View
166
Download
11
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas
hidup manusia dan masyarakat termasuk usia lanjut. Berdasarkan Undang-undang No. 13
tahun 1988 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa lanjut usia
(lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Keberhasilan
pembangunan dalam bidang kesehatan mengakibatkan meningkatnya Usia Harapan
Hidup (UHH) dari 66,7 tahun untuk perempuan dan 62,9 tahun untuk laki-laki pada tahun
1995 menjadi 71 tahun untuk perempuan dan 67 tahun untuk laki-laki di tahun 2005.
Tahun 2020 diproyeksikan jumlah penduduk yang berusia diatas 60 tahun akan berjumlah
28,8 juta jiwa atau 11,34% dari seluruh penduduk Indonesia (Depkes RI,2005).
Meningkatnya jumlah penduduk lansia akan menimbulkan permasalahan di
berbagai aspek kehidupan lansia, baik secara individu maupun dalam kaitannya dengan
keluarga dan masyarakat. Permasalahan tersebut berupa aspek kesehatan fisik, psikologis,
sosial dan ekonomi. Dari sekian banyak permasalahan yang dihadapi, kesehatan dan
kesejahteraan merupakan masalah yang mendominasi dalam kehidupan mereka.
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus-menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik.
Perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dapat terjadi pada semua
orang pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan
kronologis tertentu (Stanley, 2007). Kondisi fisik seseorang yang telah memasuki
lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan
penampilan pada wajah, tangan, dan kulit, perubahan bagian dalam tubuh seperti
sistem saraf, perubahan panca indera seperti penglihatan, pendengaran, penciuman,
2
perasa, dam perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan dan
belajar keterampilan baru. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah
pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh pada
penurunan aktifitas kehidupan sehari-hari (Potter & Perry, 2005).
Kemampuan lansia untuk melakukan aktifitas kegiatan sehari-hari
memberikan suatu data untuk menandakan kemampuan diri lansia. Untuk
merencanakan bantuan yang diberikan pada lansia dalam mencapai kembali tingkat
ketidak ketergantungan yang maksimal, dan untuk merencanakan pemberian
dukungan. Aktifitas dasar kehidupan sehari-hari diberikan keduanya (Stanhope,
1998).
Lansia yang masih melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain, faktor fisik, faktor psikis dan faktor lingkungan,
dimana faktor lingkungan salah satunya adalah keluarga yang sangat mendukung
mereka untuk tetap beraktifitas (Budiono, 1997). Dukungan keluarga sebagai suatu
proses hubungan antara keluarga dengan lingkingan sosialnya, ketiga dimensi
interaksi dukungan keluarga tersebut bersifat reprosiktas (timbal balik atau sifat dan
frekuensi hubungan timbal balik), umpam balik (kualitas dan kuantitas komunikasi)
dan keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan
sosial. Berbagai bentuk kehidupan keluarga sekarang menunjukkan berbagai
kemampuan untuk menyediakan dukungan yang diperlukan selama masa dimana
permintaannya besar (Friedman, 1998).
Berbagai perubahan yang terjadi pada lansia antara lain perubahan fisik,
mental, psikososia maupun spiritual. Perubahan fisik yang terjadi seperti penurunan
kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, perubahan mental seperti mudah curiga
pada orang lain dan sering terjadi depresi, perubahan psikososial seperti
3
menghadapi masa pensiun dan masa kesepian, perubahan spritual seperti bertindak
bijak dan lebih mendekatkan diri pada Tuhan (Hurlock, 2000).
Kemandirian lansia pada aktifitas kehidupan sehari-hari berdasarkan pada
evaluasi fungsi mandiri atau tergantung dari klien dalam mandi, berpakaian, pergi
kekamar mandi, berpindah, kontinen, dan makan. Kemandirian berarti tanpa ada
pengawasan , pengarahan, atau bantuan pribadi aktif, kecuali seperti secara spesifik.
Ini didasarkan pada stasus aktual dan bukan pada kemampuan. Seorang klien yang
menolak untuk melakukan empat fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi,
meskipun ia dianggap mampu melakukan aktifitas sehari-hari (lueckenotte, 1998).
Penelitian menurut (Darmojo dkk. 1991) menunjukkan bahwa para lansia
masih terlibat langsung dalam menentukan keputusan keluarga, terutama dalam hal-
hal yang penting (misal: pindah rumah, hari perkawinan cucu, dan sebagainya)
peran ini menurun dengan bertambahnya usia mereka. Tugas-tugas lain biasanya
mereka masih lakukan antara lain momong cucu (54,4%), membantu memasak
(58,6%), bersih-bersih rumah (59,3%), mencuci piring (53,1%), dan jahit menjahit
(18,3%). Lansia yang masih melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dipengaruhi
oleh beberapa faktor diaantara lain yaitu faktor fisik, faktor psikis, dan faktor
lingkungan, dimana faktor lingkungan sangat mendukung mereka untuk tetap
berktivitas sehingga diperlukan dukungan keluarga agar tetap daapat beraktivitas.
Dukungan keluarga merupakan dukungan natural yang memiliki makna penting
dalam kehidupan seseorang sehingga individu tersebut dapat menerima dukungan
sesuai dengan situasi dan keinginan khusus yang tidak didapatkan dari lingkungan
luar.
Berbagai proses dan fungsi keluarga mempengaruhi psikodinamika
interaksi keluarga pada semua usia. Kebutuhan psikologi anggota keluarga oleh
4
anggota keluarga yang lain. Pada keluarga lansia, orang lain yang sering kali
mengisi fungsi afektif tersebut, terutama jika anggota keluarga lansia tersebut
tinggal seorang diri. Bagian dari dukungan sosial adalah cinta dan kasih sayang.
Cinta dan kasih sayang harus dilihat secara terpisah sebagai dari asuhan dan
perhatian dalam fungsi afektif keluarga (Stanley, 2007).
Berbagai perubahan tersebut di atas sering membuat lansia mengalami
problem dalam menghadapi kehidupan sehingga dukungan keluarga sangat di
butuhkan (Hurlock, 2000). Dukungan keluarga bagi lansia sangat diperlukan selama
lansia masih mampu memahami makna dukungan keluarga tersebut sebagai
penyokong kehidupannya. Dalam kehidupan sehari-hari jika lansia karena berbagai
alasan sudah tidak mampu memahami makna dukungan keluarga, maka yang
diperlukan bukan hanya dukungan keluarga namun layanan atau pemeliharaan
secara sosial (social care) sepenuhnya, jika yang terakhir ini tidak ada yang
melaksanakan berarti lansia tersebut menjadi terlantar dalam kehidupannya
(Kuntjoro, 2002). Diantara lain bentuk dukungan keluarga menurut Friedman
(1998) adalah : Dukungan emosional, dukungan penghargaan (penilaian), dukungan
instrumental, dukungan informasi.
Dari data yang didapatkan di Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Palopo hasil
pendataan 2011, jumlah penduduk lanjut usia di kota Palopo sebanyak 6543 jiwa.
Tersebar diseluruh kecamatan, khususnya kecamatan Wara Barat terdapat 1684 jiwa
lansia yang semuanya tersebar di 5 kelurahan dan di khususnya dikelurahan
Tamarundung jumlah lansia sebanyak 622 jiwa. Jumlah lansia yang aktif ke
Posyandu sebanyak 314 jiwa lansia yang ada di kecamatan Wara Barat.
Walaupun usia lanjut bukan suatu penyakit, namun bersamaan dengan
proses penuaan, insiden penyakit kronik dan hendaya (distabilitas) akan semakin
5
meningkat. Untuk menilai kemandirian usia lanjut digambarkan dengan kemampuan
melakukan aktivitas sehari-hari (Activies of Daily Life = ADL) apakah mereka
dapat tanpa bantuan misalnya ; bangun, mandi, ke WC, kerja ringan, makan,
minum dsb, (http;//digilib.bi.itb.ac.id, 19 september 2006).
Pada lanjut usia diharapkan tetap mandiri secara primer, namun karena
bertambahnya usia dan mempunyai masalah yang kompleks sehingga mengalami
penurunan kemandirian dan meningkatkan ketergantungan lansia kepada orang lain
dalam mencukupi kebutuhannya (Roger Watson, 2003).
Peneliti menghubungkan kondisi di lapangan dengan pendapat
Mangoenprasodjo (2005) mengutip dari William bahwa keluarga adalah jembatan yang
menghubungkan seseorang dengan kehidupan sosial di lingkungan sekitarnya dan
berperan dalam membentuk seseorang untuk mandiri mengambil keputusan dalam upaya
mempertahankan kualitas hidupnya.
Berdasarkan laporan Seksi Kesehatan Lansia dan KB Dinas Kesehatan Kota
Palopo, jumlah lansia yang terdaftar pada tahun 2011 mencapai 18.362 orang.
Diantaranya yang mengalami masalah dan diobati mencapai 18.002 orang atau 98%.
Bahkan diantaranya ada yang dirujuk yakni sebanyak 2.300 orang (12,8%).
Salah satu Kecamatan yang jumlah lansianya tinggi adalah Kecamatan Wara
Barat, yakni 1.684 orang. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di
salah satu keluarahan yang ada di Kecamatan Wara Barat, yaitu Kelurahan Tomarundung.
Lansia di kelurahan Tomarundung memiliki latar belakang profesi yang cukup beragam
sehingga menarik diteliti. Atas pertimbangan tersebut, sehingga peneliti akan meneliti
tentang dukungan keluarga terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari lansia di wilayah
kerja Puskesmas Wara Barat”.
6
B. Rumusan Masalah
Bagaimana dukungan keluarga terhadap aktivitas sehari-hari lansia di Kelurahan
Tamarundung Kecamatan Wara Barat Kota Palopo?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diperolehnya informasi tentang dukungan keluarga terhadap kesehatan lansia di
kelurahan Tomarundung.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya informasi secara mendalam tentang dukungan informasi keluarga
terhadap aktivitas sehari-hari lansia.
b. Diperolehnya informasi secara mendalam tentang dukungan penilaian keluarga
terhadap aktivitas sehari-hari lansia.
c. Diperolehnya informasi secara mendalam tentang dukungan instrumental
keluarga terhadap aktivitas sehari-hari lansia.
d. Diperolehnya informasi secara mendalam tentang dukungan emosional keluarga
terhadap aktivitas sehari-hari lansia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi penentu kebijakan
Sebagai masukan bagi pemerintah dalam bidang kesehatan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan lansia melalui program posyandu lansia dan
meningkatkan upaya promosi kesehatan bagi keluarga lansia.
2. Manfaat Ilmiah
Sebagai salah satu referensi dan bahan bacaan yang memperkayah khazanah
pengembangan ilmu pengetahuan.
7
3. Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti, khususnya dalam mendalami masalah
kesehatan lansia.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan Lansia
1. Lanjut Usia
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas
karena adanya proses penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah
kesejahteraan di hari tua, kecuali bila umur tersebut atau proses menua itu terjadi
lebih awal dilihat dari kondisi fisik, mental dan sosial (Mangoenprasodjo, 2005).
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di
negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal
ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap
pengambilan keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan
tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang
harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C.Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu
masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang
lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa
kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini.
Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah
kelompok yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada
orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting tua dalam konteks eksistensi
manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan
untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti. Ada juga lanjut usia yang
memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif
dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam
9
diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani
dan mental mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefenisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan
kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang
ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokkan lanjut
usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini
mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia
pada berbagai sumber data kependudukan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu: Usia pertengahan (middle age) 45-59
tahun, Lanjut usia (ederly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia
sangat tua (everly old) diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo
(2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah
orang yang berusia 56 tahun keatas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya
mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Sapariah
(1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur
yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan
daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan
timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya. Demikian juga batasan lanjut usia yang
tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1956 tentang pemberian bantuan
penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka
yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut
menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun keatas.
2. Kebutuhan hidup orang lanjut usia
Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki kebutuhan
hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara
10
lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin,
perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-
kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua oramg dalam segala usia,
sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi,berbagi
pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut
sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa
kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah
kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. (2)
Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan
ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua,
kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3) Kebutuhan sosial (social needs) adalah
kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui
paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olahraga dan kesamaan hobby dan
sebagainya (4) Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri
untuk diakui keberadaannya, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization
needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun
daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan
berperan dalam kehidupan.
Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan
psikologis dasar ( Setia, 2000). Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia
membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap
lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri
orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut
tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang
akan menurunkan kemandiriannya.
11
3. Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Faktor
kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik terhadap
serangan penyakit. Faktor kesehatan psikis meliputi penyesuaian terhadap kondisi
lanjut usia
a. Kesehatan Fisik
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Keadaan
fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik,
pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap
tertentu ( Prasetyo, 1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan
diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai denyatgan
beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darakanah,
persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental.
Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan
saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indera dan menurunnya konsentrasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Joseph J. Gallo (1998) mengatakan untuk
mengkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya
seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu
respon yang lamban. Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainuddin (2002) fungsi
kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan
lain-lain yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin
lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang powerberakibat bahwa lanjut
usia kurang cekatan.
12
b. Kesehatan Psikis
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara otomatis
akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab menurunnya
fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak dari
mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga mudah
menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.
Menurunnya kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif.
Zainuddin (2002). Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi
kognitif dan psiko motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa
kepribadian lanjut usia sebagai berikut : (1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada
tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai tua (2) Tipe
kepribadian Mandiri, pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
syndrom, apabila pada masa lanjut usia ini tidak diisi dengan kegiatan yang
memberikan otonomi pada dirinya (3) Tipe Kepribadian Tergantung, pada tipe ini
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga
harmonismaka pada masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak . Akan tetapi jika
pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi
merana apalagi jika terus terbawa arus kedukaan (4) Tipe Kepribadian
Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa lanjut usia tetap merasa tidak
puas dengan kehidupannya. Banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonomi rusak (5)
Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.
13
4. Faktor ekonomi
Pada umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang produktif
lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu
golongan mantap, kurang mantap dan rawan (Trimarjono, 1997). Golongan mantap
adalah para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat menikmati
kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut usia
dapat mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Pada golongan kurang mantap
lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi, tetapi sempat
mengadakan investasi pada anak-anaknya kejenjang pendidikan tinggi, sehingga
kelak akan dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjur usia
yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup kepada anaknya sehingga ketika
purna tugas datang akan mendatangkan kecemasan karena terancam kesejahteraan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat ditinjau dari pendapatan lanjut usia dan
kesempatan kerja.
B. Tinjauan Tentang Dukungan Keluarga
Bomar (2004) menjelaskan bahwa dukungan keluarga adalah suatu bentuk
perilaku melayani yang dilakukan oleh keluarga baik dalam bentuk perilaku melayani
yang dilakukan oleh keluarga baik dalam bentuk dukungan emosi, penghargaan,
informasi, dan instrumental.
Dukungan sosial keluarga mengacu pada dukungan-dukungan yang dipandang
oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses atau diadakan oleh keluarga.
Dukungan bisa atau tidak digunakan tapi anggota keluarga memandang bahwa orang
yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan.
14
Menurut Roy (1997, dalam Wijayanti, 2005) perubahan aspek psikososial yang
dialami lansia merupakan suatu kondisi yang perlu dipahami dan membutuhkan perhatian
bagi perawat dengan adanya perubahan-perubahan dihadapi lansia, serta perlu melakukan
penyesuian atau beradaptasi seperti yang telah di jelaskan dalam teori adaptasi Roy
bahwa kemampuan seseorang dalam beradaptasi sangat dipengaruhi oleh stimulus yaitu
stimulus lokal, residual, dan kontekstual.
Stimulus konseptual yang dapat mempengaruhi respon lansia terhadap
kehilangan yang dihadapinya adalah dukungan keluarga yang dapat mempengaruhi
kesehataan keluarga dan juga dipengaruhi oleh keluarga.
Beberapa upaya intervensi yang dapat diberikan untuk meningkatkan kesehatan
psikososial lansia dan menurunkan dampak depresi pada lansia yaitu dengan
menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri memfasilitasi secara maksimal
kemandirian lansia, promosi terhadap kontrol diri serta memberikan dukungan sosial
terutama dari keluarga sebagai orang-orang terdekat ( Potter,dkk, 2005 ).
C. Tinjauan Tentang Variabel Yang Diteliti
a. Dukungan Emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian orang-orang yang
bersangkutan kepada anggota keluarga yang mengalami masalah-masalah kesehatan,
misalnya umpan balik dan penegasan dari anggota keluarga. Keluarga merupakan
tempat yang aman untuk istirahat serta pemulihan penguasaan emosi ( Smet Bart,
1999).
b. Dukungan Informasi
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi
tentang dunia (Friedman 1998). Apabila individu tidak dapat menyelesaikan masalah
yang dihadapi maka dukungan ini diberikan dengan cara memberi informasi, nasehat,
15
dan petunjuk tentang cara penyelesaian masalah keluarga juga merupakan penyebar
informasi yang dapat diwujudkan dengan pemberian dukungan semangat, serta
pengawasan terhadap pola kegiatan sehari-hari.
c. Dukungan Materil
Dukungan ini mencakup bantuan langsung baik barang maupun jasa yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah.
16
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
1. Kesehatan Lansia
Puskesmas adalah unit terdepan dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara
menyeluruh, terpadu dan bermutu yang antara lain melakukan upaya pemberdayaan
masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat,
serta sebagai pusat pengembangan dan peningkatan kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya. Saat ini puskesmas di harapkan dapat melaksanakan berbagai macam
program dalam bentuk upaya kesehatan, pengembangan puskesmas yang lebih
mengutamakan upaya promotif, preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif
dan rehabilitatif.
Upaya Kesehatan bagi lanjut usia
a. Upaya Promotif
Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun masyarakat di
sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, gizi untuk
lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya
peningkatan kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas
masyarakat lanjut usia.
b. Perilaku hidup sehat
Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang di praktekkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga
dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakatnya.
17
Menurut Dachroni tahun 1988, PHBS erat kaitannya dengan pemberdayaan
masyarakat karena bidang garapannya adalah membantu masyarakat yang
seterusnya bermuara pada pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku
positif dalam bidang kesehatan. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ini sesuai
dengan Visi Promosi Kesehatan dan dapat di praktekkan pada masing-masing
tatanan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok,
melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur kesehatan
lingkungan seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada tempatnya.
c. Gizi untuk lanjut usia
Konsumsi makanan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut usia
untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi, yang
seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai kondisi
kesehatanyang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang
adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
- Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras,
jagung, ubi dan lainnya yang mengandung karbohidrat.
- Sumber zat pembangun atau ptotein penting untuk pertumbuhan dan
mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan dan susu.
Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.
- Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan mineral yang
berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh contohnya sayuran
dan buah.
d. Upaya Preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan
komplikasi akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan
18
pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia
(posyandu lansia) atau puskesmas dengan menggunakan kartu menuju sehat
(KMS) lanjut usia.
e. Upaya Kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinkan dapat
dilakukan di kelompok lanjut usia atau posyandu lansia. Pengobatan lebih lanjut
ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas ataupun di pos kesehatan
desa. Bila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan
fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke rumah sakit setempat.
f. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif maupun
upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan
fungsional dan kepercayaan diri lamjut usia.
2. Dukungan keluarga
Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan
keluarga terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem
pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Kane dalam Friedman (1998) mendefenisikan dukungan keluarga sebagai suatu
proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Ketiga dimensi interaksi
dukungan sosial keluarga tersebut bersifat reprokasitas (sifat dan hubungan timbal
balik), advis atau umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi) dan keterlibatan
emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial.
19
Kaplan ( 1978) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki 4 jenis
dukungan, yaitu :
1) Dukungan Informasi
Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan disseminator informasi tentang dunia
yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari
dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi
yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu.
Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk, dan
pemberian informasi.
2) Dukungan Penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi masalah serta sebagai sumber validator identitas anggota keluarga,
diantaranya: memberikan support, pengakuan, penghargaan dan perhatian.
3) Dukungan Instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit diantaranya:
bantuan langsung dari orang yang diandalkan seperti materi, tenaga dan sarana.
Manfaat dukungan ini adalah mendukung pulihnya energi atau stamina dan
semangat yang menurun selain itu individu merasa bahwa masih ada perhatian
atau kepedulian dari lingkungan terhadap seseorang yang sedang mengalami
kesusahan atau penderitaan.
4) Dukungan Emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Manfaat dari dukungan
ini adalah secara emosional menjamin nilai-nilai individu (baik pria maupun
wanita) akan selalu terjaga kerahasiaannya dari keingin tahuan orang lain. Aspek-
20
aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam
bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian dan mendengarkan serta
didengarkan.
B. Pola Hubungan Antar Variabel
C. Definisi Konseptual
1. Dukungan informasi adalah dukungan keluarga berupa sikap, tindakan dan
penerimaan dalam melayani lansia memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Dukungan penilaian adalah dukungan keluarga berupa sikap, tindakan dan
penerimaan dalam menilai aktivitas lansia.
3. Dukungan instrumental adalah dukungan keluarga berupa sikap atau tindakan konkrit
dalam membantu mengatasi masalah lansia.
4. Dukungan emosional adalah dukungan keluarga berupa sikap, tindakan dan
penerimaan terhadap emosi lansia.
5. Aktivitas sehari-hari lansia adalah seluruh gerak-gerik lansia sehari-hari yang dapat
diamati.
Dukungan Keluarga:
Dukungan Informasi
Dukungan Penilaian
Dukungan Instrumental
Dukungan emosional
Aktivitas Sehari-hari
21
BAB 1V
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan maksud
mengeksplorasi informasi tentang dukungan keluarga terhadap aktivitas sehari-hari lansia
di Kelurahan Tomarundung.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Tomarundung Kecamatan Wara
Barat Kota Palopo. Kelurahan yang paling banyak jumlah lansianya di Keluarahan Wara
Barat. Sedangkan pelaksanaannya akan berlangsung pada bulan Mei – Juni 2012.
C. Informan
Informan adalah orang yang memberi informasi pada saat penelitian sedang
berlangsung. Adapun informan pada penelitian adalah para lansia yang berada di
Kelurahan Tomarundung dengan Tehnik Snowballing Sampel (sedikit ke banyak).
Informan terdiri dari informan dan informan kunci (key informan).
Kriteria Informan:
1. Bersedia memberikan informasi
2. Yang tinggal bersama keluarga.
Kriteria Informan Kunci:
1. Bersedia memberikan informasi
2. Pengelola Lansia di Puskesmas Wara Barat.
22
D. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth
interview) dengan informan maupun informan kunci.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas Wara Barat, berupa
buku Laporan Tahunan dan data dari bagian pengelola lansia untuk melengkapi data
yang dibutuhkan dalam penelitian.
E. Pengolahan Dan Penyajian Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara analisis matriks, kemudian
diinterpretasikan dan disajikan dalam bentuk narasi dan naskah. Untuk memperkuat
validitas temuan, maka dilakukan pula Triangulasi Data. Penyajian data akan dilakukan
dalam bentuk narasi dan naskah.
23
DAFTAR PUSTAKA
Dachrori, 2000, Penerapan Promosi Kesehatan dalam Pemberdayaan Keluarga.
Depkes RI: Jakarta.
Depkes RI, 2009,Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Biro
Hukum Depkes RI: Jakarta.
Dinkes Kota Palopo. 2010. Profil Dinas Kesehatan Kota Palopo Tahun 2009. Palopo.
Entjang, Indan, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra Aditya Bakti: Jakarta.
FKM UVRI, 2012, Panduan Kerja Penyelesaian Studi, FKM UVRI: Makassar
Graeff, Judith A., Elder, J.P & Booth, E.M. 1993. Komunikasi untuk Kesehatan dan
Perubahan Perilaku. Terjemahan oleh Mubasyir Hasanbasri.1996,
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Ismawati, Cahyo, 2010, Posyandu dan Desa Siaga, Numed: Bantul.
Jaladri, Iman, 2009, Kader Posyandu dan Visi Kita, Poltekkes: Pontianak.
Kalangie, Nico S. 1994, Kebudayaan dan Kesehatan, Kesaint Blanc Indah Corp:
Jakarta.
Moleong,J.Lexy, 2005, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT.Remaja
Rosdakarya: Bandung
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta: Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta:
Jakarta.
Prijono, Onny & Pranarka, AMW. 1998, Pemberdayaan (Konsep, Kebijakan dan
Implementasinya), CSIS: Jakarta.
Riduwan, 2003, Skala Pengukuran Variabel-Variabel, Alfabeta: Bandung.
24
Sairin, Sjafri, 2002, Perubahan Sosial MasyarakatIndonesia, Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Sembiring, Nasap, 2004, Posyandu sebagai sarana peran serta masyarakat dalam usaha
peningkatan kesehatan masyarakat, USU: Medan.
Soekanto, Soerjono, 2002, Sosiologi, PT.Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Usman, Sunyoto, 2004, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.
Wahyutomo, Ahmad Hernowo, 2009, Hubungan karakteristik dan peran kader
posyandu dengan pemantauan tumbuh kembang balita di puskesmas
kalitidu-bojonegoro, USM: Surakarta.
Widagdo, Laksmono, dan Besar Tirto Husodo, 2009, Pemanfaatan buku kia oleh kader
posyandu:Studi pada kader posyandu di wilayah kerja puskesmas
Kedungadem kabupaten bojonegoro, FKM UNDIP: Semarang.
Widyastuti, Atin, 2007, Faktor – faktor yang berhubungan dengan Partisipasi kader
dalam kegiatan posyandu Di kelurahan gubug kecamatan gubug
abupaten grobogan tahun 2006, Universitas Negeri Semarang: Semarang.
25
PEDOMAN WAWANCARA
I. Identitas Informan:
1. Nama :
2. Umur :
3. Pekerjaan :
4. Jenis kelamin :
II. Dukungan informasional
1. Informasi yang dibutuhkan lansia
2. Cara yang ditempuh supaya informasi yang dibutuhkan terpenuhi
3. Bagaimana sikap keluarga?
4. Bagaimana tindakan keluarga?
5. Penerimaan lansia terhadap sikap dan tindakan yang diperoleh
6. Bagaimana Sikap atau tindakan lansia?
III.Dukungan penilaian
1. Aktivitas yang sering dilakukan lansia
2. Kenapa sering dilakukan?
3. Bagaimana penilaian keluarga terhadap aktivitas lansia?
4. Bagaimana sikap keluarga?
5. Bagaimana tindakan keluarga?
6. Bagaimana penerimaan lansia terhadap penilaian yang diperoleh?
IV. Dukungan instrumental
1. Aktivitas lansia sehari-hari atau sering dilakukan
2. Kenapa dia sering lakukan?
3. Apakah butuh alat tertentu? Sebutkan…………..
26
4. Apakah ada anggota keluarga yang berikan alat yang dibutuhkan?
5. Bagaimana cara menggunakan alat tersebut?
6. Adakah anggota keluarga yang bantu?
V. Dukungan emosional
1. Hal-hal yang membuat lansia gembira
2. Hal-hal yang membuat lansia sedih atau kecewa
3. Bagaimana dukungan keluarga terhadap emosi lansia?
4. Bagaimana konkritnya dukungan keluarga?
5. Apakah dukungan diberikan secara konsisten?
6. Bagaimana perasaan lansia terhadap dukungan yang diberikan?
Recommended