dengue fever management

Preview:

Citation preview

Community-Based Approach For Prevention And Control of Dengue Hemorrhagic Fever in

Kanchanaburi Province, Thailand

Anggota PBL 8

• Jessica Theo (2012060040)

• Jesslyn Nathasya (2012060042)

• Elen Angela (2012060043)

• Denish Gunawan (2012060090)

• Garry Grimaldi (2012060109)

• Marcelin Suryana (2012060110)

• Natasha Olivia Gunawan (2012060111)

• Celine (2012060191)

• Alfredo Bambang (2012060193)

• Yustinus Harianto (2012060195)

• Maria Gracia Devita Windharta (2012060196)

• Felicia (2012060197)

• Gabrielle Glenis (2012060212)

Pendahuluan

• Wabah besar DHF di Thailand terjadi

pertama kali tahun 1958, terutama di

Bangkok dan sekitarnya

• Jumlah kasus tahun 1999-2003 bervariasi,

mulai dari 30.000 - 120.000 kasus, dengan

case fatality rate = 0,12 - 0,21 %

• Menyerang kelompok usia < 15 tahun dan

mengalami kenaikan dari 20% menjadi

30%, dengan insidensi tertinggi pada

kelompok usia 5-9 tahun

Pendahuluan

• Wabah DHF perlu dipelajari lebih lanjut karena tidak hanya terjadi saat musim hujan, tetapi sepanjang tahun

• Komunitas merupakan titik utama dalam perkembangan, pelaksanaan dan evaluasi Community-Based DHF Control Program

• Di Thailand program pencegahan yang ada kurang efektif, penyebabnya karena sulitnya menyatukan semua sektor

• Perlu perhatian khusus pada partisipasi masyarakat untuk mencegah & mengontrol DHF, diiringi kebiasaan hidup serta budaya setempat

Pendahuluan

• Komunitas perlu melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mengurangi sumber penyebaran penyakit :

–Mengosongkan tempat penampungan air

–Membuang barang bekas seperti ban bekas, kaleng bekas, dsb

–Mencegah nyamuk berkembang biak di tambak / tempat lainnya

Latar Belakang

• Angka morbiditas DHF di propinsi Kanchanaburi : 86,5 per 100.000 populasi (melebihi target nasional < 60 per 100.000 populasi)

• Angka insidensi tertinggi pada distrik Mueang

• Penelitian ini dilakukan di dua desa pada distrik Mueang untuk melihat efektivitas community-based empowerment program (CBEP) dalam mengubah pengetahuan, melihat kerentanan, mengukur keberhasilan kegiatan survei yang berkaitan dengan pencegahan DHF (melalui pengamatan CI, HI, BI)

Container Index

(CI): % tempat

penampungan yang

positif untuk jentik

A. aegypti

House Index (HI):

% rumah yang

positif terdapat

jentik-jentik

A. aegypti

Breteau Index (BI):

jumlah tempat

penampungan yang

positif mengandung

jentik-jentik pada

setiap 100 rumah

• Lokasi studi: 1 desa di sub distrik Vang Yen & 1 desa di sub distrik Ban Kao

• Tokoh masyarakat di desa Vang Yen yang diketahui: relawan kesehatan desa, kepala desa, guru sekolah, petugas kesehatan sub distrik, dan anggota TAO (Tambon Administration Organization)

• Mereka semua diberdayakan melalui CBEP (Community-based Empowerment Program)

• Strategi program ini yaitu pelatihan tentang konsep dasar proses penyelesaian masalah: identifikasi masalah, klarifikasi masalah, identifikasi kemungkinan solusinya, pengembangan proyek, implementasi, dan evaluasi

• Setiap tokoh masyarakat merencanakan aktivitas kontrol DHF dengan wakil anggota rumah tangga di daerah mereka

• Untuk meningkatkan pengalaman belajar melalui pembelajaran partisipatif, maka setiap output dan outcome dilaporkan pada rapat bulanan

• Keefektivan program dinilai dengan indikator: pengetahuan yang didapat mengenai DHF digunakan untuk menilai output; survei jentik nyamuk secara berkala

• Eliminasi dan kontrol tempat perkembangbiakan nyamuk digunakan untuk menilai output program

• Reduksi CI, HI, & BI digunakan untuk menilai outcome program

• Instrumen penelitian berupa kuesioner dan formulir survei larva

• Kuesioner terdiri dari 4 bagian: variabel sosio-demografik, pengetahuan akan DHF, kerentanan yang diketahui dan self-efficacy, & dan kebiasaan dalam mengontrol dan mengeliminasi nyamuk, juga survei jentik yang dilakukan secara berkala

• Koefisien Cronbach’s alpha digunakan untuk menilai keandalan kuesioner

• Survei jentik dilakukan pada awal, tengah, dan akhir program

• Data kualitatif dikumpulkan dari tokoh masyarakat serta wakil dari rumah tangga terpilih

• Analisis univariat dilakukan untuk variable demografik

• Student’s t-test dilakukan untuk menilai perbedaan pengetahuan, persepsi, self-efficacy, dan praktek survei larva antara kelompok percobaan dan perbandingan

• Variabel yang sangat terkait (Beta value) pada praktek survei larva dianggap untuk inklusi dalam model multivariat

• Multiple Classification Analysis (MCA) digunakan untuk menentukan faktor penting, penyesuaian untuk semua variabel model dalam memprediksi perilaku saat survei jentik

Sampel studi terdiri dari : • 53 tokoh masyarakat (18,5%) dan 234

perwakilan anggota rumah tangga (81,5%).

• Mayoritas adalah perempuan (55,4%), usia 30-49 tahun (53,7%).

• Sekitar 69,0% sudah menikah,

• Tingkat pendidikan terakhir kelas 6 Sekolah Dasar atau lebih rendah (52,3%).

• Pekerjaan : petani (28,9%) dan pekerja tidak terampil (32,1%) dengan pendapatan bulanan ≤ 3.000 baht (sekitar US $ 75) (41,8%).

Sampel dalam Penelitian (Rata2 Kedua Kelompok)

Perbandingan Kedua Populasi Sampel

• Chi-square (χ2) test

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara eksperimen dan kontrol kecuali pada umur dan pekerjaan → p < 0,05 (Tabel 1)

• Penting untuk analisis bivariat berikutnya

• Pengetahuan tentang DBD, kerentanan terhadap DBD, pertahanan tubuh kontrol dan penghapusan tempat berkembang biak nyamuk

• Uji signifikansi antara nilai mean dari variabel output dalam kelompok percobaan dan kelompok pembanding baik sebelum dan sesudah percobaan diringkas dalam Tabel 2.

Uji Signifikansi

• Skor minimum dan maksimum : 0-12 (untuk pengetahuan tentang DBD)

Sebelum percobaan : • Kelompok pembanding (7,09) > Kelompok eksperimen

(6,87)

• p-value=0.383

Setelah percobaan : • Kelompok eksperimen (9.58) > Kelompok pembanding (7,46)

• p-value < 0.01

Skor tentang Pengetahuan mengenai DBD

• Selama survei pertama, sebelum percobaan, kedua kelompok penelitian memiliki CI, HI,dan BI lebih tinggi dari target maksimum nasional untuk CI dan HI = 10, dan BI = 50.

• Namun ketika CI, HI, dan BI dari survei pertama, kedua, dan ketiga dibandingkan, ditemukan bahwa hanya CI, HI, dan BI kelompok percobaan yang menurun.

Perbedaan CI, HI dan BI

• Tabel 4 menunjukkan Indeks untuk daerah tempat perkembangbiakan utama Aedes aegypti selama survei pertama, kedua, dan ketiga.

Indeks Daerah Perkembangbiakan

Survei pertama :

• 5 besar tempat perkembangbiakann nyamuk Aedes aegypti (eksperimental) : 1. Sampah (botol bekas, kaleng bekas, plastik, batok

kelapa dan botol rusak)

2. Air toilet

3. Diluar dan didalam barang rumah tangga

4. Air semen

5. Tempat penyimpanan

Hasil Survei

• Nilai CI pada tempat perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti ini pada daerah pembanding tidak terlihat seperti adanya penurunan, namun meningkat pada survei kedua dan ketiga

Nilai CI

• Multiple Classification Analysis (MCA)

• Model aditif, variabel yang siginifikan dan mempunyai nilai β (β value) yang lebih tinggi

• Laki-laki, tokoh masyarakat, lansia memiliki tingkat pengetahuan, persepsi dan pertahanan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya.

• DHF telah menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat selama kurang lebih 30 tahun.

• Usaha untuk mengontrol pertumbuhan dari nyamuk Aedes juga sudah diterapkan dari provinsi hingga community-based dengan menggunakan volunteer kesehatan.

• Akan tetapi, semua usaha ini masih kurang efektif terhadap pembasmian DHF, dikarenakan DHF tetap menjadi masalah kesehatan hampir diseluruh negara.

• Usaha yang efektif yang seharusnya dilakukan adalah dengan memusnahkan habitat dari larva Aedes aegypti.

• 2 desa dari distrik Mueang dari Kanchanaburi memiliki tingkat insiden tertinggi untuk DHF

• 2 desa ini dipakai untuk menjadi patokan dalam melihat efektivitas dari pendekatan komunitas untuk usaha preventif terhadap DHF

• Hasil dari usaha ini meningkat secara signifikan. Hal ini dikarenakan program dari pemberdayaan berbasis komunitas mampu membuat pemimpin masyarakat tersebut menjadi aktif berpartisipasi.

• Setiap perwakilan dari tiap daerah mempunyai tanggung jawab dalam mengontrol pemusnahan habitat nyamuk Aedes aegypti.

• Setelah itu semua yang didapat dari perwakilan daerah ini akan didiskusikan dengan perwakilan daerah lainnya setiap bulannya.

• Hal ini dilakukan untuk memonitor program kerja dan re-planning jika dibutuhkan

• Dari hasil yang didapat terlihat jelas bahwa cara ini sangat efektif dalam membasmi DHF.

• Hasilnya insiden DHF menurun secara drastis hingga mencapai lebih rendah dari target nasional.

• Hal ini dibuktikan pada hasil survei yang dilakukan setiap minggu saat program ini berlangsung.

• Setelah melakukan eksperimen ini, dinyatakan bahwa daerah studi merupakan prediktor terbaik.

• Dalam studi ini dengan semakin banyaknya survei yang dilakukan, maka tingkat kesuksesan program ini akan meningkat secara signifikan.

• Hal ini disebabkan dengan bertambahnya survei maka akan berdampak langsung kepada tindakan pemimpin masyarakat setempat.

Conclusion

• Program studi ini terbukti efektif dan telah dibuktikan dengan unvariate, bivariate, dan multivariate data analysis.

• Kerjasama dalam usaha mencegah DHF pada tingkat primer, sekunder, dan tersier dengan pemimpin masyarakat merupakan salah satu titik paling penting dalam studi program ini.

• Untuk mengontrol insidensi penyakit DHF dan beberapa penyakit lainnya, harus dimonitor secara rutin.

Thank You for Your Attention!

Adapted from : Therawiwat M, Fungladda W, Kaewkungwal J, Imamee N,

Steckler A. Community-based approach for prevention and control of dengue hemorrhagic fever in

Kanchanaburi Province, Thailand. 2005

Recommended