View
218
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
PROPOSAL PENELITIAN
PENGARUH ASAL BAHAN STEK DAN ZPT ALAMI
TERHADAP KEBERHASILAN PERBANYAKAN TANAMAN
PENUTUP TANAH (Mucuna bracteata)
Disusun Oleh :
SUTANTO
10/13778/BP_SPKS
MINAT SARJANA PERKEBUNAN KELAPA SAWITJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANINSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada pembangunan kebun kelapa sawit, khususnya pada tahap penyiapan
lahan sebelum bibit kelapa sawit ditanam dilapangan, penanaman tanaman
kacangan atau leguminous cover crops (LCC) dan pemeliharaannya menjadi
hal yang sangat penting dan harus dilakukan dengan baik. Hal ini akan
berperan cukup besar pada keberhasilan pembangunan kebun kelapa sawit
secara umum. Penanaman LCC yang merupakan tanaman penutup tanah ini
akan dapat menekan pertumbuhan gulma yang merugikan bagi tanaman sawit
seperti Imperata cylindrica, Mikania micrantha, pakisan, dan gulma lainnya
sehingga dapat menghemat biaya perawatan tanaman sawit, khususnya pada
masa tiga tahun pertama tanaman sawit belum menghasilkan (TBM). Selain itu
pertumbuhan tanaman kacangan yang rapat dapat mengurangi resiko erosi
tanah, memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dengan memberikan bahan
organik, mempercepat dekomposisi (pelapukan) batang-batang kayu hasil land
clearing dengan terciptanya lingkungan yang dingin dan lembab yang sesuai
untuk aktivitas biologi, dan mengurangi serangan hama Oryctes rhinoceros
dengan tertutupnya batang-batang kayu yang melapuk yang merupakan tempat
berkembang biak hama tersebut. Oleh karena manfaat tanaman kacangan yang
demikian besar itu, maka penanaman dan pemeliharaan kacangan menjadi
suatu kewajiban yang harus diperhatikan dengan serius pertumbuhan dan
perkembangannya untuk memastikan keberhasilan pembangunan kebun kelapa
sawit.
Mucuna bracteata adalah salah satu tanaman Leguminosae Cover Crop
(LCC), tanaman merambat ini ditemukan pertama di areal hutan Tri Pura, India
Utara dan sudah meluas sebagai tanaman penutup tanah di perkebunan karet di
Kerala India Selatan. Mucuna bracteta ini juga banyak digunakan di
perkebunan di Indonesia, tanaman ini memiliki biomassa yang tinggi di
bandingkan dengan penutup tanah lainya. Perkebunan kelapa sawit dan
perkebunan karet selalu mengunakan tanaman ini pada aeral peremajaan
(Siagian, 2003).
Penanaman LCC di perkebunan kelapa sawit menggunakan LCC
konvensional yaitu Pueraria javanica, Calopogonium mucunoides dan
Calopogonium caeruleum. Namun saat ini sudah beralih ke LCC jenis Mucuna
bracteata karena jenis ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan jenis
lainnya diantaranya produksi biomassa tinggi, tahan terhadap kekeringan dan
naungan, tidak disukai ternak, cepat menutup tanah dan dapat berkompetisi
dengan gulma. Selain kelebian diatas LCC juga memiliki manfaat sebagai
berikut : menghindarkan tanah dari bahaya erosi karena tetesan air hujan tidak
langsung menerpa tanah, guguran daun dan bintil akarnya dapat menambah
kandungan nitrogen pada tanah, guguran daunnya berfungsi sebagai bahan
organik sehingga dapat membantu memperbaiki struktur tanah
(Sastrosayono,2005).
Di Indonesia Mucuna bracteata jarang sekali menghasilkan bunga dan
buah/biji. Karena sulit berbuah, maka perbanyakan bisa digabung dengan cara
perbanyakan vegetatif, terutama dengan cara stek. Perbanyakan melalui stek ini
sangat rentan terhadap kematian (tingkat kematiaannya mencapai 90%).
Kegagalan pada penyetekan Mucuna bracteata terutama disebabkan oleh
sulitnya mendapatkan stek yang baik, berupa ruas yang bulu akarnya sudah
mulai muncul (akar putih), kurangnya penyesuaian (aklimatisasi) setelah stek
dipotong dari tanaman induknya. Mendapatkan ruas stek yang baik sering
mendapat kendala dilapangan karena ketebalan Mucuna bracteata dapat
mencapai 40 – 60 cm (Sebayang dkk., 2004).
Perbanyakan Mucuna bracteata secara generatif sangat sulit dikarenakan
kulit keras dan untuk berkecambah perlu dilakukan skarifikasi pada bijinya dan
jika dilakukan pekembangbiakan kecambah persentase kecambahnya hanya
12%. Biji Mucuna bracteata tidak tersedia di Indonesia dikarenakan itu biji ini
harus diimpor dari India. Pertanyaan yang sering dilontarkan oleh para
pekebun adalah bagaimana teknik memperbanyak Mucuna bracteata, sehingga
memberikan keberhasilan hidup yang tinggi.
Di Indonesia pada umumnya LCC dan Mucuna bracteata hampir tidak
menghasilkan biji. Walaupun kadang-kadang dapat menghasilkan biji
kemampuan tumbuhnya rendah hal inilah yang menyebabkan kebanyakan
perbanyakan mucuna dilakukan dengan cara vegetatif, perbanyakan secara
vegetatif memerlukan keahlian khusus dalam pengembangannya antara lain
dalam pemilihan bahan tanaman dan waktu tanam yang disesuaikan dengan
awal musim hujan. Sedangkan dalam perbanyakan secara generatif hampir
tidak menyesuaikan waktu tanam untuk itu perbanyakan secara generatif atau
biji dapat dilakukan hanya saja perlu dilakukan tindakan perlakuan pada biji
antara lain dengan mempercepat masa dormansi biji (Harahap dan Subronto,
2002).
Meskipun diperbanyak secara vegetatif, masih menghadapi masalah yaitu
tingkat keberhasilan tumbuh yang relatif rendah, sehingga diperlukan adanya
hormon yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Hormon yang
digunakan misalnya auksin, giberelin dan sitokinin. Namun dalam
kenyataannya hormon-hormon ini mudah ditemukan yang biasa disebut zat
pengatur pertumbuhan (ZPT).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis berkeinginan melakukan
penelitian mengenai Pengaruh Asal Bahan Stek dan ZPT Alami Terhadap
Keberhasilan Perbanyakan Tanaman penutup Tanah (Mucuna bracteata).
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.Mengetahui pengaruh pengunaan asal bahan stek terhadap keberhasilan
perbanyakan Mucuna bracteata
2.Mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh terhadap
pertumbuhan Mucuna Bracteata
3.Mengetahui interaksi antara bahan stek dengan pemberian ZPT alami
terhadap keberhasilan perbanyakan vegetatif Mucuna bracteata.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Memberikan informasi kepada petani tentang pengaruh macam bahan stek
dan pemberian ZPT alami terhadap pertumbuhan Mucuna bracteata.
2. Sebagai sumber informasi ilmiah, khususnya tentang pengaruh macam
bahan stek dan pemberian ZPT alami terhadap tanaman budidaya.
3. Dapat memberikan landasan empiris pada pengembangan penelitian
selanjutnya.
II. Tinjauan Pustaka
A. Mucuna bracteata
Legum yang berasal dari india ini termasuk tanaman jenis baru yang
masuk ke Indonesia, untuk digunakan sebagai tanaman penutup tanah di areal
perkebunan karena Mucuna bracteata memiliki kelebihan dibandingkan
dengan tanaman penutup tanah lainnya.
Legume ini merupakan kelompok legume perennial atau tahunan,
tumbuh menjalar diatas permukaan tanah, merambat ke arak kiri pada ajir atau
tanaman lainnya. Daunya beranak daun tiga helai, berbentuk bulat telur,
asimetris, belah ketupat, dan ujungnya tumpul, bagian bawah daun membulat.
Tulang daun menjari, permukaan daun halus bila diraba, tidak berbulu. Warna
daun lebih gelap dibandaingkan dengan Mucuna pruriens. Selama ini tanaman
yang ditanam dikebun percobaan, belum mampu menghasilkan bunga dan buah
(purwanto, 2011).
Mucuna bracteata memiliki perakaran tunggang yang berwarna putih
kecoklatan, dan memiliki bintil akar berwarna merah muda segar dan sangat
banyak, pada nodul dewasa terdapat leghaemoglobin yaitu hemoprotein
monomerik yang terdapat pada bintil akarleguminosae yang terinfeksi oleh
bakteri Rhizobium. Laju pertumbuhan akar relatif cepat pada umur diatas tiga
tahun dimana pertumbuhan akar utamanya dapat mencapai 3 meter kedalam
tanah (Harsono dkk, 2012).
Tanaman Mucuna bracteata dapat tumbuh di berbagai daerah baik
dataran tinggi maupun dataran rendah. Tetapi untuk dapat melakukan
pertumbuhan generatif atau berbunga tanaman ini memerlukan ketinggian di
atas 1000 m dpl, jika berada di bawah 1000 m dpl maka pertumbuhan akan
jagur tetapi tidak dapat terjadi pembentukan bunga (Harahap dan Subronto,
2004).
Curah hujan yang dibutuhkan agar pertumbuhan tanaman Mucuna
bracteata dapat tumbuh dengan baik berkisar antara 1000 – 2500 mm/tahun
dan 3 - 10 merupakan hari hujan setiap bulannya dengan kelembaban tanaman
ini adalah 80%. Jika kelembaban terlalu tinggi akan berakibat bunga menjadi
busuk. Untuk panjang penyinaran, Mucuna membutuhkan lama penyinaran
antara 6 - 7 jam/hari (Harahap dan Subronto, 2004).
Tanaman Mucuna dapat tumbuh baik hampir setiap jenis tanah,
pertumbuhan akan lebih baik apabila tanah mengandung bahan organik yang
cukup tinggi, gembur dan tidak jenuh. Apabila Mucuna ditanam pada tanah
yang tergenang akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif terganggu. Untuk
pertumbuhan Mucuna bracteata secara umum dapat tumbuh baik pada kisaran
pH 4,5 - 6,5 (Harahap dan Subronto, 2004).
B. Perbanyakan tanaman
Perbanyakan tanaman sering dilakukan oleh para penangkar
tanaman,penjual bibit atau para hobiis. Bertujuan untuk menghasilkan tanaman
baru sejenis yang sama unggul atau bahkan lebih. Caranya dengan
menumbuhkan bagian-bagian tertentu dari tanaman induk yang memiliki sifat
unggul.
Secara umum, perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan tiga teknik,
yaitu perbanyakan secara generatif, vegetatif, dan generatif-vegetatif. Setiap
tanaman memiliki cara perbanyakan yang berbeda dengan tanaman lainnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam melakukannya
(Anonim. 2007).
Salah satu teknik perbanyakan yang dapat dilakukan dalam waktu singkat
dan jumlah yang banyak adalah dengan perbanyakan secara vegetative. Hal ini
perlu dilakukan mengingat perbanyakan secara generatif (benih) menghasilkan
bibit tanaman/turunan yang beraneka ragam karena berasal dari benih yang
tidak diketahui mutunya. Sedangkan kualitas bibit merupakan suatu kriteria
yang sangat penting untuk mencapai suatu produksi yang diinginkan. Perbanyakan
secara vegetatif dilakukan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti
cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan akar. Prinsipnya adalah merangsang
tunas adventif yang ada di bagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi
tanaman sempurna yang memiliki akar, batang dan daun sekaligus.
Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara cangkok, rundukan,
setek, okulasi dan kultur jaringan. Keunggulan perbanyakan ini adalah
menghasilkan tanaman yang memiliki sifat yang sama dengan pohon induknya.
Selain itu, tanaman yang berasal dari perbanyakan secara vegetatif lebih cepat
berbunga dan berbuah. Sementara itu, kelemahannya adalah membutuhkan
pohon induk dalam jumlah besar sehingga membutuhkan banyak biaya.
Kelemahan lain, tidak dapat menghasilkan bibit secara massal jika cara
perbanyakan yang digunakan cangkok atau rundukan. Untuk menghasilkan
bibit secara massal sebaiknya dilakukan dengan setek. Namun tidak semua tanaman
dapat diperbanyak dengan cara setek dan tingkat keberhasilannya sangat kecil.
Setek berasal dari kata stuk (bahasa Belanda) dan cuttage (bahasa
Inggris) yang artinya potongan. Sesuai dengan namanya, perbanyakan ini
dilakukan dengan menanam potongan pohon induk ke dalam media agar
tumbuh menjadi tanaman baru. Bagian tanaman yang ditanam dapat berupa
akar, batang, daun, atau tunas. Perbanyakan dengan setek mudah dilakukan
karena tidak memerlukan peralatan dan teknik yang rumit. Keunggulan teknik
ini adalah dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak walaupun
bahan tanam yang tersedia sangat terbatas. Namun, tidak semua tanaman dapat
diperbanyak dengan stek. Hanya tanaman yang mampu bertahan hidup lama
setelah terpisah dari pohon induknya saja yang dapat diperbanyak dengan
tehnik ini.
C. Hormon tumbuhan
Hormon tanaman atau pernah dikenal juga dengan nama fitohormon,
adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara, baik yang terbentuk secara
alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil dapat
mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan dan
atau pergerakan tumbuhan. Hormon tumbuhan / fitohormon ini selanjutnya
dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh (plant growt regulator) untuk
membedakanya dengan hormon pada hewan. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT )
mempunyai peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
suatu tanaman.
Namun tidak semua hormon dapat mempercepat pertumbuhan tanaman,
hanya hormon golongan Auksin, Sitokinin, dan Giberelin yang bersifat positif
bagi pertumbuhan tanaman pada konsentrasi fisiologis.
Auksin
Auksin merupakan ZPT yang berperanan dalam perpanjangan sel
pucuk/tunas tanaman. Selain memacu pemanjangan sel yang menyebabkan
pemanjangan batang dan akar, peranan auksin lainnya adalah kombinasi auksin
dan giberelin memacu perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong
pembelahan sel pada kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan
diameter batang.
Auksin mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan,
diferensiasi dan percabangan akar, perkembangan buah, dominansi apikal,
fototropisme dan geotropisme.
Sitokinin
Sitokinin berperanan dalam pembelahan sel (sitokinesis). Senyawa dari
golongan ini yang pertama ditemukan adalah kinetin. Sitokinin alami misalnya
kinetin dan zeatin, Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif
terutama pada akar, embrio dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar
selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-sel target pada batang. Kinetin
banyak ditemui pada bulir jagung yang muda, sedangkan zeatin banyak
ditemui pada air kelapa. Sitokinin berperanan dalam mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong pembelahan sel dan
pertumbuhan secara umum, mendorong perkecambahan dan menunda penuaan.
Giberelin
Giberelin merupakan ZPT yang berperan dalam mendorong
perkembangan biji, perkembangan kuncup, pemanjangan batang dan
pertumbuhan daun, mendorong pembungaan dan perkembangan buah,
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar. Giberelin dikenal juga
dengan nama asam giberelat, mempunyai peranan dalam pembelahan sel dan
atau perpanjangan sel tanaman. Giberelin juga berperan dalam memacu
pembungaan pada beberapa tanaman, mematahkan dormansi biji serta
mempercapat perkecambahan biji (Anonim, 2013)
Hormon tumbuhan diproduksi oleh tumbuhan itu sendiri, hormon
tumbuhan dihasilkan dari jaringan non-spesifik (biasanya meristematik) yang
menghasilkan zat ini apabila mendapat rangsang. Penyebaran hormon
tumbuhan tidak harus melalui sistem pembuluh karena hormon tumbuhan
dapat ditranslokasi melalui sitoplasma atau ruang antarsel. Pemberian hormon
dari luar sistem individu dapat pula dilakukan (eksogen). Pemberian secara
eksogen dapat juga melibatkan bahan kimia non-alami (sintetik, tidak dibuat
dari ekstraksi tumbuhan) namun harganya cukup mahal dipasaran. Disamping
itu juga ada hormon alami (dibuat dari ekstraksi tumbuhan) yang mudah
diperoleh dilingkungan sekitar. Ada pula hormon alami yang dijual sudah
dalam bentuk kemasan untuk memudahkan para petani tang kandungannya
relatif lengkap.
III. TATA LAKSANA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kebun PT. . . . . . . anak dari perusahaan PT.
SMART. Tbk. (Sinarmas) yang terletak di. . . . . . . . . . . dilaksanakan pada
tanggal . . . bulan . . . .2013 sampai dengan tanggal . . .bulan . . . . .2013.
B. Alat dan Bahan
Alat : Timbangan analitik, ayakan, cutter, cangkul, gembor, sprayer, ember,
meteran, tali rafia, penggaris dan alat tulis.
Bahan : Polybag, paranut, bambu, tanah topsoil, tanaman Mucuna bracteata
dan ZPT alami.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan percobaan faktorial yang disusun dalam rancangan
acak lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor.
Factor pertama yaitu asal bahan setek yang terdiri dari tiga aras yaitu:
S1 : Setek batang pangkal
S2 : Setek batang tengah
S3 : Setek batang pucuk
Faktor kedua yaitu pemberian ZPT alami yang terdiri dari tiga aras yaitu:
K0 : Kontrol
K1 : Air kelapa
K2 : Urin sapi
K3 : ZPT alami (Hormax)
Dari kedua faktor diperoleh 12 kombinasi perlakuan, masing-masing
kombinasi diulang sebanyak 3 kali dan masing-masing ulangan terdiri dari 3
unit sehingga diperlukan 3 x 4 x 3 x 3 = 108 sampel. Data hasil penelitian
dianalisis menggunakan sidik ragam (Análisis of variance) dengan jenjang
nyata 5%. Bila ada beda nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan
atau DMRT (Duncan multiple range test) dengan jenjang nyata 5%.
D. Pelaksanaan penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Lahan Penelitian.
Areal penelitian dibersihkan dari sisa-sisa tumbuhan, seresah dan sampah-
sampah, kemudian dilakukan pembuatan naungan seluas 6 m2 dengan
panjang 3 meter dan lebar 2 meter yang menghadap ke timur dengan
membujur ke utara-selatan dengan ketinggian bagian depan 2 meter dan
tinggi bagian belakang 1,75 meter yang beratap dan dipagar menggunakan
paranut.
2. Persiapan media tanam
Tanah yang digunakan yaitu tanah topsoil, kemudian diayak dengan ayakan
sehingga menjadi butiran halus dan tanah terbebas dari sisa-sisa sampah dan
akar tumbuhan liar. Lalu tanah diisikan kedalam polybag ukuran 18x10 cm,
kemudian disusun dalam bedengan sesuai dengan layout percobaan dan
disiram dengan air hingga kapasitas lapang.
3. Menyiapkan ZPT alami
ZPT yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Air kelapa
Kelapa yang digunakan adalah kelapa muda, diambil airnya kemudian
diencerkan dengan aquades dengan konsentrasinya 25%.
b. Urine sapi
Urine sapi diperoleh dari peternakan sapi dengan menampung pada
selokan tetapi belum tercampur dengan air. Setelah itu urine sapi tersebut
diencerkan dengan aquades dengan konsentrasiya 25%
c. ZPT alami
ZPT yang digunakan adalah Hormax dengan konsentrasi 4 ml/liter
aquades.
4. Menyiapkan bahan setek
Bahan setek diambil dari bagian batang pangkal, batang tengah, batang
pucuk. Setiap batang setek menggunakan 2 buku dengan panjang yang
sama. Kriteria batang setek pangkal yaitu kulit berwarna coklat sedangkan
batang setek tengah berwarna coklat namun dalamnya masih berwarna hijau
dan setek batang pucuk berwarna hijau.
5. Perendaman
Batang setek direndam dalam ZPT yang telah disiapkan selama 15 menit
sebelum ditanam.
6. Penanaman
Batang setek yang telah direndam kemudian ditanam kedalam polybag yang
telah disiapkan sesuai dengan layout penelitian.
7. Pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan
tumbuhnya setek Mucuna bracteata, meliputi:
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan secara manual dengan menggunakan gembor,
disiram 2 kali sehari kapasitas lapang.
b. Penyiangan
Penyiangan gulma dalam polybag dilakukan 2 minggu sekali. Gulma
yang tumbuh dapat dicabut dengan tangan.
c. Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk mamicu pertumbuhan Mucuna bracteata
dengan menggunakan pupuk NPK.
E. Pengamatan
Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data hasil penelitian.
Parameter yang akan diamati dalam penelitian ini adalah:
1. Kecepatan tumbuh tunas (hari)
Dikatakan tumbuh tunas jika tinggi tunas telah mencapai 2 cm pada setiap
tanaman, dilakukan setiap hari setelah tanam.
2. Tinggi tunas (cm)
Tinggi tunas diukur dari pangkal tunas sampai ujung daun terpanjang
dengan cara tajuk ditelangkupkan Pengukuran dimulai setelah tanaman
berumur 2 minggu dan dilakukan seminggu sekali.
3. Jumlah daun (helai)
Jumlah daun dihitung berdasarkan daun yang telah membuka sempurna, dan
diamati pada akhir penelitian
4. Panjang akar (cm)
Panjang akar diukur dari pangkal akar sampai dengan akar terpanjang, dan
diamati pada akhir penelitian.
5. Barat segar tunas (gram)
Berat segar tunas meliputi bagian atas tanaman yaitu batang dan daun
tanaman. Batang dan daun dikering anginkan, setelah itu batang dan daun
tanaman ditimbang.
6. Berat kering tunas (gram)
Berat kering tunas meliputi bagian atas taman yaitu bagian batang dan daun
tanaman. Batang dan daun dioven dengan suhu 60-80°C sampai diperoleh
berat konstan.
7. Berat segar akar (gram)
Berat segar akar didapat dengan cara mengambil semua bagian perakaran
tanaman lalu dibersihkan dari kotoran dan ditiriskan kemudian ditimbang.
8. Berat kering akar (gram)
Berat kering akar didapat dengan cara mengambil semua bagian perakaran
tanaman. Kemudian akar dioven dengan suhu 60-80°C sampai diperoleh
berat konstan.
9. Berat segar tanaman (gram)
Berat segar tanaman diperoleh dari menjumlahkan berat segar tunas dan
berat segar akar.
10. Berat kering tanaman (gram)
Berat kering tanaman diperoleh dari menjumlahkan berat kering tunas dan
berat kering akar.
Daftar Pustaka
Anonim. 2013. “Hormon Tumbuhan”. http://id.wikipedia.org/wiki/Hormon_ tumbuhan. Diakses pada tanggal 30 Maret 3013 pukul 16.25
Anonim. 2013. “Mengenal Berbagai Macam Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)”. http://www.diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/artikel/detailartikel/245. Diakses pada tanggal 13 maret 2013 pukul 22.15
Anonim. 2007. “Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman”. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Harahap, I.Y dan Subroto. 2002. “Penggunaan kacangan penutup tanah Mucuna
bracteata pada pertanaman kelapa sawit”. Warta Pusat Penelitian Kelapa
Sawit. Medan: Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit 10(1): 1-6.
Harsono, W.A., I.Y. Harahap, P. Yusran. & C.H. Taufiq. 2012. “Penggunaan Berbagai Jenis Legume Cover Crop (LCC) Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Di Lahan Gambut”. Medan: Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit 17(2): 45-50
Purwanto, Imam. 2011. “Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae”. Yogyakarta: Kanisius
Rahadja, P.C., Wahyu. W. 2007. “Aneka Cara Memperbanyak Tanaman”. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Sebayang, S. Y., E. S. Sutarta dan I. Y. Harahap. 2004. “Penggunaan Mucuna bracteata pada Kelapa Sawit: Pengalaman di Kebun Tinjowan Sawit II, PT. Perkebunan Nusantara IV”. Medan: Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 12 (2-3): 5-12.
Siagian, Nurhawaty. 2003. “Potensi dan Pemanfaatan Mucuna Bracteata Sebagai Penutup Tanah di Perkebunan Karet”. Medan: Balai Penelitian Karet Sungei Putih 24(1): 5-12.
Sastrosayono, S. 2005. “Budidaya Kelapa Sawit”. Jakarta: Agromedia Pustaka
Layout penelitian
S1K33 S2K31 S1K12
S2K12 S1K01 S2K33
S1K23 S1K32 S3K21
S2K13 S3K33 S2K02
S2K22 S1K31 S2K23
S1K03 S1K31 S1K11
S3K11 S3K12 S3K32
S1K21 S1K13 S3K22
S2K32 S3K01 S3K13
Keterangan:
S1 : Stek batang pangkal
S2 : Stek batang tengah
S3 : Stek batang pucuk
K0 : Kontrol
K1 : Air kelapa
K2 : Urin sapi
K3 : ZPT alami (Hormax)
1 : Ulangan pertama
2 : Ulangan kedua
3 : Ulangan ketiga
Recommended