View
13
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Unggul dalam IPTEK
Kokoh dalam IMTAQ
LAPORAN HASIL PENELITIAN
HUBUNGAN PEMBERIAN TERAPI ANTIKOAGULAN ORAL PADA PASIEN CHF DENGAN KEJADIAN HEMATEMESIS
MELENA DI RUANG INTERMEDIATE MEDIKAL RS JANTUNG & PEMBULUH DARAH
HARAPAN KITA JAKARTA TAHUN 2013
Disusun oleh:
N. ESIH
NPM: 2011727164
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JAKARTA
i
PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA. Riset Keperawatan, Februari 2013 N. Esih NPM 2011727164 VII BAB + 72 halaman + 5 Tabel +3 lampiran. Abstak Hubungan Pemberian Terapi Antikoagulan Oral Pada Pasien CHF Dengan Kejadian Hematemesis Melena Di Ruang IWM Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta tahun 2013
Gagal jantung (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Brunner and Suddarth.s,2005). Akibat pompa jantung yang tidak maksimal dapat menimbukan berbagai komplikasi diantaranya thrombus, Atria Fibrilsi, yang mengindikasikan pemberian terapi antikoagulan oral (Bambang BS,2009). Namun terapi antikoagulan mempunyai efek samping yaitu perdarahan (hematemesis dan melena). Tujuan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan pemberian terapi antikoagulan oral pada pasien CHF dengan kejadian hematemesis melena di Ruang IWM RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan di Ruang IWM RSJHK. Sampel dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu sebanyak 31 pasien. Analisis dilakukan secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan bivariate dengan menggunakan chi-square untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Dengan menggunakan uji statistik chi square, didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama pemakaian obat antikoagulan oral dengan kejadian hematemesis melena di Ruang IWM Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta tahun 2013 dengan p value ═ 0,012. Dari hasil penelitian yang didapat, maka saran untuk menghindari terjadinya perdarahan (hematemesis & melena) pada pasien dengan terapi antikoagulan oral,perlu dikaji dan diwaspadai faktor-faktor yang beresiko perdarahan seperti: lamanya pemberian obat antikoagulan oral, adanya penyakit penyerta (ulkus peptikum), usia lanjut dan pengetahuan. Tenaga kesehatan perlu memberikan pendidikan kesehatan sebaiknya dalam bentuk (leaflet), untuk lebih mudah diingat tentang efek samping obat,hal-hal yang harus diperhatikan atau dipatuhi oleh pasien selama menggunakan terapi antikoagulan oral. Daftar pustaka 26:(2004-2012) Kata kunci: antikoagulan oral, CHF, hematemesis & melena.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
saya dapat menyelsaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Saya menyadari bahwa tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Muhammad Hadi,SKM,Mkep selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta dan selaku dosen Pembimbing
II riset keperawatan yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam menyusun skripsi ini.
2. Ibu Hj, Mispasih, S.Kp,M.Kes selaku dosen Pembimbing I Riset Keperawatan
yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam menyusun skripsi ini.
3. Seluruh dosen dan staf karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta yang telah membekali saya dengan bebagai ilmu dan
memfasilitasi selama mengikuti perkuliahan
4. Direktur Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta beserta
jajaran direksi yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan
penelitian.
v
5. Kepala Instalasi, Ka Unit dan teman teman Intermediate Medikal RSPJNHK
yang telah memberikan dorongan dan bantuan kepada saya dan memberikan
kesempatan untuk melakukan penelitian di Ruang IWM
6. Kepada suami dan anak anak-anakku tercinta ( Lia,Mia,Widya) yang telah
memberikan bantuan dan dorongan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan PSIK Program B HARKIT yang telah banyak
memberikan bantuan dan semangat kepada saya dalam menyelsaikan skripsi ini.
8. Akhir kata, saya berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu saya dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi keperawatan.
Jakarta, Februari 2013
N. ESIH
iii
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN
Lembar Persetujuan
Lembar Pengesahan
Abstrak……………………………………………………………………...…………. i
Kata Pengantar………………………………………………………………….……. . ii
Daftar Isi……………………………………………………………………………… iii
Daftar Tabel………………………………………………………………………… .. iv
Daftar Lampiran………………………………………………………………………. v
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………….……………………………. 1
B. Rumusan Masalah…………………………...………………………………. 6
C. Pertanyaan Penelitia………………………………………………………… . 7
D. Tujuan Penelitian…………………………………………………………….. 7
E. Manfaat Penelitian…………………………………………………………… 8
BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep Gagal Jantung....................................................................................... 9
1. Pengertian………………..........…………………………………….…….. 9
2. Klasifikasi Gagal Jantung…………………………………………...…….. 9
3. Patofisiologi Gagal Jantung…………………………………………..….. . 10
iv
4. Etiologi Gagal Jantung…………………….……………………………………. 11
5. Manifestasi Klinis ................................................................................................. 12
6. Komplikasi Gagal Jantung .................................................................................... 14
7. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................ 16
8. Asuhan Keperawatan CHF .................................................................................... 16
9. Penatalaksanaan Medik ......................................................................................... 17
B. Konsep Antikoagulan ............................................................................................ 18
1. Pengertian .......................................................................................................... 18
2. Indikasi .............................................................................................................. 19
3. Kontraindikasi ................................................................................................... 19
4. Pemeriksaan Laboratorium ................................................................................ 21
5. Pendidkan Kesehatan…………………………………………………..…….. 25
C. Konsep Hematemesis Melena .............................................................................. 28
1. Pengertian…………………………………………………………………… 28
2. Etiologi ............................................................................................................ 29
3. Patofisiologi .................................................................................................... 30
4. Manifestasi Klinik ........................................................................................... 31
5. Diagnosa & Penatalaksanaan keperawatan .. .................................................. 32
6. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................. 38
7. Penelitian Terkait…… ……………………………………………………… 38
8. faktor Faktor yang berhubungan dengan perdarahan……….………………. 40
9. Kerangka Teori……………………………………………………………… 43
v
BAB III. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS & DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep .......................................................................................... 44
B. Hipotesis....................................................................................................... 46
C. Definisi Operasional .................................................................................... 47
BAB IV. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ........................................................................................... 48
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... 48
C. . Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................. 48
D. Instrumen Penelitian&ujivaliditas .................................................................. 50
E. Pengumpulan Data .......................................................................................... 52
F. Etika Penelitian ............................................................................................. 53
G. Pengolahan Data&analisa data ...................................................................... 54
H. Analisa Data…………………………………………………………………...54
BAB V. HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat.......................................................................................... 56
B. Analisis Bivariat ............................................................................................ 59
BAB VI. PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 64
B. Variabel yang berhubungan dengan kejadian hehatemesis melena ............... 64
vi
BAB VII. KESIMPULAN & SARAN
7.1. Kesimpulan .................................................................................................. 70
7.2. Saran............................................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN I: Lembar Kesediaan Menjadi Responden.
LAMPIRAN II : Permohonan Kesediaan Menjadi Responden
LAMPIRAN II : Lembar Kuisioner.
vii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Gambar 3.1 Kerangka Konsep……………..………………………………….…..… 44
Tabel 3.3.1 Variabel Independen……………………………………………………... 44
Tabel 3.3.2 Variabel Dependen………………………………………………………. 45
Tabel 3.3.3 Definisi operasional……………………………………………………… 47
Tabel 5.1 Distribusi Demografi Pasien CHF……………………………………….. . 56
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi Psien Menurut Lama Pemakaian obat antikoagulan… 58
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pasien Menurut tingkat pengetahuan……………..… 58
Tabel 5.2 Ditribusi Frekuensi Pasien Menurut adanya Penyakit Penyerta …………. 58
Tabel 5.2Distribusi frekuensi Pasien Menurut kejadian hematemesis melena………. 58
Tabel 5.3 Distribusi Pasein berdasarkan Vaiabel Yang Berhubungan denga kejadian
hematemesis Melena ………………………………………………………………… 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
WHO tahun 2002 melaporkan bahwa penyakit jantung dari tahun ketahun
semakin menunjukkan perkembangan yang signifikan.Statistik memperlihatkan
statistik bahwa penyakit jantung koroner atau penyakit jantung lainnya
menyebabkan 17 juta orang meninggal dunia per tahun. penyakit jantung
merupakan pembunuh nomor satu pada orang dewasa. Dilaporkan, di Amerika
setiap tahunnya terjadi: 1,5 juta orang mengalami serangan jantung atau penyakit
jantung, 478.000 orang meninggal akibat penyakit jantung koroner, 407.000
orang mengalami operasi peralihan, 300.000 orang menjalani angioplasti.
CHF atau gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa darah
secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi
(Brunner and Suddarth’s 2002). Gagal jantung kongestif (CHF) merupakan suatu
sindrom klinis yang terjadi pada pasien yang mengalami abnormalitas (baik
akibat keturunan atau didapat) pada stuktur atau fungsi jantung sehingga
menyebabkan terjadinya perkembangan serangkaian gejala klinis (fatique dan
sesak) dan tanda klinis (edema dan ronchi) yang mengakibatkan dirawat, kualitas
hidup yang buruk dan harapan hidup yang memendek (Mubarak, 2008)
2
CHF merupakan satu satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat
insiden dan prevalensinya (Pangastuti,2009). CHF merupakan masalah kesehatan
yang progresif dengan angka dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun
negara berkembang. Di Amerika Serikat kurang lebih 5,7 juta orang hidup
dengan Heart failure dan kurang lebih 550 ribu kasus baru didiagnosa heart
Failure, American Heart Association (AHA), 2009. Insiden meningkat dengan
bertambahnya usia. Kurang dari 5 % antara umur 55-62 tahun, 6-10% pada umur
lebih 65 tahun, pada umur 40 tahun mulai beresiko terkena Heart Filure.
Menurut data WHO sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF, sedangka
pada tahun 2005 di jawa tengah terdapat 520 penderita CHF (Pangastuti 2009).
Sekitar 250 000 pasien meninggal oleh karena sebab gagal jantung setiap
tahunnya dan angka tersebut telah meningkat 6 (enam) kali dalam 40 tahun
terakhir (Joesoef,2007).
Penelitian Framingham menunjukan mortalitas, sebesar 62 % pada pria dan 42%
wanita (Anurogo,2009). Sekitar 3 - 20 per 1000 orang adalah populasi mengalami
gagal jantung dan kejadiannya semakin meningkat di masa depan karena semakin
bertambahnya usia harapan hidup (100 per seribu orang pada usia di atas 65
tahun) dan perbaikan harapan hidup penderita. (Teetha,2008; Mariyono dan
Santoso, 2007). Penelitian framingham peneyebab gagal jatung, 50 % karena
penyakit arteri koroner (iskemik), 46 % laki laki dan 27 % wanita, 50% non
iskemik (Hipertensi 4 %, idiopatik 18 %, Valvular 4 %, other 10%,unknow 13 %.
Berdasarkan data di RS Jantung Harapan Kita, peningkatan kasus CHF dimulai
pada tahun 1997 dengan 248 kasus, kemudian melaju dengan pesat hingga
3
mencapai puncak pada 2000 dengan 532 kasus. Data terakhir di Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita angka kejadian pasien gagal jantung
(CHF) tahun 2010 adalah 1576 pasie terdiri dari laki laki 1095 dan perempuan
481, pada tahun 2011 angka kejadian gagal jantung 1577 paien yang terdiri dari
laki laki 1077 dan perempuan 500 pasien (Medikal Record RSJH 2012).
Menurut Lukman Hakim (2008). Etiologi gagal jantung kongestif usia lanjut
berdasarkan kekerapan didapatkan penyakit jantung iskhemik 65,63%, penyakit
jantung hypertensi 15,63%, kardiomiopati 9,38%, penyakit katub jantung,
penyakit jantung rematik dan penyakit jantung pulmonik masing-masing 3,13%
(Desta, 2007). Komplikasi gagal jantung yang paling sering adalah gangguan
irama jantung yaitu atrial fibrilasi (AF). Atrial fibrilasi terjadi pada 1/3 pasien
CHF dan bisa berulang baik karena penyebab atau konsekwensi dari pasien CHF
dan AF beresiko untuk terkena stroke dan komplikasi tromboemboli lainnya.
Tatalaksana farmakologi pasien CHF salah satunya antikoagualan oral yang
direkomendasikan pada pada pasien gagal jantung dan fibrilasi atrial permanen,
persisten atau paroksismal tanpa kontra indikasi terhadap antikoagualan.
Antikoagulan dengan dosis sesuai mengurangi resiko komplikasi tromboemboli
termasuk stroke. Antikoagulan juga direkomenasikan pada pasien dengan
trombus intrakardiak yang terdeteksi dengan pencitraan atau adanya emboli
sistemik. (Bambang BS, 2009). Terapi antikoagulan mengurangi kecenderungan
terbentuknya bekuan darah dengan cara mencegah anti aksi dari faktor
pembekuan. Efek dari pembekuan adalah perdarahan, maka diperlukan
pemantauan ketat pada pasien yang mendapat terapi antikoagulan.
4
Dept Angiologi dan Koagulasi Darah, Universiti Hospital S. Antikoagulan
dengan antagonis vit K efektif dalam pencegahan dan pengobatan komplikasi
trombotik di banyak klinis termasuk fibrilasi atrium (yang saat ini indikasi yang
paling sering untuk pengobatan antikoagulan), vena tromboemboli, sindrom
koroner akut dan setelah prosedur jantung invasive.
G.Paraleti.(2011)Perdarahan merupakan komplikasi yang paling utama.
terdeteksi 263 (6,8) dari 3862 pengobatan dengan antikoagulan, 4% kematian..
Angka kejadian perdarahan pada terapi antikoagulan (warfarin) berdasarkan studi
prospektif adalah sebanyak: 0,1-1 % pada perdarahan fatal. 0,5—6,5 % pada
perdarahan mayor dan 6,2-21,8 % pada perdarahan minor. Resiko absolut
bervariasi antara 0-0,25%/thn pada perdarahan fatal dan 0,32-2,1 %/thn untuk
komplikasi perdarahan mayor.
Dari penelitian dan jurnal, terkait dengan faktor faktor yang berhubungan dengan
kejadian perdarahan saluran cerna pada pemberian terapi antikoagulan
adalah:terapi walfarin yang di kombinasikan dengan aspilet, clopidogrel atau
antihistamin nonsteroid,menunjukan resiko tinggi hospitalisasi akibat perdarahan
saluran cerna,usia lanjut,intensitas pemakaian obat antikoagulan,penyakit
penyerta,kualitas pengawasan yang tersedia dan genetik.(G.paraleti,2011).
Antikoagulan oral dapat berinteraksi dengan obat obat lain,dan suplemen
herbal,yang akan meningkatkan resiko perdarahan saluran cerna.(www.American
Nurse today.com.2011)
5
Frekwensi perdarahan meningkat yang kemungkinan berhubungan dengan,
dosis antikoagulan yang tinnggi lebih dari ½ yang mengalami perdarahan
menunjukan adanya lesi, polifarmasi, riwayat hipertensi yang tidak terkontrol,
kebiasaan sosial, kurangnya dukungan sosial dan penurunan status fungsi.
Penelitian yang dilakukan oleh Nekkanti et al prediktor perdarahan karena
walfarin di unit kardiologi India Selatan adalah wanita, lama rawat, jumlah
medikasi, obat-obatan seperti aspirin, clopidogrel dan faktor komorbid lain
seperti merokok dan alkohol.
Penomena dilapangan yang penulis temukan melalui wawancara dari 10 pasien
yang mengalami hematemisis melena dengan terapi antikoagulan oral di ruang
IW Medikal RSPJNHK tahun 2012, antara lain:mengatakan adanya penyaki
ulkus peptikum dan sebelumnya pernah di rawat dengan penyakit yang
sama,lama tidak kontrol atau berobat dan terapi antikoagulan tetap di minum
dengan dosis yang sama,sehingga saat masuk RS di dapatkan pemeriksaan INR
lebih dari 5,lupa akan dosis obat antikoagulan kadang minum melebihi dosis
(orang tua)
Perdarahan akut Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu
penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. mencapai
100 per 100.000 penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita. Insidensi ini
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang
sebenarnya dipopulasi tidak diketahui. Dari catatan medik RS Hasan Sadikin
Bandung (1998) pasien yang dirawat karena perdarahan SCBA sebesar 2,5% -
3,5 %.
6
RS Jantung Harapan Kita merupakan rumah sakit rujukan untuk kasus-kasus
penyakit kardiovaskular namun terdapat kasus perdarahan saluran cerna
(hematemisis melena). Terutama yang disebabkan obat obat cardiovaskuler,salah
satunya antikoagulan oral.Data endoscopi periode Juni - Agustus 2010, 43 kasus,
Juni – Agustus 2011, 63 kasus dan november - desember 2012,72 kasus.
Dari fenomena tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian
hubungan pemberian terapi antikoagulan pada pasien CHF dengan kejadian
hematemisis melena di Ruang Intermediate Medikal Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita. Dan fenomena tersebut di atas belum pernah
dilakukan penelitian, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil judul
tersebut di atas.
B. Rumusan Masalah
pemberian antikoagulan merupakan suatu protokol terapi untuk mencegah
terjadinya tromboemboli yang terjadi pada system kardiovaskule, namun potensi
terjadinya perdarahan juga perlu dipertimbangkan.
Dari beberapa penelitian yang telah di paparkan terdapat faktor-faktor yang
berhubungan terjadinya perdarahan saluran cerna karena antikoagulan oral.
penelitian klinis dari terapi antikoagulan seringkali hanya menggunakan pasien-
pasien yang memiliki resiko perdarahan minimal, memiliki kepatuhan terhadap
terapi, masih muda dan minimal interaksi dengan terapi medikasi lain. Kondisi-
kondisi ini tentu saja berbeda jauh dengan yang dihadapi dalam situasi klinis.
7
Perdarahan saluran cerna merupakan komplikasi dari penggunaan terapi
antikoagulan oral, yang perlu menjadi perhatian utama baik bagi dokter maupun
pasien. Semakin banyaknya jenis terapi antikoagulan menyebabkan banyaknya
pasien yang terindikasi mendapatkan terapi antikoagulan tidak mendapatkan
penanganan yang efektif.
C. Pertanyaan Penelitian
Adakah hubungan pemberian terapi antikoagulan oral pada pasien CHF dengan
kejadian hematemisis melena di Ruang Intermediate Medikal Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui hubungan pemberian terapi
antikoagulan pada pasien CHF dengan kejadian hemaemisis melena di
Ruang Intermediate RSJHK tahun 2013
2. Tujuan Khusus.
a. Diketahui gambaran karakteristik demografi (usia, pendidikan, pekerjaan)
pasien CHF yang mendapat pemberian terapi antikoagulan oral di ruang
IWM RS Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita 2013
b. Diketahui hubungan pengetahuan pasien CHF yang mendapat terapi
antikoagulan oral dengan kejadian hematemisis melena di ruang IWM
RSJHK 2013
8
c. Diketahui hubungan usia pasien CHF yang mendapat terapi antikoagulan oral
dengan kejadian hematemisis melena di Ruang IWM RSJHK.
d. Diketahui hubungan penyakit penyerta pasien CHF yang mendapat terapi
antikoagulan dengan kejadian hematemisis pada di Ruang IWM RSPJNHK
2013.
e. Diketahui hubungan lama pemberian terapi antikoagulan oral pada pasien
CHF dengan kejadian hematemesis melena di Ruang Intermediate RSJHK
2013.
E. Manfaat Penelitian
1. Bidang Pelayanan .
Untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam pelaksaan asuhan keperawatan
pada pasien pasien CHF yang mendapatkan terapi antikoagulan dengan cara
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah rehospitalisasi karena
perdarahan gastrointestinal
2. Bidang keilmuan
Hasil penelitian di harapkan sebagai masukan untuk mengembangkan proses
keperawatan medikal bedah khususnya keperawatan CHF dengan terapi
antikoagulan .
3. Bidang penelitian
Hasil penelitia diharapkan sebagai masukan dalam mengembangkan wawasan
dan tambahan pengetahuan yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian
keperawatan selanjutnya khusnya pasien CHF dengan terapi antikoagulan.
9
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep Gagal Jantung Kongestif (CHF)
1. Pengertian
Gagal jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat kelainan jantung yang
ditandai dengan suatu bentuk respon hemodinamik, renal, neural dan hormonal,
serta suatu keadaan patologis di mana kelainan fungsi jantung menyebabkan
kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Gagal
jantung kongestif merupakan gabungan dari gagal jantung kanan dan gagal
jantung kiri (Muttaqin, 2009).
2. Klasifikasi Gagal Jantung
Berdasarkan New York Heart Association (AHA) klasifikasi gagal jantung
terbagi dalam 4 (empat) kelainan fungsional :
a. Kelas I Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
b. Kelas II Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
c. Kelas III Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
d..Kelas IV Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat
10
3. Patofisiologi Gagal Jantung (Brunner & Suddarth, 2002 )
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung.yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung yang normal.
Konsep curah jantung dijelaskan dengan persamaan CO = HR X SV di mana
curah jantung (CO: Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart
Rate) X Volume sekuncup (SV: Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah fungsi
sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi gagal untuk mempertahankan pefusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri
untuk memperthankan curah jantung.
Pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah normal masih dapat
dipertahankan.Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada
setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor: Preload adalah jumlah darah yang
mengisi jantung yang berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung, Kontraktilitas adalah perubahan
kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan
perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium, dan Afterload adalah
besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
11
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol. Pada gagal
jantung, jika salah satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu, maka
hasilnya curah jantung berkurang.
4. Etiologi Gagal Jantung Kongestif (Smeltzer, 2010)
a. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
b. Aterosklerosis koroner
Arterosklerosis mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
d. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung.
e. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
12
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis
katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade
perikardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after
load.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam, tirotoksikosis).
Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asdosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalita elektronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.
5. Manifestasi Klinis (Brunner & Suddarth, 2002)
Manifestasi kongesti berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang
terjadi. Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang datang dari paru.
a. Manifestasi klinis gagal jantung kiri (Brunner & Suddarth, 2002) :
- Dispnea, terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat
atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi
ortopnoe (sesak saat berbaring). Beberapa pasien dapat mengalami
ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal
Dispnea (PND).
13
- Batuk yang berhubungan dengan gagal jantung kiri bisa kering dan bisa
produktif, tetapi yang sering adalah batuk yang basah,yaitu batuk yang
menghasikan sputum berbusa dalam jumlah banyak.yang kadang disertai bercak
darah.
- Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
- Kegelisahan atau kecemasan, terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan,
stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik
Bila ventikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan
perifer.Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume
darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang
secara normal kembali dari sirkulasi vena.
b. Manifestasi klinis pada gagal jantung kanan :
- Edema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting,
penambahan berat badan.
- Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena hepar, distensi vena leher. asites (penimbunan cairan
di dalam rongga peritoneum).
14
- Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
- Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari,terjadi karena perfusi renal
didukung posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis tejadi paling sering pada
malam hari kerena curah jantung akan membaik pada saat malam hari.
- Kelemahan, lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan kanan disebabkan
karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk
sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
6. Komplikasi Gagal Jantung
Komplikasi gagal jantung menurut Desta (2007) adalah:
a. Aritmia Atrium
Atrial Fibrilasi terjadi pada hampir 1/3 pasien CHF (10-50 %) dan pada
pasien gagal jantung bisa disebabkan juga oleh atrial fibrilasi. Atrial fibrilasi
dapat terjadi dengan LV disfungsi yang parah karena infark miokard dan
prognosinya buruk. Pasien CHF dan atrial fibrilasi mempunyai resiko tinggi
terjadi stroke dan tromboemboli lainnya.
Data observasi dari penelitian terbaru A Study Of The Bebeficial Effects of
Antikoagulan Therapy in Congestive Heart Failure, Tromboemboli sering
kali menyebabkan kematian pada gagal jantung kongestif. Pada 565 pasien
dengan penyakit jantung rematik dan gagal jantung kongestif, diotopsi di Los
Angeles Caunty Hospital ditemukan di 30,3 %. Pada 114 pasien
15
thromboemboli adalah penyebab langsung kematian. Pada 20 pasien penyebab
kematian dan pada 28 pasien tidak berkontribusi sampai kematian.
b. Stroke dan tromboemboli
CHF merupakan predisposisi terjadinya stroke dan tromboemboli dengan angka
kejadian kurang lebih 2%, faktor yang berkontribusi terjadinya resiko
tromboemboli pada pasien CHF meliputi penurunan curah jantung (Cardiac
Output), darah yang statis di dalam ruang jantung yang membesar (dilatasi)
pembentukan dari anerisma pada ventrikel kiri dan ditandai adanya atrial
fibrilasi. Pasien CHF dengan irama jantung sinus juga mempunyai resiko tinggi
terhadap kejadian stroke dan trombosis vena, pasien dengan CHF dan kronik
vena insufisiensi disebabkan imobilisasi dan berkontribusi peningkatan resiko
trombosis dan pulmonari emboli.
Data observasi dari penelitian terbaru Studies Of Left Ventrikular Dysfuntion
(SOLVD) dan vasodilatation heart failure trials (V-HeFT) mengindikasikan
gagal jantung mild-moderate berhubungan dengan resiko 1,5 % stroke pertahun,
dibanding dengan tanpa gagal jantung (0,5 %), meningkat 4% pada gagal
jantung severe. Survival Ventikular enlargement (SAVE) melaporkan ada
hubungan resiko stroke dan fungsi jantung (EF) yang rendah 18 % meningkat
resikonya setiap 5 % penurunan fungsi jantung, jelas menunjukan hubungan
tromboemboli dengan kerusakan jantung dan tingkat keparahan gagal jantung.
Resiko tromboemboli sepertinya berhubungan dengan LA dan LV dilatasi
(pembesaran jantung).
16
7. Pemeriksaan Penunjang (ACC/AHA, 2009)
a. RontgenThoraks, dapat mendeteksi adanya pembesaran jantung, kongesti
paru, efusi pleura.
b. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, iskemi .
c. Ekhokardiogram, dapat menggambarkan adanya penurunan fungsi otot
jantung (fraksi ejeksi ventrikel kiri), pembesaran ventrikel dan abnormalitas
katup mitral.
d. Pemeriksaan lab meliputi : Darah rutin,elektrolit,fungsi ginjal. darah, .
Peptida Natriuretik (NP Pro BNP).
e. Kateterisasi jantung, tidak rutin diperlukan pada gagal jantung, tetapi
diindikasikan untuk mencari etiologi..
8. Asuhan Keperawatan Pasien CHF (ACC/AHA)( Bambang, 2009)
a. Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien.
b. Dukungan istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung. Latihan fisik
direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil. Program
latihan fisik memberikan efek yang sama baik di rumah sakit ataupun
dirumah.
c. Asupan Cairan. Retriksi cairan 1,5-2 liter/hari dipertimbangkan terutama
pada pasien dengan gejala berat yang desertai hiponatremia. Retriksi cairan
rutin pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang.
17
d. Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau
menghilangkan oedema. pembatasan garam 2gr per hari.
e. Pemantauan berat badan. Pengukuran berat badan sangatlah penting terutama
pada pasien gagal jantung dengan asites atau oedema. Pasien juga harus
memantau berat badannya secara rutin setiap hari (pagi sebelum makan), jika
terdapat kenaikan berat badan >2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis
diuretik atas pertimbangan dokter.
9. Penatalaksanaan Medik (ACC/AHA)( Bambang, 2009)
a. Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. .
b. Diuretik, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia.
c. Vasodilator, obat-obat vasoaktif digunakan untuk mengurangi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
18
B. Konsep Antikoagulan
1. Pengertian
Antikoagulan adalah obat obat yang turut serta dalam proses pembentukan
sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi. Efek ini
digunakan untuk mencegah resiko dari terbentuknya thrombus dalam
pembuluh darah dan cabang cabang vaskuler (www.Jevuska, 2009).
Antikoagulan adalah obat yang diberikan untuk memperlambat waktu
pembekuan darah dan mencegah pembentukan trombus pasca bedah dan
menghambat perkembangan trombus yang sudah terjadi. Antikoagulan tidak
dapat melarutkan trombus (Suzanne C.Bare, 2002).
2. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antikoagulan oral adalah dijalur ektrinsik pada kaskade
koagulasi dengan menghambat sintesa faktor-faktor pembekuan yang
dipengaruhi vitamin K yaitu protombin, V11, 1X, X, Antikoagulan tersebut
menghambat faktor pembekuan yang dihasilkan di hati (warfarin coumarin,
coumadin, panwarfin). Jenis obat yang sering digunakan untuk penyakit
jantung baik medikal atau surgikal yaitu warfarin, cardioaspirin, clopidogrel.
Warfarin berfungsi sebagai antikoagulan. Mekanisme aksi; mengganggu
sintesis hepatik vitamin k tergantung pada faktor koagulasi (1I,VII,IX,X).
3. Antikoagulan Oral
a. Antikogulan oral: (warfarin coumarin, coumadin, panwarfin). Sifat
Fisikokimia higroskopik berwarna putih, sangat mudah larut dalam
19
alkohol dan larutan asceton; sangat sedikit laru dalam diklorometan. Larutan 1%
dalam air mempunyai pH: 7,2 -8,3.
b. Golongan/Kelas Terapi : Obat yang mempengaruhi darah.
c. Indikasi:
Profilaksis dan terapi thrombosis vena, embolisme pulmonari dan disorder
thromboembolik, atrial fibrilasi dengan risiko embolisme dan sebagai tambahan
pada profilaksis embolisme sistemik setelah infark miokardiak. Mechanical and
prosthetic heart valves, Valvuler heart disease,Acute cardioembolic stroke in on
hypertensive pasien.
d. Kontraindikasi
Perdarahan aktif , Ulkus peptikum aktif. Aneurisma, Perdarahan serebrovaskuler,
Varises esophagus, Intoleransi warfarin atau alergi seperti rash akut, hipertensi
tidak terkontrol,gangguan gastrointestinal, pasien yang mengalami pendarahan
pada saluran pencernaan, pendarahan pada kolon,. penyakit hepatik parah.,
pasien tidak patuh.
e. Farmakologi
Onset kerja : antikoagulan oral : 36-72 jam. Durasi 2-5 hari.
Absorpsi : cepat,Metabolisme : dihati.Tereliminasi : 20-60 jam, rata-rata 40
jam, bervariasi antar individu.
f. Dosis, cara pemberian dan lama pemberian
Dosis awal tergantung individu (pertimbangkan pasien dengan gangguan fungsi
hati,, status nutrisi, terapi lanjutan, risiko pendarahan).Awali dengan dosis 5-10
mg/hari, dosis pemeliharaan biasanya 2-10 mg setiap hari (mungkin diperlukan
20
dosis loading dan pemeliharaan di luar pedoman ini). Dosis awal yang lebih rendah
diperlukan pasien dengan gangguan fungsi hati, gizi buruk, gagal jantung kongestif,
pasien lanjut usia, risiko pendarahan . Dosis awal yang lebih tinggi dapat diberikan
untuk pasien tertentu.
4. Hal hal yang perlu diperhatikan
a. Monitor Efek Samping
Efek Samping Mayor; perdarahan bisa terjadi pada hampir setiap bagian
tubuh.Resiko tergantung pada beberapa variabel termasuk intensitas
pemakaian dan kerentanan pasien. Nekrosis kulit jarang terjadi tapi cukup
serius, terjadi pada hari ke tiga sampai hari ke delapan.Pendarahani, sakit
kepala, pusing, pruritus, anoreksia, mual, muntah, kram perut, sakit
abdominal, diare, pendarahan intestinal, hematuria, hemoragi, hematoma
retroperitonial, epitaksis, hipersensitifitas dan reaksi alergi.
b. Kaji Interaksi dengan Obat Lain :
1. Meningkatkan efek/ toksisitas: Warfarin-Aspirin (antikoagulan
antiplatelet). Aspirin meningkatkan efek anti koagulan. Efek samping
antiplatelet aspirin dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan pada
mukosa lambung.
2. Mekanisme aspirin memiliki efek langsung pada lapisan perut dan dapat
menyebabkan perdarahan gastrointestinal juga menurunkan agregasi
platelet dan memperpanjang waktu perdarahan.
21
3. Asetaminofen, allopurinol, amiodaron, sefalosporin, simetidin, flukonazol,
metronidazol, obat inflamasi non steroid, fenitoin,kuinidin, antibiotik kuinolon,
sulfinpirazon, sulfonamida, derivat tetrasiklin, derivat rifamisin dan
sulfasalazin,obat herbal
c. Kaji Interaksi Dengan Makanan.
Hindari penggunaan etanol: Etanol menurunkan metabolisme warfarin dan
meningkatkan PT, efek antikoagulan warfarin akan menurun dengan adanya
makanan mengandung vitamin K, vitamin E meningkatkan efek
warfarin.Pengaruh makanan terhadap obat sering tidak diperhatikan sehingga
dapat menimbulkan efek samping atau berkurangnya efek obat.
Efek antikoagulan dapat dikurangi oleh makanan yang kaya dengan vitamin K
seperti (:brokoli,kubis,kacang hijau,selada,hati sapi,bayam dsb).
5. Monitoring Laboratorium
Pemeriksaan Protombin Time (PT)/INR (International Normalized Ratio).
MasaProtombin Time (PT).Protombin disintsis oleh hati dan merupakan
prekusor tidak aktif dalam proses pembekuan,protombin di konversi menjadi
trombin oleh tromboplastin yang diperlukan untuk membentuk bekuan
darah.Pemeriksaan masa protombin (Protombin Time,) digunakan untuk menilai
kemampuan faktor koagulasi jalur ektrinsik dan jalur bersama, yaitu:
factor1(fibrinogen), faktor11(protombin), V(proakselerin), V11(prokonvertin),
X.(factor Stuart). Perubahan factor V & V11 akan memperpanjang PT selama
dua(2) detik atau 10% dari nilai nomal.PT diukur dalam detik.
22
Protombin Time (PT) memanjang karena defisiensi factor koagulasi ektrinsik dan
bersama jika < 30 %.Pemanjangan PT dijumpai pada penyakit hati
,afibrinogenemia,defisiensi factor koagulasi(11,V,V11.X),disseminated intravascular
coagulation (DIC),fibrinilisis,gangguan reabsobsi usus.Pada penyakit hati. PT
memanjang karena sel hati tidak dapat mensistesis protombin.Pemanjangan PT
dapat di sebabkan pengaruh obat obatan:Vitamin K antagonis,antibiotic,antikoagulan
oral ( walfarin,dikumoral),aspirin dll.
PT memendek pada tromboplebitis,infaek miokard,embolisme pulmonal,pengaruh
obat;barbiturate,digitalis,diuretic,rifmpisin,dll.
INR (International Normalized Ratio)di dapatkan dengan membagi nilai PT yang
didapat dengan nilai PT normal kemudian di pangkatkan dengan ISI,dimana ISI
adalah International Sensitivity Index.Jadi INR adalah rasio PT yang mencerminkan
hasil yang akan diperoleh bila tromboplastin baku WHO digunakan,sedangkan ISI
merupakan ukuran kepekaan sediaan tromboplastin terhadap penurunan faktor
koagulasi yang bergantung pada vitamin K.
INR digunakan untuk memonitor terapi walfarin(Coumadin). Pemeriksaan darah ini
dibutuhkan untuk menentukan dosis warfarin yang tepat pada pasien
jantung,stroke, deep vein thrombosis (DVT), katup jantung buatan INR digunakan
sebagai uji terstandardisasi International.INR di rancang untuk pemberian walfarin
jangka panjang dan hanya boleh digunakan setelah respons klinik stabil terhadap
23
walfarin,stabilitas memerlukan waktu sedikitnya seminngu.Standar INR tidak boleh
digunakan jika klien baru memulai terapi walfarin guna menghindari hasil yang salah
uji,meupakan ,yaituFaktor dan adalah pemeriksaan darah untuk memonitor terapi
warfarin.
PT/INR adalah pemeriksaan darah untuk memonitor terapi walfarin .Pemeriksaan
darah ini dibutuhkan untuk menentukan dosis warfarin yang tepat.Untuk pertama
kali minum antikoagulan oral pemeriksaan PT/INR dilakukan 2-3x/ minggu, dokter
menentukan dosis warfarin yang tepat, selanjuntya pemeriksaan PT/INR 1-2
x/minggu atau beberapa minggu. Jika nilai INR sudah sesuai dengan nilai yang
diharapkan tes dilakukan tiap 3-4 minggu sekali.
Konsensus American College of Chest Physician’s merekomendasikan target INR
2,5 (Range 2.0-3.0) untuk sebagian besar kondisi, untuk katup mekanik INR (range
2.5-3.5). Pemeriksaan rutin yang penting dilakukan secara berkala dan hasilnya
ditunjukan kepada dokter saat kontrol untuk menentukan dosis obat yang diminum.
Bagi klien yang tinggal jauh dari RS besar biasanya dapat dicek Bleeding Time,
ClotingTime atau tergantung dokter. Agar efektif, terapi warfarin harus mencapai
tingkat keenceran darah (INR) pada level tertentu dan pemberiannya harus dikontrol
terus menerus.
Trombosit memiliki dua fungsi berbeda(1) melindungi integritas endotel pembuluh
darah,dan(2)memulai perbaikan apabila terjadi kerusakan pada dinding pembuluh
24
darah.Interaksi trombosit dengan dinding pembuluh darah disebut hemostasis
primer,orang yang trombositnya terganggu dalam jumlah atau fungsi akam
mengalami petekie dikulit dan selaput lender.Trombosit diproduksi oleh sumsum
tulang.Pembentukan trombosit dapat dihasilkan melalui jalur intinsik atau jalur
koagulasi ektrinsik.Trombosit sering diperiksa untuk mengetahui kekuatan jumlah
sel dan fungsinya.Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam
sirkulasi.kelainan ini berkaitan dengan peningkatan resiko perdarahan hebat atau
cidra ringan.Penyebab primer trombositopenia adalah idiopatik ( tanpa
penyebab),sedangkan trombositopenia sekunder dapat disebakan oleh obat
kemoterapi yang merusak sumsum tulang,infeksi virus tertentu termasuk HIV.
Pemeriksaan agregasi trombosit digunakan untuk mengevaluasi kemampuan
trombosit untuk membentuk agregat dan mengawali terbentuknya bekuan
darah.Indikasi pemeriksaan adalah:
- Membantu diagnosis gangguan fungsi trombosit baik kongenital maupun
didapat,pada pasien dengan riwayat perdarahan.
- Dugaan peningkatan agegasi trombosit (DM,hyperlipidemia)
- Monitoring terapi anti-trombosit(aspirin,ticlpidin,clopidigrel,abciximab) paska
stroke atau heart attak.Deteksi factor resiko thrombosis arteri(PJK<stroke),
deteksi resistensi aspirin,Monitoring fungsi trombosit selama operasi
CABG.Skrining preoperasi beresiko perdarahan selama prosedur invasive,pasien
riwayat perdarahan atau mengkonsumsi obat yang mempengaruhi kemampuan
darah untuk membeku sperti aspirin dan NSAID.
25
Gangguan fungsi trombosit dapat disebabkan oleh penyakit kronis seperti gagal
ginjal(uremia),leukemia akut,gangguan fungsi trombosit yang bersipat sementara
dijumpai pada konsumsi obat aspirin dan NSAID,setelah opersi CABG.Trombosit
yang rendah bisa juga dikarenakan produksinya yang kurang.bisa karena penyakit
berupa anemia aplastik.Anemia aplastic terjadi jika sel yang memproduksi butir
darah merah di sumsum tulang,tidak dapat menjalankan tugasnya,juga bisa karena
penyakit leukemia,mielofibrosis.
6. Pendidikan Kesehatan
a. Obat ini untuk mencegah pembekuan darah.
b. Pergunakan obat ini benar-benar sesuai dengan petunjuk dokter. Jangan
dipakai berlebihan tanpa petunjuk dokter karena akan terjadi perdarahan.
c. Lakukan kontrol darah secara teratur karena akan dapat menentukan
pemakaian dosis yang tepat.
d. Jangan mempergunakan obat lain selama penggunaan obat ini.
e. Mintalah petunjuk dan persetujuan dokter bila harus menggunakan obat lain.
f. Sebaiknya pergunakan obat dari merek yang sama jangan mengganti dengan
merek yang lain.
g. Selama mempergunakan obat ini jangan minum minuman yang mengandung
alkohol, karena alkohol akan menurunkan efektifitas antikoagulan oral.
h. Segera ke dokter bila terjadi diare, pendarahan baik dari mulut, hidung
ataupun anggota tubuh lainya.
26
i. Apabila ada gangguan fungsi hati jangan menggunakan obat antikoagulan
(beritahu dokter)
j. Batasi prosedur invasif, berikan penekanan yang lebih lama pad area tusukan
dan luka.
k. Cegah aktivitas/ benturan yang dapat menimbulkan pedarahan.
l. Berikan saran kepada pasien untuk menggunakan sikat gigi yang lembut dan
pisau cukur electric.
m. Bila pasien pulang dengan obat obat antikoagulan,ajarkan bagaimana dan kapan
obat digunakan.
n. Berikan peringatan kepada pasien untuk tidak menyetop obat obat sendiri tanpa
petunjuk dokter.
o. Pastikan pasien memiliki persediaan obat yang cukup agar tidak terjadi putus
obat.
p. Berikan penjelasan mengenai obat obat herbal atau sulemen yang harus dihindari.
q. Ingatkan pasien untuk emberitahu petugas kesehatan lain (dr gigi,dr bedah)
bahwa pasien menggunakan obat antikoagulan.
r. Ingatkan pasien untuk waspada terhadap tanda tanda perdarahan(perdarahan
yang sulit untuk dihentikan ,mudah lebam,perubahan warna urin dan
faeses:hematuria/melena.(www.AmericanNurseToday.com.2011)
7. Antithrombotic Agents
Antithrombotic adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukan thrombus yang terutama sering
27
ditemukan pada sistem arteri. Yang termasuk golongan ini adalah: Antikoagulan
injeksi (Heparin).
Heparin adalah mukopolisakarida yang menghambat bekuan darah dengan
mengubah protombin menjadi thrombin, heparin juga menghambat agregasi platelet
oleh thrombin. Kerja heparin berlangsung kira-kira 1,5 sampai 4 jam. Heparin yang
telah disuntikan akan dihancurkan oleh enzim dalam darah yang disebut heparinase.
a. Indikasi : Pencegahan dan pengobatan gangguan thrombo emboli arteri dan vena,
infark miokard akut, arterial fibrilasi dengan emboli, koronari angioplasti.
b. Kontraindikasi: Perdarahan aktif termasuk perdarahan intra cerebral, hipersensitif
heparin/ atau produk daging babi, Heparin Induced Thrombocitopenia (HIT) dan
gagal ginjal.
c. Efek samping : Perdarahan, alergi, Heparin Induced Thrombocitopenia (HIT)
d. LMWH (Low Moleocular Weight Heparin) :
Enoxaparin(Lovenox),
Dalteparin (Fragmin),
Nadroparin (Fraxiparin),
Synthetic Anti Xa,
Fondaparinux (Arikxtra)
28
C. Konsep Hematemesis Dan Melena
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu penyakit
yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebagian besar pasien
datang dalam keadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam keadaan darurat
yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat.
1. Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam
seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna
bagian atas atau proksimal ligamentum treiz. Perdarahan saluran cerna bagian
atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam
bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar peranum) biasanya beasal
dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses
berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal
(ilieo- caecal). (Djojoningrat,D.,2006)
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam dari saluran cerna bagian
atas dimana darah bercampur dengan asam lambung. Melena adalah
keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran
darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley,
2007). Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut;darah dapat
berasal dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan
(epistaksis, hemoptisis, ektraksi gigi, tonsilektomi).
29
Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah
dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, darah dapat berwarna
merah,coklat atau hitam sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan
dan bergumpal-gumpal, biasanya tercampur sisa makanan dan bereaksi dengan asam.
2. Etiologi
Penyebab saluran cerna bagian atas:
a. Adanya masalah pada mulut, misalnya ada perlukaan pada mulut dan gusi.
b. Adanya masalah pada kerongkongan,misalnya kanker laring.
c. Masalah pada lambung, misalnya erosi pada lambung atau juga karsinoma.
Masalah pada abdomen, misalnya abses atau peradangan ataupun perdarahan.
d. Masalah pada Esofagus, misalnya varises esofagus.
e. Makanan atau minuman yang dapat menyebabkan warna kemerahan
dimuntahan tapi bukan darah misalnya: Pewarna buatan pada makanan dan
minuman.
f. Gangguan pada hepar, misalnya sirosis hepatis, hiprtensi pulmonal atau
hepatitis kronis.
g. Akibat dari konsumsi obat-obatan tertentu, seperti Aspirin dan antikoagulan
lainnya dapat mengurangi kemampuan darah untuk membeku dan
mengakibatkan waktu perdarahan berkepanjangan.
30
3. Patofisiologi (Suratun, 2010)
Defisiensi vitamin dan anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan
penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama Vitamin A, C dan
K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya
sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
Perdarahan Akibat Terapi Antikoagulan: Perdarahan terjadi karena adanya
kelainan pada sistem hemostasis, baik ditentukan atau diperoleh pada saat
dewasa. Kelainan kelainan itu ada yang mempengaruhi protein prokoagulan
plasma, yang berperan pada pembentukan fibrin. Ada yang mengganggu
perbaikan kerusakan vaskuler, mengganggu sistem fibrinolisis atau mengganggu
sistem koagulan (Djumhana, 2009). Kelainan hemostasis yang diturunkan,
terbanyak adalah hemophilia A (defisiensi factor VIII), hemophilia B (defisiensi
factor IX) dan penyakit Von Willebrand. Sementara itu kelainan hemostasis
didapat yang utama adalah efek samping dari penggunaan obat-obat yang meng-
antagonis vitamin K (seperti obat antikoagulan oral: Walfarin dan coumarin) dan
defisinsi vitamin K akibat penyakit liver, di mana hampir semua protein
prokoagulan diproduksi di hati.
31
4. Manifestasi klinik (Doenges,2008)
a. Sirkulasi
Gejala: Hipotensi takikardia, Nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat,
warna kulit pucat: Sianosis ,, kelembaban kulit/ membran mukosa:
berkeringat.
b. Eliminasi
Gejala: Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan GI
atau masalah yang berhubungan dengan GI, misal, luka peptic/ gaster,
gastritis, bedah gaster, radiasi area gaster. Perubahan pola defikasi/
karakteristik feses.
Tanda: Nyeri tekan abdomen, distensi. Bunyi usus: Sering hiperaktif selama
perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan warna. Karakter feses; diare, darah
warna gelap, kecoklatan, atau kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau
busuk (steatorea). Kontipasi dapat terjadi.
c. Makanan / Cairan
Gejala: Anoreksia mual/ muntah. Tidak toleran terhadap makanan, makanan
pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus .
d. .Neurosensori
Tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung
tidur, disorientasi/ bingung, pingsan sampai koma .
e. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih;
nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan/ distress
32
samar-samar setelah makan banyak dan hilang dengan makanan (gastritis akut).
f. Faktor pencetus: Makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu
(antibiotic, ibuprofen), stressor psikologis.
5. Diagnosa Keperawatan & Penatalaksanaan (Doengoes, 2002)
a. Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan
perdarahan. Kemungkinan dibuktikan oleh: Hipotensi, tachikardi,
pengisian kapiler lambat, urin pekat/menurun.
Iintervensi mandiri :
Catat karakteristik muntah dan/atau drainase.
Rasional: Membantu dalam membedakan penyebab distress gester.
Awasi tanda vital; bandingkan dengan hasil normal sebelumnya.
Rasional: Perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan
kasar kehilangan darah (mis.TD <90 mm Hg, dan nadi >110 diduga
25% penurunan volume atau kurang lebih 1000ml). Hipotensi
postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi.
Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan.
Misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat,
berkeringat, takipnea, peningkatan suhu.
Ukur CVP, panatau pengeluaran dan pemasukan cairan
Awasi masukan dan haluran dan hubungkan dengan perubahan berat
badan.Ukur kehilangan darah/ cairan melalui muntah, penghisapan
gaster/ lavase.
33
Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi.
Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan.
Observasi perdarahan sekunder. Misalnya hidung/ gusi, perdarahan terus-
menerus dari area suntikan, penampilan ekimosis setelah trauma kecelakaan.
Kolaborasi :
Berikan cairan sesuai indikasi:
Rasional: Penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya
perdarahan transfusi darah dimulai. Kurang lebih 80%-90% perdarahan gaster
dikontrol oleh resusitasi cairan dan manajemen medik.
- Berikan darah lengkap segar (fresh blood)/ kemasan sel darah merah (PRC).
Rasional: Darah lengkap segar diindikasikan untuk perdarahan akut (dengan
syok), karena darah simpanan dapat kekurangan faktor pembekuan.
Kemasan sel mungkin adekuat untuk pasien stabil dengan perdarahan
subakut/ kronis dan diperlakukan untuk pasien dengan gagal jantung kronis
untuk mencegah kelebihan cairan
- Plasma beku segar (FFP) dan/ atau trombosit.
Rasional: Faktor pembekuan/ komponen penipisan oleh 2 mekanisme
kehilangan perdarahan dan proses pembekuan pada sisi perdarahan. FFP
adalah sumber baik faktor pembekuan. Penggantian trombosit dapat
merangsang pembentukan trombosit pada sisi cedera.
Masukan/ pertahankan selang NGT pada perdarahan akut.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk menghentikan sekresi iritan gaster,
darah, dan bekuan; menurunkan mual/ muntah; dan memudahkan endoskopi
34
diagnostic. Catatan: darah dalam gaster/ usus akan dipecahkan menjadi ammonia,
yang dapat menghasilkan efek toksis pada sistem saraf pusat. Misalnya ensefalopati.
Lakukan lavase gaster dengan cairan garam faal atau dengan suhu ruangan
sampai cairan aspirasi merah muda bening atau jernih dan bebas bekuan.
Rangsang penghisapan gaster perlahan dengan infus cairan garam faal kontinu
melalui selang udara dari selang lain dapat juga digunakan.
Rasional: Mendorong keluar/ pemecahan bekuan dan dapat menurunkan
perdarahan dengan vasokonstriksi local. Catatan: penelitian saat ini menduga
bahwa cairan garam faal es tidak efektif lagi dan cairan suhu ruangan dalam
pengontrolan perdarahan, dan ini dengan nyata merusak mukosa gaster karena
penurunan suhu inti pasien, dimana dapat memperpanjang perdarahan dengan
menghambat fungsi trombosit.
Berikan obat sesuai indikasi:
- Simetidin (Tagament); ranitidine (Zantac); famotidine (Pepcid); nizatidin
(Axid).Omeprazol (Prilosec);
- Antasida: misalnya Amphojel, Maalox, Mylanta, Riopan.
- Vasopressin (Pitresin),Vitamin K (AquaMephyton)
Rasional: Meningkatkan sintesis hepatic faktor koagulasi untuk mendukung
pembekuan. Catatan: Absorpsi vitamin K dapat diturunkan oleh penggunaan
sulklralfat.
35
Awasi pemeriksaan laboratorium, misal:
- Hb/Ht, PT/ INR,Rasional: Alat untuk menentukan kebutuhan penggantian
darah dan mengawasi keefektifan terapi.
- BUN/ kadar kreatinin,Rasional: BUN > 40 dengan kadar kreatinin normal menunjukkan perdarahan
mayor. BUN harus kembali ke kadar normal pasien kurang lebih 12 jam
setelah perdarahan berhenti.
-
b. Gangguan Perfusi Jaringan
Hasil yang diharapkan: Mempertahankan perfusi jaringan dengan bukti: tanda
vital stabil, kulit hangat, nadi perifer teraba, AGD dalam batas normal, keluaran
urin adekuat.
Tindakan/ intervensi mandiri:
Awasi tingkat kesadaran, keluhan pusing, sakit kepala.
Rasional: Perubahan dapat menunjukan ketidakadekuatan perfusi serebral
sebagai akibat tekanan darah arterial.
Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan
perifer lemah. Rasional: Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap
respon penurunan volume sirkulasi dan/ dapat terjadi sebagai efeksamping
pemberian vasopressin.
Catat haluaran urin dan berat jenis.
Rasional: Penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemia/ gagal
ginjal dimanifestasikan dengan penurunan keluaran urin
36
c. Nyeri, akut/ kronis dapat dihubungkan dengan: luka bakar kimia pada mukosa
gaster, rongga oral. Respons fisik, misal refleks spasme otot pada dinding perut.
Kemungkinan dibuktikan oleh: mengkomunikasikan gambaran nyeri. Berhati-
hati dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut. Respon autonomik,
misal perubahan tanda vital (nyeri akut).
Intervensi mandiri:
Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).
Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Catat petunjuk nyeri non-verbal, seperti berhati-hati dengan abdomen,
takikardi, berkeringat. Selidiki ketidaksesuaian antara petunjuk verbal dan
non-verbal.
Rasional: Petunjuk non-verbal dapat berupa fisiologis dan psikologis dan
dapat digunakan dalam menghubungkan petunjuk verbal mengidentifikasi
luas/beratnya masalah.
Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien.
Rasional: Makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan
kandungan gaster. Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.
Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Rasional: Makanan khusus yang menyebabkan distress bermacam-macam
antara individu. Penelitian menunjukkan merica berbahaya dan kopi
(termasuk dekafein) dapat menimbulkan dispepsia.
37
Intervensi kolaborasi :
Berikan dan lakukan perubahan diet, Rasional: pasien mungkin dipuasakan
dulu.
Gunakan susu biasa daripada susu skim, bila susu dimungkinkan.Rasional:
Lemak pada susu dapat menurunkan sekresi gaster, namun kalsium dan
kandungan protein (khususnya susu skim) meningkatkannya.
Antasida.Rasional: Menurunkan keasaman gaster dengan absorpsi atau dengan
menetralisir kimia.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang proses penyakit, pr
Bantu pasien untuk mengidentifikasi hubungan masukan makanan dan
pencetus/ hilangnya nyeri epigastrik, termasuk menghindari iritan gaster.
Anjurkan makan sedikit tapi sering/ makanan kecil, mengunyah makanan
dengan perlahan, makan pada waktu yang teratur, dan menghindari makan
“banyak”.
Rasional: Sering makan mempertahankan netralisasi HCI, melarutkan isi
lambung pada kerja minimal asam mukosa lambung. Makan sedikit
mencegah distensi gaster yang berlebihan.
Dorong pasien untuk menginformasikan semua pemberian asuhan tentang
riwayat perdarahan..
Pada pasien yang menggunakan penggunaan vitamin antagonis , seperti
warfarin, namun ternyata, pemberian vitamin K antagonis bisa
38
meningkatkan resiko dan menyababkan perdarahan. Pada kasus kasus seperti ini
perlu membalikkan efek antikoagulan dengan cara :
- Menghentikan terapi antikoagulan. Tapi ini perlu waktu, sebab efek
antikoagulan baru menghilang setelah beberapa hari pemberian vitamin K
antagonis dihentikan.
- Memberikan terapi vitamin K (baik oral maupun intravena). Tapi vitamin K
tidak juga begitu efektif, jika digunakan secara oral, butuh waktu sampai 1
hari agar efeknya terasa. Sedangkan, pemberian secara intravena, butuh
waktu 4-6 jam. Jadi tidak berguna pada kasus perdarahan hebat.Cara lain
yakni dengan pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP). (Djumhana & Aru
W.2009)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
b. Scintigraphy dan angiografi
c. Helical CT-angiografi. Dapat mendeteksi angidisplasia. Divertikulum
Meckel..
d. Pemeriksaan radiografi lainnya. Enema barium .
e. Pembedahan
7. Hasil Penelitian Terkait
Perdarahan merupakan komplikasi terbanyak dari penggunaan terapi
antikoagulan antagonis vitamin K (contoh:warfarin) yang perlu menjadi
39
perhatian utama baik bagi dokter maupun pasien. Laporan mengenai angka kejadian
perdarahan pada individu yang mendapatkan terapi antikoagulan sangat beragam.
Hal ini menggambarkan adanya perbedaan dalam mengambil referensi mengenai
kejadian perdarahan maupun studi yang digunakan.
a. Angka kejadian pada terapi warfarin berdasarkan studi prospektif
(G.Palareti.2011) adalah sebanyak:
0,1–1.0% pada perdarahan fatal.
0,5 – 6,5 % pada perdarahan mayor dan 6.2 – 21.8% pada perdarahan minor.
Resiko absolut bervariasi antara 0 – 0.25% per tahun pada perdarahan fatal
dan 0.32 – 2.1% per tahun untuk komplikasi perdarahan mayor.
b. Salah satu penyebab tejadinya hematemesis melena adalah karena antikoagulan
oral seperti karena pemberian walfarin,resiko perdarahan diperkirakan 2,3-4,9
kali lebih tinggi daripada pasien tidak mendapatkan antikoagulan (Albeldawi et
all, 2010).
c. Penelitian yang dilakukan oleh Nekkanti et all, 2012 mengenai prediktor
perdarahan yang disebabkan karena walfarin di unit kardiologi di India Selatan
adalah wanita, lama rawat, jumlah medikasi, obat-obat seperti clopidogrel,
aspirin, heparin dan faktor komorbid lain seperti merokok, alkohol dan
hipertensi.
40
8. Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian
perdarahan dengan terapi antikoagulan (walfarin):
a. Usia
Insiden terjadinya perdarahan gastrointestinal meningkat seiring dengan
pertambahan usia, hal ini dikarenakan semakin tua kondisi seseorang
semakin besar resiko timbulnya divertikulosis, keganasan, angiodisplasia,
dan gangguan kesehatan lainnya. Studi observasi melaporkan rata-rata
kejadian 0,64 % mengalami perdarahan fatal pada usia lebih dari 69 tahun,
dan 0,6 % pada usia kurang dari 40 tahun.
b. Adanya penyakit penyerta serta penggunaan obat-obatan.
Beberapa data menunjukkan resiko perdarahan lebih tinggi terjadi pada
indikasi penggunaan antikoagulan untuk penyakit arterial. Tingginya insiden
perdarahan mayor (3,9% pasien/thn) ditemukan pada pasien usia tua dengan
stroke iskemik pada bulan-bulan pertama terapi. Adanya penyakit penyerta
yang telah ada sebelumnya atau yang muncul saat terapi diberikan
meningkatkan resiko terjadinya perdarahan. Riwayat perdarahan
gastrointestinal merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan selama
penggunaan terapi antikoagulan, walaupun tidak ditemukan luka peptikum
sebelumnya
Banyak pasien usia tua yang mendapatkan beragam terapi termasuk
antikoagulan. Dua penelitian meta analisis menunjukkan peningkatan resiko
perdarahan mayor apabila warfarin dikombinasikan dengan aspirin.
41
Resiko terjadinya perdarahan saluran cerna atas meningkat apabila pasien
mendapatkan terapi warfarin yang dikombinasikan dengan aspirin atau
clopidogrel.Kombinasi warfarin dengan obat antiinflamasi nonsteroid juga
menunjukkan tingginya resiko hospitalisasi akibat perdarahan gastrointestinal.
Adanya lesi atau injuri pada saluran gastrointestinal, saluran genitourinaria, maupun
jaringan lunak terdeteksi sebanyak 42% pada pasien dengan perdarahan mayor.
c. Intensitas pemakaian antikoagulan.
Beberapa percoabaan eksperimental menunjukan hubungan yang bermakna
antara intensitas pemakaian antikoagulan dengan resiko perdarahan. Timbulnya
perdarahan terendah ditemukan pada rentang INR 2,0-2.9 yaitu sebanyak 4,8 %
pasien/tahun, kejadian ini meningkat pada INR > 4.5. Tingginya frekuensi
perdarahan pada awal terapi penggunaan antikoagulan terutama pada 90 hari
pertama telah dilaporkan pada berbagai penelitian. Beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya hal ini antara lain penggunaan antikoagulan dapat
mencederai luka-luka yang tersembunyi, penyesuaian terapi pada awal terapi
seringkali kurang diperhitungkan dengan baik.
d. Kualitas pengawasan yang tersedia
Tolak ukur yang digunakan untuk mengevaluasi monitoring antikoagulan adalah
dengan menghitung rentang waktu terapeutik yang diperlukan.Hubungan antara
kejadian perdarahan atau tromboemboli dengan rentang waktu terapeutik telah
42
dilaporkan dalam banyak penelitian. Kualitas pengawasan antikoagulan dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
- Penggunaan antikoagulan yang waktu paruhnya panjang dibandingkan dengan
antikoagulan dengan waktu paruh pendek.
- Ketidakcukupan informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien.
e. Genetik
Terdapat beberapa gen yang berhubungan dengan metabolism.Perubahan
Beberapa enzim iniMenjadifaktor yang bertanggung jawab terhadap variasi akn
kebutuhan dosis individu warfarin yang dapat memicu kodisi overdosis warfarin
maupun meningkatkan rsiko perdarahan
f. Interaksi Antikoagulan dengan Obat Herbal
Gingseng,harus hati hati bila digunakan bersama dengan obat
antikoagulan oral,menimbukan resiko perdarahan.
Garlic.mempunyai efek antikoagulan,hati hati bila diberika
bersama dengan obat antikoagulan.
Ginkgo biloba.Aktivitas farmakologi ginko biloba didasarkan
pada kemampuannya sebagai antioksidan dan inhibitor agregasi
platelet,digunakan untuk meningkatkan fungsi kognitif dan aliran
darah.Dilaporkan ada efek samping perdararahan spontan karena pemakaian
ginkgo biloba,hati hati interaksi dengan obat antikoagulan oral.dapat
menimbulkan perdarahan.
43
Skema : Kerangka Teori Penelitian
CHF
Komplikasi:
Atrial Fibrilasi
Aritmia Ventrikel
Stroke dan tromboemboli
Terapi Medis
Faktor yang mempengaruhi: Genetic Obat NSAID Pemberian antikoagulan
oral pada pasien CHF Usia lanjut Pengetahuantentang terapi
antikoagulan Kepatuhan Penyakit penyerta Lamanya pemberian obat
Asuhan Keperawatan
Hematemesis
Melena
Pengkajian:
Riwayat peny.
Riwayat
Pemeriksaan
fisik
Intervensi: Penkes
Diagnosis:
Resiko perda rahan
44
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN
DEFINISI OPERASIONAL
Pada bab ini akan dijelaskan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan
definisi operasional. Kerangka konsep penelitian diperlukan sebagai landasan
berpikir dalam melaksanakan suatu penelitian yang dikembangkan dari tinjauan teori
yang telah dibahas sebelumnya sehingga mudah dipahami dan dapat menjadi acuan
dalam melaksanakan penelitian. Gambaran penelitian mengenai variabel-variabel
dapat diperoleh melalui kerangka konsep. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang
merupakan jawaban sementara peneliti melalui penelitian. Definisi operasional
adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari variabel yang diteliti
untuk memperjelas maksud dari suatu penelitian yang dilakukan.
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep akan menjelaskan tentang variabel-variabel yang dapat diukur
dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas (independent variabel)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: Lama pemakaian obat antikoagulan
oral, usia, pengetahuan, penyakit penyerta pada pasien CHF.
45
2. Variabel terikat (dependent variabel)
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian hematemesis melena.
Kerangka Konsep dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Independen (varivel bebas /resiko) Variabel Dependen (efek)
Pemberian antikoagulan oral pada pasien CHF:
Lama pemakaian obat antikoagulan. Usia Pengetahuan tentang terapi antikoagulan Penyakit penyerta Lamanya pemberian obat antikoagulan
Hematemesis
Melena
Karakteristik demografi: Pendidikan Pekerjaan
46
B. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2011).
Hipotesis dalam penelitian ;
1. Ada hubungan antara lama pemberian obat antikoagulan oral pada pasien CHF
dengan kejadian hematemesis melena di ruang IWM RSPJNHK 2013.
2. Ada hubungan antara usia pada pasien CHF yang diberikan terapi antikoagulan
oral dengan kejadian hematemesis melena di ruang IWM RSPJNHK tahun 2013.
3. Ada hubungan antara pengetahuan pasien CHF yang diberikan terapi anti
koagulan oral dengan kejadian hematemesis melena di ruang IWM RSPJNHK
2013.
4. Ada hubungan antara penyakit penyerta pada pasien CHF yang diberikan anti
koagulan oral dengan kejadian hematemesis melena di ruang IWM RSPJNHK
2013.
47
C. Definisi Operasional
1. Variabel Independen
2. Variabel Dependen
No Variabel Definsi operasional Cara ukur Hasil Ukur Skala ukur
1 Hematemesis & melena
Adanya darah dalam feses(feses berwarna hitam/seperti kopi),atau muntah darah yang warna coklat atau merah.
Observasi
1= Ya ,bilaterjadi 2 =bila tidakterjadi.
Nominal
N Variabel Definis Operasioanal Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1 Lama pemakaian obat
Rentang waktu yang telah dihabiskan oleh pasien dalam menggunakan obat.
Kuisener
1.≤ 1bln
2.≥1bulan
ordinal
2. Usia Lama waktu hidup sejak dilahirkan sampai saat ini hidup.
Kusioner/ obsevasi.
1.Dewasa apabila usia <59 tahun 2. Lanjut usia apabila usia > 60 tahun
ordinall
3. Pengetahuan tentang obat antikoagulan
Pengetahuan merupakan tingkat pemahaman responden tentang pemberian terapi ntikoagulan,termasuk efek samping dan hal hal yang harus diperhatikan.dan pengalaman,melalui elektronik, petugas kesehatan tentang pemakaian antikoagulan.
Menggunakan Kuesioner,de ngan skor1 bila jawaban benar, 0 bila jawaban salah.
1 = pengetahuan kurang 2.pengetahuan baik
Ordinal
4. Penyakit penyerta
Penyakit yang meningkatkan kejadian perdarahan:gastritis,ulkus
Kuesioner
1 = Ya, bila disertai
penyakit penyerta,
2.tidak.bila tidak disertai penyakit penyerta.
Nominal
48
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian adalah untuk memahami dan memecahkan masalah secara ilmiah,
sistematis dan logis. Di dalam penelitian ini menggunakan desain deskriptif
dengan pendekatan “Cross Sectional” yaitu merupakan rancangan penelitian
dengan melakukan pengamatan atau pengumpulan data variabel dependen dan
variabel independen dilakukan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo,
2005). Pada penelitian ini variabel bebas yaitu lama pemakaian obat
antikoagulan,usia,pengetahuan,dan penyakit penyerta pada pasien CHF yang
diberikan antikoagulan dan variabel terikatnya yaitu hematemesis melena.
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang Intermediate Medikal (IWM) Rumah Sakit
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta pada minggu ke tigabulan januari-
minggu pertam -Februari tahun 2013.
C. Populasi Dan Sampel
Populasi Penelitian
Populasi adalah sejumlah subjek yang mempunyai karakteristik tertentu
(Sastroasmoro dan Ismail 2002), populasi dalam penelitian ini adalah
Pasien yang masuk ke IWM RSJHK dengan didiagnosa CHF yang
49
mendapat terapi antikoagulan oral terjadi hematemesis melena dan tidak terjadi
hematemesisi melena.
D. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga
dianggap mewakili populasinya.( Sastroasmoro & Ismail 2002).Dalam penelitian
ini pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling yang
mengambil sampel tidak secara acak terhadap pasien CHF yang mendapat terapi
antikoagulan,tetapi berdasarkan kriteria tertentu dari populasi.Adapun kriteriaa
sampel yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Pasien masuk atau yang di rawat diRuang IWM RSPJNHK
dengan diagnosis CHF dengan komplikasi.
2. Pasien yang diberikan terapi antikoagulan oral terjadi hematemesis melena
dan tidak terjadi hematemesis melena.
3. Pasien yang sedang kondisi hemodinamik stabil( tidak sesak,tidak sedang
terjadi perdarahan masif.
4. Bersedia menjadi responden
5. Usia ≤ 59 tahun - ≥ 60 tahun.
Rata-rata pasien masuk ke Ruang IWM dengan diagnosis CHF dan
mendapat anti koagulan dan terjadi hematemesis melena pada tahun 2012
bulan November – Desember 43 orang. Maka besarnya sampel yang
dibutuhkan dihitung berdasarkan rumus perhitungan sampel menurut
50
Notoatmodjo (2005) untuk populasi kurang dari 10.000 yang digunakan adalah:
n = __ N_____
1+ N (d)2
Dimana :
n : Jumlah sampel
N : Jumlahpopulasi (43)
d : Penyimpangan populasi/ derajat ketepatan (0,1)
Jadi
43 n = 1 + 43 (0,1)2
43 =
1,4
= 30,7148 dibulatkan menjadi 31 orang
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur nilai variabel.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini kuesioner yang
berisi pertanyaan yang berhubungan dengan variabel indevenden.sumber data
51
berasal dari data primer maupun data sekunder.data primer berasal dari wawancara
dengan pasien CHF yang mendapat terapi antikoagulan baik terjadi melena ataupun
tidak terjadi melena. dengan berpedoman pada pertanyaan yang ada dalam
kuisioner.Sedangkan data sekunder diperoleh dari catatan medis rumah sakit.
Sebelum melakukan penelitian dilakukan uji instrument lebih dahulu dengan
melakukan uji validitas dan reabilitas instrument ( kuisioner). Untuk mengetahui
validitas suatu intrumen dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor
masing-masing variabel dengan skor totalnya.pertanyaan dikatakan valid bila skor
variabel tersebut berkoreasi secara signifikan dengan skor totalnya, tehnik korelasi
yang digunakan korelasi Pearson Product moment.
Keputusan uji: bila r hitung lebih besar dari r table = Ho di tolak, artinya variabel
(kusioner) valid. Bila r hitung lebih kecil dari r table = Ho gagal ditolak artinya
variabel tidak valid. (Harsono, 2007).
Proses pengambilan data untuk uji validitas dan reabilitas berlangsung dari minggu
kedua sampai minggu ketiga januari 2013. Uji instrument dilakukan dengan
mengambil sampel 10 pasien di luar pasien penelitian, dengan kriteria yang sama
dengan sampel penelitian, yang diperoleh dari ruang IWM RSJHK Jakarta. Maka
df=10-2=8.Pada tingkat kemaknaan 5 % didapat r tabel 0,0,632,maka dapat
disimpulkan bahwa r hitung lebih besar dari r tabel,artinya seluruh pertanyaan
valid.dengan crombach alpha adalah 0.964. Maka pertanyaaan kuisioner tersebut
dinyatakan reliable dan layak untuk disebarkan.
52
Rincian kuisioner ini berisi tentang :
1. Karakteristik data demografi responden yaitu: umur, pendidikan dan pekerjaan.
2. Kuisioner tentang lamanya pemakaian obat antikoagulan oral .
3. Kuisioner tentang pengetahuan obat antikoagulan
4. Kuisioner tentang penyakit penyerta seperti adanya penyakit (gastritis),
(ulkus), dengan cara memilih ( √ ) pada kolom yang sudah tersedia
F. Pengumpulan Data
1. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner
dan lembar observasi yang memuat beberapa pertanyaan yang dirancang oleh
peneliti yang mengacu pada study kepustakaan dan kerangka konsep yang
telah di buat dan dikonsulkan terlebih dahulu kepada pebimbing.
Kuisioner digunakan sebagai alat pengumpul data, lama pemakaian obat
antikoagulan ,usia,pengetahuan dan penyakit penyerta.
2. Cara pengumpulan data.
Cara pengumpulan data dilakukan di tempat penelitian dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Mengajukan surat ijin dan proposal kapada pihak Rumah Sakit Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
b. Setelah mendapatkan ijin dari rumah sakit, peneliti melakukankoordinasi
dengan penanggung jawab ruang IWM Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
53
c. Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur penelitian kepada pasien
kemudian setelah memahami penjelasan dari peneliti, pasien yang setuju
berpartisipasi dengan penelitian akan menerima lembar inform consent dan
menandatanganinya.
d. Pasien kemudian mengisi kuesioner sesuai dengan pertanyaan secara
menyeluruh dengan jawaban yang sudah disediakan dalam kolom.
e. Kuesioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan untuk dianalisis.
G. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan proposal penelitian kepada
institusi UMJ, setelah disetujui peneliti mengajukan permohonan ijin kepada
Direktur RSJHK Jakarta dan pihak pihak terkait untuk mendapatkan penelitian.
Selanjutnya kuisioner dikirim ke subyek yang diteliti dengan menekankan pada
masalah etika penelitian sebagai berikut ;
1. Memperkenalkan diri kepada pasien, kemudian memberikan penjelasan
kepada pasien tentang penelitian yang akan dilakukan, jika ikut serta dalam
penelitian, pasien harus menandatangi lembar persetujuan ( informed
consent) dan jika pasien menolak (right to self determination) maka peneliti
tidak boleh memaksa dan tetap menghormati haknya (right in fair treatment).
Pasien dapat mengakhiri keikut sertaannya dalam penelitian setiap saat
penelitian ini berjalan.
2. Menjaga kerahasiaan identitas pasien (right of privacy), peneliti tidak
mencantumkan nama subjek pada lembar kuisioner yang diisi oleh subjek,
lembar tersebut hanya diberi inisial atau kode.
54
3. Menjaga kerahasiaan informasi yang telah diberikan oleh pasien data tertentu
yang akan dilaporkan pada hasil riset
H. Pengolahan Data
Setelah peneliti mendapatkan data maka dilakukan tahapan sebagai berikut :
1. Editing yaitu pengolahan data awal dimulai dari pemeriksaan data dari
lapangan, kemudian diseleksi kelayakannya artinya data kuesioner telah
terisi semua, relevan dan dapat dibaca dengan baik.
2. Coding yaitu melakukan pengkodean dengan memberikan nomer pada
masing-masing kuesioner sebelum dimasukan dan diolah ke dalam
komputer.
3. Entry data ke dalam komputer menggunakan SPSS19
4. Cleaning yaitu pembersihan data dilakukan dengan menyusun tabel frekuensi
untuk memeriksa konsistensi variabel satu dengan yang lainnya, terutama
untuk data yang berhubungan.
I. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Dilakukan dengan mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti.
Variabel independen :lama pemakaian obat antikoagulan, umur, pengetahuan,
penyakit penyerta dan variabel dependen yaitu hematemesis melena.dan
langsung disesuaikan dalam bentuk tabel. Analisis ini dilakukan dengan
55
menghitung distribusi dan persentase dari tiap variabel. Adapun tujuannya adalah
untuk melihat gambaran variabel secara keseluruhan.
b. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel
(variabel independen dan dependen) yaitu hubungan pemberian terapi
antikogulanoral pada pasien CHF di Ruang Intermediate dengan variabel dependen
yaitu hematemesis melena yang dianalisis dengan uji Chi-Square dengan derajat
kepercayaan 95 %. Hasil perhitungan statistik dapat menunjukan ada tidaknya
hubungan yang signifikan antaran variabel terkait, yaitu dengan nilai p. Bila hasil
perhitungan statistk diperoleh p < 0,05 Ho ditolak, artinya bermakna atau ada
hubungan yang signifikan antar variabel independen dan dependen. Sebaliknya
bila hasil perhitungan statistik nilai p > 0,05 Ho gagal ditolak, artinya
perhitungan tidak bermakna atau tidak ada hubungan antar dua variabel. Uji
statistik dengan rumus Chi-Square adalah sebagai berikut :(Sutanto,P.2006)
(AD-BC)2
X2 = N
(A+C)(B+D)(A+B)(C+D)
Keterangan:
X2 = Statistik X2
N = Jumlah sample penelitian
AD = Jumlahsubjek yang mengalamiperubahan
BC = Jumlah yang tidak mengalami perubahan tetap
56
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang dilaksanaka pada tanggal
6-28 bulan Februari 2013, yang meliputi hasil Analisa Univariat dan Bivariat yang
menyatakan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
A. Analisa Univariate
Dalam analisa Univariat ini menjelaskan secara deskiptif mengenai distribusi
frekuensi penelitian yang terdiri dari karakteristik demografi pasien meliputi usia,
pendidikan, pekerjaan, variabel independen: di antaranya , lama pemakaian obat,
usia, pengetahuan, penyakit penyerta dan Variabel dependen adalah kejadian
kematemsis melena. Hasil pengumpulan data sesuai dengan variabel penelitian.
Data ini akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
Tabel 5. 1
Distribusi Karakteristik Demografi Pasien CHF yang mendapat pemakaian terapi antikoagulan di Ruang IWM RSJHK tahun 2013
NO
Variabel
Kategori Frekuensi Persentase
1 Usia
≤ 59 tahun ≥ 60 tahun
16
15
51,6%
48.4% 2
Pendidikan
Pendidikan rendah Pendidikan tinggi
21
10
67,7%
32,3% 4
Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja
16
15
51,6%
48,4
57
1. Distribusi Pasien Berdasarkan Data Demografi
a. Usia
Dari tabel distribusi diatas dapat dilihat bahwa karakteristik pasien CHF
dengan terapi antikoagulan menurut usia terbanyak adalah kelompok usia ≤
59 tahun sebanyak 16 pasien ( 51,6 % ) dan kelompok usia pasien ≥ 60 tahun
sebanyak 15 orang (48,4 % ).
b. Pendidikan
Dari tabel distribusi frekuensi menurut pendidikan pasien CHF dengan terapi
antikoagulan terbanyak adalah berpendidikan rendah (Tidak sekolah, SD,
SLTP, SLTA) yaitu sebanyak 21 pasien (67,7 %) dan kelompok pendidikan
tinggi (PT) sebanyak10 pasien (32,3%).
c. Pekerjaan
Dari tabel distribusi berdasarkan pekerjaan pasien, menunjukan bahwa data
terbanyak adalah tidak bekerja sebanyak 16 pasien (51,6 %) dan pasien
yang bebekerja sebanyak 15 pasien (48,4%)
58
Tabel 5. 2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan variabel: lama pemakian terapi antikoagulan
oral, pengetahuan, penyakit penyerta dan kejadian hemtemesis melena di ruang
IWM RSPJNHK tahun2012
NO Variabel Kategori Frekuensi Presentase
1 Lama pemakain terapi
antikoagulan
≤ 1bulan ≥ 1bulan
20 11
64,5% 35,5%
2 Pengetahuan Baik Kurang
19 12
61,39 38,7%
4 Penyakit penyerta
Tidak Ya
20 11
64,5% 35,5%
5 Kejadian hematemesis
melena
Tidak Ya
19 12
61,3% 38,7,%
2. Variabel Independen dan dependen berdasarkan distribusi frekuensi
a. Lama pemakai antikoagulan
Dari tabel distribusi frekuensi di atas mengambarkan bahwa berdasarkan
lama waktu pemakaian terapi antikoagulan pada paien CHF. Didapatkan data
terbanyak adalah dengan lama waktu ≤ 1 bulan dengan jumlah 20 orang
(64,5%) dan yang lama pemakaian terapi antikoagulan lebih dari ≥1 bulan
sebanyak 11 orang ( 35,5 % ).
b. Pengetahuan
Dari tabel distribisi frekuensi di atas menggambarkan bahwa berdasakan
variable berdasrkan tingkat pengetahuan pasien CHF yang menggunakan
terapi antikoagulan di Ruang IWM RSJHK 2013.
59
Didapatkan pengetahuan pasien terbanyak adalah baik yaitu 19 orang (61,3% ) dan
pegetahuan kurang sebanyak 12 orang ( 38,7% ).
c. Penyakit penyerta
Dari tabel distribusi frekuensi pasien CHF yang mendapat terapi antikoagulan
oral dengan penyakit penyerta di Ruang IWM RSJHK 2013.
Didapatkan data terbanyak adalah tidak mempunyai penyakit penyerta sebanyak
20 orang (64,5% ) dan yang mempunyai penyakit (gastritis 9 orang,ulkus
peptikum2 orang) sebanyak 11 orang (35,5 % ).
d. Kejadian hematemesis melena
Dari tabel distribusi frekuensi di atas pasien CHF dengan terapi antikoagulan dan
kejadian kejadian hematemsis melena di Ruang IWM RSJHK 2013
Didapatkan hasil terbanyak adalah tidak kejadian hematemesis melena sebanyak
19 orang ( 61,3% ) dan terjadi hematemesis melena sebanyak 12 orang (38,7% ).
B. Analisa Bivariat
Untuk mengetahui analisa hubungan antara variabel independen dan dependen ,
maka analisa dilanjutkan pada tingkat Bivariat. Dengan menggunakan uji
statistic Kai Kuadrat (Chi- Squere ).Variabel indepenen terdiri dari: lama
pemakian obat, usia, pengetahuan, penyakit penyerta pada pemberian terapi
antikoagulan pada paien CHF dengan kejadian hematemsis melena di ruang
IWM RSJHK 2013.
60
Hasil pengumpulan data sesuai dengan variabel penelitian akan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi crosstabs ( uji kai kuadrat/ chi- squere)
Tabel 5.3
Distribusi Pasien CHF Berdasarkan: lama pemakian obat antikoagulan oral
usia, pengetahuan, penyakit penyerta yang berhubungan dengan kejadian
hematemsis melena di ruang IWM RSJHK 2013
Variabel
Kejadian hematemesis melena TOTAL
OR 95% CI
P Value Tidak Ya
N % N % N % Lama pemakaian obat ≤ 1bulan ≥ 1bulan
16 3
80,0% 27,3%
4 8
20,0% 72,7%
20 11
100 100
10,667
1,909-
59,615)
0,012
Pengetahuan baik kurang baik
15 4
78,9% 33,3%
4 8
21,1% 66,7%
19 12
100 100
7,500
1,469- 38,280
0,015
Usia ≤ 59tahun ≥60tahun
9 10
56,3% 66,7%
7 5
43,8% 33,3%
16 15
100 100
0,643
0,149-2,765
0,411
Penyakit penyerta Tidak Ya
15 4
75,0% 36,4%
5 7
25,0% 63,6%
20 11
100 100
5,250
1,069-25,789
0,042
1. Hubungan antara lama pemakaian terapi antikoagulan pada paien CHF
dengan dengan kejadian hematemsis melena di ruang IWM RSJHK 2013.
Hubungan antara variable lama pemakai obat dengan kejadian hematemesis
melena didapatkan pasien yang lama pemakaian obat kurang dari ≤ 1bulan dan
tidak terjadi hemetemesis melena sebanyak 16 orang (80%) dan yang lama
pemakian obat ≤ 1 bulan terjadi hemtemsis melena sebanyak 4 orang (20.0 %),
sedangkan pasien yang lama pemakian ≥ 1 bulan dan tidak terjadi
hemetemesis melena sebanyak 3 orang (27,3 %) dan yang lama pemakian obat ≥
1 bulan dan terjadi hematemesis melena sebanyak 8 orang (72,7 % )
61
Hasil uji statistik diperoleh P Value 0,012. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara lama pemakaian obat dengan kejadain hematemsis
melena, didapatkan data odds ratio sebesar 10,667 artinya bahwa pasien yang
pemakian obatnya ≤ 1 bulan mempunyai peluang 10,667 kali untuk tidak terjadi
hematemesis melena dibandingkan pasien yang pemakaian obatnya ≥ 1bulan.
2. Hubungan antara pengetahuan terapi antikoagulan pada paien CHF
dengan kejadian hematemsis melena di ruang IWM RSJHK 2013.
Hubungan antara variable pengetahuan dengan hematemesis melena didapatkan
pasien yang pengetahuan baik dan tidak terjadi hemetemesis melena sebanyak
15 orang (78,9%) dan yang pengetahuan baik dan terjadi hemtemsis melena
sebanyak 4 orang (21,1%), sedangkan pasien yang pengetahuan kurang baik dan
tidak terjadi hemetemesis melena sebanyak 4 orang (33,3 %) dan yang
pengetahun tidak baik dan terjadi hematemesis melena sebanyak 8 orang (66,7
%).
Hasil uji statistik diperoleh P Value 0,015, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadain
hematemsis melena, didapatkan data odds ratio sebesar 7,500 ini artinya bahwa
pasien yang pengetahuan baik mempunyai peluang 7,500 kali untuk tidak terjadi
hematemesis melena dibandingkan pasien yang pengetahuan kurang baik.
62
3. Hubungan antara usia dengan terapi antikoagulan pada paien CHF
terhadap kejadian hematemsis melena di ruang IWM RSJHK 2013.
Hubungan antara variable usia dengan hematemesis melena didapatkan pasien
yang usia ≤ 59 tahun dan tidak terjadi hemetemesis melena sebanyak 9 orang
(56,30%) dan yang terjadi hematemesis melena sebanyak 7 orang (43,8 %)
sedangkan yang usiar ≥ 60 tahun dan tidak terjadi hematemesis melena sebanyak
10 orang (66,7%) dan yang terjadi hematemesis melena adalah 5 orang (33,3 %) .
Hasil uji statistic diperoleh P Value 0,411,maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara usia dengan kejadain hematemsis melena, didapatkan
data odds ratio sebesar 0,643, artinya usia ≤ 59 tahun mempunyai peluang 0,643
kali untuk tidak terjadi hematemesis melena, dibandingkan dengan usia ≥ 60
tahun.
4. Hubungan antara penyakit penyerta terapi antikoagulan pada paien CHF
dengan dengan kejadian hematemsis melena di ruang IWM RSJHK 2012.
Hubungan antara variable penyakit penyerta pada pasien CHF yang mendapat
terapi antikoagulan dengankejadian hematemesis melena. Didapatkan pasien
yang dengan tidak ada penyakit penyerta dan tidak terjadi hemetemesis melena
sebanyak 15 orang (75,0%) dan yang tidak dengan penyakit penyerta dan terjadi
hemtemsis melena sebanyak 5 orang (25,0%), sedangkan responden yang
dengan penyakit penyerta dan tidak terjadi hemetemesis melena sebanyak 4
orang (27,3 %) dan yang dengan penyakit penyerta dan terjaadi hematemesis
melena sebanyak 7 orang (63,6 %).
63
Hasil uji statistik diperoleh P Value 0,042, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang antara penyakit penyerta dengan kejadain hematemsis melena,
didapatkan data odds ratio sebesar 5,250, artinya bahwa pasien yang tidak
mempunyai penyakit penyerta mempunyai peluang 5,250 kali untuk tidak terjadi
hematemesis melena dibandingkan pasien yang dengan penyakit penyerta.
64
BAB VI
PEMBAHASAN
Peneliti akan membahas hasil penelitian tentang hubungan variabel
independen dari pasien CHF yang mendapat terapi antikoagulan yaitu:
umur,lama waktu pemakaian obat antikoagulan,,pengetahuan dan penyakit
penyerta dengan kejadian hematemesis melena di ruang Intermediate Medikal
RSJHK.Jakarta.Januari-februari 2013
A. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari betul masih terdapat beberapa keterbatasan dalam
penelitian ini antara lain:
1. Penelitian ini hanya di lakukan di satu lokasi saja sehingga hasil
penelitian ini belum dapat di generalisasikan.
2. Kondisi kesehatan pasien kadang tidak memungkinkan untuk mengisi
kuisioner walaupun ahirnya mau mengisi,namun mungkin dengan
jawaban yang kurang tepat sehingga mengurangi keakuratan data.
B. Variabel Pasien CHF yang mendapat Terapi Antikoagulan Oral Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Hematemesis Melena
1. Hubungan Umur pasien CHF yang mendapatkan terapi antikoagulan oral
dengan kejadian Hematemesis Melena.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai P value 0,411. Maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur pasien CHF yang
mendapat terapi antikoagulan dengan kejadian hematemesis melana.
70
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini peneliti akan membahas kesimpulan penelitian yang telah dilakukan
serta penulis akan memberikan saran terkait dengan hubungan pemberian
antikoagulan oral pada pasien CHF dengan kejadian hematemesis melena di ruang
Intermediate Medikal Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta.tahun 2013.
A. Kesimpulan
1. Univariate
Karakteristik demografi dari pasien CHF yang menggunakan terapi
antikoagulan oral di Ruang Intremediate Medikal RSJHK usia pasien CHF
terbanyak ≤ 59 tahun yaitu 16 (51 % ) namun usia ≥ 60 tahun juga tidak
jauh berbeda jumlahnya yaitu 15 (48,4 %), pendidikan terbanyak adalah
berpendidikan rendah yaitu 21 (67,7%) dan pekerjaan terbanyak adalah tidak
bekerja.
2. Bivariate
Hasil penelitian yang menyatakan ada hubungan antara pemberian terapi
antikoagulan pada pasien CHF dengan kejadian hematemesis
melenadiperoleh hasil :
DAFTAR PUSTAKA
Aru, W. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V. Jakarta Pusat.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol 2. Jakarta: Penerbit Buku EGC.
Friedel, David. (2008). Initial Management of Acute Upper Gastrointestinal Bleeding:From Initial Evaluation up to Gastrointestinal Endoscopy. The Medical Clinic of North America.
Carpenito. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Christianie dkk. (2008). Kejadian Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki yang Menyebabkan Pasien Usia Lanjut Dirawat di Ruang Perawatan Penyakit Dalam Instalasi Rawat Inap B Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 3, Desember 2008, 138 – 149 (pdf).
Darmojo dkk.. (2004). Buku Ajar Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia.
Doengoes, M. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :EGC.
Garcia, D dkk. (2006). The Risk of Hemorrhage Among Patients with Warfarin-Associated Coagulopathy Free. Journal of The American College of Cardiology.
Hastono, P & Luknis Sabri. (2010). Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali.
Hidayat, A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan danTeknik Analisa Data.. Jakarta: Salemba Medika.
Jones & Bartlett. (2006). 100 Question & Answers About Congestive Heart Failure.
Kozier, B dkk. (2004). Fundamental Of Nursing: Concepts, Process And Practice. New Jersey: Pearson Education.
Landefeld CS & Beyth RJ. (1994). Anticoagulant-related Bleeding: Clinical Epidemiology, Prediction, and Prevention. Ohio: Departement of Medicine, University Hospital Cleveland.
Lemone,at all.(2011),Medical-Surgical Nursing Critical Thinking In Patient Care.
Fifth Edition,New Jersey ISBN
Mc Closkey & Bulechek. (1996). Nursing Interventions Classification. New York: Mosby.
Notoatmodjo,S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Palaretti (2011). Bleeding with Anticoagulant Treatments. Diambil dari scholar.google.co.id/scholar?q=Gi+bleeding+related+antikoagulan&btnG=&hl=en
&as_sdt=0%2C5.
Potter, P.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC.
Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. (2011). The 20th Annual Scientific Meeting of the Indonesian Heart
Putra, S. (2012). Panduan Riset Keperawatan dan Penulisan Ilmiah.D-Medika Jogjakarta: Penerbit IKAPI.
Scottish Intercollegiate Guidelines Network. (2007). Management Of Chronic Heart Failure.
Smeltzer& Bare.(2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Jakarta : EGC.
Suratun, L. (2002). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal, Jakarta: Trans Info Media.
Utama, H. (2012). Diagnosa dan Manajemen Perdarahan Saluran Cerna/ Diagnosis and Management of Gastrointestinal Bleeding.
Association (ASMIHA) :“Menkes: Akses masayrakat terhadap pelayanan kesehatan
jantung meningkat”. Diambil dari http://www.bppsdmk.depkes.go.id. Tanggal 10 Oktober 2012
Artikel Kedokteran. (2009). Anti Koagulan. Diambil dari www.jevuska.com/2009/anticoagulan
Fabian, A. (2008). Gagal Jantung Akut. Diambil dari http://www.dinkesrl.net
Grossman,S,& Brown,D. (2009). Congestive Heart Failure and Pulmonary Edema. Diambil http://emedicine.medscape.com
Ismayadi. (2012). Capita Selekta in Upper Gastrointestinal Bleeding. Diambil dari http://kedai-dokter-ismayadi.blogspot.com
Karch, A. (2012). Pharmacology Review: Drugs that Alter Blood Coagulation, Brush Up On Your Knowledge of These Potentially Life-Saving Drugs. Diambil dari www.AmericanNurseToday.com
Masrukhin, S. (2012). Penyebab Gagal Jantung.diambil dari www.penyakit-jantung.net, tanggal 10 Oktober 2012.
Setiabudi dkk. (2008). Oral Anticoagulant Treatment in Management of Elderly Patients with Atrial Fibrilation: Is It Beneficial or Detrimental?. (Indonesian Journal Internal Medical). Diambil dari http://www.inaactamedica.org/archives/2008/Edisi1artcl10.pdf
Schulman, S dkk. (2009). Haemorraghic and Thromboembolic Complications versus Intensitty of Treatment of Venous Thromboembolism with Oral Anticoagulants. Acta Medica Scandinavica diambil dari www.onlinelibrary.wiley.com.
Wiley, J & Sons. (2011). Anticoagulation For Heart Failure In Sinus Rhythm. Diambil dari http:// www.thecochranelibrary.com
LAMPIRAN I
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bersedia ikut berpartisipasi
dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta (PSIK FIKES UMJ), dengan judul Hubungan
pemberian Terapi Antikoagulan Pada Pasien CHF Dengan Angka Kejadian
Hematemesis Melena Di Ruang Intermediate Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Saya juga mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan oleh
Peneliti dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Telah diberikan
penjelasan tentang penelitian ini dan mengetahui bahwa informasi yang diberikan ini
sangat besar manfaatnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
keperawatan.
Dengan ini saya secara suka rela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun
menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
Jakarta, 2012
( )
Lampiran II
Permohonan Kesediaan Menjadi Responden
Dengan hormat
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Study
Ilmu keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta Program B Rumah Sakit
Jantung Harapan Kita.
Nama : N. ESIH
NPM : 2011727164
Akan melakukan penelitian dengan judul hubungan pemberian terapi antikoagulan
oral walfrin: Simac2 pada pasien CHF dengan kejadian hematemesis melena di
ruang rawat Intermediate Medikal Dewasa Lantai 3 RSJHK 2013. Bersama ini saya
mohon Bapak/Ibu bersedia untuk menjadi responden dan menandatangani
persetujuan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam lembar kuisioner sesuai
petunjuk yang ada. Jawaban yang Bapak dan Ibu berikan akan saya jaga
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk penelitian.
Atas perhatian dan partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini saya sampaikan
banyak terima kasih.
Peneliti
N. ESIH
Lampiran III
LEMBAR KUISIONER
PETUNJUK PENGISIAN:
1. Bacalah pertanyaan yang ada dengan baik
2. Berikan tanda ceklist ( √ ) pada kotak yang sudah tersedia untuk setiap jawaban .
3. Berikan tanda ceklist ( √ ) pada pilihan jawaban a / b / c / d pada jawaban yang
sudah tersedia.
4. Jika ingin memperbaiki jawaban yang salah, beri tanda (X) di kolom yang salah
kemudian beri tanda ceklist kembali ( √ ) pada kolom yang benar.
5. Mohon kuisioner ini dikembalikan pada peneliti setelah diisi.
A. Data Demografi
1. Nama ( inisial )…………….…
2. Usia …..tahun.
3. Pendidikan terakir
Tidak sekolah ( ), SD ( ), SLTP ( ), SMU ( ), Akademi / PT ( )
4. Pekerjaan:
( ) Tidak Bekerja,
( ) PNS, TNI / POLRI
( ) Wiraswasta
B. Lama Pemakaian Obat
( ) Kurang 1bulan
( ) 1 bulan ≥ 1bulan
C. Pengetahuan Tentang Obat Antikoagulan; Simarc
1. Yang dimaksud dengan obat antikoagulan
a) Obat untuk mencegah pembentukan thrombus / gumpalan darah
b) Obat untuk melarutkan / mengencerkan bekuan darah
c) Obat untuk sakit dada
d) Obat untuk tekanan darah tinggi
2. Sebutkan manfaat dari obat antikoagulan
a. Obat pengencer darah
b. Obat untuk memperbaiki fungsi jantung
c. Obat tekanan darah tinggi
d. Obat menurunkan denyut jantung
3. Sebutkan efek samping dari obat antikoagulan
a. Perdarahan
b. Mual
c. Pusing
d. Tidak napsu makan
4. Sebutkan hal-hal yang perlu dihindari pada saat minum obat antikoagulan
a. Tidak boleh makan/ minum alkohol
b. Boleh makan / minum makanan yang mengandung alkohol.
c. Tidak boleh makan/ minum stroberry
d. Tidak boleh minum teh
5. Sebutkan tanda tanda perdahan lambung:
a. Buang air besar berwarna hitam,atau berwarna coklat
b. Muntah berwarna coklat / darahPenyakit Penyerta
c. Buang air kecil berwarna seperti teh
d. Perut terasa sakit
D. Penyakit Penyerta
Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah bapak / ibu ada penyakit maag/ gasritits
2. Apakah bapak / ibu ada penyakit lambung lain: ulkus / luka
pada lambung
E. Lembar Observasi Melena dan Tidak melena
Ya Tidak
1. BAB (Buag Air Besar berwarna hitam seperti kopi/ ter .
2. Muntah darah berwarna merah /hitam
Recommended