + (3.31)
(datang) (pantul)
di dalam bumi:
e z-ik1+= 11x AE (transmisi) (3.32)
z Hy
udara
bumi
e z-ik0+= 00x AE
22
dimana:
( )2
1
00 εµω=0k = konstanta perambatan di udara
42
1
π
ρωµ i
1 ek−
= = konstanta perambatan di dalam bumi
koefisien subskip “0” dan “1” pada persamaan (3.31) dan (3.32) menunjukkan
gelombang pada lapisan “0” (udara) dan di dalam bumi, sedangkan superskrip-
superskrip tersebut menunjukkan arah perambatannya.
Pemecahan untuk konstanta-konstanta yang tidak diketahui seperti pada
persamaan (3.31) dan (3.32) dapat diselesaikan dengan memaksakan suatu
keadaan bahwa Ex dan Hy harus kontinu pada bidang batas udara-bumi. Dengan
meninjau kembali persamaan (3.8), maka diperoleh:
z
E
iH x
y ∂∂
−=0
1
ωµ (3.33)
substitusi persamaan (3.32) ke persamaan (3.33), memberikan:
ziky e
kAH 1
0
11
−+=ωµ
(3.34)
dengan memasukkan persamaan (3.33) ke persamaan (3.31) dan (3.32),
menghasilkan:
zikziky e
Z
Be
Z
AH 00
0
0
0
00−
−+
−= (3.35)
ziky e
Z
AH 1
1
11 −+
= (3.36)
23
dimana Z0 dan Z1 adalah impedansi udara-bumi:
2
1
0
0
00
==
εµωµ
ik
iZ (3.37a)
( ) 42
1
01
01
π
ρωµωµ i
eik
iZ == (3.37b)
dengan menyamakan komponen tangensial E dan H pada z = 0, maka diperoleh
hubungan:
−++ += 001 BAA
0
0
0
0
1
1
Z
B
Z
A
Z
A −++
−=
pemecahan dari sistem persamaan di atas adalah:
++
+= 0
10
11
2A
ZZ
ZA (amplitudo gelombang transmisi)
+−
+−
= 001
010 A
ZZ
ZZB (amplitudo gelombang pantul)
dengan mensubstitusi hasil di atas ke persamaan (3.31), (3.32), (3.35), dan (3.36)
akan diperoleh bentuk persamaan medan listrik dan medan magnet.
di udara:
+−
+= −+ zikzikx e
ZZ
ZZeAE 00
01
010
0 (3.38)
+−
−= −+
zikziky e
ZZ
ZZe
Z
AH 00
01
01
0
00 (3.39)
24
di dalam bumi:
zikx e
ZZ
ZAE 1
10
10
1 2 −+
+= (3.40)
ziky e
ZZ
ZAH 1
10
10
1 2 −+
+= (3.41)
Pada permukaan bumi (z = 0), persamaan di atas akan beralaku sama.
Perbandingan antara Ex/Hy pada permukaan disebut impedansi permukaan Z.
Dengan membandingkan persamaan (3.40) dan (3.41), impedansinya diperoleh:
( ) 42
1
0
π
ρωµi
eZ = (3.42)
Besarnya impedansi Z adalah modulus dari Z (Kaufman dan Keller, 1981),
sehingga persamaan (3.42) menjadi:
( ) ( )2
1
02
1
0 ρωµρωµ ==Z (3.43)
Berdasarkan persamaan (3.43) dan dengan memasukkan harga permeabilitas µ =
µ0 = 1,256 x 10-6 H/m, ω = 2πf, maka resistivitas semu untuk bumi homogen
isotropis adalah:
2510 x 27,1
H
E
fa =ρ (3.44)
dimana:
ρa = resistivitas semu
H
E = impedansi listrik
25
3.4.1.2. Bumi Homogen dengan Kejadian Sebarang
Medan elektromagnetik yang datang sebarang pada medium homogen
yang bebas sumber, dapat di tulis sebagai jumlah medan TM dan TE. Dalam mode
TM medan listrik tegak lurus terhadap strike, sedangkan pada mode TE medan
magnet tegak lurus terhadap strike (Jupp dan Vozoff, 1976).
3.4.1.2.1. Mode TM
Dalam mode TM komponen-komponen yang ada adalah: Ex, Ez, dan Hy,
yang semuanya bervariasi terhadap arah x dan z.
Gelombang yang datang dinyatakan dalam:
yeH rkiy ˆ0 −=H (3.45)
dimana:
y = vektor satuan dalam arah y
Gelombang bidang yang menjalar pada arah z mempunyai komponen-komponen
Ex dan Hy, karena:
z
y
Ex
Ez
Hy
Gambar 3.3. Bentuk Geometri Mode TM
x
26
zEyExE zyx ˆˆˆ 2222 ∇+∇+∇=∇ E (3.46)
maka persamaan (3.19) menjadi:
022 =+∇ xx EkE (3.47)
karena:
2
2
2
2
2
22
z
E
y
E
x
EE zyx
x ∂∂
+∂
∂+
∂∂
=∇ (3.48)
dengan Ex tidak berubah pada arah x dan y, diperoleh persamaan diferensial:
0z
22
2
=+∂
∂x
x EkE
(3.49)
Cara yang sama seperti di atas, dipakai untuk mendapatkan:
022
2
2
2
=+∂
∂+
∂∂
yyy Hk
z
H
x
H (3.50)
Pemecahan umumnya berbentuk:
[ ] ziuzuzy eeHeHH λ−−−+ += (3.51)
Gelombang dapat menjalar ke atas dan ke bawah, tetapi selalu dalam arah x
positif, sehingga hubungan parameter u dan λ adalah:
( )2
122 ku −= λ (3.52)
Gelombang datang dituliskan:
( ) ( )θθλ sincos000
00 xikzikrkixiuz eeHeHeeH −−−−−+ −= (3.53)
dimana:
λ = k0 sin θ
27
u = ik0 cos θ
dimana k0 sin θ merupakan konstanta perambatan dalam arah x dan k0 cos θ
merupakan konstanta perambatan dalam arah z. Dengan mendefinisikan:
λ0 = k0 sin θ0 untuk di udara
λ1 = k1 sin θ1 di bumi
Syarat batasnya adalah medan harus kontinu pada bidang batas.
dimana:
λ0 = λ1
k0 sin θ0 = k1 sin θ1
01
01 sinsin θθ
k
k= (3.54)
Jika k1>>k0 maka gelombang menjalar secara vertikal di dalam bumi dengan sudut
tertentu. Sebagai syarat batas, dimana λ harus sama untuk kedua sisi bidang batas,
maka persamaan (3.51) hanya bergantung pada arah z, sehingga medan magnetik:
θ0
θ1
Gambar 3.4. Gelombang Datang pada Bidang Batas
k0
k1
28
di udara:
zuzuy eHeHH 00
000 −−+ += (3.55)
di bumi:
zuy eHH 1
11 −+= (3.56)
di mana:
( )2
120
2x0 ku −= λ
( )2
121
2x1 ku −= λ
Dengan meninjau kembali hukum Ampere, medan listrik horizontal Ex
dapat ditentukan dengan:
z
H
iE y
x ∂∂
+−=
ωεσ1
(3.57)
Dengan mensubstitusi persamaan (3.55) dan (3.56) ke dalam persamaan (3.57),
akan menghasilkan:
zuzux eHKeHKE 00
00000 −−+ −= (3.58)
zux eHKE 0
111 −+= (3.59)
dimana:
0
00 ωεi
uK =
1
11 σ
uK =
29
Dengan menggunakan syarat batas seperti sebelumnya, persamaan tangensial E
dan H pada z = 0 diperoleh:
−++ += 001 HHH (3.60)
−++ −= 000011 HKHKHK (3.61)
Pemecahan persamaan (3.60) dan (3.61), memberikan:
++
+= 0
10
01
2H
KK
KH (gelombang transmisi) (3.62)
+−
+−
= 010
100 H
KK
KKH (gelombang pantul) (3.63)
3.4.1.2.2. Mode TE
Dalam mode TE komponen-komponen yang ada adalah: Ey, Hx, dan Hz.
Dengan cara yang sama seperti dalam penurunan mode TM, maka diperoleh
pemecahan umum untuk Ey adalah:
[ ] xieuzEuzeEyE λ−+−+= (3.63)
z
y
Hx
Hz
Ey
Gambar 3.5. Bentuk Geometri Mode TE
x
30
Sebagaimana asumsi yang digunakan sebelumnya, dengan menggunakan
syarat batas, medium homogen dalam dalam arah horizontal, dan dengan hanya
meninjau pemecahan untuk arah z sebagai berikut:
di udara:
zuzuy eEeEE 00
000 −−+ += (3.65)
di dalam bumi:
zuy eEE 1
11 −+= (3.65)
Dengan meninjau kembali hukum Faraday, medan magnet horizontal Hx
dapat ditentukan dengan:
z
E
iH y
x ∂∂
−=0
1
ωµ (3.67)
Dengan mensubstitusi persamaan (3.65) dan (3.66) ke dalam persamaan (3.67),
diperoleh:
zuzux eENeENH 00
00000 −−+ +−= (3.68)
zux eENH 1
111 −+−= (3.69)
dimana:
0
00 ωµi
uN =
0
11 ωµi
uN =
31
Dengan menggunakan syarat batas seperti sebelumnya, persamaan tangensial E
dan H pada z = 0, diperoleh:
−++ += 001 EEE (3.70)
−++ −= 000011 ENENEN (3.71)
Pemecahan persamaan (3.70) dan (3.71), memberikan:
++
+= 0
10
01
2E
NN
NE (gelombang transmisi) (3.72)
++
+−
= 010
100 E
NN
NNE (gelombang pantul) (3.73)
Dapat terlihat adanya kemiripan penyelesaian antara persamaan (3.62) dengan
(3.72) dan (3.63) dengan (3.73).
Untuk kasus TM, impedansi permukaan pada z = 0 diberikan oleh:
11
11
0
KH
HK
H
EZ
zy
x === +
+
=
( ) ( )
1
2
12
1022
0
1
2
12
12
1
1 sin
σθ
σλ
σkkku
Z−
=−
==
2
1
02
2
1
0
1
1 sin1
−= θ
σ k
kikZ (3.74)
karena harga :diperoleh maka ,1sindan 12
1
0 ≤<<
θ
k
k
32
( ) ( ) 42
1
101
2
1
10
1
1 π
ρωµσ
σωµσ
i
eiiik
Z =−
=≅ (3.75)
dari persamaan (3.75) memperlihatkan bahwa impedansi permukaan tidak
bergantung pada sudut θ dan besarnya sama dengan impedansi pada kejadian
normal insiden (3.43).
Dengan cara yang sama, untuk kasus TE dari persamaan (3.66) dan (3.69),
diperoleh juga:
( ) 42
1
10 π
ρωµi
eZ = (3.76)
Berdasarkan penyelesaian di atas untuk mode TM dan TE didapatkan bahwa
gelombang bidang akan menjalar vertikal di dalam bumi, berapapun sudut
datangnya, karena bumi merupakan konduktor yang baik, sehingga pembahasan
untuk mode TM dan TE tidak perlu secara terpisah.
3.4.2. Medium Dua Lapis
Model medium dua lapis dapat dilihat pada Gambar 3.6. Lapisan pertama
dan kedua masing-masing diasumsikan homogen isotropis dengan lapisan pertama
mempunyai resistivitas ρ1 dan ketebalan h1, sedangkan lapisan kedua mempunyai
resistivitas ρ2 dan tebal tak berhingga ke bawah, dimana besarnya permeabilitas
magnet µ = µ0.
33
Persamaan untuk kasus medium dua lapis (Kaufman dan Keller, 1981):
di lapisan 1:
( ) 1112
1, 0 ,) 11 hzeBeAzE zikzikx ≤≤+= − (3.77)
( ) ( )zikziky eBeA
kzH 11
1112
1,−−=
ωµ (3.78)
di lapisan 2:
( ) 122
2, ,2 hzeAzE zikx ≥= (3.79)
( ) ziky eA
kzH 2
222
2, ωµ= (3.80)
dimana:
( )2
1
11 µωσik =
( )2
1
22 µωσik =
Karena intensitas medan primer ( 00 , yx HE ) tidak diketahui, sehingga tidak dapat
menggunakan syarat batas pada permukaan bumi (z = 0) untuk mengeliminasi dari
Z
h1
h2 = ∞
Gambar 3.6. Model Medium Dua Lapis
ρ2
ρ1
z = 0
z = h1
34
A1, B1, A2, dan B2, maka dipakai beberapa manipulasi matematik dan
menggunakan syarat batas yaitu komponen tangensial medan listrik dan medan
magnet kontinu pada saat melewati bidang batas (Kaufman dan Keller, 1981):
( )1+= mx
mx EE (3.81)
( )1+= my
my HH (3.82)
Berdasarkan persamaan (3.81) dan (3.82), berlaku (Nurcahya, 1991):
( ) ( )1221
21 hZhZ = (3.83)
dimana:
( )121 hZ = impedansi medium pada lapisan pertama (z = h1)
( )122 hZ = impedansi medium pada lapisan kedua (z = h1)
untuk lapisan pertama ditinjau pengukuran impedansi pada z = z1:
( )
−+
= −
−
1111
1111
11
11
11
21 zikzik
zikzik
eBeA
eBeA
kzZ
ωµ (3.84)
Persamaan (3.84) ruas kanan dikalikan dengan: ])//[(])/[( )2/1(11
)2/1(11
−− BABA ,
sehingga diperoleh:
( )
−
+
=
−
−
1111
1111
2
1
1
12
1
1
1
2
1
1
12
1
1
1
11
21
zikzik
zikzik
eA
Be
B
A
eA
Be
B
A
kzZ
ωµ (3.85)
Dengan menggunakan sifat identitas:
35
2
1
1
1ln2
1
1
1
=
A
B
eB
A
dan mensubstitusikan ke dalam persamaan (3.85), diperoleh:
( )
−
+=
+−
+
+−
+
2
1
1
111
2
1
1
111
2
1
1
111
2
1
1
111
lnln
lnln
11
21
B
Azik
B
Azik
B
Azik
B
Azik
ee
ee
kzZ
ωµ (3.86)
atau:
( )
+=
2
1
1
111
11
21 lncoth
B
Azik
kzZ
ωµ (3.87)
Dengan menggunakan cara yang sama di z = z1 pada lapisan pertama, diperoleh:
( )
+=
2
1
1
121
12
21 lncoth
B
Azik
kzZ
ωµ (3.88)
dengan menggunakan persamaan (3.88) diperoleh:
( ) 111
121
2
1
1
1
coth
1ln zik
kzZ
B
A−
=
ωµ (3.89)
apabila disubstitusikan ke dalam persamaan (3.87), diperoleh:
( ) ( ) ( )
+−=
ωµωµ 1
22121
12
21 coth
1coth
kzZzzik
kzZ (3.90)
apabila harga z1 = 0 dan harga z2 = h1, diperoleh:
36
( ) ( )
+−=
ωµωµ 1
12111
12
21 coth
1coth
khZhik
kzZ (3.91)
besarnya impedansi pada z = z3 pada lapisan kedua:
( )2
322 k
zZωµ= (3.92)
dan z3 = h1, seperti pada persamaan (3.83), dengan mensubstitusi persamaan
(3.92) ke dalam persamaan (3.91), diperoleh:
( )
+−=
2
111
1
21 coth
1coth0
k
khik
kZ
ωµ (3.93)
Persamaan (3.93) dapat dinyatakan bahwa impedansi medium horizontal
dengan dua buah lapisan yang horizontal pada pengukuran z = 0, ( )021Z dengan
simbol Z2. Besarnya dinyatakan (Kaufman dan Keller, 1981):
−−=
2
111
1
2
coth
1coth
k
khik
Z
Z (3.94)
atau:
+−=
2
1
1
21112 coth
1coth
ρρ
hikZZ (3.95)
dimana:
2
1
11
=
σωµ
Z (3.96)
sehingga resistivitas semu pada medium dua lapis dapat diperoleh:
37
2
2
1
1
21111 cothcoth
+−= −
ρρρρ hika (3.97)
3.4.3. Medium Tiga Lapis
Untuk mendapatkan impedansi gelombang elektromagnetik dengan tiga
buah lapisan horizontal dapat diilustrasikan seperti Gambar 3.7.
Persamaan untuk medium tiga lapis (Kaufman dan Keller, 1981):
di lapisan 1:
( ) 1113
1, 0 ,11 hzeBeAzE zikzikx ≤≤+= − (3.98)
( ) ( )zikziky eBeA
kzH 11
1113
1,−−=
ωµ (3.99)
di lapisan 2:
( ) ( )211223
2, ,22 hhzheBeAzE zikzikx +≤≤+= − (3.100)
( ) ( )zikziky eBeA
kzH 22
2223
2,−−=
ωµ (3.101)
Z
h1
h2
Gambar 3.7. Model Medium Tiga Lapis
ρ2
ρ1
z = 0
z = h1
z = h1+ h2
h3 = ∞ ρ3
38
di lapisan 3:
( ) ( )2133
3, ,3 hhzeAzE zikx +≥= (3.102)
( ) ziky eA
kzH 3
333
3, ωµ= (3.103)
dimana:
( )2
1
11 µωσik =
( )2
1
22 µωσik =
( )2
1
33 µωσik =
Dengan menggunakan cara yang sama seperti penyelesaian untuk medium dua
lapis (Nurcahya, 1991) diperoleh:
( ) ( )
+−=ωµ
ωµ 11
3211
1
31 coth
1coth0
khZhik
kZ (3.104)
( ) ( )
++−=ωµ
ωµ 221
3222
21
32 coth
1coth
khhZhik
khZ (3.105)
( )3
2133 k
hhZωµ=+ (3.106)
Dengan menggunakan syarat batas seperti persamaan (3.81) dan (3.82), berlaku:
( ) ( ) ( ) ( )213321
321
321
31 dan hhZhhZhZhZ +=+= (3.107)
Subsitusi persamaan (3.107) ke dalam persamaan (106) akan diperoleh impedansi
di permukaan (z = 0) (Kaufman dan Keller, 1981):
39
( ) [
+−+
+−= 22
2
1
1
211
1
31 coth
coth
1coth0 hikhik
kZ
ρρωµ
2
1
3
coth
1
ωµρ
(3.108)
Besarnya impedansi:
[
+−+
+−= 22
2
1
1
21113 coth
coth
1coth hikhikZZ
ρρ
2
1
3
coth
1
ωµρ
(3.109)
sehingga resistivitas semu pada medium horizontal tiga lapisan diperoleh:
[
+−+
+−= −
22
2
1
1
21111 cothcothcoth hikhika ρ
ρρρ
2
2
1
2
31coth
−
ρρ
(3.110)
3.4.4. Medium N-Lapis
Untuk menurunkan persamaan berulang dari impedansi pada permukaan
model n-lapis, dapat digunakan hasil-hasil yang diperoleh sebelumnya, yaitu
40
model dua lapis dan tiga lapis. Pertama, mencari hubungan antara impedansi pada
dua level kedalaman pada lapisan pertama, kemudian dikembangkan untuk
lapisan kedua, ketiga, dan seterusnya, sehingga diperoleh persamaan berulang
untuk impedansi pada medium n-lapis. Model matematis untuk medium n-lapis
dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Persamaan untuk medium n-lapis pada tiap-tiap lapisan (Kaufman dan
Keller, 1981):
( ) zikm
zikm
nmx
mm eBeAzE −+=, (3.111)
Z
h1
h2
Gambar 3.8. Model Medium N-Lapis
ρ2
ρ1
z = 0
hm ρm
z = H2
z = H3
z = Hm-1
z = Hm
z = Hn-1
z = Hn
ρn-1 hn-1
hn = ∞ ρn
41
( ) ( )ωµ
mzikm
zikm
nmy
keBeAzH mm −−=, (3.112)
dimana:
1 ≤ m ≤ (n-1)
untuk m = n, persamaan (3.111) dan (3.112) menjadi:
( ) zikn
nmx
neBzE −=, (3.113)
( ) zikn
nnmy
neBk
zH −=ωµ, (3.114)
Dengan menggunakan cara yang sama dengan penyelesaian untuk medium
dua lapis dan tiga lapis, maka diperoleh impedansi pada tiap-tiap lapisan:
( ) ( )
+−=− ωµωµ j
jnjjj
jj
nj
kHZhik
kHZ
coth
1coth1 (3.115)
dimana:
∑=
=j
llj hH
1
∑=
−− =j
llj hH
111
00 =h
( )2
1
jj ik ωµσ= , j = 1,2,3,……, n-1, n-2.
untuk lapisan ke-n, impedansinya:
( )n
nnn k
HZωµ=−1 (3.116)
42
dimana:
∑=
−− =n
lln hH
111
( )2
1
nn ik ωµσ=
Syarat batas seperti pada persamaan (3.81) dan (3.82) digunakan, maka
berlaku:
( ) ( )jnjj
nj HZHZ =−1 (3.117)
dimana:
j = 1,2,3,….., n-2, n-1.
Dengan menggunakan cara yang sama seperti penyelesaian untuk medium dua
lapis dan tiga lapis, dan sebagaimana persamaan (3.116) dan (3.117), diperoleh
impedansi gelombang elektromagnetik untuk medium horizontal dengan n-lapis
pada permukaan (z = 0) (Kaufman dan Keller, 1981):
( ) [
+−+−
+= 333
222
2
111
1
cothcoth
1coth
coth
1coth0 hik
k
khik
k
khik
kZ n
n
ωµ
+−
−−−
−
− ......coth
1coth
coth
1......
111
1
2
n
nnn
n
n
k
khik
k
k (3.118)
Besarnya impedansi:
+−
+−=
2
1
2
322
2
1
1
2111 coth
1coth
coth
1coth
ρρ
ρρ
hikhikZZn
43
+−
++− −−
−
−
coth
1coth
coth
1....coth 11
2
1
1
233 nn
n
n hikhikρρ
−
...........2
1
1n
n
ρρ
(3.119)
sehingga resistivitas semu pada medium horizontal n-lapis diperoleh:
+−
+−= −−
2
1
2
3122
2
1
1
21111 cothcothcothcoth
ρρ
ρρρρ hikhika
[
+−
++− −
−−−
−− 111
2
1
1
2133 cothcothcoth....coth nn
n
n hikhikρρ
−
.......2
1
1n
n
ρρ
(3.120)
dimana:
ρ1, ρ2, ρ3, ……, ρn = resistivitas sebenarnya
h1, h2, h3, ……, hn-1 = ketebalan lapisan
3.5. Sistem Panas Bumi
Sistem panas bumi mencakup daerah di permukaan bumi dimana dalam
batas tertentu terdapat energi panas bumi dalam suatu kondisi hidrologi batuan.
2
44
Energi panas bumi adalah energi panas yang keluar dari dalam bumi yang
terkandung pada batuan dan fluida yang mengisi rekahan dan pori batuan pada
kerak bumi. Panas yang berasal dari inti bumi mengalir ke permukaan secara
kontinu, yang kemudian menghantarkan panas ke sekeliling lapisan batuan
(mantel bumi). Ketika suhu dan tekanan menjadi cukup tinggi, beberapa bagian
dari batuan mantel bumi meleleh menjadi magma dan karena akibat kerapatannya
yang lebih kecil daripada batuan di sekelilingnya akan berkonveksi, bergerak
secara perlahan ke atas, ke kerak bumi dengan membawa panas (Rybach dan
Muffler, 1981).
3.6. Sistem Hidrotermal
Pada sistem hidrotermal, fluida bertemperatur tinggi berada dalam batuan
reservoar yang permeabel dan berpori. Model sistem hidrotermal dapat
diilustrasikan pada Gambar 3.9. (White, 1967). Air yang berasal dari permukaan
bumi akan mengalami proses penyaringan. Proses penyaringan ini terjadi pada
saat air melewati struktur batuan yang permeabel pada kedalaman tertentu. Pada
kedalaman tersebut, air mengalami proses pemanasan karena adanya kontak yang
dekat dengan ruang magma. Mekanisme pemanasan air dalam reservoar
memudahkan terjadinya aliran panas secara vertikal melalui lapisan kulit bumi.
Penurunan permebilitas terhadap kedalaman menunjukkan bahwa produksi panas
bagian dalam lebih besar daripada bagian di atasnya. Adanya gaya apung di dalam
reservoir akan menyeimbangkan antara kolom air panas dan air dingin.
45
Selanjutnya gaya ini mendorong fluida ke atas dan kembali ke permukaan bumi
melalui saluran permeabel lainnya.
Fluida dan batuan reservoar dalam sistem panas bumi biasanya saling
bereaksi mengakibatkan perubahan (alterasi) fase padat dan cair, sehingga
menghasilkan mineral baru. Perubahan fase ini disebabkan adanya distribusi
temperatur yang berbeda-beda dalam reservoar panas bumi. Secara umum bentuk
alterasi hidrotermal meliputi mineralogi, tekstur, dan respon kimia batuan termal
maupun lingkungan kimianya berubah yang ditandai oleh kenampakan air panas,
uap air, dan gas (Wohletz dan Heiken, 1992).
Gambar 3.9. Model Sistem Hidrotermal (White, 1967)
600 300
46
3.7. Resistivitas Batuan
Tinjauan konduktivitas listrik dari mineral-mineral secara umum sebagian
besar dikarakterisasi oleh resistivitas yang sangat tinggi atau konduktivitas yang
rendah. Untuk batuan berpori atau batuan terkekar berisi air konduktifitasnya
berasal dari konduktifitas elektrolitnya sendiri dan interaksi antara komponen
padat dan cair yang dapat mempertinggi konduktifitas listrik. Adapun
kecenderungan sifat batuan terhadap kandungan air adalah (Schon, 1998):
1. Resistivitas akan berkurang dengan bertambahnya porositas dan rekahan.
2. Permitivitas bertambah dengan meningkatnya porositas dan rekahan.
Pengaruh temperatur dan tekanan juga akan merubah konduktifitas fluida
berpori. Dengan semakin naiknya temperatur dan tekanan, maka akan
mengurangi harga resistivitas batuan (Schon, 1998).
Porositas, saturasi, dan resistivitas fluida dapat berubah secara signifikan
dalam proses vulkanik. Perubahan tekanan internal disebabkan karena akumulasi
magma dalam ruang dapat membuka atau menutup crack (celah) ataupun rekahan,
sehingga mempengaruhi keseluruhan porositas batuan. Porositas dapat juga
berkurang oleh pembentukan mineral alterasi secara kimiawi. Pada sistem
gunungapi, konduktifitas akan bertambah apabila dekat daerah magma (Lenat,
1995), fluida termineralisasi ke dalam atau terjadi akumulasi dalam batuan
berpori. Pengisian kembali dapur magma akan mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan dalam distribusi resistifitas sebagai akibat perubahan skala yang besar
dari sistem vulkanik.
47
Tabel 3.1. Harga Beberapa Resistivitas Batuan
Tipe Batuan Range Resistivitas (Ω.m)
Granite porphyry Feeldspar porphyry Syenite Carbonatized porphyry Dacite Andesit Diabase (various) Gabbro Basalt Olivin norite Peridotite Schists (calcareous and mica) Marble Gneiss (various) Quarzites (various) Slates (various) Skarn
4.5x103 (wet) – 1.3x106 (dry) 4x103 (wet) 102 - 106
2.5x103 (wet) – 6x104 (dry) 2x104 (wet) 4.5x104 (wet) – 1.7x102 (dry) 20 – 5x107 103 - 106
10 – 1.3x107 (dry) 103 – 6x104 (wet) 3x103 (wet) -6.5x103 (dry) 20 – 104
102 – 2.5x108 (dry) 6.8x104 (wet) – 3x106 (dry) 10 – 2x108
6x102 – 4x107
2.5x102 (wet) – 2.5x108 Sumber: (Telford, dkk.,1998)
Gambar 3.10. Model Geoelektrik Ideal dan Distribusi Resistivitas dari Sistem Gunungapi (Lenat, 1995)
Recommended