View
237
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
EFEKTIFITAS DAN PERANAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN DALAM
MEWUJUDKAN PROSES MEDIASI
Disusun oleh :
UBAIDILLAH
106044201479
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
DAFTAR ISI
OUT LINE
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Batasan dan Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Review Studi Terdahulu
F. Sistematika Penulisan
BAB II EKSISTENSI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
A. Sejarah singkat berdirinya Pengadilan Agama dan lokasinya
B. Struktur dan job descripton
C. Susunan Badan Pengadilan Agama
D. Tugas dan Wewenang Pengadilan Agama
E. Perkara yang masuk dan ditanda tangani oleh Pengadilan sejak dua tahu terahir
BAB III UPAYA MEWUJUDKAN PERDAMAIAN
A. Definisi dan pengertian Mediasi ditingkat Pengadilan
B. Ruang lingkup mediasi
C. Macam-macam Mediasi
D. Tujuan dan manfaat mediasi
E. Proses Mediasi di Pengadilan
F. Mediasi diluar Pengadilan dengan akta perdamaian
BAB IV PERAN PENGADILAN AGAMA DALAM MEWUJUDKAN PERDAMAIAN
A. Upaya para hakim dalam mendamaikan
B. Hambatan para Hakim dalam usaha mendamaikan
C. Tingkat keberhasilan Pengadilan Agama dalam usaha mendamaikan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah gerbang menuju masa depan. Dalam islam perkawinan
adalah suatu ibadah juga salah satu kaidah bagi pembentukan keluarga dan untuk
melahirkan keturunan. Apabila dilihat dari sisi historis hukum yang paling pertama
muncul adalah hukum keluarga khususnya hukum perkawinan yang ditandai dengan
perkawinan adam dan hawa manusia meyakini benar bahwa Adam a.s adalah
manusia yang pertama dan anak istri serta anak-anaknyayang hidup sejaman dengan
Adam as dipandang sebagai generasi pertama, maka disutulah hukum dimulai yaitu
dari generasi adam dan kelurganya.1
Perkwinan bukan saja bertujuan untuk berkembang biak tetapi pada dasarnya
adalah membentuk keluarga bahagia dan kekal. Sesuai dengan pasal 1 Undang-
Undang No . 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan menegaskan:
“ Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang wanita dan seoarangpria sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa”
Untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut maka sangat diperlukan sekali
kasih sayang antara dua orang tesebut yang berbeda latar belakang dari segala sisi
1 M. Amin Suma, Hukum kelurga Islam Di Dunia. (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2004), cet-1., h.3-4
2
dengan kasih sayang dan cinta yang ditanamkan Allah SWT. Maka akan tebentuk
keluarga sakinah mawaddahwarohmah.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mempertahankan mahligai rumah
selamanya sungguh sangat berat dan penuh perjuangan, tanpa adanya prinsip diatas
tak ayal lagi mahligai rumah tangga dapat berhenti dan putus ditengah jalan
.kenyataan membuktikan bahwa banyak percerayan yang terjadi dari tahun ke tahun
yang tercatat di PA di masing masing daerah . putusnya perkawinan dapat terjadi
karena berbagai alasan dan berbgai hal, baik karena meninggal dunia atau karena
faktor biologi,ekonomi dan psikologis, seperti salah satu pihak melalaikan
kewajibanya, atau terjadi peselisihan yang tidak pernah padam, atau adanya
intervensi pihak ketigaseperti orang tua dan sebagainya. Namun tidak saja hal-hal
yang bersifat materi atau seperti yang disebut diatasyang bisa menjadi sebab terjadi
percerayan, ada pula semata-mata terjadi karena terbentur kebutuhan dan sikap
sehari-hari dan masing-masing pihak maunya menang sendiri2
Sesuai dengan salah satu tujuan perkawinan adalah mendapatkan keturunan
dan berkembang biak agar kehidupan kita berlanjut, serta untuk menciptakan
ketenangan dan kedamaian dalam hidup maka disamping cinta yang diberikan oleh
Allah SWT pada manusia, harus ada prinsip bahwa perkawinan adalah suatu ikatan
yang kuat dan selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja, oleh karena itu
2 Satria Effendi M. Zein, Prolematika Hukum Islam Kontemporer (Analisis DenganPendekatan Ushuliah), Jakarta, Prenada
3
perkawinan harus dilandasi atas dasar kerelaan dan keiklasan hati sehingga tujuan
perkawinan yang langgeng dapat terwujud.3
Pada dasarnya benturan-benturan dalam rumah tangga sangat mudah untuk
dihindari dan dapat mudah pula untuk ditangani seandainya terjadi, semua berawal
dari prinsip prinsip saling mengerti dan memahami satu sama lain kekurangan
maupun kelebihan masing-masing.
Namun apabila hal-hal diatas dapat terselesaikan maka pasangan suami istri
dapat mempertahankan mahligai rumah tangganya, namun sebaliknya apabila tidak
dapat di diselesaikan maka yang akan timbul adalah percerayan sebagai jalan
keluarnaya. Percerian adalah sebuah jalan terahir dalam sebuah penyelesainya
kemelut rumah tangga, setelah sebelumnya dilakukan upaya preventif dari pihak
masing-masing keluarga.
Percerayan menurut islam pada prinsipnya dilarang, hal itu dapat dilihat dan
ditegaskan oleh Rosullah SAW dalam sabdahnya bahwa perceraian adalah sesuatu
yang halal akan tetapi sangat dibenci Allah SWT.
Dari Ibnu Umar R.A. berkata. Bahwasanya Nabi SAW bersabda:
4ابغض احلال ل الئ ا الطلال ق (ر وا ه ابو داود وابن ماز و احلا كم)
“ sesuatu perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak(percerayan) “ (Riwayat Abu Daud, ibnu majah dan al-hakim dari ibnuumar)
3 Abdurrahman Ghazali, Fiqh Munakahat (Jakarta, Prenada Media,2003,) edisi ke-2 h. 364 Sunnah Abu Daud, Abu Daud Sulaeman Sajastani : Tahqiq, Ahma Saad Ali Kairo:
Musthafa Al-Babi Al-Jalabi Juz 1, 1952, h. 503
4
Islam memberikan hak talak kepada suami untuk menceraikan istrinya dan
hak khulu kepada istri untuk menceraikan suaminya dan fasakh untuk kedua-duanya.
Dengan demikian yang memutuskan perkawinan dan menyebabkan percerayan
antara suami dan istri adalah:
a) Kematian
b) Thalak
c) Khulu’
d) Fasakh5
Seandainya terjadi percerian maka bukan berarrti persoalan-persoalan rumah
tangga akan berahir begitu saja, justru dengan adanya percerayan maka akan timbul
berbagai permasalahan yang akan diselesaikan oleh suami istri, selain permasalahan
anak,nafkah anak, istri juga yang tak kalah rumitnya adalah permasalahan harta
bersama serta pengurusanya.
Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawianan di Indonesia yang merupakan objek harta bersama adalah harta yang
didapat dari selama dalam perkawinan.
Pasal 35 ayat 1Tentang .
“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”
Hukum islam “AL-Qur’an dan As-Sunnah “ tidak mengenal harta bersama,
namun menurut pandangan Yahya Harahap harta bersama tidak bertentangan secara
diametral dengan hukum islam. Sekalipun secara teori fiqh islam tidak mengenal
5 Mahmud Yunus, Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta pt. Hidayakarya, 1996)
5
harta bersama hal itu tidak menghalangi terciptanya lembaga hukum itu dalam
keluarga islam apabila dalam kenyataan kehidupan mereka, isrti selama membantu
suami dalam pekerjaan dengan sendirinnya secara diam-diam terwujudlah harta
bersama:
عن انس رضي ا عنه ان نفرا من اصحاب النيب صلي ا عليه وسلم سالوا ازواج النيب ا وسلم عن عمله يف السر فقال بعضهم الاتزوج النساء وقال بعضهم: الاكل اللحم وقال بعضهم : الانام علي
وانام واصوم وافطر فراشز فحمد ا واثنى عليه فقال : مابال اقوام قوام قالوا كداوكدالكين اصلي 6واتزوج النساء فمن رغب عن سنيت فليس مين (روامهسلم)
Artinya : Dari Anas RA, bahwa sekelompok orang dari sahabat Nabi SAWbertanya kepada istri-istri Nabi tentang amalan beliau yang tersenbunyi, lalu sebagiansahabat berkata, “Aku tidak akan menikahi perempuan, “ sebagian lain berkata, “akutidak akan makan daging” , sebagian lain mengatakan, “Aku tidak akan tidur di ataskasur” Mendengar semua itu, Rasulullah SAW mengucapkan pujian kepada Allah,lalu bersabda, “mengapa orang-orang mengatakan begini dan begitu, padahal akushalat dan juga tidur, berpuasa dan berbuka, dan aku juga menikahi perempuan.Jadi barang siapa membenci ajaranku dia bukan termasuk golonganku.(HRMuslimin)
Banyak diantara mereka benar-benar sungguh-sungguh dalam melaksanakan
keinginannya untuk membina dan mempertahankan rukun damai dan serasi diantar
mereka dan banyak dari mereka melakukan usaha kearah terwujudnya situasi yang di
idam-idamkan itu,walaupun usaha tersebut dilakukan tanpa rencana, tanpa ilmu dan
tanpa pengalaman. Walaupun usaha dan keinginan itu serius, namun dalam
6 Muhammad Nasihin Al-Albni, Ringkasan shahih Muslim, (Jakarta pustaka Azzam),h.558.
6
kenyataannya kerukunan dan keharmonisan itu kadang-kadang tidak berhasil
diciptakan dan sering mengalami gangguan-gangguan.gangguan-gangguan ini
ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan yang muncul atau menampakkan diri. Dengan
demikian terjadilah ketegangan yang akhirnya menjadi persengketaan atau konflik.
Penyelesaian suatu perselisihan atau konflik yang terbaik adalah dengan cara
perdamaian atau mediasi. Hokum islam mementingkan penyelesaian perselisihan
dengan cara perdamaian , sebelum dengan cara putusan Pengadilan, karena putusan
pengadilan dapat menimbulkan dendam yang mendalam, terutama bagi pihak yang
terkalahkan. Untuk itu sebelum diperiksa hakim wajib berusaha mendamaikan kedua
belah pihak terlebih dahulu, apabila hal ini belum dilakukan oleh hakim bisa
berakibat bahwa putusan yang dijatuhkan batal demi hokum.7
Sebagian besar dari konflik-konflik itu tidak sampai menghasilkan
perceraian, tetapi bukan berarti persengkataan tersebut telah selesai. Bukan tidak
mungkinhal tersebut nantinya akan menjadi pemicu yang kuat untuk terjadinya
perceraian.8
Jika terjadi perceraian, maka hal pertama yang akan dilakukan pihak yang
ingin bercerai adalah mengajukan permohonan kepada pengadilan agama (khusus
yang beragama islam). Dipengadilan itu sendiri, pada sidang pertama hakim akan
menganjurkan kepada pihak untuk menganjurkan mediasi yang mana hal ini bersifat
7 Jaenal arifin, Pengadilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia.( Jakarta,Kencana prenada Media Group, 2008), h.351
8 Departemen Agama RI, Pedoman Konseling Keluarga Sakinah (Jakarta : DepartemenAgama RI,2004), h.135.
7
wajib/mutlak dilakukan dan dicantumkan dalam Berita Acara Sidang. Meskipun
dalam sidang selanjutnya upaya damai masih dapat diupayakan.9
Hakim agama mengemban fungsi mendamaikan. Oleh karena penyelesaian
perkara dengan jalan damai akan mengurangi rasa permusuhan antara kedua belah
pihak yang berperkara. Peran hakim pengadilan Agama dalam proses persidangan
pertama dan utama ialah mendamaikan para pihak yang berperkara, karena
mendamaikan adalah prioritas utama yang terutama dalam proses penyelesaian dalam
pembagian harta bersama, sedang kan fungsi mengadili merupakan kegiatan tindak
lanjut atas kegagalan upaya mendamaikan. Hal ini sesuai dengan pasal 28 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, “selama perkara belum diputuskan , usaha
mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan”.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka sangat menarik untuk mengkaji dan
mengadakan penelitian terhadap pengadilan Agama Jakarta selatan dalam bentuk
karya ilmiah atau sekripsi yang bejudul “EFEKTIFITAS DAN PERANAN
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN DALAM MEWUJUDKAN
PROSES MEDIASI”
B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah
Pangadilan merupakan lembaga yang diberi kewenangan untuk memutus
perkawinan disamping itu Pengadilan memilik kewajiban untuk mengusahakan
terjadi perdamaian dan mempersulit percerayan dan perselisihan.Untuk lebih
9 Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradialn Agama (Jakarta: rajawali press. 2002), h.97-98.
8
memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan sekripsi ini, penulis
memberi batasan sesuai dengan judul yang ada sebagai berikut:
a) Bahwa lembaga Pengadilan Agama yang menjadi studi analisis dalam sekripsi ini
adalah lembaga Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
b) Penelitian ini realita yang terjadi dilapangan yaitu hasil dari mediasi yg
dikarjakan olah Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Adapun masalah yang dapat penulis rumuskan adalah Banyaknya ketentuan
Undang-Undang teristimewa Al-Quran, Hadis dan berbagai kitan Fiqh yang
membuka pintu baik bentuk anjuran ataupun perintah kearah perdamain, namun
dalam kenyataanya justru percraian dan perselisihan antara pihak semakin hari
semakin marak walaupun telah diusahakn secara maksimal oleh mediator. Dari
batasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan dalam kerangka pertanyaan sebagai
berikut:
1) Bagaimana proses mediasi yang dilakukan diPengadialan Agama Jakarta Selatan?
2) Apakah proses mediasi tersebut efektif atau tidak?
3) Dari sejumlah kasus yang diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan berapa
perkara yang berhasil didamaikan?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menjawab permasalahan tentang bagaimana proses, efektifitas dan
keberhasilan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan mediasi tersebut.
9
2. Sebagai syarat mendapatkan gelar S.sy di Fakultas Sya’riah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Jakarta
Adapun manfaat penelitian
a) Secara teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini adalah dalam rangka untuk
pengembangan wawasan ilmu khususnya hukum perdata yang berlaku di
lingkungan peradilan Agama.
b) Secara praktis
Secara praktis dari hasil penelitian ini adalah untuk memperluas
pengetahuan diri penulis dan sebagai bahan bacaan serta informasi bagi
masyarakat yang ingin mengetahui percerayain dan akibat hukumnya terhadap
benda yang diperoleh selama perkawinan yang diselesaikan dengan
perdamaian di luar sidang serta untuk memenuhi syarat akademis dalam
rangka memperoleh gelar sarjan hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif hidayatullah.
D. Review Study Terdahulu
Sejauh ini penulis belum menemukan sekripsi yang secara khusus membahas
judul yang sama seperti judul yang penulis ajukanatau yang serupa khususnya di
fakultas syariah dan hokum UIN Syarif hidayatullah Jakarta dan fakultas hokum
Universitas lain pada umumnya.
10
Hemat penulis, ada beberapa karya tulis lain yang berhubungan dengan
sekripsi ini khususnya di Fakultas syariah dan hukum tetapi hanya sekedar membahas
sekedar harta bersamanya diantaranya.
No Identitas Terdahulu Subtansi Perbedaan
1 Proses pembagian harta
bersama melalui
perdamain didepan sidang,
di Pengadilan Agama
Jakarta Timur (analisa
putusan PAJT Nomor :
1585/Pdt.G/2007/PA.JT).
Siti mushofa
Hanya membahas
perdamain di depan
sidang, tidak
membahas diluar
sidang.
Membahas semua
perkara yang perlu
dimediasi.
Kewarisan,perceraian
dan kasus-kasus yang
masuk diterima
Pengadilan Agama
Jakarta Selatan.
2 Peranan pengadilan dalam
mewujudkan perdamain
dipengadilan Agama
Jakarta Timur.
Mutia rahmadani
Hanya membahas
secara umum tidak
membahas langsung
ke putusan-putusan
yangtelah diputuskan
Membahas realita
yang terjadi di
masyarakat di
wilayah jakrta
selatan
Dengan demikian sekripsi ini berbeda dengan penelitian terdahulu.Oleh
karena itu pula penulis merasa perlu mengangkat judul dan pembahasan yang
diangkat dalam sekripsi ini
11
E. Metode Penelitian
Metode yang diguanakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif.Metode deskriptif analitis
adalah metode yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan
dilapangan.Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian yang menggunakn
pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis dari orang-orang atau prilaku yang diamati.10
Jenis penelitian dilakukan dengan mengadakan penelitian hukum kepustakaan
(library research) penelitian hukum kepustakaan adalah penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Dalam hal
ini data sekunder diperoleh dari hasil kajian hukum terhadap buku-buku, majalah-
majalah, dan Undang-Undang yang ada relevensinya dengan tema sekripsi ini.
Seperti undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1974 tentang penjelasan atas Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang perkawinan, peraturan pemerintah nomor 9 Tahun 1974 tentang
penjelsan atas Undang-unadng no 1 tahun 1974, unadang-undang no 7 tahun 1989
yang sudah diamandemen oleh undang-undang no 3 tahun 2006 tentang peradilan
agama, intruksi persiden nomor 1 tahun 1991 (Kompilasi Hukum Islam), kitab
Undang-Undang hukum perdata (BW) dan RIB/HIR. sedang data primernya
dihasilkan dari data wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
10 Lexy j. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT, Remaja Rosda Karya, 2004),h 3.
12
a. Alat Pengumpul Data
Data dalam penelitian ini dihasilkan dengan menggunakan alat pengumpul
data sebagai berikut :
1) Bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dalam hal ini berupa
berkas-berkas Akta perdamain di Pengadilan Agama Jakarta selatan yang
berkekuatan hukum tetap ( BHT) . peraturan perundang-Undangan.
Sedeangkan bahan hukum sekundernya adalah buku-buku hukum lain yang
mendukung yang memperjelas bahan hukum sekunder.
2) Wawancara, Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung
yaitu antara pewawancara dengan TAMAH,SH. Sebagai Koordinator mediasi
di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. yang bertujuan untuk mendapatkan
data dari tangan pertama (primer). Sedang alat pengumpul data yang
digunakan dalam wawancara ini adalah pedoman wawancara.
b. Alat Analisis Data
Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dan diberikan interpretasi untuk
dapat menjawab permasalahan yang dirumuskan data yang diperoleh dari hasil
kajian hukum, dalam kaitan ini berupa berkas akta perdamaian dipengadilan
Agama Jakarta Selatan yang berkekuatan hukum tetap (BHT) laporan perkara
tahunan pengadilan Agama Jakarta Selatan tahun 2010 serta peraturan
perundang-undangan, akan ditinjau lebih jauh untuk mendapatkan hasil yang
13
diinginkan dengan didukung oleh referensi-referensi yang memperkuat data yang
diperoleh dari bahan hukum diatas.
Kajian terhadap hukum-hukum tersebut bertujuan untuk memperoleh data-
data yang diperlukan, sehingga dapat menjwab rumusan maslah dalam penulisan
ini.
Sedang pengolahan data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan dengan
cara :
Pertama : mengedit (editing)data yaitu memeriksa data yang terkumpul apakah
jawaban-jawaban dan pertanyaan yang diajukan dalam wawancara sudah
sesuai belum dengan yang dibutuhkan, jawaban yang dianggap lengkap
dan yang belum atau tidak menjawab dipisahkan.
Kedua : mengklasifikasikan data yaitu mengkelompokkan data berdasrkan
masing-masing permaslahan yang masing-masing dirumuskan.
Setelah pengolahan data kemudian dilanjutkan dengan menginterpretasikan
data. Analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut secara
jelas, kemudian menginterpretasikannya menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan
demikian akan nampak jelas rincian atas jawaban atas permasalahan yang diteliti.
G. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan sekripsi ini lebih sistematis maka, untuk itu penyusun
membagi menjadi lima bagian yang akan dipaparkan sebagai berikut :
14
Bab Pertama : Yang berisikan pendahuluan , yang mencakup latar belakang
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, reviw study terdahulu, metode penelitian,
serta sistematika penulisan.
Bab Kedua : eksistensi peradilan Agama, terdiri dari sejarah singkat berdirinya
Pengadilan Agama Jakarta Selatan samapi lokasinya,struktur organisasi dan Struktur
Organiasasi Tata Kerja Pengadilan Agama Jakarta Selatan, tugas dan wewenang
Pengadilan Agama.
Bab Ketiga :upaya mewujudkan Mediasi, terdiri dari pengertian Mediasi ditingkat
pengadilan, macam-macam Mediasi, tujuan dan manfaat mediasi, proses mediasi di
Pengadilan.
Bab Keempat: Peranan Pengadilan Agama dalam mewujudkan perdamaian terdiri
dari upaya para Hakim dalam Mediasi, hambatan-hambatan para Hakim dalam usaha
Mediasi dan tingkat keberhasilan dalam upaya Mediasi
Bab Kelima : penutupan yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
15
BAB II
EKSISTENSI PERADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
1. Sejarah singkat dan Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama
Jakarta Selatan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai salah satu instansi yang
melaksanakan tugasnya memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai berikut :
1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 24 ;
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 ;
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ;
4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 ;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 ;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 ;
7. Peraturan/instruksi/Edaran Mahkamah Agung RI ;
8. Intruksi Dirjen Bimas Islam/ Bimbingan Islam ;
9. Keputusan Menetri Agama Agama RI. Nomor 69 Tahun 1963, tentang
Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan ;
10. Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan tata Kerja dan Wewenang
Pengadilan Agama. 11
2. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan
11 Sejarah pengadilan Agama Jakarta Sealatan di akses pada 20 januari 2011 darI www.PAjaksel.co.id
15
16
Pengadilan Agama Jakarta selatan dibentuk berdasarkan surat keputusan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963.
Pada mulanya Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat
tiga kantor yang dinamakan Kantor Cabang yaitu :
1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara ;
2. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah ;
3. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai Induk ;
4. Semua Pengadilan Agama tersebut diatas termasuk Wilayah Hukum Cabang
Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya Cabang
Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan Menteri Agama
Nomor 71 tahun 1976 tangga;l 16 Desember 1976. semua Pengadilan Agama di
Propinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan Agama yang berada di Daerah Ibu
Kota Jakarta Raya berada dalam Wilayah Hukum Mahkamah Islam Tinggi
Cabang Bandung. Dalam perkembangan selanjutnya istilah Mahkamah Islam
Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA).12
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
61 tahun 1985 Pengadilan Tinggi Agama Surakarta di pindah di Jakarta, akan tetapi
realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara otomatis
Wilayah Hukum Pengadilan Agama diwilayah DKI Jakarta adalah menjadi Wilayah
Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta
12 Ibid
17
3. Perkembangan dari masa ke masa :
A. PA. Jakarta Selatan Berkantor Di Serambi Masjid (1967- 1979)
Terbentuknya kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan
jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang ketika itu pada tahun 1967
merupakan cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang berkantor di
jalan Otista Raya Jakarta Timur.13
Sebutan pada waktu itu adalah cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk sesuai dengan banyaknya
jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntutan
masyarakat Jakarta Selatan yang diwilayahnya cukup luas. Untuk itu keadaan kantor
ketika itu masih masih dalam keadaan darurat yaitu menempati gedung bekas Kantor
Kecamatan Pasar Minggu disuatu gang kecil yang sampai saat ini dikenal dengan
gang Pengadilan Agama Pasar Minggu Jakarta Selatan pimpinan kantor di pegang
oleh. H. POLANA.14
Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian kalaupun ada tentang
warisan masuk kepada Komparisi itu pun dimulai tahun 1969 kerjasama dengan
Pengadilan Negeri yang ketika itu dipimpin oleh Bapak BISMAR SIREGAR, SH.
13 ibid14 Ibid
18
Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa waris akan tetapi hal itu di
tentang oleh pihak keamanan karena bertepatan dengan kewenangan karena
bertentangan dengan kewenangannya sehingga sempat beberapa orang termasuk Pak
HASAN MUGHNI di tahan karena Penetapan Fatwa Waris sehingga sejak itu Fatwa
Waris di tambah dengan kalimat “Jika ada harta peninggalan”.15
Pada tahun 1976 gedung Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan
pindah ke Blok D Kebayoran baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi
Masjid Syarief dan sebutan Kantor Cabang pun dihilangkan menjadi Pengadilan
Agama Jakarta Selatan dan pada masa itu diangkat pula beberapa Hakim honorer
yang diantaranya adalah Bapak H. ICHTIJANTO, SA, SH16
Penunjukan tempat tersebut atas inisiatif Kepala Kandepag Jakarta Selatan
yang waktu itu di jabat oleh Bapak Drs. H. MUHDI YASIN. Seiring dengan
perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan untuk menangani tugas – tugas
kepaniteraan yaitu ILYAS HASBULLAH, HASAN JAUHARI, SUKANDI,
SAIMIN, TUWON HARYANTO, FATHULLAH AN, HASAN MUGHNI, dan
IMRON, keadaan penempatan Kantor di serambi Masjid tersebut bertahan sampai
pada tahun 1979.17
B. PA. Jakarta Selatan Berkantor Di Gedung Sendiri
15 ibid16 ibid17 ibid
19
1) Pada bulan September 1979 kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke
gedung Baru di. Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan menempati gedung
Baru dengan tanah yang masih menumpang pada areal tanah PGAN Pondok
Pinang dan pada tahun 1979 pada saat Pengadilan Agama Jakarta Selatan
dipimpin oleh Bapak H. ALIM BA diangkat pula Hakim-Hakim honorer untuk
menangani perkara-perkara yang masuk, mereka diantaranya KH, YA’KUB, KH.
MUHDATS YUSUF, HAMIM QARIB, RASYID ABDULLAH, ALI IMRAN,
Drs. H. NOER CHAZIN.18
2) Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa berkepimpinan Drs. H.
DJABIR MANSHUR, SH, Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke
Jalan Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan
menempati gedung baru. Digedung baru ini meskipun tidak memenuhi syarat
untuk sebuah kantor Pemerintah setingkat walikota, karena gedungnya berada
ditengah-tengah penduduk dan jalan masuk dengan kelas jalan III C. Namun
sudah lebih baik ketimbang masih di Pondok Pinang, pembenahan – pembenahan
fisik terus dilakukan terutama pada masa kepemimpinan Bapak Drs. H.
JAYUSMAN, SH. Begitu pula pembenahan – pembenahan administrasi terutama
pada masa kepemimpinan Bapak Drs. H. AHMAD KAMIL, SH pada masa ini
pula Pengadilan Agama Jakarta Selatan mulai mengenal computer walaupun
18 ibid
20
hanya sebatas pengetikan dan ini terus ditingkatkan pada masa kepemimpinan
Bapak Drs. RIF’AT YUSUF.19
3) Pada masa perkembangannya selanjutnya Tahun 2000 ketika kepemimpinan
dijabat oleh Bapak Drs. H. ZAINUDDIN FAJARI, SH pembenahan-pembenahan
semua bidang, baik fisik maupun non fisik diadakan sistim komputerisasi dengan
online Komputer, dan ini terus dibenahi sampai sekarang oleh Ketua Pengadilan
Agama Bapak Drs. H. Syed Usman, SH. Yang tujuannya adalah untuk
meningkatkan pelayan kepada masyarakat pencari keadilan dan menciptakan
peradilan yang mandiri dan beribawa.
4) Perkembangannya selanjutnya Tahun 2007-2008 ketika kepemimpinan dijabat
oleh Bapak Drs. H. A. CHOIRI, SH, MH pembenahan-pembenahan semua
bidang, baik fisik maupun non fisik sudah terintegrasi dengan online Komputer,
pada periode ini juga Pengadilan agama Jakarta Selatan berhasil pengadaan tanah
untuk bangunan gedung baru seluas + 6000 m2 yang terletak di Jl. Harsono RM,
Ragunan, JakSel. 20
5) Selanjutnya sejak Tahun 2008 telah dibangun gedung baru yang sesuai dengan
prototype Mahkamah Agung RI. Pembangunan dilaksanakan 2 tahap, tahap
pertama tahun 2008 dan tahap kedua tahun 2009 pada saat itu Pengadilan Agama
Jakarta Selatan di Ketuai oleh Bapak Drs. H. PAHLAWAN HARAHAP, SH,
MA.
19 ibid20 ibid
21
6) Selanjutnya pada akhir April 2010 Gedung baru Pengadilan Agma Jakarta
Selatan diresmikan bersama-sama dengan gedung-gedung baru lainnya di
Pontianak (Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah Agung RI. Kemudian pada
awal Mei 2010 diadakan tasyakuran dan sekaligus dimulainya aktifitas
perkantoran di gedung baru tersebut, pada saat itu Ketua Pengadilan Agama
Jakarta Selatan dijabat oleh Drs. H. AHSIN.A.HAMID, SH.
7) Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representatif tersebut di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan dalam segala hal, baik
dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan maupun dalam hal peningkatkan
IT yang sudah semakin canggih disertai dengan program-program yang
menunjang pelaksanaan tugas pokok, seperti program SIADPA yg sudah berjalan
dan terintegrasi dengan TV Media Center, Touch Screen (KIOS-K) serta
beberapa fitur tambahan dari WEBSITE pa-jakartaselatan.go.id.21
C. Data Dan Keterangan Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Secara geografis, Pengadilan Agama Jakarta Selatan terletak di Kotamadya
Jakarta Selatan, luas wilayah Kotamadya Jakarta Selatan adalah seluas 145,73
Kilometer persegi (Km2) dan secara astronomis wilayah kotamadya Jakarta Selatan
terletak dan berada pada posisi 06’15’40,8’ Lintang Selatan dan 106’45/0,00’Bujur
Timur, dan berada pada kemiringan 26,2 meter diatas permukaan laut. Jakarta
Selatan bercirikan daerah yang beriklim khas Tropis dengan temperature udara
sekitar 27,7’ celcius dan kelembaban udara rata-rata 75 % yang disapu angin dengan
21 ibid
22
kecepatan sekitar 0,2 knot sepanjang tahun. Curah hujan mencapai ketinggian
2,596,7 mm setahun atau rata – rata sekitar 85,8 mm perhari yang terjadi selama 182
hari dalam setahun. Curah hujan tertinggi terjadi dalam bulan Januari (737,5 mm)
dan Februari (425,3 mm) Didaerah Jakarta Selatan terdapat Rawa / setu ( Setu
Babakan) wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah resapan air, dengan iklimnya
yang sejuk sehingga ideal dikembangkan sebagai wilayah penduduk. 22
Didaerah Jakarta Selatan juga banyak terdapat kegiatan usaha dan
perkantoran.
a. Pembagian Wilayah :
Secara administratif, wilayah ini terbagi menjadi 10 Kecamatan dan 65
Kelurahan dengan luas keseluruhan mencapai, 145,73 Km2.23
1. KECAMATAN TEBET :
KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW
Manggarai 0.95 8,885 164 12
Manggarai Selatan 0.51 6,245 131 10
Bukit Duri 1.08 8,958 151 12
22 Ibid23 Sejarah PA Jaksel, diakses pada 20 januari 2011 dari wwwPAjaksel.com.
23
Menteng Dalam 2.58 10,087 139 14
Tebet Timur 1.39 5,876 110 11
Tebet Barat 1.72 7,721 102 8
Kebon Baru 1.30 9,248 153 14
TOTAL 9.53 57,020 950 81
2. KECAMATAN SETIA BUDI 24
KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW
Setiabudi 0.94 369 16 3
Karet 0.94 3,170 59 7
Karet Semanggi 0.90 765 17 3
Karet Kuningan 1.79 5,863 79 6
Menteng Atas 0.90 8,160 145 11
Kuningan Timur 2.15 1,606 30 5
Pasar Manggis 0.78 5,961 142 12
Guntur 0.65 893 23 2
24 ibid
24
TOTAL 9.05 26,787 511 49
3. KECAMATAN MAMPANG PRAPATAN :25
KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW
Kuningan Barat 0.98 2,400 46 5
Mampang Prapatan 0.78 3,211 71 6
Pela Mampang 1.62 8,919 150 13
Tegal Parang 1.06 4,290 64 6
Bangka 3.30 4,375 65 5
TOTAL 7.74 23,195 396 35
4. KECAMATAN PASAR MINGGU :26
KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW
Pejaten Barat 2.90 8,122 100 8
25 ibid26 ibid
25
Pasar Minggu 2.79 5,045 111 10
Jatipadang 2.50 5,161 101 10
Ragunan 5.05 7,471 111 11
Cilandak Timur 3.53 6,065 68 7
Kebagusan 2.26 9,678 87 8
Pejaten Timur 2.88 8,145 145 11
TOTAL 21.91 49,687 723 65
5. KECAMATAN KEBAYORAN LAMA27 :
KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW
Grogol Utara 3.33 7,165 156 14
Grogol Selatan 2.85 5,042 114 10
Cipulir 1.94 7,075 140 11
Kebayoran Lama Utara 1.78 10,138 104 10
Pondok Pinang 6.84 11,548 186 17
Kebayoran Lama 2.57 5,779 139 12
27 ibid
26
Selatan
TOTAL 19.31 46,747 839 74
6. KECAMATAN CILANDAK :
KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW
Gandaria Selatan 1.76 4,344 74 7
Cipete Selatan 2.37 7,099 75 7
Cilandak Barat 6.05 9,709 144 12
Lebak Bulus 4.41 6,161 72 8
Pondok Labu 3.61 7,455 96 10
TOTAL 18.20 34,768 461 4
7. KECAMATAN KEBAYORAN BARU : 28
KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW
Senayan 1.53 1,288 27 5
Rawa Barat 0.69 794 44 7
28 ibid
27
Selong 1.40 1,110 39 6
Gunung 1.32 2,625 68 8
Kramat Pela 1.23 3,665 84 10
Melawai 1.26 673 43 9
Petogogan 0.86 4,535 79 6
Pulo 1.27 2,681 48 8
Gandaria Utara 1.52 6,751 147 15
Cipete Utara 1.83 4,977 104 11
TOTAL 12.91 29,099 683 85
8. KECAMATAN PANCORAN 29 :
KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW
Pancoran 1.24 4,585 58 5
Duren Tiga 2.45 6,325 76 7
Kalibata 2.20 6,760 116 9
Cikoko 0.72 2,450 42 5
29 ibid
28
Pengadegan 0.95 4,199 84 8
Rawajati 0.67 3,880 80 8
TOTAL 8.23 28,199 456 42
9. KECAMATAN JAGAKARSA 30:
KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW
Tanjung Barat 3.65 6,120 66 6
Jagakarsa 4.85 8,491 80 7
Lenteng Agung 2.28 9,892 114 10
Srengseng Sawah 6.75 10,502 156 19
Ciganjur 3.61 5,233 61 6
Cipedak 4.24 4,161 60 6
TOTAL 25.38 44,399 537 54
10. KECAMATAN PESANGGRAHAN :
KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW
30 ibid
29
Petukangan Utara 2.99 5,075 119 11
Petukangan Selatan 2.11 3,364 83 7
Ulujami 1.71 5,480 88 8
Pesanggrahan 2.10 3,092 84 8
Bintaro 4.56 6,429 135 14
TOTAL 13.47 23,440 509 48
b. Pengurus Pengadilan Agama Jakarta Selatan31
KETUA: : Drs. H. Ahsin A. Hamid ,SH
WAKIL KETUA : Drs. Yasardin, SH.MH
HAKIM : Dra. H. Noor Jannah Aziz, SH. MH
: Dra. Ai Zainab, SH
: Hj. Shafwah, SH.MH
: H. Muh.Kaelani, SH, MH
: Dra. H. Farchanah, M. HUM
: Dra. Muhayah. SH
: Drs. Nurafizal. SH
: Drs. Muaslim. SH. MHI
: Tamah. SH
: Dra. Hj. Tuty Uluwiyah. SH
: Dra. Hj. Ida Nursaadah, SH.MH
: Drs. Sohel, MH
31 ibid
30
PANITERA : Drs. Ach. Jufry, SH
WAKIL PANITERA : Ghiar fau’ah. SH
PANITERA MUDA PEMOHON : Dra. Ida Fitriani,
PANITERA MUDA HUKUM : Drs. Taufiki, SH
PANITERA MUDA GUGATAN : Mohammad Hambali, SH
KASUB. BAG. KEPEGAWAIAN : Yuni Winarti, SHI
PANITERA PENGGANTI : Teguh maghzan, SH
: Ahmad Irfan, SH
: Rahmi, SH
: Nurhayati, SH
: Ikrimawatiningsih, S.Ag
: Eva Zulhaefah, SH
: Ahlan, SH
: Siti Faradilah. Aps.SH
: Rita Syuriah, SH
: M.Yasin.MH
: Nur aini,SHI
: Ratu Ayu Rahmi, Shi
: Tohir, SH
JURU SITA : Wardono
JURU SITA PENGGANTI : Ombang Hasyim Ashari, S.Ag
: Sudiono
: M Zamrun najib, SE
: Wisno Widjaya, SE
: Ahmad Furqoni, SE
: Fa’ilatun
31
: Nining Widiawati32
: Nurdiansyah, SH
: Mely Yonda, SH
: Nur holia
: Adji Juanda Racmad
: Kunthi septianti, A.Md
: Ustiana Putri Utami. A.Md
STAF : Sujiati
: M Shahid
: Nurhasan
CALON HAKIM : Harisman, SHi
CALON PANITERA : Muhammad Yunus, SHi
CALON JURUSITA : Nanang Wahyudi, AMd
32 ibid
32
33
C. Tugas Dan Wewenang Pengadilan Agama
Kata “kekuasaan” sering disebut “kompetensi” yang berasal dari bahasa
Belanda “competentie”, yang kadang-kadang diterjemahkan dengan “kewenangan”
dan terkadang dengan “kekuasaan”.33
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman (yudicial power) di Indonesia
dilaksanakan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara yang berpuncak pada Mahkamah
Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Pengadilan pada keempat lingkungan
Peradilan itu memiliki cakupan dan batasan kekuasaan masing-masing. Cakupan dan
batasan pemberian kekuasaan untuk mengadili (attributie van rechtmacht) itu,
ditentukan oleh bidang yuridiksi yang dilimpahkan undang-undang kepadanya.34
Berkenaan dengan hal itu, terdapat atribusi cakupan dan batasan kekuasaan
masing-masing badan peradilan Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum di bidang pidana umum, perdata adat, dan perdata Barat minus
perkara pidana militer dan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota tentara dan
polisi Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama di bidang perdata
tertentu di kalangan orang-orang yang beragama Islam, yang dilakukan berdasarkan
hukum Islam. Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer di bidang
pidana militer dan pidana umum yang dilakukan oleh anggota tentara dan polisi.
33 DJalil, Peradilan Agama di Indonesia, h. 137.34 M. Yahya Harahap. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama: Undang-
Undang No.7 Tahun 1989 (Jakarta: Pustaka Kartini, 1990), h.89.
34
Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara di bidang
sengketa tata usaha Negara.35
Kekuasaan pengadilan pada masing-masing lingkungan terdiri atas
kekuasaan relatif (relative competentie) dan kekuasaan mutlak (absolute
competentie).36
1. Kekuasaan relatif (relative competentie)
Kekuasaan relatif berhubungan dengan daerah hukum suatu pengadilan,
baik pengadilan tingkat pertama maupun pengadilan tingkat banding. Artinva.
cakupan dan batasan kekuasaan relative pengadilan ialah meliputi daerah
hukumnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.37
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa daerah hukum Pengadilan
Agama, sebagaimana Pengadilan Agama, sebagaimana Pengadilan Negeri,
meliputi daerah kota atau kabupaten. Sedangkan daerah hukum Pengadilan Tinggi
Agama, sebagaimana Pengadilan Tinggi, meliputi wilayah propinsi Namun
demikian, dalam penjelasan pasal 4 ayat (1) dinyatakan, "Pada dasarnya tempat
kedudukan Pengadilan Agama ada di kotamadva atau di ibukota kabupaten, yang
daerah hukumnya meliputi wilavah kotamadva atau kabupaten, tetapi tidak
tertutup kemungkinan adanya kekecualian”.38
35 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta: Rajawali Press. 2003) h.21736 Ibid., h.21837 Ibid38 Ibid
35
“Adanya kekecualian” itu banyak sekali ditemukan, oleh karena proses
pemecahan daerah kota dan kabupaten terjadi terus menerus seiring dengan
pertumbuhan dan penyebaran penduduk, selain proses perubahan dari kawasan
pedesaan menuju kawasan perkotaan (ubanisasi) Di samping itu, pembentukan
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama (PA dan PTA) dilakukan secara
terus menerus. Hal itu untuk memenuhi tuntutan kebutuhan karena beban perkara
semakin besar; dan untuk melakukan penyesuaian dengan pengembangan
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum (PN dan PT). Dengan sendirinya
terjadi “pembagian” daerah yuridiksi antara pengadilan yang terlebih dahulu
dibentuk dengan “saudaranya” atau “tetangganya” yang baru dibentuk.39
Pembentukan pengadilan dalam suatu kawasan pengembangan, khususnya
kawasan pemukiman penduduk memiliki arti yang sangat penting karena terdapat
korelasi positif antara jumlah penduduk, terutama yang beragama Islam, di dalam
daerah hukum Pengadilan (PA dan PTA) dengan jumlah perkara yang diajukan ke
pengadilan itu Sedangkan secara teknis efektivitas kekuasaaan relatif pengadilan
tergantung kepada para pihak yang bertempat tinggal di daerah hukum
pengadilan. Dengan kata lain, Pengadilnn Agama memiliki kekuasaan untuk
memeriksa dan memutus perkara di daerah hukumnya.40
39 Ibid., h. 21940 Ibid,. h 220
36
2. Kekuasaan mutlak (absolute competentie)
Kekuasaan mutlak Pengadilan berkenaan dengan jenis perkara dan
sengketa kekuasaan pengadilan Misalnya ;
Pengadilan Agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang
beragama Islam sedangkan bagi yang selain Islam menjadi kekuasaan Peradilan
Umum. Pengadilan Agamalah yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara
dalam tingkat pertama, tidak boleh langsung berperkara di Pengadilan Tinggi
Agama atau di Mahkamah Agung. Banding dari Pengadilan Agama diajukan ke
Pengadilan Agama, tidak boleh diajukan ke Pengadilan Tinggi. Terhadap
kekuasaan absolut ini, Pengadilan Agama diharuskan untuk meneliti perkara yang
diajukan kepadanya apakah termasuk kekuasaan absolutnya atau bukan. Kalau
jelas-jelas tidak termasuk kekuasaan absolutnya. Pengadilan Agama dilarang
menerimanya. Jika Pengadilan Agama menerimanva juga maka pihak tergugat
dapat mengajukan keberatan yang disebut "eksepsi absolut" dan jenis eksepsi ini
boleh diajukan sejak tergugat menjawab pertama gugatan bahkan boleh diajukan
kapan saja, bahkan sampai di tingkat banding atau kasasi Pada tingkat kasasi,
eksepsi absolut ini termasuk salah satu di antara tiga alasan yang
memperbolehkan orang memohon kasasi dan dapat dijadikan alasan oleh
Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Pengadilan Agama yang telah
melampa'ui batas kekuasaan absolutnya.41
41 Rasyid. Hukum Acara Peradilan Agama. h.27-28.
37
Adapun kekuasaan absolut Peradilan Agama disebut dalam Pasal 49 dan
50 UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diamandemen
dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989
tentang Pengadilan Agama yang berbunyi42 :
Pasal 49 tentang Pengadilan Agama.
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus. dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang :
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infak
h. Sedekah
i. Ekonomi islam
Pasal 50 tentang peradilan Agama,
1) Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau sengketa lain dalam
perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 29, khusus objek
42 Djalil, peradilan Agama diindonesia, h.141.
38
sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dan lingkungan
Peradilan Umum.
2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada Ayat (I) yang
subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam. Objek sengketa
tersebut diputuskan oleh Pengadilan Agama bersama perkara yang dimaksud
dalam Pasal 4943
43 Lihat UUNo. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan UU No. 3 Tahun 2006 tentangPerubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
39
BAB III
UPAYA MEWUJUDKAN PERDAMAIAN
A. Pengertian Mediasi
Perdamaian secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
penghentian permusuhan44. Sedang dalam bahsa arab, perdamaian berasal dari
terjemahan kata yang merupakan masdar dari صلحا یصلح صلح yang artinya :
الصلح فى اللغة اسم من املصاحلة وهي الساملة بعد املنازعة ويف الشريعة عقد يرفع النزاع
Ash-Shulhu (perdamain) merupakan suatu nama dari mushalamah yang
artinya saling menyerah setelah adanya pertikaian. Dan didalam syariat ash-Shulhu
berarti suatu akad yang dapat menghilangkan pertikaian .
ا على األخرى فقاتلوا اليت تبغي حتى وإن طائفتان من املؤمنني اقتتلوا فأصلحوا بينهما فإن بغت إحدامهتفيئ إىل أمر ا فإن فاءت فأصلحوا بينهما بالعدل وأقسطوا إن ا حيب املقسطني.
Artinya: dan jika ada dua golongan dari dari orang-orang mu’min berperang makadamaikanlah antara keduanya. Jika dari salah satu golongan itu berbuat aniayaterhadap golongan lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehinggagolongan itu Kn kembali kejalan Allah: jika golongan itu kembali (kepada perintah
44 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : balaipustaka, 1988)
38
40
Allah) maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (al-Hujurot ayat: 9)
Mediasi dalam literatur hukum islam bisa disamakan dengan konsep
“Tahkim” kata tahkim berasal dari bahasa arab yang artinya adalah menyerahkan
putusan pada seseorang dan menerima itu, yang secara etimologis berarti menjadikan
sesorang atau pihak ketiga atau yang disebut “hakam” sebagai penengah suatu
sengketa.
Tahkim digunakan sebagai istilah bagi orang atau kelompok yang ditunjuk
unutk mendamaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak. Tahkim
dimaksud sebagai upaya untuk menyelesaikan sengketa dimana para pihak yang
terlibat dalam sengketa diberi kebebasan untuk memilih seseorang Hakam (mediator)
sebagai penengah atau yang dianggap netral yang dianggap mampu mendamaikan
keuda belah pihak yang bersengketa.
Tahkim sebagaimana dimaksud telah dipraktekkan sejak masa awal islam
Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup.ketika itu Nabi Muhammad SAW juga
telah menrima putusan Sa’ad Ibnu Mu’adz mengenai bani quraidhah. Demikian juga
pertengkaran antar Umar bin Khattab ra dengan Ubay bin ka’ab tentang kebun kurma,
perkara ditahkimkan oleh Zaid bin Tsabit, semua sahabat sepakat menerima
keputusan hakam dan membenarkannya45.
45 Siti Juwariah, “Potret Mediasi Dalam Islam”, Artikel diakses pada 26 februari 2009 darihttp://badilag.net/2009/02/potret-mediasi-dalam-islam.html,
41
Menurut Rahmadi Usman, menyimpulkan bahwa mediasi adalah cara
penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak
ketiga yang bersikap netral (non intervensi) dan tidak berpihak (imparsial) kepada
pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut disebut “mediator” atau
“penengah” yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam
menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil
keputusan. Dengan perkataan lain, mediator disini hanya bertindak sebagai fasilitator
saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah atau
sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai
kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada ditangan mediator, tapi
ditangan para pihak yang bersengketa.
Mediasi dan negoisasi bukanlah dua proses yang terpisah namun lebih
mengarah kepada negoisasi yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral. Meskipun
secara subtansi negoisasi berbeda dengan mediasi, namun sering kali dikatakan bila
tidak ada negoisasi tidak ada mediasi. Oleh karena negoisasi merupakan nilai penting
dalam mediasi, maka tawaran pihak pertama dan harga konsensi akan sangat
menetukan pada hasil akhir egoisasi (mediasi).46
Adapun dalam pasal 1851 KUHPerdata dikemukakan bahwa yang dimaksud
dengan perdamain adalah suatu perstujuan dimana keduah belah pihak dengan
menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara
46 Rachmadi Usman, Pilihan Sengketa Diluar Pengadilan (Bandung: PT Aditiya Bakti,2003), h.82
42
yang sedang begantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Pertujuan
perdamain tidak sah melainkan harus dibuat secara tertulis. Kemudian dalam pasal
130 HIR dan Pasal 154 R.Bg dikemukakan bahwa jika pada hari persidangan, maka
Ketua Majlis Hakim berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa tersebut.
Jika dicapai perdamain maka persidangan hari itu juga dibuat putusan perdamain dan
kedua pihak dihukum untuk mentaati perstujuan yang telah disepakati itu. Putusan
Hakim yang dubuat muka sidang itu mempunyai hukum tetap dan dapat dilaksanakan
eksekusi sebagaimana layaknya putusan biasa yang memepunyai kekuatan hukum
tetap. Terhadap putusan perdamaian ini tidak dapat diajukan banding kepengadilan
tinggakat banding.
B. Ruang Lingkup Mediasi
Konflik atau sengketa yang terjadi antara manusia cukup luas dimensi dan
ruang lingkupnya. Konflik dan persengketaan dapat saja terjadi dalam wilayah publik
maupun wilayah privat. Konflik dalam wilayah konflik publik berkait erat dengan
kepentingan umum, dimana negara berkepentingan untuk mempertahankan
kepentingan umum tersebut. Kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan seseorang
harus diselesaikan secar hukum melalui penegakan aturan penegakan pidana
dipengadilan. Dalam kasus pidana, pelaku kejahatan atau pelanggaran tidak dapat
melakukan tawar-menawar (bargaining)dengan negara sebagai penjelma dan dan
penjaga kepentingan umum. Dalam dimensi ini, seorang pelaku kejahatan berkonflik
43
atau bersengketa dengan negara, dan ia tidak dapat menyelesaikan sengketanya
melalui kesepakatan atau konpensasi kepada negara.47
Mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa memiliki ruang
lingkup utama berupa wilayah privat/perdata. Sengketa-sengketa perdata berupa
sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis, lingkukngan hidup
dan berbagai jenis sengketa perdata lainya dapat diselsaikan melauli jalur mediasi.
Dalam perundang-undangan Indonesia ditegaskan ruang lingkup sengketa yang dapat
dijalankan kegiatan mediasi.48
Dalam perundang-undangan Indonesia ditegaskan ruang lingkup sengketa
yang dapat dijalankan kegiatan mediasi. Dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang
arbitrase dan alternatif penyelsaian sengketa disebutkan bahwa sengketa atau beda
pendapat perdata dapat diselesaikan oelh para pihak melalui alternatif penyelesaian
sengketa yang didasarkan dengan oiktikad baik dengan menympingkan penyelesaian
secara litigasi dipengadilan Negeri dan pengadilan Agama.
Ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) RI No.1 Tahun
2008 tentang Prosedur mediasi diPengadilan pasal 2 disbutkan bahwa semua perkara
perdata yang diajukan kePengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu
diselesaikan melalui perdamain dengn bantuan mediator. Ketentuan pasal ini
menggambarkan bahwa ruang lingkup sengketa yang dapat di mediasi adalah seluruh
47 Abbas, Mediasi Dalam Perspekrif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional.).h21
48Abbas, Mediasi Dalam Perapektif Hukum Syariah, Hukum Adat,dan HukumNasional,h.22.
44
perkara perdata yang menjadi kewenangan perdilan umum dan peradilan agama pada
tingkat pertama. Kewenangan perasdilan agama meliputi perkara perkawinan,
kewarisan wakaf, hibah, sedekah, wasiat dan ekonomi islam.
C. Macam-macam Mediasi
1. Perdamaian dalam perkara perdata pada umumnya
Perdamaian dalam perkara perdata pada umumnya, diataur dalam pasal
1851 KUHPerdata, 130 HIR / pasal 154 R.Bg dan pasal 14 ayat (2) UU No. 14
Tahun 1970 tenteng Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Pada setiap permulaan sidang, sebelum pemeriksaan perkara hakim
diwjibkan mengusahakan perdamaian antara pihak-pihak yang bersengketa. Jika
usaha perdamain berhasil maka dibuatlah akta perdamaian ( Acta van Vergelijk)
yang isinya menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi perdamain yang
telah dibuat antara mereka.49
Dalam pasal 1851 KUHPerdata dikemukakan bahwa semua putusan
perdamaian yang dibuat dalam sidang Majlis Hakim mempunyai kekuatan hukum
tetap seperti putusan Pengadilan lainya dalam tingkat penghabisan. Dalam pasal
130 ayat (2) HIR dikemukakan pula bahwa jika perdamain dapat dicapai, maka
pada waktu itu pula dalam persidangan dibuat putusan perdamaian dengan
49 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata: Dilingkungan Peradilan Agama(Jakarta: Prenada, 2005), h.159.
45
menghukum para pihak untuk mematuhi perstejuan damai yang telah mereka
buat. Pututsan perdamain itu berkekuatan hukum tetap dan dapat dijalankan
sebagai putusan biasa lainya.50
Melihat peraturan perundang-undangan diatas, maka dapat diketahui bahwa
putusan perdamain yang dibuat dalam persidangan Majlis Hakim sama
kedudukanya dengan pengadilan lainya yang telah mempunyai kekuatan hukum
(in kracht van gewijsda). Putusan perdamain dapat dibatalkan jika dalam
perjanjian itu sudah terjadi kekhilafan mengenai orangnya atau mengenai pokok
perselisihan, atau juga karena adanya penipuan atau paksaan dalam
membuatnya.51
Apabila telah dikeluarkan putusan perdamaian, maka hal itu bersifat pasti
dan tidak ada penafsiran lagi, langsung dapat dijalankan oleh pihak-pihak yang
melaksanakan perdamain karena sudah tertutupnya upaya banding da kasasi
atanya. Satu-satunya upaya hukum yang dapat dipergunakan oleh pihak yang
merasa dirugikan dengan adanya putusan perdamaian itu adalah mengadakan
perlawanan terhadap putusan perdamain itu. Perlawanan itu bisa berbentuk
derden verset atau bisa berbentuk partai verset. Jika yang menjadi objek putusan
perdamain itu bukan menjadi milik orang lain, dalam hal seperti itu, bagi pihak
yang merasa dirugikan dapat mengajukan denden verset. Karena barang yang
dicantumkan dalam putusan perdamain adalah miliknya. Mengajukan derden
50 Lihat KUHAPerdata dan HIR.51 Ibid.,h.160.
46
verzet ini dapat juga dilaksanakan dengan alasan diatas barang yang menjadi
objek putusan perdamaian telah diletakan conservatoir beslag atau sita eksekusi
untuk kepentingan pelawan.
Perlawanan dapat juga diajukan dalam bentuk partai verset terhadap
putusan perdamaian. Adapun alasan yang dipergunakan dalam mengjukan
perlawanan itu adalah cacat formal atau cacat materil yang melekat pada putusan
perdamain itu tidak berdasarkan kesepakatan bersama, atau putusan tidak
mengakhiri keseluruhan sengketa karena masih ada hal-hal lain yang tidak
diselesaikan, atau isi putusan perdamaian itu menyimpang dari kesepakatan, atau
juga putusan perdamain telah dilaksanakan dengna suka rela, atau permintaan
eksekusi mesih temperatur.52
Putusan perdamaian yang dibuat dalam persidangan Majlis Hakim
mempunyai kekuatan hukum mengikat, mempunyai kekuatan hukum eksekusi
dan mempunyai nilai pembuktian. Dikatan mempunyai hukum mengikat para
pihak yang membuatnya, juga mengikat pihak luar atau orang-orang yang
mendapat hak dan manfaat dari padanya. Putusan perdamain juga mempunyai
kekuatan eksekusi apabila pihak-pihak yang merasa dirugikan karena tidak ditaati
persetujuan perdamaian itu dapat meminta pengadilan yang membuat putusan
perdamaian untuk melaksanakan eksekusi. Eksekusi yang dimintakan itu dapat
berupa sejumlah uang, hal ini sangat tergantung dari apa yang dapat disepakati
dalam perjanjian damai yang telah dibuat oleh mereka. Adapun tata cara eksekusi
52 Ibid., h.162.
47
putusan perdamain adalah sama dengan eksekusi putusan pengadilan lainya yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 53
Pada putusan pembuktian terdapat tiga kekuatan pembuktian, yaitu
a) Kekuatan pembuktian formal, yaitu pembuktian anatar para pihak yang telah
mereka terangkan sebagaimana yang tertulis dalam akta perdamaian tersebut.
b) Kekuatan pembuktian materiil, yakni disbutkan bahwa dalam akta ini harus
sudah berkhir benar apa yang terjadi itu semuanya terdapat dalam akta
perdamaian yang sudah dijadikan putusan perdamaian itu dibuat dinuka
pejabat yang berwenang.
Untuk menghindari hal-hal yang mengakibatkan putusan perdamaian itu
cacat hukum sehingga tidak dapat dieksekusi oleh pihak pengadilan, maka para
pihak yang membuat akta perdamaian itu dituntut adanya iktikad baik dan
kejujuran dalam membuatnya. Apabila para pihak tidak mau melaksanakan isi
perjanjian perdamaian yang mereka buat itu, pengadilan dapat memaksa para
pihak yang tidak mau melaksanakan isi kesepakatan itudengan cara melaksanakan
eksekusi sesuai dengan tata aturan yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan
eksekusi terhadap putusan perdamaian pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap berlaku sepenuhnya ketentuan eksekusi sebagaimana
dalam dalam perkara/kasus yang lain. Jika putusan perdamaian mengandung
eksekusi riil, maka berlaku sepenuhnya ketentuan yang tersebut dalam pasal 200
ayat (11) HIR dan pasal 1033 Rv. Jika putusan perdamaian itu menyangkut
53 Ibid
48
eksekusi pembayaran sejumlah uang maka berlaku ketentuan sebagaimana yang
diatur dalam pasal 195 sampai dengan pasal 200 HIR. Jika eksekusi mengandung
pelaksanaan suatu perbuatan maka berlaku sepenuhnya ketentuan eksekusi yang
diatur dalam pasal 225 HIR.54
2. Perdamaian dalam perkara perceraian
Dalam hal sengketa perceraian karena aiasan percekcokan dan pertengkaran
secara terus menerus, peranan hakim sangat diharapkan untuk mencari faktor-
faktor penyebab dari perselisihan dan pertengkaran itu Apabila hal ini sudah
diketahui oleh para hakim, maka dengan mudah para hakim tersebut mcngajak
dan mengarahkan para pihak yang berselisih itu untuk berdamai dan rukun
kembali sepertt sediakala. Sehubung dengan hal ini, hakim terpanggil hati
nuraninya secara optimal untuk mengusahakan perdamaian, tidak hanya terjebak
pada usaha mencari fakta kualitas perselisihan itu sendiri sedangkan ia tidak
mengetahui faktor apa yang melatarbelakangi pertengkaran itu.
Apalagi kalau para hakim dalam mengusahakan perdamaian itu dilakukan
hanya sepintas lalu saja yang hanya memakan waktu beberapa menit, sudah
barang tentu upaya perdamaian yang demikian itu tidak akan mendatangkan hasil
yang bermanfaat kepada kedua belah pihak yang bersengketa.55
54 Ibid., h.16355 Ibid .,h.164
49
Khusus dalam sengketa perkara perceraian, asas mendamaikan para pihak
bersifat imperatif. Usaha mendamaikan para pihak adalah beban yang diwajibkan
oleh hukum kepada para hakim dalam setiap memeriksa, mengadili, dam
memutuskan perkara perceraian. Oleh karena itu, upaya mendamaikan dalam
perkara perceraian atas dasar perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus
haruslah dilakukan oleh para hakim secara optimal. Sedangkan dalam hal perkara
perceraian karena alasan lain seperti zina, cacat badan atau sakit jiwa yang
berakibat tidak dapat melaksanakan kewajibannya, sifat usaha perdamaian yang
dilakukan oleh hakim tetap dilaksanakan karena hal itu merupakan suatu
kewajiban tetapi tidak dituntut secara optimal sebagaimana dalam hal perceraian
karena alasan percekcokan dan pertengkaran yang terus menerus. Begitu juga
kasus perceraian atas alasan kekejaman dan penganiayaan upaya perdamaian
tersebut dilakukan dengan moralitas yang tinggi dari hakim, sehingga sifatnya
tidak merupakan kewajiban hukum tapi menjadi kewajiban moral. Hal ini
sebagaimana rumusan pasal 82 ayat 4 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama yang telah diamandemen oleh UU No 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradiian agama maupun pasai 31 PP No. 9
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. I tahun 1974 tentang terkawinan tidak
mencantumkan kata 'wajib' akan tetapi kata "dapat' yang dicantumkan yakni
"usaha mendamaikan dapat dilakukau pada setiap sidang pemeriksaan”56
56 Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peeradilan Agama, h.51
50
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka setiap perkara perceraian atas
alasan perselisihan dan percekcokan secara terus menems yang diperiksa oleh
hakim dan hakim tersebut belum mengadakan usaha perdamaian secata optimal,
maka putusan yang dijaluhkan oleh hakim dalam petkara tersebut adalah batal
demi hukum dan atau dapat dibatalkan Hal ini karena hakim belum memenuhi
tata tertib beracara dan tidak memenuhi ketentuan aturan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam upaya hakim melaksanakan upaya perdamaian secara
optimal, maka hakim dapat meminta bantuan kepada pihak lain atau lembaga lain
yang dianggap perlu Hal ini sesuai dengan maksud Pasal 31 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun I975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan beserta penjelasannya, di mana dikemukakan
bahwa perkara belum diputus usaha perdamaian para pihak yang beperkara dapat
dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan
Dalam sengketa yang berkaitan dengan status seseorang (perceraian) maka
tindakan hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa unluk
menghentikan persengketaannya ialah mengupayakan tidak terjadinya
perceraian.57
Apabila berhasil dilaksanakan oleh hakim yang menyidangkan perkara
tersebut, maka gugatan perceraian yang diajukan ke pengadilan oleh para pihak
itu dengan sendirinya harus dicabut. Terhadap ketentuan ini tidak dibuat akta
perdamaian karena tidaklah mungkin dibuat suatu ketentuan yang melarang
57 Arto, Praktek Perkara Perdata, h, 93.
51
seseorang melakukan perbuatan tertentu misalnya melarang salah satu pihak
meninggalkan tempat tinggal bersama, melarang salah satu pihak melakukan
penganiayaan dan sebagainya.
Apabila terjadi perdamaian dalam perkara perceraian maka perkara
perceraian itu dicabut. Terhadap hal ini ada dua pendapat dalam praktik Peradilan
Agama, yaitu:
1) Pencabutan tersebut cukup dicatat dalam berita acara sidang dan perkara
tersebut dicoret dari daftar perkara yang ada di pengadiian Agama
2) Pencabutan acara tersebut tidak cukup dengan dicatat dalam berita acara
sidang tetapi harus dibuat produk berupa penetapan atau putusan agar dapat
diketahui adanya nebis in idem dan ada kaitannya pula dengan kepastian
besarnya biaya yang harus dibayar oleh pemohon/penggugat dalam perkara
yang dicabut itu.58
Meskipun ada sementara ahli hukum yang berpendapai bahwa tidak ada
nebis in idem dalam hukum perdata, yang ada hanya dalam bidang hukum pidana,
tetapi dalam hal yang berkaitan dengan produk pengadilan berupa
putusan/penetapan adalah merupakan suatu hal yang sangat penting.produk
pengadilan dalam bidang hukum perdata yang berupa putusan/penetapan itu dapat
dipergunakan sebagai alat bukti bahwa perkara perkara yang terjadi sudah pernah
diputus di Pengadilan Agama. Khusus yang berkenaan dengan putusan atau
penetapan yang dibuat oleh Pengadilan Agama dengan adanva pencabutan
58 Manan, Penerapan Hokum Acara Perdata, h.166.
52
perkara gugatan cerai mengandung konsekuensi apabila salah satu pihak
mengajukan gugatan cerai lagi dengan alasan yang sama, maka putusan atau
penetapan itu dapat dijadikan dasar tidak diterimanya perkara tersebut untuk
disidangkan di Pengadilan Agama Hal ini sesuai dengan maksud perkara tersebut
untuk disidangkan di Pengadilan Agama Hal ini sesuai dengan maksud Pasal 32
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.59
Hal yang berkaitan dengan biaya perkara yang harus dibayar oleh pemohon
atau penggugat adalah sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 89 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah
diamandemen oleh UU No 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama yang berbunyi biaya perkara dalam bidang
pcrkawinan dibebankan kepada penggugat atau pemohon. Jumlah biaya perkara
tersebut harus dibuat dalam amar putusan atau penetapan sebagaimana yangdiatur
dalam pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama yang telah diamandemen oleh UU No 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas UU No. 7 Tahun 1989 temang Peradilan Agama. Selain itu. segala biaya
yang dipergunakan dalam mengadili dan memutuskan perkara tersebut harus
dirinci secara jelas pada kaki putusan atau penetapan sebagai pertanggungjawaban
Pengadiian Agama kepada pihak-pihak yang beperkara Berdasarkan putusan atau
59 Ibid.
53
penetapan itu pula kasir mengeluarkan biaya perkara yang lelah digunakan dalam
menyidangkan perkara tersebut sampai terwujudnya perdamaian.60
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapat yang kedua adalah
lebih rasional. Yakni Pengadilan Agama dalam hal terjadinya perdamaian di
dalam pemeriksaan perkara perceraian haruslah dibuat produk putusan atau
penetapan, tidak cukup hanya dicatat dalam berita acara sidang dan dikeluarkan
dan register perkara Pendapat yang mengharuskan perlunya dibuat produk
putusan atau penetapan adalah sejalan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung
RI Nomor 216 K/sip/1953 tanggal 21 Agustus 1953 yang menyatakan apabila
antara suami istri telah terjadi perdamaian dan apabila ditolah harus dibuat produk
hukum berupa putusan atau penetapan sesuai dengan ketentuan yang beilaku.61
3. Perkara perdamaian pada tingkat banding atau kasasi
Banding lalah permohonan pemeriksaan kembali terhadap putusan atau
penetapan Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) karena merasa tidak
puas atas putusan atau penetapan tersebut, ke pengadilan tingkat banding
(Pengadilan Tinggi Agama) yang mewilayahiPengadilan tingkai penama yang
bersangkutan, melaui Pengadilan tingkatpertama yang memutus tersebut, dalam
tenggang waklu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu Adapun tenggang
waktunya adalah :
60 ibid61 ibid
54
a. Bagi pihak yang bertempat kediaman di daerah hukuni Pengadilan Agama
yang puiusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandingnya ialah
14 hari tehitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada
yang bersangkutan.
b. Bagi pihak yang bertempat kediaman di luar daerah liukum Pengadilan
Agama yang putusannya dimohonkan banding tersebut, maka masa
bandingnva ialah 30 hari terhitung mulai berikutnya dari hari pengumuman
putusan kepada yang bersangkutan.
c. Dalam hal permohonan banding dengan prodeo, maka masa banding dihitung
mulai hari berikutnya dari hari pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi
Agama tentang ijin berperkara prodeo tersebut diberitahukan kepada yang
bersangkutan oleh Pengadilan Agama.
Dan syarat-syaratnya adalah :
a Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara.
b Diajukan masih dalam masa tenggang waktu banding.
c Putusan tersebut, menurut hukum, boleh dimintakan banding
d Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodeo
e. Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang putusannya
dimohonkan banding. Pemohon banding disebut Pembanding dan lawannya
disebut Terbanding. Mungkin saja pihak-pihak sarna-sama memohon banding dan
ketika itu hanya ada pembanding, tidak ada terbanding.
55
Kasasi artinya mohon pembatalan terhadap pulusan/penetapan Pengadilan
tingkat pertama (Pengadilan Agama) atau terhadap putusan Pengadilan tingkat
banding (Pengadilan Tinggi Agama) ke Mahkamah Agung di Jakarta, melalui
Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) yang dahulunya memutus,
karena adanya alasan tertentu, dalam waktu tertentu dan dengan syarat-syarat
tertentu. Adapun waktunya adalah 14 hari sesudah putusan atau penetapan
pengadilan diberitahukan kepada yang bersangkutan. Dan syarat-syaratnya
adalah:
a. Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi.
b. Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.
c. Putusan atau penetapan menurut hukum dapat dimintakan kasasi.
d. Membuat memori kasasi.
e. Membayar panjar biaya kasasi.
f. Mengahadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang bersangkutan.
Pemohon kasasi lawannya termohon kasasi. Dalam hal kedua belah pihak
sama-sama memohon kasasi, berarti hanya ada pemohon, tidak ada termohon
kasasi. Upaya hukum kasasi baru bisa digunakan kalau sudah
mempergunakan upaya hukum banding.
Dalam perkara yang menyangkut hukum kebendaan. apabila terjadi
perdamaian maka dibuat putusan perdamaian sedangkan dalam perkara perceraian
apabila terjadi perdamaian maka perkara dicabut, atas pencabutan itu dibuat
putusan atau penetapan sebagai produk pengadilan Dalam hal pencabutan perkara
56
apabila terjadi perdamaian dalam bidang perkara perceraian akan menimbulkan
masalah apabila perkara sudah diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama karena
salah satu pihak banding Dalam proses banding mereka rukun kembali dalam satu
rumah tangga, mereka tidak menghendaki terjadinya perceraian di antara mereka.
Dalam kasus ini kalau Penggugat atau Tergugat mencabut perkara bandingnya
berarti putusan Pengadilan Agama akan memperoleh kekuatan hukum tetap dan
ini berarti tujuan dan maksud mulia dari pihak-pihak yang beperkara untuk rukun
kembali dalam satu ruman tangga tanpa terjadinya perceraian akan menjadi sia-
sia belaka, kecuali mereka rujuk/kawin lagi Cara sepeiti ini umumnya paling tidak
disenangi oleh pihak-pihak yang beperkara, mereka menghendaki berakhirnya
perselisihan yang terjadi dengan perdamaian, akan berakhir pula perselisihan
mereka. dan tidak terjadi perceraian.
Menghadapi masalah tersebut. Pengadilan Agama menyarankan kepada
pihak-pihak yang beperkara agar perkara banding yang telab dikirim ke
Pengadilan Tinggi Agama tidak perlu dicabut dan tetap disidangkan dalam tingkat
banding meskipun telah terjadi perdamaian hanya saja Pengadilan Agama yang
menyidangkan perkara perceraian itu segera memberitahukan kepada Pengadilan
Tinggi Agama bahwa sudah terjadi perdamaian dan sudah rukun kembali seperti
sediakala. Surat pemberitahuan Pengadilan Agama yang sudah dikirim ke
Pengadilan Tinggi Agama kalau perlu dilampirkan surat pernyataan dari pihak-
pihak yang beperkara bahwa mereka sudah rukun kembali. Atas dasar ini Mejelis
Hakim Pengadilan Tinggi Agama yang dimintakan banding itu dengan mengadili
57
tersendiri menjatuhkan putusan tidak menerima permohonan banding para pihak
tersebut. Dengan pembatalan itu, putusan Pengadilan Agama yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap itu telah terangkat dan dianggap tidak ada,
para pihak dapat kembali rukun atau dalam rumah tangga seperti sediakala tanpa
harus bercerai lebih dahulu atau dengan cara mengadakan pernikahan kembali.62
Cara seperti ini telah banyak dipraktekkan oleh Pengadilan Tinggi Agama
sesuai dengan tehnis yustisial Mahkamah Agung RI dalam Rapat Kerja Nasional
di Bandung tahun 1994 yang lalu. Sebelumnya telah pula telah pula dilakukan
oleh Pengadilan Tinggi Agama padang dengan putusanya Nomor 37 Tahun 1992
tanggal 16 Mei 1992.63
D. Tujuan dan Manfaat Mediasi
Mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa
diluar pengadilan. Tujuan dilakukan mediasi adalah menyelesaikan sengketa antara
para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial. Mediasi dapt
membawa para pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang permanen dan
lestari, mengingat penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan keudua belah
pihak pada posisi yang sama, tidak ada pihak yang dimenangkan atau pihak yang
62 Ibid.63 Ibid
58
dikalahkan (win-win solution) dalam mediasi para yang pihak bersengketa proaktif
dan memiliki kewenangan penuh dalam pengambilan keputusan. Mediator tidak
memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan, tetapi ia hanya membantu para
pihak dalam menjaga proses mediasi guna mewujudkan kesepakatan damai mereka.
Penyelesain sengketa melalui mediasi sangat dirasakan manfaatnya karena para pihak
telah mencapai kesepakayan yang mengakhiri persengketaan mereka secra adil dan
saling menguntungkan. Bahkan dalam medisi yang gagalpun dimana para pihak
belum mencapai kesepakatan, sebnarnya juga telah dirasakan manfaatnya. Kesediaan
para pihak bertemu dalam suatu proses mediasi, paling tidak telah mampu
mengklarifikasikan akar persengketaan dan mempersempit perselisihan diantara
mereka. Hal ini menunjukan adanya keinginan para pihak untuk menyelesaikan
sengketa.64
Modal utama untuk penyelesaian sengketa adalaah keinginan dan iktikad
baik para pihak dalam mengakhiri persengketaan mereka. Keinginan dan iktikad baik
ini, kadang-kadang memerlukan bantuan pihak ketiga dalam perwujudanya. Mediasi
merupakan solah satu bentuk penyelesain yang melibatkan pihak ketiga.
1) Media diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif murah
dibanding dengan membawa perselisihan tersebut kepengadilan atau lembaga
arbitrase.
64 Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syari’ah Hukum Adat dan Hukum Nasional. H.24
59
2) Mediasi kakan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka
secara nyata dan pada dan pada kebutuhan emosi atau psikologi mereka, sehingga
mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hkumnya.
3) Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung
dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.
4) Mediasi memberikan para pihak kemampuian untuk melakukan kontrol terhadap
proses dan hasilnya.
5) Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit
diprediksikan, dengan suatu kepastian melalui konsensus.
6) Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling
pengertian yang lebih baik antara pihak yang bersengketa karena mereka sendiri
yang memutuskannya.
7) Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu
mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim
dipengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrasi.65
Perbedaan kekuatan diantara para pihak merupakan kenyataan yang ada
dibalik banyak konflik atau persengketaan. Hal ini harus dipahami oleh mediator,
bahwa hampir seluruh proses penyelesaian sengketa menghadapi kesulitan yang sama
berupa ketidak berimbangnya kekuatan tawar dari para pihak, dan kadang-kadang
mediator juga mengalami kesulitan untuk menangani perbedaan tersebut. Namun
65 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persepektif HukumSyariah dan Hukum Adat, HukumNasional, h,26
60
demikian, penyelesaian sengketa dengan cara mediasi diharapkan dapatmembuat
ketidak seimbangan posisi kekuatan para pihak kurang dirasakan, dari pada
penyelesaian sengketa dipengadilan atau arbitrase.66
Mengatasi perbedaan kekuatan dari para pihak dapat melalui cara-cara
sebagai berikut:
a) Menyediakan suasana yang tidak mengancam.
b) Memberikan setiap pihak kesempatan untuk berbicara dan didengarkan oleh pihak
lainya secara lebih leluasa.
c) Meminimalkan perbedaan diantara mereka dengan menciptakan situasi informal.
d) Perilaku mediator yang netral dan tidak memihak, sehingga memberikan
kenyamanan tersendiri.
e) Tidak menekan para pihak.
Pertemuan secara terpisah dengan para pihak dapat lebih meyakinkan pihak
yang lemah akan posisi mereka, sehingga mediator dapat berupaya mengatasinya
melalui saran dan pendekatan yang dapat melancarkan proses penyelesaian sengketa.
Proses mediasi dan keahlian mediator menjadi sangat penting dalam kaintannya
dengan pencegahan dan penyalahgunaan kekuasaan. Nilai yang menjadi tujuan akhir
sengketa, antara lain: nilai kemuliaan, keadilan sosial, rahmah, ihsan, persaudaraan,
dan martabat kemanusiaan.67
66 Ibid, h,2767 Ibid.
61
E. Proses mediasi
Proses mediasi dibagi menjadi tiga tahap:
a) Tahap pramediasi
Tahap pramediasi adalah tahap awal diman mediator menyusun sejumlah
langkah dan persiapan sebelum mediasi bener-bener dimulai. Tahap pramediasi
merupakan tahap yang amat penting, karena akan menentukan berjalan tidaknya
proses mediasi selanjutnya. Pada tahap ini mediator melakukan beberapa langkah
antara lain; membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali
dan memberikan informasi awal mediasi, fokus pada masa depan,
mengoordinasikan pihak yang bertikai, mewaspadai perbadaan budaya,
menetukan siapa yang hadir menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu
dan tempat, dan menciptakan rasa aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu
dan membicarakan perselisihan mereka.68
Komitmen dan kepercayaan diri merupakan modal bagi calon mediator
dalam menghubungi para pihak yang bersengketa. Tujuan menghubungi para
pihak adalah menyampaikan keinginan menjadi mediator dengan memahami
kedua belah pihak. Dalam menginginkannya, seorang mediator jangan sampai
terkesan menggurui para pihak , dan menggiring mereka untuk memilih mediasi
sebagai jalan menyelesaian sengketa. Seorang mediator harus mampu
menampilkan dirinya benar-benar orang yang belajar memahami keinginan para
pihak, mendengarkan , den mengungkapkan kembali keinginan para pihak untuk
68 Ibid.h.37
62
didiskusikan lebih lanjut. Baru kemudian para pihak bisa menerima keberadaan
pihak ketiga ini, sebagai mediator yang akan membantu penyelesaian sengketa
mereka. Mediator harus menggali sejumlah informasi awal tentang persoalan
utama yang menjadi sumber sengketa. Informasi yang diinginkan mediator
bersifat menyeluruh dan tidak parsial, sehingga memudahkan bagi dirinya untuk
menyusun strategi dan memosisikan persoalan tersebut dalam penyelsaian
konfkil melalui jalur mediasi. Persoalan pokok yang disengketakan dan pola-pola
penyelesaian melalui mediasi perlu disampaikan kepad kedua belah pihak,
sehingga mereka bisa mempertimbangkan menggunakan jalur tersebut untuk
menyelesaikan sengketa. Mediator harus menginformasikan sejelas mungkin
tentang mediasi, manfaat mediasi, menjelaskan situasi yang dialami para pihak
bila menggunakan mediasi oleh beberapa pihak lain.69
Dalam tahap pra mediasi ini, langkah selanjutnya yang ditempuh oleh
mediator adalah memformulasikan sejumlah pertanyaan yang cesra tidak
langsung mengajak para pihak untuk memikirkan masa depan mereka, dan tidak
larut memikirkan faktor-faktor yang menyebabkan mereka terseret dalam konflik
dan persengketaan. Mediator harus mamapu mengarahkan mereka untuk
mengambil sikap, untuk sama-sama menuju masa depan yang baik dan damai.70
Dalam tahap pramediasi ini, mediator jugs patut menghubungi para tokoh
yang mempunyai kedudukan strategis dan memiliki strategis yang dan memilki
69 Ibid.3970 Ibid
63
strata sosial dalam masyarakat, dimana dia dihormati dan disegani sehingga
mediasi yang akan dilakukan diketahui oleh tokoh tersebut. Bila konflik atau
persengketaan yang tejadi didalam suatu organisasi, maka yang patut dihubungi
adalah tokoh organisasi. Bila salah satu pihak yang dihubugi adalah pimpinan
tokoh top dalam organisasi, maka maka dari pihak lain juga harus dihubungi
pihak yang stara dengan pihak yang pertama.
Mediator dalam pramediasi juga harus mempetimbangkan dan waspada
terhadap perbedaan buadaya, karena perbedaan budaya sangat sensitif dan dapat
berdampak negatif terhadap proses mediasi, bila tidak diperhatikan dengan benar
sebagai pertimbangan dalam suatu proses mediasi, bila tidak diperhatikan dengan
bnar dalam suatu proses mediasi
64
BAB IV
PERAN PENGADILAN DALAM MEWUJUDKAN MEDIASI
A. Upaya Para Hakim Dalam Mediasi
Dalam pasal 130 HIR, yang mana pengadilan dengan perantara Ketua sidang
berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Oleh karena itu hakim diharapkan dapat
mendamaikan kedua belah pihak Adapun upaya damai yang dilakukan hakim agama
sebagaimana yang diutarakan oleh ibu TAMAH,SH71 selaku ketua koordinator
mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, yaitu :
1. Menasehati dan memberikan saran-saran kepada kedua belah pihak
Disini majelis diharapkan dapat mendamaikan kedua belah pihak dalam
upaya damai Diharapkan pula agar hakim dapat mengetahui duduk perkara guna
meniaksimalkan upaya damai yang dilakukan hakim,dan dalam penggunaan tata
bahasapun hakim diharapkan mempergunakan kata-kata yang menyentuh agar
dapat membuat kedua belah pihak mengurungkan niat meneruskan perceraian
tersebut dan kembali membina rumah tangga dengan baik dan damai disini peran
aktif hakim sangat diharpkan guna upaya mencegah terjadinya perceraian namun
walau begitu hakim hanya sebatas memberikan saran-saran dan dilarang untuk
memaksakan kehendaknya
71 Wawancara Pribadi dengan TAMAH, SH. Jakarta 25 februari 2011.
62
65
2. Menghadirkan Hakam
Hakam (juru damai) digunakan guna memberdayakan asas perdamaian
yang dianut pengadilan. Adapun unsur-unsur yang dapat mendorong keefektifan
hakam. adalah ada kemauan dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa secara
baik-baik, sikap dari para pihak yang tidak menginginkan posisi menang atau
kalah, adanya kesadaran para pihak untuk mengikutsertakan pihak ketiga
(hakam). Adapun pihak-pihak yang menjadi hakam (juru damai) biasanya adalah
dari kalangan keluarga maupun kedua belah pihak karena biasanya mereka lebih
mengetahui duduk perkara secara lebih gamblang mengingat kedekatan secara
fisik maupun psikologi. Oleh karena itu peran merekapun sangat diharapkan guna
menciptakan perdamaian antara kedua belah pihak hal ini sebagaimana firman
Allah :
إنوفتمقاقخاشهمنيثوابعافابكمحنمهلاأهكمحونامهلأهاإنريدايلاحفقإصويالله.خبرياعليماكاناللهإنبينهما
Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Makakirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluargaperempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri ilu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Maha Mengetahui. (an-Nisa : 35)
3. Melalui mediasi
Mediasi yang dilakukan oleh pengadilan berpedoman kepada
a. Sural Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No I tahun 2008 :
66
1). Bahwa upaya perdamaian hendaklah dilakukan dengan sungguh-sungguh
dan optimal, tidak sekedar formalitas.
2) Melibatkan hakim yang ditunjuk dan dapat bertindak sebagai fasilitator dan
atau mediator, tetapi bukan hakim majelis.
3) Apabila upaya damai ini membutuhkan waktu lama, maka pemeriksaan
perkara dapat melampaui waktu maksimal yaitu ditambah 14 hari
sebagaimana diatur dalam PERMA No. 1 tahun 2008.
4) Persetujuan perdamaian dibuat dalam bentuk Akta Perdamaian (Dading)
dan para pihak dihukum untuk mentaati apa yang disepalati.
5) Apablia tidak berhasil, hakim yang bersangkutan harus melaporkan kepada
ketua Pengadilan / Ketua Majelis dan pemerikasaan perkara dilanjutkan
6) Fasilitator / mediator harus nertal dan imparsial, tidak boleh terpengaruh
secara internal maupun ekternal, tidak berperan sebagai hakim yang
menentukan salah satu benar, bukan sebagai penasehat.
7) Keberhasilan penyelesaian perkara melalui perdamaian dapat dijadikan
bahan penilaian (reward) bagi hakim yang menjadi fasilitator / mediator.
b. Peraturan Mahkamah Agung Rl Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur
Mediasi guna menyempurnakan Surat Edaran Mahkamah Agung Rl Nomor 1
Tahun 2002 tentang Mediasi yang dirasa kurang sempurna. Dengan adanya
PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi, menjadikan mediasi
sebagai bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses beracara di
Pengadilan dan diharapkan dapat menjadi instrumen efektif mengatasi
67
penumpukan perkara di Pengadilan. Lembaga damai (mediasi) ini dibentuk di
luar Pengadilan (persidangan) yang difasilitasi oleh hakim sebagai mediator
dan hakim ini ditunjuk majelis hakim. Jadi antara hakim majelis dan hakim
sebagai mediator adalah berbeda. Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan
meskipun tugas mendamaikan itu kewajiban seorang hakim pengadilan,
namun tidak menutup kemungkinan dalam proses pemeriksaannya terdapat
banyak pihak yang membantu terciptanya perdamaian.
Adapun cara pelaksanaan mengenai proses pelaksanaan mediasi adalah
sebagai berikut :
1). Sambutan mediator, berisi :
a) Meyakinkan para pihak yang masih ragu tentang manfaat mediasi
b) Menerangkan peran mediator dan para pihak
c) Menerangkan tata tertib mediasi.
d) Menegaskan bahwa para pihak tersebut mempunyai kewenangan untuk
mengambil keputusan.
e) Menegaskan bahwa mediator tidak berpihak kepada salah satu peserta
mediasi
f) Mengajak para pihak untuk taat pada tata tertib mediasi dalam sambutan,
seorang mediator harus menghindari sikap-sikap yang menunjukkan
keberpihakan, menghina atau menyatakan ketidakseiujuan terhadap salah
satu piliak.
68
2). Presentasi para pihak
Para pihak mempresentasikan concern mereka terhadap mediasi.
Presentasi ini biasanya dimulai oleh penggugat, akan tetapi ini bukan harga
mati dalam kondisi tertentu dapat dibalik dalam presentasi ini biasanya para
pihak langsung mengemukakan konsep mereka tentang perdamaian
3) Identifikasi masalah
Dalam mengidentifikasikan masalah. perlu diingat untuk masalah yang
telah disepakati sebaiknya tidak perlu didiskusikan lagi untuk masaiah-
masalah yang belum disepakati, masalah tersebut didefinisikan dan diurutkan
sehingga tersusun suatu daftar persoalan yang masih diperselisihkan untuk
menjadi agenda perundingan selanjutnya.
4) Negosiasi
Dalam negosiasi ini ada dua model yang dapat diterpkan. Pertama,
para pihak bicara langsung satu sama lain. Disini mediator hanya berperan
untuk menjaga urutan bicara, mencatat kesepahaman dan sesekali
mengintervensi dan membantu proses komunikasi.
Kedua, mediator mengatur suluruh arah pembicaraan, mengatur
pertanyaan kepada para pihak dan terkadang memberi tawaran solusi.
5) Pertemuan terpisah
Pertemuan terpisah ini biasanya diadakan untuk menggali hal-hal yang
belum diungkapkan terhadap point-point yang belum disepakati atau menemui
jalan buntu sehingga apa yang menjadi alasan dan kekhawatiran masing-
69
masing dapat digali untuk dicarikan jalan keluarnya sampai tercapai suatu
kesepakatan.
6) Membuat kesepakatan
Setelah mengadakan pertemuan terpisah, kedua belah pihak
dikumpulkan kembali untuk mengadakan negosiasi akhir dan menyelesaikan
kesepakatan tersebut dituangkan dalam akta yang ditandatangani pihak-pihak
vang berperkara.
7) Penutup
Dalam sesi ini biasanya mediator memberikan komentar kepada para
pihak atas apa yang telah mereka capai, meyakinkan mereka bahwa hasil
tersebut merupakan keputusan terbaik mereka dan menyarankan untuk
melaksanakan kesepakatan dengan baik.
Setelah itu ditandatangani, mediator melapor kepada majelis hakim
dan maje'is hakim menetapkan persidangan untuk membacakan putusan yang
menghukum para pihak untuk menaati kesepakatan tersebut.
Adapun peranan hakim disini menjadi penting jika kita memaknainya
sebagai seorang mediator yang mana tentunya hakim berada di tengah-tengah
pihak yang bermasalah ia tidak memihak dan tidak mewakili satu di antara
mereka. Terkadang pihak yang bermasalah sudah sulit didamaikan hal ini
diperparah lagi dengan tipikal masyarakat kita sebagai "masyarakat pencari
kemenangan bukan keadilan". Oleh karena itu hakim selaku mediator
memiliki peran yang sangat penting dengan kemampuan profesionalnya
70
ditunjang lagi kewibawaannya yang timbul dari sifat arif dan bijaksana selaku
seorang hakim diharapkan akan akan membawa para pihak pada suatu alam
penyadaran baliau masalah sebuah perlarungan untuk dimenangkan akan
tetapi untuk diselesaikan
4. Penundaan sidang
Penundaan persidangan dilakukan guna memberikan waktu kepada para
pihak yang berperkara agar dapat memikirkan kembali mengenai gugatan yang
mereka ajukan Meskipun penundaan sidang ini bertentangan dengan asas
Pengadilan Agama yaitu asas cepat dan biaya ringan, namun hal seperti ini
dilakukan hakim dalan upaya menciptakan perdamaian sebagaimana pasal 130
HIR.
B. Hambatan-Hambatan Para Hakim Dalam UsAha Mendama1kan
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Isiam mengenai perkara tenentu
sebagaimana di maksud dalam undang-undang.72 Pengadilan agama, melalui hakim
bertugas menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangannya namun
diharapkan pengadilan tidak melupakan perannya dalam upaya perdamaian
sebagaimana tersebut dalam pasal 130 HIR.
72 Lihat UU No. 2 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentangperadilan Agama.
71
Meskipun hakim telah berupaya maksimal dalam upaya perdamaian seperti
dengan menasehati dan memberikan saran-saran kepada para pihak, mempergunakan
metode hakam, mempergunakan metode mediasi, dan juga dengan penundaan sidang
namun seringkali upaya tersebut tidak berhasil.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis lakukan, penulis
mendapatkan factor dasar yang menghambat terjadinya perdamaian yaitu adanya
keinginan kuat dari para pihak untuk mengakhiri pernikahan dan menguasai harta
benda yang mereka hasilkan bersama
. Pendapat ini sebagaimana yang kemukakan oieh Tamah. SH73 (Ketua
coordinator mediasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan). Dan faktor lain yang tidak
kalah pentingnya adalah:
1. Durasi waktu mediasi, yakni 40 hari yang bisa ditambah 12 hari.
Kurang adanya inisiatif dari PA jaksel untuk memaksimalkan waktu dari proses
mediasi . karena dengan pemaksimalan waktu maka akan semakin numpuk
jumlah perkara yang tersisa dan akan memakan biaya yang lebih banyak.
2. Biaya
Dalam pasal 10 ayat 1 perma no 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi
dipengadilan mengenai honorarium mediator disebutkan bahwa penggunaan jasa
mediator hakim tidak dipungut biaya justru biasa menjadi kendala dan panyebab
pedulinya hakim mediator, sehingga ia kurnag memaksimalkan upaya
perdamaian.
73 Wawancara pribadi dengan TAMAH, SH, Jakarta 25 februari 2011.
72
3. Kurang keseragaman format mediasi.
Tidak adanya keseragaman format acara kadang terjadi tidak berimbang antara
perkara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan kadang para pihak yang
berperkara tidak dipanggil/diundang untuk acara mediasi.
4. Hakim yang bersertifikat mediator
Kurangnya jumlah hakim mediator yang bersertifikat sedikit banyak
mempengaruhi hasil dari keberhasilan mediasi, karena bila seseorang hakim telah
memilki srtifikat tersebut, maka ia dianggap layak serta menguasai trik dan
strategi dalam proses perdamaian.
5. Pesimistis hakim
Hakim terkadang lebih dulu pesimis ketika mendapatkan map kuning alias tugas
mendamaikan masalah perceraaian ketimbang masalah yang lainya.
6. Jumlah hakim terbatas
Jumlah hakim yang terbatas dengan perkara yang sangat banyak.
73
TINGKAT KEBERHASILAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
DALAM UPAYA PERDAMAIAN
Lihat tabel di bawah ini:
No. BulanJumlah Perkara
YangDiterima
Jumlah Perkara YangDicabut (Damai)
1 Januari 266 20
2 Februari 274 23
3 Maret 255 24
4 April 293 22
5 Mei 235 ' 26
6 Juni 224 24
7 Juli 234 21
8 Agustus 177 22
9 Septembe 171 7
10 Oktober 225 18
11 November 250 22
12 Desember 229 17
JUMLAH 2806 246
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mengkaji dan membahas sekripsi ini maka dari hasil
penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa:
5. Pengadilan agama Jakarta Selatan secara prinsip telah melaksanakan mediasi
sesuai dengan PERMA No 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan,
menjadikan perma tersebut sebagai acuan dalam mengaplikasikan mediasi.
6. Tingkat keefektifan mediasi dipengadilan Agama Jakarta Selatanl masih kurang
maksimal, mengingat prosentase keberhasilan pada tahun 2010 yang tidak
mencapai 5% dalam perkara perceraian sedang dalam hal kebendaan sangat
signifikan.
7. Faktor-faktor yang menghamabat keberhasilan mediasi dipengadilan agama jaksel
diantaranya adalah kurang pemaksimalan waktu, bi aya, tidak adanya
keseragaman dalam acara mediasi serta kurangnya hakim mediator yang
bersertifikat yang bisa berakibat pada mutu dan proses perdamaian itu sendiri.
Juga honorarium bagi mediator non hakim yg tidak sesuai dengan kerjaanya serta
terbatasnya hakim mediator dengan perkara yang banyak.
72
75
B. Saran
Setelah melihat kenyataan yang sudah diuraikan diatas maka saran penulis
dapat disampaikan sebagai berikut.
1. Agar ada satu lembaga diluar pengadilan yang mengurusi tentang mediasi yang
tidak bisa dicampuri oleh pihak pengadilan manapun
2. Kepada Pengadulan Agama Jakarta Selatan dalam menerima dan memeriksa,
memutuskan perkara, harus tetap mempertimbangkan peraturan perundang-
undanganyang berlaku baik secara materil maupun formildengan sosialisai dan
pelatihan-pelatihan terhadap hakim.
3. Dengan banyaknya jumlah perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta
Selatan maka agar jumlah hakim bisa ditambahkan terutama hakim mediator.
4. Untuk akademisi hokum dan penegak hokum agar terus mensosialisasikan
pentingnya mediasi dalam sebuah perselisihan.
76
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Al-Karim dan Terjemahanya, : Departemen Agama RI,A 1998
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : kademika Resindo, 1993) .
Abdurrahman , Himpuna peraturan perundang-undangan No. 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan, ( Jakarta Akademika Presindo), 1986, cet-1
Abdurrahman Ghazali, Fiqh Munakahat(Jakarta : Prenada Media, 2003) edisi ke-2h.36
Amir, Nurdin dan Azhari Akamal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,Jakarta Prenada Media, 2004, cet. Ke-2
Ali Bin Muhammad al-zarzani, at-ta’rifat, (Jeddah, Al-Haramain,)
Arifin, Jaenal. Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia,Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008.
Arto, Mukri, Praktek Perkara Perdata Pada Perdilan Agama, Yogyakarta : PustakaPelajar,1996, cet. Ke-1.
Bisri, Cik Hasan (et.al). kompilasi hukum islam dan peradilan agama dalamsistemhukum nasional, Jakarta logos wacana Ilmu, 1999.
Basik djalil, Peradilan Agama diindonesia, ( Jakarta : Kencana Prenada MediaGroup, 2006)
Departemen Agama RI, Pedoman Konseling Keluarga Sakinah (Jakarta :DepartemenAgama RI,2004), h.135.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka. 1988)
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT, Remaja Rosda Karya,2004), h 3.
M. Amin Suma, Hukum kelurga Islam didunia ( Jakarta, PT . Grafindo persada.2004) cet-1.,
77
Mahmud Yunus, Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta pt. Hidayakarya, )
Manna, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Llingkungan PeradilanAgama,Jakarta: Pencana, 2006, cet.ke-4.
M.Harahap, hukum perkawinan berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974peraturan pemerintah NO.9 Tahun 1975, (Medan CV .Zahir trading co,cet-1
M.Yahay.Harahap. Kedudukan kwarganegaraan dan acara pengadilan Agama.:(Jakarta Pustaka Kartini 1999.
Muhammad nashirudin Al-Albni, Ringkasan Shahih muslim, (Jakarta:pustakaAzzam),h.558.
Roihan A Rasyid, hukum acara peradialn agama (Jakarta: rajawali press. 2002),h.97-98.
Rofiq, ahmad, hukum islam di Indonesia. Jakarta : raja grafindo persada, 1998,cet.Ke-3.
Satria Effendi M. Zein, Prolematika Hukum Islam Kontemporer(analisis dengan pendekatan ushuliah), (jakarta, prenada)
Sunnah Abu Daud, Abu Daud Sulaeman Sajastani :Tahqiq, Ahmah Saad MusthafaAl-Babi Al-Halabi juz 1, 1952,
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam perspektif hokum syariah, hokum Adat dan hokumNasional. ( Jakarta: Kencana Prenada Media group. 2009)
WWW. BADILAG. NET
www.pajaksel.com
78
LAMPIRAN-LAMPIRAN.
1. Lembar pengesahan2. Surat permohonan data / Wawancara dengan Hakim mediasi PA JAK-SEL.3. Ermohonan menjadi pembimbing Sekripsi4. Keteranagn melakukan wawancara dengan Hakim mediasi5. Laporan tahunan tenyang perkara yang diterima.6. Hasil wawancara.7. Akta perdamaian
Recommended